Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU PEN YAKIT KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2023

UN IVERSITAS HALU OLEO

VERUKA VULGARIS

Disusun Oleh :

Shally Ariasnitra

K1B1 21 071

Pembimbing

dr. Hilda Brigitta S, Sp.DV

DIBAWAKAN DALAM RAN GKA TUGAS KEPAN ITERAAN KLIN IK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UN IVERSITAS HALU OLEO

KEN DARI

2023
HALAMAN PEN GESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Shally Ariasnitra

NIM : K1B1 21 071

Judul : Veruka Vulgaris

Bagian : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Mei 2023

Pembimbing

dr. Hilda Brigitta S, Sp.DV


VERUKA VULGARIS
Shally Ariasnitra, Hilda Brigitta
A. Pendahuluan
Veruka vulgaris, juga dikenal sebagai “common warts”, merupakan suatu
infeksi kulit yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV). Kutil ini
biasanya muncul sebagai benjolan kecil yang kasar, dengan permukaan yang
bergelombang atau berkerut. Kutili ini umumnya terjadi pada tangan, jari, atau
kaki, tetapi juga dapat muncul di bagian tubuh lainnya.
Prevalensi veruka vulgaris di Indonesia cukup signifikan. Menurut data
statistik terbaru, diperkirakan bahwa sekitar 10-20% penduduk Indonesia
mengalami infeksi HPV yang menyebabkan veruka vulgaris. Angka ini
menunjukkan bahwa kutil biasa merupakan masalah kesehatan kulit yang
umum di negara ini.
Penyebaran veruka vulgaris yang semakin marak menjadi perhatian utama.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penyebaran kutil ini semakin meluas.
Pertama, paparan langsung dengan seseorang yang sudah terinfeksi HPV
menjadi faktor utama penularannya. Kontak langsung dengan kulit atau benda
yang terkontaminasi dapat memicu infeksi.
Selain itu, kebersihan yang buruk juga dapat memperburuk penyebaran
veruka vulgaris. Lingkungan yang lembab dan basah, seperti area kolam renang
umum atau ruang kaki yang lembap, memungkinkan virus HPV untuk bertahan
dan berkembang biak. Selain itu, kebiasaan menggunakan fasilitas umum
seperti sauna atau gym tanpa penggunaan alas kaki juga dapat meningkatkan
risiko penularan.
Faktor lain yang berperan dalam penyebaran veruka vulgaris adalah sistem
kekebalan tubuh yang lemah. Individu dengan sistem kekebalan yang tidak
sehat, seperti penderita HIV atau penerima transplantasi organ, lebih rentan
terhadap infeksi HPV dan kemungkinan mengembangkan kutil.
Dalam rangka mengatasi masalah ini, pendidikan tentang pentingnya
kebersihan pribadi dan penggunaan alas kaki di tempat umum perlu
ditingkatkan. Selain itu, upaya untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh
melalui pola hidup sehat dan pemberian vaksin HPV dapat membantu
mengurangi prevalensi veruka vulgaris
B. Definisi
Veruka vulgaris atau yang sering disebut dengan “common warts” atau kutil
merupakan kelainan kulit berupa hiperplasia epidermis berbentuk papul
verukosa yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus tipe tertentu. (1) (2)
Hiperplasia yang terjadi bersifat jinak dengan predileksi terbanyak pada jari,
punggung tangan maupun kaki. Virus dapat ditularkan melalui kontak langsung
maupun tidak langsung, namun kemungkinan penularan akan meningkat jika
virus berkontak dengan kulit yang mengalami luka. (1) (2) (3)
C. Epidemiologi
Veruka vulgaris dapat timbul pada segala usia, tetapi jarang pada bayi dan
anak kecil. Kelainan meningkat selama umur sekolah dan menurun setelah
umur 20 tahun. Pada beberapa penelitian diperkirakan sekitar 2-20% anak usia
sekolah telah terdiagnosis veruka vulgaris. (2) (4)
Insidensinya pada dewasa usia muda sekitar 16-24 tahun diperkirakan
mencapai 700/100.000 kasus. Insidensi veruka vulgaris menurun setelah
mencapai usia 20 tahun namun pada beberapa penelitian ditemukan bahwa
veruka vulgaris memiliki nilai insidensi sebesar 15% pada usia >35 tahun. (4)
(5)
D. Etiologi
Veruka vulgaris, atau yang lebih dikenal sebagai kutil atau ”common warts”
disebabkan oleh infeksi Human Papillomavirus (HPV). HPV adalah virus DNA
berukuran kecil dengan diameter sekitar 50 hingga 55 nm yang menginfeksi
epitel skuamosa, menyebabkan proliferasi sel. Infeksi HPV umumnya
mengakibatkan perkembangan kutil (verrucae). Tumor yang disebabkan oleh
virus ini bersifat pleomorfik dan dapat mempengaruhi berbagai area, terutama
kulit ekstremitas, kulit dan mukosa genital, laring, dan mukosa oral. Virus ini
menginfeksi lapisan basal epitel, mungkin sel punca, tetapi replikasi virus hanya
terjadi pada keratinosit yang sepenuhnya telah berdiferensiasi, contohnya pada
sel-sel stratum spinosum dan stratum granulosum. (4)
HPV dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada berbagai lokasi
epitel skuamosa yang bersifat keratinisasi (kulit) atau tidak bersifat keratinisasi
(mukosa). Masalah klinis yang dihadapi dengan infeksi ini dapat secara umum
dibagi menjadi kutil kulit, kutil genital, kutil oral, dan kutil laring. (4)
Waktu terjadinya infeksi jarang dapat diketahui secara pasti untuk veruka
vulgaris dan veruka plantaris, tetapi masa inkubasi diperkirakan berkisar antara
beberapa minggu hingga lebih dari satu tahun, dan infeksi eksperimental dapat
membutuhkan waktu hingga 20 bulan untuk menghasilkan klinis veruka
vulgaris. (4)
Studi prospektif terhadap kontak seksual pasien dengan veruka genital
menunjukkan masa inkubasi 3 minggu hingga 8 bulan, dengan rata-rata 2,8
bulan. Transmisi orang ke orang dari infeksi HPV genital terlihat tinggi, karena
dua pertiga dari 97 kontak seksual pasien dengan veruka genital juga
mengembangkan lesi dalam waktu 9 bulan. (4)
Veruka vulgaris menyebar melalui kontak langsung atau tidak langsung.
Untuk terjadi infeksi, partikel virus HPV harus bersentuhan dengan sel punca
di lapisan epidermis basal. Oleh karena itu, kerusakan barier kulit baik akibat
trauma (termasuk goresan ringan) maupun perendaman dalam air, atau
keduanya, sangat meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi virus, dan
umumnya diasumsikan diperlukan untuk infeksi setidaknya pada kulit yang
sepenuhnya terkeratinisasi. (4)
Human papillomavirus tipe 1, 2, 4, 2, 57, dan 63 menyebabkan veruka
vulgaris. Paparan tangan yang sering terendam dalam air menjadi faktor risiko
terjadinya veruka vulgaris. Veruka vulgaris sering menyebar melalui kontak
dengan individu yang terinfeksi. Paparan pada area publik seperti kolam renang,
kamar mandi umum, dan berjalan tanpa alas kaki juga dapat menjadi akses
terinfeksinya virus HPV. Pekerja pemotong daging, pemotong ikan memiliki
risiko insidensi yang tinggi terjadinya veruka vulgaris. Veruka vulgaris pada
pekerja-pekerja diatas lebih sering diakibatkan oleh virus HPV 2 dan 4. (5)
E. Klasifikasi
1. Veruka kutan
a) Berdasarkan morfologi (3)
- Veruka vulgaris : berbentuk papul verukosa yang keratotik, kasar,
dan bersisik. Lesi dapat berdiameter kurang dari 1 mm hingga lebih
dari 1 cm dan dapat berkonfluens menjadi lesi yang lebih lebar.
- Veruka filiformis: berbentuk seperti tanduk
- Veruka plana: papul yang sedikit meninggi dengan bagian atas yang
datar, biasanya memiliki skuama yang sedikit.
b) Berdasarkan lokasi anatomis (3)
- Veruka palmar dan plantar: lesi berupa papul hiperkeratotik, tebal
dan endofitik yang terkadang disertai rasa nyeri dengan penekanan.
- Veruka mosaik: veruka plantar atau palmar yang meluas membentuk
plak
- Butcher’s wart: papul verukosa yang biasanya multipel pada palmar,
periungual, dorsal palmar dan jari dari tukang potong daging.
2. Verukosa mukosa (3)
- Lesi umumnya kecil, berupa papul lunak, berwarna merah muda atau
putih.
- Biasanya ditemukan di gusi, mukosa labial, lidah, atau palatum durum.
Terkadang dapat pula muncul di uretra dan dapat menyebar ke kandung
kemih. Dapat disebabkan karena kontak seksual.
Gambar 1. Verruca plana. A, Beberapa veruca plana berwarna merah muncul di wajah
seseorang gadis usia 11 tahun. B, Banyak benjolan datar berpuncak yang muncul berbentuk
linear oleh akibat proses inokulasi. (6)

Gambar 2. (Kiri) Veruka mosaik pada telapak kaki; (Kanan) Veruka filiformis pada lengan
bawah. (4) (6)
F. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Veruka vulgaris seringkali dapat didiganosis berdasarkan gejala klinis
tanpa diperlukannya pemeriksaan histopatologi untuk mengkonfirmasi
diagnosisnya. (6)
Manifestasi klinis veruka vulgaris, atau “common warts” atau kutil,
dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan infeksi HPV.
Secara umum, veruka vulgaris ditandai dengan pertumbuhan lesi yang
terdefinisi dengan baik, tebal, dan hiperkeratotik. Lesi dapat berbentuk
papul padat atau nodul veruksoa berwarna abu-abu kecoklatan, keratotik,
dengan ukuran panjang beberapa mm hingga 1 cm, dan bila berkonfluensi,
dapat menjadi lebih besar. Awalnya, kutil mungkin tidak menimbulkan
gejala dan sering tidak disadari, namun seiring waktu, mereka dapat tumbuh
menjadi lesi yang lebih mencolok. Bila digores dapat timbul autoinokulasi
sepanjang goresan (fenomena koebner). (1) (2) (4)
Veruka vulgaris seringkali tampak tidak estetis dan dapat menyebabkan
rasa sakit jika terletak di titik tekanan atau jika retak dan berdarah.
Penggunaan tangan lokasi kutil berada dan berjalan (jika kutil terdapat pada
telapak kaki) juga dapat mengganggu tergantung pada lokasi kutil. Lokasi
umum kutil biasa adalah di tangan dan kaki, terutama di daerah yang rentan
terhadap trauma ringan, seperti pada sendi jari atau sekitar kuku. Pada
bagian dorsal tangan atau kaki, kutil bersifat eksopitik atau "berbentuk
kembang kol," tetapi pada telapak atau telapak tangan, mereka cenderung
lebih datar dengan pola pertumbuhan endofitik lebih kuat. (2) (4)

Gambar 3. Veruka vulgaris. (a) tangan. (b) dorsum digiti. (c) veruka vulgaris pada digiti I
yang menyebar pada pasien yang sering mengisap ibu jarinya. (d) veruka periungual pada
pasien yang sering menggigit kukunya. (4)
Biasanya pada kutil tunggal dapat memiliki bentuk yang sama dan tak
berubah hingga bertahun-tahun, namun pada kutil dengan jumlah yang
banyak biasanya akan tampak berkembangnya kutil-kutil baru dengan
cepat. Kutil baru dapat muncul di lokasi bekas trauma atau yang sering
disebut dengan fenomena koebner walaupun kejadiannya kurang sering
dibandingkan dengan veruka plana. Sekitar 65% veruka vulgaris dapat
hilang spontan dan sekitar 95% dapat hilang spontan setelah 4 tahun. (4)
Penggunaan sarung tangan olahraga dan cuci tangan berlebihan adalah
beberapa faktor yang dapat memperburuk kondisi kutil. Dalam beberapa
kasus, satu kutil tunggal (kutil induk) muncul dan tumbuh secara perlahan
dalam waktu yang lama, kemudian tiba-tiba banyak kutil baru muncul
disekitarnya. Pada permukaan kutil, titik-titik hitam kecil dapat terlihat,
yang merupakan tanda trombosis pada kapiler yang melebar. Tanda klinis
ini sangat berguna untuk membedakan kutil dengan kapalan, kallus, atau
pertumbuhan kulit yang tidak biasa seperti sarkoma epiteloid. Memotong
keratin permukaan kutil membuat kapiler menjadi lebih terlihat dan dapat
digunakan sebagai bantuan dalam diagnosis. (5)
2. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologis yang
akan menunjukkan adanya akantosis, hiperkeratosis, papilomatosis, dan rete
ridges memanjang mengarah ke medial. (2)
a) Dermoskopi
Gambaran homogenous red-black (hemorrhagic) dot dikelilingi
oleh white halo (lingkaran putih) yang dihubungkan dengan
papilomatosis, red-black (hemorrhagic) streaks pada area palmoplantar,
dan hair pin vessels. Pemeriksaan dermoskopi dapat membantu
diagnosis dan evaluasi terapi. (3)
b) Histopatologi
Gambaran epidermal akantosis dengan papilomatosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, terdapat pemanjangan rete ridges kearah
tengah veruka, dan penonjolan pembuluh darah dermis yang
memungkinkan terjadinya trombus, koliosit pada lapiran epidermis
superficial dan lapisan granular yang menonjol. Pemeriksaan
histopatologi diperlukan pada lesi yang memiliki diagnosis banding atau
kelainan yang luas. (3)
Gambar 4. (A) Papul hiperkeratotik berwarna cokelat dengan batas tegas yang berada
di lengan. (B) hiperplasia epidermis yang berlekuk-lekuk dengan lapisan granular
prominen serta koilosit. (C) hiperplasia epidermis verukosa dan akantosis disertai
proliferasi sel basaloid dan keratinosit besar. (D) kista tanduk dengan sedikit atipia
pada keratinosit disekitarnya dan tanda-tanda inflamasi. (7)
Pada sel koilosit dan sel lapisan granular lainnya dapat terlihat badan
inklusi inti yang berwarna basofilik, yang terlihat secara ultrastruktur
terdiri dari rangkaian partikel virus. Sel-sel epidermis bagian atas ini
memiliki inklusi eosinofilik yang mewakili granula keratohyaline yang
tidak teratur dan bergumpal. (4)
G. Diagnosis Banding
Veruka vulgaris dapat didiagnosis banding dengan keratosis seboroik
namun biasanya keratosis seboroik adalah papul atau plak yang tampak lebih
hiperpigmentasi disertai dengan kista tanduk. Selain itu juga dapat didiagnosis
banding dengan nevus verukosus namun biasanya penyakit ini tersusun linier
dan telah ada sejak bayi. (2)(8)
Diagnosis banding lainnya adalah clavus (corn) yang mana clavus dapat
mengaburkan garis kulit normal, tetapi tidak memiliki kapiler yang trombosis.
Fibroma mole / skin tag juga dapat didiagnosis banding oleh karena
penampakan klinisnya yang mirip dengan veruka filiformis yaitu papul
berwarna kulit bertangkai namun veruka filiformis memiliki klinis yang unik
yaitu adanya proyeksi keratotik seperti jari. (8)
H. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk veruka vulgaris tidak selalu diperlukan oleh karena
enyembuhan spontan dapat terjadi, terutama pada anak-anak. Alasan umum
untuk memulai terapi meliputi timbulnya rasa sakit, ketidaknyamanan, atau
gangguan fungsional, kekhawatiran pasien terkait penampilan atau stigma
sosial, adanya veruka vulgaris yang persisten walaupun dengan pengobatan, dan
adanya kondisi imunosupresi yang meningkatkan risiko terjadinya kutil yang
meluas dan sulit diobati. Tujuan utama dari terapi pada pasien veruka vulgaris
adalah mencapai penyembuhan kutil, mencegah terjadinya bekas luka atau
komplikasi permanen akibat pengobatan, serta menginduksi kekebalan seumur
hidup terhadap jenis HPV tersebut. (5) (8)
1. Non Medikamentosa
Menjaga higiene perorangan supaya tidak tertular, misalnya dengan
menghindari kontak langsung. (2)
2. Medikamentosa
Pilihan pertama untuk pengobatan verucca vulgaris adalah penggunaan
asam salisilat topikal dan krioterapi dengan nitrogen cair. Asam salisilat
topikal bekerja dengan mengelupas lapisan keratin pada kutil dan
merangsang proses penyembuhan. Sementara itu, krioterapi dengan
nitrogen cair menggunakan suhu rendah untuk membekukan dan
menghancurkan jaringan kutil. Namun, terdapat juga beberapa pilihan
pengobatan lain yang dapat dipertimbangkan, seperti aplikasi larutan asam
trikloroasetat atau menggunakan metode pengangkatan mekanis seperti
eksisi bedah, elektrokauter, atau laser. Pemilihan terapi yang tepat akan
bergantung pada faktor-faktor seperti ukuran, lokasi, jumlah, dan keparahan
kutil, serta preferensi pasien dan ketersediaan sumber daya medis. (8)
a) Tindakan bedah
Metode destruktif umumnya digunakan sebagai terapi awal oleh
sebagian besar praktisi untuk semua jenis veruka kecuali veruka plana.
Krioterapi, yaitu penggunaan suhu rendah untuk membekukan dan
menghancurkan kutil, merupakan pilihan pertama yang masuk akal
dalam pengobatan (5)
1) Bedah beku / Cryotherapy
Tindakan bedah beku menggunakan karbondioksida dan
nitrogen cair dapat menyebabkan kerusakan termal pada kulit.
Nitrogen cair umumnya digunakan dalam praktek di rumah sakit
karena nitrogen cair membeku pada suhu yang lebih rendah
dibandingkan dengan agen lainnya. (4)
Nitrogen cair tersebut diaplikasikan baik dengan kapas atau
dengan cryospray. Tujuannya adalah menciptakan area yang terlihat
membeku yang meliputi kutil dan sekitar 2 mm kulit normal di
sekitarnya, dan menghilang dalam waktu 30 hingga 60 detik setelah
aplikasi. Pengobatan diulang setiap dua hingga tiga minggu sampai
kutil benar-benar sembuh. Pengulangan dilakukan 2-3 minggu
ketika lepuhan lama sudah terlepas, untuk menghindari
pertumbuhan kutil kembali diantara fase pengobatan. (5) (8)
Kekurangan utama dari proses pembekuan ini adalah rasa sakit,
kelainan pigmen, hipopigmentasi, adanya bekas luka dan pada
beberapa kasus dapat terjadi kerusakan pada saraf digital akibat
pembekuan terlalu dalam di sisi jari. Aspirin oral dan steroid topikal
yang kuat dapat membantu mengurangi rasa sakit tersebut. (4) (5)
2) Bedah laser
Laser karbon dioksida telah digunakan untuk mengobati
berbagai jenis veruka, baik pada veruka pada kulit maupun mukosa.
Terapi laser karbon dioksida umumnya dapat ditoleransi dengan
baik oleh pasien, tetapi seperti halnya krioterapi, bedah, atau metode
destruktif lainnya, dapat menyebabkan rasa sakit pascaoperasi yang
signifikan, bekas luka, dan hilangnya fungsi sementara disekitar
kutil.
Selain menggunakan terapi laser karbon dioksida juga dapat
dilakukan dengan mekanisme terapi denyut laser yang mana
menghasilkan bekas luka yang lebih sedikit dengan tingkat
kesembuhan sekitar 50-70%, dengan minimal dua kali pengobatan.
Terapi denyut laser dapat mengobati kutil dengan menargetkan
hemoglobin, sehingga menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah kutil. Interval pengobatan dapat dilakukan setiap tiga atau
empat minggu. (4) (8)
Sebelum prosedur terapi denyut laser dilakukan sebaiknya kutil
dipangkas. Biasanya diperlukan serangkaian pengobatan sepert
emberian asam salisilat topikal dalam jangka pendek sebelum terapi
laser dimulai. Pemberian asam salisilat topikal dapat mengurangi
jumlah sesi pengobatan yang diperlukan untuk penyembuhan. Efek
samping yang mungkin terjadi meliputi rasa sakit, pembentukan
lepuhan, perubahan pigmen, dan bekas luka. (4) (8)
3) Bedah scalpel
Tindakan dengan menggunakan bedah skalpel kurang
direkomendasikan oleh karena seringnya muncul bekas luka dan
tingginya tingkat rekurensi kutil pada tempat yang sama. Namun
pada kasus veruka anogenital (kondiloma akuminata) pengobatan
menggunakan terapi ini sering dilakukan dengan menggunakan
injeksi epinefrin 1:300000 dalan cairan NaCl dibawah anestesi lokal
maupun general. (4)
b) Agen destruktif
1) Asam salisilat 25-50%
Efek keratolitik asam salisilat membantu mengurangi ketebalan
kutil dan dapat merangsang respons inflamasi. (4).
Asam salisilat topikal dengan konsentrasi antara 10%–26% yang
dijual bebas adalah pengobatan yang efektif yang dapat
diaplikasikan oleh pasien. Setelah area yang terkena kutil direndam
dalam air selama 5–10 menit, obat topikal diterapkan, dibiarkan
kering, dan ditutup dengan perban selama 24 jam. Ini diulang setiap
hari. Pengobatan dengan asam salisilat tidak boleh dilanjutkan lebih
dari 12 minggu tanpa penilaian oleh seorang klinisi. Sisa keratin
yang terdapat di permukaan dapat dihilangkan dengan mengikis
menggunakan pisau meja, batu apung, atau kikir (yang harus dicuci
atau dibuang setelah digunakan. (5) (8)
Efek samping penggunaan asam salisilat topikal adalah iritasi
kulit lokal. Asam salisilat topikal tidak boleh dipakai pada pasien
kutil pada wajah karena efek iritasinya yang kuat, selain itu juga
tidak cocok digunakan pada kutil anogenital. Asam salisilat tidak
boleh digunakan pada pasien dengan neuropati perifer karena
kemampuan pasien yang berkurang dalam mendeteksi kerusakan
jaringan dan risiko peningkatan penyembuhan yang buruk. (4) (8)
2) Asam trikloroasetat 25%
Asam trichloroacetic (TCA) telah digunakan dalam pengobatan
veruka vulgaris pada telapak tangan dan kaki. Larutan TCA dengan
konsentrasi 50-80% diaplikasikan pada kutil yang telah dihilangkan
lapisannya dengan menggunakan tusuk gigi kayu setiap 7 hingga 10
hari selama maksimal delapan minggu. Sensasi terbakar atau perih
dapat terjadi di lokasi aplikasi.
3) Kantaridin
Cantharidin 0,7% (juga dikenal sebagai "beetle juice") adalah
agen pembentuk lepuhan yang diberikan oleh dokter yang umumnya
digunakan untuk molluscum contagiosum dan kadang-kadang
digunakan untuk veruka vulgaris. Keuntungan penggunaan
kantharidin adalah aplikasinya kurang menyakitkan dan kemudahan
dalam mengobati banyak kutil sekaligus. (8)
Kantharidin diaplikasikan pada kutil secara individual dan
kemudian ditutup dengan perban selama 24 jam atau hingga pasien
merasakan nyeri seperti terbakar. Pembentukan lepuhan akan terjadi
dalam waktu 2 hingga 24 jam, setelah itu perban harus dilepas dan
kulit dicuci dengan sabun dan air. Kantharidin dapat diaplikasikan
kembali setiap 2-3 minggu. Pembentukan lepuhan dapat
menimbulkan ketidaknyamanan; beberapa pasien mengalami
pembengkakan lokal dan nyeri yang signifikan. (5) (8)
c) Terapi imunologi
Tujuan terapi imunologi adalah bukan hanya untuk menghilangkan
kutil pada kulit pasien namun juga agar terjadi reaksi kekebalan yang
diinduksi dalam kutil sehingga dapat menyebabkan kekebalan meluas
dan permanen terhadap kutil. (5)
1) Imiquimod
Imiquimod adalah imunomodulator topikal yang menginduksi
produksi sitokin lokal. Imiquimod tidak meninggalkan bekas dan
tidak menimbulkan rasa sakit saat diaplikasikan. Aplikasikan krim
imiquimod 5% dan asam salisilat secara bergantian setiap malam,
dan bersihkan imiquimod dari kulit di pagi hari.
Kutil harus direndam terlebih dahulu sebelum aplikasi. Biasanya
disarankan untuk melakukan pengobatan selama tiga bulan sebelum
mempertimbangkan terapi alternatif. Reaksi peradangan kulit lokal
umum terjadi dan dapat signifikan. (8)
Efektivitas imiquimod untuk kutil biasa ternyata jauh lebih
rendah daripada krioterapi atau imunoterapi topikal, dan harganya
jauh lebih mahal. Penggunaan rutin imiquimod dalam pengobatan
veruka vulgaris atau plantar tidak disarankan. (5)
2) Cimetidine oral
Cimetidine, obat golongan antagonis reseptor H2, telah
digunakan untuk mengobati veruka vulgaris yang sulit diobati
berdasarkan teori bahwa reseptor H2 terdapat pada sel T-supresor,
dan memblokir reseptor tersebut dapat meningkatkan kekebalan
seluler. Cimetidine oral, 25-40 mg/kg/hari, dilaporkan dapat
menyebabkan hilangnya kutil, mungkin karena efek
imunomodulatorinya. (5)
d) Terapi intralesi
1) Bleomycin intralesi :
Bleomycin adalah agen kemoterapi yang biasanya digunakan
untuk pengobatan penyakit ganas dan mungkin efektif untuk
mengobati kutil melalui efek sitotoksik atau antiviral. (8)
Bleomycin memiliki efikasi tinggi tetapi digunakan khusus
untuk kutil yang sulit diobati pada orang dewasa. Bleomycin
digunakan dengan konsentrasi 1 mg/mL, yang disuntikkan ke dalam
dan di bawah kutil sampai kutil tersebut memucat atau dioleskan ke
permukaan kutil kemudian permukaan kutil ditusuk beberapa kali
untuk memungkinkan penetrasi obat (teknik "scarification").
Beberapa pasien membutuhkan anestesi lokal, dan nyeri dapat
terjadi selama satu minggu. Kutil akan nekrosis dan menjadi hitam,
dan bongkahan hitam tersebut akan terlepas dalam waktu 2-4
minggu. Pengobatan dapat diulang setiap 3 minggu. (6) (8)
Pengobatan dengan bleomycin tidak direkomendasikan untuk
anak-anak, wanita hamil, pasien yang mengalami imunosupresi,
atau pasien dengan penyakit vaskular karena penyerapan sistemik.
(8)
2) Fluorouracil
Fluorouracil injeksi intralesi diberikan kedalam dermis dengan
jumlah yang cukup untuk menginfiltrasi area dibawah kutil.
Pemberian FU dapat menyebabkan eritema, edema,
hiperpigmentasi, hipopigmentasi, ulserasi, nekrosis, onikolisis, atau
bekas luka. (8)
I. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya veruka dapat dilakukan dengan mengurangi
risiko transmisi, seperti menutup kutil dengan bahan tahan air ketika berenang,
menghindari pemakaian barang pribadi secara bersama-sama, dan
menggunakan alas kaki ketika menggunakan toilet umum. (3)
Selain itu juga harus dilakukan cara untuk mengurangi risiko auto-inokulasi,
seperti tidak menggaruk lesi, tidak menggigit kuku, dan tidak mencukur daerah
yang terdapat kutil. (3)
J. Edukasi
Untuk mencegah infeksi HPV yang menyebabkan veruka vulgaris, perlu
dilakukan tindakan pencegahan. Beberapa tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan diri, menggunakan alas kaki di
tempat umum seperti kolam renang atau sauna, dan menghindari berbagi
barang-barang pribadi seperti handuk atau sepatu. (3)
Ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan untuk mengobati veruka
vulgaris, seperti krioterapi, terapi laser, dan obat-obatan topikal. Namun, terapi
ini dapat memiliki efek samping seperti nyeri, iritasi kulit, atau pembentukan
bekas luka. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk
memilih pilihan terapi yang paling cocok untuk kondisi dan kebutuhan individu.
(3)
Secara keseluruhan, untuk mencegah penyebaran veruka vulgaris,
diperlukan tindakan pencegahan seperti menjaga kebersihan diri dan
menghindari kontak dengan lesi. Jangan mencoba untuk mencabut lesi karena
dapat meningkatkan risiko penyebaran. (3)
K. Prognosis
Pada beberapa kasus dapat hilang dengan spontan tanpa pengobatan namun
tingkat rekurensinya sangat tinggi sehingga seringkali terjadi kembali. Quo ad
vitam : bonam, quo ad functinoam : bonam, quo ad sanactionam : dubia ad
bonam. (3)
Bila destruksi baik, tidak terjadi rekurensi, akan tetapi dapat juga terjadi
infeksi berulang atau regresi spontan. (2)
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Kulit dan Kelamin. (2015). Penyakit Kulit dan
Kelamin (2nd ed.). Surabaya: Universitas Airlangga
2. Cipto, H. (2016). Veruka Vulgaris dan Veruka Plana. In S. Menaldi, K.
Bramono, & W. Indriatmi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (7th ed., pp.
131-132). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
3. Widaty, S; Soebono, H; Nilasari, H; Listiawan, Y; Siswati, AS; Triwahyudi,
D; Rosita, C; Hindritiani, R; Yenny, SW; Menaldi, SL. (2017). Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesaia
4. Burns, T., Breathnach, S., Cox, N., & Griffiths, C. (n.d.). Rook's Textbook
of Dermatology (8th ed., Vol. II). Wiley-Blackwell
5. James, W., Elston, D., Treat, J., Rosenbach, M., & Neuhaus, I. (2020).
Andrews Diseases of The Skin - Clinical Dermatology (13th ed.).
Edinburgh: Elsevier
6. Sterling, J. (2019). Human Papillomavirus Infections. In S. Kang, M.
Amagai, A. Bruckner, A. Enk, D. Margolis, A. McMichael, & J. Orringer,
Fitzpatrick's Dermatology (9th ed., Vol. I, pp. 3095-3100). New York:
McGraw Hill Education
7. Spielvogel, R. (2007). Benign Epithelial Neoplasms and Cysts. In J. Grant-
Kels, Color Atlas of Dermatopathology - Dermatology : Clinical & Basic
Science Series (pp. 175, 184). Philadelphia: Informa Healthcare
8. Up To Date. (2020). UpToDate Dermatology (Year 2020 ed.). New York:
Wolters Kluwer

L. Bibliography
1. Departemen Kesehata n Kulit da n Kelamin. Penyakit Kulit dan Kelamin. 2nd. Surabaya : Universitas Airlang ga, 2015. p. 20.
2. Cipto, H. Veruka Vulgaris dan Veruka Plana. [book au th.] SL Menaldi, K Bramon o and W Indriatmi. Ilmu Penyakit Ku lit d an Kelamin. 7 th. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2 016, pp. 131-132.
3. Widaty, S; Soe bono , H; N ilasari, H; Listiawa n, Y; Siswati, AS; Triwa hyudi, D; R osita, C; Hindritia ni, R; Yenny, SW; Menaldi, SL. Pandu an Praktik Klinis Bagi D okter Spesia lis Kulit da n Kelam in di In donesia. Jakarta : Perhimpunan Dok ter Spesialis Ku lit dan Kela min Indo nesaia, 2017. p p. 15 1-153.
4. Burns, T, et al. Ro ok's Textbook o f Dermato logy. 8th . s.l. : Wiley- Blackwell. pp. 33.39-33. 51. Vol. II.
5. James, WD, et al. Andrews Diseases of The Skin - Clin ical Dermato logy. 13 th. Edinburgh : Elsevier, 20 20. p. 4 03.
6. Sterling, JC. Hu man Pap illo mavirus Infection s. [book auth.] S Kang, et al. Fitzpatrick's Dermatology. 9th. New York : McGraw Hill Education, 2019, V ol. I, 16 7, pp. 3 095-3100.
7. Spielvogel, RL. Benign Epithelial Neoplas ms and Cys ts. [book au th.] JM Grant-Kels. Co lor A tlas of Dermatopath ology - Dermatology : Clinica l & B asic Science Series. Philadelp hia : Informa Healthcare, 2007, 13 , pp. 17 5, 184.
8. Up To Date. Up ToDate Dermatology. Year 2020. New York : Wolters Kluwer, 2020. pp . 3695-37 06.

Anda mungkin juga menyukai