Anda di halaman 1dari 9

Tugas Individu Senin

Hukum Kesehatan 27 September 2021

TUGAS PERTEMUAN 7

KASUS PELANGGARAN HAK, KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB


OLEH PELAKU USAHA DALAM BIDANG GIZI & BADAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN

Disusun Oleh:

Chrifany Salsabila P031913411009

DIII Gizi Tk. IIIA

Dosen Pengampu:

Dra. Lily Restusari, M.Farm., Apt

POLITEKNIK KESEHATAN RIAU

2021
1. Kasus Pelanggaran Hak, Kewajiban Dan Tanggungjawab Oleh Pelaku Usaha
Dalam Bidang Gizi
- Kasus adanya serangga (diduga antara kecoakatau walang sangit) dalam
makanan steakdi ‘Restoran Holycow! Steakhouse by Chef Afitcabang Gading
Serpong, Tangerang Selatan pada Januari 2017
Tanggung jawab dari Restoran:
Holycow! Steakhouse By Chef Afit telah menawarkan serangkaian kompensasi
hingga pengecekan ke dokter untuk Vyna. Meski demikian, Vyna menolak.
"Mas Afit pun sudah menawarkan kompensasi dan refund yang memang saya
tolak karena di sini saya hanya share pengalaman saya yang tidak menyenangkan.
Saya hanya akan minta pertanggungjawaban jika ada masalah kesehatan. Mas Afit
juga sudah menyarankan untuk segera dicek secara menyeluruh di Lab/RS," tulis
Vyna. 
Marcomm Holycow! Steakhouse By Chef Afit, Lucy Wiryono, telah
menyampaikan permintaan maaf atas kasus yang dialami Vyna ini. Pihaknya kini
sedang melakukan penyelidikan intensif di Holycow! Camp Serpong, di Jalan
Boulevard Ilago, Serpong, Tangerang Selatan.
(https://apps.detik.com/detik/(https://news.detik.com/berita/d-3393093/ada-serangga-
di-holycow-pesanannya-ini-alasan-vyna-tetap-bayar.)

- Kasus keracunan makanan di Restoran Vietnam ‘Saigon Delight’ cabang


Lippo Mall Puri, Alam Sutera, Pondok Indah Mall (PIM), dan Mall of Indonesia
(MOI) pada Januari 2020 dengan jumlah korban keracunan diperkirakan lebih dari 50
orang
"Dengan ini manajemen Saigon Delight, Madame Mai, dan Com Ngon memohon
maaf atas apa yang telah terjadi dan menyatakan siap bertanggungjawab atas kerugian
moril/materi yang dialami para pelanggan kami yang terbukti diakibatkan dari produk
kami," tulisnya.
Lebih lanjut, pihak restoran juga telah mengambil langkah yang diperlukan untuk
mengatasi permasalahan, dengan menarik semua bahan yang diduga terkait dengan
kejadian yang dikeluhkan pelanggan dan mengirimkannya ke laboratorium untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
https://food.detik.com/berita-boga/d-4848878/klarifikasi-saigon-delight-atas-
kasus-keracunan-makanan.
2
Pasal 4 UUPK mengenai hak konsumen (khususnya huruf a,b dan h):
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang dan/atau jasa
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya
Pasal 7 UUPK mengenai kewajiban Pelaku usaha (khususnya huruf a,d,f dan/atau
g):
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
b. Menjamin mutu barang dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
f. Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
g. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian
Pasal 8 ayat (1) khususnya huruf a,d, dan e serta ayat (3) UUPK:
(6) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan
c. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebgaimana dinyatakan pada label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar
Pasal 71 ayat (1) dan (2) UU Pangan:

3
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam rantai Pangan wajib mengendalikan risiko
bahaya pada Pangan, baik yang berasal dari bahan, peralatan, sarana produksi,
maupun dari perseorangan sehingga Keamanan Pangan terjamin..
(2) Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan wajib: a. memenuhi
Persyaratan Sanitasi; dan b. menjamin Keamanan Pangan dan/atau keselamatan
manusia (E juanda Tanurahardja, GA Fugen - Jurnal Paradigma Hukum …,
2020 )
2. Badan Perlindungan Konsumen
Menurut PP RI No. 4 Tahun 2019 tentang Badan Perlindungan Konsumen,
menyatakan bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada Konsumen.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang selanjutnya disingkat BPKN
adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan
Konsumen.
Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
ada beberapa lembaga yang melaksanakan tugas terkait dengan perlindungan
konsumen, yaitu: Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Masing-masing lembaga ini memiliki tugas dan kewajiban sebagaimana diatur dalam
undang-undang (C Kairupan - Lex et Societatis, 2013).
A. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Badan Perlindungan Konsumen Nasional diatur dalam Pasal 31 s.d Pasal 43 UU
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Badan ini berkedudukan di
ibukota negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PP RI No. 4
Tahun 2019 , BPKN bertugas:
a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan di bidang Perlindungan Konsumen;
b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang Perlindungan Konsumen;
c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan Konsumen; d. mendorong berkembangnya LPKSM;

4
d. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai Perlindungan
Konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada Konsumen;
e. menerima pengaduan tentang Perlindungan Konsumen dari masyarakat,
LPKSM, atau Pelaku Usaha; dan
f. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan Konsumen.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran
dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan
konsumen di Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Perlindungan
Konsumen Nasional dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional
(Racmadi Usman, op.cit, dalam C. Kairupan-Lex et Societatis, 2013).
Keanggotaan BPKN terdiri dari unsur Pemerintah, Pelaku Usaha, LPKSM,
Akademisi dan Tenaga Ahli, yang saat ini keseluruhannya berjumlah 17 anggota serta
dibantu beberapa staf sekretariat. Berkedudukan di Jakarta, BPKN telah menetapkan
tugas dan tata kerjanya sesuai Keputusan Ketua BPKN No. 02/BPKN/Kep/12/2004.
Dalam memperlancar tugas dan fungsinya untuk pengembangan perlindungan
konsumen, BPKN membentuk komisi-komisi, yaitu:
1. Komisi I : Penelitian dan Pengembangan,
2. Komisi II : Informasi, Edukasi dan Pengaduan
3. Komisi III : Kerjasama.
(http://www.depdag.go.id/ Kamis 04 Februari 2010. Badan Perlindungan Konsumen
Nasional (BPKN) dalam C. Kairupan-Lex et Societatis, 2013)
Badan Perlindungan Konsumen Nasional tidak dapat diintervensi oleh pihak
departemen seperti Departemen Perdagangan dan Perindustrian di dalam pelaksanaan
tugasnya. Kedudukannya independen dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden. Kedudukan seperti ini sangat baik untuk kepentingan perlindungan
konsumen. Sifat lebih otonom diharapkan dapat berperan memberikan perlindungan
konsumen secara lebih maksimal sebagai bentuk perlindungan dari arus atas.
Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, BPKN dibantu oleh suatu sekretariat yang
dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat oleh Ketua BPKN. Sekretariat ini
paling tidak terdiri atas lima bidang, yaitu:
(1) administrasi dan keuangan;
(2) penelitian, pengkajian dan pengembangan;
(3) pengaduan;
(4) pelayanan farmasi, dan
5
(5) kerja sama internasional.

6
B. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPSKM)
LPKSM adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh
pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan Konsumen.
Berdasarkan PP RI No. 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat, tugas LPSKM meliputi kegiatan:
a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan;
c. melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen;
d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen;
e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat sebagai berikut : a.
terdaftar pada Pemerintah Kabupaten/Kota; dan b. bergerak di bidang perlindungan
konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya.

C. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen


Berdasarkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:
1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan
cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan
dalam undang-undang ini;
5. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen
tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

7
7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi
ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang
tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain
guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
konsumen;
12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini

8
DAFTAR PUSTAKA

“Ada Serangga di Holycow! Pesanannya, Ini Alasan Vyna Tetap Bayar”,


https://news.detik.com/berita/d-3393093/ada-serangga-di-holycow-
pesanannya-ini-alasan-vyna-tetap-bayar ditelusuri pada tanggal 28
September 2021.
“Klarifikasi Saigon Delight Atas Kasus Keracunan Makanan”
https://food.detik.com/berita-boga/d-4848878/klarifikasi-saigon-delight-atas-
kasus-keracunan-makanan ditelusuri pada tanggal 28 September 2021.
juanda Tanurahardja, E. and Fugen, G.A., 2020. PERAN PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA BARAT DALAM MENDORONG PELAKU USAHA RUMAH
MAKAN DAN RESTORAN UNTUK MEMENUHI TANGGUNG JAWAB
ATAS TIDAK TERLAKSANANYA PEMENUHAN PERSYARATAN
HIGIENE SANITASI. Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan, 5(02),
pp.188-214.
Kairupan, C., 2013. Fungsi dan tugas badan perlindungan konsumen nasional dalam
menerima pengaduan mengenai pelanggaran hak-hak konsumen. Lex et
Societatis, 1(3).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Badan
Perlindungan Konsumen Nasional
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga
Perlindungan konsumen Swadaya Masyarakat
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Anda mungkin juga menyukai