Anda di halaman 1dari 16

Tugas Individu Jum’at

Hukum Kesehatan 27 Agustus 2021

LAPORAN

RESUME PERJANJIAN TERAPEUTIK DAN CONTOHNYA


BAGI TENAGA GIZI

Disusun Oleh:

Chrifany Salsabila P031913411009

DIII Gizi Tk. IIIA

Dosen Pengampu:

Dra. Lily Restusari, M.Farm., Apt

POLITEKNIK KESEHATAN RIAU

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
anugerah-Nya, sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas untuk pertemuan
pertama ini. Laporan dengan judul “Resume Perjanjian Terapeutik dan Contohnya
bagi Tenaga Gizi” ini dibuat dengan tujuan untuk menambah ilmu pengetahuan dan
mengetahui lebih lanjut tentang hukum terapeutik di Indonesia, memahami syarat
sahnya perjanjian terapeutik beserta contohnya bagi tenaga kesehatan terutama ahli
gizi. Saya berharap laporan ini akan berguna sebagai referensi di masa yang akan
datang

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kata
“sempurna” dan masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan laporan di
tugas selanjutnya.

Semoga Allah SWT memberikan pahala dan ganjaran atas semua bantuan dan
amal baik yang telah diberikan kepada kita

Pekanbaru, 27 Agustus 2021

Chrifany Salsabila
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II............................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................3
2.1 Pengertian Perjanjian.........................................................................................3
2.2 Transaksi Terapeutik.........................................................................................3
2.3 Syarat Sah Transaksi Terapeutik.......................................................................4
2.4 Pihak yang Terlibat dalam Transaksi Terapeutik..............................................5
2.5 Berakhirnya Transaksi Terapeutik....................................................................6
2.6. Asas Hukum yang Mendasari Transaksi Terapeutik........................................7
2.7 Contoh Transaksi Terapeutik..........................................................................10
BAB III........................................................................................................................11
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................11
3.1 Kesimpulan......................................................................................................11
3.2 Saran................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terapeutik (therapeutic) yang berarti dalam bidang pengobatan, Ini tidak sama
dengan therapy atau terapi yang berarti pengobatan. Persetujuan yang terjadi antara
dokter dan pasien yang tidak hanya di bidang pengobatan saja tetapi lebih luas,
mencakup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif maupun promotif, maka
persetujuan ini disebut pejanjian terapeutik atau transaksi terapeutik. Perjanjian
Terapeutik juga disebut dengan kontrak terapeutik yang merupakan kontrak yang
dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan. Dalam hal ini Salim mengutip pendapat
Fred Ameln yang mengartikan kontrak atau perjanjian terapeutik dengan “kontrak
dimana pihak dokter berupaya maksimal menyembuhkan pasien
(inspaningsverbintenis) jarang merupakan kontrak yang sudah pasti
(resultastsverbintenis) (Salim, 2006).
Perjanjian merupakan hubungan timbal balik yang dihasilkan melalui
komunikasi, sedangkan terapeutik diartikan sebagai sesuatu yang mengandung unsur
atau nilai pengobatan. Secara yuridis, perjanjian terapeutik diartikan sebagai
hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam pelayanan medis secara
profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan
tertentu di bidang kesehatan (Subjekti, 1963).
Transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa
hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Objek
dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk penyembuhan pasien
(Nasution, Bahder Johan, 2005).
Dalam bidang gizi, Transaksi terapeutik merupakan kegiatan di dalam
penyelenggaraaan praktik gizi berupa pelayanan kesehatan secara individual yang
didasarkan atas keahlian dan keterampilan serta ketelitian profesi ahli gizi. Pasien dan
ahli gizi dalam praktek kesehatan memiliki hubungan yang saling berkaitan.
Hubungan tersebut tidak dapat lepas dari sebuah perjanjian yang disebut perjanjian
terapeutik. Perjanjian terapeutik adalah perjanjian antara ahli gizi / tenaga kesehatan
dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi

1
kedua belah pihak. Berbeda dengan perjanjian di masyarakat pada umumnya,
perjanjian terapeutik memiliki objek dan sifat yang khusus..

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pengertian Perjanjian

1.2.2 Transaksi Terapeutik

1.2.3 Syarat Sah Transaksi Terapeutik

1.2.4 Pihak yang Terlibat dalam Transaksi Terapeutik

1.2.5 Berakhirnya Transaksi Terapeutik

1.2.6 Asas Hukum yang Mendasari Transaksi Terapeutik

1.2.7 Contoh Transaksi Terapeutik

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui tentang:

1. Pengertian Perjanjian

2. Transaksi Terapeutik

3. Syarat Sah Transaksi Terapeutik

4. Pihak yang Terlibat dalam Transaksi Terapeutik

5. Berakhirnya Transaksi Terapeutik

6. Asas Hukum yang Mendasari Transaksi Terapeutik

7. Contoh Transaksi Terapeutik

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perjanjian

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah “Hubungan hukum antara dua


pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dua
pihak itu sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban
yang mengikat mereka untuk ditaati dan dijalani. Kesepakatan ini adalah untuk
menimbulkan. Akibat hukum, menimbulkan hak dan kewajiban dan kalau
kesepakatan itu dilanggar maka ada akibatnya, si pelanggar dapat dikenakan akibat
hukum atau sanksi”(Mertokusumo, Sudikno. 1986).

Suatu perjanjian mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

a. Ada perbuatan hukum yang menimbulkan hubungan hukum

b. Ada dua pihak atau lebih

c. Ada kata sepakat antara para pihak untuk mengikatkan diri

d. Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu timbulnya akibat hukum, ialah adanya hak
dan kewajiban para pihak

e. Ada prestasi yang harus dipenuhi

2.2 Transaksi Terapeutik

 Perjanjian terapeutik (transaksi terapeutik) adalah perjanjian antara dokter dengan


pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan
memberikan pelayanan kesehatan pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan
(Asyhadie, H. Zaeni, 2017).
 Adanya perjanjian terapeutik ini artinya terjadi suatu hubungan hukum antara
dokter dan pasien, dimana dokter dan pasien merupakan dua subjek hukum yang
akhirnya melahirkan suatu hak dan kewajiban yang harus dipenuhi kedua belah
pihak.
 Menurut Sofyan Dahlan dalam Armanda Dian Kinanti, et all. Transaksi
teraupetik antara pasien dan dokter ini tidak dimulai ketika pasien memasuki

3
tempat praktik dokter, namun sejak dokter menyatakan kesediaannya dalam
bentuk lisan (oral statement) atau yang tersirat (implied statement) dengan
menunjukkan sikap atau tindakan yang menunjukkan kesediaan, seperti
menerima pendaftaran, memberikan nomor urut, menyediakan sera mencatat
rekam medis dan sebagainya (Kinanti,et all. 2015).
 Perjanjian terapeutik ini termasuk didalam inspanningsverbintenis, dimana
seorang dokter atau berupaya semaksimal mungkin untuk menyembuhkan
pasiennya, bukan merupakan resultaatverbintenis yaitu hasil yang sudah pasti
(pasien pasti sembuh). Dokter tidak menjanjikan kepastian kesembuhan, namun
berusaha dan berikhtiar semaksimal mungkin agar pasien sembuh (Novika, Rozi
Oktri, 2015).
 Di dalam perjanjian terapeutik, sikap saling percaya akan tumbuh apabila antara
dokter dan pasien terjalin komunikasi yang saling terbuka karena keduanya akan
saling memberikan informasi atau keterangan yang diperlukan bagi terlaksananya
kerja sama yang baik dan tercapainya tujuan dari perjanjian terapeutik yaitu
kesembuhan pasien.

2.3 Syarat Sah Transaksi Terapeutik

 Syarat sah dari suatu perjanjian terapeutik bersumber pada Pasal 1320
KUHPerdata, karena berdasarkan Pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa semua perjanjian, baik yang memiliki suatu nama khusus, maupun yang
tidak terkenal dengan suatu nama, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang
termuat di dalam bab ini dan bab yang lain.
 Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, syarat sah suatu perjanjian yaitu:
 Kedua pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya
Dalam perjanjian terapeutik terjadi suatu kesepakatan ketika seorang pasien
yang menyatakan keluhannya kepada seorang dokter dan dokter tersebut
menanggapi keluhannya. Secara tidak langsung, dokter dan pasien sudah
saling mengikatkan diri satu sama lain dan sudah ada kesepakatan yang
menimbulkan perjanjian terapeutik dimana objeknya ialah upaya
penyembuhan yang akan dilakukan seorang dokter kepada pasiennya
Kecakapan untuk membuat suatu ikatan
Hal ini dikarenakan, dalam pelayanan kesehatan orang yang sudah
dewasa dancakap yang boleh bertindak atau jika orang yang sudah dewasa

4
namun tidak cakap dalambertindak harus mendapatkan pertujuan dari
pengampunya, anak yang masih dibawah umur memerlukan persetujuan dari
orangtua atau walinya.
 Suatu hal tertentu (objek perjanjian)
Dalam perjanjian terapeutik, objek dalam perjanjian dibuat oleh kedua
pihak. Objek ini biasanya berupa upaya penyembuhan. Dokter akan berupaya
semaksimal mungkin untuk mengobati seorang pasien, namun hasilnya
belum pasti sembuh. Ini juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi
pasien, penyakit pasien dan lain-lain
 Suatu sebab yang halal
Pasal 1335 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Suatu perjanjian tanpa
sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang,
tidak mempunyai kekuatan”.
Dalam perjanjian terapeutik, contohnya berupa tindakan aborsi atau
pengguguran kandungan. Aborsi tentu dilarang dalam semua aturan, kecuali
jika ada alasan medis demi menyelamatkan pasien, maka aborsi boleh
dilakukan. Dalam Pasal 1336 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa “Jika
tidak dinyatakan karena suatu sebab yang halal ataupun ada suatu sebab lain,
daripada yang dinyatakan, perjanjiannya namun demikian adalah sah.
Contohnya ialah dilakukan pembedahan untuk tujuan penelitian terapeutik

2.4 Pihak yang Terlibat dalam Transaksi Terapeutik

1) Tenaga kesehatan
Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan, dimana untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan terdiri dari beberapa:
1. Tenaga medis: dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi
spesialis
2. Tenaga psikologis klinis
3. Tenaga keperawatan
4. Tenaga kebidanan

5
5. Tenaga kefarmasian : apotekes dan teknis kefarmasian
6. Tenaga kesehatan masyarakat : epidemiologi kesehatan, tenaga
promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja,
tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan
kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga
7. Tenaga kesehatan lingkungan: tenaga sanitasi lingkungan,
entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan
8. Tenaga gizi: nutrisionis dan dietisien
9. Tenaga keterapian fisik: fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara
dan akupuntur
10. Tenaga keteknisian medis: perekam medis dan informasi kesehatan,
teknis kardiovaskuler, teknisis pelayanan darah, refraksionis
optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestasi, terapis gigi dan
mulut dan audiologis
11. Tenaga teknik biomedika: radiografer, elektromedis, ahli teknologi
laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis dan ortotik
prostetik
12. Tenaga kesehatan tradisional: tenaga kesehatan tradisional ramuan
dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan
2) Pasien
Pasien adalah orang yang sedang sakit dan sedang dirawat oleh tenaga
kesehatan di rumah sakit, puskesmas ataupun tempat praktek dokter. Pasien
menjadi tanggung jawab dari tenaga kesehatan karena tenaga kesehatan harus
berupaya semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien tersebut.
3) Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang juga menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

2.5 Berakhirnya Transaksi Terapeutik

Perjanjian terapeutik lahir dari adanya kesediaan dokter untuk memeriksa


pasien, namun berakhirnya perjanjian terapeutik bisa dikarenakan beberapa
sebab, yaitu:

6
1. Sembuhnya pasien, artinya pasien sudah dinyatakan sembuh dari keadaan
sakit dan sudah tidak memerlukan lagi perawatan khusus untuk menangani
penyakitnya dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Karena itu, pasien
dapat mengakhiri perjanjian terapeutik dengan dokter atau tenaga kesehatan
2. Dokter atau tenaga kesehatan lain mengundurkan diri
Dokter (tenaga kesehatan) boleh mengundurkan diri dari hubungannya
dengan pasien dengan alasan:
- Pasien menyetujui pengunduran diri tersebut
- Kepada pasien diberi waktu dan informasi yang cukup, sehingga dapat
memperoleh pengobatan dari dokter atau tenaga kesehatan lain
- Dokter tersebut merekomendasikan pasien kepada dokter lain yang sama
kompetensinya untuk menggantikan dokter semula dengan persetujuan
pasien
- Dokter tersebut merekomendasikan (merujuk) ke dokter lain atau rumah
sakit lain yang lebih ahli dan fasilitas yang lebih baik dan lengkap
(Triwibowo, Cecep. 2014).
3. Pengakhiran oleh pasien
Pasien memiliki hak untuk menentukan pilihan akan melanjutkan
pengobatannya atau memilih pindah ke dokter lain atau rumah sakit lain
4. Meninggalnya pasien
5. Selesainya kewajiban dokter atau tenaga kesehatan, seperti yang ditentukan
dalam kontrak
6. Dalam kasus gawat darurat, apabila dokter / tenaga kesehatan pilihan pasien
sudah datang, maka perjanjian terapeutik dengan dokter sebelumnya berakhir
7. Sudah lewat jangka waktu yang dilakukan (berdasarkan kontrak medis pada
waktu tertentu)
8. Persetujuan dari kedua belah pihak (dokter/tenaga kesehatan dan pasien)
untuk mengakhiri perjanjian terapeutik

2.6. Asas Hukum yang Mendasari Transaksi Terapeutik

Asas hukum yang mendasari perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien:
1. Asas Legalitas
Asas ini memberi kepastian dan perlindungan bagi terlaksananya otonomi
professional seorang dokter dalam memberikan pelayanan medik.

7
 Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Menjelaskan bahwa tenaga kesehatan yang berwenang melakukan
pelayanan kesehatan harus sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki
serta sudah mendapat izin dari pemerintah (Hatta, Moh. 2013).
2. Asas Keseimbangan
Penyelenggaraan kesehatan harus dilaksanakan secara seimbang antara
kepentingan individu dan masyarakat, fisik dan mental, antara spiritual dan
material. Asas ini erat kaitannya dengan keadilan, dimana dalam
penyelengaraan pelayanan medik semuanya harus dilakukan secara adil dan
merata. Karena tiap subyek hukum yang melakukan pelayanan medik
memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi.
3. Asas tepat waktu
Suatu tindakan harus segera dilakukan dalam pelayanan medik guna
untuk menolong pasien, karena apabila seorang dokter tidak dengan tepat
waktu memberikan pertolongan kepada pasien maka akan menimbulkan
kerugian pada pasien.
4. Asas itikad baik
Di dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata telah disebutkan bahwa
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dari para pihak, artinya
masing-masing pihak harus berbuat baik, jujur, tidak dengan tujuan tertentu,
dan pantas dalam membuat suatu perjanjian. Kaitannya dengan pelayanan
medik ialah dokter memiliki keahlian dan keterampilan di bidang kedokteran
yang tidak dimiliki oleh pasien, sehingga pasien memberikan
kepercayaannya kepada dokter untuk menyembuhkannya. Berdasarkan hal
ini, maka itikad baik dari seorang dokter ialah memberikan pertolongan
secara profesional kepada pasien yang didasarkan pada standar profesi
dokter.
5. Asas Kejujuran
 Dokter dituntut untuk melaksanakan pelayanan medik sesuai dengan
standar profesi dokter serta penggunaan berbagai sarana yang tersedia
pada lembaga pelayanan medik digunakan sesuai dengan kebutuhan
pasien yang bersangkutan.
 Asas ini merupakan dasar untuk terciptanya penyampaian informasi
yang benar, baik dari pihak pasien maupun pihak dokter dalam
8
berkomunikasi. Karena sikap jujur ini sangat diperlukan ketika seorang
pasien melakukan pelayanan medik, dimana dokter akan menanyakan
seperti gejala apa yang dirasakan selama sakit dan lain-lain ini kaitannya
dengan diagnosa penyakit yang diderita dan pengobatan yang akan
dijalani pasien. Apabila pasien memberikan informasi yang tidak benar,
maka itu juga akan merugikan pasien begitu pula sebaliknya apabila
dokter melakukan pengobatan kepada pasien tidak sesuai dengan standar
profesi, maka akan merugikan dokter itu sendiri.
6. Asas kehati-hatian
Asas ini penting karena apabila pasien mengalami kerugian ini bisa
berakibat fatal bagi pasien yang bersangkutan. Seorang dokter tidak dituntut
hanya memiliki keahlian dan keterampilan saja, tapi juga ketelitian serta
kecermatan dalam melakukan pelayanan medik.
7. Asas Keterbukaan
Dengan adanya asas keterbukaan, sikap saling percaya dapat tumbuh jika
terjalin komunikasi secara terbuka antara dokter dan pasien. Sehingga dokter
akan memperoleh informasi dari dokter dan sebaliknya dokter juga akan
mendapatkan informasi dari pasien mengenai keluhan sakit yang dialaminya.

 Dalam perjanjian terapeutik juga terdapat informed consent. Informed consent


adalah persetujuan pasien untuk dilakukan perawatan atau pengobatan oleh
dokter setelah pasien tersebut diberikan penjelasan yang cukup oleh dokter
mengenai pelbagai hal dan dimengerti pasien seperti diagnosis dan terapi
(Chazawi, Adami. 2016)
 Informed consent terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh
informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang
telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan. Informasi yang
dimaksud sesuai dengan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran.
 Persetujuan pasien ini bisa dilakukan secara lisan dan tertulis seperti yang
terdapat dalam Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran juncto pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 tahun
2014 tentang tenaga kesehatan. Namun dalam praktiknya, seringkali pasien
9
menyetujuinya secara lisan apabila tindakan medis yang diterimanya tidak
mengandung resiko yang tinggi. Apabila tindakan medis yang diterima pasien
mengandung resiko tinggi seperti pembedahan maka wajib membuat persetujuan
secara tertulis yang harus ditanda tangani oleh pasien atau keluarganya ini sesuai
dengan Pasal 45 ayat (5) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran juga Pasal 68 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang
tenaga kesehatan.
 Ada pula persetujuan pasien yang dilakukan secara diam-diam atau
tersirat.Maksudnya diam-diam atau tersirat ialah adanya gerakan yang diberikan
oleh pasien dan diyakini oleh dokter sebagai isyarat, misalnya anggukan kepala
yang diberikan oleh pasien yang berarti pasien setuju apabila dilakukan tindakan
medis ataupun pasien membiarkan dokter untuk memeriksa bagian tubuhnya
yang mengalami sakit
 Dengan adanya informed consent ini dokter bisa melakukan tindakan medis
dengan aman karena sudah diketahui dan disetujui oleh pasien atau keluarganya
serta informed consent bisa digunakan sebagai pembelaan diri apabila adanya
tuntutan atau gugatan dari pasien atau keluarganya. Sedangkan bagi pasien
dengan adanya informed consent bisa melindungi hak-haknya serta bisa dijadikan
sebagai alasan gugatan terhadap dokter apabila dokter melakukan penyimpangan
dalam pelayanan medik.

2.7 Contoh Transaksi Terapeutik

1. Ketika pasien datang kerumah sakit untuk melakukan konseling gizi, ketika
pasien meminta ahli gizi untuk mengobati atau melakukan konseling dan ahli
gizi tersebut menerimanya, dengan memulai pemeriksaan
2. Ketika ahli gizi menyatakan kesediaannya untuk melayani pasien yang
dinyatakan secara lisan (oral statement) atau yang tersirat (implied statement)
dengan menunjukkan sikap atau tindakan yang menyimpulkan kesediaan

10
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

 Perjanjian merupakan hubungan timbal balik yang dihasilkan melalui


komunikasi..
 Dalam bidang gizi, Transaksi terapeutik merupakan kegiatan di dalam
penyelenggaraaan praktik gizi berupa pelayanan kesehatan secara individual yang
didasarkan atas keahlian dan keterampilan serta ketelitian profesi ahli gizi.
 Perjanjian terapeutik adalah perjanjian antara ahli gizi / tenaga kesehatan dengan
pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua
belah pihak. Berbeda dengan perjanjian di masyarakat pada umumnya, perjanjian
terapeutik memiliki objek dan sifat yang khusus..
 Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, syarat sah suatu perjanjian yaitu:
 Kedua pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya
 Suatu hal tertentu (objek perjanjian)
 Suatu sebab yang halal
 2.4 Pihak yang Terlibat dalam Transaksi Terapeutik
 Tenaga kesehatan
 Pasien
 Rumah Sakit
 Perjanjian terapeutik lahir dari adanya kesediaan dokter untuk memeriksa pasien,
namun berakhirnya perjanjian terapeutik bisa dikarenakan beberapa sebab, yaitu:
 Sembuhnya pasien
 Dokter atau tenaga kesehatan lain mengundurkan diri
 Pengakhiran oleh pasien
 Meninggalnya pasien
 Selesainya kewajiban dokter atau tenaga kesehatan, seperti yang ditentukan
dalam kontrak
 Dalam kasus gawat darurat, apabila dokter / tenaga kesehatan pilihan pasien
sudah datang, maka perjanjian terapeutik dengan dokter sebelumnya berakhir

11
 Sudah lewat jangka waktu yang dilakukan (berdasarkan kontrak medis pada
waktu tertentu)
 Persetujuan dari kedua belah pihak (dokter/tenaga kesehatan dan pasien)
untuk mengakhiri perjanjian terapeutik
 Asas hukum yang mendasari perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien:
 Asas Legalitas
 Asas Keseimbangan
 Asas tepat waktu
 Asas itikad baik
 Asas Kejujuran
 Asas kehati-hatian
 Asas Keterbukaan
 Contoh Transaksi Terapeutik
 Ketika pasien datang kerumah sakit untuk melakukan konseling gizi, ketika
pasien meminta ahli gizi untuk mengobati atau melakukan konseling dan ahli
gizi tersebut menerimanya, dengan memulai pemeriksaan
 Ketika ahli gizi menyatakan kesediaannya untuk melayani pasien yang
dinyatakan secara lisan (oral statement) atau yang tersirat (implied statement)
dengan menunjukkan sikap atau tindakan yang menyimpulkan kesediaan

3.2 Saran

Sebagai seorang ahli gizi, kita harus benar benar memahami apa itu hukum
kesehatan, perjanjian terapeutik dan hak serta kewajiban kita sebagai ahli gizi/tenaga
kesehatan juga pasien yang sedang kita tangani. Semoga laporan ini dapat menjadi
bahan bacaan untuk lebih memahami transaksi teraupetik di bidang kesehatan
terutama ahli gizi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1986), hal


97

H. Zaeni, Asyhadie, 2017, Aspek-Aspek Hukum Kesehatan di Indonesia, Depok, PT


Rajagrafindo Persada, hlm. 54.
Armanda Dian Kinanti, et all, “Urgensi Penerapan Mekanisme Informed Consent
Untuk Mencegah Tuntutan Malpraktik Dalam Perjanjian Terapeutik”, Privat
Law, Vol. III No. 2, (Juli- Desember, 2015), 109, diakses melalui
http://bit.ly/2zHiFLz.
Rozi Oktri Novika, “Kedudukan Hukum Perjanjian Terapeutik (Antara Rumah Sakit
dan Pasien) Dalam Persetujuan Tindakan Medik Menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata”, JOM Fakultas Hukum, Vol. II No. 1, (Februari,
2015), 5, diakses melalui http://bit.ly/2AzYMpS.
Cecep Triwibowo, 2014, Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta, Nuha Medika
Moh. Hatta, 2013, Hukum Kesehatan dan Sengketa Medik, Yogyakarta, Liberty, hlm.
231.
Adami Chazawi, 2016, Malapraktik Kedokteran, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 31.
Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta:
Rajawali Press, hal. 45.
Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter,
Jakarta: Rineka Cipta, hal. 11
Subekti, 1963, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Pembimbing Masa, hal. 1.

13

Anda mungkin juga menyukai