Sebagai tugas dan kajian bersama pada Mata Kuliah Seminar Rumpun Ilmu
Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
2022
2
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sistem otonomi daerah mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang
khusus adalah daerah yang diberikan otonomi khusus. Pemberian otonomi khusus atau
daerah istimewa ini sesungguhnya merupakan bentuk desentralisasi asimetris sebagai pola
relasi unik antara pemerintah pusat dan daerah karena sebab-sebab khusus. Sebuah daerah
menerima wewenang, lembaga, dan keuangan yang berbeda dengan daerah lain.
Desentralisasi asimetris lahir dengan asumsi karakteristik Indonesia yang beragam akan
sulit hanya diwadahi dengan satu pola pusat-daerah. Hal inilah yang melahirkan adanya
otonomi khusus di Aceh, Papua, DKI Jakarta, dan Yogyakarta. Dalam gambaran singkat
dan sederhana, pemberian otonomi khusus untuk Aceh didasari pada pertimbangan
adanya konflik yang berkepanjangan akibat rasa keadilan yang tidak merata yang
berupa pemberian Dana alokasi khusus (DAK) dialokasikan dari APBN kepada
Aceh (DOKA) untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah pusat
3
atas dasar prioritas nasonal, dan untuk mendanai kegiatan khusus yang diusulkan
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), dan secara khusus
diatur dalam Qanun Nomor 1 Tahun 2018 perubahan dari Qanun Nomor 2 Tahun
2008 tentang tata cara pengalokasian tambahan dana bagi hasil minyak dan gas
bumi dan penggunaan dana otonomi khusus, dengan harapan menjadi stimulus
yang ada di daerah itu sendiri. Dengan demikian, setelah hampir 14 tahun dana
PERMASALAHAN
PEMBAHASAN
Utilitarianisme klasik aliran ini berasal dari tradisi pemikiran etika inggris yang di
kemudian hari berkembang luas ke negara-negara lain. Aliran ini dipelopori oleh
tokoh empirisme inggris David Hume (1711-1776) dan mendapatkan bentuk yang
lebih matang oleh jeremy bentham (1748-1832) dalam karya nya introduction to
dapat di ukur dan di perhitungkan menurut intentitas dan lamanya perasaan yang
Ide dasar utilitarianisme sangat sederhana yaitu yang benar untuk dilakukan
otonomi daerah, tentu saja harapan yang sangat besar diharapkan oleh masyarakat
pada seluruh lapisan masyarakat. Namun secara faktual setelah hampir 17 tahun dana
otsus untuk Aceh, kemajuan pembangunan daerah Aceh belum sepenuhnya tercapai,
Perebutan pengelolaan dan penggunaan dana otsus oleh para elite Aceh
menjadi tak terhindarkan. Dalam konteks yang lebih besar perebutan dana otsus
argumentasi politik dan hukum yang berkisar di dalam kata desentralisasi. Di satu
Penerimaan DOKA yang besar dirasakan masih belum mampu bagi Aceh
hasil kajian Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh pada September 2020
bertambah sebanyak 19 ribu orang atau 833,91 ribu dibanding Maret 2020 yang
penerimaan dana Otsus untuk Provinsi Aceh belum berpengaruh pada perbaikan
kesejahteraan rakyat.
Dana otonomi khusus yang diberikan sejak 2008 hingga 2020 sudah mencapai
triliunan (Rp 81 triliun) namun angka kemiskinan di Aceh cenderung masih tinggi.
Hal ini merupakan cerminan tidak berhasilnya pelaksanaan otonomi khusus dalam
DOKA, sehingga tolak ukur yang nyata adalah keadaan masyarakat yang sangat jauh
perbedaan baik sebelum maupun sesudah perdamaian. Eks pejuang GAM yang
adilan” baru terhadap rakyat Aceh (kasus factual berupa pemotongan anggaran untuk
rumah kaum dhuafa Tahun 2021). Menurut mill keadilan adalah istilah yang
diperlukan dengan setara, dan sebagainya. Klaim-klaim seperti itu adalah pokok
pikiran bagi hitung-hitungan utiliatarian. Kalkulasi ini dapat dilakukan jika ‘kebaikan
terbesar’ menuntutnya. Dengan cara yang sama, konflik apapun di antara aturan-
aturan keadilan yang melindungi klaim tersebut juga menjadi pokok pikiran bagi
hitung hitungan utilitarian, dan bisa dikendalikan. Keadilan bergantung pada asas
kemanfaatan dan tidak bertentangan dengan asas ini. Namun yang terpenting keadilan
bukanlah sui generis karena dia bergantung sepenuhnya pada kemanfaatan sosial
sebagai fondasi nya karena itu lah, semua aturan keadilan, termasuk kesetaraan, bisa
tunduk pada tuntutan tuntutan kemanfatan “setiap orang yakin kalau kesetaraan
Apapun yang membawa kebaikan terbesar bagi semua nya dapat disebut “adil”.
8
KESIMPULAN
1. Penerapan Otonomi Khusus Aceh oleh Pemerintah Aceh yang diberikan oleh
Pemerintah pusat begitu kental akan nuansa tarik ulur atara pusat dan daerah,
belaka.
segelintir elit. Banyak proyek-proyek yang dibiayai dana ini tak tepat sasaran,
Otonomi Khusus yang tidak didasarkan atas keinginan masyarakat Aceh tidak
SARAN
1. Sebagai daerah yang sudah mandiri untuk mengatur dan melaksanakan tugas
dan tanggung jawab dalam bingkai otonomi, Pemerintah Aceh harus mampu
dan pendidikan kandidat yang mumpuni, serta moral dan visi yang ingin
Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tepat sasaran dan dapat benar-benar