Anda di halaman 1dari 2

Nama: Syifa Salsabila

NPM: 1910104010073
Mata Kuliah: Pemerintahan Daerah (03)

Saya akan menanggapi suatu hal yaitu tantangan dan peluang pemerintahan daerah
Aceh pasca otonomi khusus Aceh berakhir di tahun 2027. Sebelumnya, saya akan
menjelaskan pemahaman dasar dari otonomi khusus tersebut. Secara politis, Otonomi khusus
artinya ada perlakuan khusus bagi wilayah atau bangsa. Pengertian Otonomi khusus atau
yang disingkat Otsus tersebut adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada
daerah khusus, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat. Pemerintah dapat
menetapkan kawasan khusus di daerah otonomi untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi
pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan untuk kepentingan nasional/ berskala
nasional. Pemerintah wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam pembentukan
kawasan khusus tersebut. Mengikutsertakan dalam ketentuan ini adalah perencanaan,
pelaksanaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan. Daerah dapat mengusulkan pembentukan
kawasan khusus kepada pemerintah. Tata cara penetapan kawasan khusus diatur dalam
peraturan pemerintah.
Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang- undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
dipimpin oleh seorang Gubernur. Provinsi aceh disebut sebagai daerah otonomi khusus
karena mendapatkan pengakuan khusus dari negara karena untuk menghargai kebudayaan
islam yang kental yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga tidak lepas
dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan
Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu
bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di
Aceh secara berkelanjutan.
Tetapi, kenyataan yang kita lihat sekarang berbeda dengan yang diharapkan oleh
masyarakat Aceh sendiri. Perekonomian Aceh tak kunjung membaik meskipun mendapat
suntikan dana otonomi khusus (Otsus) sejak 2008 dari Pemerintah Pusat. Ekonomi Aceh
secara umum masih sangat tergantung pada Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA).
Perekonomian Aceh, pertumbuhan tahunan selama 2013-2017, rata-rata sebesar 2,18 persen.
Hanya 0,55 persen diantaranya merupakan kontribusi dari belanja pemerintah. Aceh belum
mampu perkecilkan angka kemiskinan. Ada juga indikasi lain dari belum efektifnya kucuran
Otsus ke Aceh. Ketersediaan lapangan kerja masih sangat minim. Jumlah pengangguran pun
menggunung. Aceh selama ini terus disuapi. Layaknya bocah dengan orangtua kaya raya, ia
tak mampu hidup mandiri. Dana otsus ditelan mentah-mentah tanpa pertimbangan
memutarnya menjadi modal. Maka dari itulah tantangan pemerintah daerah Aceh
dikedepannya. Apa yang akan terjadi dengan Aceh jika dana Otsus tersebut telah mencapai
penghujung. Jika hal seperti ini terus terjadi, maka Aceh akan mengalami kebangkrutan dan
semakin banyak permasalahan yang menumpuk sehingga dapat berdampak buruk bagi
kehidupan masyarakat Aceh sendiri.
Sudah menjadi tantangan pemerintah daerah Aceh untuk memikirkan dan membahas
hal ini lebih serius dan formal lagi bagaimana Aceh setelah 2027. Jika tidak, maka akan
banyak lagi masalah yang menghampiri. Peluang pemerintah daerah Aceh untuk saat ini
adalah memperbaiki ketataan penggunaan dana Otsus tersebut agar berguna dengan sebaik-
baiknya. Penggunaan dana Otsus ditujukan untuk membangun infrastruktur, pemberdayaan
ekonomi, pengentasan kemiskinan, pendidikan, sosial, kesehatan, dan keistimewaan Aceh.
Pemerintah daerah Aceh juga harus memperjuangkan hak dan keinginan masyarakat Aceh.
Mempertahakan dana Otsus Aceh, bahkan hingga tidak terjadi pencabutan dana tersebut. Pun
seandainya diperpanjang, Pemerintah Aceh tidak boleh terlena. Melainkan harus jeli
mencermati sumber pendapatan daerah ke depan. Aceh pasti akan tetap konsisten untuk terus
mengembangkan eksploitas dan meningkatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki,
karena didalam Otsus sendiri bukan hanya mengenai wewenang untuk mengatur daerahnya
sendiri dan bukan hanya sekedar tetang dana otsus yang besar. Menjadi daerah yang
mendapatkan hak Otsus tentu memiliki konsekuensi yang besar pula.
Ada banyak investor yang hendak bangun industri besar di Aceh, tapi banyak
terkendala dengan persoalan-persoalan di lapangan. Masih ada sisa waktu beberapa tahun
bagi Aceh memaksimalkan dana Otsus. Diperpanjang atau tidak, Pemerintah harus segera
menghasilkan jalan keluarnya untuk mendapatkan sumber pendapatan baru. Solusi terbaiknya
adalah Aceh harus memperbanyak Badan Usaha Milik Daerah. Misalnya menyebut Bank
Aceh, PT Pembangunan Aceh (PEMA) yang baru dibentuk, dan BPMA (Badan Pengelolaan
Migas Aceh) yang sudah menggeliat.
Solusi yang harus dilakukan adalah konsolidasi dan soliditas semua pihak terutama
Pemerintah Aceh selaku eksekutif dan pihak parlemen Aceh selaku legislatif, bahkan
termasuk Pemerintah Pusat. Semua komponen harus melihat persoalan Aceh bukan persoalan
rakyat Aceh saja, tetapi persoalan bangsa. Apabila UUPA tidak diterapkan semuanya, maka
hal ini menjadi pintu masuk bagi anasir-anasir tertentu untuk memprovokasi rakyat Aceh
untuk melawan kembali Pemerintah Pusat. Pemerintah tidak perlu khawatir bila seluruh
tataan UUPA diterapkan sesuai dengan yang sudah menjadi konsensus nasional. Demikian
juga dengan tim yang melobi Pemerintah Pusat harus dipersiapkan bukan hanya paham dalam
teori politik, tetapi perlu melibatkan banyak pihak yang berkompeten terutama yang betul-
betul paham hukum dan sejarah Aceh. Apabila Aceh dapat mewujudkan keinginan bersama
mengelola SDM yang dimiliki dengan baik, maka Aceh juga dapat hidup mandiri tanpa ada
lagi bantuan dana Otsus tersebut.

Anda mungkin juga menyukai