Anda di halaman 1dari 11

MODUL ETHICS and PROFESIONALISM

Self Learning Report


Case Study
‘Berbagai Pengukuran dalam Epidemiologi’

Tutor :
drg. Alit Taqwim, Sp. KGA

Disusun Oleh :
Yuliya Zalma Noor Azizah
G1B020022

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2023
1. Seorang dokter menemukan adanya 175 kasus DBD pada sebuah desa tahun
2010 dengan populasi 10.000 penduduk. Lalu pada bulan Maret 2010
ditemukan 10 kasus baru. Pada bulan Agustus ditemukan kembali 25 kasus
baru. Bulan Desember terdapat 20 kasus baru DBD.

a. Jelaskan pengertian prevalensi dan insidensi?

Menurut Nurhaeni & Asridiana (2020), Prevalensi merupakan


bagian dari epidemiologi yang memiliki definisi sebagai jumlah orang
dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi
tertentu pada suatu tempo waktu berhubungan dengan besar populasi
awal mula kasus. Prevalensi erat kaitannya dengan insidensi, yang
mana tanpa adanya insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi
penyakit. Prevalensi menginformasikan tentang derajat penyakit yang
berlangsung dalam populasi pada satu waktu. Insidensi merupakan
jumlah kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam satu periode
waktu dibandingkan dengan populasi tertentu dalam periode tertentu.
Insidensi menginformasikan tentang adanya kejadian kasus baru.

Menurut Marya (2011), Prevalensi merupakan perkiraan proporsi


individu dalam populasi dengan penyakit, kecacatan, atau keadaan
Kesehatan tertentu pada waktu tertentu. Prevalensi dapat juga dikatakan
sebagai ukuran keberadaan suatu kondisi tertentu, yaitu mengukur
kemungkinan orang terkena penyakit dalam waktu tertentu. Perbedaan
utama antara prevalensi dengan insidensi terletak pada informasi waktu
onset kejadian penyakit yang tidak diperlukan dalam studi prevalensi.
Prevalensi bergantung pada 2 faktor yaitu, jumlah kejadian sebelumnya
(orang yang pernah sakit) dan durasi penyakit. Terdapat dua tipe
perhitngan tingkat prevalensi, yaitu;

1) Prevalensi titik (point prevalence), upanya untuk mengukur


penyakit pada satu waktu tertentu.
Jumlah kasus penyakit yang
pada satu titik waktu tertentu
Prevalensi point = × 100% (1000)
Total populasi saat itu
2) Prevalensi periode (period prevalence), pengukuran penyakit
selama periode waktu tertentu.

Jumlah kasus penyakit


selama periode tertentu
Prevalensi periode = × 100%(1000)
Rata − rata populasi selama periode

Insidensi mengukur jumlah kasus baru atau kejadian baru yang


berkembang pada populasi tertentu selama periode waktu tertentu.
Tingkat insidensi mengukur propabilitas orang sehat akan
mengembangkan penyakit selama periode waktu tertentu. Insidensi
dapat berubah karena adanya beberapa factor diantaranya;
- Pengenalan factor resiko baru
- Perubahan kebiasaan
- Perubahan virulensi organisme penyebab
- Perubahan potensi pengobatan program intervensi
- Migrasi selektif dari orang yang rentan ke daerah endemic, yang
meningkatkan kejadian penyakit

Tingkat insidensi dapat dihitung dengan rumus:

Jumlah kasus baru


Tingkat insidensi= × 100%(1000)
Jumlah populasi selama pengamatan

b. Jelaskan numerator dan denominator dalam kasus tersebut?

Dalam pengukuran epidemiologi memiliki dua komponen yaitu,


numerator (pembilang) dan denominator (penyebut) (Marya, 2011).

Numerator merupakan rasio atau laju penyakit contohnya ukuran


prevalensi atau kasus baru (insidensi), pada kasus diatas yang
bertindak sebagai numerator ialah 175 kasus DBD pada tahun
2010, kasus baru (insidensi) pada bulan Maret 2010 sebanyak 10
kasus, Agustus 2010 sebanyak 25 kasus, dan Desember 2010
sebanyak 20 kasus.
Denominator merupakan populasi yang beresiko atau populasi dimana
terdapat kasus atau telah terjadi kasus, pada kasus diatas yang
bertindak sebagai denominator ialah jumlah populasi pada suatu
desa yang terdapat kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 10.000
penduduk.

c. Berapakah prevalensi kasus DBD pada bulan Januari-Desember 2010?

Jumlah kasus
bulan Januari−Desember 2010
Prevalensi periode = Rata−rata populasi × 100%
bulan Januari−Desember 2010

175+10+25+20
Prevalensi periode = × 100%
10.000

230
Prevalensi periode = 10.000 × 100%

Prevalensi periode = 2,3%

d. Berapakah point prevalensi kasus DBD pada bulan Agustus 2010?

Jumlah kasus 2010+


Kasus baru bulan Agustus 2010
Prevalensi point= × 100%
Jumlah populasi

175+25
Prevalensi point = × 100%
10.000

200
Prevalensi point = 10.000 × 100%

Prevalensi periode = 2%

e. Berapakah insidensi kasus DBD bulan Januari – Agustus 2010?

Jumlah kasus baru


Tingkat insidensi = × 100%
Total populasi

10+20+25
Tingkat insidensi = × 100%
10.000

55
Tingkat insidensi = 10.000 × 100%

Tingkat insidensi = 0,55%


2. Konsumsi buah dan sayur di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan
negara lain, terutama pada anak usia sekolah. Konsumsi buah dan sayur
secara teratur telah dikaitkan dengan peningkatan kekebalan tubuh anak dan
mengurangi risiko penyakit kronis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis faktor risiko rendahnya konsumsi buah dan sayuran pada anak
usia sekolah di Sekolah Dasar Negeri 03. Penelitian ini bersifat analitik
dengan desain kasus-kontrol dengan hasil sebagai berikut:

Variabel Pengetahuan Kasus (n) Kontrol (n)

Baik 29 26

Kurang 14 17

Ketersediaan di rumah

Baik 11 32

Kurang 32 11

Dukungan orang tua

Baik 18 35

Kurang 25 8

a. Jelaskan pengertian dan jenis faktor resiko?

Faktor risiko merupakan atribut yang secara signifikan terkait dengan


perkembangan penyakit atau determinana yang dapat dimodifikasi
dengan intervensi, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
penyakit atau hasil tertentu lainnya (Hiremath, 2016). Terdapat kategori
utama factor resiko yang biasa disingkat dengan BEINGS (Marya,
2011);

1) Biological factors and behavior factors (biologis dan perilaku):


jenis kelamin, usia, berat badan, perilaku merokok dan lain-lain
2) Environmental factors (lingkungan): curah hujan, musis,
perumahan, AC dan lain-lain
3) Immunological factors (imun): imunitas dan imunodensitas
4) Nutritional factors (nutrisi): kolsterol pada penyakit hati
5) Genetics factors (genetic): thalasemia, hemofilia dan lain-lain
6) Service, social factors and spiritual factors (pelayanan, sosial
dan spiritual)

b. Jelaskan gambaran umum mengenai desain case control?

Case control merupakan desain studi retrospektif yang


membandingkan kelompok kasus (kelompok dengan penyakit) dengan
kelompok control (kelompok tidak sakit) dengan mengacu pada
paparan factor resiko yang mungkin terjadi di masa lalu. Dengan
membandingkan risiko paparan dalam kasus dan control. Kelompok
kasus lebih banyak daripada kelompok control. Asumsi yang digunakan
pada desain case control yaitu; prevalensi rendah, kasus dan control
mewakili populasi dan risiko relative tidah dapat dihitung secara
langsung (Marya, 2011; Chattopadhyay, 2011).

c. Apakah kelebihan dan kekurangan dari desain case control?

Kelebihan (Marya, 2011; Chattophadyay, 2011)

- Cocok untuk segala penyakit (baik langka maupun umum)


- Biaya lebih murah
- Pelaksanaannya relative cepat
- Banyak exposure yang berbeda dapat dipelajari
- Subjek yang dibutuhkan lebih sedikit
- Menghasilkan estimasi rasio risiko yang masuk akal (rasio odds)—
jika prevalensi rendah, maka rasio odds mendekati risiko relatif
dengan baik

Kekurangan (Marya, 2011)

- Informasi tidak lengkap


- Tunduk pada seleksi substantial, penyintas, dan bias ingatan
- Satu hasil dapat dipelajari satu waktu
- Bias dalam segala aspek, membingungkan
- Masalah dalam mengidentifikasi kelompok control dan variasi
variable yang sesuai
- Hanya menghasilkan peluang rasio, tidak memberikan prevalensi,
insidensi dan kelebihan resiko
- Hubungan temporal antara paparan dan hasil tidak jelas

d. Buktikan apakah setiap variabel merupakan faktor resiko rendahnya


konsumsi buah dan sayuran melalui penghitungan besar faktor resiko
(odds ratio)

Berdasarkan Chestnutt, 2016 odds ratio biasanya disajikan ± interval


kepercayaan 95% yang mewakili tingkat kepastian seputar rasio odds
yang diperkirakan. Dengan rasio odds = 1 berarti tidak terdapat
perbedaan resiko antara kelompok kasus dan kelompok control. Rasio
odds <1 berarti paparan factor resiko mengurai resiko penyakit.
Sedangkan rasio odds>1 maka resiko besar untuk mengembangkan
penyakit.

𝑎×𝑑
Menghitung Estimasi Relative Risk (odds ratio) = 𝑏×𝑐

𝑎×𝑑 29×17
1) Pengetahuan = = 26×14 = 1,4
𝑏×𝑐

*Orang dengan factor resiko pengetahuan memiliki


kemungkinan menderita penyakit 1,4 X orang yang tidak
terpapar factor resiko yang berarti factor resiko memiliki resiko
yang besar untuk mengembangkan penyakit
𝑎×𝑑 11×11
2) Ketersediaan di rumah = = 32×32 = 1
𝑏×𝑐

*Orang dengan factor resiko ketersediaan di rumah memiliki


kemungkinan menderita penyakit 1 X orang yang tidak terpapar
factor resiko yang berarti tidak terdapat perbedaan resiko antar
kelompok kasus dan kontrol
𝑎×𝑑 18×8
3) Dukungan orang tua = = 35×25 = 0,2
𝑏×𝑐
*Orang dengan factor resiko pengetahuan memiliki
kemungkinan menderita penyakit 0,2 X orang yang tidak
terpapar factor resiko yang artinya paparan factor resiko
mengurangi resiko penyakit

Kesimpulannya variabel yang merupakan faktor resiko rendahnya


konsumsi buah dan sayuran adalah variable pengetahuan (resiko
tinggi) dan variable dukungan orang tua (resiko rendah)

3. Tim peneliti sebuah universitas sedang mengembangkan sebuah alat


pendeteksi virus Covid-19 bernama “salivarious” dengan sampel saliva
sebagai alternatif alat diagnostic Covid-19 yang mudah, murah namun
efektif. Hasil uji coba alat ini dibandingkan dengan hasil uji menggunakan
gold standar yakni tes swab PCR. Hasil uji coba “salivarious” pada 1.980
orang diperoleh hasil berikut:

Diagnosis dengan Gold Standard

Penyakit ada (+) Penyakit tidak ada (-)

Hasil tes “salivarious” positif (+) 150 100

Hasil tes “salivarious” negative (-) 30 1700

Total 180 1800

a. Jelaskan gambaran umum, tujuan dan tipe screening!

Screening test (uji tapis/ penyaringan) merupakan cara untuk


mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatau tet
pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan
antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang
mungkin tidak menderita penyakit (Priyono, 2004). Skrining bertujuan
untuk mendeteksi kasus, pengendalian penyakit, tujuan penelitian,
peluang pendidikan (Marya, 2011).

Jenis dan tipe screening sebagai berikut (Marya, 2011);


1) Penyaringan massal, menyaring seluruh populasi atau
subkelompok tanpa mempertimbangkan population at risk
2) Penyaringan selektif (resiko tinggi) dilakukan untuk mendeteksi
penyakit tertentu pada orang yang diketahui berisiko tinggi
memiliki atau mengembangkan kondisi tersebut
3) Penyaringan multifasik, penerapan 2 atau lebih tes skrining
yang digabungkan ke sejumlah besar populasi sekaliguas
4) Penyaringan oportunistik, dilakukan hanya jika ada kesempatan
5) Penyaringan 2 tahap, skrining awal positif kemudian dilakukan
skrining lebih lanjut

b. Jelaskan nilai-nilai validitas dan reliabilitas alat ukur dalam screening!

Validitas merupakan kemampuan dari tes tersebut untuk memberikan


indikasi /membedakan siapa saja yang menderita penyakit (yang dicari)
dan siapa yang tidak. Unsur – unsur dari validitas ialah sensitivitas
(kemampuan menemukan sampel yang menderita penyakit) dan
spesifisitas (kemampuan menemukan sampel yang tidak menderita
penyakit) (Priyono, 2004).

Reliabilitas, hasil tes sama pada setiap penggunaan lebih dari satu kali
dalam keadaan yang sama. Reliabilitas dipengaruhi oleh variasi pada
metode, variasi intraobserver, variasi interobserver. Variasi dapat
diperkecil dengan; standarisasi prosedur, Latihan intensif observer,
pengecekan secara periodic terhadap observer dan menggunakan dua
atau lebih observer yang bekerja masing-masing (Priyono,2004).

c. Tentukan nilai sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV “salivarious”


sebagai alat pendeteksi covid -19!

Ket.

a = ‘true positive’ (menderita penyakit, diagnostic +)


b = ‘false positive’ (tidak menderita penyakit, diagnostic +)
c = ‘false negative’ (menderita penyakit, diagnostic -)
d = ‘true negative’ (tak menderita penyakit, diagnostic -)
𝑎 150
1) Sensitivitas = 𝑎+𝑐 × 100% = 150+30 × 100% = 83%
𝑑 1700
2) Spesifisitas = 𝑏+𝑑 × 100% = 100+1700 × 100% = 0,94%
𝑐 30
3) PPV = 𝑎+𝑐 × 100% = 150+30 × 100% = 17%
𝑏 100
4) NPV = 𝑏+𝑑 × 100% = 100+1700 × 100% = 6%
DAFTAR PUSTAKA

Chattopadhyay, A. Oral Health Epidemiology: Principles and Practice.Jones and


Bartlett Publisher, US.

Chestnutt, I. G. (2016). Dental Public Health at a Glance. 1st ed, Wiley Blackwell,
UK.

Hiremath, SS. (2016). Textbook of Public Health Dentistry. 3rd ed, Elsevier, India.

Marya, CM. (2011). A Textbook of Public Health Dentistry. Jaypee, India.

Nurhaeni & Asridiana. (2020). PREVALENSI PENCABUTAN GIGI


PERMANEN DI POLIKLINIK GIGI PUSKESMAS KALUKU BODOA DI
KOTA MAKASSAR. Media Kesehatan Gigi, Vol. 19(1), pp. 12-19.

Pritono, B. (2004). Buku Ajar Epidemiologi untuk Kesehatan Gigi. Fakultas


Kedokteran Gigi: Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai