Anda di halaman 1dari 32

BAB III

UKURAN KESEHATAN DALAM POPULASI

Deskripsi
Pada bab ini dibahas mengenai frekuensi masalah kesehatan, pengukuran
kesakitan dan pengkuran kematian.
Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan ukuran kesehatan dalam populasi
Tujuan Intruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan frekuensi masalah kesehatan;
2. Mahasiswa dapat menjelaskan pengukuran kesakitan;
3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengukuran kematian;

A. Pengantar
Secara substantif menurut peristiwa yang dipelajari, ukuran epidemiologi
dibedakan atas ukuran fertilitas (peristiwa kelahiran), ukuran morbiditas (kesakitan)
dan ukuran mortalitas (kematian). Sedangkan berdasarkan aspek statistik yang akan
dievaluasi, ukuran epidemiologi dibedakan atas ukuran frekuensi, ukuran asosiasi
dan ukuran dampak.

B. Frekuensi
1. Ratio
Perbandingan suatu peristiwa (event) dengan peristiwa (event) yang lain atau
perbandingan dua nilai yaitu Numerator dan denominator tidak harus berhubungan.
Rasio dapat digunakan untuk melihat besarnya masalah (Greenberg, et.al, 1996).
Contoh : apel : jeruk, jumlah dokter : jumlah penduduk, jumlah kasus TBC
wanita : Jumlah kasus, TBC pada lelaki
Maka rumusnya adalah sebagai berikut :

Kegunaan dalam epidemiologi untuk :


a. Ukuran deskriptif contohnya ratio atau perbandingan responden lelaki dibanding
dengan perempuan, ratio/perbandingan jumlah kasus dibanding kontrol (pada
desain studi kasus kontrol)
b. Ukuran analitis contohnya ratio kematian campak anak-anak dibanding dengan
dewasa, ratio jumlah kasus dibandingkan anak-anak dibanding dengan dewasa.
Ratio kematian terhadap kasus (Death to case ratio) adalah Jumlah kematian
karena penyakit tertentu dalam periode waktu tertentu : jumlah kasus baru yang
teridentifikasi pada periode waktu yang sama, dengan syarat Mendekati 1 = penyakit
sangat berat.
Contoh tahun 2002, jumlah kasus TBC 15.075 kasus, jumlah kematian akibat
TBC 802 kasus, maka :
Ratio kematian TBC terhadap kasus TBC : 802/15.075 = 1 kematian : 18.8
kasus TB baru atau 5.3 kematian : 100 kasus TBC baru.
2. Proporsi
Merupakan perbandingan sebagian terhadap keseluruhan. Proporsi digunakan
untuk melihat komposisi suatu variabel dalam populasi (Greenberg, et.al, 1996)..
Seperti ratio, nominator termasuk didalam denominator. Bisa ditunjukkan
dengan desimal, fraksi (pecahan) atau persentase. Untuk proporsi 10 n = 100, n= 2
menjadi persentase.
Contoh :

jumlah
responden
wanita= 60
Jadi Proporsi responden laki-laki
= 40 : (60+40) x 100 = 40%
Jumlah
responden
laki-laki =
40

Maka kegunaannya adalah pertaman dapat digunakan untuk melihat


komposisi suatu variabel dalam populasi. Pada ukuran deskriptif, contohnya :
proporsi anak-anak di pedesaan yang mendapatkan imunisasi campak. Kedua dapat
menggambarkan jumlah penyakit yang berkaitan dengan paparan tertentu, contohnya
: 90% kejadian kanker paru berkaitan dengan merokok.
Proporsi mudah dikonversi ke ratio, contohnya
• 120 orang dari 500 orang yang datang ke puskesmas selama 1 minggu adalah
perempuan
• Proporsi perempuan yang berkunjung ke puskesmas selama 1 minggu = 120/500
= 24% (kurang dari setengahnya)
• Menjadi ratiojumlah lelaki = 500-120 =380
• Ratio perempuan : lelaki yang berkunjung ke puskesmas selama 1 minggu
• 120: 380  1:3
3. Rate (Laju)
Merupakan perbandingan suatu peristiwa terhadap jumlah penduduk yang
mungkin terkena peristiwa yang dimaksud (populasi yang berisiko) dalam kurun
waktu tertentu. Biasanya digunakan untuk membandingkan kejadian (beda waktu,
beda lokasi, beda grup). Rate digunakan untuk menyatakan dinamika dan kecepatan
kejadian tertentu dalam masyarakat (Greenberg, et.al, 1996)..
Rumusnya adalah :

Contoh :

Seluruh wanita
Total Populasi Populasi berisiko
(kelmpok umur)

0-24 th

laki-laki
25-69 th 25-69 th
perempuan

70+ thn

Gambar 17. populasi berisiko dalam pada studi karsinoma dalam serviks
Sumber : Bonita et al. (2006)
C. Pengukuran Kesakitan
1. Insiden
Adalah suatu kejadian kasus baru suatu penyakit atau cedera pada suatu
populasi dalam periode waktu tertentu. Insiden yang sering digunakan dalam
penelitian adalah proportion dan rate.
a. Insiden proportion (risk)
Proporsi kasus baru dari suatu penyakit atau cedera pada suatu populasi
berisiko selama waktu tertentu. Sinonim : attack rate, insidensi kumulatif merupakan
proporsi oleh karena numerator masuk dalam denominator.

Contoh :
Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk tgl 1 Juli 2005 sebanyak 100.000
orang semua rentan terhadap penyakit diare ditemukan laporan penderita baru
sebagai berikut : bulan januari 50 orang, Maret 100 orang, Juni 150 orang,
September 10 orang dan Desember 90 orang
Berapa Incident Rate (IR) nya?
Jawaban
IR = ( 50+ 100+150+10 +90) /100.000 X 100 %
IR = 0,4 %

Attack Rate
Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu wabah atau
KLB dibandingkan dengan jumlah penduduk yang terkena (Population at risk).

Contoh
Dari 500 orang murid yang tercatat pada SD X ternyata 100 orang tiba-tiba
menderita muntaber setelah makan nasi bungkus di kantin sekolah.
Berapa attack rate (AR)?
Jawaban : Attack rate (AR)= 100 / 500 X 100% = 20 %
AR hanya digunakan pada kelompok masyarakat terbatas, periode terbatas
misalnya pada KLB.
Secondary Attack Rate
Jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua
dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi orang atau penduduk yang pernah
terkena penyakit pada serangan pertama.
Digunakan menghitung suatu panyakit menular dan dalam suatu populasi
yang kecil (misalnya dalam Satu Keluarga).

Contoh :
Jumlah penduduk 1000 orang, dilaporkan sbb : Bulan April 2005 terjangkit
penyakit X sebanyak 150 penderita. Bulan Agustus 2005 terjadi serangan penyakit
yang sama dengan penderita 250 orang.
Berapa Secondary Attack Rate (SAR)?
Jawaban : Secondary Attack Rate (SAR) = 250/1000-150 X 100 % =
29,41%
b. Insidensi rate atau person time rate
Ukuran insidensi yang berhubungan dengan waktu pada denominatornya.
Person-time rate biasanya dihitung dari suatu studi kohort jangka panjang. Partisipan
diikuti dan dicatat kejadian kasus barunya. Denominator adalah total jumlah waktu
setiap orang yang diamati untuk semua orang yang berisiko.

Jika diketahui jumlah penduduk pada 1 Januari dan 31 Desember pada tahun
yang sama, maka perhitungan jumlah penduduk pertengahan tahunnya adalah:

 , atau

Bila diperoleh jumlah penduduk pada 1 Maret dan 31 Desember, maka


jumlah penduduk pertengahan tahun :

( )

Fungsi menghitung Insiden adalah untuk :


• Menggambarkan seberapa cepat kejadian sakit dalam suatu populasi
• Penggunaannya secara umum menjadi
• Numerator : kasus yang dilaporkan atau diamati
• Denominator : mid year population
• Person-time adalah jargon dalam epidemiologi, orang awam jarang paham,
sehingga diubah menjadi person years
• 2.5 kasus penyakit jantung baru per 1000 orang per tahun terdengar lebih mudah
dipahami
Rumus Kumulatif (KI) Insiden :

2. Prevalensi
Kadang kala disebut sebagai Prevalensi rate. Proporsi orang dalam suatu
populasi yang mempunyai penyakit tertentu atau atribut tertentu pada waktu tertentu
atau interval waktu tertentu. Prevalensi mencakup kasus baru dan lama. Period
Prevalensi atau prevalensi periode merupakan prevalensi yang diukur dalam kurun
interval waktu tertentu. Dan point Prevalensi atau prevalensi titik merupakan
prevalensi yang diukur pada titik waktu tertentu yang merupakan proporsi orang
dengan penyakit tertentu atau atribut tertentu pada tanggal tertentu
a. Periode Prevalensi Rate
Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan jangka
waktu yang bersangkutan.
Nilai Periode Prevalensi Rate (PPR) hanya digunakan untuk penyakit yang
sulit diketahui saat munculnya, misalnya pada penyakit kanker dan kelainan jiwa.

Contoh :
Pada suatu daerah penduduk pada 1 juli 2005 sebanyak 100.000 orang,
dilaporkan keadaan penyakit A sbb: Januari 50 kasus lama dan 100 kasus baru.
Maret 75 kasus lama dan 75 kasus baru, Juli 25 kasus lama dan 75 kasus baru;
September 50 kasus lama dan 50 kasus baru dan Desember. 200 kasus lama dan 200
kasus baru.
Berapa Period Prevalens Rate ?
Jawaban
Period Prevalens Rate :
PPR = (50+100) +(75+75)+(25+75)+(50+50)+(200+200) /100.000 X 100 %
= 0,9 %
b. Point Prevalensi Rate (PPR)
Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit pada suatu saat dibagi dengan
jumlah penduduk pada saat itu. Dapat dimanfaatkan untuk mengetahui mutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Rumus prevalensi titik sebagai berikut :

Contoh :
Satu sekolah dengan murid 100 orang, kemarin 5 orang menderita penyakit
campak, dan hari ini 5 orang lainnya menderita penyakit campak
Berapa Point Prevalensi Rate ?
Jawaban
Point Prevalensi Rate = 10/100 x 1000 ‰= 100 ‰
Prevalensi Rate kegunaan untuk perencanaan sumber daya
Faktor-faktor yg mempengaruhi Prevalensi Rate (PR) :

 Parahnya sakit (kematian berakibat PR turun)


 Lamanya sakit (cepat sembuh berakibat PR turun)
 Jumlah kasus baru (penambahan kasus berakibat PR naik)
 Pindahnya orang sehat berakibat PR naik
 Perbaikan pelyanankes berakibat PR turun
 Masuknya orang rentan berakibat PR naik
Hubungan antara Prevalensi (P) dan Insidensi (I)
- Hubungan antara Prevalensi (P) dan Insidensi (I) adalah P ~ I x D yang berarti
bahwa Prevalensi berubah menurut Insidensi dan lamanya sakit D (duration)
- Apabila Insidensi dan lamanya sakit stabil selama waktu yang panjang formula
ini dituliskan : P= I x D.
- Jadi apabila Prevalensi dan lamanya sakit diketahui maka dapatlah dihitung
Insidensi.
- Syarat : Nilai Insidensi dalam waktu lama konstans dan lama berlangsungnya
suatu penyakit stabil.
D. Pengukuran kematian
Banyak jenis angka kematian (mortality rate) yang berbeda digunakan dalam
epidemiologi. Berikut adalah tipe rate/rasio mortalitas :
1. Angka Kematian Tahunan (Annual Death Rate)
Rumus:

Dalam Angka Kematian Tahunan (Annual Death Rate) pembilangnya


adalah jumlah kematian yang terjadi di populasi sementara penyebutnya adalah
jumlah penduduk total. Data untuk penyebut diambil dari sumber-sumber umum
seperti sensus atau estimasi jumlah populasi hasil perhitungan. Beberapa ahli
epidemiologi menganggapnya sebagai angka kematian kasar.
2. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)
Rumus:

Istilah crude (kasar) digunakan karena setiap aspek kematian tidak


memperhitungkan usia, jenis kelamin atau variabel lain. CDR dipakai karena
perhitungan tersebut hanya menggunakan tiga potong informasi : (1) jumlah
kematian total (2) populasi total (3) periode waktu tertentu.
3. Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate)
Rumus:

Mortalitas bayi mencakup semua kematian anak mulai dari saat lahir
sampai 365 hari kehidupannya. Perhitungan angka kematian bayi berdasarkan
rumus di atas secara demografis disebut infant death rate dan hanya
menggambarkan kematian bayi secara sepintas dan kurang terperinci karena
perhitungannya dilakukan terhadap dua jenis kelamin. Selain itu, pada infant
death rate kematian dan kelahiran dihitung pada tahun yang sama dan tidak
mengembarkan kohort yang sama.
Perhitungan angka kematian bayi mempunyai cara yang berbeda dengan
cara perhitungan angka kematian golongan usia yang lain, karena sebagai
penyebut tidak digunakan angka kematian golongan usia dan jumlah penduduk
pertengahan tahun, tetapi digunakan jumlah lahir hidup. Berdaarkan batasan
angka kematian bayi, jumlah kematian dan kelahiran bayi dicatat pada tahun
yang sama. Sedangkan bayi yang mati pada satu tahun tertentu tidak seluruhnya
berasal dari kohoet kelahiran tahun yang sama, tetapi sebagian berasal dari
kelahiran tahun sebelumnya. Agar perhitungan kematian bayi lebih stabil,
sebaiknya angka kematian bayi dihitung selama 3 tahun berturut-turut.
Perhitungan angka kematian bayi selama 3 tahun dapat dilakukan dengan cara
berikut:
a. Menyesuaikan pembilang pada kohort penyebut

Tahun 1 B1 D’ D ”
Tahun 2 B2 D’ D ”
Tahun 3 B3 D’ D ”
Dengan cara perhitungan di atas, hasil perhitungan kematian tidak dapat
diketahui besar dari kohort kelahiran yang sama. Untuk mengatasi kelemahan
tersebut dilakukan pemisahan antara kedua bagian dengan data tambahan,
separation faktor (f), yaitu perbandingan antara kematian bayi yang berasal dari
kohort kelahiran tahun sebelumnya dengan jumlah kematian bayi yang berasal
dari kohort kelahiran yang sama ditambah dengan kematian bayi yang berasal
dari kohort kelahiran tahun sebelumnya. Secara matematis dapat dituliskan
dalam rumus :

[ ]

Untuk memudahkan perhitungan maka dapat digunakan f=0,3


b. Perhitungan IMR yang lebih praktis adalah dengan cara
menggabungkan beberapa infant death rate dengan rumus berikut:

[ ]

4. Angka Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal Mortality Rate)


Rumus:

Waktu yang paling berbahaya bagi bayi adalah waktu tepat sebelum dan
sesudah lahir. Neonatal rate menggambarkan buruknya perawatan perinatal, berat
badan bayi lahir rendah, infeksi, kurangnya sarana prasarana kesehatan, cedera,
prematuritas dan efek atau cacat lahir. Neonatal adalah bayi yang berumur kurang
dari 28 hari. Angka Kematian Neonatal (AKN) ialah jumlah kematian bayi berumur
kurang dari 28 hari yang dicatat selama satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada
tahun yang sama. Tinggi rendahnya NMR dapat digunakan untuk mengetahui :
- Tinggi rendahnya usaha perawatan postnatal
- Program imunisasi
- Pertolongan persalinan dan
- Penyakit infeksi, terutama saluran nafas bagian atas

5. Angka Kematian Pascaneonatal (Pascaneonatal Mortality Rate)


Rumus:

Angka kematian pascaneonatal diperlukan untuk menelusuri kematian di


negara belum berkembang terutama pada wilayah tempat bayi meninggal pada
tahun pertama kehidupannya akibat malnutrisi, definisi nutrisi dan penyakit
infeksi. Angka kematian pascaneonatal adalah kematian yang terjadi pada bayi
usia 28 hari sampai 1 tahun per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun kalender.
6. Angka Kematian Perinatal (Perinatal Mortality Rate)
Rumus:

WHO (World Health Organization) menggunakan teknik pengumpulan


data statistik vital dan sistem pencatatan yang tidak konsisten dan tidak terlalu
formal untuk negara-negara anggotanya.

Periode yang paling besar risiko kematiannya bagi umat manusia adalah
periode perinatal dan periode setelah usia 60 tahun. Di dalam kedokteran klinis,
evaluasi terhadap kematian anak dalam beberapa hari atau beberapa jam bahkan
menit setelah lahir merupakan hal yang penting agar kematian dan kesakitan yang
seharusnya tidak perlu terjadi dalam periode tersebut bisa dicegah.
Angka kematian perinatal menghubungkan kematian janin di tingkat
lanjut kehidupannya saat lahir, maupun saat anak-kanak akhir dan dinyatakan
dalam jumlah kematian pada minggu ke-20 atau lebih gestasi ditambah dengan
semua kematian bayi baru lahir pada periode waktu tertentu. Cara kedua adalah
menambahkan angka kematian janin (Minggu ke-29 gestasi) dengan kematian
pasca lahir (Minggu pertama) (pembilang). Penyebutnya mencakup semua
kematian janin (28 minggu gestasi) ditambah dengan kelahiran hidup. Beberapa
sumber menyarankan penggunaan dua periode kematian perinatal. Periode 1
kematian perinatal adalah 28 minggu gestasi sampai 7 hari setelah lahir. Periode 2
kematian perinatal adalah 20 minggu gestasi sampai 28 hari setelah lahir.
7. Rasio Lahir Mati (Fetal Death Ratio)
Rumus:

Untuk membantu mempelajari dan mengklarifikasi isu dalam statistik


seputar kematian janin yang belum dilahirkan, rasio kematian janin juga dapat
digunakan. Rasio kematian janin digunakan sebagai ukuran risiko pada tahap
lanjut kehamilan.
8. Angka Lahir Mati (Fetal Death Rate)
Rumus:
Istilah kematian janin penggunaannya sama dengan istilah lahir mati.
Kematian janin adalah kematian yang terjadi akibat keluar atau dikeluarkannya
janin dari dalam lahir, terlepas dari durasi kehamilannya. Jika bayi tidak bernafas
atau tidak menunjukan tanda-tanda kehidupan saat lahir, bayi dinyatakan
meninggal. Angka kematian janin dikembangkan sebagai suatu ukuran risiko
dimasa kehamilan. Angka kematian janin biasanya dihitung berdasarkan kematian
setelah Minggu ke 20 atau dalam beberapa kasus setelah Minggu ke 28 gestasi.
9. Angka Abortus (Abortion Rate)
Rumus:

Penghentian kehamilan dengan sengaja sebelum janin mampu untuk


hidup di luar kandungan disebut abortus.
10. Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate)
Rumus:

Mortalitas ibu merupakan salah satu atau indikator utama status kesehatan
suatu populasi. Angka mortalitas ibu yang terendah biasa ditemukan pada negara
yang memiliki homogenitas tinggi, negara industri dan negara maju. Negara yang
belum berkembang memiliki angka yang lebih tinggi akibat tingginya angka
kemiskinan dan kurangnya kegiatan kesehatan masyarakat.
World Health Organization mendefinisikan mortalitas ibu sebagai
kematian perempuan yang mengandung atau meninggal dalam 42 hari setelah
akhir kehamilannya, terlepas dari lamanya kehamilan atau letak kehamilannya.
Kematian wanita akibat penyebab yang berkaitan dengan kehamilan dan atau
penatalaksanaanya juga dimasukan sebagai kematian ibu. Kematian yang tiba-tiba
atau peristiwa apa pun yang tidak berkaitan dengan penyebab saat hamil,
kelahiran atau nifas tidak dimasukan dalam mortalitas ibu.
11. Angka Kematian yang Disesuaikan (Adjusted Mortality Rate)
Konep dasar epidemiologi adalah penyesuaian Ade, suatu manipulasi
statistik yang merupakan proses perangkuman Ade. Seringkali saat angka
disajikan, efek dari perbedaan dalam komposisi variabel di antara atau dalam
kelompok atau populasi perlu dikontrol melalui prosedur matematis, sehingga
penyesuaian sangat diperlukan. Penyesuaian paling sering diterapkan pada Ade
atau ukuran asosiasi. Jika dua kelompok atau lebih dibandingkan, dan jika risiko
kelompok berbeda, atau keberadaan variabel ketiga membuat rancu penyajian
angka, perlu dilakukan penyesuaian terhadap data. Penyesuaian rate
memungkinkan dilakukannya perbandingan karena perbedaan di dalam variabel-
variabel yang dipilih telah dikontrol. Penyesuaian lazim dilakukan pada variabel
usia, usia langsung dan usia tidak langsung.
12. Rasio Kematian Terstandarisasikan (Standardized Mortality Rate)
Rumus:

Konsep terstandarisasikan didasarkan pada ukuran bobot karakteristik dari


rate spesifik berdasarkan distribusi standar usia, ras, agama atau kategori lain.
Rate terstandarisasikan akan memberikan hasil yang sama dengan rate kasar jika
kelompok ratenya disesuaikan memiliki sifat dan variabel yang sama dengan
yang diisyaratkan dalam penyesuaian. Jumlah kematian dalam suatu kelompok
tertentu dinyatakan dalam persentase jumlah perkiraan kematian dalam
kelompok yang sama jika setiap kelompok usia yang memiliki rate sama dalam
kelompok tersebut mengalami risiko atau paparan yang sama dengan yang
dialami populasi standar. Dengan kata lain, rasio jumlah kematian dala
kelompok tertentu inilah yang dibandingkan dengan jumlah perkiraan dalam
kematian dalam kelompok yang sama, asalkan struktur rate kelompok sama
dengan struktur rate populasi standar. Itu adalah rasio dari jumlah kematian
yang dibandingkan dengan jumlah perkiraan kematian yang terjadi jika rate
spesifik dalam populasi standar dibandingkan pada kelompok studi.
13. Angka Kematian Spesifik Berdasarkan Usia (Age Spesific Death Rate)

[ ]

Keterangan:
dx = jumlah kematian yang dicatat selama satu tahun pada penduduk
golongan usia x
Px = jumlah penduduk pertengahan tahun pada golongan usia x
K = konstanta
Angka kematian spesifik yang paling umum adalah angka kematian
menurut usia, ras, dan jenis kelamin. Penetapan angka kematian spesifik sama
dengan penetapan angka kematian kasar, hanya ditambah beberapa perubahan
kecil dan fokusnya lebih spesifik. Penyebut dan pembilangnya dibatasi pada
suatu kelompok khusus, seperti kelompok usia.
14. Angka Kematian Proporsional – Angka Kematian Khusus (Proportionate
Mortality Rate – CaseFatality Rate)
Rumus:

Beberapa catatan studi kohort tidak lengkap dan tidak cukup untuk
membantu menentukan lama risiko dan riwayat kerja dalam studi epidemiologi
kohort okupasional. Dalam beberapa kasus hanya akta kematian yang tersedia.
Dalam keadaan seperti itu penggunaan rasio kematian proporsional dan SMR
masih diandalkan.
15. Mortality Crossover – Mortality Time Trend
Mortality Crossover didasarkan pada konsep harapan hidup untuk ras
tertentu dapat beruba seiring pertambahan usia. Angka kematian suatu ras
mungkin berubah dari angka kematian yang lebih tinggi diawal kehidupan
menjadi angka kematian lebih rendah di kehidupan lanjut atau sebaliknya. Ada
beberapa orang yang beranggapan bahwa kaum kulit hitam hidupnya tidak selama
kaum kulit putih. Pendapat seperti itu menyirat suatu kerugian mortalitas untuk
kaum kulit hitam.
Mortality Crossover bukan suatu fenomena data yang buruk, tetapi suatu
fakta yang berhasil diobservasi pada berapa populasi. Salah satu observasi yang
tampaknya memang benar, setidaknya sampai beberapa derajat, adalah fakta yang
memperlihatkan bahwa semakin lama seseorang hidup semakin panjang harapan
mereka untuk tetap hidup, setidaknya sampai suatu titik masa.

E. Latihan
1. Jealaskan ukuran-ukuran dalam epidemiologi?
2. Desa Kuningan pada tahun 2013 adalah sebagai berikut
Jumlah penduduk = 1.200.000
Ratio pria : wanita = 2:3
Ratio balita : bukan balita = 2:8
Kasus lama/baru campak : Februari: 2/10, Maret: 5/20, Juni: 4/15
Kasus lama/baru diare : Agustus: 2/15, September: 3/25, Oktober: 5/10
Kasus lama/baru ca servikv : April: 3/5, Juli: 8/5
Hitunglah :
a. Insidence Rate Campak, Diare, dan Ca Servik tahun 2013?
b. Point Prevalensi Rate Campak, Diare, dan Ca Servik pada bulan
Februari, Maret dan Juni?
c. Period Prevalensi Rate Campak, Diare, dan Ca Servik pada tahun
2013?
d. Attack Rate Campak dan Diare?
3. Penduduk Kuningan pada pertengahan tahun 2013 = 1.102.352 orang
dengan jumlah kematian selama tahun 2013 = 3.936 orang. Berapa CDR
tahun 2013?
4. Bila jumlah kematian karena tetanus pada tahun 2013 = 3.674 orang.
Beberapa SDR tetanus per 1.000 penduduk.
5. Jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan di Kuningan hanya 1 orang
pada tahun 2013, dengan jumlah seluruh kelahiran hidup sebanyak 56.782
orang. Berapa MMR pada tahun 2013?
6. Hasil sensus penduduk Jawa Barat tahun 2013, dilaporkan jumlah
kematian bayi <1 tahun sebanyak 5.616 orang, jumlah kematian bayi umur
4 minggu sebanyak 3.179 orang, jumlah kematian janin umur 28 minggu
s/d 7 hari Post partum sebanyak 7.001 orang. Jika jumlah kelahiran hidup
1.227.900 orang.
a. Berapa IMR tahun 2013?
b. Berapa PMR tahun 2013?
c. Berapa NMR tahun 2013?

Kepustakaan ;
Bonita, R., Beaglehole, R. and Kjellström, T., 2006. Basic epidemiology. World
Health Organization.
Greenberg, R.S., Daniels, S.R., Flanders, W.D., Eley, J.W. and Boring, J.R., 1996.
Medical epidemiology. Appleton & Lange.
Gordis, L, 1996, Epidemiology, W.B , Saunders Co , Philadelphia,
Mac Mahon, B , Pugh , T.F , 1986 , Epidemiology Principle and Methods , Litle
Brown and Company , Boston
Murti, B , 1997 , Prinsip dan Metode Riset Epidemiology , Gadjah Mada University
Press.
Mubarak, I.W dan Cahyatin, N. 2009. Ilmu Kesehatan Msyarakat Teori dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
Timmreck, C.T. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta : EGC.
BAB IV
EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF

Deskripsi
Pada bab ini dibahas mengenai definisi dan ruang lingkup epidemiologi
deksriptif.
Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi deskriptif
Tujuan Intruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi epidemiologi deskriptif
2. Mahasiswa dapat menjelaskan ruang lingkup epidemiologi deskriptif

A. Definisi
Epidemiologi deskriptif adalah cabang epidemiologi yang memperlajari
tentang kejadian dan ditribusi penyakit. Umumnya distribusi penyakit dikelompokan
menurut faktor orang dan waktu (Kelsey, 1992)

B. Lingkup Kajian Epidemiologi Deskriptif


Dalam studi epidemiologi, ada 2 (dua) kegiatan pokok dan terpisah yang
harus dilakukan yaitu : 1) Studi terhadap jumlah dan distribusi penyakit, kondisi,
cedera, ketidakmampuan, 2) Kematian dalam populasi. Untuk melakukan studi ini,
harus mengkaji semua aspek waktu, tempat dan orang, yang sering dikatakan sebagai
epidemiologi deskriptif. Pengkajian rinci terhadap setiap elemen tersebut dilakukan
dan dianalisis dalam studi epidemiologi, yang sering disebut sebagai epidemiologi
analitik.
Konsep yang terpenting dalam studi epidemiologi deskriptif adalah
bagaimana menjawab pertanyaan 5W+1H (Why, Who, Where, When, What and
How). Hal tersebut mengacu pada variabel-variabel segitiga epidemiologi terdiri dari
waktu (time), tempat (place) dan orang (person).
1. Waktu
Dasar setiap ilmu epidemiologi adalah pengkajian dan analisis terhadap
waktu dan pengaruhnya pada kejadian penyakit, ketidakmampuan dan kondisi.
Aspek waktu dalam investigasi epidemiologi berkisar mulai dari jam, minggu, bulan,
tahun sampai dekade. Istilah lain yang terkadang digunakan untuk mendeskripsikan
faktor waktu dalam epidemiologi adalah temporal, yang berarti waktu atau
mengacu pada isu atau elemen yang berkaitan dengan waktu (Timmreck, 2004).
Waktu sebagai elemen dasar dalam ukuran epidemiologi dan sebagai
pertimbangan dasar dalam investigasi digunakan untuk mengetahui penyebab
penyakit (etiologi), ketidakmampuan dan kondisi. Suatu episode penyakit dapat
dialokasikan berdasarkan dimana terjadinya (tempat) dan berdasarkan waktu
terjadinya dan keduanya sama pentingnya. Jika elemen tempat dan waktu berpadu
dalam suatu KLB penyakit, perpaduan itu akan sangat berguna untuk
memperlihatkan hubungan etiologis (Timmreck, 2004).
Informasi penyebaran berdasarkan waktu didasarkan pada kecepatan
perjalanan penyakit dan lama terjangkitnya suatu penyakit. Penyebaran berdasarkan
waktu diperngaruhi oleh :
- Sifat penyakit yang ditemukan
- Keadaan tempat terjangkitnya penyakit
- Keadaan penduduk
- Kedaan pelayanan kesehatan yang tersedia
Terdapat 4 (empat) faktor waktu yang digunakan dalam pengkajian peristiwa
epidemiologis. Keempat faktor waktu tersebut untuk membantu di dalam studi dan
memahami variasi yang berkaitan dengan penyakit, yaitu :
a. Satu kurun waktu
Satu kurun waktu atau tren jangka pendek disebut juga interval jangka
pendek atau kerangka waktu terbatas. Tren jangka pendek dibatasi dengan jam, hari,
minggu dan bulan. Dengan demikian, durasi yang singkat juga termasuk dalam
kategori tren jangka pendek.
Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemi
keracunan makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau minggu),
epidemi cacar (beberapa bulan).
Tren jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa :
Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan atau
hampir bersamaan dan waktu inkubasi rata-rata pendek. Pemagian dalam satu kurun
waktu sebagi berikut :
1) Common Source, dimana keadaan wabah yang ditandai oleh : timbulnya gejala
cepat, masa inkubasi pendek, episode penyakit peristiwa tunggal, muncul pada
waktu tertentu saja, berhentinya cepat, contohnya : keracunan makanan.
Hasil penelitian Heriana, Fauzi (2012) tentang KLB keracunan makanan di
Sleman digambarkan dalam grafik berikut ini :
Gambar 1. Grafik Common Source

2) Propagated, dimana keadaan wabah yang ditandai dengan timbulnya pelan,


masa inkubasi panjang, episode penyakit bersifat majemuk, waktu munculnya
tidak jelas, berhentinya lama, contohnya penyakit menular.
Misal polio pada anak, maka timbul setelah mengalami tonsilektomi.
b. Skuler
Perubahan penyakit, kondisi, ketidakmampuan dan mortalitas yang terjadi
secara perlahan dalam periode waktu yang lama disebut sebagai perubahan sekuler
atau tren sekular atau yang sering dipakai dalam istilah epidemiologi adalah variasi
atau tren temporal juga distribusi temporal. Tren sekuler bisa dianggap berlangsung
lebih dari satu tahun.
Konsep lain yang berkaitan dengan tren sekular adalah siklus sekular, disebut
juga secular cyclicity.
c. Siklus tertentu
Tren jangka pendek dan tren sekular dari beberapa penyakit ternyata
membentuk siklus. Beberapa siklus penyakit bersifat musiman, sementara siklus
penyakit lainnya mungkin dikendalikan oleh faktor siklus lain seperti tahun ajaran
sekolah, pola imigrasi, pola migrasi, durasi dan perjalanan penyakit, penempatan
militer dan perang. Frasa lain yang dipakai untuk mendeskripsikan tren pada siklus
penyakit adalah siklus sekuler dan siklus musiman. Perubahan siklus mengacu pada
pengubahan rekuren (berulang) dalam kejadian, interval atau frekuensi penyakit.
Siklus sekular adalah kumpulan penyakit yang terjadi setelah beberapa lama
dikombinasikan dengan observasi terhadap sifat siklus penyakit tersebut.
d. Variasi dan Tren Musiman
Pola yang konsisten dapat dilihat pada beberapa penyakit atau kondisi yang
terjadi dalam satu tahun kalender. Peningkatan insidensi penyakit atau kondisi pada
bulan-bulan tertentu, dengan variasi siklus berdasarkan tahun dan musim
memperlihatkan adanya tren musiman dalam suatu penyakit.

2. Tempat
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk
perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai
etiologi penyakit.
Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :
a. Batas daerah-daerah pemerintahan
b. Kota dan pedesaan
c. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut atau
padang pasir)
d. Negara-negara
e. Regional
Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit,
perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas
administrasi pemerintahan.
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan
batas-batas alam ialah : keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur,
kelembaban, turun hujan, ketinggian di atas permukaan laut, keadaan tanah, sumber
air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat kemajuan
ekonomi, pendidikan, industri, pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang
merupakan hambatan-hambatan pembangunan, faktor-faktor sosial budaya yang
tidak menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat
lingkungan biologis (ada tidaknya vektor penyakit menular tertentu, reservoir
penyakit menular tertentu, dan susunan genetika), dan sebagainya.
Pentingnya peranan tempat didalam mempelajari etiologi suatu penyakit
menular dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan
diuraikan nanti. membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan pedesaan,
faktor-faktor yang baru saja disebutkan di atas perlu pula diperhatikan. Hal lain yang
perlu diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau ke desa terhadap
pola penyakit, di kota maupun di desa itu sendiri.
Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan
penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di
sekitarnya. Peranan migrasi atau mobilitas geografis didalam mengubah pola
penyakit di berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya
perhubungan darat, udara dan laut; seperti contohnya penyakit demam berdarah.
Hal ini terlihat dari hasil penelitian Heriana, dkk (2015) tentnag Distibusi
spasial kejadian HIV di Jawa Barat terlihat pada gambar beriktu ini ;
Gambar 2. Distibusi kejadian HIV berdasarkan Kabupaten di Jawa Barat
2014

Berdasarkan gambar 1, prevelensi HIV tertinggi sebanyak 7 Kabupaten/Kota


di Jawa Barat dan terendah sebanyak 19 Kabupaten/Kota di Jawa Barat.
Sedangkan prevelensi kasus AIDS di Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar
berikut :

Berdasarkan gambar diatas, prevelensi AIDS tertinggi sebanyak 7


Kabupaten/Kota di Jawa Barat dan terendah sebanyak 19 Kabupaten/Kota di Jawa
Barat
Hal yang diperlukan dari penyebaran masalah kesehatan berdasarkan tempat
terjadinya yaitu jumlah dan jenis masalah kesehatan yang ditemukan disuatau
daerah, hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengetahui masalah kesehatan di suatu
daerah, ketersediaan tentang faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan di suatu
daerah, seperti :
a. Keadaan geografis
Letak wilayah, struktur tanah, curah hujan, sinar matahari, angin, kelembaban
udara, suhu udara dan lain-lain.
b. Keadaan penduduk
Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti
karakteristik demografi mengenai jumlah, distribusi dan kepadatan penduduk.
c. Keadaan pelayanan kesehatan
Variasi administrasi termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi
pelayanan medis, seperti jumlah, cakupan dan mutu pelayanan kesehatan program
higiene (sanitasi) dan lain-lain.
d. Sosial budaya
Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene
perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.
Penyebaran masalah kesehatan menurut tempat dapat dibagi menjadi :
a. Satu wilayah
Seperti 1 Desa/ Kelurahan/Kecamatan, rural dan urban (Desa dan Kota)
b. Beberapa wilayah
Beberapa Desa/Kelurahan/Kecamatan
c. Satu negara (nasional),
Bergantung kepada Keadaan geografis dan Luas negara
d. Beberapa negara,
Bergantung kepada keadaan geografis dan hubungan komunikasi, jarak,
transportasi, hubungan penduduk
e. Banyak negara (Internasional),
Karena Kemajuan sistm Teknologi Informasi dan transportasi maka dibuat
Intrernational Health Regualtion (IHR)
Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya
penyakit demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya
disebabkan oleh adanya “reservoir” infeksi (manusia atau kera), vektor (yaitu Aedes
aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan suburnya
agen penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim ditemukan
tetapi tidak ada sumber infeksi disebut “receptive area” untuk demam kuning.
Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang
frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah dimana
terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemi (endemic
goiter) di daerah yang kekurangan yodium.
3. Orang (Manusia)
Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, pekerjaan, golongan
etnik, agama, status perkawinan, status sosial, besarnya keluarga, struktur keluarga
dan paritas.
a. Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-
penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam
hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Umur dikatakan
variabel dalam epidemiologi karena, daya tahan tubuh ancaman terhadap kesehatan
dan kebiasaan hidup.
Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola
kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah
apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam
pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola
kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan
dengan pengelompokan umur pada penelitian orang lain.
Didalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan
yang kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi
seperti catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak
menjadi soal yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang
telah bersekolah.
Dengan menghitung jumlah kasus penyakit yang ada pada suatu kelompok
usia tertentu, lalu membaginya jumlah anggota populasi pada kelompok usia yang
sama, akan diperoleh persentase penyakit khas-usia (age-specific) untuk kelompok
usia tersebut.

Contoh 3.1

Misalkan dimiliki data hipotetis jumlah penderita tuberkulosis paru dan


jumlah penduduk di kota A menurut kelompok usia.
Tampak bahwa persentase penderita tuberkulosis paru di kota A adalah
2.43%. Dari angka ini saja belum dapat dibuat kesimpulan tanpa membandingkannya
dengan angka pada tempat dan waktu yang berbeda. Tampak pula bahwa jumlah
(absolut) penderita terbanyak adalah pada kelompok usia 45-64 tahun, yaitu
sebanyak 9,097 kasus, namun setelah memperhitungkan jumlah anggota populasi
(penduduk) untuk tiap kelompok usia, angka relatif (persentase) tertinggi penderita
ada pada kelompok usia ≥ 65 tahun, yaitu 21.77%.
Tabel 1 Penderita TBC dan Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia

Usia Penderita % khas-


Penduduk
(tahun) TBC usia
0–4 1.035 174.687 0,59
5 – 14 901 301.211 0,3
15 – 24 2.485 176.960 1,4
25 – 44 6.794 282.595 2,4
45 – 64 9.097 119.597 7,61
≥ 65 5.937 27.275 21,77
Jumlah 26.249 1.082.325 2,43

b. Jenis kelamin
Beberapa kasus di luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih
tinggi dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria,
juga pada semua golongan umur. untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut.
Perbedaan angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik.
Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis
kelamin atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena
berperannya faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum
minuman keras, candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan
berbahaya, dan seterusnya).
Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di
Amerika Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk
mencari perawatan. Di Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi
bahwa kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin, angka kematian untuk berbagai
penyakit lebih tinggi pada kalangan pria.
Jenis kelamin dikatakan variabel dalam epidemiologi karena : perbedaan
antomi dan fisiologi, perbedaan kebiasaan hidup, perbedaan kesadaran berobat,
perbedaan kemampuan dan kriteria diagnostik serta perbedaan jenis pekerjaan.
c. Golongan Etnik
Golongan etnik dikatakan variabel dalam epidemiologi karena adanya
perbedaan kebiasaan susunan genetika, gaya hidup dan atau bentuk biologis dan
sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan-perbedaan didalam masalah
kesehatan yang ditemukan dan angka kesakitan atau kematian.
Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit
antar golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi
menurut susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lain yang dianggap
mempengaruhi angka kesakitan dan kematian itu.
Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai
pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. ras caucasoid (kulit putih),
ras negroid (kulit hitam), ras mongoloid (kuning/sawo matang).
d. Agama
Karena ada perbedaan kebiasaan tertentu yang dimiliki oleh agama tertentu,
mempengaruhi corak perilaku yang diperlihatkan dan menentukan penyakit yang
diderita.
e. Status Perkawinan
Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka
kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda;
angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua
sebab makin meninggi dalam urutan tertentu.
Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak
kawin dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orang-
orang yang tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak
kawin lebih sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-
perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab
penyakit-penyakit tertentu.
Status perkawinan dikatakan dalam variabel epidemiologi karena pola
penyakit, risiko terkena penyakit dan penatalaksanaan penanggulangan penyakit.
f. Pekerjaan
Pekerjaan dimasukan dalam variabel epidemiologi karena adanya risiko
pekerjaan, adanya seleksi alamiah dalam memilih pekerjaan dan perbedaan macam
pekerjaan.
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa
jalan yakni :
1) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan
seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang
dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
2) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor
yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
3) Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan
bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang
mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”.
4) Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses
penularan penyakit antara para pekerja.
5) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan
di tambang.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak
dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung,
tekanan darah tinggi, dan kanker. Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari
hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variabel
umur dan jenis kelamin.
g. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi dimasukan perbedaan kemampuan ekonomis dalam
mencegah dan mengobati penyakit dan perbedaan sikap hidup dan perilaku yang
dilakukan.
f. Struktur keluarga dan besarnya keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti
penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu
keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal
berdesak-desakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan
penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya; karena persediaan
harus digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat
membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya. didalam keluarga besar dan miskin,
anak-anak dapat menderita oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh
banyak orang.
Epidemiologi deskriptif menurut variabel orang dapat juga disajikan alam
bentuk kalimat seperti hasil penelitian Rejeki dkk (2012) tentang epidemiologi
deskriptif talasemia, bahwa usia rata-rata penderita talasemia adalah 12,28 tahun,
usia termuda adalah 1,3 tahun, dan usia tertua adalah 49 tahun. Sekitar 64 responden
(51,6%) berjenis kelamin perempuan, 40,6% sedang sekolah dasar (SD), 92,2%
bukan angkatan kerja, 90,6% menderita talasemia-βmayor, 84,4% tidak melakukan
splenektomi, 73,4% menggunakan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas),
90,4% memiliki kadar feritin ≥ 2000 ng/mL, dan 81,2% menggunakan jenis kelasi
zat besi deferioprone, vitamin C, dan deferioksamin.

C. Latihan
1. Faktor orang yang selalu harus diperhitungkan dala setiap studi epidemiologi
adalah:
A. Ras
B. Usia dan jenis kelamin
C. Status perkawinan
D. Pekerjaan dan status sosial-ekonomi
2. Untuk merencanakan pelayanan kesehatan menurut kelompok usia bagi suatu
penyakit dalam populasi, yang perlu diperhatikan adalah:
A. Jumlah kasus absolut dalam tiap kelompok usia
B. Jumlah kasis relative dalam tiap kelompok usia
C. A) dan B) benar
D. A) dan B) salah
3. Untuk menginterpretasikan risiko penyebaran penyakit menurut kelompok usia
dalam suatu populasi, yang perlu diperhatikan adalah:
A. Jumlah kasus absolut dalam tiap kelompok usia
B. Jumlah kasis relative dalam tiap kelompok usia
C. A) dan B) benar
D. A) dan B) salah
4. Rasio tingkat mortalitas pria : wanita pada kelompok usia 15 – 44 tahun
umumnya adalah:
A. Lebih kecil daripada satu
B. Sama dengan satu
C. Lebih besar daripada satu
D. Semuanya salah
5. Bagi penyakit yang jumlah kasus absolutnya menunjukan penurunan pada
kelompok usia tertua dalam populasi dapat diinterpretasi sebagai:
A. Adanya penurunan risiko tinggo bagi penyakit tersebut pada kelompok usia
tua
B. Adanya penyusutan anggota populasi yang lebih besar daripada peningkatan
risiko bagi penyakit tersebut pada kelompok usia tua
C. Salah satu diantara A) dan B) mungkin benar
D. A) dan B) keduanya tidak mungkin benar
6. Pengaruh faktor ras terhadap sebaran penyakit dapat terjadi melalui:
A. Kaitan dengan faktor genetic
B. Kaitan dengan faktor budaya
C. Kaitan dengan faktor rekigi
D. Semuanya benar
7. Tingkat mortalitas pria menikah yang lebih rendah daripada tingkat mortalitas
pria tidak menikah dapat dijelaskan karena:
A. Wanita cenderung menghindarai pernikahan dengan pria yang status
kesehatannya buruk
B. Wanita cenderung menghindari pernikahan dengan pria yang pekerjaannya
berisiko tinggi
C. Perbedaan kebiasaan hidup antara pria menikah dengan pria tidak menikah
D. Semuanya mungkin benar
8. Faktor pekerjaan dapat berpengaruh terhadap sebaran penyakit melalui:
A. Kaitannya dengan status sosial-ekonomi untuk jenis pekerjaan tertentu
B. Kaitannya dengan paparan spesifik pada jenis pekerjaan tertentu
C. A) dan B) mungkin benar
D. A) dan B) salah
9. Parameter terbaik untuk menentukan satatus sosial-ekonomi ialah:
A. Tingkat penghasilan responden
B. Tingkat pengeluaran responden
C. Tingkat kepemilikan responden
D. Lingkungan hidup responden
10. Penyakit-penyakit berikut terutama atau hanya didapatkan di beberapa wilayah
tertentu di indonesia, kecuali:
A. Malaria
B. Demam berdarah dengue
C. Skistosomiasis
D. Goiter
11. Di antara penyakit-penyakit berikut, yang terutama spesifik untuk daerah
perkotaan adalah:
A. AIDS
B. ISPA
C. Skabies
D. Tiena versikolor
12. Data runtun waktu tahunan untuk Indonesia menunjukkan bahwa proporsi
terbanyak kasus denan berdarah utnuk periode 1993-1998 didapatkan pada
kelompok usia:
A. Kurang daripada 1 tahunan
B. 1-4 tahun
C. 5-14 tahun
D. 15 tahun atau lebih

Kepustakaan ;
Heriana, C, Nurjannah S.N, 2015. Distibusi Spasial dan Determinant Kejadian HIV
di Jawa Barat. Prosiding Forum Ilmiah Tahunan (FIT) IAKMI Bandung
Heriana, C, Fauzi, L (2012), Investigation of a food Poisioning Outbreak during the
Recitation Activity in Moyudan District, Sleman Regency, Yogyakarta,
Prosiding The 7th TEPHINET Biregional Scientific Conference, Vietnam
pp.49
Kelsey, J.L. and Horn-Ross, P.L., 1992. Breast cancer: magnitude of the problem
and descriptive epidemiology. Epidemiologic reviews, 15(1), pp.7-16
Rejeki, D.S.S., Nurhayati, N., Supriyanto, S. and Kartikasari, E., 2012. Studi
epidemiologi deskriptif talasemia. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 7(3).
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta
: Rineka Cipta.
Timmreck, C.T. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai