Erika Menatap Tajam Sang Suami
Erika Menatap Tajam Sang Suami
menggores hatinya. Axel lalu memalingkan wajah ke arah lain, ia tak mampu
lagi berkata-kata.
Erika menunduk, ia merasa tidak enak hati terhadap Rian, laki-laki yang sudah
menemaninya selama ini. Di saat terberatnya Rian lah yang selalu ada, dan Rian
adalah laki-laki yang selalu menguatkannya, di saat dunia menyuruhnya untuk
mundur.
Rian menghela napas panjang, kemudian dia mendesah. Perkataannya tadi pasti
membuat Erika menjadi sedih lagi, dan ia tidak ingin itu terjadi.
“Rika, aku pulang dulu. Kamu sehat-sehat, ya. Jangan banyak pikiran, dan kasih
bunganya air, setidaknya itu bisa sedikit memperlambat proses layunya.” Rian
kemudian berdiri, diikuti oleh Erika, sedangkan Axel hanya diam saja,
mengabaikan keduanya.
“Aneh banget rasanya, pas kamu manggil aku om,” ucap Rian yang diangguki
Erika yang tertawa kecil.
Setelah itu, Rian segera melangkahkan kakinya menjauh dari rumah kedua
pasangan baru itu, Erika menatap mobil Rian yang menghilang di balik pintu
gerbang.
Kemudian Erika menutup pintu, saat berbalik ia tidak melihat Axel di tempat
duduknya tadi, hingga akhirnya Erika mendesah dan berjalan menuju kamar.
Mungkin saja saat ini suaminya itu berada di lantai atas, tempat kamar mereka
berada.
Erika berdiri di depan pintu yang sudah tertutup kembali, ia berjalan mendekat
ke arah Axel yang berdiri di depan jendela kamar. Entah apa yang laki-laki itu
pikirkan, tapi Erika jelas tahu kalau itu pasti bersangkutan dengan perkataan
Rian tadi.
“Aku minta maaf,” ucap Axel dengan suara pelan. Perkataan Rian tadi masih
terngiang-ngiang dikepalanya.
Erika yang masih memegang bunga tulip kuning itu mengerutkan kening,
kemudian ia terpikir lagi dengan kejadian yang baru saja terjadi.
“Untuk apa?” tanya Erika. Dia kemudian berjalan mendekat ke arah sebuah
meja yang ada di dalam kamar itu, lalu meletakkan bunga tulip tersebut di
atasnya.
Setelah itu, Erika kembali berjalan mendekat ke arah Axel yang sedang menatap
geraknya.
Rian yang sedang menatap istrinya itu lalu tersadar. “Aku minta maaf karena
sudah menyakiti kamu dulu, Rika,” ucap Axel. Dia menatap manik mata milik
Erika dengan sangat dalam, kemudian mendesah lagi.
Perkataan Rian tadi terasa menampar Axel, bagaimana rasa sakit itu menghujani
Erika, dan itu adalah dirinya sendiri axel tahu, kalau menysal kemudian tidak
ada gunanya, hanya saja, bolahkah dia kini meminta maaf? Setidaknya rasa
bersalah yang sudah bersarang di hatinya ini bisa hilang walaupun hanya sedikit
saja.
Erika hanya diam, kemudian dia tersenyum kecil, dan menggelengkan kepala.
“Sudahlah, dulu itu masalalu, kalau aku jadi kamu, mungkin aku juga akan
ngelakuin hal yang sama,” jawab Erika, dia menggenggam tangan Axel
membuat suaminya itu balas tersenyum.
Axel segera membawa Erika ke dalam pelukannya. Dekapan hangat itu sudah
Erika rasakan beberapa waktu belakangan, dan dulunya, hal ini adalah sesuatu
yang sangat Erika nantikan, dan bisa terus ia lakukan.
“Om, kalau mau jongkok tuh, liat kebelakang dulu! Jangan asal jongkok aja!”
kesal wanita itu.
Rian mengerutkan keningnya, wanita yang jauh lebih rendah darinya itu
terdengar menyebalkan. Rian rasa dia tidak salah, dan wanita inilah yang salah
karena jalan tidak lihat-lihat.
Wanita yang masih memakai pakaian kantor itu, dengan sebuah keranjang di
tangannya tersebut lalu mendongak, matanya melebar saat melihat siapa yang di
tabraknya.
“Om Rian?” pekik Sasa tidak percaya, dengan siapa yang dilihatnya. Rian yang
merasa juga mengenal wanita ini kemudian mendesah lagi saat sadar kalau itu
adalah Sasa, sahabat Erika, gadis tercintanya.
“Dasar bocah! Seenaknya kamu manggil saya om!” kesal Rian, mendengus
menatap Sasa yang mendongak melihatnya.
“Kamu lihat wajah aya tua? Hah? Bahkan saya lebih kelihatan muda dari
kamu!” kesal Rian, ia segera membuka tutup botol minuman yang tadi sempat
di ambilnya itu, dan segera menenggaknya hingga tinggal setengah.
“Waahhh, ini om-om tua ngajak nge-war nih! Syalan lu om!” Saking kesalnya,
Sasa sampai menunjuk Rian yang tampak acuh.
“Sudah, ya! Untung kamu temannya Rika, makanya saya maafin, kalau lain kali
kamu senggol saya lagi, gak akan saya maafin!” Setelah mengatakan itu, Rian
segera berlalu dari sana, meninggalkan Sasa yang mencak-mencak karena kesal.
“Dasar om tua sadboy, padahal dia yang salah dan malah gak mau minta maaf.
Gue sumpahin, lo jomblo seumur hidup! Ishh, kesal amat gue!” Sasa segera
bergerak lagi, untuk membeli stok bahan makanan, seperti niat awalnya untuk
datang ke supermarket ini.
Axel sudah selesai mandi, dia kemudian berjalan menuruni anak tangga,
menyusul sang istri yang kini kemungkinan besar sedang berada di dapur
bersama dengan Bi Ratih.
“Sayang?” panggil Axel, saat melihat hanya Erika saja di dapur, tanpa Bi Ratih
yang membantunya.
“Iya?” jawab Erika, tanpa menoleh ke arah Axel. Wanita cantik itu kini sedang
menyalin masakannya ke dalam wadah kecil.
Tanpa aba-aba, Axel kemudian duduk di atas meja makan, laki-laki itu
kemudian melipat tangannya persis seperti anak kecil yang meminta makan
pada ibunya.
“Aku suruh istirahat, kasian seharian dia capek kerja,” jawab Erika.
Erika sudah selesai menata makanan di atas meja makan, kemudian dia duduk
di dekat sang suami yang tampak sudah lebih segar dari sebelumnya. Aroma
shampoo yang Axel pakai juga menguar keluar, dan Erika jelas menyukainya,
terasa menenangkan.
“Dulu kamu gak bisa masak, lho, Yang. Sekarang kok jago?” tanya Axel.
“Ya aku belajar, lah. Aku kan lama tinggal di Aussie, jadi aku coba belajar, biar
gak mesan makanan terus,” jawab Erika. Axel hanya angguk-angguk saja
mendengar perkataan sang istri.
“Oh iya, kamu sudah tahu belum, arti bunga tulip kuning yang di kasih om Rian
tadi?” tanya Erika.
“Kata bi Ratih, bunga tulip kuning artinya kamu mencintai seseorang, tapi kamu
juga tahu kalau orang itu tidak bisa membalas cinta kamu.”
Axel dan Erika kembali ke kamar mereka, makan malam tadi berlangsung
cepat. Saat Axel membuia pintu untuk keluar dari kamar mandi, dia melihat
Erika sedang menyemprot bunga tulip pemberian Rian yang diletakkannya di
atas meja di dalam kamar mereka.
Axel tidak ingin mengatakan apapun, dia menghargai Erika dan sadar diri kalau
tidak boleh marah. Lagipula, bunga itu juga tanda perdamaian, untuk seseorang
yang mencintai dan seseorang yang menolak cinta.
Erika yang melihat Axel keluar dari dalam kamar andi langsung meletakkan alat
semprot kecil itu, dan berjalan mendekat ke arah sang suami.