Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum Tanggal : Jumat, 12 Mei 2023

Biokimia Klinis Waktu : 08.00-11.00 WIB


PJP : Ukhradiya MSP. S.Si., M.Si
Asisten : Puji Ayu Ningtyas

INDUKSI HIPERLIPIDEMIA

Kelompok 8
Aulia Taureza G8401201027
Dinda Najla Aulia G8401201041
Aulia Ardhian A. G8401201056
Hamdan Hafizh H. G8401201110

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
PENDAHULUAN

Kolesterol merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular.


Penyakit kardiovaskular termasuk penyebab utama kematian secara global
(Benjamin et al. 2017). Penyakit kardiovaskular dianggap sangat mematikan dan
telah menjadi masalah serius di berbagai negara. Organisasi Kesehatan Sedunia
(WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation)
memperkirakan bahwa penyakit jantung sangat berbahaya dan menjadi penyebab
kematian di negara-negara Asia (Prashant 2011 di dalam Nuralifah et al. 2020).
Penyakit jantung disebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan penyakit
degeneratif arteri besar dan menengah yang ditandai dengan penimbunan lipid dan
fibrosis. Aterosklerosis erat kaitannya dengan hiperlipidemia, hipertensi,
kebiasaan merokok, diabetes mellitus, olahraga, keturunan, dan stress (Handoko
dan Suyatna 2007)
Hiperlipidemia merupakan suatu kondisi dimana tingkat lipid dalam
plasma meningkat, termasuk kadar kolesterol dan trigliserida yang tinggi (Pradana
et al. 2018). Hiperlipidemia ditandai dengan meningkatnya konsentrasi trigliserida,
LDL (low density lipoprotein), dan kolesterol darah melebihi batas normal (pada
manusia > 200 mg/dl). Keadaan ini dapat ditimbulkan karena meningkatnya
peroksidasi lipid yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh, seperti organ
hati (Chairunnisa 2017).
Kolesterol itu sendiri merupakan suatu komponen lemak yang dapat
menghasilkan energi dengan kalori yang tinggi (Naim et al. 2019). Selain itu,
kolesterol juga dapat berfungsi sebagai bahan dasar pembentukan hormon-hormon
steroid. Selain diproduksi oleh tubuh, kolesterol juga bisa didapatkan dari
makanan. Kolesterol yang dihasilkan oleh tubuh sudah dalam jumlah yang tepat,
jumlah kolesterol dapat meningkat karena asupan makanan yang tinggi kolesterol
seperti kuning telur, otak, jeroan dan lemak hewan. Kolesterol adalah senyawa
lemak kompleks, yang 80% dihasilkan dari dalam tubuh (hati) dan 20% sisanya
dari luar tubuh (zat makanan) (Adhiyani 2013).
Kolesterol diabsorpsi di usus dan ditranspor dalam bentuk kilomikron
menuju hati. Kolesterol dibawa dari hati, oleh VLDL untuk membentuk LDL
melalui perantara IDL (Intermediate Density Lipoprotein). LDL akan membawa
kolesterol ke seluruh jaringan perifer sesuai dengan kebutuhan. Sisa kolesterol di
perifer akan berikatan dengan HDL dan dibawa kembali ke hati agar tidak terjadi
penumpukan di jaringan. Kolesterol yang ada di hati akan diekskresikan menjadi
asam empedu yang sebagian dikeluarkan melalui feses, sebagian asam empedu
diabsorpsi oleh usus melalui vena porta hepatik yang disebut dengan siklus
enterohepatik. Pada biosintesis kolesterol yang terjadi di usus kilomikron akan
beralih menjadi sisa kilomikron yang kaya kolesterol dan akan membentuk asam
lemak dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas berlebihan dalam plasma akan
meningkatkan pembentukan kolesterol bebas sehingga terjadi hiperkolesterolemia
atau hiperlipidemia (Kandaswami dan Middleton 1997).
Aterosklerosis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia. Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti
penebalan lapisan intima arteri dan penumpukan lemak. Bahan berlemak terletak
di inti tengah plak, ditutupi oleh tutup berserat. Istilahnya, aterosklerosis terdiri
dari dua bagian; atherosis (penumpukan lemak disertai beberapa makrofag) dan
sklerosis (lapisan fibrosis yang terdiri dari sel otot polos [SMC], leukosit, dan
jaringan ikat) (Rahimi 2012).
Saat ini, aterosklerosis adalah penyakit umum di mana timbunan lemak yang
disebut plak aterosklerotik terbentuk di dinding bagian dalam arteri. Pembentukan
plak ini dimulai dengan pengendapan kristal kolesterol kecil di lapisan dan otot
polos yang mendasarinya. Plak kemudian tumbuh melalui proliferasi jaringan otot
berserat dan halus di sekitarnya dan tonjolan di dalam arteri, mengurangi aliran
darah. Fibroblas menghasilkan jaringan ikat dan endapan kalsium pada lesi
menyebabkan arteriosklerosis, atau pengerasan. Akhirnya, permukaan arteri yang
tidak rata dapat menyebabkan pembentukan gumpalan dan trombosis, yang dapat
menyebabkan penyumbatan aliran darah secara tiba-tiba dan dapat menimbulkan
penyakit henti jantung (M.Tavafi 2013). Praktikum bertujuan menginduksi
hiperlipidemia pada tikus Sprague Dawley.

METODE

Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spektrofotometer,


sentrifus, kandang tikus perlakuan, penangas air, spuit 1CC, timbangan, dan
inkubator. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tikus
percobaan, pakan standar, minyak kelapa, minyak kambing, minyak sapi, fruktosa,
sukrosa, telur ayam negeri, kloroform, PTU 0,01 % dosis 1 mg/kg bb, standar
kolesterol, asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, alkohol:eter, reagan ALT,
reagan AST, KCl 1.5%, NaCl 0,9 %, dan alkohol 70%

Prosedur Penelitian

Penyiapan Pakan Kolesterol


Kuning telur dan putih dari telur ayam negeri dipisahkan. Kuning telur
yang sudah dipisahkan dikukus hingga matang. Selaput lendir dari kuning telur
dibersihkan dan digerus sampai halus. Setelah itu, kuning telur dikeringkan
dengan oven 70°C selama 24 jam sambil sesekali digerus hingga tampak kering
dan halus. Konsentrasi kolesterol pakan ditentukan dengan metode Lieberman
Burchard. Ada beberapa jenis pakan yang akan dibuat, yaitu:
a. 3% kolesterol dari kuning telur dicampur dengan 10% lemak sapi, 2%
minyak kelapa, dan pakan standar`sampai dengan 100% untuk membuat
pakan kolesterol.
b. 3% kolesterol dari kuning telur dicampur dengan 10% fruktosa, 2%
minyak kelapa, dan pakan standar`sampai dengan 100% untuk membuat
pakan kolesterol.
c. 3% kolesterol dari kuning telur dicampur dengan 10% lemak kambing, 2%
minyak kelapa, dan pakan standar`sampai dengan 100% untuk membuat
pakan kolesterol.
d. 3% kolesterol dari kuning telur dicampur dengan 10% sukrosa, 2%
minyak kelapa, dan pakan standar`sampai dengan 100% untuk membuat
pakan kolesterol.
e. 3% kolesterol dari kuning telur dicampur dengan 10% lemak sapi dan
sukrosa (1:1), 2% minyak kelapa, dan pakan standar`sampai dengan 100%
untuk membuat pakan kolesterol.
f. 3% kolesterol dari kuning telur dicampur dengan 10% lemak kambing dan
gula (1:1), 2% minyak kelapa, dan pakan standar`sampai dengan 100%
untuk membuat pakan kolesterol.
g. 3% kolesterol dari kuning telur dicampur dengan 10% lemak
kambing:sapi:sukrosa (1:1:1), 2% minyak kelapa, dan pakan
standar`sampai dengan 100% untuk membuat pakan kolesterol.
Bahan-bahan tersebut dicampur hingga rata dan dicetak dalam bentuk
pelet. Pelet nantinya dapat dijemur agar benar-benar kering dan terhindar dari
jamur. Setelah pakan siap, pakan disimpan di tempat yang aman dari serangga dan
dijaga agar tidak terjadi perubahan akibat pengaruh fisik, kimia, atau
mikrobiologis dan sebaiknya bahan-bahan tersebut disimpan pada suhu 4°C
(dalam refrigerator).
Pengukuran Kadar Kolesterol Pakan
Langkah pertama, yaitu 12 ml campuran alkohol:eter (3:1) dimasukkan ke
dalam tabung sentrifus 15 ml. Setelah itu, 0,2 gram pakan diambil dan
dimasukkan ke dalam campuran tadi perlahan-lahan. Tabung ditutup rapat-rapat
dan dikocok dengan vortex selama 1 menit, lalu didiamkan selama 30 menit. Lalu,
tabung disentrifugasi selama 3 menit menggunakan sentrifus klinis (kecepatan
rendah). Dekantasi dengan cara menuang supernatan ke dalam gelas piala 50 ml,
lalu sepernata diuapkan di dalam penangas air hingga mengering. Residu
diekstraksi dengan kloroform 2 kali dimana digunakan 2-2,5 ml kloroform tiap
kali ekstraksi dan dikocok perlahan, kemudian ekstrak dituangkan ke dalam
tabung berskala Volume dicukupkan hingga 5 ml dengan cara menambahkan
kloroform. Terakhir 3 tabung reaksi disiapkan dan diisi dengan larutan sebagai
berikut:
Bahan C S B
Ekstrak kloroform 5 mL - -
Standar kolesterol - 5 mL -
kloroform - - 5 mL
Asam asetat 2 mL 2 mL 2 mL
anhidrida
Asam sulfat pekat 0.1 mL 0.1 mL 0.1 mL
Tiap tabung dikocok, setelah itu tabung disimpan di ruang gelap selama 15
menit. Terakhir absorbansinya diukur pada λ 420 nm dan dihitung konsentrasi
kolesterol darah.
Adaptasi dan Pengelompokan Hewan Coba
Tikus Sprague Dawley jantan yang berusia 4-6 minggu dan sudah diberi
obat anthelmentik , ditempatkan di dalam kandang pada suhu konstan (±24⁰C),
dengan siklus gelap dan terang selama 12 jam dan diberi makanan dan air bersih
ad libitum. Tikus kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan
rumus Federer (n-1) (t-1) ≥ 15, dengan n adalah jumlah tikus per kelompok, t
adalah jumlah kelompok perlakuan
Setelah itu, pakan tikus diberikan serta ditimbang sisanya setiap hari. Alas
tikus berupa serbuk gergaji, diganti tiap 1-2 hari sekali sesuai kondisi. Lalu, bobot
badan tikus ditimbang setiap 2-3 hari sekali dan diamati kondisi klinis tikus. Tikus
yang sehat (bulu tidak berdiri, warna putih bersih, mata merah jernih, tinja tidak
lembek, dan tingkah laku normal) dapat dilanjutkan ke tahap perlakuan.
Selanjutnya.
Perlakuan Induksi Hiperlipidemia
Pertama-tama, tikus perlakuan diberi pakan tinggi lemak (HFD, high fat
diet) setiap hari selama 2 minggu. hewan coba diberi pakan sesuai dengan
kelompok pakan yang sudah dibuat. Tikus juga diberi PTU 0,01 % dosis 1 mg/kg
bb sebagai perlakuan. Kemudian, bobot badan tikus ditimbang setiap minggu
selama perlakuan dan pakan yang tersisa ditimbang setiap hari. Lalu, tikus
dilakukan pengambilan darah pada minggu ke-0 dan minggu ke-2. Setelah 2
minggu perlakuan, tikus dieuthanasi dan diambil hatinya.
Pengambilan Darah
Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 (sebelum induksi), saat
induksi, dan setelah induksi. Tahap pertama yang dilakukan, yaitu tikus yang
diambil darahnya paling sedikit 12 jam sebelum waktu pengambilan darah.
Sebelum melakukan pengambilan darah, tikus terlebih dahulu ditimbang bobot
badannya. Kemudian, alat-alat yang dipakai disterilkan dengan alkohol 70%.
Tikus kemudian dianestesi menggunakan Ketamin (70 mg/kgbb) dan Xylazina
(7secara intraperitoneal). Saat tikus berada dalam keadaan teranastesi, bagian ekor
yang akan diambil darahnya, dibersihkan dengan kapas alkohol mulai pangkal
hingga ujungnya. Darah lalu diambil dari vena ekor menggunakan spuit 1 CC.
Pastikan tangan praktikan yang mengambil darah berada dalam kondisi tidak
tremor dan terfiksasi untuk mencegah bergesernya posisi jarum dari vena. Jika
posisi spuit bergeser, bagian ekor dibiarkan terluka dan diambil darah yang
menetes dari daerah luka.
Ekor tikus diurut dengan jari agar darah terus menetes dan darahnya
ditampung dalam tabung yang telah disiapkan. Darah diambil kira-kira 2 ml per
ekor tikus (bobot badan 200-300 gram). Jika sulit diurut, ekor dapat dilumuri
sedikit minyak kelapa. Setelah selesai, bagian ekor yang dilukai dapat ditetesi
dengan betadine. Untuk mendapatkan serum, darah yang tertampung didiamkan
selama 15 menit dan untuk mendapatkan plasma, darah dimasukkan terlebih
dahulu antikoagulan. Tabung kemudian disentrifugasi selama 30 menit dengan
kecepatan 3000 rpm pada rotor dengan diameter 18 cm. Bagian yang jernih adalah
serum, sehingga dapat dipisahkan dengan menggunakan mikropipet. Pada akhir
periode percobaan, tikus dianestesi untuk diambil darahnya secara intrakardial.
Terminasi Hewan Coba, Pengambilan Organ dan Fiksasi Hati Tikus Putih
Perlakuan diakhiri dengan cara terminasi tikus menggunakan kloroform.
Tikus yang sudah tidak sadar lalu dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang
toraks sampai pubis, hingga terlihat organ-organ dalam tikus. Organ hati dan yang
lainnya dinekropsi, dibersihkan dengan NaCl 0,9 % (b/v) dingin dan ditimbang.
Bobot relatif organ hati dihitung dengan membagi organ tersebut terhadap berat
badan. Organ hati lalu ditiriskan di atas kertas saring, kemudian dimasukkan
dalam pot berisi larutan NaCl fisiologis untuk proses fiksasi atau larutan BNF
untuk pemeriksaan histopatologi.
Analisis Lipid Peroksida pada Hati
Langkah pertama yang dilakukan, yaitu 2 g hati dibilas dengan KCl
1,15 % dingin. Kemudian. dikeringkan dengan kertas saring. Lalu, hati
dihomogenkan menggunakan KCl dingin 1,15 % dengan konsentrasi 10 % b/v.
0,1 ml homogenate diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup
kemudian ditambahkan 0,2 ml SDS 8,1 % dan 1,5 ml asam asetat 20 % serta
diatur menjadi pH 3,5 oleh NaOH 1 M (sekitar 0,7 ml). Kemudian, larutan
ditambahkan 0,7 ml akuades dan 1,5 ml TBA 1 % dalam pelarut asam asetat 50 %.
Hasil didihkan selama 60 menit lalu didinginkan pada suhu kamar Hasil positif
ditandai dari terbentuknya warna merah muda. 1 ml akuades dan 5 ml
butanol:piridin (15:1 v/v) ditambahkan pada campuran dan dicampur
menggunakan vortex. Setelah itu, disentrifus pada 3000 rpm selama 15 menit.
Lapisan atas yang berwarna merah muda dipiindahkan ke kuvet. Terakhir, hasil
dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm.
Pengukuran Alanin Aminotransferase (ALT)
Langkah pertama yang dilakukan adalah 300 µL homogenat hati
ditambahkan 3000 µL reagen ALT. kemudian, campuran dihomogenkan dan
diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 1 menit. Absorbansinya diukur pada panjang
gelombang 340 nm dan hasilnya dicatat pada menit ke-1, menit ke-2, menit ke-3,
dan menit ke-4. Terakhir, kadar ALT dihitung dengan menerapkan hukum
Lambert-Beer
Pengukuran Aspartat Aminotransefrase (AST)
Langkah pertama yang dilakukan adalah 300 µL homogenat hati
ditambahkan 3000 µL reagen ALT. kemudian, campuran dihomogenkan dan
diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 1 menit. Absorbansinya diukur pada panjang
gelombang 340 nm dan hasilnya dicatat pada menit ke-1, menit ke-2, menit ke-3,
dan menit ke-4. Terakhir, kadar ALT dihitung dengan menerapkan hukum
Lambert-Beer.
Pengukuran Kadar Kolesterol Hati
Homogenat hati 10% dibuat dalam larutan KCl 1.5% dingin, kemudian 0.1
mL homogenate diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup.
Tabung ditambahkan 12 mL alkohol-eter (3:1) dan disentrifus atau diaduk
perlahan. Tabung ditutup dan dibiarkan selama 15 menit. Setelah itu, campuran
disentrifus selama 3 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan diambil dan
diuapkan hingga mengering. Lalu, residu ditambahkan 2-2.5 mL kloroform dan
aduk hingga residu larut. Residu kemudian dipindahkan ke tabung dan disentrifus
kembali. Sisa residu dengan 2-2.5 mL kloroform dan dimasukkan ke tabung
sentrifus Kembali, kamudian, volume ditambahkan hingga mencapai 5 mL dengan
kloroform. Campuran dibuat sesuai pada tabel di bawah ini.
Larutan Tabung A Tabung B Tabung C
Filtrat 5 mL - -
Standar kolesterol - 5 mL =
Kloroform - - 5 mL
Asetat anhidrida 2 mL
Asam sulfat pekat 0.1 mL
Standar dibuat dalam berbagai konsentrasi antara lain 0; 0.02; 0.04; 0.08;
dan 0.1 mg/mL setelah itu, campuran tersebut dikocok dan inkubasi selama 15
menit di ruang gelap. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 420 nm.
Terakhir, kadar kolesterol hati dihitung dan disimpulkan hasil yang didapat.

HASIL

Hasil pengukuran kadar kolesterol pada pakan standar dan pakan


hiperlipidemia menunjukkan kadar yang berbeda. Tabel berikut menunjukkan
hasil pengukuran kadar kolesterol tikus yang diberi dua jenis pakan berbeda
selama periode perlakuan (Tabel 1).

Tabel 1. Kadar kolesterol pakan tikus


Jenis pakan Kadar kolesterol (mg/dl)
Pakan standar (297.5 gram) 100
Formula rata - rata (3% 19.4
kolesterol (10.5 gram); 10%
lemak kambing (17.5 gram)
dan gula (17.5 gram); 2%
minyak kelapa (7 gram)
Contoh Perhitungan:
���������� ������
[Kadar kolesterol] = ���������� �������
× Konsentrasi standar
0,359
= 2.262
× 1 mg/mL
= 0.159 mg/mL = 15.9 mg/dL
�1 + �2 + �3 15.9 + 9.8 + 13.1
Kadar kolesterol rata - rata = 3
= 3
= 19.4 mg/dL

Tabel 2. Bobot badan tikus selama percobaan


Waktu penimbangan Bobot badan tikus control Bobot badan tikus
(gram) perlakuan (gram)
Awal masa adaptasi 114 98
Akhir masa adaptasi/awal 124 145
masa perlakuan
Minggu ke-2 130 167
Minggu ke-3 138 200
Sebelum nekropsi 145 215
Volume PTU yang diinjeksikan : 1,5-2,2 mL

Selama masa adaptasi, tepatnya pada hari ke-4 dan 5 tikus mengalami
kerontokan di bagian punggung, dan dilanjutkan dengan rontok di bagian samping
muka. Namun, pada hari ke-6 bulu tikus sudah mulai tumbuh kembali. Kondisi
umum tikus perlakuan selama 3 Minggu masa perlakuan, selalu dalam kondisi
normal, dan tidak terjadi kerontokan, kejang, kesulitan makan, maupun feses yang
tidak normal.

Tabel 3. Pengambilan darah tikus perlakuan


Minggu ke- Volume darah total Volume serum Persentase serum
(mL) (mL) (%)
0 0.5 0.2 40
4 sebelum 1.5 0.8 53,34
nekropsi
Contoh perhitungan
������ �����
Persentase serum: ������ ����ℎ x 100%
0.5 ��
Persentase serum: 0.2 ��
x 100%
Persentase serum: 40%

Gambar 1 Kondisi hati tikus kontrol (kiri) dan perlakuan (kanan) setelah nekropsi

Gambar 1 menunjukkan kondisi hati dari tikus kontrol dan tikus perlakuan.
Berat hati tikus kontrol sebesar 7,47 gram, sedangkan berat tikus perlakuan
sebesar 11,34 gram. Terlihat beberapa perbedaan di antara keduanya bahwa hati
tikus perlakuan terlihat lebih besar dan lebih berlemak dibandingkan hati tikus
kontrol.

Gambar 2 Kurva standar tetrametoksipropana (TMP) hasil praktikum


Gambar 3 Kurva standar tetrametoksipropana (TMP) (Weni 2014)

Tabel 4 Konsentrasi malondialdehida (MDA) pada tikus percobaan


Jenis Jenis sampel Tabung Absorbansi [MDA]
perlakuan (mg/dL)
Kontrol Serum darah Blanko 0 -0.069
Sampel (control) 1.1475 13.273
Homogenat hati Blanko 0 -0.069
Sampel (control) 1.123 12.988
Perlakuan Serum darah Blanko 0 -0.069
Sampel (perlakuan) 0.869 10.035
Homogenat hati Blanko 0 -0.069
Sampel (perlakuan) 0.113 1.244
Contoh perhitungan : (Berdasarkan persamaan Weni 2014)
y = 0.086x + 0.006
1.1475 = 0.086 x + 0.006
x = 13.273
Tabel 5 Konsentrasi kolesterol hati tikus percobaan
Tabung Absorbansi [kolesterol] (mg/dL)
Blanko 0.000 0
Standar 0.088 100
Sampel Kontrol 0.014 15.9
Sampel Perlakuan 0.461 523.9
Contoh perhitungan:
[kolesterol] = (Abs. Sampel/Abs. Standar) x [standar]
[kolesterol sampel perlakuan] = (0.461/0.088) x 100. = 523.9

Tabel 6 Konsentrasi ALT pada hati tikus setelah induksi pakan tinggi kolesterol
Tabung Absorbansi (λ = 340 nm) [ALT]*
Menit ke-1 Menit ke-2 Menit ke-3 A/min (IU/mL)
Tikus 1.818 1.318 1.145 0.337 595,87
control
Tikus 1.932 1.747 0.639 0.647 1143
perlakuan
Contoh perhitungan:
��
[ALT] = ��� × 1768
(�1−�2)+(�2−�3)
[ALT] tikus kontrol = 2
× 1768
(1.818−1.318)+(1.318−1.145)
[ALT] tikus kontrol = 2
× 1768
[ALT] tikus kontrol = 0.337 x 1768 = 595,87 IU/mL

Tabel 7 Konsentrasi AST pada hati tikus setelah induksi pakan tinggi kolesterol
Tabung Absorbansi (λ = 340 nm) [AST]*
(IU/L)
Menit ke-1 Menit ke-2 Menit ke-3 A/min
Tikus 1.317 1.312 1.311 0.003 5304
control
Tikus 0.878 0.878 0.875 0.0015 2652
perlakuan
Contoh perhitungan:
��
[ALT] = ��� × 1768
(�1−�2)+(�2−�3)
[ALT] tikus kontrol = 2
× 1768
(1.317−1.312)+(1.312−1.311)
[ALT] tikus kontrol = 2
× 1768
[ALT] tikus kontrol = 0.003 x 1768 = 5.304 IU/mL
[ALT] tikus kontrol = 5304 IU/ L

PEMBAHASAN

Kolesterol merupakan suatu lipid amfipatik yang membentuk komponen


struktural esensial pada membran sel dan lapisan luar lipoprotein plasma.
Kolesterol di dalam plasma darah bergabung dengan senyawa lipid non polar dan
protein untuk membentuk lipoprotein sehingga dapat diangkut ke berbagai
jaringan dan organ tubuh untuk digunakan dan disimpan (Fransiska et al. 2020).
Empat kelompok utama lipoprotein yaitu Trigliserida (TG), Very Low Density
Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein
(HDL). Dislipidemia merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan kadar
kolesterol plasma, trigliserida, LDL, dan penurunan kadar HDL. Kadar kolesterol
yang tinggi merupakan salah satu faktor risiko bagi penyakit diabetes mellitus.
American Diabetes Association menyatakan ketika gula darah tinggi, kadar
kolesterol juga ikut tinggi. Dislipidemia yang dibiarkan dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi kardiovaskular, salah satunya adalah aterosklerosis
(Fransiska et al. 2020).
Konsentrasi kolesterol hati tikus percobaan dilakukan dengan metode
Lieberman-Burchard, dimana pada metode ini, kolesterol total berupa kolesterol
bebas dan ester kolesterol diekstraksi. Jumlah kiolesterol ditentukan kolorimetris
dengan menerapkan reaksi Liebermann-Burchard dan dibandingkan dengan
larutan standar kolesterol yang diketahui. Reaksi Liebermann-Burchard lu
ujimerupakan dasar penentuan fotometri kolesterol. Kolesterol dilarutkan dalam
kloroform direaksikan dengan asetat anhidrat dan sedikit asam sulfat pekat akan
terjadi pewarnaan yang selanjutnya dapat dianalisis menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm. Prinsip dari metode ini
adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan asam sulfat pekat
dan asetat anhidrat ke dalam larutan kolesterol dan kloroform, dimana reaksi yang
terjadi yaitu, diawali dengan protonasi gugus hidroksil dalam kolesterol yang
menyebabkan lepasnya air untuk menghasilkan ion karbonin 3,3 kolestadiena,
yang selanjutnya akan dioksidasi oleh ion sulfit dan membentuk senyawa
kromofor asam kolestaheksaena sulfonat (maulina 2013).
Enzim Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase
(AST) merupakan beberapa enzim yang digunakan sebagai indikator kerusakan
hati (Antai et al. 2009; Hegazy dan Fouad 2015). Keduanya merupakan enzim
intrasel yang dapat dijadikan sebagai indikator penurunan fungsi detoksifikasi,
glikogenesis, serta produksi enzim dan protein plasma yang penting dalam
regulasi fungsi sistem tubuh di hati. AST berperan dalam mengubah aspartat dan
α-ketoglutarat menjadi oksaloasetat dan glutamat. Menurut Hozaimah (2007),
enzim AST berada di sel parenkim hati dan dapat dijumpai di jantung, otot skelet,
dan ginjal. Jika jaringan tersebut mengalami kerusakan akut, kadar AST dalam
serum meningkat. Peningkatan kadar AST terjadi karena pelepasan enzim secara
intraseluler ke dalam darah yang disebabkan oleh nekrosis sel-sel hati atau adanya
kerusakan hati secara akut. Peningkatan aktivitas AST menunjukkan bahwa hati
telah bekerja lebih keras. Hal ini dapat terjadi karena penyakit, banyaknya
senyawa toksik yang masuk ke dalam tubuh, termasuk obat obatan, atau
kerusakan sel-sel hati akibat degenerasi (Basten, 2010; Pagana dan Pagana 2014).
ALT berfungsi untuk mengkatalisis pemindahan amino dari alanin ke α-
ketoglutarat dan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengiriman karbon
dan nitrogen dari otot ke hati. ALT merupakan enzim yang diproduksi di dalam
sel hati, sehingga banyak dijumpai pada organ hati terutama pada mitokondria dan
sedikit ditemui dalam jantung serta otot-otot skelet jika dibandingkan dengan AST.
oleh karena itu, enzim ini lebih spesifik ditemukan pada hepar terutama di
sitoplasma sel-sel parenkim hepar (Kendran et al. 2017). Kenaikan kadar ALT
terjadi akibat kerusakan sel-sel hati oleh virus, obat-obatan atau toksin. Kenaikan
kembali atau bertahannya enzim ALT yang tinggi menunjukkan berkembangnya
kelainan dan nekrosis hati. Kadar ALT merupakan ukuran nekrosis hepatoseluler
yang paling spesifik dan banyak digunakan. Pada kerusakan hati akut,
peningkatan ALT lebih besar daripada AST sehingga ALT bisa dipakai sebagai
indikator untuk melihat kerusakan sel. Kadar ALT juga lebih sensitif dan spesifik
daripada kadar AST dalam mendeteksi penyakit hati (Wibowo et al. 2007).
Malondialdehid (MDA) adalah senyawa dialdehida yang merupakan
produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh, konsentrasi MDA yang tinggi
menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel (Ayuningati et al. 2018).
Tingginya kadar kolesterol dalam darah dapat meningkatkan risiko terjadinya
oksidasi lipid dan produksi MDA. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa kolesterol
LDL yang teroksidasi adalah salah satu faktor utama dalam pembentukan MDA
dalam tubuh. Ketika kolesterol LDL teroksidasi, molekulnya dapat mempercepat
oksidasi lemak yang lain di dalam sel dan merangsang produksi MDA. MDA
kemudian dapat memperburuk kondisi kolesterol LDL teroksidasi dan
meningkatkan kerusakan seluler pada pembuluh darah, yang dapat berkontribusi
terhadap perkembangan aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular (Muslihar
2005).
Hiperlipidemia terjadi ketika konsentrasi lipid tinggi yang ditandai dengan
meningkatnya trigliserida, LDL (low density lipoprotein), dan kolesterol darah
melebihi batas normal (Nuralifah et al. 2020). Pakan standar digunakan untuk
memberikan nutrisi kepada mencit sesuai dengan pakan pada keadaan normalnya.
Menurut Hardiningsih dan Nurhidayat (2006), pakan standar sebenarnya
mengandung kolesterol yang cukup tinggi, akan tetapi konsentrasi tersebut
kemungkinan dipengaruhi oleh senyawa sterol lain yang ikut terbaca serapannya.
Sehingga perlu tambahan bahan dengan kandungan kolesterol yang tinggi seperti
kuning telur, minyak sayur, dan lemak kambing agar dapat menginduksi hewan
coba untuk mendapatkan hewan coba dengan kondisi hiperlipidemia.
Pakan hiperlipidemia dibuat dengan tujuan untuk menjadikan kadar
kolesterol pada tikus berlebih (Nuralifah et al. 2020). Pakan tinggi kolesterol
bersumber dari kuning telur, daging, hati, dan otak. Kuning telur mengandung
220-250 mg kolesterol dan lemak jenuh yang dapat meningkatkan kadar
kolesterol darah. Induksi kuning telur ayam mampu meningkatkan kadar
kolesterol plasma darah tikus secara bermakna (Hariaji 2019). Lemak kambing
dapat meningkatkan kadar kolesterol dan berat badan pada tikus uji. Lemak
kambing termasuk sumber kolesterol hewani dan lemak yang dapat meningkatkan
kandungan kolesterol total dan trigliserida dalam darah (Tubagus et al. 2015).
Kadar konsentrasi kolesterol baik pada tubuh atau makanan penting untuk
diukur. Berdasarkan hasil perhitungan kadar kolesterol pakan tikus (Tabel 1)
menunjukkan kandungan kadar kolesterol pakan standar sebesar 100 mg/dL
dengan konsentrasi sebanyak 75%. Hasil perhitungan rata - rata kandungan kadar
kolesterol pakan hiperkolesterolemia sebanyak 19.4 mg/dL. Komposisi
hiperkolesterolemia yang digunakan yaitu 3% kolesterol dari kuning telur, 2%
kolesterol dari minyak sayur, dan 10% kolesterol yang berasal dari lemak
kambing dan gula.
Pakan kolesterol yang telah dibuat kemudian diberikan kepada tikus untuk
meningkatkan kadar kolesterol pada tikus sehingga terjadi hiperlipidemia. Tikus
jantan jenis wistar berwarna putih dikandangkan secara individu sesuai dengan
kaidah-kaidah pemeliharaan hewan untuk percobaan. Setelah dilakukan adaptasi
selama satu minggu dan telah mencapai berat 167 g, maka dilakukan perlakuan
terhadap tikus, yaitu pemberian pakan tinggi kolesterol selama 3 minggu. Selama
pemberian pakan kolesterol tikus juga diberikan Propylthiouracil (PTU) yang
merupakan obat induksi yang digunakan untuk membuat hewan dalam kondisi
hipotiroid dengan dosis 1 mg/ kg bb.
Pada hari ke 0 perlakuan dilakukan pengambilan darah tikus untuk
dievaluasi kadar serum darah tikus. Pada hari terakhir penelitian tikus dipuasakan
12 jam kemudian dilakukan pengambilan darah dan dievaluasi sesuai dengan
protokol penelitian. Perkembangan berat badan tikus selama 3 minggu disajikan
pada Tabel 2. Penambahan berat badan selama 3 minggu menunjukkan tikus
dengan perlakuan memiliki bobot badan yang lebih tinggi dari tikus kontrol.
Terjadi kenaikkan berat badan yang bermakna pada minggu ke-3 penelitian. Hasil
ini menunjukkan bahwa data yang didapat sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bogoriani dan Ratnaruiani (2015), bahwa bobot tikus setelah
pemberian perlakuan berupa pemberian pakan kolesterol menunjukkan
peningkatan bobot badan yang signifikan pada bulan ke-2 pemberian pakan.
Menurut penelitian Wani 2014, kadar MDA dapat diukur dengan
spektrofotometer yang memiliki panjang gelombang 532 nm. Kurva standar yang
digunakan adalah larutan 1,1,3,3-tetrametoksipropana (TMP) dengan berbagai
konsentrasi. TMP merupakan senyawa turunan MDA yang cukup stabil.
Persamaan garis linear yang didapat adalah y=0.086x+0.006 dengan nilai R2 =
99.8%. Nilai pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 532 nm tidak
berbanding lurus dengan jumlah MDA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan
yang didapat dari penelitian Wani 2014, kadar MDA dapat diukur dengan
persamaan y=0.086x+0.006, Nilai pengukuran absorbansi pada panjang
gelombang 532 nm tidak berbanding lurus dengan jumlah MDA yang terbentuk.
Hasil perhitungan (Tabel 4) menunjukkan kandungan MDA pada serum kontrol
sebesar 1.123 dan kandungan MDA pada homogenat hati sebesar 1.1475.
Selanjutnya, hasil percobaan pada serum perlakuan sebesar 10.035 dan kandungan
MDA pada homogenat hati perlakuan sebesar 1.244.
Malondialdehida (MDA) termasuk salah satu hasil peroksidasi lipid yang
sering digunakan untuk mengukur stres oksidatif. Terjadinya komplikasi kronik
pada DM tidaklah terlepas dari adanya stres oksidatif. Banyak dilaporkan bahwa
kadar MDA meningkat pada penderita diabetes mellitus (DM) (Muslihar 2005).
Berdasarkan hasil tersebut, tikus kontrol memiliki kandungan MDA lebih banyak
daripada tikus perlakuan. Hal ini dapat terjadi karena terdapat faktor lain yang
terjadi seperti tikus kontrol memiliki stres oksidatif lebih tinggi daripada tikus
percobaan.
Kadar kolesterol total darah tikus kontrol dan perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 5, bahwa kadar kolesterol total homogenat hati tikus setelah diberi
perlakuan menunjukkan kadar yang lebih tinggi dari pada tikus kontrol. Kadar
kolesterol pada tikus perlakuan sebesar 532,9 mg/dl sedangkan tikus kontrol
hanya sebesar 15.9 mg/dl. Kadar normal kolesterol dalam darah berkisar antara
150-200 mg/dL. Apabila kadar kolesterol melebihi nilai tersebut, maka dinamakan
hiperkolesterolemia. Kadar kolesterol dalam darah >200 mg/dl meningkatkan
risiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 1,8 kali lebih besar
dibandingkan dengan kolesterol darah <200 mg/dl (Yani 2015). Kadar kolesterol
tikus dengan perlakuan pakan tinggi kolesterol menunjukkan hasil dengan kadar
kolesterol yang jauh diatas normal. Hal ini menunjukkan bahwa tikus mengalami
hiperkolesterolemia atau hiperlipidemia. Dimana pakan tinggi kolesterol yang
digunakan berhasil meningkatkan kadar kolesterol dalam darah dan hati tikus
sehingga tikus mengalami hiperlipidemia.
Kadar normal enzim ALT pada tikus berada pada rentang 17.5-30.2 IU/L.
Menurut Rahimah et al. (2020), kadar normal AST tikus jantan 42.9-67.4 IU/L
dan betina 34.2-61.6 IU/L. Hasil pengukuran enzim ALT hati tikus kontrol dan
perlakuan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil pengujian
menghasilkan kadar AST pada tikus kontrol sebesar 595,87 IU/mL dan kadar
ALT pada tikus perlakuan adalah 1143 IU/mL. Data tersebut menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan kadar ALT yang sangat jauh melebihi kadar normalnya. Hal
tersebut menandakan bahwa terjadi kerusakan hati pada tikus kontrol maupun
tikus perlakuan.
Kadar normal enzim AST pada tikus, yaitu 45.7-80.8 IU/L. Menurut
Rahimah et al. (2020), kadar normal AST tikus jantan 92.3-122.5 IU/L dan betina
82.7-139.6 IU/L. Menurut Pilichos et al. (2004), nilai kadar normal AST pada
serum darajh tikus putih berkisar antara 19.3-68.9 IU/L. Menurut Wibowo et al.
(2007), aktivitas kadar enzim nilai AST yang normal pada tikus adalah 141 ± 67.4
IU/L. Hasil pengukuran enzim AST hati tikus kontrol dan perlakuan pada
praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil pengujian menghasilkan kadar
AST pada tikus kontrol sebesar 5304 IU/L dan kadar AST pada tikus perlakuan
adalah 2652 IU/L. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar
AST jauh melebihi kadar normalnya. Hal tersebut menandakan bahwa terjadi
kerusakan hati pada tikus kontrol maupun tikus perlakuan.
Pakan tinggi kolesterol memberikan pengaruh terhadap profil klinis tikus
seperti pada bobot badan, darah, dan hati. Menurut Hotimah 2003, pemberian
campuran lemak dan PTU (propiltiourasil) ke dalam makanan tikus dapat
meningkatkan kolesterol tikus. Pakan tinggi kolesterol ini dapat disebut pakan
hiperkolesterolemia (Hardiningsih dan Nurhidayat 2006). Data praktikum
menunjukkan bahwa berat badan tikus sebelum diberi pakan hiperkolesterolemia
sebesar 98 gram, kemudian diberi perlakuan dengan pakan hiperkolesterolemia
selama 2 minggu dan menunjukkan peningkatan bobot badan menjadi 215 gram.
Data tersebut didukung oleh pernyataan bahwa pemberian pakan
hiperkolesterolemia dapat meningkatkan perkembangan bobot badan tikus,
sebagaimana ditemukan dalam penelitian Hardiningsih dan Nurhidayat (2006).
Menurut Permatasari et al. 2021, pemberian pakan hiperkolesterolemia
pada tikus dapat meningkatkan kadar kolesterol pada darah sehingga kadar
kolesterol darah meningkat. Pemberian pakan kolesterol pada tikus juga
mempengaruhi organ hati, kadar kolesterol yang terlalu banyak pada hati, dapat
menyebabkan kerusakan sel hati (nekrosis hati yang ditandai karioreksis,
kariolisis, inti piknotik), serta melebarnya sinusoid (Surasa et al. 2014).
Uji hiperlipidemia pada hewan coba diatur oleh komite etik dan kode etik.
Sebelum melakukan kegiatan uji coba hewan, harus mendapatkan terlebih dahulu
persetujuan dari komite etik untuk menghindari dari berbagai masalah terhadap
hewan coba. proses pratikum pada uji hewan harus di lakukan dengan prosedur
3R ( reduction, replacement,dan refinement ) dan azas 5F terutama Freedom from
pain, Freedom from distress & discomfort dari aspek kesejahteraan hewan.
Prosedur ini digunakan untuk membantu dalam proses pemudahan dalam
melakukan pratikum hewan coba. Prosedur 3R dan 5F berperan penting dalam
melakukan pratikum hewan coba untuk mengurangi rasa sakit hewan coba,
meminimalisir penggunaan hewan coba, mempersiapkan berbagai literatur untuk
meningkatkan keberhasilan terhadap hewan coba) (Joko 2014).

SIMPULAN
Praktikum induksi hiperlipidemia dilakukan dengan menggunakan tikus
putih sebagai hewan coba. Tikus percobaan kemudian dinekropsi untuk diambil
organ hatinya dan diuji konsentrasi MDA, kolesterol, AST, dan ALT.Tikus
perlakuan induksi hiperlipidemia pada praktikum ini memiliki kadar kolesterol,
ALT, dan AST yang lebih tinggi dari kadar normal. Namun, konsentrasi MDA
pada tikus perlakuan lebih rendah dibandingkan tikus kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa tikus kontrol lebih mengalami stress oksidatif.
DAFTAR PUSTAKA

Adhiyani C. 2013. Hubungan usia dan konsumsi makanan berlemak dengan


kolesterol total pada lansia di Kelurahan Serengan Surakarta. Program
Diploma Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta. Surakarta.
Antai AB, Eyong MU, Eteng EH. Itam M. Eko M, Ita SO. 2009. Serum protein
and enzyme levels in rats following administration of ethanolic leaf extract
of Ageratum conyzoides (Goat Weed). Nig J Physiol Sci. 24(2): 117-120.
Ayuningati LK, Murtiastutik D, Hoetomo M. 2018. Perbedaan kadar
malondialdehid (mda) pada pasien dermatitis atopik dan nondermatitis
atopik. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 30(1): 58-66.
Basten, G. 2010. Introduction to clinical biochemistry: Interpreting blood results.
Denmark: Ventus Publishing ApS. Frederiksberg.
Benjamin EJ, Blaha MJ, Chiuve SE, Cushman M, Das SR, Deo R. 2017. Heart
disease and stroke statistics. Circulation. 135(10):e146-e603. doi:
10.1161/CIR.0000000000000485.
Bogoriani NW, Ratnaryan. Efek berbagai minyak pada metabolisme kolesterol
terhadap tikus wistar. Jurnal Kimia. (9)1: 53-60.
Chairunnisa NH. 2015. Efectivity of roselle extract (Hibiscus sabdariffa L.) as
treatment for hyperlipidemia. Jurnal Majority. 4(4): 1-10.
Fransiska I, Indahyani DE, Handayani AT. 2020. Kadar kolesterol pada mencit
(Mus musculus) diabetes setelah konsumsi ekstrak rumput laut coklat
(phaeophyta). E-Journal Pustaka Kesehatan. 8(1): 36-42.
Handoko T, Suyatna FD. 2007. Hipolipidemik. Jakarta: Farmakologi FKUI Press.
Hardiningsih R, Nurhidayat N. 2006. Pengaruh pemberian pakan
hiperkolesterolemia terhadap bobot badan tikus putih wistar yang diberi
bakteri asam laktat. Biodiversitas. 7(2): 127-130.
Hariaji I. 2019. Khasiat jus buah pepaya terhadap kadar kolesterol total dan
malondialdehida pada tikus hiperkolesterolemia. Buletin Farmatera. 4(1):
29-41.
Heegazy AMS, Fouad UA. 2015. Evaluation of lead hepatotoxycity: histological,
histochemical and ultrastructural study. Forensic Med Anat Res. 2: 70-79.
Hotimah B. 2003. Efek pemberian minuman benalu teh terfermentasi Scurrula
atropurpurea (bl.) dans oleh konsorsium Acetobacter saccharomyces
terhadap tikus putih hiperkolesterolemia. [skripsi]. Bogor: IPB University.
Hozaimah S. 2007. Kadar SGOT dan SGPT pada tikus putih (Rattus novegicus)
akibat konsumsi minyak jelantah bermerek dan tidak bermerek dari
beberapa kali penggorengan. J Farmasi. 5: 10-19.
Kendran AAS, Arjana AAG, Pradnyantari AASI. 2017. Aktivitas enzim alanine-
aminotransferase dan aspartate aminotransferase pada tikus putih jantan
yang diberi ekstrak buah pinang. Buletin Veteriner Udayana. 9(2):132-138.
Maulia G. 2013. Biokimia Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Middleton EC, Kandaswami, Theoharides. 1998. The effects of plant flavonoids
on mammalian cells: implications for inflammation, heart disease, and
cancer. Pharmacological Reviews. 52: 673-571.
Muslihar N. 2005. Hubungan antara kadar fraksi lipid dengan malondialdehide
pada penderita diabetes mellitus tipe 2 [tesis]. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Naim MR, Sulastri S, Hadi S. 2019. Gambaran hasil pemeriksaan kadar kolesterol
pada penderita hipertensi di rsud syekh yusuf kabupaten gowa. Jurnal
Media Laboran. 9(2): 33-38.
Nuralifah, Parawansah W, Shintia UD. 2020. Uji aktivitas antihiperlipidemia
ekstrak etanol daun notika (Arcboldiodendron calosericeum Kobuski)
terhadap kadar kolesterol total tikus (Rattus norvegicus) jantan galur
wistar. Journal Syifa Sciences and Clinical Research. 2(1): 1-10.
Pagana KD, Pagana TJ.. 2014. Mosby’s manual of diagnostic and laboratory tests.
ed ke-5. Missouri (USA):Elsevier Inc.
Permatasari SNI, Samsuri, Kendran AA. 2021. Peningkatan kadar kolesterol darah
tikus putih yang diberikan pakan imbuhan ragi tape. Indonesia Medicus
Veterinus. 10(1): 21-29.
Pilichos CJ, Kouerinis LA, Zografos GC, Korkolisa DP, Prexa AA, Gazouli M,
Menenakos EI. 2004. Management of carbon tetrachloride induced acute
liver injury in rats by syngeneic hepatocyte transplantation in splen and
peritoneal cavity. World Journal of Gastroenterol. 10(14):2099-2112.
Rahimah, S, Dzulkifli, Suwahyuni, Aksa R, Salampe M, dam Awaluddin A2021.
Uji toksisitas subakut ekstrak etanol daun asam jawa dosis efektif sebagai
antihiperglikemia terhadap kadar AST, ALT, dan kreatinin tikus (Rattus
norvegicus). Jurnal Farmasi Indonesia. 18(1):25-31.
Surasa NJ, Utami NR, Isnaeni W. 2014. Struktur mikroanatomi hati dan kadar
kolesterol total plasma darah tikus putih strain wistar pasca suplementasi
minyak lemuru dan minyak sawit. Biosaintifika 6(2): 1-11
Tavafi M. 2013 Nefropati diabetik dan antioksidan. J Nefropati. 2:20–7.
Tubagus TA, Momuat LI, Pontoh JS. 2015. Kadar kolesterol plasma tikus wistar
pada pemberian ekstrak etanol dan heksana dari daun gedi merah
(Abelmoschus manihot L.). Jurnal MIPA Unsrat. 4(1): 63-68.
Weni M. 2014. Aktivitas penghambatan ekstrak sirih merah (Piper crocatum)
terhadap pembentukan malondialdehida (mda) dan enzim tirosinase
[skripsi]. Bogor: IPB University.
Wibowo AW, Masclachch L, Bijanti. 2007. Pengaruh pemberian perasaan buah
mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap kadar SGOT dan SGPT tikus
putih (Rattus norvegicus) dengan diet tinggi lemak. J Veterineria Medika.
1:1-5
Zohreh R. 2012 Polimorfisme penyisipan/penghapusan (I/D) ACE dan nefropati
diabetik. J Nephropathol.1 :143–51.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi selama praktikum

Anda mungkin juga menyukai