Anda di halaman 1dari 6

POTENSI TANAMAN KETEPENG (SENNA ALATA) SEBAGAI WOUND DRESSING

BAB I

Pendahuluan

a. Latar Belakang
- Bahas wound dressing
Defenisi
Gunanya untuk luka
Angkat masalah harga wound dressing yg mahal
- Ketepeng sebagai solusi
Definisi
Tanaman sejenis apa
Kandungannya apa
Hubungannya untuk penyembuhan luka
Berapa persen tingkat penyembuhan luka nya
b. Perumusan Masalah
c. Tujuan
d. Manfaat Penulisan

Ini u/ paragraph 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manajemen luka telah menjadi masalah penting yang menghabiskan biaya


miliaran dolar di seluruh dunia, dengan meningkatnya perhatian yang terfokus pada
pengembangan balutan luka. Pembalut luka adalah jenis bahan yang menutupi luka untuk
melindunginya dari kerusakan dan mempercepat penyembuhan (Dong dan Guo, 2021).
Sampai saat ini, banyak pembalut luka telah dikembangkan untuk mengobati berbagai
jenis luka, dan dapat di klasifikasikan menurut bentuknya seperti kain kasa, hydrogen,
busa, dll.

Pembalut luka adalah bantalan bersih yang diletakkan di atas luka yang berfungsi
untuk melindungi luka dari mikroorganisme dan mempercepat penyembuhannya.
Pembalut luka adalah salah satu aspek fundamental pertolongan pertama, perawatan
kesehatan, dan keperawatan. Pembalut luka digunakan secara teraupetik untuk menjaga
luka tetap bersih, melindungi dan membantu penyembuhan tubuh. Dalam bentuknya yang
paling sederhana, proses membalut luka terdiri dari membersihkan luka, mengoleskan
pembalut yang bersih, dan mengamankan dengan perban.

Indonesia termasuk negara dengan sumber daya alam melimpah yang dapat
dimanfaatkan dalam bebagai bidang. Salah satu contoh pemanfaatannya adalah dalam
bidang kesehatan, seperti obat-obatan herbal, aromaterapi menggunakan tumbuhan
anggrek maupun citrus, hidroterapi, dll. Pemanfaatan SDA sebagai alternatif pengobatan
dan terapi dapat menjadi pilihan untuk mengurangi biaya impor obat-obatan yang
tergolong mahal. Tumbuhan tradisional dapat menjadi salah satu pilihan untuk
pengobatan atau terapi termasuk perawatan luka.

Karakteristik tanaman yang dapat digunakan sebagi alternatif penyembuhan luka


yaitu mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, terpenoid,
dan steroid (Dewi dan Wicaksono, 2020). Flavonoid merupakan bioaktif dari tumbuhan
yang dmanfaatkan dalam aktifitas farmakologis, seperti antioksidan, penangkal radikal
bebas, pencegahan penyakit jantung koroner, hepatoprotektif, anti-flamasi, aktifitas anti-
kanker, dan pertumbuhan. Selain itu, flavonoid menjadi sumber penting produk baru
dengan potensi yaitu perawatan luka kulit (Carvalho dkk, 2021). Salah satu tumbuhan
yang memiliki kandungan bioaktif flavanoid adalah Daun Ketepeng. Daun ketepeng
merupakan salah satu bahan aktif alami yang mengandung alkaloid, saponin, flavonoid,
karbohidrat, glikosida, tanin, triterpenoid dan turunan antrakuinon (Asmah,
Halimatussakdin, dan Amna, 2020).

Berdasarkan pernyataan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian


mengenai “Potensi Daun Ketepeng (Cassia Alata L.) sebagai Wound Dressing”.

B. Rumusan Masalah

Sebagaimana yang telah diuraikan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah
pada karya tulis ilmiah ini adalah pemanfaatan Sumber Daya Alam di Indonesia yang dapat
dijadikan sebagai alternatif wound dressing dalam perawatan luka dengan menggunakan
Daun Ketepeng.

C. Tujuan Penelitian

Agar dapat menggambarkan bagaimana potensi daun ketepeng sebagai perawatan


luka dengan menggunakan altenatif wound dressing.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, hasil dari karya tulis ini diharapakan dapat meningkatkan pengetahuan
peneliti dan menjadi pengalaman belajar bagi peneliti tentang potensi daun ketepeng
(Cassia alata, L) sebagai perawatan luka dengan menggunakan alternatif wound
dressing.

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan, hasil dari karya tulis ilmiah ini diharapkan
dapat menjadi manfaat dan masukan dalam ilmu keperawatan dan dapat membantu
dalam melakukan perawatan luka pada klien dengan alternatif wound dressing
sehingga dapat mengurangi bertambahnya angka kesakitan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Luka
Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan
(Kartika, 2015). Menurut Handi Purnama dkk (2017), luka merupakan suatu bentuk
kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas
(sepert bahan kimia, air panas, api, radiasi, dan listrik), hasil tindakan medis maupun
perubahan kondisi fisiologis. Luka menyebabkan gangguan pada fungsi dan struktur
anatomi tubuh.
Luka dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, antara lain:
1. Tindakan terhadap luka yaitu luka disengaja dan tidak disengaja
2. Integritas luka dibedakan menjadi luka tertutup dan luka terbuka
3. Berdasarkan mekanisme luka dibagi atas:
a. Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam.
b. Luka bersih (aseptik) secara umum tertutup oleh sutura setelah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
c. Luka memas (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
d. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekkan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
e. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
f. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti kaca
atau oleh kawat.
g. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
h. Luka bakar adalah kerusakan jaringan kulit yang disebabkan oleh sesuatu yang
panas (bersifat membakar) yang menimbulkan panas berlebihan. (Ismail dalam
Sari, 2020)

Penyembuhan luka adalah proses kompleks yang melibatkan aktivitas


bioseluler dan biokimiawi yang berkelanjutan. Kombinasi antara respon vaskular,
aktivitas seluler, dan pembentukan senyawa kimia sebagai mediator di lokasi luka
merupakan komponen yang saling terkait dalam proses penyembuhan luka. Saat
terjadi luka, tubuh memiliki mekanisme untuk memperbaiki komponen jaringan
yang rusak dengan membuat struktur fungsional baru. Proses penyembuhan luka
tidak hanya terbatas pada proses regenerasi lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor endogen seperti usia, nutrisi, imunologi, asupan obat dan status metabolik.
Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi lima tahap: homeostasis, inflamasi,
migrasi, proliferasi, dan maturasi.

Homeostasis memiliki peran protektif dalam membantu penyembuhan luka.


Pelepasan protein yang mengandung eksudat ke dalam luka menyebabkan
vasodilatasi dan pelepasan histamin dan serotonin. Ini memungkinkan sel fagositik
memasuki area yang rusak dan menelan sel mati (jaringan nekrotik). Selama fase
inflamasi, terjadi edema, ekimosis, kemerahan, dan nyeri. Inflamasi terjadi karena
dimediasi oleh sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan, dan efek reseptor.
Selanjutnya adalah tahap migrasi. Ini adalah saat sel epitel dan fibroblas bermigrasi
ke area yang rusak untuk menggantikan jaringan yang rusak atau hilang. Sel ini
meregenerasi dari tepi dan tumbuh secara cepat di daerah luka pada bagian yang
telah tertutup darah beku bersamaan dengan pengerasan epitel.

Tahap proliferatif terdiri dari angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi,


dan re-epitelisasi. Jaringan granulasi dibentuk oleh pembuluh darah kapiler dan
limfatik ke dalam luka dan kolagen yang disintesis oleh fibroblas , yang memberi
kekuatan pada kulit. Sel-sel epitel kemudian mengeras, memberikan waktu kolagen
untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Proliferasi dari fibroblas dan sintesis
kolagen berlangsung selama dua minggu. Tahap maturasi berkembang dengan
pembentukkan jaringan ikat seluler dan konsolidasi epitel baru tergantung pada
ukuran luka. Jaringan granula seluler berubah menjadi massa aseluler dalam
beberapa bulan hingga dua tahun.

Manajemen penyembuhan luka dilakukan tidak hanya melakukan aplikasi


sebuah balutan tetapi juga perawatan komrehensif pada klien dengan luka. Tujuan
dari manajemen luka termasuk mencapai homeostasis, membantu dalam
pengendalian infeksi, menghilangkan bahan devaskularisasi atau infeksius,
menghilangkan benda asing, menyiapkan dasar luka untuk pembentukan graft atau
flap, menjaga agar sinus paranasal tetap terbuka untuk memfasilitasi drainase,
menjaga kelembaban, melindungi kulit sekitar, mendorong kesembuhan luka
dengan penyembuhan primer dan penyembuhan sekunder. Manajemen
penyembuhan luka yang dapat dilakukan salah satunya dengan alternatif perawatan
luka yaitu wound dressing.

B. Wound dressing

Defenisi
Sejarah
Prinsip kerja
Tujuan
Jenis balutan
KEUNGGULAN
C. Ketepeng
Kelas tanaman
Kandungan
Manfaatnya

Anda mungkin juga menyukai