Oleh :
KELOMPOK IV
1. Rapiatul Hasanah
2. Nova Hermawati
3. Rahmat Anugerahhadi
4. Mufrihatin
5. Suparihatini
6. Sukartini
Alhamdilillah segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT .
yang telah memberikan kesehatan jasmani ataupun rohani, dan memberikan nikmat
serta kasih sayang – Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas kelompok kami dengan baik
Dan tak lupa pula kita haturkan sholawat serta salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah menuntun manusia dari jalan yang gelap gulita menuju
ke jalan yang terang benderang seperti yang sedang kita rasakan seperti sekarang ini.
Akhirnya, kami bisa menyelesaikan tugas kelompok ini guna memnuhi tugas di
stase KMB (Keperawatan Medikal Bedah) profesi ners dan pada tugas kelompok ini
kami akan membahas suatu judul mengenai “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
Tn “U” DENGAN LUKA LECET (ABRADED WOUND). Tentunya kami sebagai
penulis menyadari bahwa masih banyak kekuranagn dalam pembuatan laporan ini .
kami menginginkan kepada semua pihak yang membaca laporan ini untuk
memberikan masukan berupa keritikan atau saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan isi dari laporan ini
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun
luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan prevalensi pasien
dengan luka adalah 3.50 per 1000 populasi penduduk. Mayoritas luka pada
penduduk dunia adalah luka karena pembedahan/trauma (48.00%), ulkus kaki
(28.00%), luka dekubitus (21.00%). Pada tahun 2009, MedMarket Diligence,
sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian tentang insiden luka di dunia
berdasarkan etiologi penyakit. Diperoleh data untuk luka bedah ada 110.30 juta
kasus, luka trauma 1.60 juta kasus,luka lecet ada 20.40 juta kasus, luka bakar 10
juta kasus, ulkus dekubitus 8.50 juta kasus, ulkus vena 12.50 juta kasus, ulkus
diabetik 13.50 juta kasus, amputasi 0.20 juta pertahun, karsinoma 0.60 juta
pertahun, melanoma 0.10 juta, komplikasi kanker kulit ada sebanyak 0.10 juta
kasus (Diligence, 2009). Statistik untuk prevalensi dan insiden luka terbuka tercatat
60.052 kasus di Victoria pada tahun 1996. Insiden di USA 3.581.927 setiap tahun,
298.493 per bulan, 68.883 per minggu, 408 per jam dan 6 per menit yang
penyebabnya karena kecelakaan transportasi ataupun kecelakaan kerja
(Anonymous, 1996).
Luka merupakan gangguan yang insidentil dan sewaktu-waktu, akan tetapi
memerlukan penanganan yang tepat dan segera agar penyembuhan dapat sesuai
waktu penyembuhan dan tidak menimbulkan komplikasi seperti adanya hematom,
infeksi, keloid, atau jaringan hipertrofik. Selama ini penanganan standar pada luka
di kulit yang dilakukan dalam dunia medis adalah dengan pemberian antiseptik,
antibiotik, dan anti radang. Proses penyembuhan luka sendiri merupakan proses
yang kompleks, selain memerlukan efek antimikroba dan antiinflamasi, juga
memerlukan mekanisme antioksidatif dan pendukung regenerasi serta proliferasi sel
dalam sintesis protein dan kolagen. (Rairisti, 2014).
Luka dapat terjadi pada kegiatan sehari-hari, yang penyebabnya dapat karena
tergores, teriris benda tajam, terpotong, tertusuk dan lain-lain. Luka yang sering
terjadi adalah luka yang mengenai jaringan kulit, misalnya ekskoriasi/lecet atau
skisum/luka iris (Mahakam Beta Farma, 2008). Luka apabila tidak diobati dengan
baik atau hanya dilindungi dengan sebuah pembalut, dapat menyebabkan terjadinya
infeksi (Corkery, 2009).
Perawatan luka merupakan salah satu teknik yang harus dikuasai oleh perawat.
Prinsip utama dalam menejemen perawatan luka adalah pengendalian infeksi
karena infeksi menghambat proses penyembuhan luka sehingga menyebabkan
angka morbiditas dan mortalitas bertambah besar disamping masa perawatan yang
lebih lama, sehingga biaya perawatan di rumah sakit menjadi lebih tinggi (Morison,
2003). Perawatan luka bertujuan untuk meningkatkan proses penyembuhan luka
yang dilakukan oleh seorng perawat, dengan menguasai materi perawatan luka,
maka dapat berperan dalam mengoptimalkan kesembuhan luka pasien tampa
mengurangi prinsipprinsip perawatan luka. Dengan demikian, perawat dituntut
untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan
proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif,
perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang
ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain
yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness.
Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini
ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-
produk yang bisa dipakai dalam merawat luka.
Dalam hal ini, Perawatan luka modern adalah teknik perawatan luka dengan
menciptakan kondisi lembab pada luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi
dan penyembuhan luka, menggunakan balutan semi occlusive, full occlusive dan
impermeable dressing berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan
(comfort), dan keamanan (safety). (Schulitz, 2005; Hana, 2009; & Saldy, 2010).
Perawatan luka yang diberikan pada pasien harus dapat meningkatkan proses
penyembuhan luka. Perawatan yang diberikan bersifat memberikan kehangatan dan
lingkungan yang lembab pada luka. Balutan yang bersifat lembab dapat
memberikan lingkungan yang mendukung sel untuk melakukan proses
penyembuhan luka dan mencegah kerusakan atau trauma lebih lanjut. Balutan
modern lebih dapat memberikan lingkungan lembab dibanding balutan kasa yang
cenderung cepat kering. Transparant films dressing adalah jenis balutan modern
yaitu:
1. Transparan, perkembangan penyembuhan luka dapat di monitor tanpa
membuka pembalut.
2. Tidak tembus bakteri dan air, elastis dan tahan air, sehingga bisa dipakai pada
saat mandi
3. Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka waktu yang
pendek
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk menganalisa kasus kelolaan dengan
klien yang mengalami gangguan integritas kulit (Luka Lecet) di Ruang IGD
Klinik Hamzar Mamben Daya.
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn. ‘‘U’’ yang
mengalami Kerusakan Integritas Kulit karena luka lecet dalam hal :
a. Pengkajian
b. Merumuskan diagnosa keperawatan
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan
d. Melakukan implementasi
e. Melakukan evaluasi
D. Manfaat Penulisan
1. Penulis
Asuhan keperawatan akan memberikan wawasan yang luas mengenai masalah
keperawatan mengenai klien Kerusakan Integritas Kulit karena Luka lecet.
2. Instansi
a. Pedidikan
Asuhan keperawatan sebagai bahan masukan dalam kegiatan belajar
mengajar tentang masalah keperawatan mengenai Kerusakan Integritas
Kulit karena luka lecet
b. Klinik
Asuhan keperawatan sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan
dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan dalam perawatan luka
modern khususnya pada klien dengan luka lecet.
c. Profesi keperawatan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan informasi dibidang Keperawatan Gawat Darurat tentang Asuhan
Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit karena luka lecet
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Luka
Lazarus mengatakan bahwa Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis
normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal yang
mengenai organ tubuh (PerryPotter, 2011). Luka adalah keadaan hilang atau
terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan banyak hal atau berbagai faktor.
Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan
tulang atau organ tubuh lain (Kozier,dalam hidayat, 2012). Luka adalah gangguan
dari kondisi normal pada kulit (Taylor, dalam hidayat 2012).
B. Klasifikasi dan Etiologi
Kontusio
Luka tertutup karena pukulan benda Pukulan benda tumpul,
tumbul, konstusio atau memar yang perdarahan dibawah luka.
ditandai dengan pembekkan perubahan
wartna kulit dan nyeri.
Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya
Luka
Stadium I : Luka Superfisial (“Non-
Blanching Erithema): yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness”:
yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari
dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi,
blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness”:
yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis
jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis
dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu
lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka “Full Thickness”
yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya
destruksi/kerusakan yang luas.
Berdasarkan waktu penyembuhan luka
Luka akut : yaitu luka dengan masa
penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati. Trauma akibat benda tajam
b. Penyembuhan Sekunder
Bila sel epitel dan jaringan penyambung tidak mampu menutup defek
luka maka akan terjadi kontraksi. Kontraksi luka meliputi pergerakan
dermis dan epidermis pada setiap sisi luka. Kontraksi luka dimulai pada
hari keempat dan terjadi secara simultan dengan epitelisasi. Sel yang
mendorong terjadinya kontraksi adalah miofibroblast. Kontraksi luka
mengakibatkan jaringan disekitarnya luka menipis, dan ukuran serta
bentuk jaringan parut pada akhirnya akan sama dengan garis ketegangan di
daerah yang rusak.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Menurut Perry Potter (2011) hal yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka
diantaranya adalah
1. Usia
Penuaan merupakan faktor yang tidak dapat di hindari karena penuaan
merupakan suatu fase kehidupan yang harus dilalui oleh seseorang. Usia
lansia dapat memperlambat penyembuhan luka karena pada usia lanjut secara
fisiologis semua organ tubuh mengalami penurunan fungsi seperti perubahan
vaskuler yang akan menggangu sirkulasi darah ke area luka. Penurunan
fungsi hati akan menggangu sintesis faktor pembekuan yang menyebabkan
respon inflamasi akan melambat, pembentukan antibodi dan limfosit
menurun, serta jaringan parut yang tidak elastis.
2. Malnutrisi
Malnutrisi akan memperlambat penyembuhan luka karena kurangnya
nutrsi menyebabkan sel-sel tidak mampu bekerja maksimal karena stres pada
luka atau trauma yang parah akan meninngkatkan kebutuhan nutrisi.
3. Obesitas
Jaringan lemak yang banyak pada orang obesitas menyebabkan jaringan
lemak kekurangan suplay darah untuk melawan bakteri dan mengirim nutrisi
serta elemen selular yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka,
sehingga menyebabkan penyembuhan luka terganggu.
4. Gangguan oksigenasi
Tekanan oksigen arteri yang rendah akan menganggu sintesis kolagen
dan pembentukan sel epitel sehingga serabut kolagen dan fibril tidak
terbentuk sempurana dan sel epitel tidak dapoat melapisi semua permukaan
kulit yang mengakibatkan penundaan penutupan luka. Jika sirkulasi lokal
aliran darah buruk maka jaringan gagal memperoleh oksigen yang
dibutuhkan, sehingga menyebabkan jaringan luka mengalami nekrosis,
Penurunan Hb dalam darah (anemia) akan mengurangi tingkat oksigen arteri
dalam kapiler dan menggangu perbaikan jaringan.
5. Merokok
Merokok mengurangi jumlah Hb fungsional dalam darah sehingga
menurunkan oksigenasi jaringan, merokok menggangu mekanisme sel normal
yang dapat meningkatkan pelepasan oksigen ke dalam jaringa sehingga
proses penyembuhan luka akan terganggu, selain itu merokok juga
menyebakan hiperkoaguklasi dan meningkatkan agregasi trombosit.
6. Obat-obatan
Obat golongan steroid dapat menyebakan penurunan respon inflamasi
dan memperlambat sintesis kolagen sehingga menyebkan gangguan pada
proses penyembuhan luka. Sedangkan penggunaan antibiotik dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebkana terjadinya super infeksi. Penggunaan
obat-obatan anti inflamasi menghambat prose penyembuhan luka karena cara
kerja antiinflamasi menekan sintesis protein , kontraksi luka,epitelisasi dan
inflamasi yang kesemuanya merupakan tahapan proses penyembuhan luka.
Sedangakan pengguaan obat kemoterapi menekan fungsi sumsum tulang
sehingga menurunkan jumlah leukosit dan menggangu respon inflamasi.
7. Penyakit kronis
Penyakit kronik menyebabkan timbulanya penyakit pembuluh darah
kecil yang menggangu perfusi jaringan. Penyakit diabetes menyebabkan
hemoglobin memiliki afinitas yang lebih besar untuk oksigen, sehingga
hemoglobin gagal melepaskan oksigen ke dalam jaringan. Hiperglikemi
menggagu kemampuan leukosit untuk melakukan fagositosis dan juga
mendorong pertumbuhan infeksi jamur dan ragi yang berlebihan.
8. Radiasi
Proses pembentukan jaringan parut vaskuler dan fibrosa akan terjadi
pada jaringan kulit yang tidak terradiasi sedangkan pada jaringan yang kena
radiasi menyebkan jaringan mudah rusak dan kekurangan oksigen yang akan
menyebabkan perlambatan pada proses penyembuhan luka.
9. Stres luka
Muntah, distensi abdomen dan usaha pernafasan dapat menyebakan stres
pada jahitan operasi dan merusak lapisan luka. Tekanan mendadak yang tidak
terduga pada luka insisi akan menyebkan terhambatnya pembentukan
jaringan kolagen dan sel endotel.
E. Komplikasi Penyembuhan Luka
1. Hemoragi
Perdarahan pada area luka merupakan hal yang normal terjadi selama
dan sesaat setelah trauma. Hemostasis terjadi dalam beberapa menit kecuali
jika luka mengenai pembuluh darah besar dan pembekuan darah klien buruk.
Perdarahan setelah hemostasis menunjukkan lepasnya jahitan operasi,
keluarnya bekuan darah, infeksi atau erosi pembuluh darah oleh benda asing.
2. Infeksi
Terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau
panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka mengeras, serta
adanya kenaikan leukosit.
3. Dehisens
Merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat
dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi,
terjadinya trauma dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh
(demam), takikardia dan rasa nyeri pada daerah luka
4. Eviserasi
Menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui luka. Hal
ini dapat terjadi jika luka tidak segera menyatu dengan baik atau akibat proses
penyembuhan yang lambat.
5. Fistula
Adalah saluran abnormal yang berada di antara 2 buah organ atau di
antara organ dan bagian luar tubuh. Sebagian besar fistula terbentuk karena
penyembuhan luka yang buruk atau karena komplikasi suatu penyakit seperti
penyakit Chron atau enteritis regional. Fistula meningkatkan resiko terjadinya
infeksi dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan.
6. Penundaan Penutupan Luka
Adalah tindakan yang sengaja dilakukan oleh dokter bedah agar terjadi
drainase yang efektif dari luka yang terkontaminasi-bersih atau luka yang
terkontaminasi.
F. Luka Infeksi
1. Definisi infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cidera yang
serius pada sel atau jaringan, infeksi disebut asimtomatik (perry&potter, 2011)
2. Rantai Infeksi
Agen Infeksius
Pejamu Reservoar
Cara Menular
a. Agen Infeksius
Agen infeksius adalah mikroorganisme residen kulit tidak virulen dan
hanya menyebabkan infeksi minor. Namun mikroorganisme tersebut
dapat menyababkan infeksi serius apabila prosedur invasif /
pembedahan memungkinkan mereka masuk ke dalam jaringan.
b. Reservoar
Resevoar merupakan tempat kuman patogen mampu bertahan hidup,
tetapi dapat atau tidak dapat berkembang biak.
c. Portal Keluar
Portal keluar merupakan pintu keluar mikroorganisme setelah
menemukan tempat untuk berkembang biak, portal keluar biasanya
melalui kulit, membran mukosa, traktus respiratorius, trakttus
gastrointestinal, traktus produktif dan darah
d. Cara penularan
Dapat secara kontak langsung, tidak langsung dan droplet, udara
(droplet nukleus), melalui peralatan yang terkontaminasi, makanan,
maupn dengan cara vektor seperti nyamuk, perpindahan mekanis
eksternal (lalat)
e. Portal masuk
Mikroorganisme dapat masuk kedalam tubu host yang baru dengan cara
yang sama ketika keluar seperti saat jarum yang terkontaminasi
mengenai kulit klien, kesalahan pemakaian balutan steril pada luka
yang terbuka memungkinkan patogen memasuki jaringan yang tidak
terlindungi.
f. Pejamu
Pejamu atau host adalah orang yang di infeksi oleh mikroorganisme.
Seseorang terkena infeksi tergantung kerentanan terhadap agen
infeksius.
G. Klasifikasi Surgical Site Infection (SSI)
1. Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan
infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat
insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
a. Terdapat cairan purulen.
b. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
c. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
d. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
2. Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat
implan dan infeksitersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan
melibatkan jaringan yanglebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada
tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda:
a. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
b. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda
inflammasi.
c. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.
d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat
3. Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat
implan dan infeksitersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan
melibatkan suatu bagiananotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada
tempat insisi yang dibuka ataudimanipulasi pada saat operasi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda :
a. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
b. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
c. Ditemukan abses
d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan
semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko
kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan
itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar
operasi, perawat ruangan, danoleh nosocomial infection control team.
H. Penatalaksanaan Medis Surgical Site Infection (SSI)
Untuk pencegahan ILO pada pasien dilakukan dengan perawatan praoperasi,
pencukuran rambut bila mengganggu operasi, cuci dan bersihkan daerah sekitar
tempat insisi dengan antiseptik pada kulit secara sirkuler ke arah perifer yang harus
cukup luas. Antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian ILO dan dianjurkan
untuk tindakan dengan resiko infeksi yang tinggi seperti pada infeksi kelas II dan
III. Selain itu, antibiotik profilaksis juga diberikan jika diperkirakan akan terjadi
infeksi dengan resiko yang serius seperti pada pemasangan implan, penggantian
sendi, dan operasi yang lama.
Pemberian antibiotik profilaksis harus mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya alergi, resistensi bakteri, superinfeksi, interaksi obat, dan biaya.
Pemberiannya dilakukan 30 menit sebelum insisi, atau pada seksio sesaria
diberikan segera setelah tali pusat diklem, dengan jenis antibiotik disesuaikan
dengan jenis kuman yang paling sering mengakibatkan infeksi pada daerah
tersebut.
Pada umumnya adalah sepalosporin generasi I atau II. Selain hal di atas, pada
saat praoperatif harus juga diperhatikan mengenai scrub suits, tindakan antisepsis
pada lengan tim bedah, gaun operasi dan drapping. Pada tahap intra operatif, yang
harus diperhatikan adalah bahwa semakin lama operasi, resiko infeksi semakin
tinggi, tindakan yang mengakibatkan terbentuknya jaringan nekrotik harus
dihindarkan, kurangi dead space, pencucian luka operasi harus dilakukan dengan
baik, dan bahan yang digunakan untk jahitan harus sesuai kebutuhan seperti bahan
yang mudah diserap atau monofilame.
I. Asuhan Keperawatan Konseptual
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik
Inspeksi : kaji dibagian tubuh mana yang terdapat luka
b. Pengakjian fokus luka
Inspeksi : bagaimana kondisi luka, kedalaman luka, karateristik luka,
warna luka, kebersihan luka, apaka ada pus atau tidak, jika ada pus tampak
seperti apa (serosa, purulen, serosangiunosa, sanguinosa)apakah ada
muncul tanda-tanda infeksi atau tidak.
Palpasi : tekan area tepi luka untuk mengetahui adanya nyeri di area luka
atau tidak.
2. Diagnosa yang mungkin muncul
Kerusakan integritas jaringan
Resiko infeksi
Nyeri
Hambatan mobilitas fisik
Gangguan perfusi jaringa
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan perawatan 1. Bersihkan luka setiap hari 1. Mencegah penyebaran infeksi.
berhubungan dengan selama 35 menit tidak 2. Beri kompres hangat 2. Untuk mengurangi bengkak dan
adanya luka terjadi infeksi dan terjadi mengatasi nyeri.
perbaikan pada jaringan 3. Atur posisi 3. Posisi yang nyaman dapat
lunak dengan keriteria hasil: mengurangi nyeri.
- luka tidak bengkak, 4. Kolaborasi dengan dokter 4. kolaborasi:
tidak terdapat pus, dalam pemverian analgetik. - Membunuh kuman penyebab
tidak ada kemerahan, infeksi.
tidak mengeluh nyeri
ketika di dressing
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Edema :
Tungkai kiri : [ ] + [ ] ++ [ ] +++ [ ] ++++
Tungkai kanan : [ ] + [ ] ++ [ ] +++ [ ] ++++
ABI kaki kanan : Pernah mengalami luka : Ya/Tidak
ABI kaki kiri : Bila Ya, yang keberapa kali :
TBPI kanan : Pernah amputasi : Ya/Tidak
TBPI kiri : Bila Ya jabarkan :
Tenggorokan : Muskuloskeletal :
Inspeksi : tidak ada tonsil - Tidak ada pembengkakan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan ekstremitas.
- Akral hangat
- CRT < 3 detik
- Kekuatan otot 5555
ANALISA DATA
Nyeri Akut
2. Ds: Benturan benda tumpul Kerusakan
- Pasien integritas
mengatakan Melukai jaringan kulit jaringan
terdapat luka
akibat kecelakaan jaringan kulit rusak
lalu lintas (KLL).
Do: perdarahan
- Terdapat luka
pada punggung luka lecet
kaki kanan
dengan ukuran akar serabut jaringan hancur
luka 3 x 6 (luka 1)
3x7, 3x6,5, 3x 6 terbentuk jaringan parut
(luka 2).
- luka tampak kerusakan integritas kulit.
berwarna merah
kehitaman
- TTV:
TD : 120/80
mmHg
N :80x/mnt
S :36
RR :18x/mnt
3 Ds: Luka lecet Infeksi.
. - luka tampak
bengkak , basah, Kerusakan lingkungan kulit
terdapat pus pada
luka. Fungsi kulit normal hilang
- Ada nyeri tekan pada
daerah luka Hilang daya lindung terhadap
- Daerah luka tampak infeksi
kemerahan
Ketidakmampuan keluarga dalam
Do: perawatan luka yang benar
- Pasien mengeluh
nyeri saat di dressing. Peningkatan resiko masuknya
organisme pathogen
Resiko infeksi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan faktor mekanik
(Robekan, lecet
3. Resiko infeksi berhubungan dengan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan perawatan 5. Bersihkan luka setiap hari 5. Mencegah penyebaran infeksi.
berhubungan dengan selama 35 menit tidak 6. Beri kompres hangat 6. Untuk mengurangi bengkak dan
adanya luka terjadi infeksi dan terjadi mengatasi nyeri.
perbaikan pada jaringan 7. Atur posisi 7. Posisi yang nyaman dapat
lunak dengan keriteria hasil: mengurangi nyeri.
- luka tidak bengkak, 8. Kolaborasi dengan dokter 8. kolaborasi:
tidak terdapat pus, dalam pemverian analgetik. - Membunuh kuman penyebab
tidak ada kemerahan, infeksi.
tidak mengeluh nyeri
ketika di dressing
D. IMPLEMENTASI
3 III 10.30 1. Membersihkan luka setiap hari 1. Luka dibersihkan setiap hari
2. Memberi kompres hangat 2. Perawat tampak memberikan kompres
3. Mengatur posisi hangat
4. Kolaborasi: 3. Posisi pasien tampak nyaman
- Memberi antibiotic 4. diberikan obat antibiotic
E. EVALUASI
NO. Tgl Diagnosa Evaluasi
1. 1 S:
- Pasien mengatakan nyeri pada luka di kaki kanan
- TTV:
TD : 100/70 mmHg
N : 79x/mnt
S : 36
RR : 18x/mnt
O:
- Pasien tampak ramah dan kooperatif
P: Wajah pasien tampak meringis, nyeri bertambah ketika
bergerak dan saat dilakukan perawatan luka.
Q: Nyeri dirasakan seperti tersayat
R: Nyeri dirasakan pada bagian punggung kaki kanan
S: Skala nyeri 5
T: Nyeri terjadi selama 3 – 5 menit.
A:
- Masalah nyeri belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
Ajarkan Tekhnik relaksasi nafas dalam
lanjutkan pengkajian nyeri P,Q,R,S,T.
2. II S:
- Pasien mengatakan luka berbalut kasa dan mengerti dengan
penjelasan perawat
O:
- Pasien tampak ramah dan kooperatif
- Ukuran luka 3 x 6 (luka 1) 3x7, 3x6,5, 3x 6 (luka 2), luka
tampak merah, terdapat jaringan nekrotik, terdapat pus pada luka
- luka tertutup kasa dan terbalut perban
- TTV:
TD : 120 / 80 mmHg
N : 80x/mnt
S :36,7
RR :18x/mnt
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- dilanjutkan Intervensi 2, 3, 6.
3. III S:
- pasien mengatakan sakit saat di dressing
O:
- Luka tampak masih basah, bengkak, terdapat pus, luka berwarna
kemerahan, dan adanya nyeri tekan
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan