*
Email korespondensi: ppg.nurulsyafriah85@program.belajar.id
ABSTRAK
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan sebuah asesmen yang dirancang untuk mengukur
kemampuan literasi dan numerasi yang dibutuhkan semua siswa dalam mengembangkan diri dan berpartisipasi
aktif di masyarakat serta untuk mempersiapkan siswa menghadapi abad ke-21. Penelitian ini bertujuan untuk
memaparkan kemampuan numerasi siswa kelas delapan SMPN 134 Jakarta dalam menjawab soal Asesmen
Kompetensi Minimum Kelas. Teknik penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini
melibatkan 58 siswa kelas delapan SMPN 134 di Jakarta selama tahun ajaran 2022-2023 yang akan mengerjakan
soal Asesmen Kompetensi Minimum Kelas Fase D untuk kompetensi numerasi. Selanjutnya, hasil pengerjaan
siswa dikategorikan ke dalam tiga tingkatan kemampuan numerasi, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Setelah
terkategori, dilakukan wawancara kepada perwakilan 3 siswa pada masing-masing tingkat kemampuan numerasi.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan numerasi siswa kelas delapan SMPN 134
Jakarta masih rendah dengan rincian 55 siswa berada pada tingkat kemampuan numerasi rendah, 3 siswa lainnya
memiliki kemampuan numerasi tingkat sedang, dan tidak ada siswa yang berada pada tingkat kemampuan
numerasi tinggi.
Kata kunci: numerasi, AKM, matematika.
ABSTRACT
The Minimum Competency Assessment (AKM) is an assessment that designed to measure the literacy
and numeracy abilities needed by all students to develop themselves and actively participate in society and to
prepare students for the 21st century. The study aims to describe the numeracy ability of eighth graders of SMPN
134 Jakarta in answering the question of the Class Minimum Competency Assessment. The research technique
used is a descriptive qualitative method. The research involved 58 eighth-grade students of SMPN 134 Jakarta
during the 2022-2023 academic year who will be answering the question of the Class Minimum Competency
Assessment on Phase D for numeracy competence. Furthermore, the results of students' work were categorized
into three levels of numeracy ability, namely low, medium, and high. After being categorized, interviews were
conducted with representatives of 3 students at each level of numeracy ability. Based on the results of study, it
can be concluded that the numeracy ability level of eighth-grade students of SMPN 134 Jakarta is still low with
details of 55 students at a low numeracy ability, 3 other students have medium numeracy ability, and no students
at a high level of numeracy ability.
Keywords: numeracy, AKM, mathematics.
75
Syafriah & Hadi 76
PENDAHULUAN
Abad ke-21 disebut sebagai abad globalisasi atau keterbukaan. Pada abad ini,
kehidupan umat manusia telah mengalami perubahan mendasar yang sangat berbeda dengan
tatanan kehidupan pada abad-abad sebelumnya. Perubahan yang cepat dan tak terduga dalam
banyak elemen kehidupan, termasuk ekonomi, transportasi, teknologi, komunikasi, dan
informasi, mencirikan kehidupan di abad ke dua puluh satu. Perubahan yang cepat mungkin
menguntungkan jika digunakan dengan benar, tetapi mereka dapat menjadi bencana jika tidak
diramalkan secara sistematis, terstruktur, dan terukur (Sudarisman, 2015).
Kondisi di abad ke-21 ditandai dengan perubahan berikut: (a) dunia menjadi lebih kecil
karena terhubung dengan teknologi dan transportasi; (b) pesatnya pertumbuhan teknologi
informasi dan layanan media; (c) perubahan ekonomi global yang berdampak terhadap
pekerjaan dan pendapatan masyarakat; (d) menekankan pada pengelolaan sumber daya seperti
air, pangan, dan energi; (e) kebutuhan terhadap kerja sama global dalam pengelolaan
lingkungan hidup; (f) meningkatnya kekhawatiran mengenai privasi, keamanan, dan
terorisme; (g) kebutuhan ekonomi untuk berinovasi agar dapat bersaing secara global; (h)
lebih banyak bekerja dalam tim dengan beragam latar belakang bahasa, budaya, geografi, dan
zona waktu, (i) perlu cara yang lebih baik untuk mengelola waktu, orang, sumber daya, dan
proyek (Trilling & Fadel, 2009). Perubahan-perubahan tersebut menuntut setiap individu
untuk mampu beradaptasi sehingga dapat bertahan dalam menghadapi tantangan pada
kehidupan abad 21 ini. Salah satu caranya adalah membekali diri dengan berbagai kompetensi
dan keterampilan yang mampu menunjang setiap orang agar dapat sukses dalam kehidupan
dan pekerjaannya.
Secara khusus, World Economic Forum (2015) mengungkapkan ada 16 keterampilan
penting untuk kehidupan yang sukses di abad kedua puluh satu dan keterampilan tersebut
dapat dipecah menjadi tiga kategori besar, yaitu literasi dasar, kompetensi, dan kualitas
karakter. Literasi dasar yang dimaksud adalah bagaimana seseorang menerapkan keterampilan
inti yang dimilikinya untuk melakukan pekerjaannya sehari-hari. Keterampilan ini berfungsi
sebagai kebutuhan dasar siswa untuk membangun kompetensi dan kualitas karakter yang lebih
maju dan sama pentingnya seperti berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, kolaborasi,
keingintahuan, inisiatif, persisten, kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, dan kepedulian
sosial-budaya. Literasi dasar tersebut meliputi kemampuan literasi, numerasi, literasi ilmiah,
77 SUPERMAT, Volume 7, No. 1, April 2023, hal. 75-91
literasi TIK, literasi keuangan, dan literasi budaya dan kewarganegaraan. Dari enam
komponen literasi dasar yang sudah disebutkan, kemampuan literasi dan numerasi menjadi
dua elemen yang dinilai secara global karena keterampilan ini menjadi fondasi awal untuk
menguasai keterampilan abad ke-21. Literasi dan numerasi didefinisikan sebagai kompetensi
dasar yang harus dimiliki siswa, apapun cita-citanya di masa depan (Winata et al., 2021).
Kemampuan literasi dan numerasi menjadi sebuah proteksi terbaik bagi kemajuan suatu
bangsa karena kemampuan tersebut dibutuhkan hampir di semua aspek kehidupan (Darwanto
et al., 2021).
Pentingnya keterampilan literasi dan numerasi ini ternyata tidak sejalan dengan hasil
PISA Indonesia. Program for International Student Assessment (PISA) adalah ujian global
sistem pendidikan di seluruh dunia yang mengukur efektivitas pengajaran siswa dalam
membaca, aritmatika, dan sains. Studi PISA terbaru dilakukan pada tahun 2018 dan
temuannya menunjukkan bahwa siswa Indonesia memiliki kemampuan membaca,
matematika, dan sains yang buruk, masing-masing berada pada kisaran 70%, 71%, dan 60%.
(OECD, 2018). Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi para siswa Indonesia ini
ditindaklanjuti oleh pemerintah Indonesia melalui kebijakan pendidikan dari Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada tahun 2021 dengan menetapkan sebuah
program evaluasi peningkatan mutu pendidikan yang baru, yakni Asesmen Nasional yang
salah satu komponennya adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) (Sholehah et al.,
2022).
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan asesmen yang dirancang untuk
mengukur kemampuan literasi dan numerasi yang dibutuhkan semua siswa dalam
mengembangkan diri dan berpartisipasi aktif di masyarakat (Pusat Asesmen Pendidikan,
2022). Informasi yang diperoleh dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dijadikan
panduan guna meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga diharapkan juga akan
meningkatkan hasil belajar siswa (Hasanah & Hakim, 2022). Pelaksanaan AKM bersifat
adaptif, artinya setiap siswa memecahkan masalah sesuai dengan kemampuannya masing-
masing (Maryuliana et al., 2016). AKM yang dirumuskan pemerintah juga merupakan bagian
dari tujuan pemerintah untuk mempersiapkan siswa menghadapi abad 21 dengan memiliki
keterampilan 4C (Critical thinking, Creativity, Communication skills, and Collaboratively)
(Andiani et al., 2020).
Syafriah & Hadi 78
dapat menyelesaikan soal AKM pada tingkat penerapan, tetapi waktu yang tersedia masih
kurang untuk mengerjakan soal-soal tersebut, sementara itu siswa dengan kemampuan
numerasi yang kuat sudah terbiasa dengan pertanyaan AKM sehingga mereka dapat
menyelesaikan setiap soal dengan tepat, baik pada tingkat pemahaman, penerapan, maupun
tingkat penalaran. Dalam penelitian Nasrullah dkk (2022), ditemukan bahwa tingkat
kemampuan numerasi dari 75% siswa kelas VII di SMP Nizhamul Islam Maron masih
tergolong rendah. Sementara itu, penelitian Putri dkk (2023) menunjukkan bahwa nilai AKM
Kelas V SDN Gading Kulon II meningkat cukup signifikan setelah diterapkan program literasi
dan numerasi.
Hasil Asesmen Nasional yang dilaksanakan pada bulan September 2022 menunjukkan
bahwa kemampuan numerasi siswa SMPN 134 Jakarta berada pada nilai 1,99 dari 3 dengan
17,07% siswa berada pada tingkat mahir, 48,78% siswa berada pada tingkat cakap, dan
31,71% siswa berada pada tingkat dasar. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah
dan guru di SMPN 134 Jakarta juga diketahui bahwa pembelajaran di SMPN 134 belum
sepenuhnya terintegrasi dengan soal-soal berbasis AKM Numerasi. Dari hal-hal yang telah
dipaparkan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan
Numerasi dalam Menyelesaikan Soal Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Siswa Kelas
VIII SMPN 134 Jakarta” dengan tujuan untuk mendeskripsikan kemampuan numerasi siswa
kelas VIII SMPN 134 Jakarta dalam menyelesaikan soal Asesmen Kompetensi Minimum
Kelas.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk
mendeskripsikan kemampuan numerasi siswa kelas delapan SMPN 134 Jakarta dalam
menjawab soal Asesmen Kompetensi Minimum Kelas. Penelitian deskriptif kualitatif adalah
penelitian yang berusaha menggambarkan dan menjelaskan sesuatu, seperti situasi dan kondisi
dengan hubungan yang ada, pendapat yang sedang berkembang, konsekuensi atau efek dari
kejadian dan lain sebagainya untuk menyajikan gambaran lengkap tentang peristiwa atau
bertujuan untuk mengungkap dan mengklarifikasi terjadinya suatu fenomena (Rusandi &
Rusli, 2021). Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 134 Jakarta sebanyak
58 orang yang akan mengerjakan soal Asesmen Kompetensi Minimum Kelas Fase D untuk
kompetensi numerasi. Hasil pengerjaan siswa akan dikategorikan ke dalam tiga tingkatan
Syafriah & Hadi 80
kemampuan numerasi, yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan skala yang dapat dilihat pada
tabel 1. Setelah terkategori, akan dilakukan wawancara kepada 3 siswa pada masing-masing
tingkat kemampuan numerasi.
Berdasarkan tabel kategori acuan, diperoleh hasil bahwa sebagian besar tingkat
kemampuan numerasi siswa termasuk dalam kategori rendah atau LOTS (Low Order Thinking
Skill) dengan frekuensi sebanyak 55 siswa, sedangkan 3 siswa lainnya masuk ke dalam
kategori sedang atau MOTS (Medium Order Thinking Skill). Sementara itu, tidak ada siswa
yang memiliki tingkat kemampuan numerasi tinggi atau HOTS (High Order Thinking Skill).
Secara lengkap, hasil persentase tingkat kemampuan numerasi siswa dapat dilihat pada
gambar 2 berikut.
Selain itu, enam orang yang diwawancarai dipilih menggunakan seleksi acak
bertingkat. Seleksi acak bertingkat atau stratified random sampling adalah teknik pengambilan
sampel yang membagi populasi menjadi kelompok-kelompok yang saling eksklusif (disebut
strata), kemudian sampel acak sederhana atau sistematik dipilih dari masing-masing kelompok
(setiap strata) (Firmansyah & Dede, 2022). Pengambilan subjek ini didasarkan atas
kemampuan numerasi siswa di masing-masing tingkatan, yaitu kemampuan numerasi tingkat
rendah dan sedang. Tiga siswa dengan kemampuan numerasi yang rendah dan tiga siswa
dengan kemampuan numerasi sedang diwawancarai. Tabel 2 menunjukkan kumpulan
narasumber yang memenuhi syarat. Tujuan dari seleksi acak bertingkat ini adalah untuk
menilai kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal Kelas AKM yang diberikan berdasarkan
tingkat kemampuan numerasi.
Tabel 2. Kategori dan Kode Siswa
Respon MZ: “Soal yang berkaitan dengan wacana keramik sulit karena saya tidak menemukan
jawabannya, kalau soal yang paling mudah yang nomor 10 karena itu pendapat kita sendiri.”
Respon AR: “Soal yang paling sulit yang keramik dan etalase, kalau soal yang paling mudah
yang bunga.”
Berdasarkan tanggapan siswa mengenai soal tersulit dan termudah dari 10 soal AKM
Numerasi yang telah dikerjakan, mayoritas siswa menganggap soal dengan domain geometri
yang berada pada level aplikasi adalah soal yang paling sulit, sedangkan soal yang paling
mudah adalah soal dengan domain aljabar dengan judul wacana Panggung Tanaman Bunga
yang memang berada pada level pemahaman. Namun, terdapat 2 siswa yang menganggap soal
nomor 10 yang berada pada level penalaran tergolong mudah, yaitu MDA dan MZ. Mereka
menganggap bahwa soal yang menanyakan tentang pendapat diri sendiri lebih mudah daripada
soal hitung-hitungan. Soal tersebut adalah soal dengan domain data dan ketidakpastian dan
ketika dilihat jawaban dari siswa kedua tersebut, ternyata MDA memperoleh poin penuh pada
soal tersebut karena jawaban sudah sangat sesuai dengan hal yang diminta pada soal,
sedangkan jawaban yang diberikan oleh MZ masih belum tepat sehingga ia tidak memperoleh
poin pada soal tersebut.
Untuk menilai kesiapan mereka dalam menghadapi soal-soal AKM, peneliti
memberikan pembanding berupa soal-soal tipe PTS/PAS yang pernah mereka kerjakan di
sekolah dengan pertanyaan “Apakah kamu lebih siap untuk mengerjakan soal-soal tipe AKM
Numerasi atau soal-soal tipe PTS/PAS yang biasa kamu kerjakan di sekolah?”. Tanggapan
yang diberikan beberapa siswa adalah sebagai berikut.
Respon AR: “Lebih suka soal tipe PTS/PAS karena sudah pernah dipelajari dan dipahami.”
Respon MDA: ”Lebih siap AKM sih karena ada susah-susahnya dikit, jadi yang tadinya tidak
tahu, jadi tahu gitu.”
Berdasarkan pernyataan siswa mengenai kesiapan mereka menghadapi soal-soal AKM
Numerasi dibandingkan dengan soal-soal tipe PTS/PAS yang belum berbasis AKM, sebagian
siswa menyatakan lebih siap menghadapi AKM Numerasi dengan beberapa alasan, seperti
menganggap soal AKM ini adalah tantangan yang baru dan bisa menambah pengetahuannya
mengenai soal matematika yang kontekstual karena dapat dikerjakan dengan memanfaatkan
logika, sedangkan soal-soal PTS/PAS mengharuskan penggunaan rumus dalam
penyelesaiannya. Sementara itu, sebagian siswa yang menyatakan lebih siap menghadapi soal
85 SUPERMAT, Volume 7, No. 1, April 2023, hal. 75-91
tipe PTS/PAS berpendapat bahwa soal AKM lebih sulit daripada soal-soal PTS/PAS. Selain
karena soal AKM Numerasi ini tidak pernah dipelajari sebelumnya, penyebab lainnya adalah
karena semua soalnya berbentuk cerita dan terkait dengan masalah di kehidupan sehari-hari
sehingga ketika mengerjakan soal AKM, seseorang didorong untuk membaca wacana dan
soal, tetapi secara bersamaan, diminta untuk berpikir dan memahami maksud dari wacana dan
soal tersebut, sedangkan pada soal PTS/PAS hanya diminta untuk menghitung saja dan sudah
terbiasa sehingga mereka lebih menyukai dan lebih siap untuk mengerjakan tipe-tipe soal
PTS/PAS tersebut.
Dari pengalaman siswa mengerjakan soal AKM Numerasi pada penelitian ini, peneliti
ingin mengetahui tanggapan siswa terkait hal-hal apa yang perlu dilakukan agar bisa
mengerjakan soal-soal AKM Numerasi dengan baik. Berikut adalah respon dari siswa terkait
dengan hal tersebut.
Respon VAP: “Harus fokus ngerjainnya dan dibaca ulang dulu soalnya biar paham banget,
baru dijawab.”
Respon MDA: “Kalo masih ada soal yang belum paham, baca aja dulu, catet hal yang
pentingnya, kalo memang hitung-hitungan, coba hitung dulu, sekiranya memang tidak paham,
yaudah.”
Berdasarkan tanggapan siswa tersebut, sangat terlihat bahwa tidak hanya kemampuan
menghitung yang diperlukan dalam mengerjakan soal AKM Numerasi, tetapi juga
kemampuan untuk fokus dalam memahami bacaan yang menjadi konteks dari penerapan
matematika. Hal ini sesuai dengan definisi numerasi menurut Darwanto dkk (2021), yakni
kemahiran dalam memecahkan masalah sehari-hari dengan penggunaan angka, simbol, dan
konsep matematika dasar.
Data hasil wawancara dengan siswa, juga diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
guru sebagai berikut.
Pertanyaan: “Apakah Bapak pernah menerapkan soal-soal AKM Numerasi di kelas atau dalam
evaluasi belajar?”
Respon Guru: “Saya tidak pernah mengajarkan soal-soal AKM Numerasi di kelas atau
menerapkannya dalam evaluasi belajar.”
Syafriah & Hadi 86
Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah sebagai
berikut.
Pertanyaan: “Bagaimana hasil AKM Numerasi dari SMPN 134 Jakarta tahun lalu, Pak?”
Respon Kepala Sekolah: “Hasilnya ada di poin 1,99 dari 3, walaupun masih di atas nilai rata-
rata nasional, tetapi poin ini berada di bawah poin literasi yang kita dapatkan, yakni 2,35. Oleh
karena itu, masih harus ditingkatkan lagi kemampuan numerasi sekolah kita.”
Berdasarkan data yang diperoleh dari tes AKM Kelas pada kompetensi numerasi dan
hasil wawancara, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa belum pernah mengetahui AKM
sebelumnya dan baru pertama kali mengerjakan soal AKM Numerasi ketika penelitian ini. Hal
ini selaras dengan pernyataan guru Matematika SMPN 134 Jakarta yang menyampaikan
bahwa tipe-tipe soal AKM belum pernah dikenalkan oleh guru tersebut kepada para siswa dan
hal ini berkorelasi dengan tidak terbiasanya siswa dalam menghadapi soal-soal AKM
Numerasi sehingga siswa menganggap soal-soal AKM Numerasi ini tergolong sulit.
Beberapa penelitian mengungkap penyebab siswa beranggapan bahwa soal-soal AKM
Numerasi tergolong sulit, yaitu rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep dasar
matematika yang disebabkan oleh tingkat kecemasan matematika siswa yang berlebihan
(Salvia et al., 2022) dan guru tidak membiasakan siswanya untuk mengerjakan serta berlatih
dengan soal-soal literasi matematika serta metode dan media yang digunakan oleh guru kurang
mendukung pembelajaran (Diyarko & Waluya, 2017).
Hasil tes AKM Numerasi dari siswa SMPN 134 Jakarta juga mengindikasikan bahwa
peningkatan harus terus dilakukan terhadap kemampuan numerasi para siswa dan salah satu
hal yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan soal-soal berbasis AKM Numerasi dalam
pembelajaran di kelas dan pada evaluasi belajar peserta didik. Hal ini sesuai dengan penelitian
Cahyanovianty dan Wahidin (2021) yang menyarankan perlunya sosialisasi tentang arti dan
kegunaan AKM, latihan berbagai variasi soal AKM bagi siswa, dan guru lebih memperhatikan
siswa dalam menemukan kemampuan numerasinya. Selain itu, upaya yang dapat dilakukan
guru untuk meningkatkan kemampuan numerasi siswa adalah dengan memberikan motivasi
kepada siswa pada pembelajaran matematika sehingga dapat menurunkan kecemasan siswa
terhadap matematika dan menerapkan metode serta media pembelajaran yang menarik pada
program pembelajaran numerasi (Adawiyah et al., 2023). Dengan melakukan hal tersebut,
87 SUPERMAT, Volume 7, No. 1, April 2023, hal. 75-91
diharapkan para siswa menjadi lebih percaya diri dan terbiasa serta terampil dalam
menyelesaikan soal-soal AKM Numerasi dan kemampuan numerasi mereka dapat meningkat.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dengan menggunakan 10 butir soal AKM
Kelas pada level yang sesuai dengan subjek penelitian, yakni level 4 (kelas 7-8), dapat
disimpulkan bahwa tingkat kemampuan numerasi siswa kelas VIII SMPN 134 Jakarta masih
rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 58 siswa kelas VIII di SMPN 134 Jakarta,
55 siswa berada pada tingkat kemampuan numerasi rendah, sedangkan 3 siswa lainnya
memiliki kemampuan numerasi tingkat sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan
numerasi siswa kelas VIII SMPN 134 Jakarta cenderung berada pada level yang rendah.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melibatkan subjek yang lebih luas dan domain yang
lebih mendalam.
REKOMENDASI
Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi sekolah dan para stakeholder-nya
untuk dapat memahami kemampuan numerasi siswanya dan melakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan kemampuan numerasi tersebut, termasuk dengan menerapkan soal-soal berbasis
AKM Numerasi dalam pembelajaran di kelas dan pada evaluasi belajar peserta didik agar
siswa terbiasa untuk mengerjakan soal AKM Numerasi dan lebih siap untuk menghadapi
Asesmen Kompetensi Minimum.
UCAPAN TERIMAKASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak SMP Negeri 134 Jakarta yang telah
memberikan kami kesempatan untuk melakukan penelitian, tim peneliti yang membantu
penelitian hingga penulisan jurnal, dan pengelola jurnal SUPERMAT yang telah membantu
kami untuk menerbitkan jurnal.
REFERENSI
Adawiyah, N., Makki, M., & Nisa, K. (2023). Analisis Faktor Penyebab Rendahnya
Kemampuan Numerasi Siswa. Journal of Classroom Action Research, 5(1), 239–244.
https://doi.org/10.29303/jcar.v5i1.2845
Syafriah & Hadi 88
Andiani, D., Hajizah, M. N., & Dahlan, J. A. (2020). Analisis Rancangan Assesmen
Kompetensi Minimum (AKM) Numerasi Program Merdeka Belajar. Majamath: Jurnal
Matematika Dan Pendidikan Matematika, 4(1), 80–90.
Anggraini, K. E., & Setianingsih, R. (2022). Analisis Kemampuan Numerasi Siswa SMA
dalam Menyelesaikan Soal Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Mathedunesa:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 11(3).
https://doi.org/https://doi.org/10.26740/mathedunesa.v11n3.p837-849
Cahyanovianty, A. D., & Wahidin. (2021). Analisis Kemampuan Numerasi Peserta Didik
Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal Asesmen Kompetensi Minimum. Jurnal
Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2), 1439–1448.
https://doi.org/https://doi.org/10.31004/cendekia.v5i2.651
Darwanto, D., Khasanah, M., & Putri, A. M. (2021). Penguatan Literasi, Numerasi, dan
Adaptasi Teknologi pada Pembelajaran di Sekolah: (Sebuah Upaya Menghadapi Era
Digital dan Disrupsi). Eksponen, 11(2), 25–35.
https://doi.org/https://doi.org/10.47637/eksponen.v11i2.381
Diyarko, D., & Waluya, S. B. (2017). Analisis Kemampuan Literasi Matematika Ditinjau dari
Metakognisi dalam Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Lembar Kerja Mandiri Mailing
Merge. Unnes Journal of Mathematics Education Research, 5(1), 70–80.
Firmansyah, D., & Dede. (2022). Teknik Pengambilan Sampel Umum dalam Metodologi
Penelitian: Literature Review. Jurnal Ilmiah Pendidikan Holistik (JIPH), 1(2), 85–114.
https://doi.org/https://doi.org/10.55927/jiph.v1i2.937
Hasanah, M., & Hakim, T. F. L. (2022). Analisis Kebijakan Pemerintah Pada Assesmen
Kompetensi Minimum (AKM) Sebagai Bentuk Perubahan Ujian Nasional (UN).
Irsyaduna: Jurnal Studi Kemahasiswaaan, 1(3), 252–260.
https://doi.org/https://doi.org/10.54437/irsyaduna.v1i3.344
89 SUPERMAT, Volume 7, No. 1, April 2023, hal. 75-91
Nasrullah, Ainol, & Waluyo, E. (2022). Analisis Kemampuan Numerasi Siswa Kelas VII
Dalam Menyelesaikan Soal Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Kelas. Jurnal
Theorems (The Original Research of Mathematics), 7(1), 117–124.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31949/th.v7i1.4109
OECD. (2018). Survey International Program for International Student Assessment (PISA).
Pusat Asesmen dan Pembelajaran. (2020). AKM dan Implikasinya pada Pembelajaran. Badan
Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Putri, L. M. M., Aini, I. N., Fitriyana, F., & Sriwijayanti, R. P. (2023). Pengaruh Literasi dan
Numerasi dalam Meningkatkan Hasil Asesmen Kompetensi Minimum Kelas 5 SDN
Gading Kulon II Kabupaten Probolinggi Tahun Pelajaran 2022/2023. Fashluna: Jurnal
Pendidikan Dasar Dan Keguruan, 3(2), 172–181.
https://doi.org/https://doi.org/10.47625/fashluna.v3i2.408
Rahmawati, N., & Maryono, M. (2018). Pemecahan Masalah Matematika Bentuk Soal Cerita
Berdasarkan Model Polya pada Siswa Kelas VIII MTs Materi Pokok SPLDV. Jurnal
Tadris Matematika, 1(1), 23–34.
https://doi.org/https://doi.org/10.21274/jtm.2018.1.1.23-34
Rusandi, & Rusli, M. (2021). Merancang Penelitian Kualitatif Dasar/Deskriptif dan Studi
Kasus. Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 2(1), 48–60.
https://doi.org/https://doi.org/10.55623/au.v2i1.18
Syafriah & Hadi 90
Salvia, N. Z., Sabrina, F. P., & Maula, I. (2022). Analisis Kemampuan Literasi Numerasi
Peserta Didik Ditinjau dari Kecemasan Matematika. ProSANDIKA UNIKAL (Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Pekalongan), 351–360.
Saputri, G. L., Wardono, W., & Karisudin, I. (2019). Pentingnya Kemampuan Literasi
Matematika dan Pembentukan Kemampuan 4C dengan Strategi REACT (Relating,
Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring). PRISMA, Prosiding Seminar
Nasional Matematika, 2, 563–571.
Sholehah, M., Wisudaningsih, E. T., & Lestari, W. (2022). Analisis Kesulitan Siswa SMA
dalam Menyelesaikan Soal Asesmen Kompetensi Minimum Numerasi Berdasarkan
Teori Polya. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(4), 65–73.
https://doi.org/https://doi.org/10.31004/jpdk.v4i4.5163
Sidiq, U., & Choiri, M. (2019). Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan (A.
Mujahidin (ed.)). CV. Nata Karya.
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. John
Wiley & Sons.
Wijaya, A., & Dewayani, S. (2021). Framework Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Pusat
Asesmen dan Pembelajaran, Badan Penelitian, Pengembangan dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Winata, A., Widiyanti, I. S. R., & Sri Cacik. (2021). Analisis Kemampuan Numerasi dalam
Pengembangan Soal Asesmen Kemampuan Minimal pada Siswa Kelas XI SMA untuk
91 SUPERMAT, Volume 7, No. 1, April 2023, hal. 75-91
World Economic Forum. (2015). New Vision for Education: Unlocking the Potential of
Technology. World Economic Forum.