Anda di halaman 1dari 18

Laporan Antara

B
ab V Kriteria
Perencanaan

5.1. Perencanaan Jalan

Jalan yang dimaksudkan dalam perencanaan ini


adalah Jalan desa yaitu jalan yang dapat
dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi lokal
di daerah pedesaan. Artinya sebagai
 penghubung antar desa atau ke lokasi
pemasaran, sebagai penghubung antar hunian/
 perumahan, juga sebagai penghubung desa ke pusat
kegiatan yang lebih tinggi tingkatnya (kecamatan).

Jalan Desa dibangun atau ditingkatkan untuk


membangkitkan manfaat-manfaat untuk masyarakat
yang lebih tinggi tingkatnya seperti yang di bawah
ini :
Memperlancar hubungan dan komunikasi dengan
tempat lain, Mempermudah pengiriman sarana
produksi ke desa,
 Mempermudah pengiriman hasil produksi
ke pasar, baik yang di desa maupun yang
diluar dan,
Meningkatkan jasa pelayanan sosial, termasuk
kesehatan, pendidikan dan penyuluhan. Untuk
pembuatan jalan desa dilakukan dengan
meningkatkan jalan lama yang sudah ada. Hal ini
untuk menghindari banyaknya volume pekerjaan
dan kesulitan pembebasan tanah. Akan tetapi
Laporan Antara

kadang-kadang tidak dapat dihindarkan untuk


membuat jalan baru atau
 peningkatan jalan setapak.

Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan


baru antara lain : Trase jalan mudah untuk dibuat.
Pekerjaan tanahnya relatif cepat dan murah
 Tidak banyak bangunan tambahan (jembatan,
gorong-gorong dan lain-lain) Pembebasan
tanah tidak sulit.
Tidak akan merusak lingkungan.
Laporan Antara

Standar Teknis Jalan Desa

Standar – standar di bawah ini disusun khusus untuk jalan desa, dengan
keadaan tanah, topografi, dan iklim yang sering menghambat pembuatan
jalan yang baik. Standar ini tidak dimaksud sebagai “peraturan mati”, tetapi
diharapkan bermanfaat bagi para perancang dan
 pengawas. Pengalaman dan penilaian mereka selalu harus diterapkan pada
setiap desain yang dibuatnya, karena setiap jalan mempunyai keadaan yang
unik.
Pembangunan jalan di daerah pedesaan, selain perlu memperhatikan aspek
teknis konstruksi jalan, juga perlu mempertimbangkan aspek konservasi
tanah mengingat kondisi wilayah dengan topografi yang sering berbukit dan
dengan tanah yang peka erosi. Pengamatan di lapangan menunjukkan
bahwa tidak sedikit erosi tanah yang berasal dari
 jalan, khususnya berupa longsoran dari tampingan dan tebing jalan.

Tujuan pengendalian erosi pada jalan adalah utuk mengamankan jalan


dan membangun
 jalan yang tidak menjadi sumber erosi. Pengendalian erosi dapat dilakukan
secara sipil teknis atau secara vegetatif, dan masing-masing mempunyai
kelebihan. Seorang perencana harus memilih perlakuan pengendalian
erosi dengan mempertimbangkan konservasi dan
 biaya yang tidak terbatas pada waktu penyelesaian kontsruksi jalan, tetapi
harus dipikirkan sampai masa pemeliharaan. Kegiatan pengendalian erosi
tidak dibatasi pada Daerah Milik Jalan (Damija). Perencana wajib
mempertimbangkan akibat konstruksi jalan di luar Daerah Milik Jalan
(misalnya, pembuangan dari saluran merusak lahan produktif) dan boleh
merencanakan perlakuan walaupun perlakuan tersebut agak jauh dari badan
jalan (misalnya untuk mengamankan jalan dengan ditanam pohon-pohon
pada mini - catchment yang terletak di atas jalan).
Tingginya curah hujan, lereng-lereng curam dan tanah rapuh menimbulkan
banyak kesulitan dalam perencanaan dan pembangunan jalan berkualitas
tinggi, terutama bila dimaksudkan untuk membangun jalan dengan biaya
rendah dan tidak membahayakan lingkungan. Dalam konteks seperti ini kita
harus menyadari bahwa masalah erosi akan terus muncul walaupun dapat
dikurangi dan diatasi ketika terjadi.
Trase jalan harus dipilih untuk mengurangi masalah lingkungan misalnya
dengan mengurangi galian dan timbunan bilamana mungkin. Karena tidak
mungkin di kawasan
Laporan Antara

 perbukitan untuk menghilangkan masalah dengan pemilihan trase (dengan


pemindahan trase atau mengurangi tanjakan), maka perlu diusahakan
teknik-teknik pengendalian erosi termasuk pembangunan tembok Penahan
Tanah dan bronjong atau penanaman bahan-
 bahan vegetatif untuk menstabilkan lereng atau mengurangi erosi percik
atau erosi alur kecil.

5.1.1. Definisi, Singkatan dan Istilah

5.1.1.1. Jalur rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu system jalan
raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur rencana adalah
salah satu jalur dari jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya berjalur
banyak.
5.1.1.2. Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak
jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau
dianggap perlu untuk di beri lapis permukaan yang baru.
5.1.1.3. Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk
menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang
bertalian dengan tingkat
 pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
5.1.1.4. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas
kendaraan
 bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam sehari untuk
kedua jurusan.
5.1.1.5. Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka
yang menyatakan
 perbandingan tingkat kerusakan yamg ditimbulkan oleh suatu lintasan
beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakaan yang
ditimbulkan oleh suatu lintasan
 beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
5.1.1.6. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintasan ekivalen harian
rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur yang
diduga terjadi pada
 permulaan umur rencana.
5.1.1.7. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata
dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana yamg
diduga terjadi pada akhir umur rencana.
5.1.1.8. Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-
rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana
pada pertengahan umur rencana.
5.1.1.9. Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam
penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen
Laporan Antara

sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana.
5.1.1.10. Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau
permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan
dasar untuk perletakan
 bagian-bagian perkerasan lainnya.
5.1.1.11.   Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi dan tanah dasar.
5.1.1.12.   Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila
tidak menggunakan lapis pondasi
 bawah).

5.1.1.13.   Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas.


5.1.1.14.   Daya Dukung Tanah (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah
dasar.
5.1.1.15.   Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan
lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan,
daya dukung tanah dasar dan
 perkerasan.
5.1.1.16.   Indeks Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan
dengan penentuan tebal perkerasan.
5.1.1.17.   Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada
konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan
aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan
panas pada suhu tertentu.
5.1.1.18.   Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan lapis perkerasan
yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi
terbuka dan seragam yamg diikat oleh aspal keras dengan cara
disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan
digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan
batu
 penutup.
5.1.1.19.   Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang
terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler
(bila diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin.
5.1.1.20.   Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan asphalt keras
dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu.
Laporan Antara

5.1.1.21.   Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dari
lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 9,6 mm atau
3/8 inch.
5.1.1.22.   Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi
seragam. Tebal maksimum 20 mm.
5.1.1.23.   Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan.
Tebal maksimum 35 mm.
5.1.1.24.   Lapis Aspal Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah pondasi perkerasan
yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu
dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
5.1.1.25.   Lapis Aspal Beton Pondasi bawah (LASTON BAWAH) adalah pada
umumnya merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi
dan tanah dasar jalan yang

terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu


dicampur dan dipadatkan pada temperatur tertentu.
5.1.1.26.   Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah lapis penutup yang
terdiridari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal
keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panaspada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.
5.1.1.27.   Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah lapis penutup yang terdiri
dari campuran
 pasir dan aspal keras dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan
panas pada suhu tertentu.
5.1.1.28.   Aspal Makadam adalah lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan/atau agregat
 pengunci bergradasi terbuka atau seragam yamg dicampur dengan aspal
cair, diperam dan dipadatkan secara dingin.

5.1.2. Batas-Batas Penggunaan

Penentuan tebal perkerasan dengan cara yang akan diuraikan hanya berlaku
untuk konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir (granular
material, batu pecah) dan tidak berlaku untuk konstruksi yang menggunakan
batu-batu besar (cara Telford atau Pak laag)
Cara-cara perhitungan jalan, selain yang diuraikan disini dapat juga
digunakan, asal saja dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan hasil test
oleh seorang ahli.
Laporan Antara

5.1.3. Penggunaan

Petunjuk perencanaan ini dapat digunakan untuk :


Perencanaan perkerasan jalan baru (New Construction/Full Depth
Pavement) Perkuatan perkerasan jalan lama (Overlay)
Konstruksi bertahap (Stage Construction)
Khusus untuk penentuan tebal perkuatan perkerasan jalan lama, penggunaan
nomogram 1 sampai dengan 9 (lampiran 1) hanya dapat dipergunakan untuk
cara “Analisa Lendutan” dibahas dalam “Manual Pemeriksaan Perkerasan
Jalan dengan Alat Benkelman Beam”
 No.01/mn/b/1983.
Perkuatan perkerasan lama harus terlebih dahulu dilakukan untuk meneliti
dan mempelajari hasil-hasil laboratorium. Penilaian ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab perencana sesuai dengan kondisi setempat dan
pengalamannya.

5.1.4. Perkerasan Jalan

Bagian Perkerasan Jalan umumnya meliputi : Lapis Pondasi Bawah (Sub


Base Course), Lapis Pondasi (Base Course) dan Lapis Permukaan (Surface
Course).

lapis p ermukaan lapis pondasi D1

D2

D3

lapis p ondasi b awah

Gambar 5.1.1. Susunan Lapis Perkerasan Jalan


5.1.4.1. Tanah Dasar
Kekuatan dan ketahanan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Umumya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:
a)   Perubahan bentuk tetap (Deformasi Permanen) dari macam-macam
tanah tertentu akibat beban lalu lintas,
 b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air,
c)   Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara
pasti daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukan atau akibat
 pelaksanaan,
d) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu
Laporan Antara

lintas dari macam tanah tertentu.


e)   Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan
penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar
(granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat
pelaksanaan.
Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan diatas maka
tanah dasar harus dikerjakan sesuai dengan Peraturan Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Raya.

5.1.4.2. Lapis Pondasi Bawah


Fungsi lapis pondasi bawah antara lain ;
a)   Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan
 beban roda,

 b) Mencapai efisiensi penggunaan material yang relative murah agar


lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya,
c)   Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi,
d) Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar
terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang
relative lebih baik dari tanah dasar digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen Portland
dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif
terhadap kestabilan konstruksi
 perkerasan.

5.1.4.3. Lapis Pondasi


Fungsi Lapis Pondasi antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan yang menahan beban roda
 b.  Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahan
 beban-beban roda melalui lapis penutup. Sebelum menentukan suatu
bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi hendaknya dilakukan
penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan
persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%)
dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah,
kerikil pecah dan stabilitas tanah dengan semen atau kapur.
Laporan Antara

5.1.4.4. Lapis Permukaan


Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
 b. Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi pondasi atas, bawah dan
badan jalan dari kerusakan akibat air
c. Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk lapis permukaan sama dengan bahan untuk lapis pondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan
agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik yang mempertinggi daya dukung
lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

Pemilihan bahan untuk lapis permukaan harus dipertimbangkan ketahanan


kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai menfaat
yang sebesar-besarnya dari
 biaya yang dikeluarkan.

5.1.5. Parameter Perencanaan

5.1.5.1. Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
raya yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda
batas jalur maka
 jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar dibawah

ini : Tabel 5.1.1. Jumlah Jalur berdasarkan lebar perkerasan


Lebar Perkerasan ( L ) Jumlah Jalur ( n )
L < 5,50 m 1 jalur
5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 jalur
8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 jalur

11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 jalur


15,00 m ≤ L < 18,75 m 5 jalur
18,75 m ≤ L < 22,00 m 6 jalur

Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan dan berat


yang lewat

1.   Kerusakan setempat (weak spot) selama tahap pertama dapat


diperbaiki dan direncanakan sesuai data lalu lintas yang ada.

5.1.6. Pertimbangan Drainase

Air adalah musuh jalan yang paling kuat. Jalan menjadi jelek jika badan
jalan tidak cepat kering sehabis hujan. Jalan menjadi terputus apabila air
dibiarkan merintangi permukaan
Laporan Antara
 jalan. Jalan menjadi rusak apabila air dibiarkan mengalir ditengah jalan.
Jalan menjadi
 bergelombang apabila pondasi jalan tidak kering.

Perbaikan masalah di atas cukup mahal dan sulit, tetapi masalah seperti ini
dapat dihindari apabila masalah drainase dipertimbangkan pada waktu pra
survey. Di tempat tertentu, tidak akan ada masalah drainase. Ditempat lain,
jalan hamper pasti mengalami masalah berat. Pertimbangan yang paling
sederhana adalah sebagai berikut :

Jalan yang dapat mengikuti punggung bukit tidak akan mengalami drainase,
karena air tidak perlu melintang
 jalan.

Jalan yang dibuat pada lereng bukit, terpaksa


harus ada galian dan timbunan tanah, selokan
 pinggir jalan, talud, gorong-gorong
dan sebagainya, dengan biaya
konstruksi yang lebih
 besar. Kemungkinan terkena erosi dan longsor
yang lebih besar.

Keadaan seperti ini harus dihindari karena masalah drainase (pembuangan)


air. Kemungkinannya jalan tidak bisa dikeringkan.

5.1.7. Geometri Jalan

Jalan direncanakan untuk kecepatan 15 s/d 20 Km/jam.


Pandangan bebas harus diperhatikan demi keselamatan pemakai jalan, baik
kendaraan maupun pejalan kaki. Tikungan vertical dengan pandangan bebas
30 meter.
Laporan Antara

Tikungan horizontal dibuat dengan pandangan bebas 30 meter.

BUKIT

1 0 M e t e r 

Jari – jari tikungan minimal 10 meter. Tikungan tajam dibuat dengan


pelebaran perkerasan dan kemiringan melintang miring ke dalam.

5.1.8. Tempat Persimpangan

Perkerasan yang hanya selebar tiga meter kurang lebar untuk dua kendaraan
saling melewati, maka harus disediakan tempat sebuah kendaraan dapat
menunggu kendaraan
 berjalan dari lain arah. Setiap tempat ini harus kelihatan dari tempat yang
sebelumnya.

BUKIT

D a p a t d i l ih a t

Tempat2
D a p a t d i li h a t

Tempat1
JALAN
3,00m 3 1,50
minimal
6

PT. WASTU WIDYAWAN


Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232 Telp. (024) 8442614
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh Telp. (0651) 23808
V -19
Laporan Antara

5.1.9. Tanjakan Jalan

Tanjakan membatasi muatan yang dapat diangkut pada suatu jalan, serta
membuat jalan lebih berbahaya. Jalan yang sangat curam juga lebih sulit
untuk dipadatkan dengan mesin gilas, dan permukaan jalan dan saluran air
lebih sering harus dipelihara dan diperbaiki.
Pengukuran tanjakan adalah dengan rumus “ jumlah meter naik per setiap
seratus meter horizontal” (10 meter naik per 100 meter horizontal sama
dengan tanjakan 10 %).

7
100
Panjang tidak dibatasi

• Untuk meningkatkan penggunaan jalan serta keselamatan, pilih trase


jalan supaya tanjakkan tidak terlalu curam. Jika jalan menanjak terus,
tanjakan maksimal dibatasi 7
%.
• Pada bagian pendek, tanjakkan dibatasi 20 %. Setelah 150 meter, harus
disediakan
 bagian datar atau bagian menurun.
Apabila trase jalan belum memenuhi persyaratan ini, seharusnya
dipindahkan supaya trasenya lebih ringan.

20
100

Panjang maksimal 150 meter

5.1.10. Tikungan pada Tanjakan Curam

Di daerah perbukitan sering dijumpai jalan yang menanjak dengan


kemiringan yang cukup
 berat diatas 10%. Apabila terdapat tikungan tajam di daerah tersebut, jalan
harus dibuat seperti tercantum dalam gambar di bawah ini:
Laporan Antara

Perkerasan diperlebar pada t ikungan, men


S  ALUR  AN  D 
 A R I  A T  A S

S ALU R AN K E B A W A H

jadi 4 + meter 

Tikungan dibuat pada bagian datar untuk


memperm udah perjalanan
bagi yang naik atau turun
D a t a r 

Pembangunan air dari saluran pinggir jalan supaya air tidak melintangi jalan
dan mengganggu kendaraan :
• Saluran dari atas diteruskan lurus ke depan dan airnya dibuang jauh dari
jalan.
• Saluran pada jalan bagian bawah dimulai di luar bagian datar (sesudah
tikungan).

5.1.11. Bentuk Badan Jalan

Jalan harus dibuat dengan bentuk yang tepat. Pada keadaan biasa, bentuk
jalan dibuat seperti gambar yang ada di bawah ini. Pada daerah yang
relative datar, badan jalan dibuat dengan bentuk “punggung sapi”.

Ukuran Minimal

4 , 00
1 3 , 00
0 , 50
1
Kemiringan 4 - 5 %

Saluran Pinggir 

Perkerasan dengan lebar 3 meter adalah perkerasan standar pada proyek ini.
Tetapi dapat dibuat perkerasan yang lebih sempit (2,50 m) jika kebutuhan
tersebut hanya untuk melewatkan kendaraan-kendaraan kecil, sedangkan
kebutuhan panjang jalannya lebih diutamakan.
Laporan Antara

Jika situasi mengijinkan, jalan dibuat dengan ukuran lebih besar daripada
ukuran minimal. Perkerasan dipasang selebar 4,00 meter untuk
memudahkan arus lalu lintas dua arah. Bahu
 jalan dibuat selebar 1,00 meter kiri kanan jalan, maka lebar badan jalan
menjadi 6,00 meter.

Permukaan jalan dan bahu dibuat miring ke saluran pingir jalan. Di daerah
yang relatif datar, dibentuk seperti punggung sapi (lebih tinggi ± 6-8 cm di
tengah; jika punggung sapi kelihatan dengan mata telanjang berarti sudah
cukup miring untuk drainase). Pada tikungan, jalan dibuat miring ke dalam
demi kenyamanan dan keselamatan. Pada jurang,
 permukaan dibuat miring ke arah bukit dan saluran, demi keselamatan dan
drainase.

Ukuran saluran dan perlindungan saluran akan dibahas pada Sub bab 5.3.
Ukuran minimal adalah 50 (dalam) x 30 (lebar dasar) dengan bentuk
trapezium atau persegi panjang. Saluran tidak diperlukan apabila terdapat
kemiringan asli lebih dari 1% yang membawa air ke arah luar dari jalan.

Disarankan kemiringan tebing 1:1 karena semakin landai tanah semakin


stabil dan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik pada tebing yang
hampir vertikal. Tebing gundul perlu dilindungi dengan salah satu cara
efektif dan efesien, antara lain : pembuatan teras, saluran diversi,
penanaman rumput atau perdu, lapisan batu kosong, pemasangan batu, dan
 bronjong kawat.

5.1.12. Bentuk Badan Jalan di Daerah Curam

Konstruksi jalan di daerah perbukitan perlu perhatian khusus untuk


menjamin stabilitas, untuk mengurangi longsor dan erosi, dan demi
keselamatan.

1
1,5

4 meter 1
maksimal 2

4,00 1,50 meter 


maksimal

1
2
Laporan Antara

Ukuran saluran minimal 50 cm dalam x 30 cm lebar dasar, bentuk


trapezium. Badan jalan di daerah curam miring ke arah bukit dan saluran
pinggir jalan.

Kemiringan tebing maksimal 2:1, dan dilindungi dengan cara yang efektif.
Galian atau keprasan maksimal disarankan 4,00 meter. Tanah yang digali
harus dibuang secara aman untuk mencegah erosi dan longsor.

Karena timbunan sulit dipadatkan secara padat karya, disarankan perkerasan


tidak dibuat di atas timbunan baru. Karena masalah stabilitas, timbunan
maksimal dibatasi 1,50 meter. Timbunan tinggi sering mangalami longsor
dan erosi berat.

Lereng asli dengan kemiringan lebih dari 1:1,5 (33,7°, atau 67%) tidak
dapat dibuat sesuai dua standar yang terakhir (seperti yang digambar di atas:
lebar badan jalan 3 meter, dua
 bahu, satu saluran, galian maksimal 4 meter dengan tebing 1:1 dan
timbunan 1,5 meter dengan tebing 2:1).

5.1.13. Permukaan Jalan

Tebalnya lapisan batu belah ditentukan sesuai dengan kebutuhan setempat


(tergantung
 jenis dan frekuensi lalu lintas) dan kesediaan batu. Biasanya batu belah
dipasang dengan ukuran 8/15 cm untuk lapisan 15 cm atau ukuran 15/20
untuk lapisan 20 cm.

Lapisan batu dapat diganti dengan lapisan sirtu (pasir campur batu, tebal 20
cm), terutama di daerah yang kesulitan batu dan mempunyai tanah dasar
yang tidak stabil.

Lapis pondasi dibuat dari batu belah/pecah hitam atau batu belah/pecah
putih yang bersifat keras serta mempunyai minimal tiga bidang pecah.

0,50 1,50

Tanah+pasir
Batu kunci 0,015
Rumput
minimal
Kemiringan 4 5%
Laporan Antara

Batu pinggir ditanam

Tanah asli di bawah permukaan (pondasi) dipadatkan oleh


mesin gilas, stemper, atau timbres dengan kemiringan yang
direncanakan untuk permukaan.
Lapisan paling bawah adalah lapisan pasir yang menjadi alas
batu, untuk memudahkan
 pemasangan batu permukaan dengan rata dan rapi.

Batu harus dipasang dan ditanam dengan teliti supaya


permukaan rata dan rapi. Batu harus
 berdiri tegak lurus dengan as jalan (melintang), ujung yang
lebih runcing ke atas (kalau runcing kebawah, batu yang
dibebani akan tembus lapisan pasir dasar ).Disisipkan batu kecil
sebagai pengunci pada permukaan.

Lapisan paling atas terdiri dari campuran pasir dengan tanah


yang terpilih. Tanah liat tidak
 boleh dipergunakan. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai
pasir urug. Sebagai alternatif, lapisan atas dapat dibuat dari
sirtu atau krosok dengan tebalnya 2 cm.

Sebagai langkah terakhir, dipadatkan dengan mesin gilas roda


besi sambil permukaan disempurnakan.

Khusus untuk tikungan tajam, permukan dibuat miring ke


dalam, dengan kemiringan maksimal 10 %. Hal ini untuk
membuat tingkat pelayanan jalan selalu sama baik di jalan lurus
maupun di tikungan. Perkerasan diperlebar 50 cm pada bagian
dalam tikungan.

5.1.14. Bahu Jalan

Bahu jalan berfungsi sebagai pelindung permukaan jalan dan


sebagai perantara aliran air hujan yang ada dipermukaan jalan
menuju saluran pinggir dengan lancar. Bahu jalan juga
 berfungsi sebagai tempat pemberhentian sementara bagian
kendaraan. Bahu jalan tidak
Laporan Antara

 boleh dilupakan dalam pelaksanaan jalan desa.

Adapun persyaratan teknis untuk bahu jalan adalah sebagai


berikut :
• Bahu jalan dibuat di sebelah kiri dan sebelah kanan
sepanjang jalan, dengan lebar minimal 50 cm.
• Bahu harus dibuat dengan kemiringan sedikit lebih miring
dari pada kemiringan
 permukaan jalan, biasanya 6 8 % (sama dengan turun 3-4 cm
persetiap 50 cm lari), demi kelancaran pembuangan air
hujan.
• Bahan untuk bahu sebaiknya terdiri dari tanah yang dapat
ditembusi air, sehingga
 pondasi jalan dapat dikeringkan melalui proses rembesan.

• Tanah pada bahu harus dipadatkan (lihat penjelasannya


dalam sub bab pemadatan tanah)
Ada baiknya kalau rumput ditanam disebelah luar bahu,
dimulai sekitar 20 cm dari
 pinggir. Rumput tersebut akan membantu stabilisasi pinggir
jalan, tetapi harus dipangkas secara rutin supaya tidak
terlalu tinggi.
• Penanaman perdu atau pohon diharapkan diluar bahu (dan
saluran, bila ada). Tanaman
tersebut akan membantu stabilitas timbunan baru, tetapi tidak
boleh terlalu dekat dengan jalan.

5.1.15. Pemadatan Tanah

Tanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali


pernah mengalami gangguan yang mengakibatkan tanah
menjadi kurang padat. Sebelum kegiatan pemasangan
 perkerasan jalan, semua daerah timbunan harus dipadatkan
dengan mesin gilas, stemper, atau timbrisan.
Pemadatan ini sangat membantu menjaga stabilitas dan daya
tahan badan jalan. Jalan yang tidak dipadatkan juga lebih
mudah terkikis oleh pengaliran air, dan mudah terkena air dan
longsor.
Laporan Antara

Kadar air harus optimal sebelum dipadatkan. Kadar optimal


adalah sedikit basah, tetapi kalau digenggam tidak ada air
mengalir ke luar. Tanah biasa yang terlalu basah tidak dapat
dipadatkan. Tanah yang terlalu kering memerlukan tenaga jauh
lebih banyak untuk dipadatkan.

Pemadatan harus secara lapis demi lapis, dengan setiap lapis


maksimal 20 cm. Bila dipadatkan dengan lapisan yang lebih
tebal, bagian dalam kurang padat.

Pemadatan secara mesin dapat dilaksanakan dengan stemper


atau dengan mesin gilas yang
 berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 2 ton bergetaran dianggap
sama dengan mesin biasa
 berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 6-8 ton dapat digunakan apabila
dapat masuk lokasi. Pemadatan secara padat karya
dilaksanakan dengan timbris.

Untuk daerah dimana tempat tanah dasarnya jelek, maka badan


jalan harus diadakan
 perkuatan, misalnya cerucuk atau stabilizer.

Anda mungkin juga menyukai