Anda di halaman 1dari 5

Mahasiswa sebagai Agent of Change dalam Peningkatan Literasi Digital

di Era Society 5.0


Nur Syarifah Arifin
Institut Agama Islam Negeri Bone
e-mail: nursyarifah.a@outlook.com

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana peran mahasiswa sebagai agen perubahan yang
dalam hal ini dari sisi peningkatan literasi digital yang merupakan buah dari perkembangan teknologi di
ranah pendidikan dengan menganalisis literatur-literatur yang telah ada. Perkembangan sampai pada tahap
dimana saat ini kita menyebutnya dengan human-centered-society atau society 5.0. Masa dimana
digitalisasi terus terjadi, salah satunya adalah literasi digital yang krusial dalam peningkatan kualitas pelajar
khususnya mahasiswa di perguruan tinggi yang memudahkan pelajar khususnya mahasiswa di perguruan
tinggi dalam pemecahan masalah dengan penggunaan digital tools, terus memberikan inovasi-inovasi
terbaru, meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi
tantangan yang lebih besar di ranah kerja kedepannya. Dari pendekatan tersebut, diperoleh bahwa ada
banyak peran yang bisa untuk terus diupayakan oleh mahasiswa seperti, berupaya untuk memanfaatkan
potensi alat-alat digital yang ada, menumbuhkan kesadaran untuk melakukan filtrasi akan informasi-
informasi yang diperoleh, paham akan etika-etika dalam literasi digital. Dalam hal ini upaya-upaya tersebut
merujuk pada empat pilar literasi digital yaitu; digital skills, digital ethics, digital safety, dan digital culture
yang diyakini akan membawa perubahan terhadap kualitas pendidikan Indonesia.
Keywords : peran mahasiswa, agent of change, literasi digital, society 5.0

1. Pendahuluan
Menghadapi paradigma kemajuan di era revolusi industri 4.0 yang sangat pesat, dimana
evolusi teknologi digital seperti cyber-physical system, internet of things, cloud computing, dan
cognitive computing yang membawa perubahan ekstrem di tengah-tengah masyakat, “Society 5.0”
diusung oleh Jepang sebagai konsep yang mampu menjadi solusi paradigma tersebut. (Abdullah,
2020) Society 5.0 sendiri adalah gagasan yang diangkat sebagai bahan perbincangan pada World
Financial Gathering awal Januari 2019 di Davos, Swiss. Menurut kepala administrator Jepang,
Shinzo Abe, bahwa secara khusus, revoulusi industri 4.0 memanfaatkan penalaran buatan manusia
sementara society 5.0 menyoroti komponen manusia. (Rahman, 2019) Sebagaimana dikatakan
bahwa society 5.0 adalah upaya menjadikan teknologi berpusat pada manusia (a human centered
society) dengan mengintegrasikan dunia nyata dengan dunia maya. (ALHEFEITI, 2018) Dalam
hal ini, Konsep ini menjadi tantangan dalam ranah pendidikan yang menuntut setiap yang terlibat
dalam ranah tersebut untuk terus beradaptasi menghadapi digitilasi system pendidikan yang
semain berkembang. Dalam menjawab tantangan tersebut, desain kurikulum pendidikan
menyebutkan beberapa poin penting yaitu: pendidikan karakter; berpikir kritis, kreatif dan inovatif,
serta; mampu mengaplikasikan teknologi pada era tersebut. (Yuniarto & Yudha, 2021)
Salah satu teknologi pada era sekarang ini adalah internet of things. Hasil survey APJII
(Asosisasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) menyebutkan bahwa terdapat peningkatan
pengguna internet di Indonesia sejak 2016. Ini memunculkan perkembangan teknologi informasi
menjadi bagian dari mulainya era revolusi digital di Indonesia. Perkembangannya yang sangat
pesat mampu memberikan pengaruh besar dan mendominasi seluruh sektor kehidupan masyarakat,
termasuk di dunia pendidikan. Tuntutan akademik pada tiap jenjang pendidikan di Indonesia
berbeda-beda. (Akbar & Anggaraeni, 2017) Hal ini menunjukkan peralihan sistem pendidikan
yang sebelumnya bersifat konvensional menjadi digital telah menjadi suatu keharusan dalam
konsep society 5.0 ini.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) dan Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (Puskakom UI) yang dipublikasikan
pada bulan Maret 2015 menyatakan bahwa mahasiswa berada di posisi ke-2 sebagai pengakses
internet terbesar di Indonesia yaitu sebanyak 18% atau sekitar 1.585.800 dari total pengguna
internet Indonesia yang berjumlah 88,1 juta dan sebanyak 29,3% dari pengakses internet dari
kalangan mahasiswa tersebut menyatakan alasan mereka menggunakan internet adalah untuk
kepentingan pendidikan. (Nurjanah, Rusmana, & Yanto, 2017) Angka ini menunjukkan
bagaimana konsumsi digital di Indonesia khususnya bagi mahasiswa dalam kepentingan
pendidikan mereka. Tentunya, akses internet maupun digital access lainnya memiliki aturan-
aturan tersendiri, dan sebagai aturan-aturan tersebut harus diindahkan bagi setiap pengguna.
(McClurken, Boggs, Wadewitz, Geller, & Beasley-Murray, 2013) Selain itu, masyarakat digital
harus memiliki literasi digital. Literasi digital merupakan kemampuan seseorang dalam
menggunakan perangkat komputer untuk mengakses berbagai informasi di ruang digital. (Martin,
2008). Literasi digital adalah tentang menggunakan media digital, alat atau jaringan komunikasi
untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, memproduksi dan menggunakan keterampilan
atau pengetahuan informasi secara baik, bijak, cerdas, teliti, seksama & taat hukum. (Gillen, 2014)
Mahasiswa sebagai kelompok intelektual muda yang berada di ruang lingkup masyarakat,
juga sebagai generasi penerus bangsa tentunya mampu mengahadapi tantangan dalam perubahan
siklus globalisasi yang pesat ini, terlebih di ranah pendidikan salah satunya adalah menjawab
tantangan terkait literasi digital untuk menggapai konsep human-centered society, sehingga tren
teknologi tingkat tinggi yang tengah berkembang saat ini tidak mengambil alih produktivitas
manusia. Jika merujuk dalam laporan Status Literasi Digital di Indonesia 2021 yang dirilis oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika Bersama Katadata Insight Center yang melaporkan
bahwa indeks literasi digital Indonesia pada tahun 2021 berada di level 3,49 dapat disimpulkan
bahwa dari skala 1-5 indeks tersebut berada di level sedang. Hal ini yang mendasari penelitian ini
untuk membahas bagaimana mahasiswa sebagai agent of change dalam peningkatan literasi digital
Indonesia yang saat ini berada di level sedang di era society 5.0 dimana literasi digital menjadi
salah satu tantangan besar di sektor pendidikan saat ini.

2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode systematic literature review untuk menjawab
permasalahan penelitian. Systematic literature review dicirikan sebagai prosedur ilmiah yang
dipandu oleh seperangkat aturan spesifik dan ketat yang bertujuan untuk menetapkan kelengkapan,
sifat bebas bias, dan transparansi, serta akuntabilitas metodologi dan implementasi suatu studi
ilmiah. (Dixon-Woods, 2010) Penelitian ini secara konseptual menggali mengenai bagaimana
upaya peningkatan literasi digital oleh mahasiswa di era society 5.0, dari tinjauan studi-studi ilmiah
yang terpiih dari database Google Scholar

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Hasil
Hasil pencarian literatur terkait peningkatan literasi digital oleh mahasiswa yang
merupakan agent of change di era society 5.0 di Google Scholar dengan menggunakan kata kunci
“peningkatan literasi digital oleh mahasiswa” dari literatur sejak tahun 2018 diperoleh 130 artikel.
Dari 130 artikel yang diperoleh, setelah melakukan penyaringan abstrak, melihat kesesuaian judul,
berhasil menyisakan … yang sesuai dan akan dianalisis.
Table 1. Sumber Literatur

No. Data Base Hasil Seleksi


1 Google Scholar 130 2
Total 130 2

Table 2. Literatur Terpilih

No. Peneliti Topik


1 Erni Novita Sari dkk Peran
Literasi
Digital dalam
Menangkal
Hoax di Masa
Pandemi
2. Bambang Yuniarto, Rivo Panji Literasi
Yudha Digital
sebagai
Pengautan
Pendidikan
Karakter
Menuju Era
Society 5.0

3.2. Pembahasan
Dalam penelitian pertama, terlihat bahwa salah satu tantangan terbesar dalam akses bebas akan
informasi yang tersebar dalam internet adalah berita bohong atau hoax. Dalam penelitian ini dijelaskan
bahwa hoax dapat diatasi dengan literasi digital dengan berpikir kritis akan berita atau pernyataan yang
Nampak dan cross check setiap pernyataan yang diperoleh. Sebagai agen perubahan dan juga kelompok
intelektual, dua hal tersebut adalah sikap penting yang perlu diterapkan oleh mahasiswa agar digital safety
sebagai salah satu pilar dari literasi digital meningkat. Selain itu mahasiswa dapat mengikuti Gerakan anti-
hoax sebagai aksi persuasi.

Dalam penelitian kedua, dijelaskan bahwa kesadaran masyarakat tentang literasi digital
biasanya terbatas pada penggunaan aktual produk digital, seperti smartphone, tablet, komputer,
dan beberapa aplikasi pendukung lainnya. (Kennedy, Judd, Churchward, Gray, & Krause, 2008)
Dalam penelitian ini, salah satu peran yang mahasiswa dapat lakukan dalam peningkatan literasi
digital adalah dengan penguatan role education. Dalam literasi digital itu sendiri, kita juga harus
mengembangkan sikap atau perilaku yang baik agar literasi digital dapat berjalan dengan normal. Literasi
digital harus mengembangkan kapabilitas khalayak, dalam hal ini pendidikan literasi media dalam
memahami tipikal informasi atau informasi media. Selain itu juga dibarengi dengan perkembangan tingkah
laku, seperti perkembangan emosi, perasaan perasaan orang lain yaitu sikap empati dalam memahami
informasi. Ini dalam bentuk kematangan moral untuk menahan terjadinya konsekuensi moral. Dengan cara
ini, Anda dapat memahami hal-hal buruk yang mungkin terjadi pada informasi yang disebarkan dan cara
menghadapinya.

Kegiatan literasi informasi dapat dikembangkan dengan model multi literasi, artinya siswa
tidak hanya diajarkan untuk mengikuti standar literasi informasi, tetapi juga perlu dibekali dengan
literasi lain di lingkungan digital saat ini. Informasi yang dihasilkan dapat menjadi pengetahuan
baru dan mampu membangun masyarakat yang lebih baik dengan menggunakan perangkat digital
secara etis, santun, bertanggung jawab dengan memperhatikan aspek sosial, budaya, ekonomi dan
hukum yang melingkupi informasi digital. Budaya literasi tradisional seperti menulis, membaca
dan mendengarkan masih dibutuhkan di lingkungan digital untuk meningkatkan kemampuan
literasi digital bagi generasi digital natives.
Dan juga terdapat elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai
berikut. 1) Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital; 2) Kognitif, yaitu
daya pikir dalam menilai konten; 3) Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual; 4)
Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital; 5) Kepercayaan
diri yang bertanggung jawab; 6) Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru; 7) Kritis dalam
menyikapi konten; dan 8) Bertanggung jawab secara sosial.(Mardina, 2017)

4. Kesimpulan dan Saran


Tulisan ini bermaksud untuk menggambarkan bagaimana mahasiswa dalam peningkatan
literasi digital di era society 5.0 ini dengan menjadi percontohan anti-hoax, menggalakkan aksi
cross-check sebagai sikap pilar digital etchics dalam literasi digital. Selain itu dengan
mengembangkan elemen esensial yaitu kognitif, kultural, konstruktif, kepercayaan diri dan
tanggung jawab, dan kritis. Melalui tulisan ini, peneliti berharap mampu memberikan gambaran
akan peran mahasiswa dalam peningkatan literasi digital. Dan tulisan ini hanya sebagai tinjauan
literatur yang hampir tidak memiliki hal otentik yang baru sehingga peneliti berharap akan
penelitian systematic review yang lebih rinci dari berbagai data base lainnya sehingga dapat
mempertegas gap dan mampu menggambarkan mengenai hal ini lebih baik lagi.
Daftar Pustaka

Abdullah, S. M. (2020). Analisis Kebutuhan Pengembangan Diri Dan Karier Untuk Mahasiswa
Di Era Society 5.0. PROSIDING SEMINAR NASIONAL MILLENEIAL 5.0 FAKULTAS
PSIKOLOGI UMBY.

Akbar, M. F., & Anggaraeni, F. D. (2017). Teknologi dalam pendidikan: Literasi digital dan self-
directed learning pada mahasiswa skripsi. Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(1).

ALHEFEITI, F. S. O. (2018). Society 5.0 A human-centered society that balances economic


advancement with the resolution of social problems by a system that highly integrates
cyberspace and physical space. The British University in Dubai (BUiD).

Dixon-Woods, M. (2010). Systematic reviews and qualitative methods. Qualitative Research:


Theory, Method and Practice. 3rd Edn. London: Sage, 331–346.

Gillen, J. (2014). Digital literacies. Taylor & Francis.

Kennedy, G., Judd, T., Churchward, A., Gray, K., & Krause, K. (2008). First Year Students’
Experiences with Technology: Are they really Digital Natives? Australasian Journal of
Educational Technology, 24. https://doi.org/10.14742/ajet.1233

Mardina, R. (2017). Literasi Digital bagi Generasi Digital Natives.

Martin, A. (2008). Digital Literacy and the “Digital. Digital Literacies: Concepts, Policies and
Practices, 30, 151.

McClurken, J., Boggs, J., Wadewitz, A., Geller, A. E., & Beasley-Murray, J. (2013). digital
literacy and the undergraduate curriculum. Cohen and Scheinfeldt, 80–81.

Nurjanah, E., Rusmana, A., & Yanto, A. (2017). Hubungan literasi digital dengan kualitas
penggunaan e-resources. Lentera Pustaka: Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi
Dan Kearsipan, 3(2), 117–140.

Rahman, F. (2019). Society 5.0: Konsep Peradaban Masa Depan. Retrieved from
https://medium.com/hmif-itb/society-5-0-konsep-peradaban-masa-depan-d1b29ebbac9e

Yuniarto, B., & Yudha, R. P. (2021). LITERASI DIGITAL SEBAGAI PENGUATAN


PENDIDIKAN KARAKTER MENUJU ERA SOCIETY 5.0. Edueksos: Jurnal Pendidikan
Sosial & Ekonomi, 10(2).

Anda mungkin juga menyukai