Anda di halaman 1dari 27

KENYAMANAN VISUAL PADA GEDUNG OLAHRAGA DI

LHOKSEUMAWE

SEMINAR PROPOSAL

OLEH
HARDIANSYAH SAMOSIR
190160028

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah Ta’ala atas segala nikmatNya sehingga Proposal
Seminar yang berjudul Kenyamanan Visual Pada Gedung Olahraga Di Kota
Lhokseumawe ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang
berarti. Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Seminar yang
diampu oleh Ibu Soraya M, ST, M.Sc.

Pemilihan tema ini didasari atas rasa ingin tahu penulis terhadap
kenyamanan visual yang berada di gedung olahraga. Apakah sudah memenuhi
standar peraturan pemerintah yang sudah tertera. Semoga dengan adanya proposal
ini dapat membuka pola pikir penulis khususnya dan pembaca pada umumnya
terkait kenyamanan visual pada gedung olahraga.

Proposal ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari Ibu Soraya M, ST, M.Sc., selaku dosen pengampu. Untuk itu
saya ucapkan terima kasih atas segala bantuannya dalam berbagai bentuk hingga
proposal ini dapat terselesaikan dan sampai ke tangan pembaca.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan


proposal ini, baik dari segi EBI, kosakata, tata bahasa, etika maupun isi. Maka dari
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca yang
kemudian akan penulis jadikan sebagai evaluasi.

Demikian, semoga proposal ini dapat diterima sebagai ide/gagasan untuk


menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Lhokseumawe, Juli 2022

Hardiansyah Samosir

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

Lampiran ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
1.5 Batasan Penelitian ....................................................................... 3
1.6 Kerangka Berpikir ...................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

2.1 Kenyamanan ................................................................................ 5


1. Pengertian Kenyamanan .......................................................... 5
2. Aspek-Aspek Kenyamanan ..................................................... 6
3. Unsur Pembentuk Kenyamanan .............................................. 6
2.2 Kenyamanan Visual .................................................................... 7
1. Pengertian Kenyamanan Visual .............................................. 7
2. Faktor-Faktor Kenyamanan Visual ......................................... 8
3. Intensitas Cahaya .................................................................... 8
4. Sudut Pandang ......................................................................... 10
5. Tata Warna .............................................................................. 10
2.3 Gedung Olahraga ........................................................................ 11
1. Pengertian Olahraga ................................................................ 11
2. Definisi Gedung Olahraga ....................................................... 11
3. Standar Peraturan Pemerintah Tentang Gedung Olahraga ...... 13

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 17

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 17


3.2 Metode Penelitian ........................................................................ 18
3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 19
1. Jenis Data ................................................................................ 19
2. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 19
3.4 Objek Penelitian .......................................................................... 20
3.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 20
3.6 Variabel Penelitian ...................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Lhokseumawe merupakan kota yang berada di Provinsi Aceh, dan


Kota Lhokseumawe juga merupakan kota pendidikan yang berada di Aceh. Secara
geografis Provinsi Aceh berada digaris Khatulistiwa atau tropis. Daerah tropis
menurut pengukuran suhu adalah daerah tropis dengan suhu rata-rata 20°C,
sedangkan rata-rata suhu di Indonesia adalah 35°C dengan tingkat kelembapan
tinggi, dapat mencapai 85% (iklim tropis panas lembab).

Ada beberapa Universitas dikota ini. Masyarakat dan mahasiswa pasti


mempunyai banyak kegemaran atau hobi. Salah satunya adalah aktivitas olahraga.
Untuk mendukung hobi tersebut tentunya harus ada fasilitas atau sarana yang
memadai dan memenuhi standar yang sudah ditentukan. Fasilitas tersebut adalah
Gelanggang Olahraga (GOR). Umumnya gedung olahraga itu mempunyai aktivitas
yang dilakukan oleh pemain, disamping itu terdapat penonton yang ikut
menyemarakan ruangan dengan ikut menyaksikan kegiatan yang berada didalam
ruangan tersebut. Aktivitas penonton ditribun lumayan padat sehingga harus
diperhatikan sisi kenyamanannya agar penononton menyaksikan pertandingan
dengan puas.

Dalam meningkatkan sisi kenyamanan bagi para atlet dan penonton ada
beberapa hal yang harus diperhatikan seperti dari segi pencahayaan, sudut pandang,
dan kesesuaian pemilihan warna pada interior. Dengan diperhatikannya aspek-
aspek tersebut, diharapkan setiap perencanaan tribun dalam sebuah gedung
olahraga yang akan dibangun dapat dipertanggung jawabkan terhadap kenyamanan
visual para pengunjung yang menggunakan tribun pada gedung tersebut.

Perancangan desain gedung olahraga yang merespon terhadap kenyamanan


visual, spesifikasi tempat duduk, dan sirkulasi penonton ditribun menjadi sangat
perlu walaupun memiliki tingkat yang berbeda, sehingga dapat mempengaruhi
kenyamanan penonton ketika sedang menyaksikan pertandingan berlangsung.

1
Apabila hal ini tidak diperhatikan dapat mengakibatkan kurangnya minat penonton
untuk menyaksikan pertandingan hingga selesai.

Gedung olahraga PT. Arun, merupakan gedung olahraga yang terletak di


Komplek PT.Arun (Batuphat), Lhokseumawe, NAD, Indonesia. Gedung olahraga
ini semestinya dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para
pengunjung, terutama pada ospek tribun penonton. Kenyamanan visual sudut
pandang penonton kearah lapangan juga menjadi aspek yang harus diperhatikan.
Gedung olahraga PT. Arun ini berfungsi sebagai lapangan bulu tangkis, dan kadang
juga digunakan sebagai acara Seminar Pendidikan. Gedung olahraga PT. Arun ini
dipilih sebagai objek studi, karena menjadi salah satu GOR yang sering di gunakan
untuk melaksanakan pertandingan, dan juga latihan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang dikaji
dalam penilitian ini antara lain :

1. Bagaimana kondisi kenyamanan visual pada gedung olahraga PT. Arun?


2. Apakah kondisi kenyamanan visual di gedung olahraga PT. Arun sudah
sesuai dengan peraturan pemerintah yang ada?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dilakukannya


penelitian ini antara lain :

1. Menganalisis kondisi kenyamanan visual pada gedung olahraga PT.


Arun.
2. Mengetahui kelayakan fasilitas, dan kenyamanan visual yang ada pada
gedung olahraga PT. Arun bagi para pengunjung.

2
1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang akan dilakukan maka, akan dapat menarik manfaat dari
penelitian antara lain :

1. Manfaat Akademik
Untuk mengetahui kondisi kenyamanan visual pada gedung olahraga
sudah memenuhi standar kenyamanan atau belum agar menjadi tempat
yang nyaman dan produktif.
2. Manfaat Praktis
Sebagai acuan bagi para Arsitek dalam merancang dan mendesain
gedung olahraga sehingga memenuhi standarisasi tingkat kenyamanan
visual.

1.5 Batasan Penelitian

Untuk mendapatkan hasil penelitian secara rinci, maka batasan masalah


dalam penelitian ini adalah Gedung Olahraga PT. Arun yang ditinjau dari
kenyamanan visual sudut pandang atlet dan penonton dari segi :

a. Intensitas cahaya.
b. Sudut pandang penonton.
c. Tata warna.

3
1.6 Kerangka Berpikir

KENYAMANAN VISUAL PADA GEDUNG OLAHRAGA DI KOTA


LHOKSEUMAWE

(Studi Kasus : GOR PT. Arun, Batuphat, Lhokseumawe, Aceh).

LATAR BELAKANG

Dalam meningkatkan sisi kenyamanan bagi para atlet dan penonton ada
beberapa hal yang harus diperhatikan seperti dari segi pencahayaan, sudut
pandang, dan kesesuain pemilihan warna pada interior.

KAJIAN PUSTAKA RUMUSAN MASALAH

Kenyamanan, Visual, Olahraga, Bagaimana kondisi kenyamanan


Gedung Olahraga. visual pada gedung olahraga Arun?

VARIABEL TUJUAN

Kenyamanan visual, Gedung Menganalisis kondisi kenyamanan


olahraga. visual pada gedung olahraga Arun.

LOKASI PENELITIAN METODOLOGI


Gedung Olahraga PT. Arun, Deskriptif, Kualitatif, Kuantitatif.
Batuphat, Lhokseumawe, Aceh.

PENGUMPULAN DATA

Observasi, Dokumentasi,
TEMUAN
Wawancara, Studi pustaka.
Kelayakan gedung olahraga
dengan standar peraturan
ANALISIS DATA pemerintah.
Dilakukan secara deskriptif.

KESIMPULAN DAN SARAN


4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kenyamanan

a. Pengertian Kenyamanan

Konsep tentang kenyamanan sangat sulit untuk diartikan karena lebih


responsif individu. Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur
kenyamanan secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan
tingkat ketidaknyamanan (Oborne, 1995). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
nyaman adalah segar, sehat sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman,
kesegaran, kesejukan (Kolcoba, 2003).

Kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan, dan kondisi perasaan itu


sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat
mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan orang lain secara langsung maupun
dengan melakukan pengamatan luar terhadap orang tersebut, tetapi untuk
mengetahuinya harus menanyakan langsung kepada orang tersebut mengenai
seberapa nyaman diri mereka, dan biasanya menggunakan istilah-istilah
berkelanjutan, seperti sedikit tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman
hingga mengkhawatirkan (Cormick & Ernest, 1993).

Prasasta Satwiko (Satwiko, 2009) dengan latar belakang arsitektur dan


fisika bangunan menjelaskan bahwa kenyamanan dan perasaan nyaman adalah
penilaian mampu menerima seseorang terhadap lingkungannya. Manusia menilai
kondisi lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk ke dalam dirinya.

5
b. Aspek - Aspek Kenyamanan

Menurut Katharine Kolcaba (Kolcaba, 2003), aspek kenyamanan terdiri dari


:

a. Kenyamanan Fisik berkenaan dengan sensasi tubuh yang


dirasakan oleh individu itu sendiri.
b. Kenyamanan Psikospiritual berkenaan dengan kesadaran
internal diri, yang meliputi konsep diri, harga diri, makna
kehidupan.
c. Kenyamanan Lingkungan berkenaan dengan lingkungan,
kondisi dan pengaruh dari luar kepada manusia seperti
temperatur, warna pencahayaan, kebisingan.

Menurut Prasasta Satwiko (Satwiko, 2009), aspek kenyamanan terdiri dari


:

a. Kenyamanan Termal, yaitu kondisi dimana manusia merasa


nyaman terhadap temperatur dan iklim lingkungannya.
b. Kenyamanan Audial, yaitu kondisi manusia merasa nyaman
terhadap suara yang ada disekitarnya.
c. Kenyamanan Visual, yaitu kondisi dimana manusia merasa
tidak terganggu dengan kondisi sekeliling yang diterima oleh
indra penglihatannya. Pada umumnya terkait intensitas
cahaya yang ada di sekitarnya.

c. Unsur Pembentuk Kenyamanan

Menurut praktisi perancang ruang publik dan lansekap, Rustam Hakim


(Hakim, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap, 2012), kenyamanan
ditentukan oleh beberapa unsur pembentuk dalam perancangan, yaitu :

a. Radiasi Matahari berlebih dapat mengurangi kenyamanan,


terutama pada siang hari, sehingga diperlukan adanya peneduh
pada bagian yang terekspos oleh sinar matahari.

6
b. Keindahan, merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk
memperoleh kenyamanan karena mencakup masalah kepuasan
batin dan pancaindra.
c. Penerangan, untuk mendapatkan penerangan yang baik dalam
ruangan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu cahaya alami,
kuat penerangan, kualitas cahaya, daya penerangan, dan
pemilihan dan peletakan lampu.

2.2 Kenyamanan Visual

a. Pengertian Kenyamanan Visual

Kenyamanan visual suatu bangunan berkaitan erat dengan bukaan-bukaan


pada bangunan. Untuk mendapatkan pencahayaan alami yang efektif, maka suatu
ruangan setidaknya harus memiliki bukaan seluas 1/6 luas lantai ruangan (Amin,
2011). Manfaat dari pencahayaan yang optimal bukan hanya kenyamanan visual
yang didapatkan pengguna ruangan, namun juga dapat mengurangkan hingga 20%
dari total kebutuhan energi listrik yang digunakan oleh bangunan untuk membuat
pencahayaan buatan (Avesta, Putri, Hanifah, Hidayat & Dunggio, 2017).

Pada umumnya terkait intensitas cahaya yang ada di sekitarnya,


kenyamanan visual bersifat subjektif dan berhubungan dengan kinerja visual
seseorang. Kenyamanan visual dalam suatu ruangan berhubungan erat dengan
tingkat pencahayaan. Sistem atau teknik pencahayaan yang baik akan
menghasilkan kenyamanan visual. Kenyamanan visual akan mempengaruhi
produktifitas dan kondisi psiko-fisiologis pengguna ruang yang dapat dicapai
dengan pencahayaan alami dan buatan. Namun lebih mudah dicapai dengan
memanfaatkan pencahayaan buatan karena dapat dikontrol (Satwiko, 2009).

Kenyamanan visual berkaitan dengan ketentuan standar pencahayaan dan


standar silau yang diijinkan. Faktor yang mempengaruhi kegiatan visual misalnya
pencahayaan berpengaruh dalam kegiatan pencahayaan dalam kegiatan belajar-
mengajar dalam ruang kelas (Lechner, 2007). Standar kenyamanan visual pada
ruang diatur pada SNI 03-6197-2000 dengan tingkat kenyamanan visual
disesuaikan terhadap kebutuhan dan aktivitas bangunannya. Standar tingkat

7
pencahayaan bagi ruang kelas umum adalah 250 Lux, ruang komputer 500 Lux,
ruang gambar 700 Lux, dan bengkel kayu 200-1000 Lux.

b. Faktor – faktor Kenyamanan Visual

Faktor pembentuk kenyamanan visual (Darmasetiawan, 1991) yaitu :

• Kuantitas cahaya atau tingkat kuat terang cahaya (lighting level).


• Distribusi kepadatan atau luminasi cahaya (luminance distribution)
• Batasan silau cahaya (limitation of glare).
• Arah bentuk bayangan dan penyebaran cahaya (shadows and light
directionality).
• Kondisi dan iklim pada ruang.
• Warna cahaya dan refleksi warna (light colour and colour
rendering).

c. Intensitas Cahaya

Cahaya adalah bagian dari spektrum radiasi gelombang elektromagnetik


yang dapat dilihat oleh mata manusia. Sinar putih yang biasa terlihat (disebut juga
cahaya tampak atau visible light) terdiri dari semua komponen warna dari spektrum
cahaya. Spektrum cahaya terbagi berdasarkan atas range (batasan wilayah) panjang
gelombang. Panjang gelombang yang berbeda - beda diinterpretasikan oleh otak
manusia sebagai warna. Panjang gelombang cahaya tampak berkisar antara 340
nanometer (nm) hingga 700 nanometer (nm), dimana jika diuraikan cahaya ini akan
terdiri atas beberapa daerah warna seperti yang terlihat pada Gambar dibawah
berikut ini (Wanto,2008).

8
Intensitas cahaya (luminous intensity) adalah kuat cahaya yang dikeluarkan
oleh sebuah sumber cahaya ke arah tertentu, diukur dengan Candela (Satwiko,
2004).

Pencahayaan secara umum yang mempengaruhi kualitas pencahayaan


antara lain kontras, silau, refleksi cahaya, dan kualitas warna cahaya (temperatur
warna dan renderasi warna).

• Kontras (contrast) adalah perbedaan antara luminan (kecerahan,


brightness) benda yang kita lihat dan luminan permukaan
disekitarnya. Semakin besar kontras, semakin mudah kita melihat
atau mengenali benda tadi. Di ruang yang redup, kontras semakin
berkurang pula (Satwiko, 2004: 66).
• Silau (glare) terjadi jika kecerahan dari suatu bagian dari interior
jauh melebihi kecerahan dari interior tersebut pada umumnya.
Sumber silau yang paling umum adalah kecerahan yang berlebihan
dari armatur dan jendela, baik yang terlihat langsung atau melalui
pantulan. Ada dua macam silau, yaitu disability glare yang dapat
mengurangi kemampuan melihat (terjadi jika terdapat daerah yang
dekat dengan medan penglihatan yang mempunyai luminansi jauh
diatas luminansi objek yang dilihat), dan discomfort glare yang
dapat menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan (terjadi jika
beberapa elemen interior mempunyai luminansi yang jauh diatas
luminansi elemen interior lainnya). Kedua macam silau ini dapat
terjadi secara bersamaan atau sendiri-sendiri (SNI 03-6575-2001).
• Refleksi dan reflektansi (Reflection and Reflectance). Besarnya
pencahayaan dalam ruangan tidak hanya ditentukan oleh
pencahayaan langsung dari lampu tanpa atau dengan armatur, tetapi
juga dipengaruhi oleh refleksi atau pantulan cahaya dari berbagai
permukaan yang ada pada ruangan tersebut (Frick dkk, 2008).
• Kualitas warna cahaya. Berdasarkan SNI 03-6575-2001, kualitas
warna suatu lampu mempunyai dua karakteristik yang berbeda
sifatnya, yaitu tampak warna yang dinyatakan dalam temperatur

9
warna dan renderasi warna yang dapat mempengaruhi penampilan
objek yang diberikan cahaya suatu lampu.

d. Sudut Pandang

Estetika pada dasarnya memiliki pengertian yang beranekaragam. Mencari


kesepakatan tentang pengertian estetika bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini
tergantung dari titik tolak yang digunakan, estetika sebagai ilmu pengetahuan atau
estetika sebagai filsafat tentang seni. Kata estetika dikutip dari bahasa Yunani
aisthetikos atau aisthanomai yang berarti mengamati dengan indera. Di samping itu,
pengertian estetika juga dapat dihubungkan dengan kata Yunani aisthesis yang
berarti pengamatan atau persepsi (K. Kuypers, 1977 : 251).

Interior dapat mempengaruhi perasaan dan emosi manusia. Hal tersebut


juga tergantung dari pengalaman psikologis, sudut pandang, pikiran, ilmu yang
diyakini dan imajinasi masing-masing. Karena beberapa manusia juga ada yang
merasakan kenyamanan di ruangan yang dianggap orang lain tidak nyaman.
Perasaan akan selalu ada disetiap waktu. Oleh karena itu, sangat penting dalam
perancangan interior untuk memahami penghuni ruangan tersebut (Herman. R.A,
2022).

e. Tata Warna

Warna adalah salah satu unsur keindahan dalam seni dan desain selain
unsur-unsur visual lainnya (Prawira, 1989). Warna bisa mempengaruhi seseorang
secara emosional yang diakibatkan oleh suasana ruang (Sulasmi, 2002). Berikut
beberapa pengaruh warna terhadap psikologis (Krisnawati .C, 2005).

10
2.3 Gedung Olahraga

a. Pengertian Olahraga

Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang
dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya
(Giriwijoyo, 2005:30). Dengan berolahraga atau melakukan aktifitas fisik yang
teratur dapat mengurangi resiko penyakit kronis, mengurangi stress dan depresi,
meningkat kesejahteraan emosional, tingkat energi, kepercayaan diri dan kepuasan
dengan aktivitas social.

Kusmaedi (2002: 1) menyatakan bahwa kata olahraga berasal dari :

• Disport, yaitu bergerak dari satu tempat ke tempat lain.


• Field Sport, kegiatan yang dilakukan oleh para bangsawan yang terdiri
dari kegiatan menembak dan berburu.
• Desporter, membuang lelah.
• Sport, pemuasan atau hobi.
• Olahraga, latihan gerak badan untuk menguatkan badan, seperti
berenang, main bola, agar tumbuh menjadi sehat.

b. Definisi Gedung Olahraga

Kamus Umum Bahasa Indonesia/KBBI (Balai Pustaka, 1995), Gelanggang


olahraga adalah ruang yang menjadi lapangan tempat menyabung ayam, bertinju,
berpacu ( kuda ), olahraga dan sebagainya. Berdasarkan klasifikasi yang
dikemukakan oleh Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dalam buku Standar
Tatacara Perencanaan Teknik Bangunan Gedung Olahraga yang dikeluarkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum, GOR dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:

• Gelanggang Olahraga Tipe A, yaitu GOR yang penggunaannya


melayani Wilayah Provinsi/Daerah Tingkat I.
• Gelanggang Olahraga Tipe B, yaitu GOR yang penggunaannya
melayani Wilayah Kabupaten atau Kota Madya.
• Gelanggang Olahraga Tipe C, yaitu GOR yang penggunaannya
melayani Wilayah Kecamatan.

11
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan dan
merancang arena olahraga bulu tangkis, diantaranya yaitu:

• Ukuran lapangan bulutangkis beserta area diluar permainan atau


area aman yang ada di sekitar lapangan.
• Ketinggian plafon.
• Penghawaan dan penerangan untuk seluruh ruangan.
• Permukaan lantai anti licin dan tidak berwarna cerah dan
memantulkan cahaya, permukaan lantai didak dengan batubata,
beton, tapi harus dari kayu atau karpet sintetis.

Ruang lingkup starndar gedung olahraga menurut Peraturan Menteri


Pemuda Dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0445 Tahun 2014 tentang
Standar Prasarana Olahraga Berupa Bangunan Gedung Olahraga:

• Tipologi gedung olahraga,


• Lokasi,
• Zona dan sirkulasi,
• Arena,
• Fasilitas pemain,
• Ruang Pengelola Pertandingan/Kegiatan
• Fasilitas media,
• Fasilitas pengelola gedung olahraga,
• Fasilitas Penonton,
• Fasilitas keselamatan dan keamanan,
• Fasilitas komunikasi (display board),
• Utilitas bangunan,
• Pencegahan bahaya kebakaran,
• Struktur dan bahan.

Dari beberapa ruang lingkup diatas, fasilitas penonton memiliki peranan


yang penting dikarenakan tempat tersebut menjadi tempat yang paling sering
dipakai oleh pengguna ruang, terutama tribun penoton dan tempat duduk penonton.

12
c. Standar Peraturan Pemerintah Tentang Gedung Olahraga Nomor 8 Tahun
2018

1. Zonasi
• Zona 1 (arena dan pengamanan sementara) merupakan pengamanan
bagian utama dan pusat dari gedung olahraga yang berfungsi untuk:
- Tempat berlangsungnya kegiatan olahraga,
- Masuk dan keluar arena dan,
- Pemisah area penonton dan sirkulasi atlet.
• Zona 2 (tribun dan sirkulasi penonton) merupakan pengamanan
fasilitas penonton yang ada didalam gedung olahraga yang berfungsi
untuk:
- Menertibkan penonton,
- Pengaturan sirkulasi dan,
- Jalur evakuasi dalam gedung.
• Zona 3 (fasilitas penunjang kegiatan) pengamanan seluruh fasilitas
penunjang kegiatan yang berada di bagian keliling gedung olahraga
yang berfungsi untuk
- Akses langsung dengan luar bangunan
- Pengaturan sirkulasi dan
- Evakuasi dalam kondisi kedaruratan.
• Zona 4 (luar bangunan (Final safety zone)) merupakan pengamanan
pada bagian luar bangunan atau keliling gedung olahraga
(perimeter) yang berfungsi untuk:
- Daerah bebas kedaruratan
- Area sirkulasi di luar bangunan dan penyaringan pengunjung,
dan
- Area pengamanan terakhir untuk evakuasi dalam kondisi
kedaruratan sebelum dirujuk ke luar lokasi.
2. Tribun Penonton
• Kursi individual harus mempunyai sandaran dengan ketinggian
minimum 30 cm diukur dari dasar dudukan.

13
• Bentuk dan bahan harus memenuhi persyaratan kenyamanan
(ergonomic) yang terbuat dari bahan dan sistem pemasangan yang
kokoh, tidak mudah dirusak dan aman terhadap perambatan api
(flame retardent).
• Jarak kursi ke samping minimum 3 cm, bila masih menggunakan
tempat duduk memanjang (bangku) maka jarak minimum 3 cm
tersebut harus dibuat dengan tegas dari cat atau bahan lain dan
bernomor untuk menjamin bahwa setiap 1 tempat duduk hanya
ditempati oleh 1 orang.
• Perbedaan ketinggian antara lantai undakan tribun disesuaikan
dengan analisa pandangan bebas ke depan agar pandangan tidak
terhalang penonton yang duduk di barisan depannya, minimum 12
cm.
3. Pandangan Penonton
• Penonton dari setiap sudut tribun harus dapat melihat secara leluasa
ke seluruh arena permainan, maka tata letak (lay-out) dan sudut serta
dimensi tribun harus ditentukan menurut hasil analisa persyaratan
garis pandang.
• Sudut kemiringan (kecuraman) undakan tribun harus menjamin
perbedaan tinggi minimum 12 cm agar penonton yang berada
diurutan belakang dapat melihat secara bebas ke titik terjauh dan
terdekat dari arena permainan tanpa terhalang penonton depannya.
• Untuk menampung penonton dalam jumlah yang besar, maka tribun
dapat dibuat bertingkat dengan memperhatikan ketentuan agar
penonton yang berada di tribun harus dapat memandang keseluruh
arena permainan dengan tidak terhalang. Harus dilakukan studi
analisa garis pandang penonton secara vertikal (sudut bebas pandang
vertikal) maupun horizontal.
4. Intensitas Cahaya
• Penerangan buatan dan/atau penerangan alami tidak menyilaukan
bagi para pemain dan penonton.

14
• Pencegahan silau akibat matahari harus sesuai ketentuan dan standar
yang berlaku.
• Untuk pencegahan silau yang diakibatkan oleh pencahayaan alami
maupun buatan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Sumber cahaya lampu atau bukaan harus diletakkan dalam satu
area pada langit-langit sedemikian rupa sehingga-sudut yang
terjadi antara garis yang menghubungkan sumber cahaya
tersebut dengan titik terjauh dari arena setinggi 1,5 m garis
horizontal minimum 30° dan maksimum 55°.
b) Pencegahan silau akibat pencahayaan buatan dapat diantisipasi
dengan peletakan lampu yang arah cahayanya tidak sejajar
dengan arah permainan.
c) Menggunakan asesoris peredam silau, dan
d) Tipe lampu yang digunakan disesuaikan dengan ketinggian
instalasi tata cahaya, untuk 3-12 m disarankan menggunakan
jenis fluorescent/ metalhalide watt rendah, untuk 12-20 m
disarankan menggunakan jenis metalhalide watt menengah, dan
untuk 20 m keatas disarankan menggunakan jenis metalhalide
watt tinggi.
• Peletakan, jumlah dan tingkat pencahayaan lampu arena pada suatu
gedung olahraga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan ketentuan
teknis masing-masing cabang olahraga.
• Tingkat pencahayaan horizontal pada arena dengan posisi 1 m di
atas permukaan lantai harus dibedakan sesuai dengan kebutuhan
untuk:
a) latihan minimum 200 Lux;
b) pertandingan antara 300 – 600 Lux; dan
c) pengambilan gambar dengan kamera TV minimum 1200 Lux.
• Gedung olahraga harus dilengkapi dengan lampulampu darurat
(emergency lamp) yang terpasang pada tempat-tempat strategis.

15
5. Tata Warna
• Koefisien refleksi dan tingkat warna langit-langit, dinding dan lantai
arena harus memenuhi ketentuan.
• Untuk cabang olahraga tertentu dapat menyesuaikan dengan
ketentuan teknis yang berlaku.
Sandar Indonesia Tentang Tata Warna

Sumber: Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 4 Tahun


2020

16
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lhokseumawe adalah sebuah kota di Provinsi Aceh yang berada persih di


tengah jalur timur Sumatera sehingga kota ini menjadi jalur distribusi dan
perdagangan yang sangat penting di Provinsi Aceh. Selain itu, Lhokseumawe
merupakan jalur strategis bagi wisatawan yang ingin menikmati jalur darat di tanah
Aceh. Wilayah Kota Lhokseumawe berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah
utara dan Kabupaten Aceh Utara di sebelah selatan, barat, dan timur. Secara
administratif Kota Lhokseumawe terbagi menjadi 4 kecamatan yaitu Kecamatan
Blang Mangat, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Muara Satu, dan Kecamatan
Banda Sakti yang merupakan pusat permukiman dan ibukota Kota Langsa.
Penggunaan lahan di Kota Langsa sebagian besar atau sekitar 60% digunakan untuk
kawasan permukiman.

Sumber : Google Maps

Muara Satu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Kota


Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia, dengan ibukota Kecamatan
Batuphat, terdiri dari 10 desa (gampong) dan 1 Kelurahan serta 2 Kemukiman :

17
Paloh Timur, Paloh Barat. Lokasi gedung olahraga ini berada di Kelurahan
Batuphat.

Sumber : Google Maps

Untuk waktu penelitian ini ditargetkan selama 2 bulan. Dan untuk jam nya
akan dilakukan pada jam :

• Pagi pukul 08.00 – 10.00


• Siang dan sore pukul 13.00 – 17.00
• Malam pukul 20.00 – 22.00.

Waktu tersebut dipilih karena intensitas cahaya alami dan buatan pada jam-
jam tersebut akan berbeda-beda.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode mix kualitatif dan


kuantitatif dengan cara mengamati dan mengukur intensitas cahaya menggunakan
alat LUX Meter pada tribun penonton GOR Arun Lhokseumawe. Metode
kuantitatif meliputi pengukuran langsung dengan menggunakan alat bantu
Luxmeter berdasarkan penentuan luas ruangan, orientasi ruang, luas bukaan.
Sedangkan metode kualitatif meliputi analisa berdasarkan pendapat/pemahaman
dasar tentang desain/perancangan pada umumnya.

Penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bertujuan untuk memahami


fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Lebih pas dan cocok digunakan

18
untuk meneliti hal-hal yang berkaitan dengan penelitian perilaku, sikap, motivasi,
persepsi dan tindakan subjek (Moleong, 2007:6). Matthew B. Miles dan A. Michael
Huberman yang berjudul Analisi Data Kualitatif (1992), tahap-tahapan penelitian
kualitatif itu meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

a. Membangun Kerangka Konseptual


b. Merumuskan Permasalahan Penelitian
c. Pemilihan Sampel dan Pembatasan Penelitian
d. Instrumentasi
e. Pengumpulan Data
f. Analisis Data
g. Matriks dan Pengujian Kesimpulan.

Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-


penemuan yang dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur
statistik atau cara lain dari kuantifikasi (pengukuran) (Sujarweni. V.W, 2014:39).

3.3 Metode Pengumpulan Data

a. Jenis Data

• Data Primer
Data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak
pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk
tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar. H, 2013:42).
• Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari catatan, buku, dan
majalah berupa laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan
pemerintah, artikel, buku-buku sebagai teori, majalah dan sebagainya
(Sujarweni. V.W, 2014:74).

b. Teknik Pengumpulan Data

• Observasi Lapangan

19
Teknik pertama ini adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung. Untuk melakukan observasi seorang peneliti
diharuskan untuk melakukan pengamatan di tempat terhadap objek
penelitian untuk diamati menggunakan pancaindra yang kemudian
dikumpulkan dalam catatan atau alat rekam.

• Dokumentasi
Pengumpulan data dengan mencatat data yang berhubungan dengan
masalah yang akan diteliti dari dokumendokumen yang dimiliki oleh
instansi terkait. Untuk mencari besarnya intensitas cahaya, di pakai
metode pengukuran dengan luxmeter. Luxmeter adalah alat ukur kuat
penerangan dalam suatu ruang. Satuan ukuran luxmeter adalah lux (L).
• Wawancara

Dilakukan dengan menyediakan struktur pertanyaan wawancara


untuk mendapatkan informasi permasalahan, mempersilahkan
narasumber untuk berbagi hal yang berkaitan dengan tema penelitian.

• Studi Pustaka
Penelitian kepustakaan dilakukan sebagai usaha guna memperoleh
data yang bersifat teori sebagai pembanding dengan data penelitian yang
diperoleh.

3.4 Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah kondisi di Gedung Olahraga PT. Arun yang
berada di Batuphat, Kota Lhokseumawe, Aceh.

3.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dari objek yang dipilih meliputi aspek


kenyamanan visual :

a. Intensitas cahaya (Kuantitatif).

20
b. Sudut pandang penonton pada tribun Gedung Olahraga Arun. Penelitian
ini berpedoman pada peraturan Pemerintah tentang Gedung Olahraga
Nomor 8 Tahun 2018 (Kualitatif & Kuantitatif).
c. Tata warna pada interior bangunan (Kualitatif).

3.6 Variabel Penelitian

Variabel merupakan suatu objek yang bisa berbentuk apa saja, yang
ditentukan oleh peneliti dengan tujuan untuk bisa memperoleh informasi supaya
dapat ditarik sebuah kesimpulan dalam proses penelitian. Secara teori, pengertian
variabel penelitian juga dapat didefinisikan sebagai suatu objek, sifat, atribut atau
nilai dari orang, atau kegiatan yang mempunyai bermacam-macam variasi antara
satu dengan lainnya yang ditetapkan oleh peneliti dengan tujuan untuk dipelajari
dan ditarik kesimpulan.

Variabel penelitian merupakan fokus penelitian dan dasar acuan yang


ditetapkan oleh peneliti dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai hal-
hal apa yang akan dipelajari dan dianalisis hingga dapat ditarik sebuah kesimpulan.
Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan hasil
studi literatur, standar dan teknis persyaratan, peraturan pemerintah, studi-studi
terdahulu dsb.

Variabel dipakai dalam proses identifikasi, ditentukan berdasarkan kajian


teori yang dipakai. Semakin sederhana suatu rancangan penelitian semakin sedikit
variabel penelitian yang digunakan. Adapun variabel yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu :

21
Variabel Indikator Keterangan
1. Intensitas Cahaya Bukaan dinding bagian
utara dan bagian selatan
dimana ditentukan titik-
titik acuan TUU (Titik
ukur utama) dan TUS
(Titik ukur sudut).

Kenyamanan 2. Sudut Pandang - Tribun penonton


Visual Penonton

- Dinding
- Tribun penonton
- Lantai lapangan
3. Tata Warna - Lantai samping
lapangan
- Ornamen
- Plafon

22
DAFTAR PUSTAKA

Amin, N. (2011). Optimasi Sistem Pencahayaan Dengan Memanfaatkan Cahaya


Alami (Studi Kasus Lab. Elektronika Dan Mikroprosessor Untad). Jurnal Ilmiah
Foristek, 1(1), 44.

Avesta, Riantiza, et al. (2017) "Strategi Desain Bukaan terhadap Pencahayaan


Alami untuk Menunjang Konsep Bangunan Hemat Energi pada Rusunawa
Jatinegara Barat." Rekayasa Hijau: Jurnal Teknologi Ramah Lingkungan 1.2.

Dewi Gumilar Utami, R. (2017). Women's Hospital PTPN Subang Tema Feminin
(Doctoral dissertation, Universitas Komputer Indonesia).

Dhini, D. R. F., Adhitama, M. S., & Thojib, J. (2016). Evaluasi Bukaan


Pencahayaan Alami Untuk Mendapatkan Kenyamanan Visual Pada Ruang
Perkuliahan (Doctoral dissertation, Brawijaya University).

Krisnawati, C. (2005). Terapi Warna dalam Kesehatan. Yogyakarta: Curiosita.

Kusmaedi, N. (2002). Olahraga rekreasi dan olahraga tradisional. Bandung:


FPOK UPI.

Oborne (1995) & et al. Kajian kenyamanan fisik pada terminal penumpang stasiun
besar Yogyakarta. Diss. UAJY, 2016, 30 – 37.

Pamungkas, M., HAFIDDUDIN, H., & ROHMAH, Y. S. (2015). Perancangan dan


Realisasi Alat Pengukur Intensitas Cahaya. ELKOMIKA: Jurnal Teknik Energi
Elektrik, Teknik Telekomunikasi, & Teknik Elektronika, 3(2), 2-3.

Prativi, G. O. (2013). Pengaruh Aktivitas Olahraga terhadap Kebugaran Jasmani.


Journal of Sport Science and Fitness, 2(3). 2-5.

Pambudi, D. K. (2020). Analisis standarisasi fasilitas gedung olahraga Universitas


Negeri Yogyakarta. Medikora, 1, 19-47. 2.

23
PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PRASARANA
OLAHRAGA BERUPA BANGUNAN GEDUNG OLAHRAGA.

Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 4 Tahun 2020

Setiati, T. W., & Wardhani, D. U. Y. (2020). Evaluasi Kenyamanan Visual Pada


Ruang Kuliah Non-Konvensional (Studi Kasus: Ruang Kuliah di Menara
Universitas Tridinanti Palembang). Arsir, 4(1), 1-2.

Utomo, T. P. (2010). Estetika Arsitektur dalam Perspektif Teknologi dan Seni.


Pendhapa, 1(1). 2-3.

Umum, D. P. (1994). Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan Gedung Olahraga.


Bandung: Yayasan LPMB.

https://kbbi.web.id/

24

Anda mungkin juga menyukai