PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
1. Afifah Qomariyah 2015401001
2. Mita Faridatun Ni’mah 2015401011
3. Rohmatul Munazilah 2015401016
4. Siti Wisma Ikromah 2015401017
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
1. Afifah Qomariyah 2015401001
2. Mita Faridatun Ni’mah 2015401011
3. Rohmatul Munazilah 2015401016
4. Siti Wisma Ikromah 2015401017
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
1. Afifah Qomariyah 2015401001
2. Mita Faridatun Ni’mah 2015401011
3. Rohmatul Munazilah 2015401016
4. Siti Wisma Ikromah 2015401017
Direktur
AKBID Muslimat NU Kudus
ii
NIDN. 0607069101
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
1. Afifah Qomariyah 2015401001
2. Mita Faridatun Ni’mah 2015401011
3. Rohmatul Munazilah 2015401016
4. Siti Wisma Ikromah 2015401017
Mengetahui,
Direktur
AKBID Muslimat NU Kudus
iii
Tiara Fatma Kumala, S.ST., M.PH.
NIDN. 0607069101
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian dengan judul. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung:
1. Ibu Tiara Fatma Kumala, S.ST., M.PH. selaku Direktur Akademi Kebidanan
Muslimat NU Kudus
2. Ibu Syafrida Ainur, M.Tr.Keb selaku pembimbing I yang telah membimbing penulis
dalam penyusunan Proposal Penelitian ini.
3. Ibu Rina Novita, S.SiT., M.Kes. selaku pembimbing II yang telah membimbing
penulis dalam penyusunan Proposal Penelitian ini.
4. Ny. R dan keluarga yang telah bersedia menjadi pasien dalam penulisan proposal
karya tulis ilmiah ini
5. Kedua orang tua dan teman-teman yang telah memberikan doa dan dukungan
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal karya tulis ilmiah ini masih
banyak kekurangan. Penulis mengharap saran dan kritik yang membangun dari
pembaca agar penulis bisa lebih baik lagi dalam pembuatan karya tulis ilmiah
berikutnya. Semoga proposal karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
utamanya bagi penulis sendiri.
Peneliti
v
DAFTAR ISI
Contents
HUBUNGAN...................................................................Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR SINGKATAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan anak adalah sejauh mana individu atau kelompok anak mampu
untuk mengembangkan dan menyadari potensi, memuaskan kebutuhan, dan
mengembangkan kapasitas yang memungkinkan mereka untuk berhasil berinteraksi
dengan lingkungan biologis, lingkungan fisik, dan sosial (Koetaan D., et al, 2018).
Kesehatan optimal dipengaruhi oleh perkembangan kesehatan fisik dan
mental. Tingkat kesehatan optimal anak dapat diakses dengan dukungan imunisasi,
riwayat pemberian ASI, dan nutrisi yang baik. Kesehatan yang kurang optimal dapat
menyebabkan morbiditas hingga mortalitas anak (Zhang N., et al, 2018). Akibat jika
nutrisi tidak terpenuhi dengan baik, maka akan berdampak pada malnutrisi pada anak
hingga kematian (Napitupulu, 2018).
Angka kematian balita adalah kemungkinan seorang anak yang lahir pada
tahun atau periode tertentu akan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun,
dinyatakan per 1.000 kelahiran hidup (World Health Organization, 2018). Pada tahun
2021, secara global angka kematian balita adalah 38 kematian per 1.000 kelahiran
hidup (United Nations Children’s Fund, 2023).
Pada tahun 2022, Indonesia memiliki angka kematian balita sebanyak 19,83
per 1.000 kelahiran hidiup yang bermakna bahwa dari setiap 1.000 anak yang lahir ada
19 anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun kematian akibat stunting
(SSGI, 2022).
Angka kematian balita di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2021 sebesar 9,0
per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2022 turun menjadi 8,2 per 1.000
kelahiran hidup. Salah satu penyebab adanya kejadian kematian pada balita adalah
malnutrisi atau gizi buruk (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2022).
Malnutrisi adalah kondisi kesehatan akibat mengonsumsi makanan yang
mengandung kalori, karbohidrat, vitamin, protein, atau mineral yang tidak mencukupi
atau terlalu banyak (Davis, J.N, et al., 2020). Keadaan tersebut dibuktikan dengan
kekurangan atau kelebihan nutrisi penting (Abate, K.H., et al, 2019).
Malnutrisi pada balita merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antara
ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan makanan dan pelayanan kesehatan
(Drammeh W., et al, 2019). Malnutrisi akut dapat menyebabkan morbiditas, mortalitas
1
2
dan kecacatan, serta gangguan perkembangan kognitif dan fisik dengan peningkatan
risiko infeksi bersamaan (Wali N., et al, 2019).
Menurut laporan WHO (2020), sekitar 47 juta anak mengalami gizi kurang dan
14,3 juta gizi buruk, sementara 38,3 juta kelebihan berat badan atau obesitas. Menurut
Survei Demografi dan Kesehatan Afrika Selatan, tingkat prevalensi gizi kurang
ditemukan sebesar 2,5 % dan gizi buruk sebesar 6 %. Sekitar 45 % kematian yang
dilaporkan di antaranya balita terkait dengan kekurangan gizi (SADHS, 2016).
Malnutrisi sering terjadi pada balita karena usia mereka yang masih rentan
terhadap penyakit dan fungsi alat pencernaan yang belum sempurna, sehingga
mengakibatkan banyak kasus malnutrisi yang terjadi pada balita. Salah satu bentuk
malnutrisi adalah stunting (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2016).
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021,
stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan
gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya di
bawah standar yang sudah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan (Permenkes RI, 2021). Sedangkan
pengertian stunting menurut Kemenkes RI (2018) adalah anak balita dengan nilai z-
scorenya kurang dari -2.00 SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3.00 SD
(severely stunted) Kemenkes RI (2018).
Pada tahun 2020, secara global sekitar 22,0 % atau sebanyak 149,2 juta
balita mengalami stunting (WHO, 2021). Prevalensi stunting di Indonesia tahun 2022
adalah sebesar 21,6 %. Sedangkan angka stunting pada balita di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2022 yaitu sebesar 20,8 %. Sementara di Kabupaten Kudus sebesar
19,0 % (Survei Status Gizi Indonesia, 2022).
Stunting dalam jangka pendek akan berdampak terhadap pertumbuhan fisik
yaitu tinggi anak di bawah rata-rata anak seusianya. Selain itu, juga berdampak pada
perkembangan kognitif dikarenakan terganggunya perkembangan otak sehingga dapat
menurunkan kecerdasan anak (Kemenkes RI, 2022). Dampak jangka panjang
stunting akan menyebabkan anak menjadi rentan terjangkit penyakit seperti penyakit
diabetes, obesitas, penyakit jantung, pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas di
usia tua. Selain itu, dampak jangka panjang bagi anak yang menderita stunting adalah
berkaitan dengan kualitas SDM suatu negara (Kemenkes RI, 2022).
Faktor penyebab stunting pada balita salah satunya yaitu asupan nutrisi yang
tidak sesuai seperti tidak diberikannya ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan (Unicef
Framework, 2017) Menurut WHO, stunting dapat dicegah melalui upaya pertolongan
3
persalinan yang terampil, perawatan pasca kelahiran, vaksinasi, menyusui dan nutrisi
yang memadai, serta pemberian ASI eksklusif (WHO, 2021).
ASI eksklusif adalah ketika bayi hanya menerima ASI, tidak ada cairan atau
makanan padat lain yang diberikan - bahkan air, kecuali larutan rehidrasi oral, atau
tetes/sirup vitamin, mineral atau obat-obatan dari usia 0 sampai 6 bulan (WHO, 2016).
ASI mengandung protein yang kualitasnya jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan susu sapi karena kandungan asam amino lebih lengkap yang baik untuk
membantu meningkatkan perkembangan otak pada bayi. ASI juga tinggi karbohidrat
yang didalamnya terdapat laktosa sebesar 42 % untuk mencegah pertumbuhan bakteri
jahat dan melancarkan pencernaan dan penyerapan kalsium serta mineral (WHO,
2018).
Tinggi kandungan lemak berfungsi untuk menunjang perkembangan otak bayi
selama awal kehidupan. Terdapat juga kandungan karnitin dan vitamin berfungsi untuk
membangun sistem antibody tubuh dan menyediakan energi yang dibutuhkan bayi
untuk metabolisme tubuhnya (WHO, 2018).
Manfaat ASI bagi bayi yaitu ASI memberikan nutrisi ideal untuk bayi, ASI lebih
mudah dicerna dari pada susu formula, ASI mengandung kolostrum yang kaya
antibody untuk proteksi lokal pada permukaan saluran pencernaa, membantu ikatan
batin ibu dengan bayi, meningkatkan kecerdasan anak (Kemenkes RI, 2022).
ASI eksklusif selama 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan
potensi kecerdasan anak secara optimal karena ASI mengandung nutrien khusus yang
diperlukan otak. Bayi yang diberi ASI lebih berpotensi mendapatkan berat badan ideal.
Menyusui dapat mencegah Sudden Infant Death Syndrome (SIDS), dapat menurunkan
risiko diabetes, obesitas, dan kanker tertentu (Kemenkes RI, 2022).
WHO dan UNICEF (2018), merekomendasikan ASI eksklusif selama 6 bulan
pertama kehidupan. Menurut Victoria C.G., et al (2016), pemberian ASI yang optimal
sangat penting sehingga dapat menyelamatkan nyawa lebih dari 823.000 balita setiap
tahun (Victoria C.G., et al, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti et.al (2019), menyatakan bahwa anak
yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko 19,5 kali lebih besar untuk untuk
mengalami kejadian stunting. Penelitian ini juga menyatakan bahwa ASI eksklusif
dapat mencegah dari penyakit infeksi dikarenakan ASI dapat difungsikan sebagai anti
infeksi sehingga dapat mencegah dan menurunkan risiko kejadian stunting pada balita
(Yuniarti et.al, 2019).
4
Hal ini didukung oleh penelitian Gibney (2019) yang menyatakan bahwa
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dapat menghasilkan pertumbuhan
tinggi badan yang optimal karena pada usia 0 – 6 bulan pertama bayi akan cepat
dalam memasuki fase pertumbuhan, sehingga bayi yang diberi ASI eksklusif akan
mampu memiliki kesehatan yang baik pada pertumbuhannya (Gibney et.al, 2019).
Penelitian oleh Kuchenbecker J, et al (2015) menemukan bahwa rata-rata Z-
score panjang-untuk-usia pada bayi yang disusui secara eksklusif secara signifikan
lebih tinggi daripada mereka yang tidak disusui secara eksklusif. Hal ini juga dapat
dijelaskan bahwa pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini akan meningkatkan
risiko stunting pada anak (Khasanah D.P. et al, 2016).
Hal ini didukung oleh penelitian Ni’mah dan Nadhiroh (2014) dengan nilai OR=
3,7 (CI 95%; 1,740-7,940) artinya balita dengan ASI eksklusif dapat menurunkan
kejadian stunting dibandingkan balita dengan ASI tidak eksklusif (Ni’mah dan
Nadhiroh, 2014).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rahmad dan Miko (2016)
bahwa tidak memberikan ASI eksklusif menyebabkan terjadinya stunting pada balita,
sekaligus bahwa tidak memberikan ASI eksklusif menjadi faktor dominan sebagai
penyebab resiko anak mengalami stunting (Rahmad dan Miko, 2016).
Penelitian oleh Campos, A.P., et al (2020) menemukan bahwa praktik
menyusui merupakan faktor protektif terhadap stunting. Namun dalam kaitannya
dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, studi oleh Uwiringiyimana V., et al
(2019) tidak menemukan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan dibandingkan
dengan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Hal ini dipengaruhi oleh asupan
gizi dari MP-ASI, pemberian ASI eksklusif, dan pemberian obat cacing (Uwiringiyimana
V., et al, 2019).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian Stunting di Desa Payaman Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.
B. Rumusan Masalah
1. Rumusan Masalah Umum
Apakah ada hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting
pada balita di Desa Payaman Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus ?
2. Rumusan Masalah Khusus
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
Stunting pada balita di Desa Payaman Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pemberian ASI eksklusif pada balita di Desa
Payaman Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.
b. Untuk mengetahui gambaran kejadian stunting pada balita di Desa Payaman
Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.
c. Untuk mengetahui hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan Kejadian Stunting
pada balita di Desa Payaman Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang berkaitan dengan hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan, pengembangan pengetahuan dan informasi bagi Akademi
Kebidanan Muslimat NU Kudus tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian stunting pada balita
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan masukan dan referensi dalam rangka melaksanakan penelitian
selanjutnya yang sama
4. Bagi Responden
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah kepatuhan, pengetahuan dan
pengalaman bagi ibu yang memiliki balita di seluruh Indonesia
5. Bagi Masyarakat Umum
6
7
8
lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil
dengan frekuensi sering (Reni, 2019)
Pada masa usia prasekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka
sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai
bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah play group sehingga anak
mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan
mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan
“tidak” terhadap setiap ajakan. pada masa ini berat badan anak cenderung
mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan
pemilihan maupun penolakan terhadap makanann (Reni, 2019).
Menurut Snowman anak usia pra sekolah adalah anak usia 3-6
tahun yang merupakan 8 sosok individu, makhluk sosial cultural yang
sedang mengalami suatu proses perkembangan yang sangat fundamental
bagi kehidupan selanjutnya dengan memiliki sejumlah potensi dan
karakteristik tertentu (Reni, 2019)
Anak usia 1 – 3 tahun merupakan konsumen pasif yang artinya
anak memperoleh makanan berawal atas apa yang diberikan oleh orang
tua (Septiari, 2018).
c. Tumbuh kembang balita
Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang lengkap dari
peralihan biokimia, marfologi, dan fisiologi yang terbentuk semenjak
konsepsi sampai maturitas/dewasa (Soetjiningsih, 2016). Istilah tumbuh
kembang mencakup 2 keadaan yang karakternya berbeda, akan tetapi
saling berhubungan dan rumit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan per definisi adalah sebagai berikut:
1) Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat
kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat
sel, organ, maupun individu (Soetjiningsih, 2016).
Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, akan tetapi
juga meliputi ukuran dan struktur organ tubuh dan otak. Sebagai
contoh, anak mempunyai kapasitas yang lebih besar untuk belajar,
mengingat, dan mempergunakan akalnya adalah hasil dari
pertumbuhan otak. Jadi anak tumbuh baik secara fisik maupun mental
(Soetjiningsih, 2016).
9
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Berat badan sangat
kurang (severely ≤ -3 SD
Berat badan menurut underweight)
umur (BB/U) anak usia 0- Berat badan kurang
-3 SD sd <-2 SD
60 bulan (underweight)
Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko berat badan lebih* > +1 SD
Sangat pendek (severely
Panjang badan atau stunted) <- 3 SD
Tinggi Badan menurut Pendek (stunting) -3 SD sd < -2 SD
Umur (TB/U) anak usia 0-
60 bulan Normal -2 SD sd +3 SD
Tinggi** >+3 SD
Gizi buruk (severely
<- 3 SD
wasted)
Berat Badan menurut Gizi kurang (wasted) -3 SD sd < -2 SD
Panjang Badan atau Gizi baik (normal) -2 SD sd +2 SD
Tinggi Badan (BB/PB atau Berisiko gizi lebih
BB/TB) anak usia 0-60 (possible risk of >+1 SD sd +2 SD
bulan overweight)
Gizi lebih (overweight) >+2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) >+3 SD
21
2. ASI Eksklusif
a. Pengertian ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu dan
mengandung zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 2012, ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada
bayi sejak dilahirkan selama enak bulan tanpa tambahan makanan atau
minuman lain kecuali obat, vitamin, dan mineral (Kemenkes RI, 2019).
b. Manfaat ASI Eksklusif
Menurut Amalia dan Andarumi (2018), manfaat ASI eksklusif bagi ibu dan
bayi yang disusuinya yaitu:
1) Manfaat bagi bayi
a) Komponen sesuai dengan kebutuhan bayi ASI secara otomatis akan
mengubah komposisinya sesuai dengan perubahan kebutuhan bayi
di setiap tahap perkembangannya (Amalia dan Andarumi, 2018).
b) Mengandung zat protektif bayi yang mendapatkan ASI lebih jarang
sakit karena adanya zat protektif pada kandungan ASI. Zat protektif
yang terdapat pada ASI yaitu:
(1) Lactobacilius Bifidus
Berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam
asetat. Kedua asam tersebut menjadikan pencernaan bersifat
asam sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(Amalia dan Andarumi, 2018).
(2) Coli dan Entamoeba Histolytica
Memerlukan zat besi untuk pertumbuhannya. Selain
menghambat bakteri tersebut, Laktoferin juga dapat menhambat
pertumbuhan jamur candida (Amalia dan Andarumi, 2018).
(3) Lisozim adalah enzim
26
Kualitas protein juga dapat dilihat dari asam amino. ASI mempunyai
jenis asam amino yang lebih lengkap di banding susu sapi. Salah satu
contohnya asam amino taurine berperan dalam perkembangan otak.
ASI juga kaya nekleotida (berbagai jenis senyawa organic yang
tersusun atas 3 jenis yaitu karbohidrat, nitrogen, dan fosfat) yang
berfungsi untuk meningkatkan kematangan dan pertumbuhan
usus,merangsang bakteri baik dalam usus, dan meningkatkan
penyerapan besi dan daya tahan tubuh (Walyani, 2015).
3) Lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibandingkan dalam susu
formula atau susu sapi. Kadar lemak yang tinggi dibutuhkan untuk
pertumbuhan otak pada bayi. Profil lemak omega-3 dan omega-6
banyak ditemukan dalam ASI. Selain itu, ASI mengandung ARA (Asam
Arakidonat) dan DHA (Asam Dokosabeksanoik) yang berperan penting
pada perkembangan saraf dan retina mata. ASI juga mengandung
asam lemak jenuh dan tidak jenuh berbeda dengan susu formula yang
hanya mengandung asam lemak jenuh saja (Walyani, 2015).
4) Mineral
Mineral dalam ASI memiliki kualitas yang baik dibandingkan
mineral yang terdapat pada susu sapi. Bayi yang diberikan ASI
Eksklusif berisiko lebih kecil untuk kekurangan zat besi. Mineral yang
cukup tinggi terdapat pada ASI adalah selenium yang berfungsi pada
saat pertumbuhan anak cepat (Walyani, 2015).
5) Vitamin
ASI mengandung Vitamin A, D, E, dan K yang penting untyk
memenuhi kebutuhan bayi. Vitamin D dalam ASI bermanfaat bahwa
penyakit polio jarang di alami oleh bayi yang diberikan ASI. Vitamin E
dalam ASI bermanfaat untuk ketahanan dinding sel darah merah. ASI
mengandung vitamin A bermanfaat untuk kesehatan mata, mendukung
pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. Vitamin K dalam
ASI bermanfaat sebagai faktor pembekuan darah (Walyani, 2015).
d) Jenis-jenis ASI
1) Kolostrum
Kolostrum keluar pada hari pertama sampai hari ketiga
kelahiran bayi, kolostrum berwarna kekuningan dan kental.
30
3. Stunting
a. Pengertian stunting
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau
tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini
menunjukkan status gizi yang kurang (malnutrisi) dalam jangka waktu yang
lama (kronis) (Candra, 2020).
Stunting pada anak menjadi permasalahan karena berhubungan
dengan meningkatnya risiko kesakitan dan kematian, gangguan pada
perkembangan otak, gangguan terhadap perkembangan motorik dan
terhambatnya pertumbuhan mental anak (Rahayu et al., 2018).
Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu hamil, kesakitan pada
bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi (Kementrian RI 2018).
Dampak yang ditimbulkan apabila seorang anak mengalami
stunting terbagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.
Dampak jangka pendek yang akan dialami dapat meningkatkan kejadian
kesakitan dan kematian serta menghambat proses perkembangan kognitif,
motorik, dan verbal pada anak (WHO, 2017).
Sedangkan dalam jangka panjang, anak akan memiliki postur
tubuh yang tidak optimal (lebih pendek dari anak seusianya), meningkatnya
risiko terkena obesitas, dan menurunnya produktivitas dan kapasitas kerja
(WHO, 2017).
b. Tanda dan gejala
Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala stunting pada anak yang
perlu di ketahui dan di waspadai yaitu:
1) Pubertas terlambat
2) Pertumbuhan melambat
3) Proporsi tubuh anak cenderung normal tetapi tampak lebih muda dan
kecil untuk anak seusianya
32
tertinggi di stunting
wilayah kerja
Puskesmas
Banjar I pada
tahun 2021
5 Daeng Agus Pengaruh Populasi Analisis dataNilai p value 1. Desain dan
Vieya Putri Pemberian dalam menggunakan 0,0001. Ada teknik
dan Tanti Asi Ekslusif penelitian ini uji statistik chi-hubungan pengambila
Susanti Dengan adalah square yang n sampel
Lake, 2020 Kejadian semua anak bermakna 2. Jumlah
Stunting Di balita yang antara sampel
Desa Haekto ada di Desa pemberian 3. Waktu,
Kabupaten Haekto ASI Eksklusif tempat, dan
Timor Kabupaten (C) terhadap objek
Tengah Timor kejadian penelitian
Utara Tengah Utara stunting pada
Provinsi Provinsi NTT Balita di Desa
Nusa sebanyak Haekto
Tenggara 116 anak Kabupaten
Timur TTU
6 Mega Hubungan Ibu dengan Analisis bivariat Nilai p value 1. Desain dan
Purnamasari Pemberian balita usia menggunakan 0,0001). Ada teknik
dan Teti Asi Eksklusif 24-60 bulan uji chi square hubungan pengambila
Rahmawati, dengan di wilayah pemberian n sampel
2021 Kejadian kerja ASI eksklusif 2. Jumlah
Stunting Puskesmas dengan sampel
Pada Balita Selopampang kejadian di 3. Waktu,
Umur 24-59 Kabupaten wilayah kerja tempat, dan
Bulan Temanggung Puskesmas objek
pada bulan Selopampang penelitian
Januari tahun Kabupaten
2019 Temanggung
sebanyak
696 balita
C. Kerangka Teori
45
Penyebab langsung:
1. Asupan makan kurang Kejadian stunting
2. Penyakit infeksi
Sumber: Aritonang et al. (2020), BAPPENAS (2018), Beal et al. (2018), Candra
dan Nugraheni (2015), Desyanti dan Triska (2017), Fikawati et al. (2015),
Kemenkes RI (2016a; 2018b), Permadi (2016), Putri (2018), Rahayu et al. (2018),
Simbolon (2017), Tandang et al. (2019), Ulfa (2018), UNICEF (2013a; 2015b;
2018c), Wardani et al. (2020)
D. Hipotesis
Ha : Ada Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting di Desa
Payaman Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus
H0 : Tidak Ada Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting di
Desa Payaman Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode yang di gunakan peneliti ini adalah kuantitatif. Penelitian
kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat posivitisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan
(Sugiyono, 2017).
2. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan gambaran umum peneliti yang akan
dilaksanakan oleh peneliti untuk mencapai tujuan tertentu (Indrawan, 2014).
Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian berupa pendekatan
cross sectional. Pendekatan cross sectional merupakan suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor risiko dengan efek melalui
pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada saat yang sama
(Notoatmodjo, 2018).
21
22
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Adapun ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30
sampai 500 (Sugiyono, 2017)
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel sebanyak 15 balita stunting di
desa Payaman Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus yang dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2016).
3. Kriteria Sampel
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Kriteria Inklusi (kriteria yang layak diukur)
Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian mewakili
sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Pertimbangan
inilah yang harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi
(Hidayat, 2014).
Kriteria Inklusi pada penelitian ini sebagai berikut:
1) Balita yang tinggal di Wilayah Desa Payaman Mejobo Kudus.
2) Balita Usia 13 bulan - <59 bulan.
3) Orang tua yang bersedia menjadi responden.
b) Kriteria Eksklusi (kriteria yang tidak layak diteliti)
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian
(Hidayat, 2014).
Kriteria Eksklusi pada penelitian ini sebagai berikut:
1) Balita yang mengalami masalah perkembangan sejak dalam
kandungan.
2) Balita yang sedang sakit atau mempunyai riwayat penyakit infeksi
seperti: diare, cacingan, malaria, ISPA (infeksi saluran pernafasan anak)
dalam 3 bulan terakhir.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent (bebas)
Adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel
lain. Suatu kegiatan stimulus yang di manipulasi oleh peneliti menciptakan
suatu dampak pada variabel dependent. Variabel bebas biasanya dimanipulasi,
diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap
variabel lain. Dijelaskan bahwa variabel bebas biasanya merupakan stimulus
23
atau intervensi yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkat klien
(Nursalam, 2014). Pada penelitian ini variabel independent yang digunakan
adalah pemberian ASI Eksklusif.
2. Variabel Dependent (terikat)
Adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain.
Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel lain.
Dijelaskan bahwa variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas
(Nursalam, 2014). Pada penelitian ini variabel dependent yang digunakan
adalah stunting.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian yaitu sebuah definisi
berdasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apapun yang
didefinisikan atau mengubah konsep dengan kata-kata yang menguraikan
perilaku yang dapat diamati dan dapat diuji serta ditentukan kebenarannya
oleh seseorang (Nurcahyo & Khasanah, 2016)
Alat Skala
No Variabel Definisi Operasional Kategori
Ukur Data
1. ASI ASI eksklusif Lembar Nominal 1. Iya
Ekslusif adalah ASI yang observasi 2. Tidak
hanya diberikan
kepada Bayi sampai
usia enam bulan,
tanpa di berikan
makanan tambahan
apapun kecuali
vitamin, mineral dan
obat
2. Stunting Stunting adalah Lembar Nominal 1. Iya
kekurangan gizi pada observasi 2. Tidak
bayi di 1000 hari
pertama kehidupan
yang berlangsung
lama dan
menyebabkan
terhambatnya
perkembangan otak
dan tumbuh kembang
anak
24
Keterangan:
27
: hasil persentase
Keterangan:
rata-rata sampel
jumlah skor/subjek
2) Median
Median adalah nilai tengah dari kumpulan data yang tersusun secara
teratur (diurutkan menurut besarnya).
3) Modus
28
Keterangan:
interval kelas
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi, yaitu dengan perilaku dan sikap dengan
perilaku dengan menggunakan uji statistik Chi Square yang dilakukan
secara komputerisasi. Menurut Riyanto (2017), batas atau tingkat
kemaknaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nilai α 0,05. Apabila
nilai (ρ value) ≤ 0,05 maka perhitungan tersebut dinyatakan bermakna atau
ada hubungan antara dua variabel yang dianalisis, tetapi jika nilai (ρ value)
> 0,05 maka perhitungan tersebut dinyatakan tidak bermakna atau tidak ada
hubungan antara dua variabel yang dianalisis.
Menurut PAMU UEU (2019), ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi jika akan melakukan pengujian dengan Chi Square. Berikut
dijelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi, diantaranya:
1) Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga
actual count (Fₒ) sebesar 0 (Nol)
2) Apabila bentuk tabel kontingensi 2 2, maka tidak boleh ada 1 cell saja
dengan frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidak boleh lebih dari
20%
Ada beberapa rumus yang digunakan untuk menyelesaikan suatu
pengujian Chi Square. Seperti rumus Continuity Correction, Fisher Exact
Test, dan Pearson Chi Square. Berikut rincian penggunaan rumus-
rumusnya:
kurang dari 5, maka rumus harus diganti dengan rumus “Fisher Exact
Test”
Amalia Dan Andarumi. 2018. Buku Ajar Tentang Manfaat Dan Komposisi Pada ASI
Eksklusif. Bandung Raya.
Dinkes Kabupaten Kudus. 2022. Tumbuh Kembang Anak Dengan ASI Eksklusif
Minimal 6 Bulan Pertama Kelahiran
Https://Www.Diskominfo.Kudus.Kab.Go.Id/Portal/Berita/Id.Com
Hani Dan Setyaningsih. 2014. Buku Ajar Tentang Jenis ASI Dalam Pemenuhan ASI
Eksklusif. Bandung Raya.
50
Alamsyah, D., Mexitalia, M., Margawati, A., Hadisaputro, S., Setyawan, H. 2017.
Beberapa Faktor Risiko Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Pada Balita 12-59 Bulan
(Studi Kasus Di Kota Pontianak). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas,
vol. 2, no. 1, hlm. 54 – 62.
Amalia Dan Andarumi. 2018. Buku Ajar Tentang Manfaat Dan Komposisi Pada ASI
Eksklusif. Bandung Raya.
Auliya C, Woro KH, Budiono I (2015). Profil Status Gizi Balita Ditinjau dari Topografi
Wilayah Tempat Tinggal (Studi di Wilayah Pantai dan Wilayah Punggung Bukit
Kabupaten Jepara). Unnes Journal of Public Health, vol. 4, no. 2, hlm. 108 –
116.
Campos A.P., et al. 2020. Hubungan Antara Menyusui Dan Pengerdilan Anak Di
Meksiko. Kesehatan Ann Glob, vol. 86, no. 1, hlm. 145.
Carolin, B. T., Saputri, A. R., & Silawati, V. 2020. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Status Gizi Balita (12-59 Bulan) Di Puskesmas Sukadiri Kabupaten Tangerang
Tahun 2018. Jurnal Ilmu dan Budaya, vol. 41, no. 66.
Clark H, Coll-Seck AM, Banerjee A, et al. 2020. A Future For The World's Children? A
WHO–UNICEF–Lancet Commission. Lancet, vol. 395, no. 10224, hlm. 605 –
658.
Cortes J.Z., et al. 2018. Poor Breastfeeding, Complementary Feeding And Dietary
Diversity In Children And Their Relationship With Stunting In Rural
Communities. Nutr. Hosp, no. 35, hlm. 271 – 278.
Davis JN, Oaks BM, Engle-Stone R. 2020. The Double Burden Of Malnutrition: A
Systematic Review Of Operational Definitions. Curr Dev Nutr, vol. 4, no. 9, hlm.
1 – 14.
Dewi, VNL. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.
Dinkes Kabupaten Kudus. 2022. Tumbuh Kembang Anak Dengan ASI Eksklusif
Minimal 6 Bulan Pertama Kelahiran
Https://Www.Diskominfo.Kudus.Kab.Go.Id/Portal/Berita/Id.Com
Drammeh W, Hamid NA, Rohana AJ. 2019. Determinants of household food insecurity
and its association with child malnutrition in sub-Saharan Africa: A review of the
literature. Curr Res Nutr Food Sci, vol. 7, no. 3, hlm. 610 – 623.
Handayani, R. 2017. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada
Anak Balita. Journal Endurance, vol. 2, no. 2, hlm. 217 – 224.
Hani Dan Setyaningsih. 2014. Buku Ajar Tentang Jenis ASI Dalam Pemenuhan ASI
Eksklusif. Bandung Raya.
Hardinsyah., Supariasa, I.D.N. 2016. Ilmu Gizi : Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC.
Hidayat, 2014. Metodologi Penelitian. Jakarta Salemba
Kementerian Kesehatan RI. 2022. Hasil Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Tahun 2022. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Khan M.N., Islam M.M. 2017. Effect Of Exclusive Breastfeeding On Selected Adverse
Health And Nutritional Outcomes: A Nationally Representative Study. BMC
Public Health, vol. 17, no. 889.
Khasanah D.P., et al. 2016. Time Of Complementary Feeding Introduction Was
Associated With Stunting In Children 6-23 Months Old In Sedayu,
Bantul. Indones. J. Nutr. Die, vol. 4, no. 105.
51
Koetaan D, Et Al. 2018. The Prevalence Of Underweight In Children Aged 5 Years And
Younger Attending Primary Health Care Clinics In The Mangaung Area, Free
State. African J Prim Heal Care Fam Med, vol. 10, no. 1, hlm. 1 – 5.
Kuchenbecker J., et al. 2015. Exclusive Breastfeeding And Its Effect On Growth Of
Malawian Infants: Results From A Cross-Sectional Study. Paediatr. Int. Child
Health, vol. 35, hlm. 14 – 23.
Laelatunnisa., Hartini, Th. N.S., Susanto, N. 2016. Hubungan Pemberian ASI dengan
Status Gizi Balita Usia 6-23 Bulan Di Kelurahan Klitren Gondokusuman
Yogyakarta Tahun 2016. Jurnal Medika Respati, vol. 11, no. 3, hlm. 42 – 53.
Lastanto. 2015. Analisis faktor yang mempengaruhi kejadian balita gizi kurang, Skripsi,
program Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada, Surakarta.
Medika.
Mubarak. 2018. Analisis Faktor Yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita Di
Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia, vol. 5, no. 2, hlm. 454 – 463.
Napitupulu, D. M. (2018). Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar
Anak Balita 3-5 Tahun Di Puskesmas Kelurahan Harjosari 1 Kecamatan Medan
Amplas Tahun 2018. Hilos Tensados, vol. 1, hlm. 1 – 476.
Ni’mah, K. dan Nadhiroh, S. R. 2015. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting pada Balita. Media Gizi Indonesia, vol. 10, no. 1, hlm. 13 – 19.
Nilakesuma, A., Jurnalis, Y.D., Rusjdi, S.R. 2015. Hubungan Status Gizi Bayi dengan
Pemberian ASI Esklusif, Tingkat Pendidikan Ibu dan Status Ekonomi Keluarga
Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir. Jurnal Kesehatan Andalas, vol. 4,
no. 1, hlm. 37 – 44.
Pomati M, Nandy S. 2020. Assessing Progress Towards SDG2: Trends And Patterns
Of Multiple Malnutrition In Young Children Under 5 In West And Central Africa.
Child Indic Res, vol. 13, no. 5, hlm. 1847 – 1873.
Purnama, D., Raksanagara, A.S., Arisanti, N. 2017. Hubungan Perilaku Ibu Dengan
Status Gizi Anak Balita di Kabupaten Garut. Jurnal Keperawatan BSI, vol. 5, no
2, hlm. 164 – 172.
Rahmad, A. H. AL, & Miko, A. (2016). Kajian Stunting Pada Anak Balita Berdasarkan
Pola Asuh dan Pendapatan Keluarga di Kota Banda Aceh. Jurnal Kesmas
Indonesia, 8(2), 63–79.
Supariasa, I. D., Bakri, B., dan Fajar, I. 2016. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Tebeje NB, Biks GA, Abebe SM, Yesuf ME. 2017. Prevalence And Major Contributors
Of Child Malnutrition In Developing Countries: Systematic Review And Meta-
Analysis. J Child Obes, vol. 02, no. 04, hlm. 16.
Uwiringiyimana V., et al. 2019. Prediktor Stunting Dengan Fokus Khusus Pada Praktik
Pemberian Makanan Pendamping: Studi Cross-Sectional Di Provinsi Utara
Rwanda. Nutr. Hosp, vol. 60, hlm. 11 – 8.
Wali N, Agho K, Renzaho AMN. 2019. Past Drivers Of And Priorities For Child
Undernutrition In South Asia: A Mixed Methods Systematic Review
Protocol. Syst Rev, vol. 8, no. 1, hlm. 1 – 8.
Zhang N, Ma G. 2018. Interpretation Of WHO Guideline: Assessing And Managing
Children At Primary Health-Care Facilities To Prevent Overweight And Obesity
In The Context Of The Double Burden Of Malnutrition. Glob Heal J, vol. 2, no.
2, hlm. 1 – 13.
52
LAMPIRAN
53
INFORMED CONSENT
BADAN PELAKSANA PENDIDIKAN MA'ARIF NU AZZAHRA KUDUS
LEMBAR KONSULTASI
LEMBAR KONSULTASI
LEMBAR KONSULTASI