Anda di halaman 1dari 89

PERBANDINGAN KELANCARAN PENGELUARAN ASI

SEBELUM DAN SETELAH PIJAT WOOLWICH


TERHADAP IBU NIFAS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS YOSOMULYO

Oleh:
SITI MULIA LEDYSANI
NIM : 1615371010

SKRIPSI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN METRO
TAHUN 2020
PERBANDINGAN KELANCARAN PENGELUARAN ASI
SEBELUM DAN SETELAH PIJAT WOOLWICH
TERHADAP IBU NIFAS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS YOSOMULYO

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan


Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Metro, Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

Oleh:
SITI MULIA LEDYSANI
NIM : 1615371010

SKRIPSI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN METRO
TAHUN 2020

ii
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEBIDANAN PRODI KEBIDANAN METRO
SKRIPSI, MEI 2020

SITI MULIA LEDYSANI

Perbandingan Kelancaran Pengeluaran ASI Sebelum dan Setelah Pijat Woolwich


terhadap Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo

xv + 60 halaman, 5 tabel, 3 gambar, 7 lampiran

ABSTRAK

Pengeluaran ASI yang kurang merupakan masalah yang dialami sebagian


ibu karena tidak lancarnya pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI yang kurang akan
berdampak pada status gizi dan rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif. Di
Provinsi Lampung cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2017 yaitu
32,21%. Di Kota Metro cakupan pemberian ASI ekskusif pada tahun 2019 yaitu
65,55%. Hal ini belum sesuai dengan target Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang
mendapat ASI eksklusif sebesar 80%. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbandingan kelancaran pengeluaran ASI sebelum dan setalah pijat
woolwich terhadap ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo.
Jenis penelitian deskriftif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu
nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo dengan jumlah sampel 12. Teknik
pengambilan sampel dengan consecutive sampling.
Kelancaraan pengeluaran ASI sebelum dilakukan pijat woolwich yaitu
75% ibu mengalami payudara tegang sebelum dilakukan pijat woolwich dan ASI
terlihat merembes dari puting susu . Setelah dilakukan pijat woolwich yaitu 100 %
ibu mengalami payudara tegang setelah dilakukan pijat woolwich, 91.66%
frekuensi menyusu bayi lebih dari 8 kali, 91.66% bayi nampak menghisap kuat
dengan irama perlahan, 83.33% mengalami ASI merembas dan 75% reflek
pelepasan ASI baik. Perbandingan kelancaraan pengeluaran ASI sebelum
dilakukan pijat woolwich yaitu terdapat 100% responden mengalami pengeluaran
ASI yang tidak lancar. Sedangkan setelah dilakukan pijat woolwich dari 12
responden didapatkan hasil, yaitu 8.33% mengalami pengeluaran ASI yang tidak
lancar dan 91.67% mengalami pengeluaran ASI lancar.

Kata kunci : Kelancaran pengeluaran ASI, pijat woolwich.


Daftar bacaan : 26 ( 2002 - 2019 )

BIODATA PENULIS
iii
Identitas Penulis
1. Nama : Siti Mulia Ledysani
2. NIM : 1615371010
3. Tempat/Tanggal Lahir : Bandar Lampung, 10 April 1998
4. Agama : Islam
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Status Mahasiswa : Sarjana Terapan
7. Alamat : Jl. Bawang B.5 No.18 Beringin Raya,
Kemiling, Bandar Lampung
8. No. Telp : 0822 8218 8217

Riwayat Pendidikan
1. TK : TK Beringin Raya
2. SD : SDN Way Napal
3. SMP : SMPN 14 Bandar Lampung
4. SMA : SMAN 14 Bandar Lampung
5. DIV (2016-2020) : Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan
Kebidanan, Program Studi Sarjana Terapan
Kebidanan Metro
LEMBAR PERSETUJUAN
iv
SKRIPSI

PERBANDINGAN KELANCARAN PENGELUARAN ASI


SEBELUM DAN SETELAH PIJAT WOOLWICH
TERHADAP IBU NIFAS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS YOSOMULYO

DISETUJUI OLEH PEMBIMBING

Pembimbing Utama

SADIMAN, AK., M.Kes


NIP. 19670803 198703 1 001

Pembimbing Pendamping

FIRDA FIBRILA, S.Si.T., M.Pd


NIP. 19760212 200501 2 004

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Metro

MARTINI FAIRUS, S.Kep., Ns., M.Sc


NIP. 19700802 199003 2 002

v
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi

PERBANDINGAN KELANCARAN PENGELUARAN ASI


SEBELUM DAN SETELAH PIJAT WOOLWICH
TERHADAP IBU NIFAS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS YOSOMULYO

Penulis
Siti Mulia Ledysani / NIM 1615371010

Diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Sarjana Terapan
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan Kebidanan Metro sebagai
Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan

Tim Penguji
Penguji Utama

MARTINI, S.KM., M.KM


NIP. 19750310 200501 2 002

Penguji Ketua / Moderator

SADIMAN, AK., M.Kes


NIP. 19670803 198703 1 001

Penguji Anggota

FIRDA RIBRILA, S.Si.T., M.Pd


NIP. 19760212 200501 2004

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Metro

MARTINI FAIRUS, S.Kep., Ns., M.Sc


NIP. 19700802 199003 2 002

vi
LEMBAR PENYATAAN

KEABSAHAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : SITI MULIA LEDYSANI

NIM : 1615371010

Program Studi : Sarjana Terapan Kebidanan Metro

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dibawah ini, dengan judul :

PERBANDINGAN KELANCARAN PENGELUARAN ASI


SEBELUM DAN SETELAH PIJAT WOOLWICH
TERHADAP IBU NIFAS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS YOSOMULYO

adalah benar karya saya sendiri atau bukan plagiat hasil karya orang lain, dan saya
ajukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan program studi
sarjana terapan kebidanan. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi bukan
karya sendiri atau plagiat hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai ketentuanm perundang-undangan yang berlaku.

Demikian surat penyataan ini saya buat unutk dipergunakan sebagimana mestinya.

Metro, ........................2020
Yang membuat pernyataan

SITI MULIA LEDYSANI

MOTTO
vii
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya”
(Q.S. Al-Baqoroh: 286)

“sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”

(Q.S. As-Syarh: 6)

La Takhaf Wa La Tahzan Innallaha Ma’ana

KATA PENGANTAR

viii
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala karena berkat dan rahmat

serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Perbandingan Kelancaran Pengeluaran ASI Sebelum dan Setelah Pijat Woolwich

terhadap Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo” sebagai salah satu

syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Terapan

Kebidanan Metro. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

membantu penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Warjidin Aliyanto, SKM., M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Tanjungkarang.

2. DR. Sudarmi, S.Pd., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Tanjungkarang.

3. Martini Fairus, S.Kep., Ns., M.Sc selaku Ketua Program Studi Sarjana

Terapan Kebidanan Metro.

4. Sadiman, AK., M.Kes selaku Pembimbing utama yang telah membimbing

serta memberikan motivasi dan saran-saran untuk perbaikan skripsi ini.

5. Firda Fibrila, S.Si.T., M.Pd selaku pembimbing pendamping yang telah

membimbing serta memberikan motivasi dan saran-saran untuk perbaikan

skripsi ini.

6. Martini, S.KM., M.KM selaku penguji utama yang telah memberikan

masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

ix
7. Seluruh staf dosen Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program Studi

Kebidanan Metro yang telah memberikan informasi dan bantuan selama

penyusnan skripsi.

8. Kepada orangtua dan teman-teman angkatan keempat Sarjana Terapan

Kebidanan Metro yang memberikan doa dan dukungan.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi.

Penulis menyadari atas kemampuan yang ada, sehingga masih banyak

kekurangan baik isi maupun penggunaan kalimat yang kurang tepat dalam

pemaparan proposal skripsi ini, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya

membangun sangat penulis harapkan, sehingga proposal skripsi ini dapat

dilaksanakan penelitian.

Metro, April 2020

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL LUAR......................................................................... i
HALAMAN SAMPUL DALAM..................................................................... ii
ABSTAK.......................................................................................................... iii
BIODATA PENULIS....................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. v
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN.............................................................................. vii
MOTO............................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR...................................................................................... ix
DAFTAR ISI.................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 4
C. Tujuan Penenlitian................................................................... 5
D. Tujuan Umum.......................................................................... 5
1. Tujuan Khusus..................................................................... 5
2. Manfaat Penelitian ............................................................. 5
E. Ruang Lingkup.............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Air Susu Ibu (ASI)................................................................... 7
1. Pengertian ASI................................................................... 7
2. Fisiologi Payudara............................................................. 7
3. Pembentukan Kelenjar Payudara....................................... 7
4. Pengaruh Hormonal........................................................... 10
5. Proses Produksi ASI.......................................................... 11
6. Proses Pengeluaran ASI..................................................... 13
7. Stadium Pengeluaran ASI.................................................. 14
8. Kandungan ASI................................................................. 16
9. Manfaat Pemberian ASI.................................................... 19
10. Hambatan Menyusui Pada Ibu........................................... 23
11. Indikator Kecukupan ASI.................................................. 24
12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI............ 25
13. Penatalaksanaan Pengeluaran ASI..................................... 28

xi
B. Pijat......................................................................................... 29
1. Pijat Woolwich.................................................................... 29
C. Pengaruh Pijat Woolwich terhadap Pengeluaran ASI
..............................................................................................................
..............................................................................................................
31
D. Kerangka Teori....................................................................... 33
E. Kerangka Konsep.................................................................... 34
F. Variabel................................................................................... 34
H. Definisi operasional................................................................ 35

BAB III METODE PENELITIAN


A. Rancangan Penelitian.............................................................. 37
B. Populasi dan Sampel Penelitian.............................................. 38
1. Populasi............................................................................... 38
2. Sampel................................................................................ 38
C. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................. 42
1. Lokasi Penelitian................................................................ 42
2. Waktu Penelitian................................................................. 42
D. Cara Pengumpulan Data......................................................... 42
1. Instrumen Penelitian.......................................................... 43
2. Pengukuran Variabel Penelitian........................................ 43
3. Prosedur Pengumpulan Data.............................................. 44
E. Pengelolaan dan Analisis Data............................................... 45
1. Pengelolaan Data............................................................... 45
2. Analisis Penelitian............................................................. 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................


A. Hasil Penelitian........................................................................ 48
B. Pembahasan.............................................................................. 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...........................................................


A. Simpulan.................................................................................. 58
B. Saran......................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 1 Definisi Operasional Penelitian..................................................... 36

Tabel 2 Tabel Karakteristik Responden...................................................... 49

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kelancaran Pengeluaran ASI Sebelum


dilakukan Pijat Woolwich
.......................................................................................................
.......................................................................................................
50

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kelancaran Pengeluaran ASI Setelah


dilakukan Pijat Woolwich
.......................................................................................................
.......................................................................................................
51

Tabel 5 Perbandingan Kelancaran Pengeluaran ASI Sebelum dan


Setelah dilakukan Pijat Woolwich
.......................................................................................................
.......................................................................................................
52

xiii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

Gambar 1 Pijat Woolwich............................................................................... 30

Gambar 2 Kerangka Teori.............................................................................. 33

Gambar 3 Kerangka Konsep........................................................................... 34

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Layak Etik

Lampiran 2 Informed consent

Lampiran 3 Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Check List

Lampiran 5 Prosedur Pijat Woolwich

Lampiran 6 Data Responden

Lampiran 7 Dokumentasi

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Pengeluaran ASI yang kurang merupakan masalah yang dialami sebagian

ibu karena tidak lancarnya pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI yang kurang pada

hari pertama melahirkan menjadi kendala dalam pemberian ASI yang dapat

disebabkan oleh kecemasan dan ketakutan ibu akan kurangnya produksi ASI

sehingga ibu akan berhenti memberikan ASI secara dini dan akhirnya akan

memengaruhi produksi ASI. Penurunan produksi ASI pada hari-hari pertama

setelah melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon

prolaktin dan oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI

(Rahayu, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO, 2011) untuk memberikan

ASI eksklusif 6 bulan dan MP-ASI setelahnya dengan tetap memberikan ASI

hingga 2 tahun telah diadopsi oleh pemerintah Indonesia. Hal tersebut diatur

melalui Kepmenkes RI No. 450/Menkes/SK/ IV/2004 dengan menetapkan target

pemberian ASI eksklusif 6 bulan sebesar 80%. Salah satu target Sustainabel

Development Goals (SDGs) yang akan dicapai adalah menurunkan angka

kematian anak dengan indikatornya yaitu menurunnya Angka Kematian Bayi

(AKB) menjadi 12/1000 kelahiran hidup di tahun 2030. Upaya yang dapat

1
dilakukan untuk menurunkan tingkat kematian bayi tersebut antara lain adalah

dengan pemberian ASI secara eksklusif.

Pengeluaran ASI yang kurang akan berdampak pada cakupan ASI

eksklusif. Di Indonesia bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia

enam bulan sebesar 37,3%. Hal ini belum sesuai dengan target Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia kurang dari 6

bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 80% (Kemenkes, 2018). Pemberian

ASI eksklusif di Provinsi Lampung dalam tiga tahun terakhir mengalami naik

turun. Pada 2014 pencapaian ASI eksklusif sebesar 45,5%, tahun 2015 menjadi

33,5 dan tahun 2016 mengalami peningkatan menjadi 48%, tahun 2017

mengalami penurunan menjadi 32,21%, cakupan ini masih jauh dari target yaitu

60% (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2017).

Cakupan pemberian ASI ekskusif di Kota Metro yaitu 65,55%.

Berdasarkan 12 wilayah kerja puskesmas yang ada di Kota Metro, capaian

pemberian ASI eksklusif 7 Puskesmas terendah adalah Puskesmas Ganjar Agung

63,93%, Puskesmas Banjarsari 62,50%, Puskesmas Metro 61,32%, Puskesmas

Sumbersari Bantul 60,00%, Puskesmas Tejo Agung 59,09%, Puskesmas

Mulyojati 55,79%, Puskesmas Yosomulyo 54,35%. Data tersebut menunjukan

bahwa masih banyak wilayah kerja Puskesmas Kota Metro yang capaian

pemberian ASI eksklusif berada dibawah cakupan target yaitu 70% (Dinas

Kesehatan Kota Metro, 2019). Puskesmas Yosomulyo merupakan puskesmas

dalam Wilayah Kerja Kecamatan Metro Pusat. Puskesmas Yosomulyo merupakan

puskesmas yang belum ada pelayanan terapi komplementer. Dengan adanya terapi

2
komplementer diharapkan dapat memperlancar pengeluaran ASI dan mencegah

penggunaan PASI pada bayi secara berkelanjutan setelah persalinan.

Pengeluaran ASI tidak lancar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

langsung misalnya perilaku menyusui, psikologis ibu, fisiologis ibu, ataupun

faktor yang tidak langsung misalnya sosial kultural dan faktor bayi (Bidan dan

Dosen Kebidanan Indonesia, 2018: 479). Produksi ASI dan pengeluaran ASI

dipegaruhi oleh dua hormon, yaitu prolaktin dan oksitosin. Prolaktin

mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan oksitosin mempengaruhi proses

pengeluaran ASI (Maryunani, 2015: 29).

Penurunan produksi ASI dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan

hormon prolaktin dan okitosin yang sangat berperan dalam kelancaram produksi

ASI (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018: 479). Untuk merangsang

hormon prolaktin dan oksitosin pada ibu setelah melahirkan adalah memberikan

sensasi rileks pada ibu, yaitu dengan melakukan pijat Woolwich yang akan

merangsang sel saraf pada payudara, diteruskan kehipotalamus dan direspon oleh

hipofisis anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin, yang akan dialirkan oleh

darah ke sel mioepitel payudara untuk memproduksi ASI. Manfaat pemijatan

woolwich adalah meningkatkan pengeluaran ASI, meningkatkan sekresi ASI dan

mencegah peradangan payudara (Pamuji, 2014). Penelitian sebelumnya oleh

Usman (2019) di Wilayah Kerja Puskesmas Mapane Kabupaten Poso

menunjukkan bahwa 95,8% responden kelompok intervensi pijat woolwich

memiliki berat badan bayi cukup sedangkan pada kelompok tanpa intervensi

sebesar 70,8%. Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p=0,048 yang berarti

3
ada pengaruh pemberian intervensi terhadap penambahan berat badan bayi. 87,5%

responden kelompok intervensi pijat woolwich memiliki frekuensi cukup

sedangkan pada kelompok tanpa intervensi sebesar 45,8%. Berdasarkan uji chi

square diperoleh nilai p=0,006 yang berarti ada pengaruh pemberian intervensi

terhadap frekuensi BAK bayi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui cakupan ASI dikota Metro

tahun 2019 hanya 65,55% dan cakupan ASI di Puskesmas Yosomulyo 54,35%.

Data tersebut menunjukan bahwa capaian pemberian ASI eksklusif berada

dibawah cakupan target yaitu 70%. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di

wilayah kerja Puskesmas Yosomulyo terdapat 12 ibu nifas yang dilakukan

observasi kelancaran ASI dan diperoleh hasil 7 ibu nifas (58,3%) dengan ASI

tidak lancar. Hal tersebut menunjukkan perlunya dilakukan tindakan untuk

mengatasi masalah ASI yang tidak lancar. Dalam mengatasi masalah tersebut

peneliti mengambil judul “Perbandingan kelancaran pengeluaran ASI sebelum

dan setelah pijat woolwich terhadap ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas

Yosomulyo”

B Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Kerja

Puskesmas Yosomulyo terdapat 12 ibu nifas yang dilakukan observasi kelancaran

ASI dan diperoleh hasil 7 ibu nifas (58,3%) dengan ASI tidak lancar. Hal tersebut

menunjukkan perlunya dilakukan tindakan untuk mengatasi masalah ASI yang

tidak lancar. ASI tidak lancar dapat mengakibatkan malnutrisi dan kematian

4
perinatal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat

kematian bayi antara lain adalah dengan pemberian ASI secara eksklusif.

Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini

“adakah perbedaan kelancaran pengeluaran ASI sebelum dan setelah pijat

woolwich terhadap ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo tahun

2020?”

C Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan

kelancaran pengeluaran ASI sebelum dan setelah pijat woolwich terhadap ibu

nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain untuk:

a. Mengetahui kelancaran pengeluaran ASI sebelum dilakukan pijat

woolwich di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo.

b. Mengetahui kelancaran pengeluaran ASI setelah dilakukan pijat

woolwich di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo.

c. Mengetahui perbandingan kelancaran pengeluaran ASI sebelum dan

setelah dilakukan pijat woolwich di Wilayah Kerja Puskesmas

Yosomulyo.

5
D Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teori penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah

dalam menanggulangi permasalahan tentang pengeluaran ASI dan juga

menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai pijat woolwich terhadap

kelancaran produksi ASI pada ibu nifas.

2. Manfaat Praktik

Secara praktik manfaat penelitian ini adalah sebagai masukan atau

informasi bagi tenaga kesehatan dalam penggunaan terapi non farmakologi dalam

menanggulangi permasalahan tentang kelancaran pengeluaran ASI dan hasil

penelitian ini dapat bermanfaat bagi ibu nifas sebagai masukan informasi untuk

memperlancar ASI.

E Ruang Lingkup

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriftif. Variabel penelitian

ini terdiri dari variabel independen adalah pijat woolwich, sedangkan variabel

dependen adalah kelancaran pengeluaran ASI. Subyek penelitian ini adalah ibu

nifas. Obyek penelitian ini adalah kelancaran pengeluaran ASI. Lokasi penelitian

dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo pada bulan Februari - April

tahun 2020.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Susu Ibu (ASI)

1. Pengertian ASI

Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan terbaik yang sangat

dibutuhkan oleh bayi. ASI mengandung berbagai zat yang penting untuk tumbuh

kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya (Bidan dan Dosen Kebidanan

Indonesia, 2018: 479).

2. Fisiologi Payudara

Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan

pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui pubertas, masa fertilitas, sampai

ke klimakterium dan monoupause. Perubahan kedua adalah perubahan sesuai

dengan daur menstruasi. Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui.

Pada kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus

alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari

hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus,

mengisi asinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu (Bidan dan

Dosen Kebidanan Indonesia, 2018: 469).

3. Pembentukan Kelenjar Payudara

Payudara merupakan suatu organ yang dimiliki oleh setiap manusia.

Payudara terletak pada bagian dada sebalah atas. Pembentukan kelenjar payudara

7
pada wanita tidak sama dengan pembentukan kelenjar payudara pada laki-laki.

Pada wanita payudara mengalami perkembangan dan pertumbuhan dari waktu ke

waktu.

a. Sebelum pubertas

Duktus primer dan duktus sekunder sudah terbentuk pada masa fetus. Pada

masa pubertas, duktus tumbuh sangat cepat karena pengaruh dari hormon

estrogen. Dimasa seseorang sedang mengalami pubertas, ada dua hormon yang

sedang aktif berkembang dan memengaruhi tubuh yaitu hormon estrogen dan

hormon progesteron. Hormon estrogen akan membentuk kelenjar payudara bagian

duktus sedangkan hormon progesteron akan memengaruhi pertumbuhan alveoli.

Beberapa hormon yang mempengaruhi bentuk payudara adalah hormon prolaktin

yang dikeluarkan oleh kelenjar adenohipofise.

b. Masa pubertas

Pada masa pubertas, pertumbuhan kelenjar payudara lebih banyak terjadi

membentuk percabangan pada sistem duktus, poliferasi dan kanalisasi dari unit-

unit lobulo-alveolar yang terletak pada ujung-ujung distal duktus. Pada masa

pubertas, jaringan penyangga stoma juga mengalami perkembangan dan sekaligus

membentuk septum interlobular.

c. Masa siklus menstruasi

Pada saat wanita sedang mengalami menstruasi, kelenjar payudara wanita

dewasa mengalami perkembangan atau perubahan pada kelenjar payudara yang

dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan beberapa hormon. Pada masa menstruasi

hormon estrogen dan hormon progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum

8
juga akan memengaruhi siklus menstruasi. Payudara akan selalu bertambah besar

pada saat siklus menstruasi sedang berjalan, dimulai dari pertama kali mengalami

menstruasi sampai pada umur 30 tahun.

d. Masa kehamilan

Pada masa kehamilan, terjadi peningkatan pertumbuhan pada kelenjar

duktus yang baru, percabangan, dan lobulus. Perkembangan ketiga kelenjar ini

dipengaruhi oleh adanya hormon plasenta dan korpus luteum.

e. Masa 3 bulan kehamilan

Prolaktin dan adenohipofase yang terdapat dalam payudara wanita hamil

akan merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan ASI yang disebut

kolostrum. Pada masa ini ASI yang dihasilkan oleh kelenjar ASI belum dapat

dikeluarkan karena terhambat oleh keberadaan hormon estrogen dan hormon

progesteron. Meskipun keluarnya ASI masih terhambat oleh kedua hormon

tersebut, tetapi kadar prolaktin dalam payudara akan meningkat hanya untuk

membuat kolostrum.

f. Masa trimester kedua kehamilan

Laktogen plasenta sudah memulai merangsang pembentukan kolostrum.

Warna puting dan area disekitar puting berubah menjadi gelap dan melebar.

Sekitar minggu ke 14 hingga 26 kehamilan, ada cairan berwarna kekuning-

kuningan keluar dari puting. Cairan penuh nutrisi itu dihasilkan oleh payudara

sebagai tanda tubuh sedang bersiap-siap untuk memberikan ASI atau biasa disebut

cairan kolostrum.

9
g. Trimester ketiga kehamilan

Di minggu-minggu terakhir kehamilan, puting dan payudara terus

membesar seiring meningkatnya produksi ASI. Pembentukan lobulus dan alveoli

memproduksi dan menyekresi cairan yang kental kekuningan yang disebut

kolostrum. Perubahan payudara ibu hamil bervariasi bergantung individu masing-

masing. Sebagai contoh, ada wanita yang mengeluarkan cairan kolostrum dari

putingnya tetapi ada pula yang tidak (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia,

2018: 469-470).

4. Pengaruh Hormonal

Proses menyusui tidak terlepas dari pengaruh hormonal, adapun hormon-

hormon yang berperan aktif adalah:

a. Progesteron berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.

Tingkat progeteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini

menstimulasi produksi secara besar-besaran.

b. Estrogen berfungi menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat

estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan

selama tetap menyusui. Sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal

berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.

c. Follicle stimulating hormon (FSH).

d. Luteinizing hormon (LH).

e. Prolaktin berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan.

f. Oksitosin berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat

melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Selain itu,

10
pasca melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus disekitar alveoli

untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses

turun nya susu let down atau milk ejection reflex.

g. Human placental lactogen (HPL), sejak bulan kedua kehamilan, plasenta

mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam pertumbuhan payudara,

puting dan areola sebelum melahirkan (Yanti, 2014: 10).

5. Proses Produksi ASI

Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI

biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi.

Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron

menurun drastis sehingga prolaktin lebih dominan dan pada saat ini lah mulai

terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan puting

susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis sehingga ASI lebih lancar.

Dua reflek pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi yaitu

prolaktin dan reflek aliran timbul akibat perangsangan puting susu oleh hisapan

bayi.

a. Reflek Prolaktin

Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk

membuat kolostrum, terbatas karena aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen

dan progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan lepasnya plasenta dan

berkurangnya fungsi korpus luteum menyebabkan estrogen dan progesteron juga

berkurang. Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada puting

susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke

11
hipotalamus didasar otak, lalu memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan

hormon prolaktin ke dalam darah. Melalui sirkulasi prolaktin memacu sel kelenjar

(alveoli) untuk memproduksi air susu. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah

susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus hisapan yaitu frekuensi, intensitas

dan lamanya bayi menghisap.

b. Reflek Aliran ( Let Down )

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,

rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain memengaruhi

hipofise anterior mengelurkan hormon prolaktin juga mempengaruhi hipofise

posterior mengeluarkan hormon oksitosin. Dimana setelah oksitosin dilepas

kedalam darah mengacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus

berkonsentrasi sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju

puting susu.

Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah melihat bayi,

mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikiran untuk menyusui bayi.

Sedangkan faktor-faktor yang menghambat reflek let down adalah stress, keadaan

bingung, takut, dan cemas.

Reflek yang penting dalam mekanisme hisapan bayi:

1) Reflek Menangkap (Rooting Reflex)

Reflek ini timbul saat bayi baru lahir tersentuh pipinya, dan bayi akan

menoleh ke arah sentuhan. Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah

sekeliling mulut merupakan suatu rangsangan yang bisa menimbulkan reflex

untuk mencari pada bayi. Ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting

12
susu yang menempel diikuti dengan membuka mulut, kemudian puting susu

ditarik masuk kedalam mulut dan berusaha menangkap puting susu.

2) Reflek menghisap (Sucking Reflex)

Reflek ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh oleh puting.

Puting susu yang sudah masuk kedalam mulut dengan bantuan lidah akan ditarik

lebih jauh menekan kalang payudara di langit. Dengan tekanan bibir dan gerakan

rahang secara berirama, maka gusi akan menjepit kalang payudara dengan sinus

laktiferus, sehingga air susu akan mengalir keputing susu. Selanjutnya bagian

belakang lidah menekan puting susu pada langit-langit yang mengakibatkan air

susu keluar dari puting.

3) Reflek Menelan (Swallowing Reflex)

Reflek ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI, maka ia akan

menelannya. Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan

gerakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air

susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan masuk ke

lambung (Yanti, 2014: 7-8).

6. Proses Pengeluaran ASI

Pada saat bayi disusui, maka ada gerakan menghisap yang berirama akan

menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria posterior,

sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel miopitel disekitar

alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula.

Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh hisapan bayi, juga oleh reseptor

13
yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara reflektoris oksitosin

dikeluarakan oleh hiposis (Yanti, 2014: 9).

7. Stadium Pengeluaran ASI

Stadium Pengeluaran ASI dapat dibedakan atas:

a. ASI stadium I

ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum adalah cairan yang pertama

kali disekresi oleh kelenjar mammae yang mengandung tissue debris dan residual

material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae, sebelum

dan segera sesudah melahirkan. Kolostrum ini disekresi oleh kelenjar payudara

pada hari pertama sampai hari ke empat pasca persalinan. Kolostrum berwarna

kuning-kuningan yang banyak mengandung protein, antibody dan

immunoglobulin. Selain itu, kolostrum juga tinggi protein, mineral, garam,

vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan antibody yang tinggi dari pada ASI

matur.

Kolostrum juga merupakan pencahar ideal untuk membersihkan zat yang

tidak terpakai dari usus bayi baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan

makanan bagi bayi untuk siap menerima ASI. Hal ini dapat membantu

mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam

kehijauan. Kandungan energi lebih rendah dibandingkan ASI yaitu 56 Kal /100 ml

kolostrum. Kandungan protein pada kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan protein dalam susu matur, sedangkan kandungan karbohidratnya lebih

rendah dibandingkan ASI matur.

14
b. ASI stadium II

ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI peralihan adalah ASI yang

keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang matang atau matur.

Ciri dari air susu pada masa peralihan adalah sebagai berikut:

1) ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur.

2) Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari maa laktasi. Jumlah volume

ASI semakin meningkat tetapi komposisi protein semakin rendah, sedangkan

lemak dan karbohidrat semakin tinggi. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan

bayi karena aktifitas bayi yang mulai aktif dan bayi sudah mulai beradaptasi

dengan ligkungan. Pada masa ini pengeluaran ASI mulai stabil.

c. ASI stadium III

ASI stadium III adalah ASI matur. Berikut ciri-ciri dari ASI matur:

1) ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan seterusnya. Kandungan

ASI matur relative konstan, tidak menggumpal bila dipanaskan.

2) ASI matur tampak berwarna putih kekuning-kuningan kerana

mengandung Ca-caseinant, riboflaum, dan karotin yang terdapat

didalamnya.

3) Pada ibu yang sehat, produksi ASI untuk bayi akan tercukupi .Hal

ini dikarenakan ASI merupakan satu-satunya yang diberikan

selama enam bulan pertama bagi bayi.

4) Terdapat faktor antimikrobakterial.

5) ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan

dengan perkembangan bayi sampai enam bulan. Setelah enam

15
bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan pendaping selain

ASI (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018: 471).

8. Kandungan ASI

ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi atau anak. Kandungan ASI

berdasarkan zat gizi yang utama terdiri dari karbohidrat, oligosakarida, protein,

lemak, vitamin dan mineral.

a. Karbohidrat

Laktosa merupakan jenis karbohidrat utama dalam ASI yang berperan

penting sebagai sumber energi, dan merupakan 40% dari total energi ASI. Laktosa

ini dapat diserap secara efisien oleh bayi yaitu lebih dari 90%. Selain itu laktosa

juga akan diolah menjadi glukosa dan galaktosa yang berperan dalam

perkembangan sistem saraf. Zat ini membantu penyerapan kalsium dan

magnesium di masa pertumbuhan bayi. Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi

yang penting untuk pertumbuhan sel saraf otak dan pemberi energi untuk kerja

sel-sel saraf.

b. Lemak

Lemak merupakan zat gizi terbesar kedua dalam ASI dan menjadi sumber

energi utama bayi serta berperan dalam pengaturan suhu tubuh bayi. Lemak dalam

ASI mengadung komponen asam lemak esensial yaitu asam linoleat dan asam

alda linolenat yang akan diolah oleh tubuh bayi menjadi AA dan DHA.

AA dan DHA sangat penting untuk perkembangan otak bayi. Kandungan

asam lemak esensial dan asam lemak tidak jenuh akan membantu perkembangan

16
saraf dan penglihatan. Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai

panjang yang dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna karena

mengandung enzim lipase.

c. Oligosakarida

Oligosakarida merupakan komponen bioaktif dalam ASI yang berfungsi

sebagai prebiotik karena terbukti meningkatkan jumlah bakteri sehat yang secara

alami hidup dalam sistem pencernaan bayi.

d. Protein

Komposisi protein dalam ASI terdiri dari:

1) Laktoferin protein berfungsi untuk mengikat zat besi (Fe) dan

mempermudah absorpsi Fe ke usus.

2) Laktoglobulin yang diperlukan untuk produksi lactose (sumber energi

utama).

3) Lisozim yang berfungsi dalam system kekebalan bayi.

4) Imunoglobulin ASI 90% berbentuk Sig A (sekretori ig A) yang berfungsi

dalam sistem kekebalan bayi.

5) Taurin yang berfungsi untuk perkembangan otak dalam bentuk asam

amino bebas. Komponen dasar dari protein adalah asam amino, berfungsi

sebagai pembentukan struktur otak.

e. Vitamin dan Mineral

Kandungan vitamin dan mineral yang terdapat dalam ASI adalah:

1) Vitamin A
17
Vitamin A berfungsi untuk pertumbuhan, perkembangan, diferensiasi

jaringan pencernaan, dan pernafasan.

2) Vitamin D

Status vitamin D bergantung pada konsumsi ibu selama hamil dan

menyusui.

3) Zat besi

Kandungan zat besi pada ASI tidak bergantung jenis makanan yang

dikonsumsi ibu. Ibu yang anemia bukan merupakan kontraindikasi untuk

menyusui. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita anemia defisiensi

zat Fe.

4) Zink

Kandungan dalam ASI lebih sedikit dibanding susu sapi, tetapi dapat

diabsorpsi lebih baik (60%) dibanding susu sapi (45%) dan susu formula

(30%).

5) Vitamin

Bayi yang minum ASI jarang kekurangan vitamin. ASI mengandung

vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai 6

bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mampu

membentuk vitamin K.

6) Mineral

ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya relatif rendah,

tetapi dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan. Zat besi

18
dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah

diserap (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018: 472-473).

9. Manfaat Pemberian ASI

Manfaat pemberian ASI terdiri dari:

a. Bagi bayi

1) Dapat membantu memulai kehidupannya dengan baik. Bayi yang

yang mendapatkan asi mempunyai kenaikan berat baik setelah lahir

dan mengurangi obesitas.

2) Mengandung antibody

Kolostrum mengandung antibody yang kuat untuk mencegah

terjadinya infeksi.

3) Asi mengandung komposisi yang tepat

Berbagai bahan makan yang baik untuk bayi yaitu terdiri porsi

yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat gizi yang diperlukan

untuk kehidupan 6 bulan pertama.

4) ASI meningkatkan kecerdasan bayi

Lemak pada ASI adalah lemak tak jenuh yang mengadung omega 3

untuk pematangan sel-sel otak sehingga jaringan otak bayi yang

mendapat ASI eksklusif akan tumbuh optimal dan terbebas dari

rangsangan kejang sehingga menyebabkan anak lebih cerdas dan

terhindar dari kerusakan sel-sel saraf otak.

19
5) Membantu perkembangan rahang dan merangsang pertumbuhan

gigi karena gerakan menghisap mulut bayi pada payudara

(Walyani, 2015: 15-17).

b. Bagi ibu

1) Aspek kontrasepsi

Hisapan mulut bayi pada puting susu merangsang ujung syaraf

sensorik sehingga post anterior hipofisis mengeluarkan prolaktin.

Prolaktin masuk ke indung telur, menekan produksi estrogen,

akibatnya tidak ada ovulasi.

2) Aspek penurunan berat badan

Ibu yang menyusui ekslusif ternyata lebih mudah dan lebih cepat

kembali ke berat badan semula seperti sebelum hamil. Pada saat

hamil bertambah berat, selain karena ada janin, juga karena

penimbunan lemak pada tubuh. Cadangan lemak ini sebetulnya di

sisakan sebagai sumber tenaga dalam proses produksi ASI. Dengan

menyusui tubuh akan meghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga

timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga akan

terpakai. Maka timbunan lemak menyusut berat badan ibu akan

lebih cepat kembali ke keadaan sebelum hamil.

3) Aspek kesehatan ibu

Hisapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya

oksitosin oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi

uterus dan mencegah terjadi perdarahan pada pasca persalinan.

20
Penundaan haid dan berkurang nya perdarahan pasca perdarahan

pasca persalinan dan mengurangi prepalensi anemia defisiensi zat

besi.

4) Aspek psikologis

Pemberian ASI dapat mempererat hubungan pada bayinya, karena

hal ini merupakan salah satu bentuk curahan kasih sayang pada

bayinya. Selain itu akan menimbulkan rasa bangga pada ibu karna

telah memberikan ASI untuk bayinya (Walyani, 2015: 17-18).

c. Bagi Keluarga

1) Aspek ekonomi

ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan

untuk membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain.

Kecuali itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang

mendapatkan ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya

berobat.

2) Aspek psikologi

Kebahagian keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang,

sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatan

hubungan dengan keluarga.

3) Aspek kemudahan

Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan

kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol

21
dan dot yang harus dibersihkan serta minta pertolongan orang lain

(Walyani, 2015: 18-19).

d. Bagi Negara

1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi

Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI

menjamin status gizi bayi baik, angka kesakitan dan kematian anak

menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwa

ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya

diare, otitis media dan infeksi saluran pernapasan akut bagian

bawah.

2) Menghemat devisa negara.

ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Semua ibu

menyusui diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp. 8,6

milyar yang seharusnya dipakai membeli susu formula.

3) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit.

Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung akan

memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi

persalinan infeksi nosokomial serta menguragi biaya yang

diperlukan untuk perawatan anak sakit.

4) Peningkatan kualitas generasi penerus.

Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal

sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin (Walyani,

2015: 19-20).

22
10. Hambatan Menyusui Pada Ibu

a. Sindrom ASI kurang

Masalah sindrom ASI kurang diakibatkan oleh kecukupan bayi akan ASI

tidak terpenuhi sehingga bayi mengalami ketidakpuasan setelah menyusu, bayi

sering menangis atau rewel, tinja bayi keras dan payudara tidak terasa membesar.

Namun kenyataannya, ASI sebenarnya tidak kurang. Sehingga terkadang timbul

masalah bahwa ibu merasa AS Inya tidak mencukupi dan ada keinginan untuk

menambah dengan susu formula. Kecukupan ASI dapat dinilai dari penambahan

berat badan bayi secara teratur, frekuensi BAK paling sedikit 6 kali sehari.

Cara mengatasi masalah tersebut, sebaiknya disesuaikan dengan

penyebabnya. Hal yang dapat menyebabkan sindrom kekurangan ASI antara lain:

1) Faktor teknik menyusui, antara lain masalah frekuensi, perletakan,

penggunanaan dot atau botol, tidak mengosongkan payudara.

2) Faktor psikologis, antara lain ibu kurang percaya diri dan stress.

3) Faktor fisik, antara lain penggunaan kontrasepsi, hamil, merokok, kurang gizi

4) Faktor bayi, antara lain penyakit, abnormalitas, kelainan kongenital.

b. Ibu bekerja

Ibu yang bekerja bukan menjadi alasan tidak dapat menyusui bayinya.

Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut, antara lain:

1) Membawa bayi jika tempat kerja ibu memungkinkan

2) Menyusui sebelum berangkat kerja

3) Memerah ASI sebagai persedian dirumah

4) Pada saat ibu dirumah, susuilah bayi sesering mungkin

23
5) Minum dan makan-makanan yang bergizi serta cukup istirahat selama bekerja

dan menyusui (Yanti, 2014: 38-39).

c. Adanya feedback inhibitor

Feedback inhibitor yaitu suatu faktor lokal, yakni bila saluran ASI penuh,

maka mengirim impuls untuk mengurangi produksi. Cara mengatasi adanya

feedback inhibitor ini adalah dengan mengosongkan saluran secara teratur yaitu

dengan pemberian ASI eksklusif dan tanpa jadwal (on-demand).

d. Stres atau rasa sakit

Adanya stres atau rasa sakit maka akan menghambat atau inhibisi

pengeluaran oksitosin. Misalnya pada saat sinus laktiferus penuh atau payudara

sudah bengkak.

e. Penyapihan

Merupakan penghentian penyusunan sebelum waktunya. Upaya

penyapihan diantaranya disebabkan karena faktor ibu bekerja sehingga tidak mau

repot menyusui bayi (Astutik, 2017: 70).

11. Indikator Kecukupan ASI

Indikator kecukupan ASI dapat dibagi menjadi dua yaitu dari segi bayi dan

dari segi ibu. Indikator yang diteliti dari segi bayi meliputi frekuensi dan

karakteristik BAK dan BAB, frekuensi, warna, jumlah jam tidur, serta berat badan

bayi. Produksi ASI dikatakan lancar jika minimal 4-5 dari indikator yang

diobservasi terdapat pada bayi (≥ 4-5). Sedangkan jika kurang dari 4 (< 4)

dikatakan tidak lancar. Sedangkan indikator dari segi ibu, produksi ASI dikatakan

lancar jika hasil observasi terhadap responden menunjukkan minimal 5 indikator

24
dari 10 indikator yang ada. Indikator itu meliputi payudara tegang karena ASI, ibu

rileks, let down reflek baik, frekuensi menyusui > 8 kali sehari, ibu menggunakan

kedua payudara bergantian, posisi perlekatan benar, puting tidak lecet, ibu

menyusui bayi tanpa jadwal, payudara kosong setelah bayi menyusu sampai

kenyang dan tertidur, serta bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan

(Budiati, Setyowati, Helena, 2010: 63).

12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI

Hal- hal yang memengaruhi produksi ASI:

a. Makanan

Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap

produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan pola makan

yang teratur, maka produksi ASI akan lancar.

b. Ketenangan jiwa dan pikiran

Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan dan pikiran

harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih, dan tegang akan

menurunkan volume ASI.

c. Penggunaan alat kontrasepsi

Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui, perlu diperhatikan agar

tidak mengurangi produksi ASI. Contoh alat kontrasepsi yang dapat digunakan

adalah kondom, IUD, pil khusus menyusui ataupun suntik hormonal 3 bulanan.

d. Perawatan payudara

Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara mempengaruhi

hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitosin.

25
e. Anatomis payudara

Jumlah lobus dalam payudara juga mempengaruhi produksi ASI. Selain

itu, perlu diperhatikan juga bentuk anatomis papilla atau puting susu ibu.

f. Faktor fisiologis

ASI terbentuk oleh karena pengaruh dari hormon prolaktin yang

menentukan produksi dan mempertahankan sekresi air susu.

g. Pola istirahat

Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI. Apabila

kondisi ibu terlalu capek, kurang istirahat maka ASI juga berkurang.

h. Faktor isapan anak atau frekuensi penyusuan

Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, produksi dan

pengeluaran ASI semakin banyak. Namun frekuensi penyusuan pada bayi

prematur dan cukup bulan berbeda. Studi mengatakan bahwa pada produksi ASI

bayi prematur akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari

selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi

prematur belum dapat menyusu. Adapun pada bayi cukup bulan frekuensi

penyusuan 10 ± 3 kali per hari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan

karena produksi ASI yang cukup. Oleh sebab itu, direkomendasikan penyusuan

paling sedikit 8 kali per hari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi

penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar

payudara.

26
i. Berat lahir bayi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI

yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (>2500 g). Kemampuan

mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang

lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi

hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.

j. Umur kehamilan saat melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini

disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu)

sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI

lebih rendah dari pada bayi yang lahir cukup bulan. Lemahnya kemampuan

mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan

belum sempurnanya fungsi organ.

k. Konsumsi rokok dan alkohol

Merkok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon

prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi

pelepasan adrenalin yang menghambat pelepasan oksitosin. Meskipun minuman

alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih relaks sehingga

membantu proses pengeluaran ASI, tetapi disisi lain etanol dapat menghambat

produksi oksitosin (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018: 479).

27
13. Penatalaksanaan Pengeluaran ASI

a. Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi tepat untuk mempercepat dan

memperlancar produksi dan pengeluaran ASI yaitu dengan pemijatan sepanjang

tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima atau keenam. Pijat ini

akan memberikan rasa nyaman dan rileks pada ibu setelah mengalami proses

persalinan sehingga tidak menghambat sekresi hormon prolaktin dan oksitosin

(Roesli, 2009).

b. Pijat Woolwich

Pijat woolwich adalah yang memicu rangsangan sel-sel mioepitel di sekitar

kelenjar payudara, rangsangan tersebut diteruskan ke hipotalamus sehingga

memicu hipofisis anterior untuk memproduksi hormon prolaktin. Di samping itu,

peradangan atau bendungan pada payudara dapat dicegah (Kusumastuti, 2017:

23).

c. Pijat Endorphin

Pijat endorpin adalah teknik sentuhan dan pemijatan ringan meningkatkan

pelepasan hormon endorphin (memberikan rasa nyaman dan tenang) dan hormon

oksitosin. Sehingga bila mana pijat endorphin diberikan pada ibu postpartum

dapat memberikan rasa tenang dan nyaman selama masa laktasi sehingga

meningkatkan respon hipofisis posterior untuk memproduksi hormon oksitosin

yang dapat meningkatkan let down reflex (Pamuji, 2014: 5).

28
d. Pijat Akupresur

Pijat akupresur merupakan salah satu metode pengobatan atau penekanan

jari dipermukaan kulit dimana pemijatan tersebut akan mengurangi ketegangan,

meningkatkan sirkulasi darah dan merangsang kekuatan energi tubuh untuk

menyehatkan (Dewi, 2017: 7).

B. Pijat

1. Pijat Woolwich

a. Pengertian

Metode pijat woolwich adalah metode pijat yang akan memengaruhi saraf

vegetative dan jaringan bawah kulit yang dapat melemaskan jaringan sehingga

memperlancar aliran darah pada sistem duktus, sisa-sisa sel sistem duktus akan

dibuang agar tidak menghambat aliran ASI melalui ductus lactiferus sehingga

aliran ASI akan menjadi lancar. Pijat woolwich memicu rangsangan sel-sel

mioepitel di sekitar kelenjar payudara, rangsangan tersebut diteruskan ke

hipotalamus sehingga memicu hipofisis anterior untuk memeroduksi hormon

prolaktin. Di samping itu, peradangan atau bendungan pada payudara dapat

dicegah (Kusumastuti, 2017: 23).

b. Tujuan

Pijat woolwich bertujuan untuk mengeluarkan ASI yang ada pada sinus

laktiferus. Pemijatan tersebut akan merangsang sel saraf pada payudara.

Rangsangan tersebut diteruskan ke hipotalamus dan direspon oleh hipofisis

29
anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin yang akan dialirkan oleh darah ke

sel mioepitel payudara untuk memproduksi ASI (Kusumastuti, 2017: 23).

c. Manfaat

Manfaat pemijatan metode woolwich adalah meningkatkan pengeluaran

ASI, meningkatkan sekresi ASI, dan mencegah peradangan payudara atau mastitis

(Kusumastuti, 2017: 23).

d. Langkah- langkah pijat woolwich

Langkah-langkah melakukan pijat ASI dengan metode woolwich sebagai

berikut:

1) Menyiapkan alat (handuk dan bahan)

2) Melepaskan pakaian atas klien

3) Menyiapkan klien untuk duduk dan bersandar pada kursi

4) Mengolesi kedua tangan dengan minyak

5) Melakukan pemijatan melingkar menggunakan kedua ibu jari pada area sinus

laktiferus tepatnta 1-1,5 cm diluar areola mammae selama 15 menit

6) Mengeringkan daerah mammae dengan handuk kering

7) Merapikan pasien dan alat (Kusumastuti, 2017: 24).

Sumber : Pamuji (2014)


Gambar 1. Pijat Woolwich

30
C. Pengaruh Pijat Woolwich Terhadap Pengeluaran ASI

Rendahnya cakupan ASI eksklusif dikarenakan kurangnya pengetahuan

ibu, faktor sosial budaya, kurangnya informasi tentang ASI eksklusif dan

konseling laktasi dari tenaga kesehatan serta kuatnya promosi susu formula.

Kegagalan Ibu dalam memberikan ASI Eksklusif, akan berdampak pada angka

kesakitan bayi yang semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan pemberian

makan pada bayi yang terlalu dini, oleh karena itu diperlukan tindakan untuk

meningkatkan produksi ASI untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sudah dibuktikan secara

ilmiah dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Salah satu penyebab

ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif adalah ibu kurang percaya diri bahwa

ASInya dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayinya. ASI yang tidak keluar atau

hanya keluar sedikit membuat ibu merasa ASInya tidak cukup. Kurangnya

produksi ASI menjadi salah satu penyebab ibu memutuskan memberikan susu

formula pada bayinya. Adanya rasa tidak percaya diri dan kekhawatiran,

menyebabkan terhambatnya pengeluaran hormon oksitosin. Hormon ini

berdampak pada pengeluaran hormon prolaktin sebagai stimulasi produksi ASI.

Salah satu upaya untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin adalah

memberikan sensasi rileks pada ibu, yaitu dengan melakukan pijat woolwich.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pijat woolwich terhadap

produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Mapane Kabupaten Poso. Manfaat

untuk membantu ibu postpartum agar produksi ASI-nya meningkat, sehingga

diharapkan ibu memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Metode penelitian

31
menggunakan Quasi Experimental Design dengan rancangan penelitian Static

Group Comparison. Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder, data

didapatkan dari bidan untuk mengetahui jumlah ibu postpartum di Wilayah

Puskesmas Mapane, data primer dilakukan dari frekuensi BAB dan BAK dari dua

kelompok yaitu kelompok intervensi dan observasi. Kelompok intervensi adalah

ibu postpartum yang dipijat Woolwich dan Massage Rolling dan kelompok

observasi adalah ibu postpartum yang tidak diberikan intervensi apapun kemudian

dilakukan observasi pengeluaran ASI. Analisis data menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian 95,8% responden kelompok intervensi memiliki berat badan bayi

cukup sedangkan pada kelompok tanpa intervensi sebesar 70,8%. Berdasarkan uji

chi square diperoleh nilai p=0,048 yang berarti ada pengaruh pemberian

intervensi terhadap penambahan berat badan bayi. 87,5% responden kelompok

intervensi pijat woolwich memiliki frekuensi cukup sedangkan pada kelompok

tanpa intervensi sebesar 45,8%. Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai

p=0,006 yang berarti ada pengaruh pemberian intervensi terhadap frekuensi BAK

bayi (Usman, 2019).

32
D. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah tinjauan teori yang berhubungan dengan

permasalahan yang akan diamati maupun diteliti untuk mengembangkan atau

mengindentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2018: 82).

Kerangka teori dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Faktor yang mempengaruhi


produksi ASI:
1. Faktor makanan
2. Faktor psikologis ibu
3. Faktor fisiologi
4. Faktor hisapan bayi
5. Pengguna alat kontrasepsi
6. Anatomis payudara
7. Pola istirahat Pengeluaran ASI
8. Perawatan payudara
9. Konsumsi rokok dan alkohol

Penatalaksanaan :
1. Pijat woolwich
2. Pijat oksitosin
3. Pijat endorphin
4. Pijat akupresur

(Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018), (Roesli, 2009),


(Kusumastuti, 2017), (Pamuji, 2014), (Dewi, 2017)

Gambar 2
Kerangka Teori

33
E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2018:

83). Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pijat Woolwich Pengeluaran ASI

Gambar 3
Kerangka Konsep

F. Variabel

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu

konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status

perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya

(Notoatmodjo,2018: 103). Berikut adalah pengelompokan variabel dalam

penelitian ini:

1. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen, variabel dependen penelitian ini adalah kelancaran pengeluaran ASI.

2. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang memberi pengaruh pada

variabel dependen. Variabel independen penelitian ini adalah pijat woolwich.

34
G. Definisi operasional

Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati

atau diteliti untuk mengarahkan kepada pengukur atau pengamatan terhadap

variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur

(Notoadmodjo, 2018: 112). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

35
Tabel 1
Definisi Operasional

Definisi Alat Hasil Skala


No Variabel Cara Ukur
Operasional Ukur Ukur Ukur
1 Pijat Melakukan relaksasi Observasi Checklist Dilakukan Ordinal
woolwich dan stimulasi pijat
melingkar woolwich
menggunakan dua
ibu jari pada area
sinus laktferus
tepatnya 1-1,5 cm
diluar areola mamae
selama 15 menit
pada pagi dan sore
pada ibu nifas

2. Kelancaran Kelancaran Wawancara Lembar 0=ASI Ordinal


Pengeluaran pengeluaran ASI dan observasi keluar lancar
ASI pada ibu setelah Observasi dan atau dari 5
diberikan intervensi checklist point
pijat woolwich (pagi indikator
dan sore hari) selama minimal 3
tiga hari. Dinilai point
melalui indikator indikator
lancar ASI yaitu terdapat
payudara tegang, pada ibu
ASI merembes,
frekuensi menyusui 1= ASI
>8 kali sehari, keluar tidak
letdown refleks baik, lancar atau ≤
bayi nampak 3 point
menghisap kuat indikator
dengan irama terdapat
perlahan. pada ibu

36
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskritif. Penelitian ini hanya

bertujuan menggambarkan keadaan atau fenomena tentang pemanfataan pijat

woolwich terhadap kelancaran pengeluaran ASI. Penelitian deskritif merupakan

metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau memaparkan suatu

hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa dan kegiatan. Penelitian

deskriptif mempunyai sifat menggambarkan sesuatu berdasarkan keadaan

sebenarnya, tanpa adanya tindakan atau perilaku yang dapat mempengaruhinya.

Kondisi yang ada digambarkan tanpa adanya keadaan yang dikondisikan atau

pengaruh-pengaruh dari luar (Arikunto 2010: 3).

Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan

data, klasifikasi, pengelolaan pembuatan kesimpulan. Penelitian ini juga berusaha

menggali pengetahuan baru untuk mengetahui suatu permasalahan yang sedang

atau dapat terjadi. Penelitian ini berusaha untuk menggali informasi,

menggabarkan dan mengetahui bagaimana pemanfaatan pijat woolwich terhadap

kelancaran pengeluaran ASI pada ibu nifas.

B. Populasi dan Sampel Penelitian


37
1. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2018: 115). Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2017: 61). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di

Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo.

2. Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi penelitian, dalam mengambil sampel penelitian ini digunakan cara atau

teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili

populasinya (Notoatmodjo, 2018: 115).

a. Besar Sampel

Sampel penelitian ini menggunakan sampel dengan teknik pengambilan

sampel tunggal. Rumus besar sampel yang digunakan adalah:

Keterangan:

n : Besar sampel

Za : Nilai standar dari alpha, tingkat kesalahan tipe I 5%, α = 0,05

Tingkat kepercayaan 95 % sehingga Za = 1,64

s : Simpang baku gabungan, nilainya bersumber dari kepustakaan

d : Tingkat ketetapan absolut yang diinginkan d = 0,05

(Sumber : Sastroasmoro, 2014).


38
Hasil perhitungan sampel dengan berdasarkan hasil penelitian Pamuji

(2014) didapatkan hasil (20,69), kemudian dimasukkan ke dalam rumus besar

sampel :

n = 23,0

Hasil perhitungan didapatkan nilai n= 23,0 maka hasilnya dibulatkan

menjadi 23. Mengantisipasi kemungkinan sampel penelitian yang drop out, loss to

follow-up, tidak taat, maka penambahan subjek menggunakan rumus:

Keterangan:

n : Besar sampel yang dihitung

f : Perkiraan proporsi drop out

(Sumber: Sastroasmoro, 2014: 381).

39
n’ = 25,5

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel yang diperlukan penelitian

ini didapat 25,5 dibulatkan menjadi 26. Jumlah responden tersebut akan

mendapatkan perlakuan pijat woolwich dan diobservasi sebelum dan setelah

diberikan perlakuan pijat woolwich.

b. Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik non random sampling. Teknik yang termasuk dalam non random sampling

yaitu consecutive sampling yang merupakan suatu teknik pengambilan sampel

dengan cara semua subyek yang datang berurutan dan telah memenuhi kriteria

inklusi dimasukkan kedalam penelitian sampai jumlah subjek terpenuhi

(Irfannudin, 2019: 95).

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka

sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun

keriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Kriteria eksklusi

adalah kriteria anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2018: 130).

1) Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a) Ibu nifas hari ke 1

b) Bentuk puting pada kedua payudara ibu menonjol

c) Reflek hisap dan menelan bayi baik

d) Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif

40
2) Sedangkan kriteria ekslusinya adalah :

a) Ibu yang mengkonsumsi obat yang dapat menghambat pengeluaran ASI

b) Ibu yang memiliki puting susu lecet dan puting susu pecah

c) Bayi yang memiliki kelainan kongenital (kelainan bawaan) berdasarkan

diagnosa dokter sehingga selama intervensi tidak dapat menyusu dengan

ibunya.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo

dengan alasan dari hasil studi pendahuluan terdapat 58,3% ibu mengalami

pengeluaran ASI tidak lancar dan cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif

masih rendah yaitu 54,35% dimana data tersebut masih berada dibawah cakupan

target yaitu 70%.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo pada

bulan Februari - April tahun 2020.

D. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah semua bentuk penerimaan data yang dilakukan

dengan cara merekam kejadian, menghitungnya, mengukurnya dan mencatatnya

(Arikunto, 2002: 197). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data

primer yang diperoleh secara langsung terhadap subjek yang diteliti yaitu ibu

nifas hari pertama.

41
1. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah suatu alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data

(Notoatmodjo, 2018: 87). Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar

observasi (checklist) dengan cara wawancara yang dibuat oleh peneliti

berdasarkan teori yang berisikan hasil dari observasi setelah dilakukan pijat

woolwich. Checklist adalah suatu daftar untuk mengecek yang berisi nama subyek

dan beberapa gejala serta identitas lainnya dari sasaran pengamatan

(Notoatmodjo, 2018: 137). Selanjutnya membimbing dan memantau intervensi

yang diberikan terhadap pengeluaran ASI pada ibu nifas.

2. Pengukuran Variabel Penelitian

Pengukuran variabel penelitian dalam penelitian ini adalah dengan

memberikan nilai pada masing-masing variabel, yaitu:

a. Pengukuran variabel kelancaran pengeluaran ASI berupa lembar observasi

pengambilan data dengan cara wawancara dan observasi langsung dengan

responden yang berisi point-point sebagai berikut:

1) Sebelum menyusui bayi, apakah payudara ibu terasa tegang?

2) Apakah ASI terlihat merembes dari puting susu ibu atau saat dipencet

dengan tangan?

3) Apakah bayi menyusu 8 kali atau lebih dalam sehari?

4) Apakah let down reflek atau reflek pelepasan ASI baik ( ASI keluar

deras atau seperti diperas saat mulai menyusu)

5) Apakah saat menyusui bayi menghisap kuat dengan irama perlahan?

Hasil ukur yang didapat berupa skor, setelah itu diberi kode sebagai berikut:

42
1) Kode 0 bila ASI keluar lancar atau dari 5 point indikator minimal 3

point indikator terdapat pada ibu

2) Kode 1 bila ASI keluar tidak lancar atau ≤ 3 point indikator terdapat

pada ibu

b. Pengukuran variabel pijat woolwich dilakukan dengan cara pemijatan dan

dicatat kedalam lembar observasi dan checklist. Pengukuran dilakukan pada

hari pertama dan dilihat kembali pada hari ketiga. Pijat woolwich dilakukan 2

kali sehari diwaktu pagi dan sore hari ±15 menit selama 3 hari.

3. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara

dan observasi. Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

1) Menyusun proposal penelitian pada bulan September-Desember 2019.

2) Menyelesaikan administrasi perizinan mengenai diadakannya penelitian.

3) Melakukan study pendahuluan (pra survey).

4) Menentukan jumlah populasi penelitian.

5) Menentukan jumlah sampel penelitian.

6) Mempersiapkan instrumen penelitian.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Menyerahkan surat izin penelitian.

2) Peneliti memilih sampel yaitu ibu nifas hari pertama dan tidak disebut

dalam kriteria eksklusi.

43
3) Peneliti bertemu langsung dengan calon responden.

4) Menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat, prosedur

penelitian, hak dan kewajiban sebagai responden.

5) Meminta kesediaan calon responden untuk menjadi responden dalam

penelitian dengan menandatangani lembar inform consent.

6) Pelaksanaan pijat woolwich dan melakukan pengisian lembar observasi

kelancaran ASI pada ibu nifas.

7) Memproses data dengan meneliti, memberi kode, membuat tabel dan

menganalisa data dirumuskan dalam penelitian kesimpulan.

E. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah penting dalam suatu

penelitian. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian

masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap untuk

disajikan (Notoatmodjo, 2018: 171). Untuk memperoleh penyajian data sebagai

hasil yang berarti dan kesimpulan yang baik, diperlukan pengolahan data.

Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Penyuntingan Data (Editing)

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan mengevaluasi

kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian kriteria data yang diperlukan untuk

menguji hipotesis atau menjawab tujuan penelitian.

44
b. Pengkodean (Coding)

Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas

beberapa katagori. Pemberian kode bertujuan untuk memudahkan dalam

melakukan analisa data, semua variabel diberikan kode dengan kata lain coding

adalah kegiatan merubah bentuk data yang lebih ringkas dengan menggunakan

kode-kode tertentu.

c. Tabulasi Data

Pengolahan data kedalam satu tabel menurut sifat-sifat yang di miliki yang

mana sesuai dengan tujuan penelitian untuk penganalisaan data.

2. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian deskriftif adalah dengan

menggunakan presentasi dengan rumus distribusi frekuensi sebagai berikut:

Keterangan:

P : Presentase yang di cari

F : Frekuensi atau variabel yang di teliti

n : Jumlah sampel

45
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Tempat Penelitian

Sebelum disajikan hasil penelitian, berikut ini diuraikan tentang gambaran

umum Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo.

Puskesmas Yosomulyo merupakan Puskesmas Induk yang terletak di

Kelurahan Yosomulyo yang berada di Kecamatan Metro Pusat dengan luas

wilayah 3,37 km2, seluruh nya merupakan dataran rendah dengan batas wilayah:

a. Sebelah Utara dengan Kelurahan Karangrejo dan Hadimulyo Timur

b. Sebelah Selatan dengan Kelurahan Yosodadi

c. Sebelah Barat dengan Kelurahan Yosorejo dan Imopuro

d. Sebelah Timur dengan Desa Adirejo Kabupaten Lampung Timur.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Penelitian ini seharusnya dilakukan terhadap 26 responden di Wilayah

Kerja Puskesmas Yosomulyo, namun dikarenakan adanya Pandemi Corona Virus

Disease (COVID -19) penelitian ini harus dihentikan. Sesuai dengan Keputusan

Kepala Badan Nasional Penanggulan Bencana Nomor 13A Tahun 2020 tanggal

29 Februari 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana

Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia dan Surat Edaran Kepala Pusat

Pendidikan Sumberdaya Manusia Kesehatan Nomor PM.03.01/3/01920/2020

46
tanggal 14 Maret 2020 tentang Upaya Pencegahan Penyebaran Corona Virus

Disease (COVID-19) di lingkungan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

RI. Data yang sudah didapatkan yaitu sebanyak 12 responden. Hasil penelitian ini

didapatkan karakteristik berdasarkan usia, paritas, dan pendidikan. Karakteristik

ini dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2.
Karakteristik Responden

Karakteristik Responden N %
Usia
a. ≤ 30 tahun 10 83.33
b. ≥ 30 tahun 2 16.67
Paritas
a. Primipara 4 33.33
b. Multipara 8 66.67
Pendidikan
a. SD - -
b. SMP 2 16.66
c. SMA 8 66.67
d. DIII - -
e. SI 2 16.66
Jumlah 12 100

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa karakteristik responden menurut usia

yang terbanyak adalah usia ≤ 30 tahun yaitu sebanyak 83.33% (10 ibu).

Berdasarkan paritas responden terbanyak adalah multipara 66.67% (8 ibu).

Berdasarkan pendidikan responden terbanyak adalah SMA 66.67% (8 ibu).

Dalam penelitian ini, karakteristik ibu nifas yaitu usia, paritas dan

pendidikan. Gambaran karakteristik responden didapatkan bahwa rata-rata usia

ibu ≤ 30 tahun. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi

produksi ASI, ibu-ibu yang usianya lebih muda atau kurang dari 35 tahun akan

lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu-ibu yang usianya lebih
47
tua Biancuzo (2003). Hal lain yang juga dapat mempengaruhi produksi ASI

adalah paritas, meskipun dalam penelitian ini antara ibu yang primipara juga

menunjukkan kelancaran produksi ASI. Penelitian yang mendukung hal ini adalah

seperti penelitian Bonuck (2005) menyatakan bahwa ibu-ibu multipara

menunjukkan produksi ASI yang lebih banyak dibandingkan dengan primipara

pada hari keempat postpartum, tetapi setelah pola menyusui dapat dibangun

dengan baik maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara ibu primipara

dan multipara. Responden berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa

mayoritas responden memiliki pendidikan SMA (66.67). Sehingga karakteristik

responden dalam penelitian ini, tidak menjadi faktor yang mempengaruhi ibu

nifas.

2. Hasil Analisis Data

Penelitian ini awalnya menggunakan metode pre experimental designs,

namun dikarenakan jumlah sampel yang kurang penelitian ini dialihkan menjadi

penelitian deskriftif. Adanya keterbatasan dalam penelitian ini dikarenakan

penelitian ini harus dihentikan sebelum waktu yang sudah ditetapkan karena

adanya Pandemi Corona Virus Disease (COVID -19). Sesuai dengan Keputusan

Kepala Badan Nasional Penanggulan Bencana Nomor 13A Tahun 2020 tanggal

29 Februari 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana

Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia dan Surat Edaran Kepala Pusat

Pendidikan Sumberdaya Manusia Kesehatan Nomor PM.03.01/3/01920/2020

tanggal 14 Maret 2020 tentang Upaya Pencegahan Penyebaran Corona Virus

48
Disease (COVID-19) di lingkungan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

RI. Analisis digunakan untuk mengambarkan distribusi frekuensi kelancaran

pengeluaran ASI sebelum dan setelah dilakukan pijat woolwich. Berdasarkan

pengumpulan data diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Kelancaran Pengeluaran ASI Sebelum dilakukan Pijat Woolwich

Berikut adalah data distribusi frekuensi kelancaran pengeluaran ASI

sebelum dilakukan pijat woolwich berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh

hasil sebagi berikut:

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Kelancaran Pengeluaran ASI Sebelum
dilakukan Pijat Woolwich

No. Indikator Frekuensi %


1. Payudara ibu terasa tegang 9 75 %
2. ASI terlihat merembes dari puting susu ibu atau saat 3 25 %
dipencet dengan tangan
3. Let down reflek atau reflek pelepasan ASI baik ( ASI 0 0
keluar deras atau seperti diperas saat mulai menyusu)
4. Bayi menyusu 8 kali atau lebih dalam sehari? 0 0
5. Saat menyusui bayi menghisap kuat dengan irama 0 0
perlahan

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa 75 % ibu mengalami payudara

tegang sebelum dilakukan pijat woolwich. Sebagian lainnya yaitu 25% ASI

terlihat merembes dari puting susu. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum

kelancaran pengeluaran ASI sebelum dilakukan pijat woolwich kurang baik

dikarnakan hasil observasi terhadap responden hampir semua responden tidak

memenuhi indikator. Indikator dari kelancaran pengeluaran ASI meliputi

49
payudara tegang, ASI merembas, let down refleks baik, frekuensi menyusui >8

kali sehari, serta bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan.

b. Kelancaran Pengeluaran ASI Setelah dilakukan Pijat Woolwich

Berikut adalah data distribusi frekuensi kelancaran pengeluaran ASI

setelah dilakukan pijat woolwich berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh

hasil sebagi berikut:

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Kelancaran Pengeluaran ASI Setelah
dilakukan Pijat Woolwich

No. Indikator Frekuensi %


1. Payudara ibu terasa tegang 12 100 %
2. ASI terlihat merembes dari puting susu ibu atau saat 10 83.33 %
dipencet dengan tangan
3. Let down reflek atau reflek pelepasan ASI baik ( ASI 9 75%
keluar deras atau seperti diperas saat mulai menyusu)
4. Bayi menyusu 8 kali atau lebih dalam sehari? 11 91.66 %
5. Saat menyusui bayi menghisap kuat dengan irama 11 91.66 %
perlahan

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa 100 % ibu mengalami payudara

tegang setelah dilakukan pijat woolwich, 91.66% frekuensi menyusu bayi lebih

dari 8 kali, 91.66% bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan, 83.33%

mengalami ASI merembas dan 75% reflek pelepasan ASI baik. Hal ini

menunjukkan bahwa secara umum kelancaran pengeluaran ASI setelah dilakukan

pijat woolwich sangat berpengaruh dikarnakan hasil observasi terhadap responden

hampir semua responden memenuhi indikator. Indikator dari kelancaran

pengeluaran ASI meliputi payudara tegang, ASI merembas, let down refleks baik,

50
frekuensi menyusui >8 kali sehari, serta bayi nampak menghisap kuat dengan

irama perlahan.

c. Perbandingan Kelancaran Pengeluaran ASI Sebelum dan Setelah

Pijat Woolwich

Tabel 5
Perbandingan Kelancaran Pengeluaran ASI Sebelum dan Setelah Pijat Woolwich

Tidak Lancar ASI Lancar ASI


Variabel N % N %
Sebelum Pijat Woolwich 12 100 0 0
Setelah Pijat Woolwich 1 8.33 11 91.67

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi

kelancaraan pengeluaran ASI sebelum dilakukan pijat woolwich dari 12

responden didapatkan hasil, yaitu terdapat 12 responden (100%) mengalami

pengeluaran ASI yang tidak lancar. Sedangkan distribusi frekuensi kelancaraan

pengeluaran ASI setelah dilakukan pijat woolwich dari 12 responden didapatkan

hasil, yaitu sejumlah 1 responden (8.33%) mengalami pengeluaran ASI yang tidak

lancar dan 11 responden (91.67) mengalami pengeluaran ASI lancar. Kelancaran

pengeluaran ASI dalam penelitian ini dapat dikatakan lancar jika hasil observasi

terhadap responden menunjukkan minimal 3 indikator dari 5 indikator yang ada.

Jika hasil responden dibawah minimal maka dapat dikatakan bahwa pengeluaran

ASI responden tidak lancar. Indikator dari kelancaran pengeluaran ASI meliputi

payudara tegang, ASI merembas, let down refleks baik, frekuensi menyusui >8

kali sehari, serta bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan.

C. Pembahasan

51
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kelancaran

pengeluaran ASI sebelum dan setelah pijat woolwich terhadap ibu nifas di

Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo Tahun 2020. Berdasarkan data penelitian

yang dianalisis, selanjutnya akan dijelaskan dalam pembahasan sebagai berikut:

1. Kelancaran Pengeluaran ASI sebelum diberikan pijat woolwich

Berdasarkan analisis data, distribusi frekuensi kelancaraan ASI sebelum

dilakukan pijat woolwich didapatkan hasil, yaitu terdapat 75 % ibu mengalami

payudara tegang sebelum dilakukan pijat woolwich. Sebagian lainnya yaitu 25%

ASI terlihat merembes dari puting susu. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum

kelancaran pengeluaran ASI sebelum dilakukan pijat woolwich kurang baik

dikarnakan hasil observasi terhadap responden hampir semua responden tidak

memenuhi indikator. Kelancaran pengeluaran ASI dalam penelitian ini dapat

dikatakan lancar jika hasil observasi terhadap responden menunjukkan minimal 3

indikator dari 5 indikator yang ada. Jika hasil responden dibawah minimal maka

dapat dikatakan bahwa pengeluaran ASI responden tidak lancar. Indikator dari

kelancaran pengeluaran ASI meliputi payudara tegang, ASI merembas, let down

refleks baik, frekuensi menyusui >8 kali sehari, serta bayi nampak menghisap

kuat dengan irama perlahan. Kelancaran pengeluaran ASI sebelum dilakukan pijat

woolwich dari 12 responden terdapat 9 responden yang mengalami payudara

tegang, 3 responden yang ASI nya terlihat merembas saat dipencet dengan

tangan, dan 0 responden yang tidak mengalami let down refleks baik, frekuensi

menyusui >8 kali sehari, serta bayi nampak menghisap kuat dengan irama

perlahan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran ASI yang kurang

52
merupakan masalah yang dialami sebagian ibu karena tidak lancarnya

pengeluaran ASI. Untuk mencegah dan menangani masalah laktasi tersebut, maka

dimungkinkan sebuah intervensi yaitu melakukan perawatan payudara dengan

metode pijat woolwich. Pijat woolwich dilakukan dengan tujuan untuk

meningkatkan refleks prolaktin dan refleks oksitosin (let down reflex). Pemijatan

dilakukan pada area sinus laktiferus tepatnya 1-1,5 cm diatas areola mamae

dengan tujuan untuk mengeluarkan ASI yang ada pada sinus laktiferus. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pamuji (2014) bahwa

pijat woolwich akan merangsang sel saraf pada payudara, rangsangan tersebut

diteruskan ke hipotalamus dan direspon oleh hipofisis anterior untuk

mengeluarkan hormon prolaktin yang akan dialirkan oleh darah ke sel mioepitel

payudara untuk memproduksi ASI.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Barokah

(2017) bahwa penatalaksanaan non farmakologi untuk meningkatkan produksi

ASI dengan metode pijat woolwich merupakan salah satu alternatif untuk

meningkatkan kenyamanan dan relaksasi ibu postpartum selama masa menyusui,

sehingga dapat meningkatkan volume ASI. Dilakukannya pemijatan akan

menimbulkan rasa percaya diri pada ibu sehingga tidak muncul persepsi tentang

ketidakcukupan suplai ASI, selain itu efek dari pemijatan menyusui juga

memberikan ketenangan alami.

Peneliti berasumsi bahwa pemijatan payudara sangat berkontribusi dalam

meningkatkan produksi ASI di hari-hari awal kelahiran saat bayi belum aktif

menyusui, selain itu pemijatan ini juga dapat mempertahankan produksi ASI,

53
mengatasi kesulitan menyusui dan mencegah terjadinya kelainan pada payudara

ibu selama proses menyusui.

2. Kelancaran Pengeluaran ASI Setelah dilakukan Pijat Woolwich

Berdasarkan analisis data, distribusi frekuensi kelancaraan ASI setelah

dilakukan pijat woolwich dari 12 responden didapatkan hasil, yaitu terdapat 100 %

ibu mengalami payudara tegang setelah dilakukan pijat woolwich, 91.66%

frekuensi menyusu bayi lebih dari 8 kali, 91.66% bayi nampak menghisap kuat

dengan irama perlahan, 83.33% mengalami ASI merembas dan 75% reflek

pelepasan ASI baik. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum kelancaran

pengeluaran ASI setelah dilakukan pijat woolwich sangat berpengaruh dikarnakan

hasil observasi terhadap responden hampir semua responden memenuhi indikator.

Kelancaran pengeluaran ASI dalam penelitian ini dapat dikatakan lancar jika hasil

observasi terhadap responden menunjukkan minimal 3 indikator dari 5 indikator

yang ada. Jika hasil responden dibawah minimal maka dapat dikatakan bahwa

pengeluaran ASI responden tidak lancar. Indikator dari kelancaran pengeluaran

ASI meliputi payudara tegang, ASI merembas, let down refleks baik, frekuensi

menyusui >8 kali sehari, serta bayi nampak menghisap kuat dengan irama

perlahan. Dari hasil observasi terdapat 12 responden yang mengalami payudara

tegang, 10 responden yang ASI nya terlihat merembas saat dipencet dengan

tangan, 9 responden yang let down refleks nya baik, 11 responden yang frekuensi

menyusui >8 kali sehari, 11 responden yang bayi nya nampak menghisap kuat

dengan irama perlahan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Pamuji (2014) bahwa teknik pemijatan pada titik tertentu dapat

54
menghilangkan sumbatan dalam darah sehingga aliran darah dan energi didalam

tubuh akan kembali lancar. Pijat merupakan salah satu terapi pendukung yang

efektif untuk mengurangi ketidaknyamanan fisik serta memperbaiki gangguan

mood. Pengurangan ketidaknyamanan pada ibu menyusui akan membantu

lancarnya pengeluaran ASI.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Barokah (2017) pijat woolwich terhadap produksi ASI pada ibu postpartum

di BPM APPI Amelia Bibis Kasihan Bantul bahwa setelah dilakukan intervensi

pijat woolwich pada ibu nifas mengalami produksi ASI lebih banyak. Hal ini

menunjukkan bahwa pijat woolwich dapat digunakan untuk memberikan

intervensi pada ibu nifas untuk mempercepat produksi ASI atau melancarkan ASI.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pijat

woolwich akan merangsang sel saraf pada payudara, rangsangan tersebut

diteruskan ke hipotalamus dan direspon oleh hipofisis anterior untuk

mengeluarkan hormon prolaktin yang akan dialirkan oleh darah ke sel mioepitel

payudara untuk memproduksi ASI (Kusumastuti, 2017).

Pijat woolwich merupakan salah satu perawatan payudara yang aman.

Peneliti berasumsi berdasarkan hasil dari pijat woolwich dapat mempengaruhi

hasil dari intervensi tersebut. Oleh karena itu, diharapkan bidan dapat

mensosialisasikan pijat woolwich pada ibu nifas secara dini untuk mencegah ASI

tidak lancar dan meningkatkan produksi ASI.

3. Perbandingan Kelancaran Pengeluaran ASI Sebelum dan Setelah

dilakukan Pijat Woolwich

55
Berdasarkan analisa, diketahui bahwa distribusi frekuensi kelancaraan

pengeluaran ASI sebelum dilakukan pijat woolwich dari 12 responden didapatkan

hasil, yaitu terdapat 12 responden (100%) mengalami pengeluaran ASI yang tidak

lancar. Sedangkan distribusi frekuensi kelancaraan pengeluaran ASI setelah

dilakukan pijat woolwich dari 12 responden didapatkan hasil, yaitu sejumlah 1

responden (8.33%) mengalami pengeluaran ASI yang tidak lancar dan 11

responden (91.67) mengalami pengeluaran ASI lancar. Perbedaan ini terlihat pada

persentase kelancaran pengeluaran ASI setelah pijat woolwich lebih besar

dibandingkan dengan sebelum dilakukan pijat woolwich.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Barokah

(2017) pengaruh pijat woolwich terhadap produksi ASI di BPM Appi Amelia

Bibis Kasihan Bantul bahwa dari hasil penelitian ada perbedaan bermakna

(p=0,026< α) produksi ASI sebelum dan sesudah dilakukan pijat woolwich. Pijat

woolwich berpengaruh terhadap produksi ASI di BPM Appi Amelia Bibis

Kasihan Bantul.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Pamuji

(2014) pengaruh kombinasi metode pijat woolwich dan endorphine terhadap kadar

hormon prolaktin dan volume ASI di Griya Hamil Sehat Mejasem Kabupaten

Tegal bahwa setelah dilakukan kombinasi metode pijat woolwich dan endorphine

didapatkan hasil p value kadar hormon prolaktin 0.034 sedangkan p value volume

ASI 0.000 yang berarti p value < α 0.05, artinya metode pijat woolwich dan

endorphine berpengaruh terhadap peningkatan kadar hormon prolaktin dan

volume ASI ibu postpartum.

56
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa dengan

pijat woolwich, akan mempengaruhi saraf vegetative dan jaringan bawah kulit

yang dapat melemaskan jaringan sehingga memperlancar aliran darah pada sistem

duktus, sisa-sisa sistem duktus akan dibuang agar tidak menghambat aliran ASI

melalui ductus lactiferus sehingga aliran ASI akan menjadi lancar. Selain itu, pijat

woolwich juga memberikan kenyamanan pada ibu nifas, mengurangi bengkak

(engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon

oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Wulandari,

2014). Pemberian pijat woolwich juga akan merangsang keluarnya hormon

endorphine. Endorphine merupakan molekul protein yang diproduksi sel-sel dari

sistem saraf dan beberapa bagian tubuh yang berguna untuk bekerja sama dengan

reseptor sedativ untuk mengurangi rasa sakit. Endorphine merupakan senyawa

yang menenangkan dan hormon ini memproduksi kunci bagi tubuh dan pikiran,

diantaranya mengurangi rasa sakit dan menghilangkan stres. Jika ibu merasa

tenang dan tidak stres maka hormon oksitosin akan lebih mudah diproduksi.

Penelitian ini membuktikan bahwa salah satu yang menyebabkan kerja hormon

oksitosin baik adalah karena adanya rangsangan dari bayi serta ibu yang rileks.

Hal ini sejalan dengan (UNICEF, 2011) faktor yang menyebabkan hormon

oksitosin dikeluarkan adalah rasa tenang, nyaman, ibu tidak stres, ibu senang

dengan bayi dan keadaannya. Untuk itu hormon oksitosin juga disebut sebagai

hormon cinta.

Peneliti berasumsi bahwa sesungguhnya sejak zaman terdahulu nenek

moyang kita telah mengenal pijat, dimana saat dipijat ibu akan merasakan tenang

57
dan tidak stres. Penatalaksanaan non-farmakologi untuk meningkatkan kelancaran

ASI dengan pijat woolwich merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan

kenyamanan dan relaksasi ibu nifas selama masa menyusui, sehingga dapat

meningkatkan volume ASI. Pijat woolwich merupakan intervensi yang aman,

selain itu juga dengan dilakukan pemijatan akan menimbulkan rasa percaya diri

sehingga tidak muncul persepsi tentang ketidakcukupan suplai ASI dan

memberikan efek ketenangan alami sehingga cakupan pemberian ASI eksklusif

tercapai. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh (Iffrig

dalam Bowles, 2011) menyatakan bahwa salah satu stimulan yang kuat untuk

sekresi ASI adalah pijitan pada payudara.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perbandingan

kelancaran pengeluaran ASI sebelum dan setelah pijat woolwich pada 12 ibu nifas

di Wilayah Kerja Puskesmas Yosomulyo, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Kelancaraan pengeluaran ASI sebelum dilakukan pijat woolwich yaitu 75 %

ibu mengalami payudara tegang sebelum dilakukan pijat woolwich. Sebagian

58
lainnya yaitu 25% ASI terlihat merembes dari puting susu. Hal ini

menunjukkan bahwa secara umum kelancaran pengeluaran ASI sebelum

dilakukan pijat woolwich kurang baik dikarnakan hasil observasi terhadap

responden hampir semua responden tidak memenuhi indikator.

2. Kelancaraan pengeluaran ASI setelah dilakukan pijat woolwich yaitu 100 %

ibu mengalami payudara tegang setelah dilakukan pijat woolwich, 91.66%

frekuensi menyusu bayi lebih dari 8 kali, 91.66% bayi nampak menghisap

kuat dengan irama perlahan, 83.33% mengalami ASI merembas dan 75%

reflek pelepasan ASI baik. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum

kelancaran pengeluaran ASI setelah dilakukan pijat woolwich sangat

berpengaruh dikarnakan hasil observasi terhadap responden hampir semua

responden memenuhi indikator.

3. Perbandingan kelancaraan pengeluaran ASI sebelum dilakukan pijat

woolwich yaitu terdapat 100% responden mengalami pengeluaran ASI yang

tidak lancar. Sedangkan setelah dilakukan pijat woolwich dari 12 responden

didapatkan hasil, yaitu 8.33% mengalami pengeluaran ASI yang tidak lancar

dan 91.67 mengalami pengeluaran ASI lancar.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka penulis memberikan

saran yang mungkin akan digunakan sebagi bahan pertimbangan.

1. Bagi Institusi Pendidikan Prodi Kebidanan Metro

59
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sehingga dapat

menambah wawasan bagi mahasiswa maupun para pembaca di perpustakaan

dalam melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dan diharapkan ruangan

membaca dapat menyediakan referensi yang lebih update mengenai asuhan terapi

komplementer khususnya pijat woolwich.

2. Bagi Puskesmas Yosomulyo

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi Puskesmas Yosomulyo

tentang terapi non farmakologi dengan menggunakan terapi komplementer yaitu

pijat woolwich dan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan cara alternatif atau

non farmakologi dalam penatalaksanaan ASI tidak lancar pada ibu nifas dan juga

penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan pada ibu nifas

serta mengajarkan keluarga dan menganjurkan ibu serta keluarga untuk tetap

melaksankan pijat woolwich sehingga dapat meningkatkan pengeluaran ASI dan

dapat memberikan ASI esklusif pada bayinya.

60
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendektan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta

Astutik. 2017. Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika

Barokah, L. Utami, F. 2017. Pengaruh Pijat Woolwich Teerhadap Produksi ASI


Di BPM APPI Amelia Bibis Kasihan Bantul. STIK Ahmad Yani
Yogyakarta

Biancuzzo, M. (2003). Breastfeeding The Newborn: Clinical Stategies For


Nurses. St. Louis: Mosby.

Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia. 2018. Kebidanan: Teori dan Asuhan
Volume 2. Jakarta: EGC

Bonuck, K; Freeman, K; Trombley, M. 2005. Randomized controlled trial of


prenatal and postnatal lactation consultant intervention on duration and
intensity of breastfeeding up to 12 month. Pediatrics, 116 (6), 1413-1426

Bowles, B. 2011. Breast Massage A “Handy” Multipurpose Tool To Promote


Breastfeeding Success. Clinical Lactation 2 (4): 21-24

Budiati; Setyowati; Helena. 2010. Peningkatan Produksi ASI Ibu Nifas Seksio
Sesarea Melalui Pemberian Paket Sukses ASI. Jurnal Keperawatan
Indonesia Volume 13 (2)

Dewi, L; dkk. 2017. Pengenalan Ilmu Pengobatan Timur Akupresur Level II


KKNI dan Akupresur Aplikatif Untuk Mengurangi Keluhan Pada Kasus-
Kasus Kebidanan. LKP Kunci Jemari

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Lampung


2017. Lampung

Dinas Kesehatan Kota Metro. 2019. Profil Kesehatan Kota Metro 2019. Kota
Metro
Irfannudin. 2019. Cara Sistematis Berlatih Meneliti Merangkai Sistematika
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta Timur: Rayyana
Komunikasindo
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan
Dasar 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kusumastuti; Qomar; Mutoharoh. 2017. Kombinasi Pijat Woolwich dan Pijat


Oksitosin Terhadap Produksi ASI dan Involusi Uterus Pada Ibu
Postpartum. Jakarta: Leutikaprio

Maryunani, A. 2015. Inisiasi Menyusu Dini, ASI Esklusif dan Manajemen Laktasi.
Jakarta: CV Trans Info Media

Notoatmodjo, S. 2018. Metedologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta

Pamuji; Supriyana; Rahayu. 2014. Pengaruh Kombinasi Metode Pijat Woolwich


dan Endorphine Terhadap Kadar Hormon Prolaktin dan Volume ASI .
Poltekkes Kemenkes Semarang

Rahayu, D; Santoso, B; Yunitasari, E. 2015. Produksi ASI Ibu Dengan Intervensi


Acupresure Point For Lactation dan Pijat Oksitosin. Jurnal Keperawatan
Universitas Airlangga

Roesli, U. 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda

Sastroamoro; Ismael. 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung


Seto: Jakarta

Sugiyono. 2017. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

UNICEF. 2011. Pelatihan Konseling Menyusui. World Health Organization

Usman, H. 2019. Kombinasi Metode Pijat Woolwich dan Massage Rolling


(punggung) Mempengaruhi Kecukupan ASI Pada Ibu Postpartum. Jurnal
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palu

Walyani, S; Purwoastuti, E. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.


Yogyakarta: PT Pustaka Baru

Wulandari. 2014. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran Kolostrum.


Jurnal kesehatan 5 (2): 173-17

Yanti, D; Sundawati, D. 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Bandung: PT


Refika Aditama
LAMPIRAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN METRO

FORMULIR PERSETUJUAN RESPONDEN


(Inform Consent)

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : ..........................................................................................................
Umur : ..........................................................................................................
Alamat : ..........................................................................................................
Bersama ini saya telah mendapatkan penjelasan dari peneliti dan saya
menyatakan bersedia menjadi responden pada penelitian yang berjudul “Pengaruh
Pijat Woolwich terhadap Kelancaran Pengeluaran ASI pada Ibu Nifas di Wilayah
Kerja Puskesmas Yosomulyo” tanpa paksaan dari pihak manapun.
Demikian surat persetujuan ini saya buat untuk dapat dipergunakan
sebagai mana mestinya.

Metro, ............................2020
Peneliti, Responden,

Siti Mulia Ledysani ...................................


No Kode :

INSTRUMEN PENELITIAN
PENGARUH PIJAT WOOLWICH TERHADAP KELANCARAN
PENGELUARAN ASI PADA IBU NIFAS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS YOSOMULYO

Petunjuk Pengisian:
Pada point ke 7 beri tanda check (√) pada kolom “Ya” jika ibu melakukan IMD,
namun beri tanda check (√) pada kolom “Tidak” jika ibu tidak melakukan IMD
Nama Ibu : _______________________________________
Usia : ____________ tahun
Pendidikan : _______________________________________
Pekerjaan : _______________________________________
Alamat : _______________________________________
Nifas hari ke : _______________________________________
IMD : Ya

Tidak
CHECKLIST

A. Observasi Pengukuran Kelancara ASI


Hari__________ tanggal_____/_____/_____
Nifas hari ke : __________
1. Petunjuk Pengisian
a. Penilaian observasi pengukuran kelancaran ASI berdasarkan keadaan
ibu tentang kondisi kelancaran pengeluaran ASI
b. Berilah nilai sesuai keadaan ibu dan bayi dengan ketentuan sebagai
berikut
1) Beri tanda (√) pada kolom “Ya” jika jawaban responden “Ya”
2) Beri tanda (√) pada kolom “Tidak” jika jawaban responden
“Tidak”
3) Pada kolom Kode jika jawaban “Ya” diberi nilai 1
4) Pada kolom Kode jika jawaban “Tidak” diberi nilai 0
5) Jika jumlah “Ya” dari 5 point minimal 3 point yang diobservasi
maka dikategorikan lancar ASI

B. Observasi Pengukuran Kelancaran ASI Sebelum Dilakukan Intervensi


No. Pertanyaan Ya Tidak Kode
1. Sebelum menyusui bayi, apakah payudara
ibu terasa tegang?
2. Apakah ASI terlihat merembes dari puting
susu ibu atau saat dipencet dengan tangan?
3. Apakah let down reflek atau reflek pelepasan
ASI baik ( ASI keluar deras atau seperti
diperas saat mulai menyusu)
4. Apakah bayi menyusu 8 kali atau lebih dalam
sehari?
5. Apakah saat menyusui bayi menghisap kuat
dengan irama perlahan?
JUMLAH

Keterangan :
1. Pada pertanyaan 1 dilakukan palpasi pada payudara
2. Pertanyaan 2, 3, 5 dilakukan observasi
3. Pada pertanyaan 4 dilakukan wawancara kepada ibu
C. Observasi Pengukuran Kelancaran ASI Setelah Dilakukan Intervensi
No. Pertanyaan Ya Tidak Kode
1. Sebelum menyusui bayi, apakah payudara
ibu terasa tegang?
2. Apakah ASI terlihat merembes dari puting
susu ibu atau saat dipencet dengan tangan?
3. Apakah let down reflek atau reflek pelepasan
ASI baik ( ASI keluar deras atau seperti
diperas saat mulai menyusu)
4. Apakah bayi menyusu 8 kali atau lebih dalam
sehari?
5. Apakah saat menyusui bayi menghisap kuat
dengan irama perlahan?
JUMLAH

Keterangan :
1. Pada pertanyaan 1 dilakukan palpasi pada payudara
2. Pertanyaan 2, 3, 5 dilakukan observasi
3. Pada pertanyaan 4 dilakukan wawancara kepada ibu
LANGKAH-LANGKAH PIJAT WOOLWICH

No. LANGKAH YA TIDAK


1. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan
2. Membuka pakaian ibu
3. Menuangkan kedua telapak tangan pemijat dengan baby
oil atau minyak pijat
4. Gerakan ke 1
Menggunakan ketiga ujung jari (telunjuk, tengah, manis)
yang diletakkan disamping putting, kemudian gerakan
maju kearah puting yang masing-masing melengkung ke
atas sehingga menyentuh puting susu. Gerakan ini
dilakukan kurang lebih sebanyak 30 kali

5. Gerakan ke 2
Menggunakan ke dua ibu jari tangan kanan dan kiri secara
lurus berada disisi puting, kemudian gerakan kearah atas
dan kebawah secara belawanan. Gerakan ini dilakukan
kurang lebih sebanyak 30 kali.

6. Gerakan ke 3
Menggunakan kedua atau tiga jari tangan kanan dan kiri
yang masing-masing berada disisi puting, kemudian
gerakan kearah atas dan kebawah secara berlawanan.
Gerakan ini dilakukan kurang lebih sebanyak 30 kali.
7. Gerakan ke 4
Menggunakan kedua ibu jari tangan kanan dan kiri yang
berada disamping atas kanan dan kiri puting susu,
kemudian gerakan secara bergantian dan berulang.
Gerakan ini dilakukan kurang lebih sebanyak 30 kali.

8. Membersihkan payudara ibu dengan handuk


9. Setelah itu lakukan cara pemerahan ASI dengan ibu jari
atau telapak tangan. Caranya letakan ibu jari dan telunjuk
pada bagian sisi kanan dan kiri bagian areola kemudian
dilanjutkan pemijatan ringan kearah puting sampai
mengeluarkan pancaran ASI. Lakukan gerakan ini sampai
adanya pengeluaran ASI.
DATA
DATAREKAPITULASI
REKAPITULASISEBELUM
SEBELUMPIJAT
PIJATWOOLWICH
WOOLWICH

No. Nama Responden 1 2 3 4 5 Jumlah Hasil

1. Ny. Y 1 0 0 0 0 1 Tidak Lancar

2. Ny. R 0 0 0 0 0 0 Tidak Lancar

3. Ny. D 1 0 0 0 0 1 Tidak Lancar

4. Ny. V 1 1 0 0 0 2 Tidak Lancar

5. Ny. D 1 1 0 0 0 2 Tidak Lancar

6. Ny. R 1 0 0 0 0 1 Tidak Lancar

7. Ny. P 1 1 0 0 0 2 Tidak Lancar

8. Ny. E 1 0 0 0 0 1 Tidak Lancar

9. Ny. D 1 0 0 0 0 1 Tidak Lancar

10. Ny. I 0 0 0 0 0 0 Tidak Lancar

11. Ny. I 0 0 0 0 0 0 Tidak Lancar

12. Ny. D 1 0 0 0 0 1 Tidak Lancar

KETERANGAN:
1) Pada kolom Kode jika jawaban “Ya” diberi nilai 1
2) Pada kolom Kode jika jawaban “Tidak” diberi nilai 0
3) Jika jumlah “Ya” dari 5 point minimal 3 point yang diobservasi maka dikategorikan lancar ASI
4) 5 point pertanyaan dilambangakan dengan angka 1-5
DATA
DATAREKAPITULASI
REKAPITULASISETELAH
SETELAHPIJAT
PIJATWOOLWICH
WOOLWICH

No. Nama Responden 1 2 3 4 5 Jumlah Hasil

1. Ny. Y 1 1 1 1 1 5 Lancar

2. Ny. R 1 1 0 0 0 2 Tidak Lancar

3. Ny. D 1 1 1 1 1 5 Lancar

4. Ny. V 1 1 1 1 1 5 Lancar

5. Ny. D 1 1 1 1 1 5 Lancar

6. Ny. R 1 0 0 1 1 3 Lancar

7. Ny. P 1 1 1 1 1 5 Lancar

8. Ny. E 1 1 1 1 1 5 Lancar

9. Ny. D 1 1 1 1 1 5 Lancar

10. Ny. I 1 1 1 1 1 5 Lancar

11. Ny. I 1 1 0 1 1 3 Lancar

12. Ny. D 1 1 1 1 1 5 Lancar

KETERANGAN:
1. Pada kolom Kode jika jawaban “Ya” diberi nilai 1
2. Pada kolom Kode jika jawaban “Tidak” diberi nilai 0
3. Jika jumlah “Ya” dari 5 point minimal 3 point yang diobservasi maka dikategorikan lancar ASI
4. 5 point pertanyaan dilambangakan dengan angka 1-5

DATA
DATAREKAPITULASI
REKAPITULASIHASIL
HASILKELANCARAN
KELANCARANASI
ASI

No. Nama Responden Usia Paritas Pendidikan Kelompok Kode Sebelum Kode Sesudah Hasil Akhir Kode

1. Ny. Y 38 3 SMA Intervensi 1 5 Lancar 0

2. Ny. R 31 1 SI Intervensi 0 2 Tidak Lancar 1

3. Ny. D 18 1 SMP Intervensi 1 5 Lancar 0

4. Ny. V 29 2 SI Intervensi 2 5 Lancar 0

5. Ny. D 23 1 SMA Intervensi 2 5 Lancar 0

6. Ny. R 27 1 SMA Intervensi 1 3 Lancar 0

7. Ny. P 28 2 SMP Intervensi 2 5 Lancar 0

8. Ny. E 23 2 SMA Intervensi 1 5 Lancar 0

9. Ny. D 24 3 SMA Intervensi 1 5 Lancar 0

10. Ny. I 25 2 SMA Intervensi 0 5 Lancar 0

11. Ny. I 29 3 SMA Intervensi 0 3 Lancar 0

12. Ny. D 29 4 SMA Intervensi 1 5 Lancar 0


DOKUMENTASI

Gambar 1. Persiapan Pemijatan Gambar 2. Pemijatan

Gambar 4 dan 5. Observasi

Anda mungkin juga menyukai