Anda di halaman 1dari 55

BUKU AJAR

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN


MATERNAL DAN NEONATAL

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS GALUH
2020
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

LEMBAR PENGESAHAN

Buku Ajarini dibuat sebagai acuan untuk proses pembelajaran pada Asuhan
Kebidanan di Lingkungan Program Studi S-1 Kebidanan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Galuh.

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Kebidanan Pengampu Mata Kuliah

Widya Maya Ningrum, SST.,M.Kes., M.Tr.Keb ...................................

2
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

BUKU AJAR
ASUHAN KEBIDANAN

Author:
XXXXX

Cover Design and Layout:


XXXXX

Publisher:
Department of Midwifery
Faculty of Health Sciences
Galuh University
R.E Martadinata Road No.150 Ciamis
Tlp (0265)775885

3
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

KATA PENGANTAR

Kami menulis untuk memperkenalkan Anda tentang Buku Ajar “Asuhan


Kebidanan.” bagi mahasiswa Program Studi S-1 Kebidanan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Galuh. Buku ajar ini kami buat berdasarkan berbagai
ringkasan perspektif pedoman dalam kegiatan pembelajaran mata kuliah Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada berbagai


pihak yang telah membantu kami dalam menulis buku ajar ini:

1. Bapak Dr. H. Yat Rospiabrata, Drs., M.Si, sebagai Rektor Universitas Galuh.

2. Ibu Tita Rohita, S.Kep., M.Kep., MM., M.Kep sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Galuh.

3. Ibu Widya Maya Ningrum, SST.,M.Kes., M.Tr.Keb sebagai Ketua Program


Studi S1 Kebidanan.

4. Semua rekan dosen Program Studi D III Kebidanan Fakultas Fakultas Ilmu
Kesehatan di Universitas Galuh

Kami berharap Buku Ajar “Asuhan Kebidanan Pada Persalinandan Bayi Baru
Lahir” ini akan relevan terutama bagi mahasiswa, dan akademisi dalam disiplin
ilmu terkait, terutama dalam dalam mengeksplorasi potensi pelayanan kebidanan
yang berdaya saing global di masyarakat.

Ciamis, Desember 2020

Penulis

4
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

TINJAUAN MATA KULIAH

A. Deskripsi MataKuliah
Mata kuliah ini adalah mata kuliah utama program studi yang
setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa akan mampu
menjelaskan tentang bidan sebagai tenaga kesehatan dan kebidanan
sebagai profesi. Bahan kajian pada mata kuliah ini adalah tentang
asuhan kebidanan, kajian perempuan dalam asuhan kebidanan,
perspektif ilmu sosial budaya dan humaniora dalam praktik kebidanan.
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode kuliah, simulasi,
tutorial, dan penugasan mandiri. Penugasan mahasiswa dievaluasi
dengan penilaian formatif dan sumatif serta nilai tugas.s.

B. Standar Kompetensi Mata Kuliah

Setelah mengikuti kuliah mahasiswa mampu memahami dan


mengaplikasikan asuhan kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal

C. Susunan Buku Ajar


1. Konsep Dasar Kegawatdaruratan
2. Kegawatdaruratan Maternal
3. Kegawatdaruratan Neonatal
4. Stabilisasi Pasien
5. Penanganan Awal Kegawatdaruratan Pada Bayi Baru Lahir

D. Prinsip Petunjuk Bagi Mahasiswa untuk Mempelajari Buku Ajar


Mahasiswa dapat menggunakan buku ajar untuk menunjang proses

5
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

pembelajaran mata kuliah asuhan kebidanan, sehingga dapat mencapai


kompetensi yang diharapkan dan mahasiswa dapat belajar secara
mandiri sebelum tatap muka dengan dosen secara aktif.

6
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

DAFTAR ISI

TINJAUAN MATA KULIAH.........................................................................................v


DAFTAR ISI...................................................................................................................vii
BAB I KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN .................................................1
BAB II KEGAWATDARURATAN MATERNAL........................................................5
BAB III STABILISASI PASIEN..................................................................................30
BAB IV KEGAWATDARURATAN NEONATAL.....................................................32
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................45

7
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

BAB I

KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN

A. Pengertian Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara
tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya (Dorlan, 2011).
Kegawatdaruratan dapat juga didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang
kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan
membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa (Campbell,
2000).
Sedangkan kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang
mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah
persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan
dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya
(Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999). Kasus gawat darurat obstetri
adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat
kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu
janin dan bayi baru lahir (Saifuddin, 2002). Masalah kedaruratan selama
kehamilan dapat disebabkan oleh komplikasi kehamilan spesifik atau
penyakit medis atau bedah yang timbul secara bersamaan.
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi
dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤ usia 28
hari), serta membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan
psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul
sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau, 2006) Penderita atau pasien gawat
darurat adalah pasien yang perlu pertolongan tepat, cermat, dan cepat untuk

8
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

mencegah kematian/kecacatan. Ukuran keberhasilan dari pertolongan ini


adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong. Pengertian lain dari
penderita gawat darurat adalah penderita yang bila tidak ditolong segera akan
meninggal atau menjadi cacat, sehingga diperlukan tindakan diagnosis dan
penanggulangan segera. Karena waktu yang terbatas tersebut, tindakan
pertolongan harus dilakukan secara sistematis dengan menempatkan prioritas
pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu :
A (Air Way) : yaitu membersihkan jalan nafas dan
menjamin nafas
bebas hambatan
B (Breathing) : yaitu menjamin ventilasi lancar
C (Circulation) : yaitu melakukan pemantauan peredaran darah
Istilah kegawatan dan kegawatdaruratan adalah suatu keadaan yang
serius, yang harus mendapatkan pertolongan segera. Bila terlambat atau
terlantar akan berakibat buruk, baik memburuknya penyakit atau kematian.
Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau
kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas.
Kegawatdaruratan dalam kebidanan dapat terjadi secara tiba tiba, bisa disertai
dengan kejang, atau dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi yang tidak
dikelola atau dipantau dengan tepat.

B. Cara mencegah kegawatdaruratan


Cara mencegah terjadinya kegawat daruratan adalah dengan melakukan
perencanaan yang baik, mengikuti panduan yang baik dan melakukan
pemantauan yang terus menerus terhadap ibu/klien.

C. Cara merespon kegawatdaruratan


Apabila terjadi kegawatdaruratan, anggota tim seharusnya mengetahui
peran mereka dan bagaimana tim seharusnya berfungsi untuk berespon

9
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

terhadap kegawatdaruratan secara paling efektif. Anggota tim seharusnya


mengetahui situasi klinik dan diagnose medis, juga tindakan yang harus
dilakukannya. Selain itu juga harus memahami obat-obatan dan
penggunaannya, juga cara pemberian dan efek samping obat tersebut.
Anggota tim seharusnya mengetahui peralatan emergensi dan dapat
menjalankan atau memfungsikannya dengan baik.

D. Penatalaksanaan awal terhadap kasus kegawatdaruratan kebidanan


Bidan seharusnya tetap tenang, jangan panik, jangan membiarkan ibu
sendirian tanpa penjaga/penunggu. Bila tidak ada petugas lain, berteriaklah
untuk meminta bantuan. Jika ibu tidak sadar, lakukan pengkajian jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi dengan cepat. Jika dicurigai adanya syok, mulai
segera tindakan membaringan ibu miring ke kiri dengan bagian kaki
ditinggikan, longgarkan pakaian yang ketat seperti BH/Bra. Ajak bicara
ibu/klien dan bantu ibu/klien untuk tetap tenang. Lakukan pemeriksaan
dengan cepat meliputi tanda tanda vital, warna kulit dan perdarahan yang
keluar.

E. Pengkajian awal kasus kegawatdaruratan kebidanan secara cepat


a. Jalan nafas dan pernafasan Perhatikan adanya cyanosis, gawat nafas,
lakukan pemeriksaan pada kulit: adakah pucat, suara paru: adakah
weezhing, sirkulasi tanda tanda syok, kaji kulit (dingin), nadi (cepat >110
kali/menit dan lemah), tekanan daarah (rendah, sistolik < 90 mmHg)
b. Perdarahan pervaginam Bila ada perdarahan pervaginam, tanyakan :
Apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, riwayat persalinan
sebelumnya dan sekarang, bagaimana proses kelahiran placenta, kaji
kondisi vulva (jumlah darah yang keluar, placenta tertahan), uterus
(adakah atonia uteri), dan kondisi kandung kemih (apakah penuh).

10
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

c. Klien tidak sadar/kejang Tanyakan pada keluarga, apakah ibu sedang


hamil, usia kehamilan, periksa: tekanan darah (tinggi, diastolic > 90
mmHg), temperatur (lebih dari 38ºC)
d. Demam yang berbahaya Tanyakan apakah ibu lemah, lethargie, sering
nyeri saat berkemih. Periksa temperatur (lebih dari 39oC), tingkat
kesadaran, kaku kuduk, paru paru (pernafasan dangkal), abdomen
(tegang), vulva (keluar cairan purulen), payudara bengkak.
e. Nyeri abdomen Tanyakan Apakah ibu sedang hamil dan usia kehamilan.
Periksa tekanan darah (rendah, systolic < 90 mmHg), nadi (cepat, lebih
dari 110 kali/ menit) temperatur (lebih dari 38oC), uterus (status
kehamilan).
f. Perhatikan tanda-tanda berikut : Keluaran darah, adanya kontraksi uterus,
pucat, lemah, pusing, sakit kepala, pandangan kabur, pecah ketuban,
demam dan gawat nafas.
F. Peran bidan pada kegawatdaruratan kebidanan

Bidan mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kesakitan


dan kematian ibu melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan,
pertolongan pada ibu, pengawasan bayi baru lahir (neonatus) dan pada
persalinan, ibu post partum serta mampu mengidentifikasi penyimpangan dari
kehamilan dan persalinan normal dan melakukan penanganan yang tepat
termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat.

Pengenalan dan penanganan kasus kasus yang gawat seharusnya


mendapat prioritas utama dalam usaha menurunkan angka kesakitan lebih
lebih lagi angka kematian ibu, walaupun tentu saja pencegahan lebih baik dari
pada pengobatan. Dalam kegawatdaruratan, peran anda sebagai bidan antara
lain:

1. Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat

11
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UniversityPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

2. Stabilisasi klien (ibu), dengan oksigen, terapi cairan, dan


medikamentosa dengan :
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi
system respirasi dan sirkulasi
b. Menghentikan perdarahan
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Mengatasi nyeri dan kegelisahan
3. Ditempat kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar
bersalin, yaitu:
a. Menyiapkan radiant warmer/lampu pemanas untuk
mencegah kehilangan panas pada bayi
b. Menyiapkan alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi
c. Menyiapkan alat pelindung diri
d. Menyiapkan obat obatan emergensi
4. Memiliki ketrampilan klinik, yaitu:
a. Mampu melakukan resusitasi pada ibu dan bayi dengan
peralatan yang berkesinambungan. Peran organisasi sangat
penting didalam pengembangan sumber daya manusia
(SDM) untuk meningkatkan keahlian
b. Memahami dan mampu melakukan metode efektif dalam
pelayanan ibu dan bayi baru lahir, yang meliputi making
pregnancy safer, safe motherhood, bonding attachment,
inisiasi menyusu dini dan lain lainnya.

12
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

BAB II

KEGAWATDARURATAN MATERNAL

A. Perdarahan Antepartum
Definisi Perdarahan Antepartum
a. Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan
pervaginam yang terjadi setelah 29 minggu kehamilan atau lebih.
b. Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah
kehamilan 22 minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada
kehamilan sebelum 22 minggu (Wiknjosastro, 2005).
c. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada kehamilan setelah 22
minggu sampai sebelum bayi dilahirkan (Saifuddin, 2002).
d. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada trimester III dan
berkaitan dengan kehamilan (Manuaba, 2004).

Klasifikasi Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan
plasenta umpamanya kelainan servik biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada
setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selaludipikirkan bahwa hal
itu bersumber pada kelainan plasenta. Perdarahan antepartum yang bersumber
pada kelainan plasenta, yang secara klinis biasanya tidak terlampau sulit untuk
menentukannya (Wiknjosastro, 2005).
Oleh karena itu klasifikasi klinis perdarahan antepartum yang bersumber
pada kelainan plasenta adalah sebagai berikut:
a. Plasenta previa, yaitu: Implantasi plasenta di bagian bawah sehingga
dapat menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan
saat pembentukan Segmen Bawah Rahim (SBR).
b. Solusio plasenta, yaitu: Perdarahan yang terjadi karena lepasnya
plasenta sebelum waktunya pada implantasi normal.

13
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

c. Pecahnya sinus marginalis: Perdarahan yang terjadi dari sinus marginalis


saat inpartu atau pembentukan SBR.
d. Perdarahan pada vasa previa: Perdarahan yang terjadi segera setelah
ketuban pecah karena pecahnya pembuluh darah yang berasal dari
insersio filamentosa dan melintasi pembukaan (Manuaba, 2004).
Perdarahan yang bersumber pada kelainan serviks dan vagina biasanya
dapat diketahui apabila dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama.
Kelainan-kelainan yang mungkin tampak ialah sebagai berikut:
a. Erosio porsionis uteri
b. Karsinoma porsionis uteri
c. Polipus servisis uteri
d. Varises vulva
e. Trauma (Wiknjosastro, 2005).

Frekuensi Perdarahan Antepartum


Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan,
yang terbagi kira-kira rata antara plasenta previa, solusio plasenta, dan
perdarahan yang belum jelas sumbernya (Wiknjosastro, 2005).

Pengawasan Antenatal
Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan ibu dan janin
minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut: kehamilan
trimester pertama (< 14 minggu) satu kali kunjungan, kehamilan trimester kedua
(14-28 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester ketiga (28-36
minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan.
Walaupun demikian, disarankan kepada ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya dengan jadwal sebagai berikut: sampai dengan kehamilan 28
minggu, periksa empat minggu sekali, kehamilan 28-36 minggu perlu
pemeriksaan dua minggu sekali, kehamilan 36-40 minggu satu minggu
sekaliBila ada masalah atau gangguan kehamilannya, ibu dianjurkan agar segera
menemui petugas kesehatan profesional (bidan atau dokter) untuk penanganan

14
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

lebih lanjut (Salmah, 2006).


Pengawasan antenatal sebagai cara untuk mengetahui atau menanggulangi
kasus-kasus dengan perdarahan antepartum memegang peranan yang terbatas.
Walaupun demikian, beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan
pada pengawasan antenatal dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan dan perhatian yang dimaksud ialah penentuan golongan darah ibu
dan golongan darah calon donornya, pengobatan anemia pada kehamilan, seleksi
ibu untuk bersalin di rumah sakit, memperhatikan kemungkinan adanya plasenta
previa, dan mencegah, serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan pre-
eklampsia.
Penentuan golongan darah ibu dan golongan darah calon donornya, akan
sangat memudahkan untuk mendapatkan darah yang cocok apabila sewaktu-
waktu diperlukan. Tidak pada semua tempat di tanah air kita terdapat bank donor
darah. Walaupun rumah sakit yang terdekat letaknya jauh, para ibu hamil yang
dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum, hendaknya diusahakan
sedapat mungkin untuk mengawaskan kehamilannya dan bersalin di rumah sakit
tersebut (Wiknjosastro, 2005).

Penanganan Umum pada Perdarahan Antepartum


a. Siapkan fasilitas tindakan gawat darurat karena perdarahan antepartum
merupakan komplikasi yang dapat membahayakan keselamatan ibu.
b. Setiap tingkat fasilitas pelayanan harus dapat mengenali, melakukan
stabilisasi, merujuk dan menatalaksana komplikasi pada ibu dan anak
sesuai dengan jenjang kemampuan yang ada.
c. Setiap kasus perdarahan antepartum memerlukan rawat inap dan
penatalaksanaan segera.
d. Lakukan restorasi cairan dan darah sesuai dengan keperluan untuk
memenuhi defisit dan tingkat gawat darurat yang terjadi.
e. Tegakkan diagnosis, kerja secara cepat dan akurat karena hal ini sangat
mempengaruhi hasil penatalaksanaan perdarahan antepartum.
f. Tindakan konservatif dilakukan selama kondisi masih memungkinkan dan

15
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

mengacu pada upaya untuk memperbesar kemungkinan hidup bayi yang


dikandung.
g. Pada kondisi yang sangat gawat, keselamatan ibu merupakan
pertimbangan utama (Saifuddin, 2006).

B. Rupture Uteri
Pengertian Ruptur Uteri
Ruptur uteri merupakan komplikasi gawat adlam bidang obstetri yang
memerlukan tindakan dan penanganan serius. (Manuaba, 1996). Ruptur uterus
adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada saat
umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Ruptur uteri adalah Keadaan robekan pada
rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga
peritoneum atau hubungan kedua rongga masih dibatasi oleh peritoneum viserale.
(Sarwono, 2010) Angka kematian akibat ruptur uteri di Indonesia sekitar 17,9
sampai17,9sampai 26,6 . sedangkan angka kematian angka kematian anak akibat
ruptur utrui berkisar antara 69,1 sampai 100%. Pada bayi umumnya meninggal
saat terjadinya ruptur uteri bayi masih hidup, sehingga dilanjutkan dangan
laparatomi.

Klasifikasi Ruptur Uteri


1. Menurut keadaan robek
a. Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal) Yaitu ruptur uteri yang hanya
bagian dinding uterus yang ribek sedangkan bagian mukosa
(peritoneum) masih utuh.
b. Ruptur uteri komplit (transperitoneal) Yaitu ruptur uteri dinding dan
mukosanya robek sehingga dapat berada di rongga perut.
2. Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan menjadi:
a. Korpus Uteri Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau
miomektomi.
b. Segmen Bawah Rahim Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan

16
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan
akhirnya terjadilah ruptur uteri.
c. Serviks Uteri Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi
forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
d. Kolpoporeksis-Kolporeksis Robekan- robekan di antara serviks dan
vagina.
3. Menurut penyebab terjadinya, ruptur uteri di bagi menjadi:
a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil:
1) Pembedahan pada miometrium: seksio sesaria atau histerotomi,
histerorafia, Miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan
otot uterus, reseksi pada kornua uterus atau bagian interstisial,
metroplasti.
2) Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde
pada penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau
atau palu, ruptur tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent
rupture in previous pregnancy).
3) Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak
berkembang.
b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan:
1) Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat secara terus menerus,
pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk meransang persalinan,
instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang amnion seperti
larutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi dengan kateter
pengukur tekanan intrauterin, trauma luar tumpu atau tajam, versi
luar, pembesaran rrahim yang berlebihan misalnya hidramnion dan
kehamilan ganda.
2) Dalam periode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yang
sukar, ekstraksi bokong, anomali jantung yang menyebabkan distensi
yang berlebihan pada segmen bawah rahim, teanan yang kuat pada
uterus saat melahirkan, kesulitan dlam melakukan manual plasenta.
3) Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau parkreta, neoplasia

17
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

trofoblas gastasional, adenomiosis, retroversio uterus gravidus


inkarserata.
4. Menurut etiologinya, ruptur uteri dibedakan menjadi:
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta
secara manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter
dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti
hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola
destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion
dimana dinding rahim tipis dan regang.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim misalnya pada panggul
sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita
DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat
karena kelainan kongenital dari janin: Hidrosefalus, monstrum,
torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin:
letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala: letak
defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena
adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis,
hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi;
grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan
partus yang salah.
c. Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain
seperti:
1) Ekstraksi Forsep
2) Versi dan ekstraksi
3) Embriotomi
4) Versi Braxton Hicks
5) Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
6) Manual plasenta
7) Kuretase 8
8) Ekspresi Kristeller atau Crede

18
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

9) Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan


10) Trauma tumpul dan tajam dari luar.

Komplikasi Ruptur Uteri


a. Gawat janin
b. Syok hipovolemik Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak
segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya
dalam waktu cepat digantikan dengan tranfusi darah.
c. Sepsis Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur
uteri telah terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami
berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam
keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi antibiotika
yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan
menjadi sepsis pasca bedah.
d. Kecacatan dan morbiditas.
1) Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum
punya anak hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang
berat dan mendalam.
2) Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga
merupakan komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.

Tanda-Tanda Ruptur Uteri


Menurut buku kapita selekta tanda-tanda ruptur uteri yaitu:
1. Nyeri abdomen Dapat terjadi tiba-tiba, tajam dan seperti di sayat pisau.
Apabila tejadi ruptur saat persalinan, kontraksi uterus yang intermiten dan
kuat akan berhenti secara tiba-tiba, dan pasien akan mengeluh nyeri uterus
yang menetap.
2. Pendarahan pervaginan Dapat simptomatik karena karena pendarahan aktif
dari pembuluh darah yang robek. Sebelum mendiagnosa pasien terkena
ruptura uteri maka, petugas kesehatan harus mengenal tanda-tanda dari
gejala ruptura uteri mengancam. Hal ini dimakksudkan agar petugas

19
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

kesehatan seperti bidan dapat mencegah ruptura uteri yang sebenarnya.


Tanda-tanda gejala ruptura uteri yang mengancam adalah:
a. Dalam anamnesa, pasien mengatakan telah ditolong/dibantu oleh
dukun/bidan, dan partus sudah lama berlangsung atau partus macet.
b. Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri
diperut
c. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang
kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
d. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
e. Ada tanda dehidrasi karena parvtus yang lama (prolonged labor), yaitu
mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
f. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
g. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal
dan keras terutama sebelah kiri atau keduanya.
h. Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik)
sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
i. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan
teregang ke atas, terjadi robekan- robekan kecil pada kandung kemih,
maka pada kateterisasi ada hematuri.
j. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
k. Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi,
seperti oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Jika ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus maka akan
terjadi gejala ruptur uteri yang sebenarnya yaitu: Gejala yang terlihat
saat anamnesis dan inspeksi:
a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar
biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi
gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps
b. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
c. Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
d. Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.

20
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

e. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak,


lebihlebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan
menyumbat jalan lahir.
f. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah
dan dibahu.
g. Kontraksi uterus biasanya hilang.
h. Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi
kembung dan meteoristis (paralisis usus).
3. Gejala yang teraba saat palpasi:
a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya
emfisema subkutan.
b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu
atas panggul.
c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga
perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit
perut dan disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu
bola keras sebesar kelapa.
d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
4. Auskultasi Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi
beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan
masuk ke rongga perut.
5. Pemeriksaan dalam
a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan
mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah
pervaginam yang agak banyak
b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada
dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan
tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin.
Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar
maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari
dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.

21
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

6. Kateterisasi Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada


kandung kemih. Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati
sebagai kerja rutin setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya
sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-
lain.

Penanganan Ruptur Uteri


Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus
dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan
distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan
lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah
rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada
kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan
perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa
dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan,
karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.
Jadi, segera perbaiki shok dan kekurangan darah. Perbaikan shok meliputi
pemberian oksigen, cairan intravean, darah pengganti dan antibiotik untuk
pencegahan infeksi.
Bila keadaan umum penderita mulai membaik dan diagnosa telah
ditegakkan, selanjutnya dilakukan laparotomi (tindakan pembedahan) dengan
tindakan jenis operasi:
a. Histerektomi, baik total maupun subtotal.
b. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaikbaiknya.
c. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang
cukup.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
a. Keadaan umum
b. Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
c. Jenis luka robekan

22
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

d. Tempat luka
e. Perdarahan dari luka
f. Umur dan jumlah anak hidup
g. Kemampuan dan keterampilan penolong

C. PERDARAHAN POSTPARTUM
Secara tradisional perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan
darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah selesainya kala III. Perdarahan obstetri
merupakan penyebab utama kematian ibu hamil maupun ibu bersalin. Dinegara
berkembang, kematian ibu bersalin akibat perdarahan antepartum mencapai 50%
dari seluruh kematian ibu bersalin. Diseluruh dunia, 1 wanita meninggal setiap
menit akibat komplikasi kehamilan. Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik :
1. Atonia uteri
Atonia uteri
Terjadi jika miometroium tidak berkontraksi. Dalam hal ini uterus
menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta
menjadi terbuka lebar. Penyebab perdarahan post partum ini lebih banyak
(2/3 dari semua kasus perdarahan post partum) oleh Atonia Uteri. Atonia
uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan berkontraksi dengan
baik setelah persalinan (Saifudin AB, 2002). Sedangkan dalam sumber lain
atonia didefinisikan sebagai hipotonia yang mencolok setelah kelahiran
placenta (Bobak, 2002). Dua definisi tersebut sebenarnya mempunyai
makna yang hampir sama, intinya bahwa atonia uteri adalah tidak adanya
kontraksi segera setelah plasenta lahir.
Pada kondisi normal setelah plasenta lahir, otot-otot rahim akan
berkontraksi secara sinergis. Otot – otot tersebut saling bekerja sama untuk
menghentikan perdarahan yang berasal dari tempat implantasi plasenta.
Namun sebaliknya pada kondisi tertentu otot – otot rahim tersebut tidak
mampu untuk berkontraksi/kalaupun ada kontraksi kurang kuat. Kondisi
demikian akan menyebabkan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi
plasenta tidak akan berhenti dan akibatnya akan sangat membahayakan ibu.

23
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat


adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah
uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500 – 800 ml/menit, sehingga
bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa
menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak.
Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.

Gejala
 Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Gejala ini merupakan gejala
terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan
penyebab perdarahan yang lainnya.
 Perdarahan terjadi segera setelah anak lahir Perdarahan yang terjadi
pada kasus atonia sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang
sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan.
Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai
anti pembeku darah.
 Tanda dan gejala lainnya adalah terjadinya syok, pembekuan darah
pada serviks/posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar
- Nadi cepat dan lemah
- Tekanan darah yang rendah
- Pucat
- Keringat/kulit terasa dingin dan lembab
- Pernapasan cepat
- Gelisah, bingung, atau kehilangan kesadaran
- Urin yang sedikit

Pengaruh terhadap maternal


Hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal antara
lain :
 Kemungkinan terjadi polihidranmion, kehamilan kembar dan

24
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

makrosomia Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab


tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi
segera setelah plasenta lahir.
 Persalinan lama. Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat
lelah, sehingga otot- otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi
segera setelah plasenta lahir.
 Persalinan terlalu cepat
 Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
 Infeksi intrapartum
 Paritas tinggi. Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka
uterus juga akan berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan
kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir

2. Retensio Plasenta
Retensio Plasenta
Retensio plasenta merupakan sisa plasenta dan ketuban yang msih
tertinggal dalam rongga rahim. Hal ini dapat menimbulkan perdarahan
postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (6-10 hari) pasca
postpartum.

Penyebab
Menurut Rustam Muchtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri (1998)
penyebab rentensio plasenta adalah :
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh terlalu
melekat lebih dalam, berdasarkan tingkat perlekatannya dibagi
menjadi :
 Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta.
 Plasentaa akreta, implantasi jonjot khorion memasuki sebagian
miometriun

25
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

 Plasenta inkreta, implantasi menembus hingga miometriun


 Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum
dinding rahim Plasenta normal biasanya menanamkan diri
sampai batas atas lapisan miometrium.
b. Plasenta sudah lepas tapi belum keluar, karena :
 Atonia uteri adalah ketidak mampuan uterus untuk berkontraksi
setelah bayi lahir. Hal ini akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
 Adanya lingkaran kontriksi pada bagian rahim akibat kesalahan
penanganan kala III sehingga menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata)
Manipulasi uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan
plasenta dapat menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian
uterotonika tidak tepat pada waktunya juga akan dapat menyebabkan
serviks berkontraksi dan menahan plasenta. Selain itu pemberian
anastesi yang dapat melemahkan kontraksi uterus juga akan
menghambat pelepasan plasenta.
Pembentukkan lingkaran kontriksi ini juga berhubungan dengan his.
His yang tidak efektif yaitu his yang tidak ada relaksasinya maka
segmen bawah rahim akan tegang terus sehingga plasenta tidak dapat
keluar karena tertahan segmen bawah rahim tersebut.
c. Penyebab lain : Kandung kemih penuh atau rectum penuh Hal-hal
diatas akan memenuhi ruang pelvis sehingga dapat menghalangi
terjadinya kontraksi uterus yang efisien. Karena itu keduanya harus
dikosongkan. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi
perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera dikeluarkan.

Gejala
 Plasenta belum lahir setelah 30 menit
 Perdarahan segera (P3)

26
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

 Uterus berkontraski dan keras, gejalan lainnya antara lain


 Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
 Inversio uteri akibat tarikan dan
 Perdarahan lanjutan
3. Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir
Serviks mengalami laterasi pada lebih dari separuh pelahiran
pervaginatum, sebagian besar berukuran kurang dari 0.5 cm. Robekan yang
dalam dapat meluas ke sepertiga atas vagina. Cedera terjadi setelah setalah
rotasi forceps yang sulit atau pelahiran yang dilakukan pada serviks yang
belum membuka penuh dengan daun forseps terpasang pada serviks.
Robekan dibawah 2 cm dianggap normal dan biasanya cepat sembuh dan
jarang menimbulkan kesulitan.

Gejala :
 Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
 Uterus kontraksi dan keras
 Plasenta lengkap, dengan gejala lain
 Pucat, lemah, dan menggigil
Berdasarkan tingkat robekan, maka robekan perineum, dibagi
menadi 4 tingkatan yaitu:
Tingkat I :Robekan hanya terdapat pada selaput lendir vagina
dengan atau tanpa mengenai kulit perineum .
Tingkat II :Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot
perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfringter
ani.
Tingkat III :Robekan menganai seluruh perineum dan otot
sfringter
ani .
Tingkat IV :Robekan sampai mukosa rectum.

27
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

4. Perdarahan Post Partum (Primer)


Perdarahan kala IV atau primer
Adalah perdarahan sejak kelahiran sampai 24 jam pascapartum.atau
kehilangan darah secara abnormal, rata-rata kehilangan darah selama
pelahiran pervaginam yang ditolong dokter obstetrik tanpa komplikasi lebih
dari 500 ml.
Penyebab
a. Atonia uteri
b. Retensio plasenta
c. Laserasi luas pada vagina dan perineum Sangat jarang laserasi segmen
bawah uterus atau ruptur uterus

5. Syok Obstetrik
Syok Obstetrik
Syok adalah merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat keorgan - organ vital atau suatu
kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan
intensif.
Gejala Syok :
 Nadi cepat dan lemah (110 kali permenit atau lebih)
 Tekanan darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mm/hg)
 Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan,
atau sekitar mulut)
 Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lembab
 Pernapasan cepat (30 kali permenit atau lebih)
 Gelisah, bingung, atau hilangnya kesadaran
 Urine yang sedikit (kurang lebih dari 30ml per jam)

D. PREEKLAMSI DAN EKLAMSI


a. Preeklamsia
Preeklamsia

28
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia


kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat badan ibu
yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium
dijumpai protein di dalam urin/proteinuria. (Fadlun, 2013).
Preeklamsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan
perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. (Leveno, 2009).
Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasopastik, yang melibatkan
banyak sistem dan ditanda i oleh hemokonsentrasi, hipertensi yang terjadi
setelah minggu ke 20 dan proteinuria. (Bobak, 2005).

Etiologi
 Primigravida, 85 % preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama
 Grande multigravida
 Janin besar
 Distensi rahim berlebihan (hidramnion, hamil kembar, mola hidatidosa)
Kriteria minimal dari preeklamsia adalah sebagai berikut :
 Tekanan darah 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
 Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ pada dipstik
Peningkatan kepastian preeklamsia (berat) adalah :
 Tekanan darah 160/110 mmHg
 Proteinuria 2 g/24 jam atau 2+ pada dipstik
 Nyeri kepala menetap atau gangguan penglihatan
 Nyeri epigastrium menetap
b. Eklampsia
Eklampsia
merupakan serangan konvulsi yang biasa terjadi pada kehamilan, tetapi
tidak selalu komplikasi dari preeklampsia (Marmi, dkk, 2011; h.70).
Kelanjutan preeklampsia berat menjadi eklampsia dengan tambahan gejala
kejang dan koma (Manuaba, dkk, 2010;h.267). Eklampsia adalah kelainan akut
pada wanita hamil, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan koma dimana

29
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklampsia (Erlina , 2008


dalam Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.186).
Marmi, dkk (2011) mengatakan bahwa dalam preeklampsia berat terdapat
hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme kuat dan edema. Hipoksia
serebral menunjukkan kenaikan dysrhytmia serebral dan ini mungkin terjadi
karena konvulsi. Beberapa pasien ada yang mempunyai dasar dysrhytmia
serebral dan oleh karena itu konvulsi terjadi mungkin mengikuti bentuk yang
lebih kuat dari preeklampsia. Ada satu tanda preeklampsia, bernama konvulsi
eklampsia. Empat fasenya antara lain:
1) Tahap premonitory. Pada tahap ini dapat terjadi kesalahan jika
observasi pada ibu tidak tetap. Mata dibuka, ketika wajah dan otot
tangannya sementara kejang.
2) Tahap tonic. Hampir seluruh otot-otot wanita segera menjadi serangan
spasme. Genggamannya mengepal dan tangan dan lengannya kaku. Dia
menyatukan gigi dan bisa jadi dia menggigit lidahnya. Kemudian otot
respirasinya dalam spasme, dia berhenti bernafas dan warnanya
berubah sianosis. Spasme ini berlangsung sekitar 30 detik.
3) Tahap klonik. Spasme berhenti, penggerakkan otot menjadi tersendat-
sendat dan serangan menjadi meningkat. Seluruh tubuhnya bergerak-
gerak dari satu sisi ke sisi yang lain, sementara terbiasa, sering saliva
blood-strained terlihat pada bibirnya.
4) Tahap comatose. Wanita dapat tidak sadar dan mungkin nafasnya
berbunyi. Sianosis memudar, tapi wajahnya tetap bergerak. Kadang-
kadang sadar dalam beberapa menit atau koma untuk beberapa jam.
Diagnosis
Manuaba, dkk (2010) mengatakan bahwa diagnosis eklampsia tidak
terlalu sukar, karena eklampsia kelanjutan preeklampsia berat dan disusul
kejang atau koma. Eklampsia dapat dibedakan dengan epilepsi dengan kejang
terjadi pada hamil muda atau sebelum hamil, tidak disertai tanda preeklampsia,
karena obat anastesi lokal yang disuntikkan ke dalam vena atau dibedakan dari
keadaan koma pada diabtes melitus, perdarahan otak, infeksi (meningitis,

30
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

ensefalitis).
Rukiyah dan Yulianti (2010) mengatakan bahwa diagnosis eklampsia
umumnya tidak mengalami kerusakan. Dengan adanya tanda dan gejala
preeklampsia yang disusul dengan serangan kejang seperti telah diuraikan.
Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari

1. epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil


atau pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada

2. kejang karena obat anasthesia; apabila obat anasthesia lokal


tersuntikkn ke dalam vena, dapat timbul kejangan

3. koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,


ensefalitis.

Rukiyah dan Yulianti (2010) mengatakan bahwa komplikasi yang terberat


ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu
yang menderita preeklampsia dan eklampsia.

1) Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklampsia

2) Hipofibrinogenemia

3) Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang


menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.

4) Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian


maternal penderita eklampsia

5) Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung


sampai seminggu, dapat terjadi

6) Edema paru-paru

7) Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada preeklampsia eklampsia


merupakan akibat vasospasmus anteriol umum. Kelainan diduga khas untuk
eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain Sindroma
HELLP, yaitu hemolisis, elevated libver enzyms, dan low platelet

31
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

8) Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu


pembengkakan sitiplasma sel endotel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya

9) Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat
kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC

10) Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterine

Pencegahan

Rukiyah dan Yulianti (2010) mengatakan bahwa pada umumnya timbulnya


eklampsia dapat dicegah, atau frekuensi dikurangi. Usaha-usaha untuk
menurunkan frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi
eklampsia terdiri atas meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan
mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda,
mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya
segera apabila ditemukan, mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada
kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga
dapat hilang.

E. SIMPHISIOLISIS
Simfisiolisis merupakan peregangan simfisis pubis secara berlebihan.
Simfisis pubis adalah sendi penghubung 2 tulang pubis. Simfisiolisis disebabkan
karena faktor hormonal dan faktor biomekanik.

Simfisiolisis bisa terjad selama kehamilan maupun saat dan setelah


persalinan. Gejala simfisiolisis diantaranya adalah nyeri pada daerah pubis / di atas
vagina, tidak bisa menahan berat badan sendiri, dan tidak bisa buang air kecil. Nyeri
yang dirasakan bisa menjalar ke paha dan kaki sehingga sulit berjalan. Selain itu
juga bisa mengganggu saat hubungan intim.

Untuk mengetahuisimfisiolisis dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan


fisik, dan penunjang bila perlu dnegan USG, rontgen, dan MRI. Setelah diagnosis

32
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

simfisiolisis ditegakkan, maka dokter akan memberikan penanganan disesuaikan


dengan kondisi pasien. Penanganan simfisiolisis bisa berupa:

 Terapi konservatif: bedrest, pemasangan pelvic belt (mungkin ini yang Anda
sebut sebagai spalek), dan pemberian obat-obatan antinyeri. Dengan terapi
konservatif, umumnya perbaikan akan tercapai dalam waktu 6-8 minggu,
namun rasa nyeri masih bisa dirasakan sampai 8 bulan.
 Operasi pemasangan ORIF (open reduction internal fixation) / pemasangan
pen: dilakukan operasi jika simfisiolisis berat, gagal tersambung kembali,
atau jika terapi konservatif gagal. Dalam kasus Anda, kemungkinan
pemeriksaan dokter menunjukkan hal ini.
 Fisioterapi: membantu memulihkan kondisi agar bisa beraktivitas normal
kembali.

F. HNP
Definisi
Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan
melalui lubang yang abnormal.Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang
terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus
intervertebralis.
Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang
melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging)
dan menekan kearah kanalis spinalis.
HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus
Intervertebralis, Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya.

33
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Epidemiologi
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling sering
adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai pada tingkat
L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers dan Koehler pada
1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis, memperlihatkan bahwa pasien HNP
L3-L4 secara bermakna dari usia tua dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5.
HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang
penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Inside HNP di
Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang lebih 60-80% individu
pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah
merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan angka
prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai pada usia 45-60
tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas
sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan gangguan tidur pada 20%
penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% diataranya perlu rawat inap
untuk evaluasi lebih lanjut.

Anatomi dan Fisiologi

34
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra


yang berdekatan, sendi antara arkus vertebra, sendi kostovertebralis dan sendi
sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan diskus intervertebralis menghubungkan
vertebra yang berdekatan. Ligamentum longitudinal anterior, suatu pita tebal dan
lebar, berjalan memanjang pada bagian depan korpus vertebra dan diskus
intervertebralis, dan bersatu dengan periosteum dan annulus fibrosus.
Ligamentum longitudinalis anterior berfungsi untuk menahan gaya ekstensi,
sedangkan dalam kanalis vertebralis pada bagian posterior korpus vertebra dan
diskus intervertebralis terletak ligamentum longitudinal posterior, ligamentum
longitudinalis posterior berperan dalam menahan gaya fleksi. Ligamentum anterior
lebih kuat dari pada posterior, sehingga prolaps diskus lebih sering kearah posterior.
Pada bagian posterior terdapat struktur saraf yang sangat sensitif terhadap penekanan
yaitu radiks saraf spinalis, ganglion radiks dorsalis.
Diantara korpus vertebra mulai dari vertebra servikalis kedua sampai vertebra
sakralis terdapat diskus intervertebralis. Diskus ini membentuk sendi fibrokartilago
yang lentur antara korpus vertebra.

Diskus Intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok; nukleus pulposus


ditengah dan anulus fibrosus di sekelilingnya. Diskus dipisahkan dari tulang yang di
atas dan dibawahnya oleh dua lempengan tulang rawan yang tipis.
Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat semigelatin,
nukleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel jaringan penyambung
dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus

35
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

vertebra yang berdekatan. Selain itu. juga memainkan peranan penting dalam
pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh-pembuluh darah kapiler.
Anulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin fibrosa konsentris yang mengelilingi
nukleus pulposus. Anulus fibrosus berfungsi untukmemungkinkan gerakan antara
korpus vertebra (disebabkan oleh struktur spiral dari serabut-serabut); untuk
menopang nukleus pulposus; dan meredam benturan. Jadi anulus berfungsi mirip
dengan simpail di sekeliling tong air atau seperti gulungan pegas, yang menarik
korpus vertebra bersatu melawan resistensi elastis nukleus pulposus, sedangkan
nukleus pulposus bertindak sebagai bola penunjang antara korpus vertebra.
Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang kolumna
vertebralis. Diskus paling tipis terdapat pada daerah torakal sedangkan yang paling
tebal tedapat di daerah lumbal. Bersamaan dengan bertambahnya usia, kandungan
air diskus berkurang dan menjadi lebih tipis.

Pencegahan
Hernia nukleus pulposus dapat dicegah terutama dalam aktivitas fisik dan pola
hidup. Hal-hal berikut ini dapat mengurangi risiko terjadinya HNP:
a) Olahraga secara teratur untuk mempertahankan kemampuan otot, seperti
berlari dan berenang.
b) Hindari mengangkat barang yang berat, edukasi cara mengangkat yang
benar.
c) Tidur di tempat yang datar dan keras.

36
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

d) Hindari olahraga/kegiatan yang dapat menimbulkan trauma


e) Kurangi berat badan

37
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

BAB III

STABILISASI PASIEN

Pengertian Stabilisasi

Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita atau pasien agar tetap
stabil pada pertolongan pertama.

Tujuan Stabilisasi

1. Menjaga korban agar tidak banyak bergerak sehubungan dengan keadaan yang alami.
2. Menjaga korban agar pernapasannya tetap stabil.
3. Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang bidai tidak berubah.
4. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah
5. Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada keadaan.

Pemindahan Darurat
Lakukan pemindahan darurat hanya jika ada bahaya segera terhadap penderita ataupun
penolong dan juga jika penderita menghalangi akses ke penderita lainnya. Tindakan ini dapat
dilakukan tanpa dimulai dengan penilaian dini (respon, nafas dan nadi) mengingat faktor
bahaya dan resiko di tempat kejadian.
Pemindahan ini juga dapat menimbulkan resiko bertambah parahnya cedera penderita
terutama penderita yang mengalami cedera spinal (tulang belakang mulai dari tulang leher
sampai tulang ekor)
Contoh pemindahan darurat antara lain :
1. Tarikan Baju
Pertama ikat kedua tangan penderita di atas dada menggunakan kain (pembalut).
Kemudian cengkram baju penderita di daerah baju dan tarik di bawah kepala
penderita untuk penyongkong dan pegangan untuk menarik penderita ketempat aman.
2. Tarikan Lengan

38
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Posisikan tubuh penolong di atas kepala penderita. Kemudian masukkan lengan


dibawah ketiak penderita dan pegang lengan bawah penderita. Selanjutnya silangkan
kedua lengan penderita di depan dada dan tarik penderita menuju tempat aman. Hati-
hati terhadap kaki penderita yang mungkin akan membentur benda di sekitar lokasi
kejadian.
3. Tarikan Selimut
Apabila penderita telah berbaring di atas selimut atau sejesnisnya, maka lipat bagian
selimut yang berada di bagian kepala penderita lalu tarik penderita ke tempat yang
aman. Supaya penderita tidak bergeser dari atas selimut, maka dapat dibuat simpul
bagian kaki penderita.

Pemindahan Non Darurat


Pemindahan biasa (tidak darurat) dapat dilakukan ketika :
1. Penilaian awal (penilaian dini dan penilaian fisik) sudah dilakukan
2. Denyut nadi dan pernapasan stabil
3. Perdarahan sudah dikendalikan
4. Tidak ada cedera leher
5. Semua patah tulang sudah dimobilisasi

39
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

BAB IV

KEGAWATDARURATAN NEONATAL

A. ASFIKSIA – RESUSITASI
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL)
Menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.

Patofisiologi
Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi pada saat
antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat dipotong. Hal ini diikuti oleh
serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan ketika asfiksia bertambah berat.
1. Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan lahir
atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan
diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea primer.
2. Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena
dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai –usaha bernafas otomatis dimulai. Hal
ini hanya akan membantu dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak
mengembang, secara bertahap terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi
pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali
jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal ini tidak
akan terjadi.
3. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di bawah
100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat bayi bernafas
terengah- engah tetapi bersama dengan menurun dan hentinya nafas terengah-
engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan asam-basa semakin
memburuk, metabolisme selular gagal, jantungpun berhenti. Keadaan ini akan
terjadi dalam waktu cukup lama.

40
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

4. Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan pelepasan


ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. Walupun demikian, tekanan darah
yang terkait erat dengan frekuensi jantung, mengalami penurunan tajam selama
apnea terminal.
5. Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia. Apnea primer
dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada umumnya
bradikardi berat dan kondisi syok memburuk apnea terminal.

Etiologi

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain:

1. Faktor ibu
 Preeklampsia dan eklampsia
 Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
 Partus lama atau partus macet d. Demam selama persalinan Infeksi berat
(malaria, sifilis, TBC, HIV)
 Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapsus tali pusat.
3. Faktor bayi
 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
 Kelainan bawaan (kongenital) d. Air ketuban bercampur mekonium
(warna kehijauan)

Manifestasi klinik

Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda


klinis pada janin atau bayi berikut ini:

41
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

1. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
2. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
4. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
5. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak
6. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan
7. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur/megap-megap
8. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
9. Penurunan terhadap spinkters
10. Pucat

Langkah-Langkah Resusitasi Neonatus

42
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 3 pertanyaan:

Apakah bayi cukup bulan?

Apakah bayi bernapas atau menangis?

Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan
rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan
diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari
salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi
berikut ini secara berurutan:

1. Langkah awal dalam stabilisasi


a. Memberikan kehangatan Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant
warmer) dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan
memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. Bayi dengan BBLR memiliki
kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus.
Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan
tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi
dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa
digunakan adalah alas penghangat.
b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya Bayi diletakkan
telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar posisi
farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah
masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi
dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan Aspirasi mekoneum saat proses
persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah satu pendekatan
obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan
penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning), namun
bukti penelitian dari beberapa senter menunjukkan bahwa cara ini tidak
menunjukkan efek yang bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium. Cara

43
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan
bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion
dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan
frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea
sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium.
Penghisapan trakea meliputi langkahlangkah pemasangan laringoskop dan
selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap
dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis. Bila
terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa
mekoneum.
d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang
benar. Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringksn
akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila
setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringsn, bsyi belum
bernafas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk
atau menyentil telapak kaki, atay dengan menggosok punggung, tubuh atau
ekstremitas bayi. Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada
hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder,
rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya
cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung.
Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus memberikan
rangsangan taktil.
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya
ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi
jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik,
lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.
2. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
b. Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan
ventilasi harus sesuai.

44
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

c. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.


d. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir,
membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm
H2O. Bayi dengan kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat
diatur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukuran tekanan.
e. Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan
bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi
seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti
menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang
berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pneumothoraks.
f. Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman
ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin disebabkan masuknya udara ke
dalam lambung.
g. Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan menggunakan
stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa
bayi mendapat ventilasi yang benar
h. Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu berkembang, kurangi
tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang,
mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut: perlekatan sungkup
kurang sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan Apabila
dengan tahapan diatas dada bayi masih tetap kurang berkembang sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi pipa-balon. 3. Kompresi dada
Teknik kompresi dada ada 2 cara:
a.) Teknik ibu jari (lebih dipilih)
1) Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari dada
dan menopang punggung
2) Lebih baik dalam megontrol kedalaman dan tekanan konsisten
3) Lebih unggul dalam menaikan puncak sistolik dan tekanan perfusi
coroner

45
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

b.) Teknik dua jari


1) Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan menekan
sternum, tangan lainnya menopang punggung
2) Tidak tergantung
3) Lebih mudah untuk pemberian obat
c.) Kedalaman dan tekanan
1) Kedalaman ±1/3 diameter anteroposterior dada
2) Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah jantung
maksimum
d.) Koordinasi VTP dan kompresi dada 1 siklus: 3 kompresi + 1 ventilasi
(3:1) dalam 2 detik Frekuensi: 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit
(berarti 120 kegiatan per menit) Untuk memastikan frekuensi kompresi
dada dan ventilasi yang tepat, pelaku kompresi mengucapkan “satu –
dua – tiga - pompa-…” (Prambudi, 2013).

B. PRESENTASI DAN PROLAPS TALI PUSAT


C. KEJANG
Definisi
Kejang adalah depolarisasi berlebihan sel-sel neuron otak, yang mengakibatkan
perubahan yang bersifat paroksismal fungsi neuron (perilaku, fungsi motorik dan
otonom) dengan atau tanpa perubahan kesadaran. Kejang pada neonatus dibatasi
waktu yaitu kejang yang terjadi pada 28 hari pertama kehidupan (bayi cukup bulan)
atau 44 minggu masa konsepsi (usia kronologis dan usia gestasi pada saat lahir) pada
bayi prematur.
Secara umum kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan. Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik
fungsi motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak.
Kejang pada neonatus adalah kejang yang terjadi pada 4 minggu pertama
kehidupan dan paling sering terjadi pada 10 hari pertama kehidupan. Kejang tersebut

46
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

berbeda pada anak atau orang dewasa karena kejang tonik klonikumum cenderung
tidak terjadi pada bulan pertama kehidupan.
Kejang pada bayi baru lahir berkaitan dengan penyebab yang mendasari,seperti
ensefalopati iskemik-hipoksik, gangguan metabolik (hipoglikemia dan hipokalsemia),
infeksi neonatus (meningitis dan ensefalitis), serta perdarahan intra kranial.

Etiologi

Diagnosis Kejang Neonatorum


1) Anamnesa
1. Anemnesa lengkap mengenai keadaan ibu pada saat hamil.

47
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

2. Obat yang di minum oleh ibu saat hamil


3. Obat yang diberikan dan yang diperlukan sewaktu persalinan
4. Apakah ada anak dan keluarga yang sebelumnya menderitakejang dan lain-lain
5. Riwayat persalinan: bayi lahir prematus, lahir dengan tindakan,penolong
persalinan
6. Asfiksia neontorum
7. Riwayat immunisasi tetanus ibu, penolong persalinan bukantenaga kesehatan
8. Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional.
9. Riwayat kejang, penurunan kesadaran, ada gerakan abnormalpada
mata,mulut,lidah, ekstremitas
10. Riwayat spasme atau kekakukan pada ekstremitas, otot mulutdan perut
11. Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakanpengobatan
12. Riwayat bayi malas minum sesudah dapat minum normal
13. Adanya faktor resiko infeksi
14. Riwayat ibu mendapatkan obat, misal: heroin, metadonpropoxypen, alkohol
15. Riwayat perubahan warna kulit (kuning)
16.Saat timbulnya dan lama terjadinya kejang
2) Pemeriksaan fisik
1) Kejang
 Gerakan normal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstremitas
 Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh
sepeda, mata berkedip berputar, juling
 Tangisan melengking dengan nada tinggi, sukar berhenti
 Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun
besarmenonjol, suhu tidak normal
2) Spasme
 Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
 Trismus, kekakuan otot mulut pada ekstremitas, perut, kontraksi
otot, tidak terkendali dipicu oleh kebisingan, cahaya atauprosedur
diagnostik
 Infeksi tali pusat.

48
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

3) Pemeriksaan laboratorium
1) Pemerisaan darah lengkap (Hb,L,Ht,Hitung jenis),darah hapus.
2) Pemeriksaan kadar elektrolit darah
3) Pemeriksaan kadar bilirubin (jika ada ikterik)
4) Pemeriksaan lumbal pungsi dan cairan serebrospinal
5) Pemeriksaan kadar glukosa darah (Hipoglikemia: kadar glukosa darah
kurang 45 mg/dl).
6) Pemeriksaan uji kepekaan dan biakan darah (jika dicurigai infeksi).
7) Pemeriksaan berkala hemoglobin dan hematokrit (jika ada riwayat
jejas pada kepala).
8) Ultrasonografi untuk mengetahui adanya perdarahan perinvetrikuler-
intra ventri kuler.
9) CT-scan kepala. Untuk mengetahui adanya perdarahan subarahnoid
atau subdural, cacat bawaan, infark serebral

Penanganan Kejang Pada Neonatus


a.) Prinsip dasar tindakan mengatasi kejang pada bayi baru lahir sebagai berikut:
1. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan resusitasi (Perhatikan ABC
resusitasi).
2. Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang kejang/Drug.
(Misal: diazepam, fenobarbitalfenotin/ definihidantoin).
3. Mencari dan mengobati faktor penyebab kejang. (Perhatikan riwayat
kehamilan, persalinan dan kelahiran, kelainan fisik ditemukan, bentuk
kejang, dan hasil laboratorium).
b.) Penanganan awal kejang pada neonatus. Langkah 1) sampai dengan langkah 4)
disebut sebagai langkah ABC resusitasi.
1) Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat pastikan bahwa bayi tidak
kedinginan. Suhu dipertahankan 36,5°C - 37°C.
2) Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisap lendirdiseputar
mulut, hidung sampai nasofaring.

49
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

3) Bila bayi apnea dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagidengan


alatbantu balon dan sungkup, diberikan oksigen dengan kecepatan 2
liter/menit.
4) Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah perifer ditangan,
kaki, atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes
miletus dilakukan pemasangan infus melalui vena umbilikostis,dengan
larutan Dextrose 10% (2cc/kg IV ).
Kemudian tindakan mengatasi kejang dengan pemberian obat anti kejang/Drugs akan
sebutkan menurut 2 sumber.
1. Bila infus sudah terpasang di beri obat anti kejang a) diazepam 0,3-0,5mg/kgBB
(maksimal 20 mg )secara IV disuntikkan perlahansampai kejang teratasiatau
Diazepam rektal (supositoria) 5mg untuk BB10kg. b) Luminal (Fenobarbital) 5-
10mg/kg bb,dan dapat diulang maksimal 20mg/kg bb secara IV.
2. Nilai kondisi bayi selama 5 menit. Perhatikan kelainan fisik yang ada
3. Bila masih kejang, berikan diazepam dengan dosis dan cara yang sama.
4. Tunggu 5 menit dengan oksigenasi yang adekuat.
5. Bila masih kejang berikanFenitoin/ definilhidantoin dosis 10-15mg/kg BB/kali
(maksimal 200mg)
6. Tunggu 20 menit
7. Bila kejang sudah teratasi, rujuk RS untuk dosis rumatan (fenitoin5-8mg/kg BB
atau fenobarbital 4- 5mg/kgBB)
8. Bila masih kejang rujuk RS untuk perawatan PICU/NICU untuk mendapat dosis
lanjutan (Midazolam 0,2mg/kgBB atau fenobarbital 5-10mg/kg BB)
9. Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari faktor penyebab
kejang: a) Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu yang berpenyakit DM
b) Apakah kemungkinan bayi prematur c) Apakah kemungkinan bayi
mengalami asfiksia d) Apakah kemungkinan ibu bayi mengidap/ menggunakan
narkotika e) Bila sudah teratasi di ambil bahan untuk pemeriksaan penunjang
laboratorium, CT Scan, Ultrasonografi untuk mencari faktor penyebab kejang.

D. TETANUS NEONATORUM

50
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir
yang disebabkan karena basil klostridium tetani. Tanda-tanda klinis antara lain: bayi
tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah
terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis,
kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata
terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan:
a. Bersihkan jalan napas
b. Longgarkan atau buka pakaian bayi
c. Masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi
d. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
e. Berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang

E. PENANGANAN AWAL KEGAWATDARURATAN PADA BAYI BARU LAHIR


Dalam menangani kasus kegawatdaruratan, penentuan masalah utama
(Diagnosa) dan tindakan cepat, tepat dan tenang tidak panic, walaupun suasana
keluarga pasien atau pun pengantarnya mungkin kepanikan, menghormati hak pasien,
gentleness, komunikatif dan dukungan keluarga.

Penilaian Awal
1. Penilaian dengan periksa pandang
 Menilai Kesadaran
 Menilai Pernapasan
2. Penilaian dengan periksa raba (palpasi)
 Kulit : dingin/demam.
 Nadi : lemah/kuat, cepat/normal
3. Penilaian tanda vital

Penilaian Klinik
1. Anamnesa
- Masalah/keluhan utama yang menjadi alasan pasien datang ke klinik

51
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

- Riwayat penyakit/masalah tersebut termasuk obat-obatan yang sudah


didapat
- Riwayat alergi terhadap obat
2. Pemeriksaan Fisik Umum
- Penilaian keadaan umum dan kesadaran penderita
- Penilaian tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan)
- Pemeriksaan anggota gerak
- Pemeriksaan kepala dan leher
- Pemeriksaan perut
3. Pemeriksaan Obstetri

52
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

DAFTAR PUSTAKA

Bag. Obgin FK Unpad. 2004. Obstetri Patologi. Bandung.

Bennett, V.R dan L.K. Brown. 1996. Myles Textbook for Midwives. Edisi ke-12. London:

Churchill Livingstone.

Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2005. Maternity Nursing. Alih Bahasa: Maria A. Wijayarini,
Peter

I. Anugerah. Edisi ke-4. Jakarta: EGC

Cuningham, F.G. dkk. 2005. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. Bagian 39:911. USA:
McGraw

Hill Fadlun, Achmad Feryanto. 2013. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba
Medika.

JNPK. 2002. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta.

JHPIEGO, Pusdiknakes, dan WHO. 2003. Konsep Asuhan Kebidanan. Jakarta.

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jilid II. Jakarta: EGC.

Prawiroharjo, Sarwono. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia Nukelus Pulposus. Vol
39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta. Indonesia. 2012. Hal 749-751.

Saifuddin, A.B. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Edisi 1. Cetakan 2. Jakarta: YBP-SP.

Winkjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta: YBPSP.

Winkjosastro, H. dkk. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi ke-6. Jakarta: YBPSP

53
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

Vision (sesuaikan dengan S1 kebidanan)


”Menghasilkan sarjana Kebidanan yang unggul dalam pelayanan kebidanan berbasis
komunitas dan berdayasaing globalpadatahun 2030”.
“Producing Diploma of Midwifery who excel in community-based and globally competitive
midwifery services in 2030

Mission
Misi program studi adalah menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian danpengabdian
kepada masyarakat meliputi :
1. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran inovatif bidang kebidanan dengan mengikuti
perkembangan kompetensi global yang berorientasi pada pengembangan kualitas sumber
daya manusia yang profesional dengan keunggulan pelayanan kebidanan berbasis komunitas.
2. Melaksanakan penelitian Ilmiah dalam bidang kebidanan khususnya pelayanan kebidanan
berbasiskomunitas.
3. Melaksanakan pengabdian masyarakat sebagai bentuk kepedulian insan akademik
terhadapkondisi kesehatan, pendidikan, sosial dan kesejahteraan masyarakat dalam bidang
kebidanan khususnya pelayanan kebidanan berbasis komunitas.
4. Melaksanakan kerjasama baik dalam negeri maupun luar negeri dalam bidang Tri
DharmaPerguruan Tinggi.
5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, baik tenaga pendidik maupun
tenagakependidikan agar mampu berdaya saing global.
6. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana untuk mendukung proses pendidikan.

The mission of the study program is to hold higher education, research and
community service including:
1. Implementing innovative education and teaching in the field of midwifery
by following the development of global competencies oriented to the
development of quality professional human resources with the excellence of
community-based midwifery services.
GALUH
2. Conducting scientific research in the field of midwifery especially University
community-based midwifery services.

54
GALUH FAKULTAS ILMU KESEHATAN
University PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

3. Carry out community service as a form of academic human concern


for the health, education, social and welfare conditions of the community
in the field of midwifery especially community-based midwifery services.
4. Carry out cooperation both domestically and abroad in the field of
Higher Education Tri Dharma.
5. Improving the quality of human resources, both educators and
education personnel to be able to be globally competitive.
6. Improving the quality of facilities and infrastructure to support the
education process.

55

Anda mungkin juga menyukai