Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

MATERNITAS

MEMASANG CTG, MELAKUKAN PEMERIKSAAN UMUM

NIFAS

AMBULANSI DINI POST PARTUM

MELAKUKAN PERAWATAN PARINEAL

Disusun Oleh :

KELOMPOK VIII

WIWIK

ESTER

HELDYAN

Dosen Pembimbing :

Ns. Grace C. Sipasulta, M.Kep., Sp.Kep.Mat.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

KALIMANTAN TIMUR

TAHUN 2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulisan makalah Maternitas yang terdiri dari Memasang CTG,
Melakukan Pemeriksaan Umum Nifas, Ambulansi Dini Post Partum dan
Melakukan Perawatan Parineal Dapat Diselesaikan.

Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah Saw, keluarga,


para sahabat dan orang-orang yang istiqomah di jalan-Nya hingga akhir hayat.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang keperawatan,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini
disusun oleh kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
individual maupun yang datang dari luar. Namun penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.

Team kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengajar yang
telah memberikan tugas kepada kami agar dapat mengerti tentang Memasang
CTG, Melakukan Pemeriksaan Umum Nifas, Ambulansi Dini Post Partum dan
Melakukan Perawatan Parineal.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami
mohon untuk saran dan kritikannya supaya kedepannya akan lebih baik dari
sebelumnya.

Balikpapan, Agustus 2019

Kelompok VIII

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ......................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................6

C. TUJUAN ......................................................................7

D. MANFAAT ......................................................................7

E. SISTEMATIKA PENULISAN ..........................................................7

BAB II TINJAUAN TEORI

A. PEMERIKSAAN CARDDIOTOKOGRAFHY..........................................8

B. PEMERIKSAAN NIFAS UMUM ........................................................12

C. AMBULANSI DINI POST PARTUM......................................................27

D. PERAWATAN PERINEAL ....................................................................32

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ................................................................................37

B. SARAN......................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................38

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa yang dilalui oleh setiap wanita setelah
melahirkan. Pada masa tersebut dapat terjadi komplikasi persalinan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Masa nifas ini berlangsung sejak
plasenta lahir sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran atau 42 hari setelah
kelahiran. Kunjungan selama nifas sering dianggap tidak penting oleh tenaga
kesehatan karena sudah merasa baik dan selanjutnya berjalan dengan lancar.
Konsep early ambulation dalam masa postpartum merupakan hal yang perlu
diperhatikan karena terjadi perubahan hormonal. Pada masa ini ibu
membutuhkan petunjuk dan nasihat dari bidan sehingga proses adaptasi
setelah melahirkan berlangsung dengan baik.
Masa nifas ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan
khususnya bidan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan
yang kurang maksimal dapat menyebaban ibu mengalami berbagai masalah,
bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas seperti sepsis puerperalis.
Jika ditinjau dari penyebab kematian ibu, infeksi merupakan penyebab
kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika
tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini.
(1). Cakupan kunjungan ibu nifas pada tahun 2009 adalah 71,54%,
sementara target cakupan kunjungan ibu nifas pada tahun 2015 adalah 90%.
Berdasarkan data dari profil kesehatan tahun 2009 cakupan kunjungan masa
nifas di Jawa Tengah yaitu 73, 38%.
(2). Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan
neonatal pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai
standar. Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas
sedikitnya tiga kali, pada enam jam pasca persalinan sampai dengan hari
ketiga, pada minggu kedua, dan pada minggu keenam termasuk pemberian
vitamin A dua kali serta persiapan dan atau penggunaan alat kontrasepsi
setelah persalinan.

4
(3). Perawat dan Bidan memegang peranan penting dalam upaya
pemerintah untuk meningkatkan kesehatan dan pengertian masyarakat
melalui konsep promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam standar
pelayanan kebidanan, bidan memberikan pelayanan bagi ibu pada masa nifas
melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu
keenam setelah persalinan untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi
melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini, penanganan atau
rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan
penjelasan tentang kesehatan secara umum, personal hygiene, nutrisi,
perawatan bayi baru lahir, pemberian asi, imunisasi dan keluaga berencana.
Dari bukti-bukti terkait bidang profesi, jelas bagi kita bahwa asuhan
postpartum, sebagaimana aspek lain dalam layanan maternitas kurang
dievaluasi dan diteliti, diberikan dengan cara yang sering kali tidak tepat dan
terbagi-bagi serta memiliki fokus manajerial yang tidak teratur yang
menghambat penggunaan sumbersumber secara efisien.
(4). Sebuah sistematic review mengidentifikasi ritual umum lintas
budaya terkait dengan periode postpartum dan bukti untuk efek positif atau
negatif terhadap kesehatan mental ibu yang hasilnya berupa tema umum yang
ada diseluruh budaya mencakup dukungan yang terorganisir, periode istirahat,
pembatasan aktivitas, praktek kebersihan, diet, perawatan bayi dan praktek
untuk mempromosikan kesehatan. Pentingnya tenaga kesehatan untuk
menyadari praktek-praktek budaya umum dan konsekuensi yang dirasakan
karena tidak mengamati mereka.
(5). Hasil penelitian Elvina M pada tahun 2011 di Medan tentang skor
kualitas hidup postpartum berdasarkan faktor demografi ibu menyebutkan
bahwa terdapat 3 perbedaan yang bermakna berdasarkan masalah klinis yang
menyertai dan jenis persalinan. Jenis persalinan mempunyai hubungan yang
bermakna terhadap skor kualitas hidup. Sustini F, Andajani S, Marsudiningsih
A, meneliti tentang Pengaruh pendidikan kesehatan, monitoring dan
perawatan ibu pascapersalinan terhadap kejadian morbiditas nifas di
kabupaten Sidoarjo dan Lamongan Jawa Timur yang hasilnya berupa
monitoring ibu nifas terbukti berhubungan dengan kejadian morbiditas nifas

5
karena dapat memonitor keluhan atau kejadian morbiditas ibu sehingga
dengan monitoring ibu yang baik dapat dideteksi morbiditas ibu lebih banyak.
Kurangnya monitoring ibu selama masa nifas berdampak pada
kemungkinan tidak tercatatnya morbiditas ibu. Perawatan ibu masa nifas
terbukti berhubungan dengan risiko terjadinya morbiditas nifas. Pelaksanaan
perawatan yang kurang baik dapat meningkatkan risiko terjadinya morbiditas
nifas, seperti perawatan payudara untuk mencegah mastitis, membersihkan
diri menggunakan sabun setelah buang air kecil dan buang air besar dapat
mencegah infeksi genitalia
Osman H, Chaaya M, Zein LE, Naassan G, Wick L, dalam penelitian yang
berjudul What do first time mother worry about? A study of usage patterns
and content of call made to a postpartum support telephone hotline
menyebutkan bahwa tingkat pemanfaatan layanan dukungan telepon hotline
untuk postpartum tertinggi adalah pada empat minggu pertama dalam masa
postpartum. Sebagian besar pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan
berhubungan dengan ASI, perawatan rutin bayi baru lahir dan pengelolaan
bayi rewel.
Steven L.C, Michael A.B, Garry A.D, Jane E, Laura M, Janet A.M, et al
dalam penelitian pada tahun 2005 yang berjudul Emergency department use
during the postpartum period : implication for current management of the
puerperium mengemukakan bahwa dari 222,084 wanita yang melahirkan
sebanyak 10,751 datang ke unit gawat darurat dalam 42 hari setelah
melahirkan. 58% pasien menunjukkan kondisi yang berhubungan dengan
kehamilan; 42% pasien menunjukkan kondisi yang tidak berhubungan dengan
kehamilan.
Berdasarkan dari uraian diatas maka dirasa penting untuk melakukan
pemeriksaan umum pada ibu nifas.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana pemeriksaan fisik
umum pada ibu nifas?

C. Tujuan

6
1. Tujuan Umum
Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami tentang pemeriksaan fisik umum pada ibu nifas.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik umum pada ibu nifas.
b. Mahasiswa mampu melakukan pemasangann CTG.
c. Mahasiswa mampu melakukan perawatan perineum.
D. Manfaat
1. Teoritis
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pengembangan mata ajar
keperawatan maternitas khususnya pada ibu nifas
2. Praktisi
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan maternitas khususnya pada ibu nifas
E. Sistematika Penulisan

BAB I : Membahas tentang latar belakang masalah, tujuan umum,


tujuan khusus, manfaat dan sistematika penulisan
BAB II : Membahas tentang tinjauan pustaka pemeriksaan umum pada
ibu nifas, pemasangan CTG, Perawatan Perineum.
BAB III : Membahas tentang kesimpulan dan saran

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pemeriksaan Cardiotocography
1. Pengertian

Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal


Monitor adalah alat yang digunakan untuk memeriksa kondisi
kesehatan janin. Pemeriksaan umumnya dapat dilakukan pada usia
kehamilan 7-9 bulan dan pada saat persalinan. Pemeriksaan CTG
diperoleh informasi berupa signal irama denyut jantung janin (DJJ),
gerakan janin dan kontraksi rahim. Bila terdapat perlambatan maka itu
menandakan adanya gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah
tidak baik. Pada saat bersalin kondisi janin dikatakan normal apabila
denyut jantung janin dalam keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan
dibarengi dengan kontraksi rahim yang adekuat.
Apabila kemungkinan terdapat masalah pada janin maka
dokter akan melakukan pemeriksaan NST (non stress test) dengan
memberikan infus oksitosin untuk menimbulkan kontraksi rahim (his)
dan denyut jantung janin diperiksa dengan CTG. Apabila tampak
kelainan pada hasil pemeriksaan CTG maka dokter kandungan akan
melakukan tindakan persalinan dengan segera.
Pemeriksaan dengan CTG sangat diperlukan pada fasilitas
pelayanan persalinan. Dengan adanya kemajuan teknologi dan
produksi harga peralatan CTG dapat menjadi lebih ekonomis. Dahulu
hanya rumah sakit yang menyediakannya. Agar pelayanan
pemantauan pada ibu hamil dan bersalin berjalan dengan baik rumah
bersalin, klinik dokter bahkan bidan praktek swasta sebaiknya
memiliki CTG agar tidak ada kasus keterlambatan dalam
mendiagnosis adanya masalah pada ibu hamil dan melahirkan.
Cara pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya
pada CTG yang ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ

8
yang satu untuk mendeteksi kontraksi, alat ini ditempelkan selama
kurang lebih 10-15 menit.
Suatu alat untuk mengetahui kesejahteraan janin di dalam
rahim, dengan merekam pola denyut jantung janin dan hubungannya
dengan gerakan janin atau kontraksi rahim. Pemeriksaan CTG penting
dilakukan pada setiap ibu hamil untuk pemantauan kondisi janin
terutama dalam keadaan:
a) Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, tiroid,
penyakit infeksi kronis, dll),
b) Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth
Retriction),
c) Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali),
d) Polihidramnion (air ketuban berlebih).

2. Mekanisme pengaturan DJJ : (normal 120-160dpm).


a) Sistem Saraf Simpatis, yang bekerja pada miokardium, dimana
dengan obat (beta adrenergik) akan merangsang atau
meningkatkan kekuatan otot jantung, frekruensi & curah jantung.
b) Sistem Saraf Para Simpatis, sebagian besar dipengaruhi oleh
N.Vagus yang berasal dari batang otak. Bekerja pada nodul SA dan
AV serta neuron. Rangsangan N.Vagus (ex asetilkolin) akan
menurunkan kerja jantung, frekruensi dan curah jantung,
sedangkan hambatan pada N.Vagus (ex atropin) akan
meningkatkan kerja, frekuensi dan curah jantung.
c) Baroreseptor, letaknya diarkus aorta dan sinus karotid, dimana saat
tekanan tinggi pada daerah tersebut, maka reseptor-reseptornya
akan merangsang N.Vagus untuk menurunkan kerja, frekruensi
dan curah jantung.
d) Kemoreseptor yang terletak di aorta dan badan karotid (bagian
perifer) serta di batang otak (sentral), dimana berf/ dalam
pengaturan kadar CO2 dan O2 pd darah dan cairan otak. Pada saat
O2 turun dan CO2 naik, maka reseptor sentral akan

9
mengakibatkan takhikardi sehingga aliran darah bnayak dan O2
meningkat pd darah dan cairan otak.
e) Sistem Saraf Pusat, berfungsi mengatur variabilitas DJJ. Pd
keadaan tidur dimana aktivitas otak tidak ada, maka variabilitas
menurun.
f) Sistem Hormonal, padakeadaan stress (asfiksia) maka adrenal
mengeluarkna epi&norepi untuk meningkatkan kerja, frekruensi
dan curah jantung.

3. Karakterisitik DJJ :
a) Basa fetal hearth rate, yakni baseline dan variabilitas disaat tidak
ada gerakan dan kontraksi uterus.
b) Reactivity, merupakan perubahan pola DJJ saat ada gerakan dan
kontraksi.
c) Baseline Rate
Normal 120-160dpm, ada juga yang membuat 120-150
dpm. Takhikardi jika djj > 160dpm, dan bradikardi jika djj <
120dpm.
d) Takhikardi dapat terjadi pada keadaan : (Hipoksia janin (ringan /
kronik), Kehamilan preterm (<30 minggu), Infeksi ibu atau janin,
Ibu febris atau gelisah, Ibu hipertiroid, Takhiaritmia janin, Obat-
obatan (mis. Atropin, Betamimetik.).

4. Variabilitas DJJ
Suatu gambaran osilasi yang tidak teratur yang tampak pada
rekaman djj, dan merupakan hasil dari interaksi antara saraf simpatis
(kardioakselerator) dengan sistem para (kardiodeselerator). Pada
keadaan hipoksia variabilitas akan menurun sampai menghilang.
Dibedakan atas dua : variabilitas jangkla pendek dan jangka panjang.
Jangka panjang dibedakan lagi : normal (6-25dpm), berkurang (2-
5dpm), menghilang (<2dpm) dan saltatory (>25dpm).

10
5. Perubahan Periodik DJJ
Suatu perubahan pola djj yang berhubungan dengan kontraksi dan
gerakan janin (akselerasi dan deselerasi). Indikasi CTG : Hipertensi,
DMG, gerak janin kurang, riw. obstetri jelek, PRM, postterm,
oligohidramnion, polihidramnion, gamelli, iugr, ibu dengan penyakit
penyerta, kehamilan dengan anemia.

6. Syarat Pemeriksaan CTG


a) Usia kehamilan mulai 28 minggu,
b) Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan),
c) Punktum maksimun denyut jantung janin (DJJ) diketahui,
d) Prosedur pemasangan alat sesuai dengan petunjuk penggunaan,
e) Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.
f) Waktu pemeriksaan selama 20 menit,
g) Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak
menyakitkan ibu maupun bayi,
h) Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat
segera diberikan pertolongan yang sesuai,
i) Konsultasi langsung dengan dokter kandungan

7. Indikator Pemeriksaan CTG


Pemeriksaan CTG penting dilakukan pada:
a) Ibu dengan :
1) Pre-eklampsia-eklampsia,
2) Ketuban pecah,
3) Diabetes melitus,
4) Kehamilan 40 minggu,
5) Vitium cordis,
6) Asthma bronkhiale,
7) Inkompatibilitas Rhesus atau ABO,
8) Infeksi TORCH,

11
9) Bekas SC,
10) Induksi atau akselerasi persalinan,
11) Persalinan preterm,
12) Hipotensi,
13) Perdarahan antepartum,
14) Ibu perokok,
15) Berusia lanjut (>35 tahun),
16) Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit
ginjal, penyakit paru, penyakit jantung, dan penyakit tiroid.,
17) Untuk kehamilan beresiko rendah untuk memonitoring
kesejahteraan janin.

b) Janin
1) Pertumbuhan janin terhambat (PJT),
2) Gerakan janin berkurang,
3) Suspek lilitan tali pusat,
4) Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin,
5) Hidrops fetalis,
6) Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar,
7) Mekoneum dalam cairan ketuba,
8) Riwayat lahir mati.
9) Kehamilan ganda.

B. Pemeriksaan Nifas Umum

1. Pengertian Masa Nifas (Puerperium)


Menurut Rukiyah (2011) dalam Prawirohardjo (2002) masa
nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung kira-kira enam minggu.
Puerperium adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya
reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney, 2007).

12
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keaadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita
yang melalui periode puerperium disebut puerura. Puerperium (nifas)
berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang
diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal.
Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-
hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu. Batasan waktu nifas yang
paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi
dalam waktu yang relative pendek darah sudah keluar, sedangkan
batasan maksimumnya adalah 40 hari.
Jadi Masa Nifas (Puerperium) adalah masa setelah keluarnya
plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan
secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.
(Eny Retna. 2010).
Wanita yang melalui periode puerperium disebut puerpura.
Batasan waktu nifas yang paling singkat tidak ada batas waktunya,
bahkan bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah keluar,
sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari. Jadi masa nifas
adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi
pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung
selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2008).

2. Tahapan Masa Nifas


Menurut Ai Yeyeh, dkk (2011), tahapan masa nifas meliputi:
a) Puerperium dini
Masa kepulihan antara ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan.
b) Puerperium intermedial
Masa kepulihan menyeluruh organ-organ genetalia, kira-kira
antara 6-8 minggu.

13
c) Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi.
Sebagai catatan waktu untuk sehat sempurna bisa cepat bila
kondisi sehat prima atau juga bisa berminggu-minggu, bulan,
bahkan tahunan, bila ada gangguan-gangguan kesehatan lainnya
(Suherni, 2008).
Menurut Haumah (2010), secara garis besar terdapat tiga proses
penting di masa nifas yaitu sebagai berikut:
a) Pengecilan rahim atau involusi Rahim adalah organ tubuh yang
spesifik dan unik, karena dapat mengecil serta membesar dengan
menambah dan mengurangi jumlah selnya. Pada wanita yang
tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram dengan ukuran kurang
lebih sebesar telur ayam. Selama kehamilan rahim semakin lama
akan makin membesar.
Bentuk otot rahim mirip jala berlapis tiga dengan serat-
seratnya yang melindungi kanan, kiri, dan transversal. Di
antara otot-otot itu ada pembuluh darah yang mengalirkan
darah ke plasenta. Setelah plasenta lepas, otot rahim akan
berkontraksi atau mengerut hingga pembuluh darah terjepit dan
perdarahan berhenti. Setelah bayi lahir, umumnya berat rahim
menjadi sekitar 1000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2
jari di bawah umbilicus. Setelah 1 minggu kemudian beratnya
sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi.
Secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-
lahan kebentuk semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah
sekitar 40-60 gram. Pada saat ini dianggap bahwa masa nifas
sudah selesai. Sebenarnya rahim akan kembali keposisinya
yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan ini,
bukan rahim saja yang kembali normal, tetapi juga kondisi ibu
secara keseluruhan.

14
b) Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal.
Selama hamil, darah ibu relatif encer karena cairan darah
ibu banyak. Sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan
pemeriksaan kadar hemoglobinnya ( Hb ) akan tampak sedikit
menurun dan angka normalnya sebesar11-12 gr%. Jika
hemoglobinnya terlalu rendah, maka bisa anemia atau kekurangan
darah. Oleh karena itu, selama itu perlu diberi obat-obatan
penambah darah, sehingga darahnya bertambah dan konsentrasi
darah hemoglobinnya normal atau tidak terlalu rendah. Setelah
melahirkan, sistem sirkulasi darah ibu akan kembali seperti
semula. Darah kembali mengental, dimana kadar perbandingan
sel darah dan cairan darah kembali normal. Umumnya hal ini
terjadi pada hari ke-3 sampai ke-15 pasca persalinan.
c) Proses laktasi atau menyusui
Proses laktasi ini timbul setelah plasenta lepas. Plasenta
hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang
menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas hormon
plasenta tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI. ASI
keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun, hal yang luar biasa
adalah sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang
sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan
antibody pembunuh kuman.

3. Tujuan Asuhan Masa Nifas


Menurut Rukiyah (2011) dalam Saifuddin (2006) selama bidan
memberikan
asuhan sebaiknya bidan mengetahui apa tujuan dari pemberian asuhan
pada ibu nifas. Tujuan diberikannya asuhan pada ibu selama masa
nifas antara lain :
a) untuk Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik secara fisik
maupun psikologis dimana dalam asuhan pada masa ini peranan
keluarga sangat penting, dengan pemberian nutrisi, dukungan
psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu terjaga.

15
b) Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana
bidan harus melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu
nifas secara sistematis yaitu mulai pengkajian data subjektif,
objektif maupun penunjang.
c) Setelah bidan melaksanakan pengkajian data maka bidan harus
menganalisa data tersebut sehingga tujuan asuhan masa nifas ini
dapat mendeteksi masalah yang terjadi pada ibu dan bayi.
d) Mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya, yakni setelah masalah ditemukan maka bidan dapat
langsung masuk ke langkah berikutnya sehingga tujuan diatas
dapat dilaksanakan.
e) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.

4. Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas


Menurut Rukiyah (2011) setelah proses persalinan selesai bukan
berarti tugas dan tanggung jawab seorang bidan terhenti, karena
asuhan kepada ibu harus dilakukan secara komprehensif dan terus
menerus, artinya selama masa kurun reproduksi seorang wanita harus
mendapatkan asuhan yang berkualitas dan standar, salah satu asuhan
berkesinambungan adalah asuhan ibu selama masa nifas, bidan
mempunyai peran dan tanggung jawab antara lain:
a) Bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi dalam beberapa saat
untuk memastikan keduanya dalam kondisi yang stabil.
b) Periksa fundus tiap 15 menit pada jam pertama, 20-30 menit pada
jam kedua, jika kontraksi tidak kuat. Massase Uterus sampai
keras karena otot akan menjepit pembuluh darah sehingga
menghentikan perdarahan.
c) Periksa tekanan darah, kandung kemih, nadi, perdarahan tiap 15
menit pada jam pertama dan tiap 30 menit pada jam kedua.

16
d) Anjurkan ibu minum untuk mencegah dehidrasi, bersihkan
perineum, dan kenakan pakaian bersih, biarkan ibu istirahat, beri
posisi yang nyaman, dukung program bounding attachman dan
ASI eksklusif, ajarkan ibu dan keluarga untuk memeriksa fundus
dan perdarahan, beri konseling tentang gizi, perawatan payudara,
kebersihan diri.
e) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa
nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan
fisik dan psikologis selama masa nifas.
f) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
g) Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan
rasa nyaman.
h) Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan
ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
i) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
j) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bhaya, menjaga
gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman.
k) Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnose dan rencana tindakan serta
melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi
selama periode nifas.
5. PerubahanFisiologis Masa Nifas
a) Perubahan Sistem Reproduksi
Menurut Mitayani (2009) perubahan-perubahan yang terjadi
antara lain sebagai berikut :
1) Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses
involusi uterus adalah sebagai berikut:
I. Iskemia Miometrium : hal ini disebabkan oleh kontraksi
dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah

17
pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi
relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
II. Atrofi jaringan : atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
III. Autolysis : merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga
panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan.
Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
IV. Efek Oksitosin : oksitosin menyebabkan terjadinya
kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan
pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi
situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan.

2) Lokhia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang
mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran
antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokhia. Lokhia
adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa atau alkalis yang membuat organisme berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina
normal.
Lokhia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap
wanita. Lokhia mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokhiarubra,
sanguilenta, serosa dan alba.
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita
postpartum dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini

18
terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat
wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir
keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia
sekitar 240 hingga 270 ml.
3) Vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan. Rugae timbul kembali pada
minggu ke tiga. Ukuran vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat
perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi
secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi
tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat
mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan
vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada
akhir puerperium dengan latihan harian.

b) Perubahan sistem pencernaan


Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa hal,diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol
darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun
demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali
normal (Wheeler, 2003).
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem
pencernaan, antara lain :
1) Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga
diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan
nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus
kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah
melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan
selama satu atau dua hari.
2) Motilitas

19
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus
cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.
Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3) PengosonganUsus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini
disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan
dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, kurang
makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem
pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk
kembali normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar
kembali teratur, antara lain:
I. Pemberian diet atau makanan yang mengandung serat.
II. Pemberian cairan yang cukup.
III. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
IV. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
V. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian
huknah atau obat yang lain.

c) Perubahan Tanda-Tanda Vital


1) Suhu badan : setelah melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang
lebih 0,5 derajat celcius dari keadaan normal, setelah dua jam
pertama melahirkan suhu badan akan kembali normal.
2) Nadi dan pernafasan : nadi berkisar antara 60-80 denyutan per
menit setelah melahirkan, dan dapat terjadi bradikardia. Bila
terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas, mungkin ada
perdarahan berlebihan pada penderita, sedangkan pernafasan
akan sedikit lebih meningkat setelah melahirkan kemudian
kembali seperti keadaan seperti semula.
3) Tekanan darah : setelah melahirkan pada kasus normal, tekanan
darah biasanya tidak berubah. Bila terjadi hipertensi post
partum akan menghilang dengan sendirinya bila tidak ada
penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam setengah
bulan tanpa pengobatan.

20
6. Kebijakan Program Nasional Nifas
Seorang bidan pada saat memberikan asuhan kepada ibu dalam
masa nifas, ada beberapa hal yang harus dilakukan, akan tetapi
pemberian asuhan kebidanan pada ibu masa nifas tergantung dari
kondisi ibu sesuai dengan tahapan perkembangannya antara lain
(Saleha, 2009).
a) Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan) : mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri; mendeteksi dan
merawat penyebab lain perdarahan : rujuk bila perdarahan
berlanjut; memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri; pemberian ASI awal; melakukan hubungan antara ibu
dan bayi baru lahir; menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia; jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2
jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam
keadaan sehat.
Menurut Varney (2007), selama puerperium awal bidan
sebaiknya menemui wanita sedikitnya satu hari sekali. Setiap
kunjungan meliputi aspek sebagai berikut:
1) Tinjauan Catatan Klien.
Sebelum bidan memulai kunjungan, bidan meninjau setiap
bagian perawatan kelahiran dan antepartum yang belum
diketahuinya sehingga ia dapat memiliki pengetahuan ketika
berbicara dengan ibu baru tersebut. Hal ini meliputi
kewaspadaan terhadap adanya komplikasi pada status
kesehatan bayi baru lahir. Peninjauan catatan sejak kelahiran
juga membantu bidan mengetahui catatan tanda-tanda vital ibu,
hasil laboratorium, penggunaan obat-obatan, dan setiap
komentar dari perawat. Catatan perkembangan dan program
sebelumnya juga ditinjau. Waktu yang sudah berlalu sejak

21
kelahiran, dalam jam atau hari, dipastikan untuk
mengidentifikasi temuan fisik yang diharapkan.
2) Riwayat
Saat bidan memulai kunjungannya, topic pertamanya
adalah kelahiran. Saat wanita membagi pengalamannya, ia
memberi informasi yang dapat divalidasi atau di perbaiki, dan
memberi petunjuk topic mana yang merupakan masalah besar
baginya. Informasi tambahan dapat ditanyakan untuk mengkaji
pemulihan fisik dan kemajuan ibu dalam belajar menjadi orang
tua bagi anaknya yang baru lahir.
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan selama periode pasca partum awal meliputi
sebagai berikut:
I. Pengkajian tanda-tanda vital termasuk kecenderungan
selama periode setelah kelahiran.
II. Pemeriksaan payudara termasuk menunjukkan adanya
kolostrum dan penatalaksanaan puting susu pada wanita
menyusui.
III. Auskultasi jantung dan paru-paru, sesuai indikasi keluhan
ibu, atau perubahan nyata pada penampilan atau tanda-
tanda vital.
IV. Evaluasi bagian perut ibu terhadap involusio uterus dan
kandung kemih.
V. Evaluasi nyeri tekan sudut costo-vertebral angle (CVA) jika
di indikasikan oleh keluhan maternal atau tanda-tanda
klinis.
VI. Pengkajian perineum terhadap memar, edema, hematoma
dan penyembuhan setiap jahitan.
VII. Pemeriksaan tipe, kuantitas dan bau lokhia
VIII. Pemeriksaan anus terhadap adanya haemoroid
IX. Pemeriksaan ekstremitas terhadap adanya edema, nyeri
tekan atau panas pada betis dan refleks.

22
b) Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan) : memastikan involusio
uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus dibawah
umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal; memastikan ibu
mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat; memastikan ibu
menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit; memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada
bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari.
c) Kunjungan ke-3 (2 minggu setelah persalinan) : disesuaikan
berdasarkan perubahan fisik, fisiologis, dan psikologis yang
diharapkan dalam dua minggu pasca partum. Perhatian khusus
harus diberikan pada seberapa baik wanita mengatasi perubahan
ini dan tanggung jawabnya yang baru sebagai orang tua. Pada saat
ini juga adalah kesempatan terbaik untuk meninjau pilihan
kontrasepsi yang ada. Banyak pasangan memilih memulai
hubungan seksual segera setelah lokhia ibu menghilang.
d) Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan) : menanyakan pada
ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami; memberikan
konseling untuk keluarga berencana secara dini, imunisasi, senam
nifas, dan tanda-tnda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi.
Meskipun puerperium berakhir sekitar enam minggu, yang
menunjukkan lamanya waktu yang digunakan saluran reproduksi
wanita untuk kembali ke kondisi pada saat tidak hamil.
Pemeriksaan yang dilakukan pada kunjungan ini sering kali terdiri
dari pemeriksaan riwayat lengkap, fisik, dan panggul. Selain itu,
kunjungan meliputi penapisan adanya kontra indikasi terhadap
setiap metode keluarga berencana. Selain pengkajian yang dibahas
diatas untuk penggunaan pnggilan telepon atau kunjungan dua
minggu, riwayat tambahan lain meliputi sebagai berikut:
1) Permulaan hubungan seksual dan waktu penggunaan
kontrasepsi,
2) Metode keluarga berencana yang di inginkan,

23
3) Adanya gejala demam, kedinginan, pilek dan flu,
4) Payudara apakah ada masalah pada puting susu, perawatan
payudara, atau gejala mastitis.
5) Fungsi perkemihan,
6) Perubahan lokhia,
7) Kram atau nyeri tungkai

7. Program Tindak Lanjut Asuhan Masa Nifas di Rumah


Suatu kunjungan rumah akan mendapat lebih banyak
kemajuan apabila direncanakan dan diorganisasikan dengan baik.
Bidan perlu meninjau kembali catatan kesehatan ibu, rencana
pengajaran dan catatan lain yang bisa digunakan sebagai dasar
wawancara dan pemeriksaan serta pemberian perawatan lanjutan yang
diberikan. Setelah kunjungan tersebut direncanakan, bidan haru
mempersiapkan semua peralatan yang diperlukan, materi instruksi dan
keterangan yang dapat diberikan kepada keluarga yang akan
dikunjungi (Saleha, 2009).
Setelah melahirkan ibu memasuki masa nifas dimana sebelum
pulang dari tempat bidan, ibu harus diberikan beberapa petunjuk untuk
melakukan perawatan baik terhadap dirinya maupun terhadap bayinya,
hal ini dapat dilakukan ibu dan dibantu oleh suami, maupun
keluarganya agar ibu dapat mempelajari semua yang harus dilakukan
maka ibu diberikan buku pegangan agar jika ibu lupa melakukannya
ibu dapat melihat ulang apa yang harus dilakukan (Saleha, 2009).
Kunjungan rumah post partum memiliki keuntungan yang sangat
jelas karena membuat bidan dapat melihat dan berinteraksi dengan
anggota keluarga di dalam lingkungan yang alami dan aman. Bidan
mampu mengkaji kecukupan sumber yang ada dirumah, demikian
pula keamanan dirumah dan lingkungn sekitar. Kedua data tersebut
bermanfaat untuk merencanakan pengajaran atau konseling kesehatan.
Kunjungan rumah lebih mudah dilakukan untuk mengidentifikasi
penyesuaian fisik dan psikologis yang rumit (Saleha, 2009).

24
Menurut Saleha (2009) selain keuntungan, kunjungan rumah post
partum juga memiliki keterbatasan yang masih sering dijumpai, yaitu
sebagai berikut:
a) Besarnya biaya untuk mengunjungi pasien yang jaraknya jauh.
b) Terbatasnya jumlah bidan dalam memberi pelayanan kebidanan.
c) Kekhawatiran tentang keamanan untuk mendatangi pasien di
daerah tertentu.

8. Kebutuhan Dasar dalam Masa Nifas


Menurut Dainty, dkk (2014) ada tujuh kebutuhan ibu nifas antara lain:
a) Nutrisi dan Cairan tubuh
Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh
terhadap infeksi, mencegah konstipasi, dan untuk memulai proses
pemberian ASI eksklusif. Asupan kalori perhari ditingkatkan
sampai 2700 kalori. Asupan cairan perhari ditingkatkan sampai
3000 ml (susu 1000 ml), suplemen zat besi dapat diberikan pada
ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran.
Gizi ibu menyusui dibutuhkan untuk produksi ASI dan
pemulihan kesehatan ibu. Kebutuhan gizi yang perlu diperhatikan
antara lain:
b) Makanan dianjurkan seimbang antara jumlah dan mutunya.
c) Banyak minum, setiap hari minum lebih dari 6 gelas
d) Makan-makan yang tidak merangsang, baik secara termis,
mekanis atau kimia untuk menjaga kelancaran pencernaan.
e) Batasi makanan yang berbau keras.
f) Gunakan makanan yang dapat merangsang produksi ASI,
misalnya sayuran hijau.
g) Diet dalam masa nifas harus bergizi, bervariasi dan seimbang.
Diet ini seharusnya tinggi kalori. Total makanan yang
dikonsumsi dianjurkan mengandung 50-60% karbohidrat,
lemak sebesar 25-35% dari total makanan, jumlah protein 10-
15% zat besi, dan vitamin.

25
h) Eliminasi
Bidan harus mengobservasi adanya distensi abdomen dengan
mempalpasi dan mengauskultasi abdomen, terutama pada post
seksio sesaria. Rangsangan untuk berkemih dapat diberikan
dengan rendam duduk ( sith bath ) untuk mengurangi oedema dan
relaksasi sfingter, lalu kompres hangat atau dingin. Jika perlu
pasang kateter sewaktu.

i) Hygiene
Sering membersihkan perineum akan meningkatkan rasa
nyaman dan mencegah infeksi. Penggantian pembalut hendaknya
sering dilakukan, setidaknya setelah membersihkan perineum,
berkemih atau defekasi. Pada masa post partum ibu rentan
terhadap infeksi. Karena itu menjaga kebersihan sangat penting
untuk mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan
tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungannya.
j) Istirahat
Ibu nifas membutuhkan tidur dan istirahat yang cukup. Setelah
selama sembilan bulan ibu mengalami kehamilan dengan beban
kandungan yang begitu berat, banyak keadaan yang menganggu
lainnya, dan proses persalinan yang melelahkan, ibu
membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan
keadaannya. Seorang wanita dalam masa nifas dan menyusui
memerlukan waktu lebih banyak untuk istirahat karena dalam
proses penyembuhan, terutama organ-organ reproduksi dan untuk
kebutunan menyusui bayinya. Jika ibu kurang beristirahat dapat
menganggu produksi ASI, memperlambat proses involusi,
memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi, dan
menimbulkan rasa ketidakmampuan merawat bayi.
k) Seksualitas
Seksualitas ibu nifas dipengaruhi oleh derajat rupture
perineum dan penurunan hormon steroid setelah persalinan.
Keinginan seksual ibu menurun karena kadar hormon rendah,
adaptasi peran baru, keletihan (kurang istirahat dan tidur).

26
l) Latihan dan senam nifas
Tujuan latihan pasca melahirkan adalah :
1) Menguatkan otot-otot perut sebingga menghasilkan bentuk
tubuh yang baik.
2) Mengencangkan dasar panggul sehingga mencegah atau
memperbaiki inkontinensia stress.
3) Membantu memperbaiki sirkulasi darah di seluruh tubuh.

C. Ambulasi Dini Post Partum

1. Pengertian
Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk selekas mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidumya dan
membimbingnya selekas mungkin berjalan (Jannah, 2011).
Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk secepat mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan
membimbingnya secepat mungkin untuk berjalan. Pada persalinan
normal baiknya mobilisasi dini dikerjakan setelah 2 jam, ibu boleh
miring kiri atau miring kanan untuk mencegah adanya thrombosis
(Dewi, 2011).
Mobilisasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan segera
bangun dari tempat tidur dan bergerak agar lebih kuat dan lebih baik.
Gangguan berkermih dan buang air besar juga dapat teratasi
(Anggraini, 2010).
Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini
adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin
dengan arah membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi
fisiologis. Mobilisasi dini tidak dibenarkan pada ibu post partum
dengan penyulit misalnya anemia, penyakit jantung, paru-paru,
demam, dan sebagainya.

2. Manfaat Mobilisasi Dini


a) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium,
b) Mempercepat involusi alat kandungan,
c) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan,

27
d) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolism. (Manuaba, 2010).

3. Resiko Bila Tidak Melakukan Mobilisasi Dini


Menurut Manuaba (2010), berbagai masalah dapat terjadi bila
tidak melakukan mobilisasi dini, yaitu :
a) Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak
baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan
menyebabkan infeksi, salah satu tanda infeksi adalah peningkatan
suhu tubuh.
b) Perdarahan yang abnormal, dengan mobilisasi dini kontraksi
uterus akan baik, sehingga fundus uteri keras, maka resiko
perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan. Karena kontraksi
membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.
c) Involusi uteri yang tidak baik, apabila tidak dilakukan
mobilisasi dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa
plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.
Selain resiko diatas, dampak yang dapat terjadi bila mobilisasi
dini tidak dilakukan adalah kurangnya suplai darah dan pengaruh
hipoksia pada luka. Luka dengan suplai darah yang buruk akan
sembuh dengan lambat. Jika factor-faktor esensial untuk
penyembuhan, seperti oksigen, asam amino, vitamin dan mineral,
sangat lambat mencapai luka karena lemahnya vaskularisasi, maka
penyembuhan luka tersebut akan terhambat, meskipun pada pasien-
pasien yang nutrisinya baik. (Morison, 2011).

4. Rentang Gerak Mobilisasi Dini


Menurut Manuaba (2010), dalam mobilisasi dini terdapat tiga rentang
gerak yaitu:
a) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain

28
secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan
kaki pasien.
b) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta
sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif
misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan.

5. Tahapan-tahapan mobilisasi dini


Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih
bila persalinan berlangsung lama, karena ibu harus cukup beristirahat,
dimana ibu harus tidur telentang selama 2 jam post partum untuk
mencegah perdarahan post partum. Kemudian ibu boleh miring ke kiri
dan ke kanan untuk mencegah terjadinya thrombosis dan
tromboemboli. Lalu belajar duduk setelah dapat duduk, lalu dapat
jalan-jalan dan biasanya boleh pulang. Mobilisasi dini ini tidak
mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan,
nifas, dan sembuhnya luka. Sebaiknya ibu nifas dapat melakukan
mobilisasi dini setelah kondisi fisiknya mulai membaik.
Menurut Ifafan (2010), mobilisasi dini dilakukan secara
bertahap yaitu:
a) Miring kiri / miring kanan setelah 2 jam post partum.
b) Duduk sendiri setelah 6-8 jam post partum.
c) Berjalan setelah 12 jam post partum.

6. Macam-Macam Mobilisasi Dini (Saifuddin, 2010)


a) Mobilisasi penuh
Yaitu seluruh anggota dapat melakukan mobilisasi secara
normal. Mobilisasi penuh mempunyai peranaan penting dalam
menjaga kesehatan baik secara fisiologis maupun psikologis.
b) Mobilisasi sebagian
Yaitu sebagian dari anggota badan yang dapat melakukan
mobilisasi secara normal. Terjadi pada pasien dengan gangguan
saraf motoric dan sensorik, terdiri dari :

29
1) Mobilisasi sebagian dengan temporer, disebabkan oleh
trauma yang reversible,
2) Pada system musculoskeletal,
3) Mobilisasi sebagian permanen disebabkan karena rusaknya
system saraf yang reversible (hemiplagi karena kecelakaan).

7. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi


a) Factor fisiologis
Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap system tubuh
bereesiko terjadi gangguan, tingkat kepparahan dari gangguan
tersebut terganggu pada kondisi kesehatan secara keseluruhan,
serta tingkat mobilisasi yang dialami.
b) System endokrin
Merupakan produksi hormone sekresi kelenjar, membantu
mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti respon
terhadap stress dan cedera, pertumbuhan dan erkembangan,
reproduksi, hemoestatis ion, dan metabolism energy. Ketika cedera
atau stress terjadi, system endokrin memicu serangkaian respon
yang bertujuan mempertahankan tekanan darah yang memelihara
hidup. System endokrin berperan dalam pengaturan lingkungan
internal dengan memmpertahankan keseimbangan natrium,
kalium, air, dan keseimbangan asam basa. Sehingga system
endokrin bekerja sebagai pengatur metabolism energy.
c) Factor emosional
Factor emosional yang mempengaruhi mobilisasi dini adalah
cemas (ansietas). Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang
yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme
diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan.
d) Ketidakmampuan atau kelemahan fisik dan mental
Persalinan merupakan proses yang melelahkan, saat
persalinan ibu menggerakkan seluruh tenaganya untuk melewati
proses persalinan yang panjang, tidak jarang setelah melahirkan

30
ibu lebih sering memilih tidur daripada melakukan pergerakan
secara bertahap.
e) Depresi
Besar kemungkinan setelah melahirkan ibu akan mengalami
depresi. Biasanya depresi berlangsung sekitar satu sampai dua
hari, hal ini data terjadi karena perubahan mendadak dari
hormone. Gejalanya berupa mudah tersinggung, menangis tanpa
sebab, gelisah, takut pada hal yang sepele.

D. Perawatan Perineal
1. Pengertian perawatan perineum
Vulva hygiene adalah membersihkan vulva dan daerah sekitarnya
pada pasien wanita yang sedang nifas atau tidak dapat melakukannya
sendiri. Pasien yang harus istirahat di tempat tidur (misalnya,
karena hipertensi, pemberian infus,section caesarea) harus dimandikan
setiap hari dengan pencucian daerahperineum yang dilakukan dua kali
sehari dan pada waktu sesudah selesai membuang hajat. Meskipun ibu
yang akan bersalin biasanya masih muda dan sehat, daerah daerah
yang tertekan tetap memerlukan perhatian serta perawatan protektif.
Setelah ibu mampu mandi sendiri (idealnya, dua kali sehari),
biasanya daerah perineum dicuci sendiri dengan menggunakan air
dalam botol atau wadah lain yang disediakan khusus untuk keperluan
tersebut. Penggantian tampon harus sering dilakukan, sedikitnya
sesudah pencucian perineum dan setiap kali sehabis ke belakang atau
sehabis menggunakan pispot. Payudara harus mendapatkan perhatian
khusus pada saat mandi yang bisa dilakukan dengan memakai spons
atau shower dua kali sehari. Payudara dibasuh dengan menggunakan
alat pembasuh muka yang disediakan khusus untuk keperluan ini.
Kemudian masase payudara dilakukan dilakukan dengan perlahan –
lahan dan puting secara hati – hati ditarik keluar. Jangan
menggunakan sabun untuk membersihkan putting.
Vulva hygiene adalah tindakan keperawatan pada alat kelamin
perempuan, yaitu perawatan diri pada organ eksterna yang terdiri atas

31
mons veneris, terletak didepan simpisis pubis, labia mayora yang
merupakan dua lipatan besar yang membentuk vulva, labia minora,
dua lipatan kecil di antara atas labia mayora, klitoris, sebuah jaringan
eriktil yang serupa dengan penis laki-laki, kemudian juga bagian yang
terkait di sekitarnya seperti uretra, vagina, perineum, dan anus.

2. Tujuan perawatan perineum


Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah
mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan
jaringan.
Sedangkan menurut Moorhouse et. al. (2001), adalah pencegahan
terjadinya infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari
setelah kelahiran anak atau aborsi.

3. Bentuk Luka Perineum


Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :
a) Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh
rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala
janin atau bahu pada saat proses persalinan.
Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang
robek sulit dilakukan penjahitan. (Hamilton, 2002).

b) Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum
untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum
keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 1996).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum
dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan ini
dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek teregang oleh
kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi
lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi
episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau mediolateral. Insisi
garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak banyak

32
pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah
diperbaiki (Jones Derek, 2002).
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi dan
rupture yang sering dijumpai dalam proses persalinan yaitu :
1) Episiotomi medial
2) Episiotomi mediolateral
Sedangkan rupture meliputi
1) Tuberositas ischii
2) Arteri pudenda interna
3) Arteri rektalis inferior

4. Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi
organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya
mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat
dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan
penampung lochea (pembalut) (Feerer, 2001).
Sedangkan menurut Hamilton (2002), lingkup perawatan perineum
adalah :
a) Mencegah kontaminasi dari rectum,
b) Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma,
c) Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.

5. Waktu Perawatan
Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah:
a) Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut,
setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri
pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu
dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum
ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.

33
b) Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil
kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni padarektum
akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum
untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
c) Setelah buang air besar
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa
kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi
bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka
diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara
keseluruhan.

6. Dampak Dari Perawatan Luka Perinium


Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat
menghindarkan hal berikut ini :
a) Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan
sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
b) Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada
saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat
berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi pada jalan lahir.
c) Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan
terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik
ibu post partum masih lemah (Suwiyoga,1995)

7. Perawatan Perineal Wanita


Perawatan perineal pada wanita meliputi pembersihan genitalia
eksternal. Prosedur biasanya dilakukan selama mandi. Kebanyakan

34
wanita menyukai mencuci area perineal mereka sendiri bila secara
fisik mereka mampu melakukannya. Perawatan perineal mencegah
dan mengontrol penyebaran infeksi, mencegah kerusakan kulit,
meningkatkan kenyamanan, dan mempertahankan kebersihan. Ketika
memberikan perawatan perineal pada klien, perawat harus
menggunakan sarung tangan untuk mengurangi risiko penularan
mikroorganisme, seperti HIV atau herpes, dari drainase perineal.

8. Pendelegasian
Perawat perineal dapat didelegasikan pada personel asisten.
Namun, tindakan ini tetap menjadi tanggung jawab perawat untuk
menindaklanjutinya untuk menjamin perawatan yang tepat diberikan
dan untuk mencatat hasilnya. Keterampilan ini tidak boleh
didelegasikan bila klien tidak stabil secara medis.

35
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal Monitor adalah alat
yang digunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan janin. Pemeriksaan
umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan dan pada saat
persalinan. Pemeriksaan CTG diperoleh informasi berupa signal irama denyut
jantung janin (DJJ), gerakan janin dan kontraksi rahim. Bila terdapat
perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi plasenta
yang sudah tidak baik. Pada saat bersalin kondisi janin dikatakan normal
apabila denyut jantung janin dalam keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan
dibarengi dengan kontraksi rahim yang adekuat. Menurut Rukiyah (2011)
dalam Prawirohardjo (2002) masa nifas (puerperium) adalah dimulai
setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira enam minggu.

B. Saran
1. Bagi keperawatan, dapat dijadikan sarana pengetahuan dalam pengelolaan
dan pemberian asuhan keperawatan maternitas khususnya pada ibu nifas
2. Bagi Pendidikan, dapat dijadikan saran pengetahuan untuk mahasiswa
dalam melakukan asuhan keperawatan maternitas khususnya pada ibu
nifas.

36
DAFTAR PUSTAKA

Alexander J, Roth C, Levy V. Praktik kebidanan: riset dan isu. Alih bahasa Devi
Yulianti. Jakarta: EGC; 2007. hlm. 227-247.
Dinkes. Standar pelayanan minimal bidang kesehatan. Semarang: Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah; 2009. hlm. 22-24, 31-32.
Griffin RW. Manajemen. Jakarta: Erlangga; 2004. hlm. 88-89.
Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2009. hlm. 67.
Kemenkes RI. Standar kompetensi bidan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2007.
Osman H, Chaaya M, Zein LE, Naassan G, Wick L. What do first time mother
worry about? A study of usage patterns and content of call made to a
postpartum support telephone hotline. BMC Public Health. 2010 [diunduh 10
januaril 2018]; 10:611. Tersedia di http://www.biomedcentral.com/147-
2458/10/611
Saifuddin AB. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta: YBP-SP; 2005. hlm. N23.
Saleha S. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta: Salemba medika; 2009.
hlm.1-7,53-62, 71-76, 79-80.
Sophie Grioradis. Cindylee D. Kenneth F. et al. Postpartum cultural practices: a
systematic review of the evidence. BMC [abstract]. 2008 [diunduh 10 April
2011]; 10.1186 tersedia di http://www.annals-general-psychiatry.com
Sulistyawati A. Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas. Yogyakarta: Andi
Offset; 2009. hlm. 1–6; 74-86.
Sustini F, Andajani S, Marsudiningsih A. Pengaruh pendidikan kesehatan,
monitoring dan perawatan ibu pascapersalinan terhadap kejadian morbiditas

37
nifas di kabupaten Sidoarjo dan Lamongan Jawa Timur. Bul Penel Kesehatan.
2003. [diunduh 15 Mei 2011]; no 2 (31): hlm: 72-82. Tersedia dari
http://www.litbang.depkes.go.id
Varney H, Kriebs Jan M, Gegor LC. Buku ajar asuhan kebidanan edisi 4 (2).
Jakarta: EGC; 2008. hlm.957-980.
WHO press; 2010. hlm. 23-37.
WHO technical consultation on postpartum and postnatal care. Geneva:
William. Obstetri william. Jakarta: EGC; 2007.

38

Anda mungkin juga menyukai