LANDASAN TEORI
1. Analisis SWOT
2. Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis =RCA)
3. Analisis Kekuatan Medan (Field Force Analysis = FFA)
4. Analisis Kesenjangan (Gap Analysis = GA)
5. Pembakuan Mutu (Bench Marking = BM)
6. Metode konstruksi Skenario (Scenarios Construction Method =
SCM)
7. Metode Analisis Identifikasi Isu (issue identification and
Analysis Method = IIAM)
2.2 Komunikasi
2.2.1 Pengertian Komunikasi
1. Sumber (source)
Suatu sumber adalah orang yang mempunyai suatu kebutuhan
untuk berkomunikasi. Kebutuhan ini mungkin berkisar dari kebutuhan
sosial untuk diakui sebagai individu hingga kebutuhan berbagai
informasi dengan orang lain atau mempengaruhi sikap atau perilaku
seseoorang atau sekelompok orang lainnya.
2. Penyandian (encoding)
Encoding adalah suatu kegiatan internal seseorang untuk memilih
dan merancang perilaku verbal dan non verbalnya yang sesuai dengan
aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis guna menciptakan suatu pesan.
3. Pesan (message)
Suatu pesan terdiri dari lambing-lambang verbal dan atau
nonverbal yang memiliki perasaan dan pikiran sumber pada suatu saat
dan tempat tertentu. Meskipun encoding merupakan suatu kegiatan
internal yang menghasilkan suatu pesan, pesannya itu sendiri bersifat
eksternal bagi sumber. Pesan adalah apa yang harus sampai dari
sumber ke penerima bila sumber bermaksud mempengaruhi penerima.
4. Saluran (Channel)
Saluran adalah yang menjadi penghubung antara sumber dan
penerima. Suatu saluran adalah alat fisik yang memindahkan pesan
dari sumber ke penerima.
5. Penerima (receiver)
Penerima adalah orang yang menerima pesan dan sebagai akibatnya
menjadi terhubungkan dengan sumber pesan. Penerima mungkin
dikehendaki oleh sumber atau orang lain yang dalam keadaan apapun
menerima pesan sekali pesan itu telah memasuki saluran.
6. Penyandian balik (decoding)
Decoding adalah proses internal penerima dan pemberian makna
kepada perilaku sumber yang mewakili perasaan dan pikiran sumber.
7. Respons penerima (receiver response)
Respons ini bisa beraneka ragam, mulai dari tingkat minimum hingga
tingkat maksimum. Respons minimum adalah keputusan penerima
untuk mengabaikan pesan atau tidak berbuat apapun setelah ia
menerima pesan. Sebaliknya, respons maksimum bisa merupakan
suatu tindakan penerima yang segera, terbuka dan mungkin
mengandung kekerasan. Komunikasi dianggap berhasil, bila respons
penerima mendekati apa yang dikehendaki oleh sumber yang
menciptakan pesan.
8. Umpan balik (feedback)
Umpan balik adalah informasi yang tersedia bagi sumber yang
memungkinkannya menilai keefktifan komunikasi yang dilakukannya
untuk mengadakan penyesuaian- penyesuaian atau perbaikan-
perbaikan dalam komunikasi selanjutnya. Meskipun umpan balik dan
respons bukan hal yang sama, keduanya jelas sangat berkaitan.
2.3 Budaya
2.3.1 Pengertian Budaya
Budaya pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang muncul dari
proses interaksi antar-individu. Nilai-nilai ini diakui, baik secara langsung
maupun tidak, seiring dengan waktu yang dilalui dalam interaksi tersebut.
Bahkan terkadang sebuah nilai tersebut berlangsung di dalam alam bawah
sadar individu dan diwariskan pada generasi berikutnya. Menurut KBBI,
budaya bisa diartikan sebagai pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu
mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, sesuatu yang sudah
menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah ( Nasrullah, 2012: 15).
Sementara dalam pandangan psikologi, sebagaimana yang
dipopulerkan Geert Hofstede, budaya diartikan tidak sekedar sebagai
respons dari pemikiran manusia atau “programming of the mind”,
melainkan juga sebagai jawaban atau respons dari interaksi antarmanusia
yang melibatkan pola-pola tertentu sebagai anggota kelompok dalam
merespons lingkungan tempat manusia itu berada. Definisi Hofstede ini
menekankan bahwa pada dasarnya manusia sebagai individu memiliki
pemikiran, karakteristik, sudut pandang, atau image yang berbeda. Dengan
demikian dalam presfektif psikologi makna kata budaya lebih cenderung
menekankan budaya sebagai upaya yang dilakukan manusia dalam
menghadapi persoalan kehidupan, dalam berkomunikasi, maupun upaya
untuk pemenuhan kebutuhan secara fisik maupun psikis ( Nasrullah, 2012:
16).
Peran budaya sangat besar dalam kehidupan kita. Apa yang kita
bicarakan, bagaimana membicarakannya, apa yang kita lihat, perhatikan
atau abaikan, bagaimana kita berpikir dan apa yang kita pikirkan
dipengaruhi oleh budaya kita. Budaya telah ada sebelum kita lahir dan
akan tetap ada setelah kita meinggal dunia. Dengan kata lain, budaya
“memenjarakan” kita, meskipun kita tidak selalu menyadarinya. Pendek
kata, seperti dikatakan Goodman, manusia telah berkembang hingga ke
titik yang memungkinkan budaya menggantikan naluri dalam menentukan
setiap pikiran dan tindakan kita. Apa yang kita pikirkan dan pilihan
tindakan kita, termasuk cara kita berkomunikasi, adalah hasil dari apa
yang diajarkan dalam budaya kita (Mulyana, 2008:15-16).
2.10 Streotip
a. Pengertian
Stereotip adalah cara pandang terhadap suatu kelompok
sosial dimana cara pandang tersebut digunakan pada setiap
kelompok tersebut. Kita memperoleh informasi dari pihak kedua
maupun media, sehingga kita cenderung untuk menyesuaikan
informasi tersebut agar sesuai dengan pemikiran kita. Stereotip
pada umumnya tidak memiliki sumber yang jelas, berasal dari
karangan-karangan suatu kelompok tertentu atau berasal dari
cerita-cerita turun temurun untuk dipakai sebagai kerangka rujukan
tentang seseorang, kelompok, budaya, bangsa, hingga agama.
Sehingga segala bentuk stereotype adalah belum tentu
kebenarannya, bahkan ada stereotype yang salah sama sekali
kebenarannya. Stereotip bisa berkaitan dengan hal positif atau hal
negatif, stereotip bisa benar juga bisa salah, stereotip bisa berkaitan
dengan individu atau subkelompok (Praditha, 2019: Online.
https://academia.edu>Stereotip).
Stereotip juga digunakan oleh manusia sebagai bagian dari
mekanisme pertahanan diri untuk menyembunyikan keterbatasan
kita atau untuk membenarkan perasaan kita yang rapuh mengenai
superioritas. Stereotip dapat membawa ketidakadilan sosial bagi
mereka yang menjadi korban, dan jika ini terjadi akan
memunculkan pertanyaan terkait etnisitas. Stereotip terkadang juga
melibihi pertanyaan seputar keadilan sosial. Hal ini berkaitan
dengan tendensi yang mengaitkan antara stereotip dengan
persoalan yang bersifat visible seperti prejudice mengenai kelamin,
ras dan etnis (Praditha, 2019: Online.
https://academia.edu>Stereotip).
Sebab munculnya stereotype adalah karena adanya
perbedaan-perbedaan yang ada dalam suatu kelompok tertentu
yang menimbulkan prasangka kelompok lain terhadap keunikan
kelompok tersebut, misalkan perbedaan nilai, budaya, logat,
agama, jenis kelamin dan sebagainya (Praditha, 2019: Online.
https://academia.edu>Stereotip).
b. Fungsi Stereotipe
Fungsi stereotip yaitu (Praditha, 2019: Online.
https://academia.edu>Stereotip) :
1. Menggambarkan suatu kondisi kelompok
2. Memberikan dan membentuk citra kepada kelompok
3. Membantu seseorang dari suatu kelompok untuk mulai bersikap
terhadap kelompok lainnya
4. Melalui stereotype ini kita dapat menilai keadaan suatu kelompok
c. Dimensi Stereotype
Dalam konteks komunikasi antar budaya, stereotype juga bervariasi
dalam beberapa dimensi, antara lain ( Praditha, 2019: Online.
https://academia.edu>Stereotip):
1. Dimensi arah: tanggapan bersifat positif dan negative,
2. Dimensi intensitas: seberapa jauh seseorang percaya pada stereotip
yang dipercayai,
3. Dimensi keakuratan: seberapa tepat suatu stereotype dengan
kenyataan yang biasa ditemui,
4. Dimensi isi: sifat-sifat khusus yang diterapkan pada kelompok
tertentu.
d. Cara Meminimalisir Stereotipe
Jangan hanya memandang suatu kelompok atau individu dari
satu sisi saja dan mengabaikan sisi lainnya yang merupakan sebuah
kelengkapan dalam diri objek dan dilewatkan. Kita harus
menyadari bahwa setiap individu terlahir dengan keunikan
tersendiri sehingga tidak perlu disamakan dengan individu yang
lain apalagi kelompok. Menumbuhkan rasa saling menghargai
terhadap perbedaan pada suatu kelompok. Maka dari itu sudah
saatnya masyarakat lebih objektif dalam menerima sebuah
stereotype yang hadir di tengah kehidupan bermasyarakat. Di
antaranya menanamkan rasa toleransi dalam merajut sebuah
keberagamaan yang dimuai sejak dini, hal ini perlu dilakukan
mengingat stereotype dapat terus menerus dilestarikan melalui
komunikasi yang beredar di kalangan masyarakat dan dapat
diturunkan ke generasi berikutnya (Praditha, 2019: Online.
https://academia.edu>Stereotip).
Untuk menghilangkan stereotip tersebut, ada beberapa konsepsi
yaitu (Saefullah, 2013: 219) :
a. Sadarilah bahwa perbedaan itu adalah sunatullah, tidak bisa
ditolak, baik berbeda karena budaya, etnis, keturunan,
maupun yang lainnya.
b. Pandanglah orang lain yang berbeda dengan kita secara
jernih, akurat dan komprehensif. Pasti pada diri orang lain
itu ada yang positif da nada yang negative. Dari segi
positifnya, kita bisa mengambil manfaatnya.
c. Bersikaplah dewasa menerima perbedaan itu, dan
lapangkanlah hati kita untuk bisa sharing pengetahuan dan
pengalaman.
d. Bersikaplah jujur bahwa diri kita memiliki keterbatasan dan
kekuarangan.
e. Berani dan fair mengakui kelebihan dan kehebatan orang
lain.