Anda di halaman 1dari 2

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yth. Bapak/ Ibu Dewan juri

Yang saya hormati, Panitia Lomba pidato Bahasa Indonesia,

Serta teman-teman yang berbahagia.

Tiada kata indah yang patut kita ucapkan selain ungkapan syukur Alhamdulillah, kita
haturkan kehadirat Allah SWT. Shalawat dan salam, Allahummasholli’ala Muhammad
semoga tetap terlimpahkan kepada Nabiyullah Muhammad saw.

Perkenankanlah saya berdiri di sini, menyampaikan pidato dengan tema


“Melestarikan dan menghilangkan stigma negatif pada langen tayub”.

Hadirin yang terhormat

Berbicara mengenai langen tayub tentunya sudah tidak asing lagi di telinga kita.
Menurut Serat Miruda karya Pangeran Kusumadilaga, Tarian Tayub berasal dari jaman
pemerintah Prabu Suryawisesa. Dikatakan, bahwa setiap Prabu Suryawisesa (Raja Jenggala)
masuk ke Puri,beliau dijemput oleh prameswari yang menari di tengah-tengah Balai
Paringgitan disertai alunan gamelan Laras Slendro. Tari Tayub awalnya berfungsi sebagai
acara jumenengan raja kemudian bergeser menjadi tari sambutan untuk menghormati tamu
agung. Kemudian berkembang menjadi salah satu bagian dari rangkaian upacara syukuran
atau keselamatan bagi seorang pejabat yang mengemban suatu jabatan baru dengan berbagai
tanggung jawab. Hingga kini, Tari Tayub juga masih dipergunakan sebagai tari pergaulan
yang bersifat hiburan atau disebut tarian profan. Selain untuk itu kaum petani juga kerap
menggunakan tarian ini sebagai ritual yang melambangkan kesuburan dari tanah mereka dan
biasa dilakukan setelah masa panen masyarakat tuban yaitu dalam acara sedekah bumi atau
nyadran.

Hadirin yang berbahagia

Oleh sebagian orang tayub adalah budaya jawa yang mempunyai stigma negatif, namun disisi
lain budaya jawa yang satu ini sangatlah populer di kalangan masyarakat terutama di
kalangan masyarakat menengah ke bawah di seantero pelosok kabupaten Tuban Jawa Timur.
Stigma negative ini muncul lantaran setiap ada pertunjukan tayub selalu di ikuti oleh para
oknum yang menjual dan meminum minuma keras / yang memabukan sehingga hal ini
menciderai nilai-nilai budaya tayub yang sesungguhnya. Lantas apakah kita sebagai pelajar
ikut memberikan stigma negatif terhadap tayub? Tentu tidak bukan.
Sebagai seorang pelajar yang cinta tanah air, yang cinta terhadap budaya daerah kita harus
melestarikan budaya tayub ini agar tetap eksis di tengah maraknya hiburan -hiburan manca
negara yang tidak sesuai dengan adat budaya kita.

Hadirin yang saya hormati,

Apa yang harus kita lakukan sebagai seorang pelajar dan generasi milenial agar tayub ini
tetap lestari, disukai para pemuda dan tidak bernilai negatif.

Pertama memulai dari diri kita dan mengajak para pemuda generasi milenial untuk tidak
mencampuradukan antara kesenian tayub dengan meminum minuman keras yang
memabukan, meskipun hal ini berat untuk dijalani namun jika kita niati dengan sungguh -
sungguh insyallah lambat laun akan terbiasa tayub tanpa miras.

Kedua mengikuti dan berperan aktif pada kegiatan ekstra karawitan yang ada do sekolah-
sekolah agar kesenian ini tetap berlanjut, selain itu mengikuti kompetisi -kompetisi yang
berbau budaya seperti lomba karawitan dan tetembangan yang diadakan oleh dinas maupun
instansi lainya.

Ketiga, mengadakan panggung hiburan atau memberikan wadah untuk para pemuda yang
mencintai kesenian daerah seperti langen tayub, karawitan, sandur dan lain sebagainya,
tentunya hal ini membutuhkan dukungan dari semua pihak.

Keempat, mengadakan pagelaran yang ada di tempat-tempat wisata seperti siraman seniman
langen tayub yang biasa dilaksanakan di bektiharjo ini harus tetap dilaksanakan karena hal ini
selain untuk melestarikan tayub juga dapat menarik wisatwan dan memperkenalkan tayub
kepada anak-anak, dan para pemuda milenial.

Hadirin yang saya hormati

Demikian pidato yang dapat saya sampaikan, apabila ada kata-kata yang salah saya
mohon maaf. Tiada gading yang tak retak, tiada mawar yang tak berduri, kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Anda mungkin juga menyukai