Anda di halaman 1dari 17

Konsep Food Security Ala Nabi Yusuf

Kaslam

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar


etos.kaslam@uin-alauddin.ac.id

Abstrak
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama untuk senantiasa
tersedia. Indonesia sebagai salah satu negara agraris, menjadikan beras sebagai bahan
pangan utama. Terdapat banyak masalah yang muncul terkait pengelolaan bahan
pangan di Indonesia, padahal negara ini dikenal sebagai lumbung pangan yang
memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Tulisan ini bertujuan untuk
mengintegrasikan konsep food security ala Nabi Yusuf dengan permasalahan
pengelolaan bahan pangan di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif, dan pengumpulan data dari studi pustaka, berita online yang
terpercaya, artikel jurnal dan buku. Hasilnya, kami mendapati inspirasi food security
ala Nabi Yusuf dalam Al Qur’an Surah Yusuf [43-49]. Dari ayat tersebut, hikmah yang
dapat menjadi rujukan dalam pengelolaan bahan pangan di Indonesia, yaitu
pengelolaan yang bersifat futuristik, pengoptimalan sumber daya alam, bijaksana
dalam bertindak, manajemen perencanaan food security yang matang, prinsip
swasembada, pengelolaan lumbung pangan, dan revitalisasi pembenihan. Harapannya,
inspirasi ini dapat menjadi solusi bagi pengelolaan bahan pangan di Indonesia
Kata Kunci: Pangan; Food Security; Nabi Yusuf
Abstract
Food is the most important basic human need to always be available. Indonesia as an
agricultural country, makes rice as the main food ingredient. There are many problems
that arise related to food management in Indonesia, even though this country is known
as a food barn that has a wealth of abundant natural resources. This paper aims to
integrate the concept of food security in the style of the Prophet Yusuf with the problems
of food management in Indonesia. By using descriptive qualitative research methods,
and collecting data from literature studies, trusted online news, journal articles and
books. As a result, we found inspiration for food security in the style of the Prophet
Yusuf in the Qur'an Surah Yusuf [43-49]. From this verse, the wisdom that can be used
as a reference in the management of food ingredients in Indonesia, namely futuristic
management, optimization of natural resources, wisdom in acting, careful management
of food security planning, the principle of self-sufficiency, management of food barns,
and revitalization of hatcheries. Hopefully, this inspiration can be a solution for food
management in Indonesia
Keyword : Food; Food Security; Nabi Yusuf
A. PENDAHULUAN
Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang sangat penting dan harus
selalu terpenuhi (Ketahanan pangan – Perum BULOG n.d.) Keberadaannya selalu
menjadi perhatian utama bagi individu, keluarga, masyarakat hingga negara. Jika
terjadi kelangkaan pangan disuatu wilayah, maka akan mengakibatkan kekacauan
dan stabilitas masyarakat akan terganggu. Roda perekonomian dan aktivitas
masyarakat akan mengalami kelumpuhan. Oleh karena itu, ketersediaan pangan
harus diatur sedemikian rupa sehingga akan terus ada di setiap situasi dan kondisi
manapun.
Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama nasional. Selain
karena komoditi ini telah menjadi turun temurun sebagai makanan pokok nusantara
juga beras merupakan hasil bumi yang terbesar diproduksi di Indonesia. Walau
demikian, sangat ironis karena Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan potensi
pertanian yang sangat besar, ternyata masih juga melakukan impor bahan pangan
dari luar negeri. Impor bahan pangan (beras) yang dilakukan oleh Indonesia tanpa
mempertimbangkan dengan cermat potensi produksi dalam negari yang pada
dasarnya masih mampu menopang pengadaan stok pangan nasional sangat
merugikan petani. Karena impor beras akan berdampak langsung pada kelesuan
pasar beras dalam negeri dan berefek pada tingkat produktivitas petani (Tamsil
Linrung, 2009).
Indonesia yang merupakan importir beras (food network importer) hingga
pertengahan tahun 1990-an tidak bisa lepas dari krisis bahan pangan saat itu.
Pasokan pangan Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan dan harga beras di
pasar internasional. Menurut Kementerian Pertanian, selama 10 tahun atau 1996-
2006, Indonesia harus menghabiskan 14,7 triliun cadangan devisa setiap tahun
hanya untuk membeli beras impor (Muhammad Syamsudin 2019) Saat ini data
impor beras tercatat pada tahun 2019 sebanyak 444.508,8 ton dan 356.286,3 ton di
tahun 2020 yang lalu (Badan Pusat Statistik 2021).
Kedaulatan pangan sangat erat kaitannya dengan hak negara dan bangsa
yang secara mandiri menentukan kebijakan untuk menjamin ketersediaan pangan
bagi rakyat dan memberikan hak bagi masyarakat dalam menentukan sistem pangan
yang sesuai dengan potensi sumber daya local (Ketahanan pangan – Perum
BULOG n.d.) Dengan adanya produksi pangan di tingkat lokal, akan
menggerakkan roda perekonomian masyarakat tingkat bawah. Impor bahan pangan
yang dilakukan oleh negara sangat bertentangan dengan kedaulatan pangan. Impor
bahan pangan sangat merugikan petani karena harga bahan pangan akan semakin
turun.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan persawahan yang sangat
besar. Menurut data Kementerian Agraria, Tata ruang dan Pertanahan Nasional,
luas lahan baku sawah sebesar 7.463.948 hektar (Defian Cory 2020). Dari luasan
ini sebenarnya sangat memungkinkan Indonesia melakukan swasebada pangan
karena potensi geografis juga mendukung. Mulai dari iklim yang sangat stabil,
pengairan yang berasal dari bendungan dan sungai – sungai besar serta tanah yang
yang subur. Oleh karena itu, pengelolaan sumber – sumber pangan sebagai
kebutuhan masyarakat diyakini lebih mudah diatur dibandingkan wilayah – wilayah
lain di dunia yang memiliki iklim yang ekstrim dan tanah yang tandus.
Islam adalah agama yang mengatur segala bidang kehidupan manusia.
Perihal pengelolaan ketersediaan bahan pangan sebagai kebutuhan masyarakat agar
dapat tercukupi telah tercatat dalam Al Qur’an pada Surah Yusuf ayat 46-49.
Dalam surah tersebut dikisahkan Nabi Yusuf yang menakwilkan mimpi Raja Mesir
tentang kekhawatiran akan terjadinya krisis pangan. Nabi Yusuf telah berhasil
memberikan saran yang sangat bermanfaat sehingga pada akhirnya Negeri Mesir
pada saat itu bisa melewati krisis pangan yang panjang dengan baik. Dengan
demikian, mengatur sebuah pengelolaan bahan pangan di suatu wilayah sangat
bergantung pada strategi yang diterapkan. Negeri Mesir saja yang sangat terkenal
dengan iklimnya yang sangat ekstrim karena suhu udara bisa mencapai 40o C bisa
menjaga ketersediaan bahan pangannya apatah lagi Indonesia yang memiliki
banyak keunggulan dalam hal produksi bahan pangan.
Selain faktor sumber daya alam, pengelolaan bahan pangan juga sangat
terkait dengan manajemen sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang
dimaksud adalah petani yang menjadi ujung tombak produksi bahan pangan,
pemerintah yang mengeluarkan regulasi terkait pengelolaan serta pihak-pihak lain
yang turut andil dalam mendistribusikan bahan pangan hingga sampai ke tangan
konsumen secara merata. Sumber daya manusia di Indonesia yang bekerja di sektor
pertanian juga mengalami masalah. Mayoritas umur petani didominasi 45 tahun
keatas, sementara minat generasi muda untuk terjung di bidang pertanian sangat
rendah (Herman 2019). Hal ini akan menjadi kendala yang sangat berat jika tidak
segera dicarikan solusinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis fokus pada kajian tentang: (1)
bagaimana masalah pengelolaan pangan di Indonesia?; (2) bagaimana asal muasal
konsep food security ala Nabi Yusuf?; (3) apa hikmah dari konsep food security ala
Nabi Yusuf?. Adapun metode yang digunakan untuk menjawab ketiga pertanyaan
ini adalah (1) mengidentifikasi terlebih dahulu masalah pengelolaan pangan di
Indonesia, kemudian (2) menganalisis konsep food security yang pernah diterapkan
oleh Nabi Yusuf pada zamannya dengan melakukan studi kepustakaan dan (3)
menyusun strategi pengelolaan pangan di Indonesia.
Adapun tujuan penulisan artikel ini adalah berusaha mengidentifikasi
permasalahan pengelolaan pangan yang ada di Indonesia. Dengan harapan dari
permasalahan ini dapat dipecahkan dengan menggunakan pendekatan nash – nash
Al Qur’an, khususnya inspirasi dari kisah Nabi Yusuf yang berhasil mengelolah
ketersediaan pangan dan terhindar dari krisis bahan pangan. Selain itu, diharapkan
nantinya penulis bisa menganalisis strategi dalam pengelolaan pangan di Indonesia
dari hikmah yang dapat dipetik dari konsep food security ala Nabi Yusuf.
Sedangkan manfaat yang diharapkan adalah agar tulisan ini bisa menambah
khazanah pengetahuan bagi pembaca dan lebih lanjut bisa berkontribusi dalam
penerapan strategi ketahanan pangan nasional.
Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian
yang berusaha menggambarkan fenomena dan masalah yang terjadi. Kemudian
dianalisis untuk memberikan masukan atas permasalahan yang terjadi. Data
dikumpulkan melalui studi pustaka, portal berita online yang kredibel serta jurnal
ilmiah yang relevan dengan masalah yang diangkat. Selain itu, dari masalah yang
diangkat nantinya akan dilakukan pendekatan tafsir Al Qur’an sebagai solusi dalam
mengatasinya. Adapun inti dalam penelitian ini adalah masalah food security di
Indonesia yang masih carut marut, padahal potensi alam dalam memproduksi bahan
pangan sangat besar. Sementara itu, dalam Al Qur’an telah dicontohkan dalam
kisah Nabi Yusuf dalam menangani food security di negerinya. Harapannya strategi
yang di lakukan oleh nabi Yusuf ini bisa di terapkan dan menjadi solusi atas
permasalahan pengelolaan bahan pangan di Indonesia.
B. PEMBAHASAN
1. Masalah Pengelolaan Pangan di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya alam
yang sangat melimpah. Dengan segala potensi yang dimiliki, sumber daya alam
tersebut tersebar baik di darat maupun di laut. Sehingga jika kita berfikir sekilas,
maka Indonesia akan sangat mudah memenuhi kebutuhan pangan bagi
masyarakatnya. Apalagi mayoritas mata pencaharian rakyatnya adalah petani.
Petani yang memproduksi bahan pangan berupa beras, singkong, jagung dan
sejenisnya.
Meskipun demikian, faktanya bahwa ternyata Indonesia masih sangat
kesulitan dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Yaitu sebuah kondisi dimana
warga negara memiliki kemampuan secara mandiri dalam memenuhi kebutuhan
pangan bagi keluarga serta masyarakat disekitarnya tanpa bergantung pada
daerah atau negara lain. Ada banyak tantangan yang dihadapi Indonesia dalam
mewujudkan kedaulatan pangan. Beberapa kendala tersebut, antara lain :
a. Konversi lahan pertanian
Konversi lahan pertanian menjadi pemukiman sangat massif terjadi di
Indonesia. Hal ini seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi
tiap tahunnya, sehingga kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin tinggi.
Selain menjadi perumahan, lahan pertanian juga dikonversi menjadi lahan
industri. Menurut data Badan Pertanahan Nasional (BPN), trend konversi lahan
pertanian mencapai sekitar 30.000 hektar per tahun pada 1990-an. Namun,
konversi lahan ini meningkat menjadi sekitar 110.000 hektar pada 2011 dan
menjadi 150.000 hektar pada 2019.
Sebanyak 8,1 juta hektar sawah intensif telah dibangun dengan sistem
irigasi, aksesibilitas tinggi dan produktivitas 57 ton GKG/ha selama ratusan
tahun, telah menjadi pusat ketahanan dan kedaulatan pangan negara. Sawah, di
sisi lain, merupakan sasaran utama alih fungsi lahan untuk tujuan non-pertanian.
Pemerintah telah berupaya untuk mengelola budidaya padi perenial, namun
karena berbagai faktor dan kendala masih sulit untuk diterapkan di lahan
persawahan (Anny Mulyani 2016).
Mengubah produksi padi menjadi lahan non-pertanian kemungkinan
akan berlanjut karena dorongan ekonomi jangka pendek yang kuat untuk
transisi. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk berbagai keperluan menjadi
pendorong utama terjadinya alih fungsi lahan. Untuk itu, diperlukan kebijakan
nasional yang lebih efektif untuk mencegah tingginya tingkat transisi politik dan
mendorong insentif yang kuat dari tingkat pimpinan nasional kepada pemerintah
daerah, khususnya kabupaten/kota (Anny Mulyani 2016).
Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian didasarkan pada peran
serta masyarakat yang melibatkan partisipasi aktif seluruh pemangku
kepentingan seperti masukan untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi (fokus analisis) peraturan perundang-undangan yang berlaku melalui
pendekatan advokasi dan penyadaran.
b. Dampak perubahan iklim global
Perubahan iklim diyakini berdampak negatif pada banyak aspek
kehidupan dan pembangunan, terutama sektor pertanian. Diperkirakan hal ini
akan menimbulkan masalah baru bagi keberlanjutan produk pertanian, produksi
pertanian, khususnya tanaman pangan. Pembangunan pertanian di masa
mendatang akan menghadapi sejumlah masalah serius, yaitu: 1) produktivitas
yang menurun dan produksi yang curam, yang tentunya memerlukan inovasi
teknologi untuk mengatasinya, 2) penurunan degradasi sumber daya tanah dan
air yang menyebabkan penyakit tanaman, berkurangnya kesuburan, dan polusi,
3) perubahan iklim dan variabilitas yang menyebabkan banjir dan kekeringan,
dan 4) konversi dan fragmentasi lahan pertanian (Elza. 2011).
Perubahan iklim global berdampak nyata pada produksi pangan. Secara
global, perubahan iklim diperkirakan akan menurunkan hasil pertanian, terutama
di daerah pertanian lintang rendah yang akan terkena dampak negatif. Dampak
negatifnya adalah karena daerah lintang rendah yang suhu udaranya masih
dalam batas toleransi tanaman (dibawah 10 derajat Celcius dan di atas 29 derajat
Celcius).
Perubahan iklim adalah proses alami, tren jangka panjang yang
berkelanjutan. Dengan demikian, strategi untuk mengantisipasi dan
mempersiapkan teknologi adaptif merupakan poros utama yang harus menjadi
rencana strategis Kementerian Pertanian sebagai bagian dari kegiatan merespon
perubahan iklim dan mengembangkan pertanian antikorupsi, tahan terhadap
perubahan iklim. Luasnya dampak perubahan iklim terhadap pertanian sangat
bergantung pada luas dan kecepatan perubahan iklim, di sisi lain, pada sifat dan
fleksibilitas sumber daya pertanian dan sistem produksi. Untuk itu, diperlukan
berbagai kajian dan kajian tentang perubahan iklim dan dampaknya terhadap
sektor pertanian, terhadap sumber daya, infrastruktur, serta terhadap sistem
agro/pertanian, dan ketahanan pangan nasional (Hadad 2010).
Sementara sektor pertanian secara teknis merupakan salah satu pilar aksi
mitigasi perubahan iklim, namun juga merupakan sektor yang paling rentan
terhadap perubahan iklim. Karena kawasan ini merupakan industri penghasil
pangan, ketahanan pangan sangat rentan terhadap perubahan iklim. Dalam
konteks global, dampak perubahan iklim terhadap produksi pangan terjadi
melalui penurunan hasil dan/atau luas panen. Hasil menurun karena
meningkatnya tekanan lingkungan (perubahan iklim yang lebih besar) dan
peningkatan intensitas gangguan yang disebabkan oleh hama dan penyakit,
sehingga perkembangan vegetatif dan pertumbuhan tanaman tidak optimal.
Penurunan luas panen dikaitkan dengan peningkatan puso karena
kekeringan, banjir atau gangguan yang disebabkan oleh hama dan penyakit.
Dalam jangka panjang, berkurangnya luas panen juga merupakan akibat dari
berkurangnya luas lahan pertanian akibat kenaikan muka air laut, dampak
perubahan iklim terhadap produksi pangan yang terjadi melalui penurunan hasil
dan luas panen. Penurunan hasil berhubungan dengan kondisi iklim makro dan
mikro yang kurang kondusif bagi pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan
tanaman (tekanan air dan suhu) serta peningkatan organisme yang merusak
tanaman. Penurunan luas panen tersebut terkait dengan akibat kekeringan dan
banjir serta hilangnya sebagian lahan pertanian akibat kenaikan muka air laut
(Sumaryanto 2012).
c. Modernisasi pertanian
Seiring dengan terwujudnya globalisasi pasar bebas, arus barang,
termasuk hasil pertanian maupun bahan makanan pokok, akan semakin bebas
dan mudah masuk ke wilayah Indonesia. Ini merupakan ancaman potensial bagi
petani lokal dan dapat menyebabkan ketergantungan kita pada makanan dari
luar. Kunci untuk menghadapi globalisasi adalah efisiensi pertanian. Potensi
ancaman tersebut dapat dihadapi dengan 3 langkah mikro yaitu meningkatkan
kuantitas produksi untuk menjamin kecukupan pangan nasional dan
meningkatkan efisiensi biaya produksi sehingga produk pertanian dapat bersaing
harga (Herman Khaeron 2021)
Beberapa upaya dapat dilakukan, seperti meningkatkan kualitas produk
pertanian agar berdaya saing dan berupaya menjamin ketersediaan pangan yang
berkesinambungan. Di tingkat makro, misalnya, perlu adanya pengaturan yang
lebih baik di sektor pertanian dan perlindungan petani, termasuk perlindungan
terhadap berbagai bencana alam dan pengembangan sarana dan prasarana
pertanian, termasuk pengembangan industri mesin pertanian dalam negeri.
Semua langkah tersebut terkait erat dengan keberhasilan penerapan teknologi
pertanian modern. Melalui kebijakan pemerintah yang mengedepankan
keberpihakan terhadap petani, seperti secara signifikan memperkuat promosi
dukungan mesin pertanian (Alsintan), kegiatan usaha pertanian telah bergeser
dari sistem tradisional ke pertanian modern (Herman Khaeron 2021).
Modernisasi pertanian meliputi penerapan cara budidaya yang lebih baik
dan efektif, penggunaan mesin pertanian dengan teknik yang tepat mulai dari
budidaya, panen dan pengolahan pasca panen, penggunaan benih bermutu tinggi,
tepat guna dan memadai. Peningkatan kualitas tenaga pertanian dan efisiensi
penggunaan sumber daya alam, terutama air irigasi, untuk menjaga
keseimbangan lingkungan. Modernisasi juga mencakup aspek pasca panen
seperti sistem pemanenan, pengolahan produk dan produksi kemasan yang
modern dan aman, sistem perdagangan yang efisien, dan perbaikan terus-
menerus dari kebijakan pemerintah untuk membantu bisnis pertanian.
Modernisasi pertanian juga harus menjamin ketersediaan pasokan
melalui penataan waktu panen dan teknologi pengemasan yang baik.
Modernisasi pertanian juga mencakup sistem keamanan petani dengan pinjaman
dan asuransi untuk membantu petani berproduksi secara optimal. Kementerian
Pertanian (Kementan) menyadari pentingnya pengenalan peralatan mesin
mutakhir agar petani lebih berdaya saing dengan pasar bebas MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN). Dari tahun 2010 hingga 2014, kurang dari 50.000 alat mesin
yang disalurkan, dan dari tahun 2015 hingga 2017, pemerintah menyalurkan
lebih dari 321.000 bantuan kepada petani untuk berbagai jenis alat mesin,
jumlah tersebut bertambah lebih dari 600 % (Herman Khaeron 2021).
Modernisasi pertanian telah terbukti meningkatkan produktivitas pangan
dan membuat proses produksi beras lebih efisien. Modernisasi pertanian yang
efektif dan efisien dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam
menghindari dan menanggulangi dampak negatif globalisasi. Menurut
Kementerian Pertanian, produksi GKG mencapai 75,55 juta ton pada tahun
2015, meningkat dari 70,85 juta ton dari tahun ke tahun setelah petani
mendorong penggunaan peralatan mesin. Pada tahun 2017, GKG diproduksi
sebanyak 85,5 juta ton, atau setara dengan 55,5 juta ton. Sementara yang
dikonsumsi hanya 32,7 juta ton. Dengan demikian, surplus konsumsi masih bisa
diharapkan untuk diekspor. Sementara itu target produksi jagung 30,5 juta ton
dan target produksi kedelai 1,2 juta ton.
Perhitungan sederhana menunjukkan bahwa kita dapat meningkatkan
keuntungan sebesar 30-40% dengan menggunakan mesin pertanian, mulai dari
penanaman padi, pemberatasan gulma, pemupukan hingga panen. Jika secara
manual dalam 1 hektar menghabiskan Rp 6.500.000 per musim, mesin ini dapat
menghemat hingga 40%. Petani dapat dapat menghemat sekitar Rp
2.600.000.000 per hektar per musim, jadi biaya produksinya hanya Rp
3.600.000.000 per hektar.
Dari tahun 2015 hingga 2017, Kementerian Pertanian menyalurkan lebih
dari 321.000 jenis arsintan yang berbeda, seperti traktor roda dua dan roda
empat, alat penanam, pompa air, alat pengering, dan alat perontok kulit jagung.
Hanya saja dalam penggunaannya, diperlukan bantuan dan pengawasan agar
bantuan mesin berjalan ke arah yang benar, tujuan dan sasaran yang tepat.
Pemanfaatan dukungan Alsintan secara optimal diharapkan dapat meningkatkan
produksi padi, jagung dan kedelai.
Dalam rangka mendukung perkembangan mekanisasi pertanian di
Indonesia, diperlukan dukungan politik lintas sektoral terutama dengan
Kementerian Perindustrian, dan sangat dibutuhkan dukungan untuk
pengembangan industri alat mesin dan suku cadang oleh industri UKM. Selain
itu, kemandirian Indonesia dalam industri manufaktur industri permesinan, serta
sebagai pengekspor mesin dan peralatan, perlu mendukung investasi di industri
rekayasa, yang mengintegrasikan semua sektor terkait permesinan.
d. Ketidakseimbangan dalam distribusi pangan
Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian telah menemukan
banyak masalah di sektor pangan yang telah menciptakan perbedaan harga yang
signifikan antara produsen dan konsumen. Hambatan yang dihadapi saat ini
adalah dari sistem rantai pasokan yang panjang hingga keberadaan pusat bahan
baku yang tidak berkembang. Sentra komoditas, terutama makanan pokok yang
saat ini ditargetkan untuk produksi dalam negeri, tidak merata di semua provinsi.
Pada saat yang sama, tidak ada waktu panen yang serentak.
Banyak makanan pokok, seperti beras, jagung, daging sapi, dan ayam,
sering melambung tinggi harganya. Salah satu penyebab tingginya harga pangan
adalah rantai pasokan yang terlalu panjang. Situasi ini menyebabkan perbedaan
harga yang besar antar daerah. Sejauh ini, Kementerian Pertanian telah
mengatasi masalah ini dengan mendukung distribusi pangan antar daerah.
Namun, biaya distribusinya sangat tinggi sehingga tidak dapat mengamankan
volume distribusi dalam skala besar.
Harga pangan tetap rendah di tingkat petani, tetapi sangat naik di tingkat
konsumen. Dengan demikian, asumsi bahwa ada sesuatu yang salah dengan
rantai pasokan, karena perantara dapat memperoleh keuntungan yang cukup
besar. Untuk mengatasi masalah ini, Bulog seharusnya perlu memainkan peran
yang kuat dalam semua pangan strategis, tidak hanya penanganan beras. Bulog
perlu turun tangan di pasar, membeli langsung dari petani dan menjual langsung
ke masyarakat.
Ketika Bulog membeli langsung dari petani, membawanya di pasar dan
menjualnya langsung ke konsumen. Cara ini diyakini bisa menekan harga bahan
pokok, termasuk daging sapi. Peran Bulog sebagai stabilisator harga pangan
tidak hanya membuat harga pangan terjangkau masyarakat, tetapi juga menjamin
harga di tingkat petani. Ketika rantai pasokan diperpendek 50%, harga di tingkat
petani naik, tetapi harga di tingkat konsumen turun. Hal ini perlu menjadi
perhatian pemerintah ke depan.
e. Pola konsumsi pangan
Selama ini kenyataan menunjukkan bahwa pola makan masyarakat, seperti
jenis makanan dan keseimbangan gizi, masih cenderung kurang beragam. Nasi
masih mendominasi pola makan masyarakat. Di sisi lain, konsumsi sumber
karbohidrat lain yang sebelumnya banyak dikonsumsi semakin bergeser seiring
dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Selain itu, konsumsi sayur dan buah,
umbi-umbian, pangan hewani dan kacang-kacangan masih rendah.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengubah pola makan
masyarakat menjadi pola makan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman.
Pemahaman umum tentang pentingnya mengonsumsi makanan yang beragam,
bergizi, seimbang, dan aman serta penggunaannya sehari-hari untuk
meningkatkan kualitas hidup. Selain itu juga bertujuan untuk mendorong dan
meningkatkan kreativitas seluruh masyarakat khususnya ibu rumah tangga dalam
memilih, mendefinisikan, merangkai dan menciptakan menu yang beragam,
bergizi, seimbang dan aman berbasis sumber daya lokal.
2. Konsep Food Security
Food security merupakan ketersediaan pangan dan kemampuan mereka
untuk mengaksesnya. Rumah tangga disebut food security jika penghuninya tidak
kelaparan atau menderita kelaparan. Food security adalah ukuran ketahanan
terhadap gejolak masa depan dan kekurangan pangan esensial karena berbagai
faktor seperti kekeringan, gangguan distribusi, kekurangan bahan bakar,
ketidakstabilan ekonomi dan perang. Penilaian food security dapat dibagi menjadi
swasembada/kemandirian (self- sufficiency) dan ketergantungan eksternal. Ini
memiliki banyak faktor risiko umum. Untuk menghindari risiko gangguan
transportasi, negara sangat menginginkan swasembada individu, tetapi di negara
maju hal ini tidak terindustrialisasi karena profil pekerjaan masyarakat yang
beragam dan biaya produksi pangan yang tinggi. Di sisi lain, swasembada pribadi
yang tinggi, bahkan tanpa ekonomi yang memadai, membuat negara lebih rentan
terhadap produksi.
Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan tiga elemen kunci dari food
security: ketersediaan pangan, akses pangan, dan penggunaan pangan. Ketersediaan
pangan adalah kemampuan untuk mengamankan pangan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasar. Akses pangan adalah kemampuan untuk memiliki
sumber daya secara ekonomi dan fisik untuk memperoleh pangan yang bergizi.
Penggunaan makanan adalah kemampuan untuk menggunakan bahan secara tepat
dan proporsional. FAO telah menambahkan elemen keempat, stabilitas jangka
panjang dari tiga elemen.
Seperti di India, politik nasional dapat mempengaruhi akses masyarakat
terhadap pangan. Dewan Penasihat India telah menyetujui rencana ambisius untuk
mensubsidi dua pertiga dari penduduk negara itu. Undang-Undang food security
mengusulkan untuk menjadikan makanan sebagai hak warga negara, menyediakan 5
kilogram makanan murah untuk 800 juta orang miskin sebulan.

3. Food Security ala Nabi Yusuf

a) Nabi Yusuf menafsirkan mimpi Sang Raja


Sejarah singkat Nabi Yusuf terkait konsep food security berawal dari teka
teki mimpi sang Raja Mesir yang berkuasa pada saat itu. Mimpi raja tersebut
terkandung dalam Al Qur’an Surah Yusuf ayat 43. Dalam surah ini, Allah Swt
berfirman:
ُ ٰ ُ ْ ُ َ ْ َ َّ ٌ َ ٌ ْ َ َّ ُ ُ ُ ْ َّ َ َ ُ َْ َ ََ
ٰ ٰ َ َّ ْ ُ
ٍۗ‫ان يأكلهن سبع ِعجاف وسبع سنْۢبل ٍت خض ٍر واخ َر ي ِبس ٍت‬ ‫م‬ ‫س‬ ‫ت‬ ‫ر‬ ٰ ‫ك ِان ْ ْٓي ا ٰرى َس ْب َع َب َق‬
ٍ ِ ٍ ِ ‫وقال الم ِل‬
َْ َْ َ َ َْ ُ َ ْ َ ُْ َ ُ
‫ۚو َما نح ُن بِتأ ِوي ِل‬
ْ َ ُ َْ
‫ قالوْٓا اضغاث احل ٍام‬٤٣ ‫لر ْء َيا تعب ُر ْون‬ُّ ‫اي ِا ْن ك ْن ُت ْم ِل‬ َ ‫يٰٓ َايُّ َها ْال َم َلاُ َا ْف ُت ْون ْي ف ْي ُر ْء َي‬
ِ ِ
َ ٰ َ ْ َْ
٤٤ ‫الاحل ِام ِبع ِل ِم ْين‬
Terjemahan: Raja berkata (kepada para pemuka kaumnya),
“Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk
dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus; tujuh tangkai (gandum)
yang hijau dan tujuh tangkai lainnya yang kering.” Wahai orang yang
terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu
dapat menakwilkan mimpi. Mereka menjawab, “(Itu) mimpi-mimpi yang
kosong dan kami tidak mampu menakwilkan mimpi itu” [43-44].
Akibat dari mimpi tersebut, Raja kemudian mengumpulkan ahli penafsir
mimpi seantero negeri. Dia memanggil para juru penafsir mimpi satu persatu
untuk mengungkapkan arti mimpi itu. Jadi apa yang mereka katakan?. Jawaban
mereka sama ini semua adalah mimpi yang tidak ada artinya, kata penerjemah
mimpi. Raja tidak puas dengan jawaban ini. Dia kemudian meminta bantuan
pelayan istana mencari lagi orang yang bisa menafsirkan mimpinya dengan baik.
Dia pun teringat Nabi Yusuf.
Ia tentu sangat ahli dalam menjelaskan apa arti mimpi seseorang. Raja
kemudian meminta dihadirkan ke Istana. Pelayan itu kemudian menemui Nabi
Yusuf yang masih berada di penjara. Ketika dia bertemu Nabi, dia menjelaskan
kepadanya mimpi sang raja. Yusuf kemudian menjelaskan bahwa mimpi tersebut
merupakan peringatan tujuh tahun bercocok tanam dari Sang Pencipta kepada
masyarakat. Setelah itu simpan hasil dengan baik setelah panen. Makanlah
hasilnya sedikit demi sedikit dan jangan berlebihan. Tafsir mimpi ini dijelaskan
dalam Al Qur’an Surah Yusuf ayat 45-49.
َ َْ ُ ْ َ َ َ ْ َّ َ َ َ
َ ُّ َ ُ ُ ْ ُ ْ ‫نجا م ْن ُه َما َو َّادك َر َب ْع َد ُاَّمة َا َن ۠ا ُا َنب ُئ ُك ْم ب َتأو ْيله َف َا ْرس ُل‬
‫الص ِد ْيق اف ِتنا‬ ِ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬‫ا‬ ‫ف‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ي‬ ٤٥ ‫ن‬ ‫و‬
ِ ِ ٖ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ‫وقال ال ِذي‬
َ َ َ َّ َ ُ ٰ ْ ٌ َ ُُ ْ
ْ ُ
‫ان َّيأكل ُهَّن َس ْب ٌع ِعجاف َّو َس ْب ِع ُسن ْۢ ُبل ٍت خض ٍر َّواخ َر ٰي ِب ٰس ٍتٍۙ لع ِل ْ ْٓي ا ْر ِج ُع ِالى‬
َ ٰ ََ ْ َ
ٍ ‫ِف ْي سب ِع بقر ٍت ِسم‬
َّ ً َ َّ ْ َ َ ُّ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َّ َ َ َّ
‫ قال ت ْز َرع ْون َس ْب َع ِس ِن ْين دا ًباۚ فما حصدت ْم فذ ُر ْو ُه ِف ْي ُسن ْۢ ُب ِل ٖ ْٓه ِالا ق ِل ْيلا ِّما‬٤٦ ‫اس لعل ُه ْم َيعل ُم ْون‬ ِ ‫الن‬
ْ ُ َ ْ ُ َّ ً ْ َ َّ َّ ُ َ ْ ُ ْ َّ َ َ َ ْ ُ ْ َّ ٌ َ ٌ ْ َ َ ٰ ْ َ ْ ْ ْ َ َُّ َ ْ ُ ُ َْ
ْ‫ ثَّم َي ِأتي‬٤٨ ‫تح ِص ُن ْون‬ ‫ن بع ِد ذ ِلك سبع ِشداد يأكلن ما قدمتم لهن ِالا ق ِليلا ِّما‬ ْۢ ‫ ثم ي ِأتي ِم‬٤٧ ‫تأكلون‬
َ ْ َ ْ َ ُ َّ ُ َ ُ ْ ٌ َ َ ٰ ْ َ ْ
٤٩ ࣖ ‫ص ُر ْون‬
ِ ‫ن بع ِد ذ ِلك عام ِفيهِ يغاث الناس و ِفيهِ يع‬
ْۢ ‫ِم‬
Terjemahan: Berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua
dan teringat (kepada Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya, “Aku akan
memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) menakwilkan
mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya).” (Setelah pelayan itu bertemu
dengan Yusuf dia berseru), “Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya!
Terangkanlah kepada Kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina
yang gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus, tujuh
tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering
agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui
(takwilnya).”Dia (Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh
tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai
hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan.
Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu siapkan untuk menghadapinya (tahun
sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan. Setelah
itu akan datang tahun, di mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan
pada masa itu mereka memeras anggur [45-49]
Raja mengapresiasi penjelasan sang nabi. Kemudian dia mengerahkan
kekuasaannya untuk melaksanakan cocok tanam untuk menghadapi musim
kemarau yang panjang. Rakyat Mesir ketika itu hidup berkecukupan. Meski
musim kering menyulitkan kehidupan, mereka tetap bertahan hidup dengan
selamat.
b) Konsep food security ala Nabi Yusuf
Menurut penulis tafsir Tahrir wa at Tanwir, (Asyur 1997), pengelolaan food
security ala Nabi Yusuf, dapat dipahami melalui simbol ketahanan pangan. Sapi
gemuk melambangkan arah produksi pangan dengan mengoptimalkan produksi
lahan pertanian. Tangkai gandum hijau adalah simbol dari sistem produksi
benih, pupuk dan pangan untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap musim
tanam. Sapi kurus melambangkan pentingnya memprediksi masa paceklik dan
krisis pangan di masa mendatang.
Dari kisah Nabi Yusuf tersebut, terkandung banyak hikmah terkait konsep
food security. Pertama, kita diajarkan untuk dapat memandang jauh ke depan
dalam mengantisipasi masalah. Pengelolaan food security harus futuristik.
Ditambah dengan semangat menabung jangka panjang dan pengelolaan
persediaan pangan yang tepat. Dengan mencari solusi sekarang, sebelum masalah
ini benar-benar terjadi (Q.S.Yusuf [12]:45). Pada zaman Nabi Yusuf, pemikiran
prediktif telah dipraktekkan melalui penafsiran mimpi sang raja. Namun saat ini,
tentunya sudah banyak sekali data tersedia untuk dapat diolah dengan tujuan
memprediksi masalah yang belum terjadi kedepannya.
Kedua, betapa pentingnya mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam.
Potensi kekayaan alam tidak boleh diabaikan, tetapi harus diremajakan dan
dikelola untuk memberikan ketahanan pangan, kemakmuran, dan nilai tambah
bagi semua. Sumber daya harus dilestarikan untuk pengelolaan dan penggunaan
sumber daya hayati yang optimal. Artinya sumber daya tersebut tidak akan habis
dan akan tersedia di masa yang akan datang. Selain itu, pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya hayati perlu dilakukan secara terpadu. Misalnya,
pembiakan domba paling baik dipadukan dengan perusahaan tekstil. Daging
domba dapat digunakan sebagai sumber bahan pangan dan bulunya dapat
digunakan sebagai wol. Selain itu, pengelolaannya harus menghindari impor
kebutuhan pokok sebelum mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam
negara
Ketiga, bijaksana dalam bertindak, tidak hanya untuk memecahkan masalah
yang terjadi hari ini, tetapi juga untuk mempersiapkan solusi konkrit untuk
masalah yang belum terjadi. Dalam kisah Nabi Yusuf, hal ini diwujudkan dalam
bentuk tujuh tahun bercocok tanam dan sebagian besar disimpan untuk
persediaan konsumsi pada masa yang akan datang (Q.S Yusuf [12]:46)
Keempat, perlu mengembangkan semangat pertanian, produksi pangan, dan
berhemat tanaman (sederhana dan tidak habis pakai). Manajemen food security
perlu merencanakan pembenihan, pengolahan, penanaman, perawatan dan
pemanenan pangan dalam jumlah besar sehingga hasil panen dapat surplus dan
sebagian dapat dipertahankan untuk kebutuhan masa depan, terutama pada saat
terjadi musim kemarau.
Kelima, prinsip swasembada pangan jangka panjang setidaknya tujuh tahun
ke depan harus terpenuhi dan menjadi kewajiban bagi semua, terutama
pemerintahan. Dengan pengendalian food security melalui swasembada ini,
masyarakat tentu tidak mengalami kekurangan pangan atau harga kebutuhan
pokok yang tinggi.
Keenam, harus ada peran utama dari pemerintah dalam pengelolaan
bersama produk pertanian, misalnya lumbung pangan yang isinya bisa berupa
bahan makanan dan benih (Q.S. Yusuf [12]:47). Lumbung pangan merupakan
lembaga cadangan pangan di suatu wilayah, berperan untuk mengatasi terjadinya
kerawanan pangan masyarakat. Lumbung pangan telah ada sejalan dengan
budaya padi dan menjadi bagian dari sistem cadangan pangan masyarakat. Jika
kelaparan berlangsung lama, bukan hanya penduduk suatu negara yang dapat
menikmatinya, tetapi juga penduduk negara lain yang membutuhkan, maka
cadangan yang dikelola negara dapat menjadi solusinya. Hal ini penting untuk
ditekankan karena perintah memberi makan tidak memiliki batas nasional atau
agama, di mana orang lapar masih ada, maka berlaku fardhu kifayah. Ada
kewajiban suatu negara memberi kepada yang kekurangan.
Ketujuh, rencana jangka panjang tidak hanya mengatasi kelaparan, tetapi
juga mempersiapkan revitalisasi permodalan agar cukup benih yang bisa
ditaburkan saat musim tanam. Dalam meningkatkan hasil produksi, petani
membutuhkan modal yang besar agar dapat menggunakan teknologi usahatani
secara optimal. Selama ini, akses petani terhadap permodalan sangat sulit,
kalaupun ada, diterapkan bunga yang sangat tinggi. Akibatnya, mereka sangat
terbebani dan penghasilannya menjadi turun.
Dari ketujuh konsep food security ini, diharapkan dapat menjadi sumber
inspirasi dalam pengelolaan bahan pangan di Indonesia. Sebagai Negara yang
memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, sungguh sangat ironis jika
masih terdapat kelangkaan bahan pangan atau bahkan terjadi kelaparan.
Kekayaan sumber daya alam harus dibarengi dengan pengelolaan manajemen
food security yang professional.

C. PENUTUP
Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah,
tidak selayaknya Indonesia mendapatkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan
pangan bagi rakyatnya, seperti kelangkaan bahan pangan atau bahkan kasus
kelaparan. Akan tetapi justru sebaliknya, Indonesia harus melakukan impor bahan
pangan dari negara lain demi menjaga stok dalam negeri. Berbagai macam
permasalahan dalam pengelolaan bahan pangan seharusnya dapat diatasi oleh
pemerintah dengan mengoptimalkan potensi yang ada. Dalam Islam, sejarah Nabi
Yusuf tentang pengelolaan food security digambarkan dalam Surah Yusuf [43-49]
dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam pengelolaan bahan pangan di
Indonesia. Banyak hikmah didalamnya yang sangat relevan untuk dijadikan contoh
dalam mengatasi krisis pangan sebuah negara. Dengan demikian, Indonesia dapat
menjadi negara yang kuat dari sisi food security bagi rakyatnya sendiri bahkan
untuk dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Anny Mulyani, dkk. 2016. “Analisis Konversi Lahan Sawah: Penggunaan Data Spasial
Resolusi Tinggi Memperlihatkan Laju Konversi Yang Mengkhawatirkan.” Jurnal
Tanah dan Iklim 40(2): 121–33.
Asyur, Muhammad Thahir ibn. 1997. Tafsir Al Tahrir Wa Al Tanwir. Tunisia: Dar
Suhunun li al Nasyr wa al Tauri\’.
Badan Pusat Statistik. 2021. “Badan Pusat Statistik.”
https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/08/1043/impor-beras-menurut-negara-
asal-utama- (November 20, 2021).
Defian Cory. 2020. “Produktifitas Pangan Dan Penyusutan Lahan Pertanian Di
Indonesia.” bisnisnews.id. https://bisnisnews.id/detail/berita/produktifitas-pangan-
dan-penyusutan-lahan-pertanian-di-indonesia#:~:text=BisnisNews.id --
Kementerian Agraria,saja luas lahan baku sawah. (November 20, 2021).
Elza., Eleonora Runtunuwu dan Irsal Las Surmaini. 2011. “Upaya Sektor Pertanian
Dalam Menghadapi Perubahan Iklim.” Litbang Pertanian 30(1).
http://repository.pertanian.go.id/bitstream/handle/123456789/1252/Upaya sektor
Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim.pdf?sequence=1&isAllowed=y
(December 23, 2021).
Hadad, Ismid. 2010. Perubahan Iklim Dan Pembangunan Berkelanjutan: Sebuah
Pengantar Perubahan Iklim Dan Tantangan Peradaban. Jakarta: LP3ES.
Herman. 2019. “Indonesia Terancam Kekurangan SDM Di Sektor Pertanian.”
https://www.beritasatu.com/nasional/590379/indonesia-terancam-kekurangan-sdm-
di-sektor-pertanian (November 20, 2021).
Herman Khaeron. 2021. “Kementerian Pertanian - Modernisasi Pertanian Jadi Andalan
Kementan Menghadapi Globalisasi.”
https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=2267 (December
23, 2021).
“Ketahanan Pangan – Perum BULOG.” http://www.bulog.co.id/beraspangan/ketahanan-
pangan/ (November 19, 2021).
Muhammad Syamsudin. 2019. “Akar Masalah Yang Menghambat Kedaulatan Pangan
Indonesia | NU Online.” https://nu.or.id/opini/akar-masalah-yang-menghambat-
kedaulatan-pangan-indonesia-8JEdS (November 20, 2021).
Sumaryanto. 2012. “Strategi Peningkatan Kapasitas Adaptasi Petani Tanaman Pangan
Menghadapi Perubahan Iklim.” Forum Penelitian Agro Ekonomi 30(2).

Anda mungkin juga menyukai