Anda di halaman 1dari 13

https://doi.org/10.35580/lageografia.v21i2.

41988
p-ISSN: 1412-8187 e-ISSN: 2655-1284
Vol 21, No 2 (2023) | Hal. 181-193

POTENSI GEOGRAFIS TANAMAN PANGAN SULAWESI SELATAN


DALAM MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN NASIONAL

*Kaslam K

*Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam


Negeri Alauddin Makassar, Indonesia
Jl. H. M Yasin Limpo No.36, Romangpolong, Somba Opu, Gowa Regency, South Sulawesi 92118

e-mail: * etos.kaslam@uin-alauddin.ac.id

(Received: Des-2022; Reviewed: Des-2022; Accepted: Jan-2023; Available online: Feb-2023; Published: Feb-2023)

Abstrak
Indonesia masih tercatat sebagai negara pengimpor bahan pangan, termasuk beras.
Padahal, Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai daerah lumbung pangan, seharusnya
memiliki kontribusi bagi kedaulatan pangan nasional, mengingat potensi geografis yang
besar dalam pengembangan tanaman pangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
memetakan potensi geografis tanaman pangan di Sulawesi Selatan dalam mendukung
kedaulatan pangan nasional. Penelitian ini menggunakan metode survei kuantitaif untuk
mengukur potensi tanaman pangan yang ada di setiap kabupaten di Sulawesi Selatan.
Hasilnya, potensi geografis Sulawesi Selatan sangat mendukung terciptanya kedaulatan
pangan nasional. Luas panen tanaman padi di Sulawesi Selatan pada tahun 2020 seluas
978.192,54 ha yang ditunjang dengan irigasi dari sungai dan bendungan menjadikan
provinsi ini layak dikatakan sebagai lumbung padi nasional. Produksi padi merupakan
produk andalan mayoritas di Sulawesi Selatan, sebanyak 4.670.874,06 ton yang
diproduksi pada tahun 2020, menjadikan Sulawesi Selatan urutan keempat secara
nasional.
Kata kunci: potensi geografis; sulawesi selatan; kedaulatan pangan

Abstract
Indonesia is still listed as an importing country for food, including rice. In fact, South
Sulawesi, which is known as a food barn area, should have a contribution to national food
sovereignty, given the large geographical potential in the development of food crops. The
purpose of this study is to map the geographic potential of food crops in South Sulawesi in
supporting national food sovereignty. This study uses a quantitative survey method to
measure the potential of food crops in each district in South Sulawesi. As a result, the
geographical potential of South Sulawesi strongly supports the creation of national food
sovereignty. The harvested area of rice crops in South Sulawesi in 2020 is 978,192.54 ha,
supported by irrigation from rivers and dams, making this province worthy of being called
a national rice barn. Rice production is the mainstay product of the majority in South
Sulawesi, with 4,670,874.06 tons produced in 2020, making South Sulawesi fourth
nationally.
Keywords: geographical potential; south sulawesi; food sovereignty

This is an open-access article distributed under the Creative Commons


Attribution License CC-BY-NC-4.0 ©2023 by the author
(https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/).
| 181
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang dianugerahi oleh Allah Swt, potensi geografis yang
sangat melimpah. Potensi tersebut tersebar di daratan dan lautan, yang sejauh ini
pemanfaatannya masih sangat tertinggal (Simarmata et al., 2021). Berbagai macam potensi
alam yang dapat dihasilkan guna memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, mulai dari
hasil – hasil pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan hingga kehutanan yang dapat
menunjang kelangsungan hidup seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia
dikenal sebagai surga dunia dengan segala kekayaan alam didalamnya (Luthfia & Dewi,
2021; Rachman, 2016).
Namun ironisnya, kekayaan alam yang terkandung didalamnya tidak sepenuhnya
dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia (Arisaputra & SH, 2021; Kurma, 2019).
Pengelolaan sumber daya alam di Indonesia belum optimal, yang menyebabkan banyaknya
masih banyaknya kasus kemiskinan yang mengakibatkan timbulnya penyakit busung lapar,
malnutrisi, kwasiorkok yang menyebabkan Indonesia terkendala dalam pembangunan
negara (Suhaimi, 2019). Indonesia menempati urutan ke-77 dari 121 negara dengan data
yang cukup untuk menghitung skor GHI 2022. Dengan skor 17,9 poin, Indonesia memiliki
tingkat kelaparan dengan kategori sedang (Index, 2022). Kasus lainnya yang sering terjadi
adalah krisis pangan dibeberapa daerah. Terjadinya kelangkaan bahan pangan pada masa
tertentu yang mengakibatkan melonjaknya harga tak terkendali (Mudrieq, 2014). Akibatnya,
pemerintah memutuskan untuk melakukan impor bahan pangan.
Data Badan Pusat Statistik Tahun 2021 menunjukkan kegiatan impor yang dilakukan
oleh Indonesia dari berbagai negara dengan komoditas pangan yang beragam di tahun 2020.
Komoditas yang dimpor salah satunya adalah beras. Beras yang menjadi bahan pangan
pokok yang utama di Indonesia ini, ternyata belum mencukupi kebutuhan nasional
Sebanyak 356.310,1 ton beras harus diimpor dari berbagai negara selama tahun 2020.
Pakistan, Thailand dan Vietnam adalah negara yang eksportir terbesar yang menyuplai
kebutuhan beras di Indonesia.
Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi
geografis yang sangat besar. Provinsi ini memiliki berbagai macam produk pertanian,
perikanan dan perkebunan yang memiliki kualitas tinggi. Impor bahan pangan yang tidak
seharusnya terjadi, karena di Provinsi ini petani – petani kita memproduksi semua bahan
pangan yang sedang diimpor pemerintah. Dengan demikian, pemerintah bisa mewujudkan
kedaulatan pangan dengan memanfaatkan hasil panen dari petani semata.
Petani di Sulawesi Selatan dapat memanfaatkan berbagai macam tanaman pangan
sebagai mata pencaharian. Kondisi geografis yang sangat memungkinkan tumbuhnya
dengan subur tanaman penghasil karbonhidrat dan protein. Tanaman tersebut antara lain
padi, jagung, kacang kedelai, singkong, ubi jalar dan sebagainya. Berdasarkan uraian diatas,
maka penelitian ini bertujuan untuk memetakan bentuk-bentuk potensi geografis tanaman
pangan di Sulawesi Selatan dan menganalisis produktivitas tanaman pangan di Sulawesi
Selatan yang diharapkan dapat mendukung kedaulatan pangan nasional.

METODE
Jenis Penelitian
Jenis penelitian digunakan adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan pendekatan
survei. Dengan menggunakan metode ini, diharapkan dapat membuat gambaran atau
deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif yang menggunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut serta penampilan dan hasilnya

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 182
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

(Sugiyono, 2018). Penelitian ini akan menganalisis potensi - potensi geografis di Sulawesi
Selatan yang dapat mendukung tercapainya kedaulatan pangan nasional.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Agustus 2022. Lokasi penelitian di
beberapa instansi pemerintahan di lingkup provinsi Sulawesi Selatan, seperti Kantor Dinas
Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan Badan Pusat Statistik. Dengan
mengumpulkan data dan dokumen yang mendukung tentang potensi – potensi geografis
Sulawesi Selatan yang mendukung terciptanya kedaulatan pangan. Data sampel dalam
penelitian adalah potensi wilayah dari seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan yang
terdiri atas 21 Kabupaten dan 3 Kota.

Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa:
1. Kuisioner data potensi; yang berisi daftar pertanyaan untuk menjawab pertanyaan
penelitian terkait peluang dan tantangan yang dihadapi pemerintah Sulawesi Selatan
dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional
2. Alat pengolah data, yang digunakan untuk memetakan potensi – potensi geografis
Sulawesi Selatan;
3. Alat perekam, digunakan untuk mendapatkan data – data sebaran potensi geografis
yang ada di Sulawesi Selatan.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah 1) Dengan menyebarkan kuisioner
data potensi, 2) Mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen terkait rencana
strategis pemerintah Sulawesi Selatan, Dinas ketahanan pangan, tentang langkah – langkah
strategis yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan; dan 3)
Melakukan observasi dan dokumentasi terkait data – data sebaran potensi geografis
Sulawesi Selatan.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data menggunakan tiga tahap yaitu 1) Reduksi data, yaitu
mengumpulkan semua data yang telah didapatkan baik dari kuisioner, dokumentasi
maupun observasi. Data kemudian diklasifikasikan berdasarkan relevansinya dengan
pertanyaan penelitian yang hendak dijawab; 2) Display data, yaitu melakukan penyajian
data, agar lebih mudah dipahami oleh pembaca. Hasil – hasil pengolahan kuisioner,
dokumentasi dan observasi dibuat dalam bentuk grafik, tabel atau chart. Dan terakhir 3)
Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan, tahap ini dilakukan dengan menganalisa hasil
temuan dan melakukan penarikan kesimpulan guna menjawab pertanyaan – pertanyaan
penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Profil Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
terletak di bagian selatan Pulau Sulawesi. Ibu kota provinsinya adalah Makassar, yang
dahulu disebut Ujung Pandang. Secara geografis, wilayah Sulawesi Selatan dibatasi
Sulawesi Barat dibagian utara, Teluk Bone, dan Sulawesi Tenggara di sebelah timur, di
sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 183
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

Laut Flores. Luas Wilayah Sulawesi Selatan 46.717,48 km2 dengan 24 Kabupaten/Kota yaitu
21 kabupaten dan 3 kotamadya, 304 kecamatan, dan 2.953 desa/kelurahan. Jumlah pulau
sebanyak 314 pulau (Statistik, 2021).
Ada 5 (lima) Kabupaten yang sangat luas yaitu Luwu Utara, Luwu Timur, Bone,
Luwu, dan Wajo. Sedangkan, 5 Kabupaten/Kota yang memiliki ukuran kecil yaitu Kota
Pare-pare, Kota Makassar, Kota Palopo, Bantaeng, dan Takalar. Ada 2 kabupaten yang
memiliki banyak pulau, yaitu Pangkajene Kepulauan dan Kepulauan Selayar masing-
masing 131 dan 115 pulau, sedangkan kabupaten yang tidak memiliki pulau, yaitu Luwu
Utara, Luwu, Wajo, Tana Toraja, Gowa, Sidenreng Rappang, Enrekang, Soppeng, Toraja
Utara, dan Kota Pare-pare (Statistik, 2021).
Topografi Provinsi Sulawesi Selatan membentang dari dataran rendah hingga dataran
tinggi, dengan kondisi kemiringan 0 sampai 3 persen merupakan tanah yang relatifebagian
datar, 3 sampai dengan 8 persen merupakan tanah yang sebagian bergelombang, 8 sampai
45% tanahnya curam dan bergunung. Wilayah dataran terluas berada pada 100 hingga 400
mdpl, dan sebagian merupakan dataran yang berada pada 400 – 1000 mdpl. Di Sulawesi
Selatan, ada 10 gunung yang tersebar dibeberapa kabupaten, yaitu Gunung Latimojong,
Gunung Rantemario (3.478 m), Gunung Rantekombola (3.070 m), Gunung Balease (3.016 m),
Gunung Latimojong (2.871 m), Gunung Bawakaraeng (2.845 m) dan Gunung Karua (2.670
m). Selain itu, terdapat 4 dataran tinggi, yaitu Seko, Malino, Enrekang, dan Tana Toraja.
Sulawesi Selatan memiliki penduduk sebanyak 8.851.200 jiwa (2018) dan mengalami
kenaikan menjadi 9.073.500 jiwa pada tahun 2019. Jumlah penduduk terbanyak ada di Kota
Makassar (1.423.900 jiwa), yang merupakan ibukota provinsi, disusul kemudian Kabupaten
Bone dan Kabupaten Gowa. Sedangkan 3 kabupaten/kota yang memiliki penduduk sangat
kecil adalah Pare-pare (184.700 jiwa); Kepulauan Selayar (137.100 jiwa) dan Kota Palopo
(184.700 jiwa).

Gambar 1. Peta Sulawesi Selatan

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 184
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

Kepadatan penduduk di Sulawesi Selatan adalah 194,23 jiwa/km2. Kepadatan


penduduk tertinggi didominasi oleh daerah perkotaan, seperti Kota Makassar (8.100 jiwa/
km2); Kota Pare-pare (1,524.76 jiwa/km2); dan Kota Palopo (746.13 jiwa/ km 2). Sedangkan,
kepadatan penduduk kabupaten dibawah 400 jiwa/ km2. Paling rendah adalah Luwu
Timur (42.73 jiwa/ km2) dan Luwu Utara (43.04 jiwa/ km2). Oleh karena itu, kedua
kabupaten ini merupakan daerah tujuan transmigrasi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Sulawesi Selatan terdiri atas berbagai macam suku dan bahasa seperti bugis,
makassar, toraja dan mandar. Agama penduduk di Sulawesi Selatan didominasi oleh Islam
(88,33%); Protestan (8,11%); Khatolik (2,25%); Hindu (1,02%); Buddha (0,25%); dan
Konghuchu (0,04%). Penduduk di Sulawesi Selatan mayoritas beragama Islam, kecuali di
Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan sebagian wilayah di Kabupaten Luwu
Utara, Kabupaten Luwu Timur, dan Kabupaten Luwu beragama Kristen Protestan. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Selatan pada tahun 2020 telah mencapai 71,93.
Pandemi COVID-19 telah membawa sedikit perubahan dalam pencapaian pembangunan
manusia di Sulsel. IPM tahun 2020 tercatat sebesar 71,93 atau tumbuh 0,38 persen, melambat
dibandingkan pertumbuhan tahun 2019.

Potensi Geografis Sulawesi Selatan


1. Lahan Persawahan
Lahan pertanian yang berupa lahan sawah biasanya dicirikan oleh adanya pematang
yang mengelilinginya dengan maksud untuk membatasi antara bidang lahan sawah satu
dan bidang sawah lainnya. Di samping itu, pematang lahan dibuat juga untuk tujuan
mencegah keluar masuknya air secara berlebihan sehingga kondisi air dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan. Potensi geografis Sulawesi Selatan terbesar adalah lahan persawahan
yang memungkinkan tumbuhnya padi dengan baik sebagai bahan pangan utama
masyarakatnya (Hamid, 2018; Sastrapradja, 2012).
Tabel 1. Luas Panen tanaman Padi di Sulawesi Selatan
No. Nama Kabupaten/Kota Luas Panen (ha)

1 Bone 132.517,80
2 Wajo 92.525,40
3 Pinrang 88.992,14
4 Sidenreng Rappang 51.965,29
5 Luwu 51.070,00
6 Gowa 48.630,20
7 Soppeng 43.150,80
8 Maros 42.825,59
9 Bulukumba 41.543,36
10 Luwu Timur 40.919,33
11 Luwu Utara 27.675,86
12 Takalar 26.183,26
13 Pangkajene dan Kepulauan 25.356,05
14 Jeneponto 21.627,43
15 Barru 21.178,65
16 Sinjai 18.886,24
17 Toraja Utara 12.388,55
18 Tana Toraja 10.261,62
19 Bantaeng 9.554,60
20 Enrekang 2.956,95

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 185
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

No. Nama Kabupaten/Kota Luas Panen (ha)

21 Kota Palopo 2.793,41


22 Kota Makassar 1.610,40
23 Kepulauan Selayar 995,42
24 Kota Parepare 995,42

Sulawesi Selatan 978.192,54


Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2021

Berdasarkan gambar 1 diatas luas panen tanaman padi di Sulawesi Selatan pada tahun
2020 seluas 978.192,54 ha. terdapat 5 kabupaten yang memiliki luas panen terbesar, yaitu
Kabupaten Bone (162.601,98 ha); Kabupaten Wajo (132.517,80 ha); Kabupaten Pinrang
(92.525,40 ha); Kabupaten Sidenreng Rappang (88.992,14 ha) dan Kabupaten Luwu
(51.956,29 ha). Sedangkan 5 kabupaten yang memiliki luas panen padi terkecil didominasi
oleh daerah perkotaan seperti Kota Pare-pare yang hanya memiliki 995,42 ha; Kota
Makassar 2.793,41 ha dan Kota Palopo 2.956,95 ha. Selain itu terdapat pula Kabupaten
Selayar yang hanya memiliki 1.610,40 ha dan Kabupaten Enrekang yang 9.554,46 ha
(Statistik, 2021).
Sawah di Sulawesi Selatan dibagi menjadi 2, yaitu sawah yang menggunakan irigasi
dan sawah tadah hujan. Sawah yang mengguankan irigasi dapat panen sampai 3-4 kali
dalam setahun sedangkan sawah tadah hujan hanya sekali dalam satu tahun yakni pada
musim hujan. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedangkan,
yang sumber airnya dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut
ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa
disebut sawah rawa. Sawah irigasi sistem pengairannya memanfaatkan waduk atau
bendungan.

2. Sungai
Sungai memiliki peranan penting dalam berbagai macam aktivitas keseharian
masyarakat. Salah satunya adalah pemanfaatannya dalam pengairan lahan pertanian. Irigasi
merupakan sarana penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan bagi pertanian. Sungai
menjadi salah satu sumber irigasi yang sering digunakan oleh masyarakat petani untuk
mengaliri berbagai macam tumbuhan. Pasalnya kekurangan aliran air dapat mempengaruhi
hasil panen pertanian. Sulawesi Selatan memiliki potensi sungai yang cukup besar bagi
aktivitas pertanian. Sungai yang ada di Sulawesi Selatan diantaranya Sungai Bantimurung,
Sungai Bila, Sungai Binanga Sangkara, Sungai Bulucenrana, Sungai Cambajawa, Sungai
Cenrana, Sungai Galaggara, Sungai Jeneberang, Sungai Kalaena, Sungai Kuri Lompo,
Sungai Lekopancing, Sungai Maros, Sungai Moncongloe, Sungai Pangkajene, Sungai Pute,
Sungai Sadang, Sungai Mamasa, Sungai Tallo, Sungai Tangka, dan Sungai Walanae. Sungai
– sungai ini memiliki peranan yang sangat penting dalam kelangsungan aktivitas pertanian,
khususnya padi di Sulawesi Selatan.
Sungai Jeneberang adalah sungai yang terletak di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan,
Indonesia. Sungai Jeneberang memiliki panjang antara 75-80 Km mengalir dari timur ke
barat dari Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang menuju ke Selat Makassar.
Daerah Aliran Sungai Jeneberang melintasi 8 kabupaten dan 1 kota yang tersebar di
Provinsi Sulawesi Selatan. Hulu Sungai Jeneberang memiliki tingkat sedimentasi tinggi
pascalongsornya kaldera Gunung Bawakaraeng di Tahun 2004.

3. Bendungan
Bendungan adalah bangunan yang berupa urugan tanah, urugan batu, beton, dan atau

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 186
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula
dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung
lumpur sehingga terbentuk waduk berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya di
musim hujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan
baik untuk keperluan. Bendungan digunakan untuk keperluan irigasi, air minum industri,
tempat rekreasi, tempat penampungan limbah, cadangan air minum, pengendali banjir,
perikanan, pariwisata dan olahraga air. Berikut ini adalah nama bendungan yang ada di
Sulawesi Selatan.
Di aliran Sungai Jeneberang terdapat sebuah bendungan yaitu Bendungan Bilibili
yang berada di Desa Bili-bili Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa. Bendungan ini
merupakan salah satu bendungan yang menjadi pengendali banjir Sungai Jeneberang yang
mampu menyediakan air baku sebesar 3300 liter/det dengan luas areal irigasi 24.585 Ha.
Bendungan ini juga memiliki pembangkit tenaga listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas
terpasang 20,1 MW. Bendungan Bili-bili adalah bendungan terbesar di Sulawesi Selatan
Adapula Sungai Sadang. Sungai Sadang adalah salah satu sungai utama yang mengalir ke
Selat Makassar. Sungai Sadang merupakan sungai terpanjang di Sulawesi Selatan karena
sungai ini membentang sepanjang 182 Km dari dataran tinggi utara Kabupaten Toraja Utara
tepatnya di Gunung Latimbangan dan mengarah ke Kabupaten Pinrang, sebuah kabupaten
di sebelah barat daya Tana Toraja, dan berakhir di Selat Makassar. Dengan lebar rata-rata
sekitar 80 meter, Sungai Sadang memiliki arus yang cukup deras dengan banyak bebatuan
besar yang tersebar di sepanjang alirannya.

Potensi Tanaman Pangan di Sulawesi Selatan dalam mendukung Kedaulatan


Pangan Nasional
Berikut ini adalah data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik tahun 2021 yang
menggambarkan produksi tanaman pangan Sulawesi Selatan.
Tabel 2. Produksi Tanaman Pangan di Sulawesi Selatan tahun 2020
Tahun 2020
No Kabupaten/Kota
Padi (ton) Jagung (ton) Kedelai (ton)
1 Kepulauan Selayar 7.539,42 8.562 -
2 Bulukumba 181.813,53 102.824 2.629
3 Bantaeng 50.749,06 138.915 127
4 Jeneponto 113.756,98 271.074 2.005
5 Takalar 104.504,78 18.015 2.367
6 Gowa 241.721,11 224.079 7.310
7 Sinjai 90.066,83 13.340 -
8 Maros 184.808,63 5.483 4.298
9 Pangkajene dan Kepulauan 129.683,12 3.564 857
10 Barru 132.096,93 2.682 -
11 Bone 754.504,80 290.960 29.398
12 Soppeng 263.554,62 41.127 4.947
13 Wajo 580.356,42 133.369 11.517
14 Sidenreng Rappang 457.115,99 58.634 181
15 Pinrang 518.815,04 83.169 881
16 Enrekang 44.757,22 44.604 60
17 Luwu 262.175,16 10.408 263
18 Tana Toraja 56.100,78 5.099 246

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 187
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

Tahun 2020
No Kabupaten/Kota
Padi (ton) Jagung (ton) Kedelai (ton)
19 Luwu Utara 162.283,30 36.309 5
20 Luwu Timur 227.519,38 24.755 59
21 Toraja Utara 80.628,57 4.562 19
22 Kota Makassar 12.555,17 45 23
23 Kota Parepare 4.286,93 2.097 -
24 Kota Palopo 17.019,71 4.737 -
Sulawesi Selatan 4.670.874,06 1.519.851 67.192
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2021

Pada gambar 2 menunjukkan produksi padi merupakan produk andalan mayoritas di


Sulawesi Selatan. Terdapat beberapa kabupaten yang memiliki produksi padi paling tinggi
seperti Kabupaten Bone, Kabupaten Wajo, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng
Rappang, dan Kabupaten Soppeng. Hal ini sesuai dengan luas lahan persawahan yang
dimiliki oleh masing – masing kabupaten. Selain itu, faktor lain seperti pengairan dan
kesuburan tanah turut mendukung produktivitas padi di daerah tersebut.

603.604 - 754.505
452.703 - 603.604
301.802 - 452.703
150.901 - 301.802
0 - 150.901

Gambar 2. Peta Produksi Padi Sulawesi Selatan tahun 2020

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 188
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

232.768 - 290.960
174.576 - 232.768
116.384 - 174.576
58.192 - 116.384
0 - 58.192

Gambar 3. Peta Produksi Jagung Sulawesi Selatan Tahun 2020

Tabel 3.Top 5 Provinsi penghasil padi di Indonesia


Urutan Provinsi Padi (ton) Persentase
1 Jawa Timur 10.022.387 18,17
2 Jawa Tengah 9.586.911 17,38
3 Jawa Barat 9.219.886 16,71
4 Sulawesi Selatan 4.678.413 8,48
5 Sumatera Selatan 2.696.877 4,89
Indonesia 55.160.548 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2021

Pada tingkat nasional, tabel 3 menjelaskan bahwa Sulawesi Selatan masuk dalam top 5
penghasil ketiga tanaman pangan diatas. Pada komoditas padi, Sulawesi Selatan berada di
urutan keempat, setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, sedangkan urutan
kelima ditempati oleh Sumatera Selatan. Dari pencapaian ini, Sulawesi Selatan berkontribusi
sebanyak 8,48% dari total panen padi di Indonesia.
Tabel 4. Top 5 Provinsi penghasil jagung di Indonesia
Urutan Provinsi Jagung (ton) Persentase
1 Jawa Timur 6.131.163 31,26
2 Jawa Tengah 3.212.391 16,38
3 Sulawesi Selatan 1.528.414 7,79
4 Sumatera Utara 1.519.407 7,75
5 Lampung 1.502.800 7,66
Indonesia 19.612.435 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2021

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 189
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

Tabel 4 menjelaskan komoditas jagung Sulawesi Selatan berada di urutan ketiga,


setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah, sedangkan urutan keempat dan kelima ditempati
masing-masing oleh Sumatera Utara dan Lampung. Dari pencapaian ini, Sulawesi Selatan
berkontribusi sebanyak 7,79% dari total panen jagung di Indonesia.
Tabel 5. Top 5 Provinsi penghasil kedelai di Indonesia
Urutan Provinsi Kedelai (ton) Persentase
1 Jawa Timur 344.988 35,82
2 Jawa Tengah 129.794 13,48
3 NTB 125.036 12,98
4 Jawa Barat 98.938 10,27
5 Sulawesi Selatan 67.192 6,98
Indonesia 963.183 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2021

Tabel 5 menjelaskan bahwakomoditas kedelai Sulawesi Selatan berada di urutan


kelima, setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Lampung. Dari pencapaian
ini, Sulawesi Selatan berkontribusi sebanyak 6,98% dari total panen kedelai di Indonesia.

Pembahasan
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap
saat untuk menghasilkan energi, sehingga bisa beraktifitas dengan bebas. Biasanya, pangan
ini bersumber dari hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang biasanya
dikenal dengan sebutan tanaman pangan. Tanaman pangan merupakan jenis tanaman yang
menghasilkan banyak nutrisi penting bagi tubuh seperti karbohidrat kompleks maupun
protein. Bagi Indonesia pangan sering didentifkan dengan beras karena jenis pangan ini
merupakan makanan pokok utama (Sulviati et al., 2020). Berdasarkan pengalaman
gangguan pada ketahanan pangan seperti meroketnya kenaikan harga beras berkembang
menjadi krisis multidimensi dan membahayakan stabilitas ekonomi maupun nasional.
Selain beras ada beberapa contoh tanaman pangan dimana sebagai sumber protein dan
karbohidrat. Contohnya, serella (padi, gandum, dan jagung), umbi (ubi jalar dan singkong),
dan kacang-kacangan (kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang panjang).
Tanaman pangan ini cukup mudah ditanam oleh petani di lahan pertanian mereka.
Beberapa jenis tanaman ini tidak membutuhkan perawatan yang terlalu rumit misalnya
singkong, kedelai, maupun ubi jalar. Namun, ada beberapa diantaranya perlu intensif
dalam perawatannya seperti kentang, jagung, padi, dan lain sebagainya. Selain untuk
memenuhi asupan makanan ternyata tanaman pangan juga bisa menjadi sebuah peluang
usaha yang dapat menghasilkan manfaat dan keuntungan dalam kehidupan manusia
dengan cara budidaya (Rusdiana & Praharani, 2015).
Potensi dari padi sangat banyak. Tanaman padi bisa menghasilkan 34 jenis produk
turunan: gabah, beras, sekam, dedak, bekatul, menir, jerami, silika, bioetanol, maitosa, glukosa,
sorbitol, xylitol, nano serat, furtural, kertas, pakan, pupuk hayati dan sebagainya. Tidak ada
yang terbuang, semua bermanfaat bagi kehidupan. Masyarakat mengklasifikasikan beras
menjadi tiga kelompok: beras putih (dibagi menjadi pulen dan pera), beras hitam, dan beras
merah. Meski beras hitam dan beras merah bergizi, keduanya bukanlah makanan pokok
seperti nasi putih. Beras merah dan beras hitam masih tergolong rendah konsumsinya dan
umumnya dikonsumsi karena alasan kesehatan dan gizi. Beras hitam dan beras merah
memiliki lebih sedikit karbohidrat dibandingkan nasi putih, tetapi memiliki tingkat energi
yang lebih tinggi dan kaya akan protein. Ada banyak varietas padi, yang muncul dengan
karakteristik genetik yang lebih baik hampir setiap tahun. Namun, secara umum beras

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 190
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

dapat dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, adalah varietas padi yang ada di suatu daerah,
dan varietas padi yang telah lama beradaptasi di suatu daerah tertentu memiliki ciri-ciri
khusus tergantung daerahnya (Hernawan & Meylani, 2016).
Dikenal sebagai varietas padi hibrida kedua atau varietas padi satu kali tanam, hasil
maksimal sekali tanam. Namun, penanaman kembali benih menghasilkan jauh lebih sedikit
daripada saat pertama kali ditanam. Kedua, hibrida, Varietas padi ini merupakan hasil
teknik biologi untuk sekali tanam. Ada juga varietas padi hibrida lain yang dikendalikan
pemerintah atau didatangkan dari negara lain. Ketiga, varietas padi unggul adalah varietas
padi yang dapat ditanam kembali sesuai dengan pola budidaya. Hasil panen dari varietas
dapat ditabur kembali berkali-kali sampai jumlah panen berkurang secara perlahan. Ada
beberapa varietas padi unggulan yang dapat ditanam kembali hingga 10 kali dengan hasil
yang hampir sama. Beras bermutu tinggi adalah varietas yang dikeluarkan oleh pemerintah
melalui berbagai pengujian yang diperintahkan oleh Menteri Pertanian.
Jagung di Sulawesi Selatan merupakan komoditas kedua setelah padi yang banyak di
usahakan oleh petani (Mamahit et al., 2021). Terdapat beberapa daerah yang memiliki
produksi jagung tertinggi seperti Kabupaten Bone, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten
Bantaeng, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Gowa. Jagung dapat tumbuh dengan
subur di kelima daerah ini karena didukung oleh karakteristik tanah yang cocok. Potensi
pemanfaatan dari jagung juga sangat besar. Selain sebagai olahan bahan pangan seperti
tepung maizena, mie jagung, minyak nabati, dan berbagai olahan lainnya. Jagung juga
dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan bioetanol. Jagung merupakan salah satu
tanaman pangan penghasil karbohidrat terpenting di dunia, selain gandum dan padi.
Saat ini jagung dari Indonesia telah dikenal akan kualitasnya, dan diharapkan dapat
memenuhi permintaan pasar internasional kedepan. Jagung asal Indonesia ini, sebagian
besar dihasilkan dari dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan
Nusa Tenggara Barat. Sebagai informasi tambahan, hingga akhir tahun 2020 Indonesia telah
mengekspor jagung hingga ke beberapa negara yang diantaranya ke negara Filipina hingga
Korea Selatan
Kedelai juga dapat kita temui di Sulawesi Selatan. Akan tetapi masih terbatas.
Tanaman kedelai hanya dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah sampai
daerah dengan ketinggian 1.200 m dpl. Curah hujan berkisar antara 150 mm – 200
mm/bulan dengan lama penyinaran matahari 12 jam/hari, dan kelembapan rata-rata (RH)
65%. Daerah penghasil kedelai di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Bone, Kabupaten
Soppeng, Kabupaten Maros, Kabupaten Wajo dan Kabupaten Gowa. Kelima daerah ini
memang memiliki lahan yang sangat mendukung untuk tumbuhnya dengan baik tanaman
kedelai (Statistik, 2021).
Salah satu makanan penghasil protein nabati yang umum dikenal adalah kedelai.
Dengan perkembangan tersebut, industri pangan kedelai akan terus berkembang. Di sisi
lain, kebutuhan protein hewani mendorong perkembangan industri peternakan, sehingga
mendorong pertumbuhan industri pakan ternak. Bahan terpenting kedua dalam pakan
konsentrat (setelah jagung) adalah bungkil kedelai. Pada kelompok tanaman pangan,
kedelai merupakan bahan baku terpenting ketiga setelah beras dan jagung. Selain itu,
kedelai juga merupakan tanaman sekunder yang kaya protein. Kedelai segar digunakan
dalam industri makanan dan bungkil kedelai digunakan dalam industri pakan ternak.
Kedelai berfungsi sebagai sumber protein nabati. Tidak hanya aman untuk kesehatan, tetapi
juga relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani, sehingga sangat penting
untuk memperbaiki pola makan masyarakat.
Beberapa tanaman pangan potensial lainnya di Sulawesi Selatan adalah ubi kayu,
kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar dan sagu. Ubi kayu merupakan salah satu tanaman
pangan yang sangat populer di Sulawesi Selatan. Sebagian besar kabupaten/kota di

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 191
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

Sulawesi Selatan memproduksi tanaman ini, meskipun tidak ada data penting yang
tersedia. Singkong merupakan makanan alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat
yang cukup tinggi sebagai pemasok energi.

SIMPULAN DAN SARAN


Adapun kesimpulan dalam penelitian ini yaitu bahwa potensi geografis Sulawesi
Selatan sangat mendukung terciptanya kedaulatan pangan nasional. Luas panen tanaman
padi di Sulawesi Selatan pada tahun 2020 seluas 978.192,54 ha yang ditunjang dengan irigasi
dari sungai dan bendungan menjadikan provinsi ini layak dikatakan sebagai lumbung padi
nasional. Produksi padi merupakan produk andalan mayoritas di Sulawesi Selatan,
sebanyak 4.670.874,06 ton yang diproduksi pada tahun 2020, menjadikan Sulawesi Selatan
urutan keempat secara nasional. Dengan memaksimalkan potensi geografis tanaman
pangan ini, maka sudah selayaknya Indonesia tidak lagi melakukan impor beras.
Adapun saran peneliti kepada pemerintah Sulawesi Selatan dalam mewujudkan
kedaulatan pangan, yaitu 1) peningkatan produksi pangan, khususnya komoditas strategis
seperti beras, jagung, dan kedelai secara efisien, adil, dan berkelanjutan; 2) perbaikan dan
pengembangan penanganan pasca panen khususnya produk pangan; 3) perbaikan
komposisi asupan makanan yang lebih bergizi dan berimbang; 4) menjamin pasar pada
produk pangan dengan harga jual yang menguntungkan para petani; 5) terhubungnya antar
kawasan sentra penghasil pangan; 6) mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan
iklim global yang mempengaruhi produksi pangan; 7) kapasitas dan etos kerja petani harus
terus ditingkatkan melalui program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan secara
sistematis dan professional; 8) penguatan dan pengembangan kegiatan R & D untuk
menghasilkan inovasi teknologi dan sistem manajemen yang dapat meningkatkan daya
saing sektor pertanian secara berkesinambungan; dan 9) penguatan dan pengembangan
kelembagaan petani untuk memperkokoh posisi tawar mereka di tengah era globalisasi
secara berkeadilan.

DAFTAR RUJUKAN
Arisaputra, M. I., & SH, M. K. (2021). Reforma agraria di Indonesia. Sinar Grafika (Bumi
Aksara).
Hamid, H. (2018). Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Petani Padi Di
Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Khazanah Ilmu
Berazam, 1(03), 32–48.
Hernawan, E., & Meylani, V. (2016). Analisis karakteristik fisikokimia beras putih, beras
merah, dan beras hitam (Oryza sativa L., Oryza nivara dan Oryza sativa L. indica).
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan Dan
Farmasi, 15(1), 79–91.
Index, G. H. (2022). Indonesia. Global Hunger Index.
https://www.globalhungerindex.org/indonesia.html
Kurma, S. (2019). Peran Conservation Respon Unit (CRU) Trumon dalam Konservasi Sumber Daya
Alam di Trumon Tengah. UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Luthfia, R. A., & Dewi, D. A. (2021). Kajian deskriptif tentang identitas nasional untuk
integrasi bangsa Indonesia. De Cive: Jurnal Penelitian Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan, 1(11).

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 192
Kaslam K / LaGeografia 21 (2), 2023, 181-193

Mamahit, J. J., Wenur, F., & Lengkey, L. C. C. E. (2021). KEHILANGAN HASIL


PEMANENAN JAGUNG MENGGUNAKAN ALAT COMBINE HARVESTER MAXXI
CORN TIPE-G DI DESA LOPANA KECAMATAN AMURANG TIMUR KABUPATEN
MINAHASA SELATAN. COCOS, 6(6).
Mudrieq, S. S. H. (2014). Problematika krisis pangan dunia dan dampaknya bagi Indonesia.
Academica, 6(2).
Rachman, I. N. (2016). Politik Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam Menurut Pasal 33
UUD 1945. Jurnal Konstitusi, 13(1), 195–212.
Rusdiana, S., & Praharani, L. (2015). Peningkatan usaha ternak domba melalui diversifikasi
tanaman pangan: ekonomi pendapatan petani (improvement of cattle sheep through
crops diversification: economic income farmers). Agriekonomika, 4(1), 80–96.
Sastrapradja, S. D. (2012). Perjalanan Panjang Tanaman Indonesia. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Simarmata, M. M. T., Sudarmanto, E., Kato, I., Nainggolan, L. E., Purba, E., Sutrisno, E.,
Chaerul, M., Faried, A. I., Marzuki, I., & Siregar, T. (2021). Ekonomi Sumber Daya Alam.
Yayasan Kita Menulis.
Statistik, B. P. (2021). Sulawesi Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik.
https://sulsel.bps.go.id/publication/2021/02/26/0747cef62696e4a91bf5224c/provinsi-
sulawesi-selatan-dalam-angka-2021.html
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif. Alfabeta.
Suhaimi, A. (2019). Pangan, gizi, dan kesehatan. Deepublish.
Sulviati, S., Maddatuang, M., Saputro, A., & Azhim, M. I. (2020). Keterlibatan Perempuan
dalam Usaha Pertanian di Desa Goarie, Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng.
UNM Geographic Journal, 3(1), 51–55.

Potensi Geografis Tanaman Pangan Sulawesi Selatan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional | 193

Anda mungkin juga menyukai