Buatlah contoh perhitungan dari PPh pasal 21s, 22 dan 23 yang Anda
ketahui! Sebutkanlah dasar hukumnya !
Untuk perhitungan PPh 21, terdapat 3 (tiga) metode yang berbeda, yaitu perhitungan
PPh 21 nett, gross dan gross up.
Misalnya, ada seorang karyawan yang memiliki gaji per bulan Rp11.000.000,
statusnya lajang tanpa tanggungan (PTKP TK/0).
Rp10.450.000 x 12 = Rp125.400.000
Sebelum melakukan perhitungan gross up kita harus tahu perhitungan untuk PKP
dengan mengikuti formula Lapisan PKP berikut ini:
= Rp125.400.000 – Rp54.000.000
= Rp71.400.000
Maka berlaku rumus lapisan kedua untuk mendapatkan Tunjangan Pajak yaitu (PKP
setahun – Rp47.500.000) x 15/85 +Rp2.500.000
Maka tunjangan ini dimasukkan dalam komponen gaji sehingga gaji yang diterima
adalah Rp11.000.000 + Rp559.803 = Rp11.559.803
Aturan perhitungan PPh 21 diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) pajak
Nomor PER-32/PJ/2015.
1 Harga US$200.000
Faktur
(Cost)
Apabila PT Maju memiliki Angka Pengenal Impor (API), maka perhitungan PPh
Pasal 22 dari impor barang tersebut adalah :
Tarif PPh Pasal 22 memiliki API x Nilai Impor
(2,5% x Rp 3.866.498.400) = Rp 96.662.460
Namun, jika PT Maju tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API), maka
perhitungannya menjadi seperti berikut :
Tarif PPh Pasal 22 tidak memiliki API x Nilai Impor
(7,5% x Rp 3.866.498.400) = Rp 289.987.380
Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Tertentu
A. PT Maju adalah perusahaan semen yang menjual hasil produksinya kepada PT
Mundur senilai Rp 9.800.000.000 pada bulan Mei 2021. Harga ini sudah termasuk PPN
sebesar 10%.
Maka Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan semen adalah :
Sebelum mencari PPh Pasal 22nya, ketahui terlebih dahulu besar DPP PPN yang
dikenakan dengan menggunakan rumus :
Diketahui Perhitungan Nilai
B. Pada bulan April 2021, perusahaan kertas PT Merdeka melakukan penjualan atas
hasil produksinya kepada PT Mulia senilai Rp 3.300.000.000. Harga ini sudah
termasuk PPN sebesar 10%. Maka perhitungan PPh Pasal 22 atas penjualan kertas
adalah :
1 Nilai Rp
kontrak 22.000.000
(sudah
termasuk
PPN)
2 DPP (100/110) x Rp
Nilai 20.000.000
Kontrak
(Rp
22.000.000)
Jadi, PPh Pasal 22 yang dipungut Dinas Pendidikan Kota Depok adalah sebesar Rp
300.000.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas Pembelian Bahan untuk Industri
PT. IND adalah perusahaan industri tekstil yang membeli bahan untuk produksinya
kepada eksportir PT LIM senilai Rp 500.000.000.
Maka perhitungan PPh Pasal 22 atas pembelian bahan industri adalah :
Tarif PPh Pasal 22 atas Pembelian Bahan Industri x Harga Beli
0,25% x Rp 500.000.000 = Rp 1.250.000
Contoh Perhitungan PPh 22 Hasil Produksi Migas
PT. MIG sebagai perusahaan produsen bahan bakar minyak dan melakukan
penyerahan bahan bakar minyak senilai Rp 800.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada
PT YAK (bukan perusahaan SPBU).
Maka PPh Pasal 22 yang dipungut atas penyerahan hasil produksi migas adalah :
Tarif PPh 22 Hasil Produksi Migas x Nilai Jual
0,3% x Rp 800.000.000 = Rp 2.400.000
Dasar hukum PPh Pasal 22 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan. Ketentuan PPh Pasal 22 juga diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22.
Tarif dari pajak penghasilan 23 dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau
jumlah bruto dari penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat dua jenis tarif yang
diberlakukan, yaitu 15% dan 2% tergantung dari objek pajaknya. Berikut penjelasan
dari masing-masing tarif.
1. Tarif 15% PPh 23 dengan tarif 15% wajib dibayarkan oleh WP dari jumlah bruto
atas dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, atau sejenisnya, selain
yang belum dipotong oleh PPh 21. Dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36 Tahun 2008 tentang
PPh, dividen yang dimaksud termasuk dividen yang diterima oleh pemegang polis
asuransi serta pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Cara menghitung PPh 23 tarif 15% bisa dilihat dari contoh berikut: Pak Anto
menerima royalti atas hak yang digunakan sebesar Rp10.000.000, maka jumlah PPh
yang harus dibayarkan adalah: 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000.
2. Tarif 2% Wajib pajak diwajibkan melunasi PPh sebesar 2% dari jumlah bruto atas
sewa dan penghasilan lain terkait penggunaan harta. Adapun sewa dan penghasilan
lain yang bersumber dari penggunaan tanah dan bangunan dikecualikan dari pajak ini,
yang dasar hukumnya dapat ditemukan pada pasal 4 ayat (2) bagian d.
Tarif pajak PPh 23 dengan tarif 2% juga berlaku untuk jumlah bruto dari imbalan jasa,
di antaranya jasa teknik, konstruksi, manajemen, konsultan, penilai, akuntansi, jasa
hukum, jasa penerbitan/percetakan, dan jenis jasa lainnya seperti yang diatur dalam
peraturan Menteri Keuangan.
Untuk penghitungan PPh 23 dengan tarif 2%, berikut contohnya: PT XYZ adalah
sebuah badan usaha tetap yang menerima jasa merancang busana dengan jumlah bruto
Rp15.000.000. Dengan demikian, jumlah PPh 23 yang dibayarkan, yaitu 2% x
Rp15.000.000 = Rp300.000.
2. Jelaskan yang dimaksud dengan pajak berganda, serta kelemahan dan kelebihan
dari pajak berganda tersebut! Sebutkanlah dasar hukumnya !
Apa sih pajak berganda itu? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi yaa?
Pajak berganda (Double Taxation) merupakan pajak yang dikenakan lebih dari 1 kali
oleh dua atau lebih negara atas satu subjek/objek pajak yang sama pada periode yang
identik, sehingga mengakibatkan beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak
menjadi lebih besar dari yang seharusnya.
Pajak berganda ini biasanya terjadi jika dalam suatu transaksi lintas batas negara
terdapat lebih dari satu negara yang mengklaim hak pemajakan atas hal tersebut
sehingga terjadilah benturan antar klaim perpajakan.
Ini karena adanya prinsip pemajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global
principle) dimana penghasilan dari dalam maupun luar negeri akan dikenakan pajak
oleh negara tempat wajib pajak berdomisili. Dilain sisi, terdapat pula pemajakan
teritorial (source principle) yang dikenakan bagi wajib pajak luar negeri oleh negara
sumber atas penghasilannya di negara tersebut. Dengan demikian atas penghasilan
tersebut akan terkena pajak dua kali, yaitu oleh negara residen/domisili dan negara
sumber atas penghasilannya.
Selain itu, klaim pemajakan ganda ini juga dapat terjadi ketika terdapat dua negara
yang kemudian mengklaim bahwa seorang wajib pajak merupakan wajib pajak dalam
negerinya yang mengakibatkan adanya dual residen dan pengenaan pajak ganda.
Lalu, Bagaimana Cara Menghadapi dan Menghindari Pajak Berganda Ini Yaa?
Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B) yaitu perjanjian antara dua
negara yang mengatur ketentuan-ketentuan berkaitan dengan pembagian hak
pemajakan atas subjek/objek pajak untuk menghindari pajak berganda sekaligus
memajukan investasi negara tersebut. Dengan adanya persetujuan P3B ini, maka
pengenan pajak akan lebih jelas antar kedua negara dan tidak ada pengenaan ganda.
Selain melalui Tax Treaty, upaya lain agar tidak terkena pajak berganda ini yaitu
dengan melakukan Kredit Pajak. Melalui kredit pajak ini, maka wajib pajak dapat
mengkreditkan pajak yang telah dibayar di negara sumber untuk dikreditkan di
negara domisili sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di Indonesia sendiri, ketentuan
akan hal tersebut diatur dalam Pasal 24 UU PPh.
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau yang bisa disebut dengan Tax
Treaty merupakan sebuah perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia dengan Pemerintah negara lainnya yang merupakan mitra dari negara
Indonesia atau yurisdiksi mitra dengan tujuan untuk menghindari pengenaan pajak
berganda dan pengelakan pajak oleh Wajib Pajak.
Awal mula adanya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) ini dimulai
dengan berdasar pada Peraturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983Tentang Pajak
Penghasilan dan telah diubah beberapa kali hingga perubahan terakhir pada Peraturan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Tepatnya pada
Pasal 32A menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan
perjanjian dengan pemerintah negara lain dengan tujuan menghindari pajak berganda
dan pencegahan pengelakan pajak.