Anda di halaman 1dari 3

Script Film Pendek

Parcel Cahaya
Oleh : Winda Dwi Astuti
Tema : Heart Breaking
Jumlah Pemeran : 3 Orang
Karakter Pemeran :
Lidya (sabar dan berhati lembut)
Aini (Tegas dan periang)
Zulfa (Agak cemburuan dan setia kawan)

Sinopsis :
Semenjak lulus SD Lidya sudah masuk pondok pesantren. Beberapa orang mungkin
menganggap orang tuanya terlalu tega memasukkannya di pesantren dengan usia belia
seperti itu. Pondok Roja, Pesantren Tahfidzul Qur’an yang ada di Sukoharjo tempat Lidya
menuntut ilmu. Sehari-hai Lidya senantiasa menambah hafalan dan tak lupa mengulangi apa
yang pernah ia hafal. Ini tahun ke 6 dia di Pondok Roja, dengan kata lain tahun terakhir.
Hafalan yang ia dapatkan hampir selesai 30 juz. Sebentar lagi ia akan menggapai cita-cita
yang bakalan ia persembahkan bagi orang tuanya, menjadi seorang hafidzah.

Skenario 1
Suasana mengaji dan muroja’ah. Shoot beberapa santri, dan juga Lidya sedang mengaji di
beranda kelas.
Aini : (menutup qur’an) “Eh ukhtii ukhti . . kalian kepikiran nggak sih,habis lulus
dari Pondok Roja mau ngapain?”
Zulfa : “Iya juga ya, ini tahun terakhir kita . . Nggak kerasa”
Aini : “Kalo aku, ingin lanjut ke Kyoto University Arts and Design.”
Zulfa : “Idih . . Antum lulusan tahfidz mau kuliah di umum? Ya Allah ukhti . . , apa
nggak ada sekolah islam yang lebih baik apa.” (mengernyitkan dahi, heran)
Aini : “Loh kan, engga berdosa kan ukhti solihahku . . “
Zulfa : “Ya memang nggak ada yang nglarang, tapi kan . . “
Lidya : “Tapi, asal semuanya dalam bingkai Al-Qur’an” (datang tiba-tiba,
menyodorkan beberapa buku dan kitab pada Aini) “Kalo semua penghafal
qur’an melanjutkan kuliah di bidang agama saja, siapa yang akan mengobati
muslimah ketika diperlukan, siapa yang akan menjaga kemajuan teknologi
agar sesuai koridor syar’i?” (duduk di sela-sela Aini dan Zulfa) “Siapa tau
temen-temen kita yang ambil jurusan Astronomi di Cambridge University,
bisa menciptakan alat untuk memudahkan mengamati hilal, menentukan
awal Ramadhan kayak kemaren.”
Aini : “Bener banget, aku pengen banget Seni Islami maju lagi seperti saat dalam
dinasti Abbasiyah. Minimal, keindahan islam akan lebih bisa disyiarkan
melalui seni.” (menimpali argumen Lidya)
Zulfa : “Hmm, iya iya, okedeh kalian menang . . “
Aini : “Idih, siapa menang siapa yang kalah? Emang turnamen??”
Lidya : “Husss, udah udah. Yok persiapan buka.” (berdiri, sambil mengajak 2
temannya persiapan berbuka)
Aini – Zulfa : (bergegas menyambut ajakan Lidya, dan pergi sambil bercakap-cakap ringan
meninggalkan tempat)

Skenario 2
Suasana malam. Sesaat setelah solat isya, Zulfa, Aini dan Lidya sedang bercengkrama. Besok
merupakan hari perpulangan libur Idu Fitri, mereka menghabiskan hari terakhir di pondok
sembari menyiapkan barang-barang yang akan mereka bawa pulang.
Lidya : “MasyaAllah.. banyak banget bawaanmu ukhtii . . “
Zulfa : “Hehe, namanya perempuan ukh.” (riweh mempersiapkan perpulangan)
“Tolong itu ukh, bungkusan parcel . . ” (meminta tolong Lidya untuk
mengambilkan parcel yang kebetulan di dekat Lidya duduk)
Lidya : “Ini ukh . . “ (menyodorkan parcel ke Aini)
Zulfa : “Diumuran segini, gantian kita yang mulai rajin memberi hadiah ke orang
tua.” (memegang parcel yang sudah terbungkus rapih)
Aini : “Widih, parcel lebaran ya. Kalo ortuku, dua-duanya suka membaca. Aku
bawakan beberapa bacaan islami aja. (memerkan beberapa buku bacaan
yang ia bungkus rapih juga) “Tentunya, sama beberapa makanan khas
Sukoharjo.” (meihatkan beberapa makanan khas sukoharjo yang sudah ia
bungkus).
Lidya : “MasyaAllah, orang tua kalian pasti bangga punya anak solihah nan
berbakti.” (Lidya menanggapi, sambil bantu berkemas) “Hadiah parcel buat
orang tua ya . . ”
Aini + Zulfa : (memeluk Lidya, suasana menjadi haru. Kamera menjauhi 3 orang ini)

Skenario 3
Shoot anak seang perpulangan. Berkemas, bertemu orang tua yang menjemputnya, ada
yang pulang sendirian, membawa koper dan beberapa bawaan yang lainnya. Lidya
menunggu di Pondok sendiri, melihat kepergian satu persatu temannya pulang, menemui
orang tuanya.
Skenario 4
Pagi hari sehari setelah Pondok sepi, santri sedang dalam perpulangan. Di suatu
pemakaman.
Lidya : “Bismillah . . “ (memasuki pemakaman)
Shoot beberapa scene pemakaman dengan suasana haru.
Lidya : “Sudah sekitar 7 tahunan, Lidya selalu kesini setiap mau hari Raya Idul FItri.
Hehe, Abi Umi apa kabar? (mulai terisak) Tadi malam Aini dan Zulfa, temen
akrab Lidya mengemas parcel lebaran dan hadiah untuk kedua orang
tuanya. (Semakin terisak, air mata mulai keluar) “Pengen juga . . Lidya,
membungkuskan parcel untuk abi umi . .” (tak terbendung lagi, air mata
bercucuran keluar)
Lidya : (mengusap air matanya) “Ya, Lidya paham, nggak bisa lagi membawa parcel
untuk abi umi . .” (dengan nada terisak-isak) “Tapi keinginan untuk memberi
hadiah kepada abi umi masih tetap ada . . “ (sambil mengusap air mata)
Lidya : “Tahun ini abi, insyaAllah ya umi . . Lidya bawakan parcel untuk kalian
berdua.” (mengusap air mata yang mulai mengering) “Mahkota, dan juga
Jubah untuk abi dan umi . . (nangis lagi) “InsyaAllah bi. . mi . . , tahun ini
selesai hafal 30 Juz” (tak terbendung air mata tertumpah ruah lagi).
Scene berakhir (kamera zoom out) ketika Lidya membersihkan makam abi dan uminya.
Meletakkan beberapa tangkai Bunga di pusara pembaringan kedua orang tuanya.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai