Editor :
Dr. Abdullah Fathoni, S.E., M.M.
Hikmah Nur Azza, S.E., M.E.
Ir. Agus Imanto
Agus Irwanti, S.Pd.
Erlangga
ISBN : 978-602-70409-2-2
PUISI “PESAWATKU...”
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim...
ABSTRAKSI
Buku ini mengulas hal-hal yang bersifat makro dan mikro tentang tata
kelola kebandarudaraan dengan berpedoman pada prosedur Internasional
(ICAO), prosedur dan aturan Nasional dan lokal dengan selalu
mengutamakan faktor inti, yaitu; keamanan, keselamatan, kenyamanan
penerbangan dan berwawasan lingkungan. Kesimpulan besar buku ini
adalah “Bandara adalah pusat mobilisasi perekonomian suatu Negara”.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis ii
DAFTAR ISI
BAB I
PERAN DAN FUNGSI STRATEGIS KEBANDARUDARAAN1
1. Pendahuluan.
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk dinamis, berkembang
biak, berbudaya dan kreatif. Alam diciptakan sedemikian rupa oleh Tuhan
untuk melengkapi dan memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia dalam
bersosialisasi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya, karena manusia
disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial.
Kebutuhan dasar manusia salah satunya adalah mempunyai keturunan yang
secara alami berakibat meningkatkan jumlah penduduk. Ketersediaan alam
yang terbatas dihadapkan dengan kenaikan jumlah penduduk di suatu
wilayah, maka akan menimbulkan persaingan hidup dan kehidupan antar
kelompok populasi atau komunitas atau persaingan individu, sehingga
kondisi ini mendorong manusia untuk meningkatkan kegiatan ekonominya
guna memenuhi kebutuhan hidup.2
Komunitas atau kelompok manusia membuat kesatuan budaya,
kesatuan wilayah dan kesatuan rasa serta kesatuan ideologi yang
membentuk negara. Dan kegiatan ekonomi manusia antar negara yang
melintasi antar daerah, melintasi pulau dan lautan diperlukan sarana
bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan,
kelancaran dan ketertiban arus lalu-lintas pesawat udara, penumpang, dan/atau cargo
dan/atau Pos, tempat perpindahan antara dan/atau antar moda serta meningkatkan
pertumbuhan Ekonomi Nasional dan daerah (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan).
2 Joseph A. Schumpeter, “Capitalsm, Socialsm & Demokrasi”, (Yogyakarta, Penerbit :
3 Sakti Aji Sasmita, “Mega City & Mega Airport”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu,
2013), hal. 45.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 3
4 Transportasi udara yang didukung dengan bandar udara yang modern, nyaman dan
langsung pada kenaikan angka PDRB atau Produk Domestik Regional Bruto yang secara
empiris mempunyai korelasi kuat dan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Hikmah Nur Azza, “Pengaruh PAD, DAU, DAK terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Propinsi Jawa Barat Tahun 2004-2012”, (Skripsi – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), ha l .
86.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 7
8 Faktor Demografi menjadi unsur yang paling penting dalam melakukan kajian dan
pemetaan operasioan pesawat terbang karena terdapat koneksitas antar bandara yang
berkaitan dengan penumpang, barang serta regulasinya. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen
Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 3.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 11
kekuasaan Pemerintah Zionis Israel, yaitu teroris merupakan bagian inti tubuh internal
pemerintahan Yahudi. (Tim Penerjemah Comes, “Center for Middle East Studies”, Penerbit :
Asy Syamil Press & Grafika, 2001), hal. 1.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 13
11 Konsep pelayanan bandar udara pada masa damai dan dukungan bandara pada
waktu bencana atau perang merupakan fleksibilitas fungsi bandara dan sebagai daya saing
potensi internal bandara. Eriyatno, “Membangun Ekonomi Komparatif”, (Jakarta, Penerbit :
PT. Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, 2011), hal. 97.
14 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
2. Gambaran Umum.
Manajemen kebandarudaraan strategis berkaitan erat dengan
ketersediaan fasilitas penerbangan yang memadai, modern serta terawat
dengan baik, sehingga tidak ada gangguan.12
a. Pengertian Fasilitas.
Fasilitas didefinisikan kebutuhan dasar fisik sebagai layanan fasilitas
yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Istilah ini
umumnya merujuk kepada infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung
jaringan struktur seperti fasilitas berupa jalan, kereta api, air bersih,
bandara, kanal, waduk, tanggul, pelabuhan, secara fungsional infrastruktur
dapat pula mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat. Bandara13
sebagai fasilitas transportasi udara sangat berperan penting mempercepat
pemerataan, juga sebagai pendorong, penggerak dan penunjang
pembangunan nasional. Bandara sendiri diatur dalam PP Nomor 70 tahun
2001, yang berpengertian sebagai lapangan terbang yang di pergunakan
untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang,
atau bongkar muat cargo/pos, dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
12 Kualitas dan kuantitas bandara suatu negara menjadi salah satu barometer
keberhasilan pembangunan dan tingkat pendapatan masyarakat negara tersebut. Ada tiga
tujuan inti pembangunan negara; Pertama, peningkatan kualitas dan kuantitas ketersediaan
berbagai kebutuhan masyarakat; Kedua, peningkatan standar hidup masyarakat termasuk
tingkat pendidikan dan umur harapan hidup serta tingkat kesehatan masyarakat; Ketiga,
terbukanya semua akses pilihan kehidupan ekonomi dan sosial. Michael P. Todaro dan
Stephen C. Smith, “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, (Jakarta, Penerbit : Erlangga,
2003), hal. 28.
13 Otoritas bandar udara adalah Lembaga Pemerintah yang diangkat oleh Menteri
pada landasan pesawat dan sekitar landasan pacu sangat tergantug dengan kelas bandar
udara dan tingkat layanan yang ditawarkan. Pada umumnya kelas bandara akan berbanding
lurus dengan regulasi Pemerintah, jumlah penumpang dan frekuensi penerbangan. I Gusti
Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media,
2013), hal. 12.
16 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
b. Regulasi Keamanan.15
Keamanan adalah keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa
dikaitkan dengan kejahatan, bentuk kecelakaan, serangan teroris,
penyelusup. Bandara termasuk kategori obyek vital nasional, disebutkan
dalam Keputusan Presiden Nomor : 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan
Obyek Vital Nasional. Pasal 1 ayat 1 bahwa ancaman dan gangguan
mengakibatkan kekacauan transportasi dan komunikasi secara nasional.
Selain keamanan bandara yang berkaitan langsung dengan keselamatan
penerbangan, keamanan yang berkaitan dengan ancaman kekerasan dan
sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan Nasional dalam rangka
tercapainya tujuan Nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan
tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina
serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan
menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya
yang dapat meresahkan masyarakat. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).
20 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
adanya dendam kebencian, perlakuan tidak adil dan penindasan serta keputusasaan. A.C.
Manulang, “Terorisme & Perang Intelijen”, (Jakarta, Penerbit : Manna Zaitun, 2006), hal. 20.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 23
18Resiko keamanan yang timbul karena ancaman yang menyebabkan terusiknya rasa
aman dan menimbulkan keresahan akan berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan
24 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
3) Area Bandara.
Kasus pencurian barang-barang dalam kendaraan yang di
parkir di sekitar bandara dan kasus pencurian lampu pemandu
pendaratan yang terdapat di sepanjang taxiway. Wilayah bandara
dibagi menjadi public area, restricted public area, restricted area dan
prohibited area. Siapapun juga boleh masuk public area atau area
umum setelah memperoleh izin, di restricted area atau area terbatas
hanya calon penumpang, petugas perusahaan penerbangan yang
diperbolehkan dan hanya penumpang yang boleh meneruskan ke
waiting room. Semua pintu waiting room tetap terkunci, kecuali
untuk kepentingan boarding. Pada prinsipnya Bandara harus steril
dari berbagai ancaman, oleh karena itu Bandara harus dipagar. Bahan
pagar harus memenuhi kriteria rekomendasi dari organisasi
penerbangan sipil Internasional atau ICAO. Pagar terdiri dari pagar
yang berfungsi sebagai penghambat dan pelindung (profektif). Pagar
penghambat seluas Bandara, sedangkan pagar yang berfungsi
sebagai pelindung dilakukan pada peralatan-peralatan vital dan
tempat-tempat strategis. Area bandara harus terlindung dari segala
bentuk kegiatan yang memungkinkan terjadinya tindakan melanggar
hukum yang berakibat mengganggu keselamatan dan keamanan
penerbangan. Untuk itu pihak manajemen kebandarudaraan harus
meningkatkan kewaspadaan.
harapan) dengan situasi yang diberikan bandara. Salah satu cara mengukur
kepuasan pelanggan yaitu :
pengguna jasa bandara harus dimaknai pada dua sisi. Manajemen bandara harus memahami
terhadap keinginan bentuk pelayanan yang diharapkan pelanggan atau pengguna jasa
bandara dan pada sisi yang berbeda. Pelanggan juga harus memahami semua aturan dan
prosedur yang berlaku di lingkungan bandara, saling memahami pada posisi masing-masing
antara manajemen bandara dan pelanggan akan membentuk harmonisasi dan kenyamanan
di lingkungan bandara. Gary W. Eldred, PH.D., “Real Estate IDI”, (Jakarta, Penerbit :
PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007), hal. 182.
28 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
21 Pendapatan atas pengelolaan Bandar udara harus dilaporkan kepada pihak yang
berwenang atau yang terkait dengan fungsi kontrol keuangan. Maka laporan keuangan
bandar udara mengikuti prinsip Akuntabilitas, yaitu; Pertama, Akuntabilitas yang relevan
antara jumlah pendapatan dengan kepadatan penumpang; Kedua, tepat waktu atau periode
pelaporan pendapatan bandara yang sesuai dengan jadwal periodik pelaporan; Ketiga, tepat
kualitas dan kuantitas pelaporan; Keempat, laporan keuangan bandara disajikan sesuai
dengan standar akuntansi; Kelima, Laporan tidak kontradiktif. A. Dirwan, “Manajemen
Sistem Perencanaan dan Anggaran Pembangunan Pertahanan Negara”, (Jakarta, Penerbit :
Salima Institute, 2013), hal. 156.
30 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
1) Aman Terkendali.
Pada saat Negara dalam kondisi damai, sudah sepatutnya
potensi bandara mampu memberikan fasilitas dan keamanan untuk
meningkatkan pendapatan, dengan melakukan kegiatan sebagai
berikut :
a) Prospektif Bisnis Penerbangan.
Pasar penerbangan komersial di dalam negeri diketahui
mulai mengalami pertumbuhan yang amat pesat sejak tahun
2001. Jumlahnya melonjak sampai 100% dibanding dua tahun
sebelumnya, dan kembali naik dalam beberapa tahun
berikutnya. Pertumbuhan yang memukau itu ternyata dipicu
oleh kemunculan maskapai-maskapai bertarif murah,
perjalanan dapat dijangkau dalam waktu cepat, pengguna jasa
transportasi darat dan laut tergiur beralih ke pesawat.
b) Pasar Global.22
Globalisasi telah membuka ruang turut sertanya
investasi Asing disetiap negara dalam rangka mempercepat
roda pembangunan serta pemerataan hasil-hasil
pembangunan. Peran serta investor Asing dengan
menggunakan modal dari luar negeri sebagai katalisator
22 Pasar globalisasi yang ditandai dengan adanya arus keluar masuknya atau “Cash
Flow” pembayaran keuangan antar negara harus diawali dengan terlebih dahulu
membangun sistem keuangan yang baik agar terhindar dari malapetaka keuangan yang aka n
berdampak semua sendi-sendi keuangan negara temasuk sumber-sumber yang berasal dari
pendapatan bandara. Dengan demikian globalisasi keuangan dapat berdampak positif dan
negatif. Joseph E. Stiglitz, “Making Globalization Work”, (Bandung, Penerbit : Mizan, 2007),
hal. 113.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 31
atau melawan, bahkan ada yang mengatakan “perang melawan globalisasi”. Hal ini
dibuktikan dengan adanya kematian seorang pengunjuk rasa di Genoa pada Tahun 2001,
unjuk rasa dan protes keras pada pertemuan di “Seatle” yang dis elenggarakan oleh
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Tahun 1999. Para pemegang dana dunia atau birokrat
Internasional adalah lambang dan simbol tanpa wajah didalam tatanan perekonomian yang
dengan kekuasaannya pada permodalan dan kemampuannya mengendalikan iklim investasi
dunia dapat menentukan hitam dan putihnya pertumbuhan ekonomi suatu negara yang
dalam prakteknya banyak merugikan negara-negara sedang berkembang. Joseph E. Stiglitz,
“Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional”, (Jakarta, Penerbit :
PT. INA Publikatama, 2003), hal. 3.
32 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
24 Ada sebuah “Trayek” yang dapat diprediksikan akan terjadi dengan muatan
berbagai kepentingan ekonomi dunia, pergerakan modal antar wilayah ekonomi yang
melewati batas-batas regional sebuah negara dan membawa perubahan-perubahan
mendasar dengan melakukan intervensi kebijakan ekonomi dalam suatu negara. Kebijakan
tersebut adalah bagian dari kenaikan jenjang pembangunan yang tidak mempunyai korelasi
langsung dengan kebudayaan, namun berkaitan erat dengan potensi ekonomi suatu
kawasan untuk melaksanakan kebijakan ekonomi yang tepat sesuai dengan kepentingan
“Pasar Bebas atau Globalisasi Ekonomi”. Dengan demikian semua institusi yang terkait dan
infrastruktur termasuk “Bandara Internasional” harus dipersiapkan terlebih dahulu. Kinichi
Ohmae, “Hancurnya Negara-Bangsa-Bangkitnya Negara Kawasan dan Geliat Ekonomi
Regional di Dunia Tak Terbatas”, (Yogyakarta, Penerbit : Qalam), hal. 31.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 33
obyek vital Nasional yang bersifat strategis mempunyai kriteria; Pertama, sarana dan
prasarana yang melayani hajat hidup orang banyak; Kedua, menyangkut harkat dan
martabat Bangsa terutama dalam kaitannya hubungan diplomatik antar negara -negara di
dunia; Ketiga, segala kebijakan strategis dan operasional bandara dalam kontrol Pemerintah
secara langsung, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah; Keempat, regulasi yang
bersifat strategis selalu terkoordinasi dengan Pemerintah. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 7, angka poin 5.
Pada Penjelasan)
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 39
b) Fungsi Mobilisasi.
Secara matematis apabila dihitung dengan angka, maka tugas
militer selain perang atau OMSP lebih banyak dan lebih beragam
daripada tugas militer untuk perang atau OMP. Dengan demikian
segenap prajurit dan sipil harus siap untuk dimobilisasi dalam perang,
karena sistem pertahanan Indonesia adalah sistem Pertahanan
Rakyat Semesta. Operasi Militer Selain Perang atau OMSP
menjadikan TNI sebagai kelembagaan harus menyiapkan
keterampilan ganda untuk semua prajuritnya, akan tetapi dilain pihak
kesejahteraan prajurit masih “jauh panggang dari api”. Artinya upaya
prajurit untuk menjadikan keluarganya hidup layak dan putra-
putrinya agar mendapatkan pendidikan yang baik juga masih sangat
terbatas, apalagi kalau dikaitkan dengan kesiapan alutsista TNI bila
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan
Singapura maka masih jauh tertinggal. Dengan demikian, di masa
yang akan datang, optimalisasi alutsista dan tingkat kesejahteraan
prajurit harus mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1997
tentang Mobilisasi dan Demobilisasi, yang dimaksud :
Penyelenggaraan Pertahanan Negara Pasal 8 (1); Komponen Cadangan terdiri atas Warga
Negara, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan serta sarana dan prasarana Nasiona l ya ng
telah disiapkan untuk dikerahkan melalui MOBILISASI guna memperbesar dan memperkuat
komponen utama. Mobilisasi Komponen Cadangan mengundang perdebatan mengenai :
proses rekruitmen anggota Komponen Cadangan, sumber pembiayaan penyelenggaraan
Komponen Cadangan. Beni Sukadis – Eric Hendra (Editor), “Pertahanan Semesta dan Wajib
Militer”, (Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008), hal. 32.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 41
30 Di dalam buku “Bersama Rakyat TNI Kuat” dijelaskan bahwa tugas militer di
negara manapun dirumuskan menjadi tiga komponen besar, yaitu; Pertama, menjaga batas
wilayah negaranya, baik di darat, di laut dan di udara dari segala ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan dari pihak luar negeri maupun dari dalam negeri; Kedua, menjaga
semua obyek vital negara yang dalam hal ini adalah bandar udara dengan segala macam
aktivitasnya serta semua unsur-unsur pendukungnya; Ketiga, menjaga dan menjamin
kelancaran, keamanan dan kenyamanan semua aktivitas masyarakat yang termasuk aktivita s
Maskapai Penerbangan. Abdullah Fathoni, “Bersama Rakyat TNI Kuat”, (Jakarta, Penerbit :
KBPA, 2014), hal. 6.
42 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
31 Pada sisi yang berbeda, masyarakat juga harus dilindungi dari bentuk ancaman dan
gangguan baru yang tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara militer dan mekanisme politik.
Bentuk ancaman dan gangguan tersebut adalah “Krisis Ekonomi” yang dapat secara cepat
menimbulkan krisis kepercayaan pada Pemerintah yang berkuasa, sehingga akan mendorong
terjadinya beberapa konflik yang diakibatkan oleh hancurnya struktur perekonomian negara
dan hancurnya kesejahteraan masyarakat. Untuk itu peran bandara dalam menopang
perekonomian Nasional sangat diperlukan. H. Budi Santoso Suryo Sumanto, “Ketahanan
Nasional Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, 2001), hal. 61.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 43
32Perlindungan masyarakat dari segala ancaman, baik ancaman nyata dan ancaman
yang tidak nyata harus dilakukan secara paralel. Kedua ancaman tersebut tidak dapat
44 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
dirumuskan secara permanen dalam waktu yang terus-menerus untuk menentukan faktor
mana yang paling dominan, akan tetapi sangat tergantung kondisi masyarakat dalam negeri
dan masyarakat Internasional dalam merespon semua kebijakan negara. Ancaman yang
terbesar dirumuskan oleh banyak negara adalah ancaman kemiskinan disamping ancaman
perang, akan tetapi dua hal yang berbeda cara mengatasi dan meng antisipasi. Dalam
konteks bandara, maka kedua ancaman tersebut termasuk ada di dalamnya, sehingga
kemampuan intern segenap potensi Bangsa sangat diperlukan. Philip Kotler, dkk., “The
Marketing of Nations”, (Jakarta, Penerbit : PT. Pren Hallindo, 1997), hal. 112.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 45
perang dikatakan bahwa; pesawat terbang kesehatan yang digunakan untuk atau
memindahkan yang luka dan sakit serta pengangkutan perlengkapan dinas kesehatan tidak
boleh diserang, tapi harus dihormati oleh pihak yang berperang selama terbang pada
ketinggian, waktu dan rute yang khusus disetujui antara pihak-pihak berperang
bersangkutan. Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan Departemen
Kehakiman, “Terjemahan Konvensi Jenewa Tahun 1949”, (Jakarta, 1999), hal. 23.
34 Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara
untuk mengangkut penumpang, cargo, dan/atau Pos untuk satu perjalanan atau lebih dari
satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan).
46 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
Bandara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri
ditetapkan berdasarkan pertimbangan beberapa aspek sebagai berikut :
1) Potensi permintaan penumpang angkutan udara.
2) Potensi kondisi geografis.
3) Potensi kondisi pariwisata.
4) Potensi kondisi ekonomi.
5) Aksesibilitas dengan bandara Internasional disekitarnya, dan
ketentuan intra antar moda.
36 Pada Tahun 1974, sebanyak 115 jalur penerbangan dan bertambah menjadi 134
jalur penerbangan pada Tahun 1988. Pada prinsipnya pembukaan jalur penerbangan,
kebutuhan masyarakat dengan frekuensi penerbangan, kebutuhan masyarakat dengan tetap
memperhatikan faktor keselamatan dan kenyamanan pelayanan jasa penerbangan serta
kelengkapan peralatan navigasi. Muchtarudin Siregar, “Beberapa Masalah Ekonomi dan
Manajemen Transportasi”, (Jakarta, Penerbit : LPFE.UI, 2012), hal. 136.
48 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
pada saat take off dan landing menjadi penyebab polusi suara, yang dalam perencanaan
pembangunan, frekuensi penerbangan dan lokasi pemukiman penduduk harus menjadi
pertimbangan utama, sehingga terjadi sinkronisasi antara kepentingan masyarakat umum
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 49
penerbangan, karena fungsinya yang menghubungkan antar daerah, antar pulau, bahkan
antar negara. Bandar udara tempat asal (origin) dan tempat tujuan (destination) serta rute
50 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
penerbangan harus dijamin keamanannya, untuk itu semua fasilitas pendukung operasional
harus tersedia dan dalam kondisi baik. Sakti Adji Adisasmita, “Tatanan Bandar Udara
Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 5.
39 Setiap personel pelayanan lalu-lintas penerbangan yang bertugas wajib segera
memberitahukan kepada instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pencarian
dan pertolongan setelah menerima pemberitahuan atau mengetahui adanya pesawat udara
yang berada dalam keadaan bahaya atau hilang dalam penerbangan. ( Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 355).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 51
41 Pelayanan lalu-lintas penerbangan terdiri atas ; 1) Air Traffic Control Service atau
pelayanan pemanduan lalu-lintas penerbangan; 2) Flight Imformation Service atau pelayanan
informasi penerbangan; 3) Air Traffic Advisory Service atau pelayanan saran lalu-lintas
penerbangan; 4) Alerting Service atau pelayanan kesiagaan. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, Pasal 279)
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 53
42 “Search and Rescue” secara kelembagaan akan tampil di jajaran paling depan
ketika terjadi musibah transportasi. Contoh nyatanya ketika terjadi musibah yang menimpa
pesawat MH370 Malaysia. Maka segenap kemampuan SAR secara Internasional dikerahkan
seperti pesawat pengintai dan patroli maritim P-3C Orion, pesawat Pengintai P8 Poseidon,
Satelit-Digital Globe dan kapal laut dengan perlengkapan AUV (Autonomous Under Water
Vehisle) serta dimanfaatkan robot laut guna mendukung misi SAR. (Majalah Angkasa Nom or
8, Mei 2014), hal. 12.
43 Pasal 458, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, mengatakan bahwa ada tenggang waktu 15 tahun untuk mengambil alih
layanan navigasi yang didelegasikan pada negara lain. Kongres Kedirgantaraan Nasional
Kedua Tahun 2003 yang mengelaborasi permasalahan perjanjian tentang FIR (Flight
Information Region) antara Indonesia-Singapura; Pertama, perjanjian berdasarkan UNCLOS
Tahun 1982; Kedua, pembagian ruang udara Sektor “A” (wilayah Batam hingga Singapura),
Sektor “B” (wilayah udara Tanjung Pinang dan Karimun), Sektor “C” (wilayah udara Natuna);
Ketiga, Indonesia mendelegasikan pelayanan navigasi Sektor “A” kepada Singapura sampai
ketinggian 37.000 kaki; Keempat, mendelegasikan kepada Singapura Sektor “B” sampai
dengan ketinggian tidak terhingga (Unlimited Hight); Kelima, Sektor “C” wilayah FIR
terkoordinasi antara Indonesia, Malaysia dan Singapura; Keenam, atas nama Indonesia,
Singapura dapat memungut jasa layanan navigasi penerbangan atau RANS (Router Air
Navigation Services). (Majalah Angkasa Nomor 8, Mei 2014)
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 55
44 Ruang lingkup pelayanan navigasi meliputi; Pertama, dasar tatanan navigasi yaitu:
berkembang termasuk Indonesia sangat berkisar antara 30% kekayaan negara dikuasai oleh
masyarakat miskin dan 70% kekayaan negara dinikmati dan dikuasai oleh orang-orang kaya
negara tersebut yang jumlah personelnya kurang dari 10%. Dengan demikian paran dan
fungsi bandara secara tidak langsung dapat membuka lapangan pekerjaan baru (sekitar
4.000 orang karyawan untuk Bandara Internasional) dan mempersempit koridor jarak antara
yang kaya dan yang miskin. Sehingga bandara dengan segala aktivitasnya dapat membantu
distribusi kesejahteraan masyarakat dan sekaligus sebagai fungsi “Keadilan Ekonomi”.
Michael P. Torado dan Stephen C. Smith, “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, (Jakarta,
Penerbit : Erlangga, 2003), hal. 61.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 59
46 “Acts of Unlawful Interference” atau tindakan melawan hukum pada skala Nasional
yang dilakukan Warga Negara Indonesia sedini mungkin dapat ditiadakan atau paling tidak
dapat diminimise apabila semua komponen Bangsa termasuk Pemerintah mampu
melakukan sosialisasi dengan baik dan penyegaran kembali semangat Kebangsaan, Cinta
Tanah Air dan pendalaman nilai-nilai luhur Bangsa yang terangkum dalam Pancasila. Secara
empiris dapat dilihat bahwa pelanggaran hukum dan kejahatan teroris dilakukan oleh oknum
WNI yang menyimpang dari Ideologi Negara. Untuk itu proses memulai meniadakan
pelanggaran hukum harus dimulai dari “kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik”.
Abdullah Fathoni, “Ekonomi Pancasila - Menggagas Kompromi Rasionalitas Ekonomi
Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Patigama - Radar 883, 2013), hal. 77.
60 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
Udara pada penerbangan domestik atai AWB (Air Way Bill), B/L atau
Bill of Landing pada penerbangan tertentu. Adapun dalam
operasionalnya, cargo dapat diklarifikasikan sebagai; Pertama,
Barang Umum (General Cargo), jenis spesifikasinya adalah bersih,
kering, tidak berbahaya, bukan barang terlarang, tidak cepat busuk
dan bukan jenis barang yang memerlukan pengawasan khusus;
Kedua, jenis cargo yang memerlukan penanganan khusus, seperti
binatang hidup, jenazah, peralatan perang, bahan yang mudah rusak
atau yang memerlukan penangnanan khusus seperti jenis tertentu
bahan-bahan kimia, alat-alat berat, cargo yang mengeluarkan cairan,
barang berbahaya, dan lain-lain. Regulasi atau aturan yang berlaku
untuk semua angkutan cargo udara harus tunduk pada kaidah
peraturan dan tarif penerbangan pada saat tanggal pengisian
SMU/AWB oleh pihak pengiriman yang disesuaikan dengan jadwal
penerbangan.
komparatif dan keunggulan bersaing adalah dasar berfikir yang harus dibangun dalam
mengoptimalkan peran dan fungsi bandara pada porsinya turut serta membangun
pertumbuhan ekonomi pembangunan Nasional. Bandara menjadi tempat bertemunya para
pelaku bisnis Nasional dan Internasional, untuk itu semua fasilitas pendukung bandara harus
mampu memanifestasikan keinginan dan tuntutan para pengguna layanan bandara,
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 63
sehingga tingkat layanan bandara mencerminkan daya saing dan keunggulan budaya Bangsa.
Henry Faizal Noor, “Ekonomi Manajerial”, (Jakarta, Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada,
2008), hal. 136.
64 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
48 “A Low Trust Society” atau masyarakat dengan tingkat saling percaya yang renda h.
“Akumulasi Modal” dan menata ulang sumber-sumber potensi daerah, membuka wacana
dan edukasi masyarakat daerah serta memberikan akses seluas-luasnya bagi pelaku ekonom i
guna mengoptimalkan daya saing Nasional. Salah satu cara untuk itu adalah pembangunan
Bandara Internasional di daerah-daerah, sehingga fungsi bandara tidak hanya sebagai sarana
transportasi udara yang didukung oleh berbagai Maskapai Penerbangan, tetapi bandara
merupakan ajang pertemuan bisnis skala Internasional. Untuk itu sarana penunjang
kebandarudaraan strategis harus dibangun pada skala pelayanan Internasional. Francis
Fukuyama, “The End of History and The Last Man”, (Yogyakarta, Penerbit : CV. Qalam, 2004) ,
hal. 149.
66 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
50 Sinergi antara bandar udara dan pangkalan udara merupakan bentuk kerjasama
saling pengertian antara fungsi pertahanan dan fungsi sipil dalam pengelolaan manajemen
kebandarudaraan. Penggunaan bersama bandar udara dan pangkalan udara harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut; kebutuhan pelayanan jasa transportasi udara,
keselamatan, keamanan dan kelancaran penerbangan dengan tetap mengedepankan fungsi
pertahanan dan keamanan negara serta Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Untuk itu guna menjaga saling koordinasi yang baik di tingkat satuan bawa h, maka
keputusan untuk penggunaan bersama antara bandar udara dan pangkalan udara ditetapkan
dengan Keputusan Presiden. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2009
tentang Penerbangan, Pasal 257-259).
51 Sebagian besar bandar udara di Indonesia saat ini peninggalan masa penjajahan
Hindia Belanda dan Jepang. Lokasi bandar udara tersebar di semua Propinsi. 23 bandara
68 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
komersil yang dikelola oleh BUMN, 138 bandara dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota,
26 bandara dikelola oleh Pemerintah Pusat dan 12 Bandara dikelola oleh perusahaan
penerbangan, perkebunan atau misi keagamaan. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen
Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 2.
52 Pembangunan bandara di daerah-daerah merupakan bentuk Keadilan Ekonomi.
Keadilan Ekonomi adalah aturan main dan Keadilan Sosial adalah akibatnya. Mubyarto,
“Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : LP3ES, 1988), hal. 115.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 69
tempat usaha bagi; unit penyelenggara bandar udara, badan usaha angkutan udara dan
badan hukum Indonesia, atau perorangan melalui kerjasama dengan unit penyelenggara
bandar udara atau badan usaha bandar udara. Adapun badan usaha angkutan udara adalah
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Hukum Indonesia
berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan
pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, cargo dan/atau Pos dengan
memungut pembayaran. (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun 2013
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional – Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan).
70 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
54 Angkutan udara adalah jenis moda transportasi udara yang penuh resiko, untuk itu
keterlibatan semua komponen Bangsa dan partisipasi aktif masyarakat guna menangkal
semua tindakan melanggar hukum menjadi sangat penting dalam rangka “Zero Accident”,
sehingga sosialisasi pada semua unsur masyarakat sangat berpengaruh pada kesadaran
masyarakat dan menjadi rasa ikut memiliki “Sense of Belonging”. Karena pembangunan
bandara adalah perwujudan Keadilan Ekonomi dan adanya angkutan udara merupakan
pembuka potensi ekonomi daerah. Untuk itu paradigma pembangunan yang berorientasi
pada “Capital Fundamentalism” digeser menjadi orientasi pembangunan yang manusiawi
“Human Development” yang berbasis nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan bersama.
Marsuki, “Analisis Perekonomian Nasional & Internasional”, (Jakarta, Penerbit : Mitra
Wacana Media, 2005), hal. 36.
55 Tingkat keseimbangan pasar “Supply and Demand” sangat dipengaruhi oleh
kondisi pesaing terutama terjadi pada iklim persaingan antar Maskapai Penerbangan. Untuk
itu identifikasi pesaing menjadi sangat penting dan ada beberapa kesalahan dalam
72 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
mengidentifikasi pesaing; Pertama, terlalu fokus pada pesaing lama dan mengabaikan
pesaing baru; Kedua, salah membaca kecenderungan konsumsi pelanggan dan salah
membaca kebijakan Pemerintah di bidang Ekonomi dan Moneter serta Kebijakan Fiskal;
Ketiga, mengabaikan pesaing kecil dan mengabaikan pesaing Internasional; Keempat, salah
merumuskan strategi bisnis. Pearce Robinson, “Manajemen Strategik - Formulasi,
Implementasi dan Pengendalian”, (Jakarta, Penerbit : Binarupa Aksara, 1997), hal. 126.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 73
operasioanl bandara menjadi sangat penting bila dilihat dari aspek penyatuan kepentingan,
kerjasama yang harmonis antara keduanya. Karena di negara tertentu ada kecenderungan
berkembang ideologi anti militer, dengan demikian menyatunya kepentingan militer dan
sipil pada satu obyek pembangunan dan operasional bandara menjadi alat perekat antara
sipil dan militer, serta mempersempit koridor jarak antara sipil dan militer. Tarik ulur
kepentingan sipil dan militer sangat jelas di bidang politik ketika negara dalam keadaan
perang. Demikian juga negara dalam keadaan tidak aman dan tidak terkendali, maka
kepentingan politik sipil akan tergeser oleh militer. Samuel P Huntington, “Prajurit dan
Negara - Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil”, (Jakarta, Penerbit : PT. Grasindo, 2003),
hal. 105.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 75
57 Ada tiga faktor yang mempengaruhi secara langsung iklim usaha termasuk usaha
kebandarudaraan dan usaha Maskapai Penerbangan, yaitu; Pertama, sistem ancaman yang
dalam hal ini dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keselamatan penerbangan;
Kedua, sistem integrasi, yaitu kemampuan Pemerintah untuk menyatukan semua potensi
ekonomi Bangsa dan memanfaatkan posisi bandara dalam pertemuan bisnis Internasional;
Ketiga, sistem pertukaran, yaitu rekomendasi dari semua kemajuan, peningkatan,
pertumbuhan, perkembangan serta aktivitas ekonomi sebagai landasan pijakan untuk
“tinggal landas” Pembangunan Nasional. Burhanuddin Abdullah, “Menanti Kemakmuran
Negeri - Kumpulan Esai tentang Pembangunan Ekonomi Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal. 25.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 77
luas adalah bandara dengan sejumlah Maskapai Penerbangan, artinya penyatuan wilayah
dan potensi ekonomi di komandoi oleh manajemen kebandarudaraan strategis. Komando
ekonomi melalui peran dan fungsi bandara tersebut laksana strategi perang di malam hari
yang pergerakan pasukan disatukan dalam komando “dinyalakan obor” atau kalau saat ini
menggunakan pistol cahaya yang ditembakkan ke atas, semacam kembang api yang
diluncurkan ke atas sebagai tanda-tanda penting atau tanda untuk menyatunya potensi.
Demikian juga bandara dan Maskapai Penerbangan, tingkat pelayanannya dan figur atau
sosok bangunannya menjadi cermin kondisi umum ekonomi Bangsa tersebut. Karena
bandara adalah obornya strategi ekonomi Bangsa. Supono Soegirman, “Etika Praktis Intelijen
- Dari Sungai Tambak Beras Hingga Perang Cyber”, (Jakarta, Penerbit : Media Bangsa, 2014),
hal. 13.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 79
adalah terletak pada eskalasi situasi negara; Pertama, apabila negara dalam
keadaan damai, maka dengan syarat tertentu pangkalan udara militer dapat
difungsikan juga sebagai bandara; Kedua, apabila negara dalam keadaan
perang, maka bandara dengan syarat-syarat tertentu dapat difungsikan
sebagai pangkalan udara militer. Dengan demikian obyek tempat dan
semua sarana prasarana pendukung penerbangan antara pangkalan udara -
militer dan bandara-sipil adalah sama, akan tetapi mempunyai fungsi yang
berbeda. Prioritas penggunaan fasilitas pangkalan udara dan bandara harus
diatur secara jelas dan nyata secara undang-undang, sehingga dalam
pelaksanaannya akan terjadi harmonisasi kepentingan, yaitu kepentingan
bisnis dan kepentingan pertahanan.
Pangkalan udara merupakan bagian dari potensi nasional bangsa dan
sebagai sarana utama bagi penerbangan militer dalam mendukung suatu
operasi udara. Pengembangan suatu pangkalan udara tidak dapat terlepas
dari unsur fungsi dan kemampuan TNI AU dalam mendukung perannya
sebagai penegak kedaulatan negara di udara. Tersedianya fasilitas
pangkalan udara dapat didayagunakan dan dikembangkan menjadi
kemampuan nyata bagi kepentingan kesejahteraan bangsa dan pertahanan
keamanan Negara. Sesuai dengan yang termuat dalam undang-undang No 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara bahwa sumber daya buatan 59 ,
sehingga harus dilindungi dan dipertahankan serta dijamin keselamatannya oleh negara.
Adapun konsep pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi
manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum Nasional, hukum
Internasional dan kebiasaan Internasional serta prinsip hidup berdampingan secara damai
dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi geografis sebagai Negara
Kepulauan yang disatukan oleh batas teritorial laut dan udara. Demikian juga pertahanan
negara tetap menjunjung tinggi prinsip kemerdekaan, kedaulatan dan keadilan sosial.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 81
b) Jasa penunjang.
Pelaksana usaha jasa penunjang Bandara oleh :
(1) Unit pelaksana teknis/satuan kerja Bandara, pada
Bandara yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Kabupaten/kota.
(2) Unit pelaksana dari badan usaha
kebandarudaraan, pada Bandara yang diselenggarakan
oleh badan Usaha kebandarudaraan; atau
(3) Badan hukum Indonesia/perorangan.
(4) Dalam rangka penanaman modal asing, untuk
berusaha dibidang usaha kegiatan penunjang Bandara
dipersyaratkan berpatungan dengan Badan Hukum
Indonesia.
62 Ada pepatah yang mengatakan: jika ingin menangkap ikan, maka kenali terlebih
dahulu secara seksama sungainya “you have to listen to the river if you want to catch a
trout” sehingga dapat dimaknai bahwa bila pembangunan bandara dan Maskapai
Penerbangan diharapkan mempunyai efek ekonomi yang memadai, maka segenap pelaku
manajemen kebandarudaraan dan unsur Pemerintah harus memahami karakter dan budaya
masyarakat di sekitar lokasi dibangunnya bandara tersebut. Hal tersebut membuktikan akan
pentingnya unsur pemikiran sosiologi. Zainuddin Maliki, “Sosiologi Pendidikan”, (Yogyakarta,
Penerbit : Gajah Mada University Press, 2010), hal. 7.
90 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
6) Identifikasi Keperintisan.
Angkutan udara perintis yang melayani jaringan dan rute
penerbangan perintis secara berjadwal, apabila :
a) Daerah tersebut tidak ada moda transportasi lain,
dan/atau kapasitas kurang memadai.
b) Daerah tersebut berpotensi untuk dikembangkan.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 91
Haji dan Umroh setiap tahun terus berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Akan tetapi dilain pihak harus dilihat secara ekonomi uang yang mengalir ke
luar negeri harus ditarik kembali melalui mekanisme perdagangan. Untuk itu harus dicari
cara agar Indonesia mengalami surplus dari penerbangan ke Timur tengah menggunakan
Maskapai Garuda. Keyakinan yang kuat imat Islam untuk melakukan Ibadah Haji adalah
untuk melaksanakan Rukun Islam yang Kelima sehingga menjadi kewajiban. Mustofa Diibul
Bigha, “Fiqh Syafii’”, (Gresik, Penerbit : CV. Bintang Pelajar, 1984), hal. 258.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 93
66 Bandar udara secara umum memiliki peran sebagai berikut; 1) Simpul dalam
Persaingan tarif atau harga tiket pesawat atau tarif competition yang
juga dapat disebut persaingan mutu pelayanan atau service quality
competition. Pelayanan prima adalah konsep memanjakan
penumpang pesawat mulai pelayanan pesan tiket, antar jemput ke
bandara, pelayanan jasa boga (aneka jenis makanan yang lezat dan
menarik) selama berada di ruang tunggu pemberangkatan dan
dilengkapi dengan aneka bacaan menarik, fasilitas internet, massage
dan salon kecantikan, sehingga pelayanan bandara seakan miniatur
surga dunia, akan tetapi semua pelayanan tersebut selalu termasuk
didalam harga tiket pesawat. Bahkan pelayanan tersebut sampai
dengan “live music” dengan aneka minuman dan beragam tempat
hiburan. Akan tetapi juga disediakan layanan untuk kelas ekonomi
masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu hanya pelayanan
penerbangan tanpa adanya layanan makanan dan minuman selama
di dalam pesawat atau selama penerbangan dan selama berada di
ruang tunggu. Pelayanan kelas ekonomi ini dimaksudkan untuk
bersaing harga tiket dengan angkutan kapal laut, kereta api dan
angkutan darat lainnya.
m. Faktor Keselamatan.
Unsur yang paling penting dalam operasional penerbangan adalah
keselamatan. Untuk menjaga keselamatan penerbangan dengan baik, maka
harus diketahui penyebab-penyebab kecelakaan pesawat. Secara umum
ada dua penyebab kecelakaan, yaitu; Pertama, penyebab faktor manusia
atau human error, kesalahan yang paling fatal disebabkan oleh Pilot,
co-Pilot atau awak kabin yang kurang disiplin, kelalaian dan melupakan
prosedur yang sudah baku, atau kelalaian oleh teknisi pesawat dalam
prosedur perawatan pesawat (maintenance), atau juga kelalaian crew yang
dalam pengecekan sebelum terbang, atau keteledoran dari ATC; Kedua,
faktor penyebab kecelakaan karena “faktor alam”, cuaca yang jelek
berkabut, tekanan suhu atau kelembaban udara, atau adanya awan tebal
(jenis awan CB atau Cumulonimbus) atau hujan lebat, petir, badai, dan lain -
lain. Faktor alam sangat sensitif terhadap keselamatan penerbangan, untuk
informasi dari pihak Meteo sangat penting.
Keselamatan yang dilakukan oleh bandara untuk keamanan, dengan
memperhatikan FAA yang menjadi acuan industri penerbangan global, pada
16 April 2007 telah menurunkan peringkat Indonesia ke kategori 2 atau
a Failure karena regulator Indonesia tidak memenuhi standar pengawasan
keselamatan penerbangan yang ditetapkan ICAO. Ada tiga unsur yang
memberikan kontribusi pada keselamatan penerbangan :
1) Pertama, pesawat terbangnya sendiri, bagaimana pesawat itu
didesain, dibuat, dan dirawat.
2) Kedua, sistem penerbangan negara, airport, jalur lalu lintas
udara, dan air traffic controls.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 103
69 Salah satu fungsi utama intelijen adalah manajeman pengamanan dan apabila
dihubungkan dengan pengamanan bandara dan penerbangan, maka fungsi intelijen sebagai
berikut ; Pertama, pengamanan manusia yaitu penumpang terutama VVIP, Air Crew, Ground
Crew, pengamanan pesawat dan peralatan navigasi serta pengamanan barang; Kedua,
pengamanan dokumen rahasia dan pengamanan kegiatan penerbangan; Ketiga,
pengamanan area bandara dan sekitarnya. Tingkat urgensi pengamanan intelijen dapat
digolongkan pada “obyek pengamanan” dan resiko yang mungkin terjadi dilihat dari jumlah
korban jiwa dan harta serta dampak apabila terjadi kecerobohan personel intelijen
pengamanan. Kunarto (Jenderal Pol. Purn.), “Intelijen - Pengertian dan Pemahamannya”,
(Jakarta, Penerbit : Cipta Manunggal, 1999), hal. 110.
104 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
dalam tugasnya menciptakan kondisi aman dan nyaman dan keselamatan penerbangan.
Untuk itu kesatuan komando dan struktur organisasi pengamanan bandara dan pengamanan
penerbangan harus jelas, siapa berbuat apa harus diatur secara prosedural dalam suatu “Job
Description”, sehingga dalam sistem koordinasi di lapangan tingkat bawah tidak terjadi
benturan wewenang dan hak dalam tugas pengamanan. Akan tetapi juga harus diwa spadai
adanya intelijen Asing yang menyusupkan kepentingan di area bandara yang terkadang
membuat skenario operasi intelijen yang dirancang untuk gagal tetapi berdampak negatif
pada citra penerbangan Nasional. Salim Said, “Dari Gestapu ke Reformasi - Serangkaian
Kesaksian”, (Jakarta, Penerbit : Mizan, 2014), hal. 115.
108 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
71 Dari total bandara yang ada saat ini 199 bandara, 187 bandara dikelola oleh
Pemerintah dan 12 dikelola oleh Swasta. Sesuai dengan iklim politik saat ini pada era
otonomi daerah, dan dengan semangat keterlibatan masyarakat dan pelaku bisnis dalam
upaya membangun perekonomian Nasional, maka sudah saatnya pengelolaan bandara
secara bertahap mengikuti pola perekonomian pasar atau “Market Economy” akan tetapi
Pemerintah tetap mengendalikan pada sisi legalisasi. Pasar adalah tempat yang baik untuk
mengorganisasikan kegiatan ekonomi, sehingga sinergi antara Swasta -Konsorsium dan
Pemerintah menjadi “Row Model” dalam membangun bandara yang berdaya saing
Internasional. N. Gregory Mankiw, “Principles of Economics - Pengantar Ekonomi Makro”,
(Jakarta, Penerbit : Salemba Empat, 2006), hal. 11.
112 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
72 Konstruksi landasan pacu sangat ditentukan oleh jenis pesawat, karena beban
terberat adalah saat pesawat landing dengan optimal beban pesawat ditambah jumlah
penumpang ditambah jumlah barang, yang kesemua beban tersebut tertumpu dan menjadi
beban terpusat pada “landing gear” pesawat. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen
Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 11.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 115
73 Cuaca Bumi terjadi di Troposfer, yaitu lapisan paling bawah dari Atmosfer. Cuaca di
Stratosfer memiliki arti penting yang berpengaruh pada dunia penerbangan, karena pesawa t
Jet terbang pada lapisan tersebut. Stratus adalah wilayah tempat adanya lokasi lapisan Oz on
yang melindungi permukaan Bumi dari radiasi. Ketinggian wilayah Stratosfer adalah 15
sampai 50 Kilometer di atas permukaan Bumi. Udara yang naik dari Troposfer ke Stratosfer
membelah menjadi arus Utara dan arus Selatan. Dan balon-balon udara mengumpulkan data
cuaca hingga 30 Kilometer yang sangat berguna untuk penerbangan. Karena faktor cuaca
sangat berdampak pada keselamatan penerbangan. Ensiklopedia - Hamparan Dunia Ilmu,
“Cuaca dan Iklim”, (Jakarta, Penerbit : Tira Pustaka, 2002), hal. 112.
120 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
74 Sakti Adji Adisasmita, “Mega City & Mega Airport”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha
Ilmu, 2013), hal. 67.
122 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
75
I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, penerbit : Mitra
Wacana Media, 2013), hal. 64.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 127
keperluan navigasi sangat ditentukan oleh jumlah dan kapasitas pesawat udara. Dengan
demikian terdapat hubungan berbanding lurus antara volume penumpang, jenis pesawat
dan kelegkapan fasilitas penerbangan. Contoh nyata adalah perbedaan fasilitas Bandara
Internasional bila dibandingkan dengan Bandara Perintis. Muchtar Siregar, “Manajemen
Transportasi”, (Jakarta, Penerbit : LPFE.UI, 2012), hal. 139.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 129
kebandarudaraan; Pertama, Single Linear, yaitu pembangunan terminal dan Apron pesawat
berhubungan langsung, sehingga memberikan kemudahan bagi penumpang; Kedua, Multiple
Linear, yaitu terminal berbentuk setengah lingkaran atau satu lingkaran; Ketiga, Pier Konsep,
yaitu usaha memperluas peran dan fungsi bandara; Keempat, konsep “Satelite”, yaitu
koneksitas antar terminal yang ditata dengan baik; Kelima, Transporter, yaitu adanya
kendaraan khusus untuk menghubungkan penumpang dengan pesawat; Keenam, Hybrid,
yaitu kombinasi dari berbagai konsep pembangunan terminal. Muchtarudin Siregar,
“Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen Transportasi”, (Jakarta, Penerbit : LPFE.UI,
2013), hal. 145.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 131
semua peraturan penerbangan; Kedua, dalam keadaan tertentu pihak Airlines berhak untuk
menolak barang kiriman tanpa memikul tanggung jawab apapun; Ketiga, volume dan jum l a h
barang melebihi yang telah ditentukan oleh Maskapai Penerbangan pihak Airlines dapat
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 133
menolaknya; Keempat, Airlines berhak untuk memeriksa semua kemasan dari semua
kiriman. Dengan demikian dapat difahami bahwa prosedur tersebut di atas dalam rangka
keamanan dan keselamatan penerbangan. Wynd Rizaldi dan Muhammad Rifni, “Manajem e n
Dasar Penanganan Cargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 22.
134 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
79
I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra
Wacana Media, 2013), hal. 81.
146 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
(4) Fiskal.
➢ Prosedur ini hanya terdapat pada proses
keberangkatan penumpang Internasional. Counter
pembayaran Fiskal terletak di depan tangga
sebelum naik ke lantai dua keberangkatan
Internasional.
➢ Jika memiliki NPWP dan akan bepergian ke
negara-negara di kawasan Asia Tenggara, cukup
melapor di counter Pelayanan Pajak yang juga
terletak di tangga sebelum naik ke lantai dua
keberangkatan Internasional.
BAB II
PRINSIP DASAR MANAJEMEN KEBANDARUDARAAN STRATEGIS
1. Pendahuluan.
Ada empat sasaran pokok pelayanan kebandarudaraan strategis,
yaitu; Pertama, terbukanya akses seluas-luasnya pada semua calon
pengguna jasa penerbangan dan kelancaran prosedur marketing; Kedua,
tercipta kondisi aman atau “Sense of Secure” pada setiap penumpang
dengan terjaminnya dari setiap kondisi yang menimbulkan rasa keraguan
terhadap keselamatan; Ketiga, faktor keamanan, artinya setiap penumpang
dan pengguna jasa penerbangan merasa nyaman dan terlayani dengan baik;
Keempat, tepat waktu, artinya setiap schedule penerbangan take off dan
landing diupayakan untuk tepat waktu, sehingga tidak terjadi penundaan
atau keterlambatan jadwal penerbangan, pemberangkatan dan
kedatangan.80
Sasaran utama setiap Contracting State adalah segala upaya untuk
keselamatan penumpang, crew, personel darat dan masyarakat umum
dalam segala hal yang berkaitan dengan pengamanan (safeguarding)
terhadap tindakan melanggar hukum (unlawful interference) pada
penerbangan sipil. Upaya membentuk organisasi dan mengembangkan dan
keselamatan dan menciptakan rasa tidak aman Maskapai Penerbangan adalah “Al-Qaidah”
yang mempunyai jaringan luas secara Internasional. Z. A. Maulani, “Perang Afghanistan”,
(Jakarta, Penerbit : Dalangang Seta, 2002), hal. 98.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 153
82 Proses akhir dari pendidikan dan pelatihan serta program keterpaduan informasi
dimiliki oleh Contracting State lainnya dan keamanan untuk Bangsa dan
Negara, atau informasi keamanan yang mempengaruhi kepentingan
keamanan Contracting State lainnya, dalam rangka untuk memastikan
bahwa penggunaan yang tidak tepat atau pengungkapan informasi tersebut
dihindari melalui beberapa pendekatan operasi intelijan yang dilakukan
secara terstruktur dan gabungan antar personel keamanan
kebandarudaraan yaitu dari unsur petugas keamanan bandara, unsur
Kepolisian dan unsur intelijen militer. Karena bandara ditetapkan sebagai
obyek vital Nasional yang harus dilindungi dan diawasi dalam fungsi
Keamanan Negara dan Ketahanan Nasional. 83
Tingkat keamanan informasi penerbangan mutlak diperlukan,
terutama informasi rahasia yang berkaitan dengan penerbangan khusus
atau penerbangan VVIP. Untuk itu, keterlibatan aparat intelijen dari unsur
intelijen bandara sendiri, intelijen dari aparat Kepolisian serta intelijen dari
aparat TNI harus saling bekerjasama guna menjalin kerjasama harmonis
dalam rangka mengamankan informasi yang bersifat rahasia. Informasi
yang berkaitan dengan jadwal penerbangan khusus atau informasi yang
berkaitan dengan tamu negara yang diduga dapat menimbulkan
demonstrasi masyarakat, LSM atau mahasiswa atau yang mendorong
terjadinya konflik komunal harus dirahasiakan dan dapat menggunakan
83 Ketahanan Nasional dalam bidang Ekonomi yang dalam hal ini diperankan oleh
fungsi kebandarudaraan dan Maskapai Penerbangan sebagai “sentra ekonomi
kedirgantaraan” harus difahami sebagai kondisi dinamis kehidupam masyarakat dan Bangsa
Indonesia yang terus berkembang dan berjalan sesuai dengan perkembangan global industri
kedirgantaraan. Oleh karena itu, gejolak ekonomi di tingkat global, Regional dan Nasional
harus dihindari guna menjaga stabilitas ekonomi yang berujung pada kondisi aman dan
nyaman dalam semua kegiatan perekonomian masyarakat termasuk juga keamanan dan
kenyamanan bisnis kebandarudaraan. M. Bambang Pranowo, “Multidimensi Ketahanan
Nasional”, (Jakarta, Penerbit : Pustaka Alvabet, 2010), hal. 67.
156 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
fasilitas rahasia (rute escape) untuk jalan penghubug keluar dari bandara
guna menghindari perhatian masyarakat pada umumnya.
84 Faktor manusia atau “Human Factors” adalah faktor terpenting terutama dari
unsur “Top Manajemen”, karena pengaruh figur seorang Pemimpin termasuk dalam bisnis
kebandarudaraan dan Maskapai Penerbangan akan secara langsung mempengaruhi
“Corporate Culture” dan kinerja semua “Ground Crew dan Air Crew”, karena pada
hakekatnya Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi fikiran, perasaan dan tingkah
laku orang lain dan pengertian manajemen adalah kemampuan mendayagunakan
sekelompok orang sebagai tenaga agar bekerja untuk mencapai hasil yang optimal. Hadari
Nawawi, Martini Hadari, “Administrasi Personel - Untuk Peningkatan Produktivittas Kerja”,
(Jakarta, Penerbit : CV. Haji Masagung, 1990), hal. 21.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 157
85 Arti penting program pelatihan untuk personel yang terlibat langsung dalam bisnis
lulusan yang sudah siap pakai dan siap mental kerja untuk bertugas; Ketiga, adanya
hubungan timbal balik antara pengelola pendidikan dan latihan dengan pihak bandara dan
Maskapai Penerbangan; Keempat, dilakukan evaluasi berkala dalam periode tertentu sebagai
bahan koreksi. Sondang P. Siagian, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, (Jakarta, Penerbit :
PT. Bumi Aksara, 2008), hal. 125.
86 Pada tanggal 31 Maret 2007, telah terbit Skep Dirjen Perhubungan Udara Nomor
93/III/2007 yang merujuk pada surat ICAO Nomor AS-8/11-06/100 tanggal 1 Desember 2006
tentang “Recommended Security Control for Screening Liquids, Aerosol and Gel” dan pada
pertemuan tanggal 4 April 2014 di Kantor Pusat ICAO Montreal disepakati dengan adanya
kesamaan sikap untuk meng-endorse protocol Tokyo 1963 yang salah satunya memuat
tentang pentingnya keberadaan Air Marshal karena Indonesia merupakan “Contracting State
ICAO”, sehingga harus berperan aktif dalam upaya untuk meningkatkan kewaspadaan dalam
keamanan dan keselamatan penerbangan. (Majalah Angkasa Nomor 9, Juni 2014), hal. 61.
160 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
dan jenis pondasi dan struktur pembangunan bandara, runway, apron dan
sebagainya agar aman dan nyaman.
pasal 316, yaitu : Ruang lingkup kebijakan dan sasaran keselamatan penerbangan meli puti ;
a) Komitmen Pimpinan penyedia jasa penerbangan; b) Penunjukan penanggung jawab
utama keselamatan; c) Pembentukan unit manajemen keselamatan; d) Penetapan target
kinerja keselamatan; e) Penetapan indikator kinerja keselamatan; f) Pengukuran pencapaia n
keselamatan; g) Dokumentasi data keselamatan; h) Koordinasi penanggulangan gawat
darurat.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 163
dapat dibagi kedalam zona-zona dan area tertentu atau dengan istilah yang
biasa digunakan yaitu Zona Keamanan Ring Satu, Ring Dua, Ring Tiga, dan
seterusnya; Pertama, Zona Keamanan Ring Satu adalah area di sekitar
obyek pengamanan yang merupakan “Zona Melekat” pada obyek, misalkan
pengamanan VVIP, maka wilayah Ring Satu adalah daeran dimana VVIP
tersebut berada; Kedua, Zona Keamanan Ring Dua adalah daerah di luar
“Zona Melekat” pada obyek pengamanan, akan tetapi bila dilihat dari sisi
jarak, maka wilayah Ring Dua atau lapis kedua pengamanan berjarak antara
100 Meter sampai dengan 400 Meter. Ukuran jarak tersebut menggunakan
dasar efektifitas jarak jangkau senjata laras pendek dan laras panjang;
Ketiga, Zona Keamanan Ring Tiga berada di luar radius Ring Dua yang secara
kuantitatif berjarak lebih dari 400 Meter dari obyek pengamanan, dengan
demikian proses pengamanan yang baik dilakukan secara berlapis,
berjenjang dan berjarak serta berkesinambungan.
Kelengkapan unsur sistem identifikasi yang ditetapkan dalam hal
orang dan kendaraan untuk mencegah akses yang tidak sah ke daerah
airside dan security restricted areas. Sistem identifikasi harus berpedoman
pada; Pertama, prosedur yang telah ditetapkan secara Nasional dan
Internasional ICAO; Kedua, data terbuka dari peralatan yang tersedia dan
data tertutup yang diperoleh dari personel intelijen atau data resmi dari
Pemerintah; Ketiga, identifikasi dengan menggunakan pendekatan ilmu
Psycology yang memperhatikan secara langsung obyek tentang sikap dan
tingkah laku yang mencurigakan. Identitas harus diverifikasi di pos-pos
pemeriksaan (checkpoints) yang ditunjuk sebelum akses diperbolehkan
untuk daerah airside dan security restricted areas. Keamanan bandara harus
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 169
sipil terutama jenis penerbangan VVIP telah diatur tersendiri secara legislasi di dalam
Undang-Undang Republik Indonesia dan berbagai aturan pelaksanaannya. Keterlibatan
militer dalam mekanisme pengamanan bandara dan penerbangan sipil merupakan wujud
dari “ketaatan militer versus nilai-nilai non militer” menyatukan cara berfikir dan
menentukan skala prioritas prosedur pengamanan bandara dan penerbangan VVIP di
lapangan bukan pekerjaan yang gampang, tetapi memerlukan koordinasi yang intensif
antara para Perwira militer dan petugas pengamanan bandara. Samuel P. Huntington,
“Prajurit dan Negara - Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil”, (Jakarta, Penerbit : Grasindo,
2013), hal. 82.
172 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
pesawat yang terlibat dalam operasi angkutan udara niaga, kecuali telah
membentuk proses validasi dan terus menerapkan prosedur, bekerja sama
dengan Contracting State lainnya, untuk memastikan bahwa hold baggage
tersebut telah diskrining (screening) di titik asal (point of origin) dan
kemudian dilindungi dari gangguan yang tidak sah (unauthorized
interference) dari bandara asal (originating airport) ke pesawat yang
berangkat di bandara transfer. Demikian juga setiap operator pesawat
angkutan udara niaga hanya mengangkut barang-barang dari hold baggage
yang telah diidentifikasi secara individual sebagai bagasi accompanied atau
unaccompanied, diskrining (screening) sesuai dengan standar dan diterima
untuk diangkut pada penerbangan air carrier. Semua bagasi tersebut harus
dicatat sebagai dokumen dalam kriteria dan berwenang untuk pengiriman
pada pesawat itu.
14. Mekanisme dan Prosedur untuk Pengiriman Barang Cargo Surat dan
Pos.
Prosedur yang ditetapkan untuk security controls diterapkan pada
cargo dan pos, sebelum mereka dimuat ke pesawat udara yang terlibat
dalam operasi transportasi udara komersial penumpang. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah adanya barang-barang selundupan dan
Narkotika. Untuk itu proses screening pada cargo dan pos yang dibawa
pada pesawat komersial penumpang dilindungi dari gangguan yang tidak
sah (unauthorized interference) dari point security controls yang diterapkan
sampai keberangkatan pesawat. Adapun prosedur umum penerimaan
cargo; Pertama, harus berpedoman pada peraturan Internasional ICAO,
yaitu barang-barang tersebut tidak dilarang oleh hukum negara yang dituju
176 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
atau negara yang dilalui dan barang tersebut dikemas baik, dilengkapi
dengan dokumen dan barang tersebut tidak membahayakan dalam
perjalanan; Kedua, perusahaan dapat menolak barang cargo dan barang
lainnya apabila barang-barang tersebut tidak sesuai dengan ketentuan;
Ketiga, perusahaan penerbangan berhak untuk memeriksa semua dokumen
pengiriman dan mencocokkan dengan jenis, macam dan jumlah barang
secara riil di lapangan serta dapat membongkar packing atau kemasan
barang-barang kiriman guna memastikan bahwa barang yang dikirim tepat
jumlah dan tepat jenis serta terhindar dari barang-barang yang dilarang
secara hukum atau barang-barang yang membahayakan penerbangan;
Keempat, pihak perusahaan penerbangan harus melakukan koordinasi yang
intens atau terus-menerus dengan petugas keamanan bandara guna
melakukan fungsi kontrol. Untuk itu petugas keamanan bandara harus
menetapkan proses untuk persetujuan regulated agent, jika agen tersebut
terlibat dalam menerapkan security controls. Dan memastikan pada pihak
operator tidak menerima barang dan pos untuk pengiriman pada pesawat
yang terlibat dalam operasi angkutan udara niaga penumpang kecuali
penerapan security controls dikonfirmasi dan diperhitungkan oleh regulated
agent, atau kiriman tersebut dikenakan security controls yang sesuai.
Demikian juga pihak catering, stores dan supplies yang ditujukan untuk
pengangkutan pada penerbangan komersial penumpang dikenakan
appropriate security controls dan selanjutnya dilindungi sampai dimuat ke
pesawat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya barang-barang
selundupan, Narkotika dan barang-barang yang membahayakan
penerbangan sesuai dengan ketentuan secara Internasional ICAO.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 177
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 136 dengan
menyebutkan secara rinci bahan-bahan dan cairan yang mudah menyala dan terbakar,
sehingga dikhawatirkan dapat mengancam keamanan dan keselamatan penerbangan.
180 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
kecelakaan didahului oleh kegagalan atau “Failures”. Ada dua kelompok kegagalan, yaitu
berifat laten dan bersifat aktif; Pertama, kegagalan laten disebabkan oleh budaya organisasi
atau “Corporate Culture” yang tidak baik dan lingkungan kerja yang tidak kondusif serta
organisasi yang secara administrasi tidak tertata dengan baik; Kedua, kegagalan yang bersifat
aktif terjadi karena Pilot atau awak pesawat mengalami kegagalan dalam mengendalikan
pesawatnya. (Majalah Kedirgantaraan Angkatan Udara - Suara Angkasa, Oktober 2013, hal.
42).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 181
16. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 2 - Rules of The Air.
Dalam kondisi khusus Unlawful interference. Pesawat yang sedang
mengalami unlawful interference akan berusaha untuk memberitahu
appropriate ATS unit fakta ini, keadaan yang signifikan terkait dengannya
dan setiap penyimpangan dari current flight plan diharuskan oleh keadaan,
untuk memungkinkan unit ATS untuk memberikan prioritas kepada pesawat
dan untuk meminimalkan konflik dengan pesawat lainnya dan untuk
mengantisipasi timbulnya resiko tambahan yang tidak perlu terjadi.
Prosedur yang harus dilakukan, kecuali pertimbangan di dalam pesawat
menentukan sebaliknya, Pilot-in-command harus berusaha untuk terus
terbang di jalur yang ditetapkan (assigned track) dan pada assigned cruising
level setidaknya sampai mampu memberitahukan unit ATS atau dalam
cakupan radar. Sehingga ketika pesawat terkena unlawful interference
harus berangkat dari assigned track-nya atau assigned cruising level-nya
tanpa mampu membuat radiotelephony contact dengan ATS, Pilot-in-
command harus, jika memungkinkan berusaha untuk broadcast warning
pada frekuensi darurat VHF dan frekuensi lain yang sesuai, kecuali
pertimbangan dalam pesawat menentukan yang lain. Peralatan lainnya
seperti on-board transponder dan data link juga harus digunakan bila
menguntungkan untuk dilakukan dan keadaan memungkinkan, dan proceed
sesuai dengan prosedur khusus yang berlaku untuk in-flight contingencies,
dimana prosedur tersebut telah ditetapkan dan diumumkan di Regional
Supplementary Procedures; atau jika tidak ada prosedur regional yang
berlaku, proceed pada level yang berbeda dari cruising level.
182 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
92 Pada eskalasi negara tidak aman atau sengketa dengan negara lain atau adanya
friksi diplomatik yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi antar negara, maka tidak
menutup kemungkinan adanya kegiatan intelijen ekonomi yang berupa spionase intelijen
yaitu negara yang terlibat friksi ekonomi tersebut mengerahkan pion-pionnya menjadi
karyawan perusahaan di negara sasaran bukan untuk niat bekerja tetapi untuk mencari
informasi keunggulan kompetitif dan koperatif dengan penyadapan dalam dunia
penerbangan. Kegiatan ini sangat membahayakan keselamatan terbang dan kerja di banda ra
atau Maskapai Penerbangan. Abdullah Fathoni, “Serat Sejating Urip”, (Jakarta, Penerbit :
BPA Pustaka, 2014), hal. 246.
184 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
data pada saat prosesi dokumen dan bagasi serta koordinasi dengan data
awal intelijen akan menjadi sumber utama informasi awak Cabin, Pilot dan
Co-Pilot dalam mengantisipasi setiap kejadian pada penerbangan. Petugas
keamanan bandara, aparat Kepolisian dan unsur intelijen TNI setiap saat
harus memperbaharui data kelompok atau orang-perorang yang patut
dicurigai.
Dokumen perjalanan. Contracting States hanya akan menerbitkan
Machine Readable Pasport sesuai dengan spesifikasi Doc 9303, Part 1,
paling lambat 1 April 2010. Untuk paspor yang dikeluarkan setelah 24
November 2005 dan tidak dapat dibaca mesin, Contracting States harus
memastikan tanggal kedaluwarsa sebelum 24 November 2015.
Pemeriksaan dokumen perjalanan. Contracting States akan membantu
operator pesawat dalam evaluasi dokumen perjalanan yang disajikan oleh
penumpang, untuk mencegah penipuan dan penyalahgunaan. Operator
pesawat harus mengambil tindakan pencegahan di titik embarkasi untuk
memastikan bahwa penumpang memiliki dokumen yang ditentukan oleh
Contracting States dan destination untuk tujuan pengendalian seperti yang
dijelaskan dalam bab ini. Prosedur masuk dan tanggung jawab. Otoritas
publik dari masing-masing Contracting States harus menyita dokumen
perjalanan palsu. Otoritas publik juga akan menyita dokumen perjalanan
seseorang yang meniru pemegang sah dari dokumen perjalanan. Dokumen
tersebut harus segera dihapus dari peredaran dan dikembalikan ke pihak
yang berwenang negara yang disebutkan sebagai penerbit atau ke warga
Misi Diplomatik dari Negara tersebut. Apabila tepat, Contracting States
harus memperkenalkan sistem informasi awal tentang penumpang
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 193
bahwa posisi tersebut tidak terletak di atas utilitas bawah tanah seperti gas
dan bahan bakar penerbangan dan, sejauh mungkin, kabel listrik atau
komunikasi. Apron floodlighting. Lampu sorot apron (apron floodlighting)
harus diberikan pada apron, pada fasilitas de-icing/anti-icing dan pada
isolated aircraft parking position yang ditunjuk untuk digunakan pada
malam hari. Apabila fasilitas de-icing/anti-icing terletak di dekat dengan
landasan pacu dan lampu sorot permanen dapat membingungkan untuk
Pilot , cara lain pencahayaan fasilitas tersebut mungkin diperlukan dengan
tetap memperhatikan faktor keamanan. Setiap tindakan untuk isolasi
pesawat harus memperhatikan keamanan pesawat lainnya dan keamanan
mobilitas angkutan darat sekitar area tersebut. Penjagaan ketat harus
dilakukan dengan cara bersamaan dilakukan investigasi dan prosedur
administrasi yang berlaku di negara dimana kejadian itu terjadi. Langkah-
langkah isolasi terhadap pesawat yang melanggar hukum itu dimaksudkan
untuk meminimise resiko dan melebarnya dampak negatif yang
ditimbulkannya sebelum adanya kepastian hukum atau keputusan hukum.
Dengan demikian semua pihak, yaitu perusahaan penerbangan, otoritas
bandara, para penumpang, Pilot dan Co-Pilot serta negara asal akan
mendapatkan pelayanan yang semestinya sesuai dengan standar
Internasional yang berlaku ICAO. Sehingga akan mengurangi perbedaan dan
friksi di lapangan antar pihak yang berkepentingan.
Guna menjamin keamanan, maka diperlukan sistem pasokan tenaga
listrik untuk fasilitas navigasi udara. Fasilitas bandar udara berikut ini harus
disediakan dengan power supply sekunder yang mampu memasok listrik
ketika ada kegagalan power supply utama yaitu essential security lighting,
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 199
a. Pada aerodrome: air traffic control unit, rescue and fire fighting
services (PK-PPK), aerodrome administration, medical and ambulance
services, aircraft operators, security services, and polisi;
yang berpartisipasi dan peralatan yang terkait. Rencana tersebut harus diuji
dengan melakukan :
Final Goal atau tujuan dari latihan skala penuh adalah untuk
memastikan kecukupan rencana untuk mengatasi berbagai jenis keadaan
darurat. Tujuan dari latihan parsial adalah untuk memastikan kecukupan
respon terhadap lembaga yang berpartisipasi dan komponen dari rencana,
seperti sistem komunikasi. Pagar atau barrier lainnya yang sesuai harus
diberikan pada aerodrome untuk mencegah akses tidak sengaja atau
direncanakan dari orang yang tidak berhak (unauthorized person) ke daerah
non-publik di aerodrome. Ini dimaksudkan untuk mencakup pembatasan
saluran pembuangan, saluran, terowongan dan lain-lain, dimana diperlukan
untuk mencegah akses. Langkah-langkah khusus mungkin diperlukan untuk
mencegah akses dari orang yang tidak berhak (unauthorized person) ke
landasan pacu atau taxiway yang overpass jalan umum. Sarana
perlindungan yang cocok harus disediakan untuk mencegah akses tidak
sengaja atau direncanakan orang yang tidak berhak (unauthorized person)
204 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
25. Ketentuan pada Extract from Doc 9284 Technical Instruction for The
Safe Transport of Dangerous Goods by Air.
Tingkat perencanaan dan tingkat pembentukan program pelatihan.
Program pelatihan barang berbahaya awal dan berulang harus ditetapkan
206 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
dan dipelihara oleh atau atas nama dari lembaga yang bergerak di bidang
pemeriksaan keamanan penumpang dan bagasi dan/atau barang mereka.
26. Ketentuan pada Extract from Doc 4444 Procedure for Air Navigation
Services - Air Traffic Management.
Adapun ketentuan umum untuk separation of controlled traffic.
Separation yang lebih besar dari minimal yang ditentukan harus diterapkan
setiap kali keadaan luar biasa seperti melanggar hukum (unlawful
interference) atau panggilan kesulitan navigasi (navigational difficulties call)
untuk tindakan pencegahan ekstra. Hal ini harus dilakukan dengan
memperhatikan semua faktor yang relevan sehingga untuk menghindari
menghambat arus air traffic dengan penerapan separation berlebihan.
Gangguan melawan hukum terhadap pesawat (unlawful interference)
merupakan kasus keadaan luar biasa yang memerlukan penerapan
separation lebih besar dari minimal yang ditentukan, antara pesawat yang
menjadi sasaran gangguan melanggar hukum (unlawful interference) dan
pesawat lainnya. Emergency procedures. Berbagai keadaan di sekitar situasi
emergency menghalangi pembentukan prosedur rinci yang tepat yang
harus diikuti. Prosedur yang diuraikan di sini dimaksudkan sebagai panduan
umum untuk personel air traffic services. Air traffic control units harus
mempertahankan koordinasi penuh dan komplit, dan personel harus
menggunakan pertimbangan yang terbaik dalam menangani situasi
emergency. Jika Pilot pesawat terbang menghadapi keadaan darurat (state
of emergency) yang sebelumnya telah diarahkan oleh ATC untuk
mengoperasikan transponder pada kode tertentu, kode tersebut biasanya
akan dipertahankan kecuali, dalam keadaan khusus, Pilot memutuskan atau
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 207
c. Meminta bantuan dari unit ATS lain atau layanan lain yang
mungkin dapat memberikan bantuan ke pesawat dalam rangka
mengurangi tingkat resiko yang mungkin terjadi;
d. Memberitahukan :
tidak tersedia, pesawat harus diijinkan ke posisi dalam wilayah atau daerah
yang dipilih oleh kesepakatan sebelumnya dengan otoritas aerodrome. Taxi
clearance akan menentukan taxi route yang harus diikuti ke posisi parkir.
Rute ini harus dipilih dengan tujuan untuk meminimalkan setiap resiko
keamanan kepada publik, pesawat lain dan instalasi di aerodrome. Resiko
yang paling mungkin terjadi berdasar eskalasi ancaman adalah; Pertama,
resiko yang paling buruk terjadi, yaitu pesawat meledak dan terbakar habis,
semua penumpang, Crew pesawat, Pilot dan Co-Pilot tidak terselamatkan
dan pesawat hancur total, akan tetapi dihindarkan sejauh mungkin jangan
merusak pesawat lain; Kedua, resiko sedang, artinya sebagian personel
yang berada pada pesawat dapat diselamatkan dan kondisi pesawat
mengalami kerusakan sebagian; Ketiga, resiko ringan, artinya semua
penumpang pesawat, Crew pesawat dan pesawat terselamatkan dengan
baik. Dengan demikian penanganan pesawat dalam keadaan ancaman Bom
adalah pengamanan menyeluruh dengan melibatkan semua komponen
pendukung pengamanan bandara dan semua unsur pengamanan
mengambil porsinya masing-masing sesuai dengan POP yang telah
ditetapkan.
27. Ketentuan pada Extract from Doc 8168 The Procedure for Air
Navigation Services - Aircraft Operations, Volume I.
Pengoperasian transponder. Prosedur emergency. Pilot pesawat
terbang yang menghadapi keadaan darurat harus mengatur transponder ke
Mode A Code 7700 kecuali bila sebelumnya diarahkan oleh ATC untuk
mengoperasikan transponder pada code tertentu. Dalam hal bila Pilot
sebelumnya diarahkan oleh ATC untuk mengoperasikan transponder pada
214 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
Divisi 1.4 : Zat dan artikel yang menyajikan tidak ada bahaya
yang signifikan.
Divisi 1.6 : Zat yang sangat tidak sensitive sekali yang tidak
memiliki bahaya ledakan massa.94
Kelas 2 : Gas.
Kelas 4 : Zat padat yang mudah terbakar (Flammable solids), zat yang
cenderung untuk pembakaran spontan, zat yang, ketika kontak
dengan air, memancarkan gas yang mudah terbakar.
Nomor urut dari kelas dan divisi bukan merupakan tingkat bahaya.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 217
Untuk tujuan packing, zat selain yang dari Kelas 1, 2 dan 7, Divisi 5.2
dan 6.2 dan selain zat yang bereaksi sendiri (self–reactive substance) Divisi
4.1 ditunjuk untuk tiga packing groups sesuai dengan tingkat bahaya
mereka.
Packing groups yang paling parah untuk shipping name yang dipilih
harus digunakan. Dimana ketentuan ini digunakan, proper shipping name
harus dilengkapi dengan kata "sample" (misalnya Flammable liquid, n.o.s.,
sample). Dalam kasus tertentu , di mana proper shipping name disediakan
untuk sampel dari substansi dianggap memenuhi kriteria klasifikasi tertentu
(misalnya Gas sample, non-pressurized, flammable, UN 3167), proper
shipping name tersebut harus digunakan. Ketika n.o.s. entri digunakan
untuk mengangkut sampel, proper shipping name tidak perlu dilengkapi
dengan nama teknis.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 221
a. Divisi 1.1 - Zat dan artikel yang memiliki bahaya ledakan massa
(ledakan massa adalah ledakan yang mempengaruhi hampir seluruh
beban yang hampir seketika).
b. Divisi 1.2 - Zat dan artikel yang memiliki bahaya proyeksi tetapi
tidak bahaya ledakan massa.
c. Divisi 1.3 - Zat dan artikel yang memiliki bahaya kebakaran dan
baik bahaya ledakan kecil atau bahaya proyeksi kecil atau keduanya,
tapi tidak bahaya ledakan massa. Divisi ini terdiri dari zat dan artikel
yang :
d. Divisi 1.4 - Zat dan artikel yang tidak ada bahaya yang
signifikan. Divisi ini terdiri dari zat dan artikel yang hanya menyajikan
bahaya kecil dalam hal pengapian atau inisiasi selama transportasi.
Efek yang sebagian besar terbatas pada paket dan tidak ada proyeksi
fragmen ukuran yang cukup atau rentang yang diperkirakan. Api
eksternal tidak menyebabkan ledakan hampir seketika untuk hampir
seluruh isi paket.
e. Divisi 1.5 - Zat yang tidak sangat sensitif yang memiliki bahaya
ledakan massa. Divisi ini terdiri dari zat-zat yang memiliki bahaya
ledakan massa tapi tidak begitu peka dimana ada sangat sedikit
probabilitas inisiasi atau transisi dari pembakaran ke peledakan
dalam kondisi transportasi normal.
f. Divisi 1.6 - Artikel yang sangat tidak sensitif sekali yang tidak
memiliki bahaya ledakan massa. Divisi ini terdiri dari artikel yang
mengandung zat yang hanya meledakkan sangat tidak sensitif dan
yang menunjukkan probabilitas diabaikan dari inisiasi yang tidak
disengaja atau propagasi.
a. Pada 50°C memiliki tekanan uap lebih besar dari 300 kPa; atau
Kelas ini terdiri dari gas dikompresi, gas cair, gas-gas terlarut, gas cair
didinginkan; campuran satu gas atau lebih dengan satu atau lebih uap zat
dari kelas-kelas lain; artikel diisi dengan gas, dan aerosol. Minuman
berkarbonasi tidak tunduk pada instruksi tersebut. "Cryogenic liquid”
artinya sama dengan "refrigerated liquefied gas”. Zat Kelas 2 diberikan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 225
untuk salah satu dari tiga divisi berdasarkan bahaya utama dari gas selama
transportasi.
a. Divisi 2.1 - Gas yang dapat terbakar. Gas yang pada 20°C dan
tekanan standar 101.3 kPa :
Gas Divisi 2.2, selain gas cair didinginkan, tidak tunduk pada instruksi
Doc 9284 jika mereka diangkut pada tekanan kurang dari 280 kPa pada
20°C. Gas dan campuran gas dengan bahaya yang berhubungan dengan
lebih dari satu divisi menggunakan precedence berikut :
a. Divisi 2.3 diutamakan atas semua divisi lainnya.
b. Divisi 2.1 diutamakan atas Divisi 2.2.
Cairan yang memenuhi definisi di atas dengan titik nyala (flash point)
lebih dari 35°C yang tidak mempertahankan pembakaran tidak perlu
dianggap sebagai cairan yang mudah terbakar untuk tujuan Instruksi ini.
Cairan dianggap dapat mempertahankan pembakaran untuk keperluan
Instruksi ini :
b. Titik api (fire point) mereka sesuai dengan ISO 2592:1973 lebih
besar dari 100°C.
c. Mereka adalah larutan yang larut dengan kadar air lebih dari
90 persen massa.
35. Kategori pada Zat Padat yang Mudah Terbakar (Flammable Solids).
Untuk kategori Kelas 4 dibagi menjadi tiga divisi sebagai berikut :
explosives adalah zat peledak yang dibasahi dengan air atau alkohol atau
diencerkan dengan zat lainnya akan membentuk campuran padat homogen
untuk menekan sifat peledak mereka.
Untuk ketentuan Zat yang :
b. Ada evolusi dari gas yang mudah terbakar pada tingkat yang
lebih besar dari 1 L/kg bahan per jam.
Zat padat yang diklasifikasikan dalam Divisi 5.1 jika 4:1 atau 1:1
sample-to-cellulose ratio (dengan massa) diuji, menunjukkan mean burning
time sama dengan atau kurang dari mean burning time dari 3:7 campuran
(massa) kalium bromat dan selulosa. Oxidizing liquids. Kriteria untuk
klasifikasi dalam Divisi 5.1. Sebuah tes dilakukan untuk mengetahui potensi
zat cair untuk meningkatkan tingkat pembakaran atau intensitas
pembakaran zat mudah terbakar atau untuk pengapian spontan terjadi
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 237
Zat cair diklasifikasikan dalam Divisi 5.1 jika campuran 1:1 massa,
substansi dan selulosa diuji, menunjukkan pressure rise time kurang dari
atau sama dengan pressure rise time dari campuran 1:1 massa, dari 65
persen asam nitrat encer dan selulosa.
Untuk Organic Peroxides (Divisi 5.2). Peroksida organik cenderung
untuk terurai eksotermik (exothermic decomposition) yang dapat dimulai
dengan panas, kontak dengan kotoran (misalnya asam, senyawa logam
berat, amina), gesekan atau benturan. Tingkat dekomposisi meningkat
dengan suhu dan bervariasi sesuai dengan formulasi peroksida.
Dekomposisi dapat menyebabkan evolusi gas atau uap berbahaya atau
mudah terbakar. Untuk peroksida organik tertentu suhu harus dikontrol
selama transportasi. Beberapa peroksida organik terurai eksplosif, terutama
jika tertutup. Karakteristik ini dapat diubah dengan penambahan pelarut
atau dengan menggunakan kemasan yang tepat. Banyak peroksida organik
238 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
a. Tidak lebih dari 1.0 persen oksigen yang tersedia dari peroksida
organik saat mengandung tidak lebih dari 1.0 persen hidrogen
peroksida.
b. Tidak lebih dari 0.5 persen oksigen yang tersedia dari peroksida
organik saat mengandung lebih dari 1.0 persen tetapi tidak lebih dari
7.0 persen hidrogen peroksida.
a. LD50 (median lethal dose) untuk acute oral toxicity adalah dosis
tunggal statistik berasal dari suatu zat yang dapat diperkirakan dapat
menyebabkan kematian dalam waktu 14 hari pada 50 persen dari
tikus muda albino dewasa bila diberikan melalui oral route. Nilai LD50
240 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
dinyatakan dalam hal massa substansi uji per massa hewan uji
(mg/kg).
b. LD50 untuk acute dermal toxicity adalah dosis zat yang, dikelola
oleh kontak terus-menerus selama 24 jam dengan kulit telanjang
kelinci albino, yang paling mungkin menyebabkan kematian dalam
waktu 14 hari dalam setengah dari hewan diuji. Jumlah hewan yang
diuji harus cukup untuk memberikan hasil yang signifikan secara
statistik dan harus sesuai dengan farmakologi praktek yang baik.
Hasilnya dinyatakan dalam mg/kg massa tubuh.
Untuk jenis Zat limbah medis atau klinis yang mengandung infectious
substances Kategori A harus diberikan UN 2814 atau UN 2900. Limbah
medis atau klinis yang mengandung infectious substances dalam Kategori B
harus diberikan UN 3291. Limbah medis atau klinis yang cukup diyakini
memiliki probabilitas rendah mengandung infectious substances harus
diberikan UN 3291. Hewan terinfeksi. Hewan hidup yang telah sengaja
terinfeksi dan diketahui atau diduga mengandung infectious substances
tidak boleh diangkut melalui udara kecuali infectious substances yang
terkandung tidak dapat dikirim dengan cara lain. Hewan terinfeksi hanya
dapat diangkut dengan persyaratan dan kondisi yang disetujui oleh otoritas
nasional yang sesuai. Kecuali infectious substances tidak dapat dikirim
dengan cara lain, hewan hidup tidak boleh digunakan untuk mengirim zat
244 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
ditempelkan untuk setiap resiko yang diindikasikan oleh kelas atau divisi
angka dalam kolom 4 Tabel 1. Namun, ketentuan khusus yang tercantum
dalam kolom 7 juga mungkin memerlukan label resiko tambahan jika tidak
ada resiko tambahan diindikasikan dalam kolom 4 atau mungkin
dibebaskan dari persyaratan untuk label resiko tambahan dimana resiko
tersebut ditunjukkan dalam Daftar Barang Berbahaya/Dangerous Goods
List. Semua label harus mampu menahan paparan cuaca terbuka tanpa
pengurangan substansial dalam efektivitas. Class hazard label harus sesuai
dengan spesifikasi sebagai berikut :
c. Kecuali untuk Divisi 1.4, 1,5 dan 1.6, label untuk Kelas 1
menunjukkan di bagian bawah nomor divisi dan huruf kelompok
kompatibilitas untuk bahan atau artikel. Label untuk Divisi 11.4, 1,5
dan 1.6harus menunjukkan di bagian atas nomor divisi dan di bagian
bawah huruf kelompok kompatibilitas.
penyelundupan orang, tempat transit dan tujuan gerakan teroris dunia dan
mafia Internasional. Dengan demikian nilai strategis bandara mempunyai
dua sisi, yaitu sisi positif dan negatif.
Nilai strategis bandara juga bisa dilihat pada saat negara pada
musibah bencana alam yang besar, sehingga semua bantuan untuk korban
bencana alam disalurkan melalui bandara. Baik bantuan yang bersumber
dari dalam negeri maupun bantuan luar negeri. Demikian juga bandara
mempunyai peran dan fungsi strategis pada saat negara dalam kondisi
bahaya, konfrontasi dengan negara lain atau pada kondisi perang, maka
bandara memegang kunci untuk mobilisasi personel militer dan peralatan
tempur.
lobby khusus dengan para politisi yang telah dililit hutang pada para
pengusaha tersebut, maka tidak ada pilihan akan menyerahkan atas
pengelolaan sepenuhnya bandara yang berada dalam pulau tersebut dan
usaha bisnisnya berkembang dalam pulau tersebut. Maka akan muncullah
konsep baru dalam bernegara, yaitu “Airport State”.
Ketergantungan masyarakat Internasional akan peran dan fungsi
bandara seiring perjalanan waktu akan terus meningkat, sehingga tingkat
pelayanan manajemen kebandarudaraan juga harus ditingkatkan. Demikian
juga bila ditinjau dari sudut pandang budaya masyarakat, bandara sangat
berpengaruh untuk merubah perilaku dan cara berfikir. Karena bandara
menjadi pusat atau sentral mobilisasi masyarakat dunia. Sehingga di masa
yang akan datang pemikiran tentang “Dunia Tanpa Batas” adalah
“Bandara”. Karena melalui bandara, semua orang bisa keliling dunia karena
fasilitas navigasi bandara akan memandu Maskapai Penerbangan untuk
keliling dunia.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 257
BAB III
PENGEMBANGAN PERAN DAN FUNGSI
KEBANDARUDARAAN STRATEGIS
1. Pendahuluan.
Perkembangan jumlah penduduk dunia mengalami pertumbuhan
yang relatif cepat dengan ditandai peningkatan angka kelahiran dan
penurunan angka kematian, serta bertambahnya usia harapan hidup karena
adanya peningkatan kesehatan, perbaikan gizi dan makanan masyarakat
yang terus-menerus membaik di hampir semua negara, peningkatan
kesadaran pendidikan masyarakat serta terpeliharanya lingkungan hidup
yang baik, akumulasi dari peningkatan kesadaran masyarakat tersebut yang
secara tidak langsung berpengaruh pada perkembangan penduduk dunia . 96
Maka konsekuensi yang logis yang terjadi adalah; Pertama, peningkatan
secara drastis terhadap kebutuhan pokok masyarakat, terutama kebutuhan
sandang, pangan, papan dan kebutuhan penunjang lainnya; Kedua, kegiatan
perekonomian pada skala Internasional, Regional dan Nasional akan
berkembang dengan cepat sehingga seakan-akan tumbuh konsep baru
dalam kehidupan masyarakat, yaitu “Negara tanpa batas”; Ketiga, tingkat
mobilitas masyarakat melakukan perjalanan antar negara dan antar kota
menjadi sangat cepat, baik perjalanan untuk maksud bisnis, perjalanan
dunia akan berdampak pada peningkatan jalur-jalur karakteristik permintaan dari populasi.
Tarik ulur antara tiga faktor yang saling berpengaruh adalah peningkatan angka permintaan
masyarakat terhadap kebutuhan sehari-hari., ketersediaan tenaga kerja profesional dan
keterbatasan Sumber Daya Alam akan menjadi kenyataan yang tidak dapat dihadapi. Joseph
A. Schumpeter, “Capitalism, Socialism & Democracy”, (Yogyakarta, Penerbit : Pustaka
Pelajar, 2013), hal. 186.
258 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
97 Ancaman adalah segala bentuk upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan, baik di
dalam negeri, maupun luar negeri yang dinilai dari/atau dibuktikan dapat membahayakan
keselamatan Bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI dan kepentingan
Nasional di berbagai aspek, baik aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
pertahanan dan keamanan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011
tentang Intelijen Negara).
98 Persaingan global untuk layanan jasa kebandarudaraan dan Maskapai
nyaman serta harga tiket pesawat yang terjangkau, maka akan memperoleh
banyak pelanggan. Adapun Maskapai Penerbangan yang kurang baik dalam
memberikan pelayanan dan harga tiket pesawat yang kurang bersaing maka
secara bertahap akan ditinggalkan oleh konsumen dan seiring dengan
perjalanan waktu, perusahaan Maskapai Penerbangan tersebut merugi dan
pada akhirnya akan bangkrut dan gulung tikar. Persaingan antar Maskapai
Penerbangan tersebut juga diikuti dengan persaingan manajemen
kebandarudaraan, sehingga antar bandara dalam satu negara dan bandar
udara pada negara yang berbeda juga terjadi persaingan. Demikian juga
akan terjadi persaingan kebijakan Pemerintah dalam hal menentukan
regulasi, pajak, prosedur imigrasi, dan sebagainya akan menjadi
pertimbangan daya tarik tersendiri bagi masyarakat dunia, terutama bagi
masyarakat yang melakukan perjalanan dengan maksud Wisata.
Frekuensi penerbangan yang terus meningkat akan mendorong pihak
manajemen kebandarudaraan untuk meningkatkan fasilitas pelayanan
dengan berbagai macam sarana yang mendukung kebutuhan penumpang
dan pengguna jasa layanan penerbangan. Dengan demikian, peran dan
fungsi kebandarudaraan akan mengalami peningkatan secara bertahap,
yaitu; Pertama, “City Airport” atau bandara yang melayani kota, artinya
kebandarudaraan merupakan bagian integral dari sarana perkotaan; Kedua,
“Airport City”, yaitu bandara yang membentuk dirinya sebagai kota, dalam
hal ini fungsi dan peran bandara seperti kota mandiri yang dilengkapi
dengan barbagai fasilitas yang memadai; Ketiga, “Aerotropolis”, yaitu fungsi
Persaingan antar bandara dan antar Maskapai Penerbangan terjadi ketika konsumen sudah
menikmati layanan kemudian membanding-bandingkan. Henry Somamora, “Manajemen
Pemasaran Internasional Jilid II”, (Jakarta, Penerbit Salemba Empat, 2000), hal. 565.
260 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
2. City Airport.
Bandara berperan sebagai salah satu tempat untuk mobilitas
perkembangan perekonomian perkotaan dan sekaligus berfungsi sebagai
pintu keluar-masuknya barang dan keluar-masuknya orang antar negara,
antar pulau dan antar kota. Akumulasi kepentingan perkotaan di bidang
perekonomian sangat tergantung pada integritas pelayanan manajemen
kebandarudaraan. Bandara seakan-akan menjadi jantung kota atau sebagai
“Centre of Gravity” kegiatan perekonomian perkotaan, lebih jauh dari itu
dapat dianalogikan tanpa bandara maka Ibukota Negara akan terganggu
eksistensinya. Jaringan transportasi udara yang menghubungkan antar
Ibukota Negara dan antar kota-kota besar di dunia menjadi barometer
pembangunan ekonomi negara. Hal ini disebabkan oleh ; Pertama,
frekuensi penerbangan slot dan volume penumpang akan berdampak
langsung terhadap pertumbuhan perekonomian perkotaan dan transaksi
ekonomi Nasioanal, Kedua, kegiatan pelayanan Maskapai Penerbangan dan
unsur pelayanan kebandarudaraan kelas Internasional atau “Mega Airport”
“ramai-ramai kembali ke Desa” mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan keberhasilan
kebijakan Pemerintah tentang otonomi daerah, sehingga banyak peningkatan kesejahteraa n
masyarakat di daerah. Untuk itu Pemerintah telah merencanakan pembangunan dan
pengembangan infrastruktur bandara di daerah agar didorong menjadi “HUB” baru: kendala
yang mungkin akan timbul adalah faktor keamanan, kelengkapan fasilitas navigasi, pagar da n
penjagaan bandara, lampu-lampu landasan atau Taxi-Way, peralatan ILS, dan lain-lain.
(Majalah Angkasa Nomor 2, November 2013), hal. 63.
262 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
pesawat, tingkat upah dan gaji Aircrew, harga Avtur, biaya tambahan atau
“Surcharge” yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pajak PPn 10%, nilai Kurs
Dollar AS, schedule penerbangan pada “Peak Season” atau pada saat “Low
Season” dan faktor cuaca atau bencana alam yang secara tidak langsung
berpengaruh pada jadwal penerbangan serta keterlambatan jadwal
pemberangkatan dan jadwal karena faktor cuaca, sehingga operational cost
Maskapai Penerbangan meningkat; Kedua, PJP atau Pelayanan Jasa
Penerbangan yang secara umum dapat dibagi menjadi pelayanan jasa
penumpang orang atau kapal untuk barang, hewan, tumbuh-tumbuhan,
barang-barang Pos dan barang-barang lain yang sah menurut peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku; Ketiga, PJP4U atau Pelayanan Jasa
Pendaratan, penempatan dan Penyimpanan Pesawat Udara yang
kesemuanya itu merupakan komponen pendapatan dari pelayanan jasa
kebandarudaraan yang berlaku secara Internasional.101
3. Airport City.
Konsep tentang kemandirian bandar udara sehingga bandar udara
menjadi seperti pusat kota di kemudian hari terus berkembang. Konsep
tersebut akan berkembang seiring dengan timbulnya faktor-faktor sebagai
berikut; Pertama, padatnya frekuensi penerbangan di suatu
kebandarudaraan, sehingga mendorong manajemen mengembangkan
101 Secara umum kegiatan bisnis dalam ruang lingkup bandara dapat dibagi dua, yaitu
pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait banda udara yang terdiri dari
jasa yang berhubungan langsung dengan operasi penerbangan terdiri dari ; a) Penyediaan
hanggar pesawat udara; b) Perbekalan pesawat udara; c) Pergudangan; d) Catering pesawat
udara. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,
Pasal 222).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 263
4. Aerotropolis.
Yaitu peran dan fungsi bandara sudah melebihi perkotaan dan tidak
menutup kemungkinan di kemudian hari akan berkembang konsep “Negara
Bandara” atau “Airport State”. Perkembangan ini seakan tidak mungkin bila
dilakukan analisis obyektif akademis berdasarkan kondisi empiris saat ini.
Akan tetapi di kemudian hari seiring dengan keberhasilan globalisasi
ekonomi dan pasar bebas, maka kelompok orang-orang kaya di dunia
berkumpul dan bersinergi untuk membeli suatu pulau di negara tertentu,
kemudian membangun Airport di tempat tersebut dan sekaligus
membangun spot-spot usaha dengan ribuan karyawan pendukungnya.
Dengan demikian perkembangan bandara secara futuristik sebagai berikut :
berkecepatan tinggi, sehingga dapat mempersingkat waktu perjalanan antar kota -kota
dalam satu negara atau kota-kota antar negara. Seiring dengan kemajuan teknologi
kedirgantaraan dan meningkatnya permintaan pelayanan jasa penerbangan oleh masyarakat
Internasional, maka manajemen kebandarudaraan beserta Pemerintah Daerah dan Pusat
akan meningkatkan fungsi pelayanan kebandarudaraan, sehingga fungsi bandara akan
berkembang menjadi “Airport City”. Sakti Adji Adisasmita, “Mega City & Mega Airport”,
(Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2013), hal. 5.
264 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
a. City Airport.
b. Airport City.
c. Aerotropolis.
d. Airport State.
Perkembangan peran dan fungsi bandara secara kontemporer akan menjadi
“Airport State” atau paling tidak akan menjadi Negara dalam Negara.
103 Peredaran Narkoba telah menempuh jaringan Nasional dan Internasional melalui
kapal laut dan pesawat udara. Untuk membatasi ruang gerak bahkan memberantas jaringan
mafia Narkotika Internasional, maka hampir semua negara menggunakan jaringan intelijen.
Artinya jaringan dilawan dengan jaringan dan sistem dihadapi dengan sistem. Aparat
intelijen dengan melakukan koordinasi ke atas dan ke samping atau vertikal dan horizontal
akan dapat melakukan analisis pemetaan peredaran Narkotika. Akan tetapi kelemahan
analisis intelijen adalah karena dikejar oleh “Deadline”. Supono Soegirman, “Etika Praktis
Intelijen”, (Jakarta, Penerbit : Media Bangsa, 2014), hal. 190.
266 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
104 International Civil Aviation Organization atau ICAO adalah suatu organisasi
105 Kelengkapan dokumen untuk penumpang dan cargo mutlak diperlukan sebagai
data formal dan untuk membuktikan para pihak yang bertanggung jawab atas suatu
kejadian, yaitu : pengangkut atau Maskapai Penerbangan tidak bertanggung jawab untuk
kerugian karena hilang atau rusak pada bagian kabin, kecuali apabila penumpang dapat
membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut. Akan tetapi
pengangkut atau Maskapai Penerbangan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh pengiriman cargo, karena cargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak yang
diakibatkan oleh kegiatan angktan udara selama cargo dalam pengawasan pengangkut.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 193
dan Pasal 145).
268 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
tersebut adalah tidak sengaja dan dibuat tanpa niat curang atau kotor. Bila
dianggap perlu untuk mencegah pengulangan kesalahan tersebut, penalti
harus tidak lebih besar dari yang diperlukan untuk tujuan ini. Akan tetapi
tindakan prefentif atau pencegahan terhadap kesalahan atau kekurangan
dokumen untuk syarat penerbangan sesuai dengan yang ditentukan oleh
ICAO dan manajemen kebandarudaraan mutlak diperlukan. Dokumen
menjadi sangat penting ketika dalam operasioanl penerbangan terjadi
masalah atau accident/incident.
106 Gangguan burung atau serangga sering terjadi, terutama pada penerbangan
perintis ke daerah-daerah tertentu. Salah satu jenis seragga yang mengganggu penerba ng a n
atau mengganggu kenyamanan penumpang adalah jenis serangga yang menyemprotkan bisa
“Kepik Pengebom”. Bahan kimia yang disemprotkan Kepik adalah Hirokuinon dan Hidrogen
Peroksida yang dikeluarkan secara terpisah oleh kelenjar khusus di dalam abdomen Kepik.
Ensiklopedi, Hamparan Dunia Ilmu Time-Life “Dunia Serangga”, (Jakarta, Penerbit : Tira
Pustaka, 2002), hal. 122.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 269
107 Bahan atau barang perusak (Corrosive Subtances) harus mendapatkan perhatian
khusus di dalam pesawat, hal ini dimaksudkan berdampak pada kerusakan pesawat,
mengganggu kenyamanan penumpang, bahkan berakibat fatal yang mengancam keamanan
dan keselamatan penerbangan dan sesuai dengan prosedur Internasional serta sesuai
270 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
atau cairan yang cenderung merusak struktur pesawat, seperti korosi, harus
tidak digunakan.
109Badan Usaha Agkutan Udara Niaga Nasional dan perusahaan udara Asing yang
melakukan kegiatan angkutan udara ke dan dari wilayah Indonesia wajib menyerahkan data
penumpang pra kedatangan atau keberangkatan atau “pre-arivval or pre-departure
passengers information”. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 121).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 273
Dalam hal pesawat udara baik dalam transit non-stop atau stop untuk
tujuan non-traffic, setiap Contracting States, yang memerlukan prior
authorization untuk keselamatan penerbangan, tidak membutuhkan
informasi selain yang terkandung dalam flight plan ketika aplikasi prior
authorization dibuat.
Ketentuan Internasional ICAO tentang Contracting States yang
membutuhkan prior authorization untuk penerbangan dimaksud tidak
memerlukan aplikasi yang diajukan lebih dahulu lebih dari tiga hari kerja.
Pemberitahuan lebih awal kedatangan (advance notification of arrival).
Dalam hal pesawat udara baik dalam transit non-stop atau stop untuk
tujuan non-traffic, Contracting States yang bersangkutan tidak memerlukan
pemberitahuan lebih awal (advance notifice) dari operasi tersebut dari yang
dibutuhkan oleh layanan kontrol lalu lintas udara dan lembaga inspeksi
perbatasan (interested border inspection agencies).
Ketentuan Internasional ICAO tentang Contracting States menerima
informasi yang terkandung dalam flight plan sebagai pemberitahuan
terlebih dahulu kedatangan (advance notification of arrival), asalkan
informasi tersebut diterima setidaknya dua jam sebelum kedatangan dan
pendaratan terjadi sebelumnya pada bandara Internasional yang ditunjuk.
Clearance dan persinggahan pesawat. Pada bandara Internasional di mana
ada International general aviation, Contracting States harus mengatur
untuk tingkat pemeriksaan perbatasan (level of border inspection) dan
274 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
110 Ketentuan dalam Pasal 54, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan, menyatakan bahwa; Setiap orang di dalam pesawat udara
selama penerbangan dilarang melakukan; a) Perbuatan yang dapat membahayakan
keamanan dan keselamatan penerbangan; b) Pelanggaran tata tertib dalam penerbangan;
c) Pengambilan atau pengerusakkan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan
keselamatan; d) Perbuatan asusila; e) Perbuatan yang mengganggu ketenteraman;
f) Pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan.
276 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
112 Paspor sebagai salah satu dokumen perjalanan ke luar negeri dengan
menggunakan pesawat terbang menjadi sangat penting terutama apabila negara dalam
kondisi sengketa atau perang. Operasi intelijen negara melalui bandara dan Maskapai
Penerbangan akan sangat aktif dilakukan guna mengungkapkan gerakan spionase yang salah
satu misinya adalah melakukan penetrasi dan infiltrasi terhadap organisasi intelijen Asing.
Ada lima fungsi operasi intelijen; a) Fungsi penghubung dengan luar negeri yang salah
satunya melalui jalur penerbangan; b) Fungsi operasi sabotase; c) Fungsi perang gerilya;
d) Fungsi perang urat syaraf; e) Perang konspirasi atau “Subvansi Dinamis”. Jenderal Pol.
(Purn) Kunarto, “Intelijen, Pengertian dan pemahamannya”, (Jakarta, Penerbit : PT. Cipta
Manunggal, 1999), hal. 109.
280 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
control menentukan apakah ia harus diterima atau tidak. Ini tidak termasuk
pengamatan dokumen perjalanan, yang mungkin dilakukan segera setelah
disembarkasi. Operator pesawat udara wajib bertanggung jawab atas
tahanan dan penangangan penumpang disembarkasi dan crew dari waktu
ketika mereka meninggalkan pesawat sampai mereka diterima untuk
pemeriksaan. Setelah penerimaan tersebut, otoritas publik yang
bersangkutan harus bertanggung jawab atas tahanan dan penangangan
penumpang dan awak pesawat sampai mereka diijinkan diterima atau tidak
diterima. Tanggung jawab operator pesawat untuk tahanan dan
penanganan penumpang dan awak pesawat akan berakhir dari saat orang
tersebut telah diterima oleh Negara tersebut dengan menggunakan
dokumen serah terima yang sudah berlaku secara Internasional ICAO.
Otoritas publik dari masing-masing Contracting States harus menyita
dokumen perjalanan palsu, atau dipalsukan. Otoritas publik juga akan
menyita dokumen perjalanan seseorang yang meniru pemegang sah dari
dokumen perjalanan. Dokumen tersebut harus segera dihapus dari
peredaran dan dikembalikan ke pihak yang berwenang Negara yang
disebutkan sebagai penerbit atau ke warga Misi Diplomatik dari Negara
tersebut atau kalau mungkin ada unsur-unsur pidana, maka pihak
manajemen bandara dapat menghubungi aparat Kepolisian yang bertugas
di bandara tersebut. Atau apabila ada unsur-unsur yang mengarah pada
dokumen teroris, maka dapat dikoordinasikan pada pihak personel petugas
intelijen yang berada di bandara. Dengan demikian keterkaitan antara
petugas security bandara, aparat Kepolisian dan petugas intelijen harus
tetap dijalin koordinasi yang aktif, sehingga memudahkan koordinasi ketika
284 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
113 Risk Management Committe atau Komite Manajemen Resiko dalam kondisi
perbankan mempunyai kesamaan. Tingkat resiko kerugian NPL perbankan dapat disejajarkan
dengan tingkat resiko Accident penerbangan, yaitu kerugian yang dihitung secara materi
cukup besar. Untuk itu sikap kehati-hatian dalam menyalurkan kredit perbankan hampir
sama juga dengan tingkat kehati-hatian saat take off-landing dalam penerbangan. Vietzal
Rivai, dkk., “Bank and Financial Institution Management”, (Jakarta, Penerbit : PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), hal. 795.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 287
114 Ketentuan untuk personel yang terlibat langsung dengan pengoperasian semua
air crew harus dibatasi pada rincian yang penting untuk tujuan
memverifikasi identitas anggota air crew.
Prosedur Ketujuh, CMC harus diterbitkan hanya setelah pemeriksaan
latar belakang (background check) telah dilakukan oleh atau atas nama
otoritas publik yang relevan. Selain itu, kontrol yang memadai seperti
sertifikasi status pekerjaan pemohon sebelum penerbitan, kontrol pada
stok kartu kosong, dan persyaratan akuntabilitas untuk menerbitkan
personil, harus ditempatkan pada penerbitan CMC.
Prosedur Kedelapan, Contracting States akan menerima CMC, yang
diterbitkan sesuai dengan persyaratan standar, untuk visa bebas masuk
(visa-free entrance) awak ketika tiba di status tugas pada penerbangan
Internasional dan ingin masuk sementara untuk periode waktu yang
diizinkan oleh Negara penerima (receiving States).
Prosedur Kesembilan, Contracting States harus membebaskan
persyaratan visa bagi anggota awak ketika tiba dalam status tugas pada
penerbangan Internasional dan ingin masuk sementara untuk periode yang
diperbolehkan oleh Negara penerima.
Prosedur Kesepuluh, Contracting States harus membebaskan
persyaratan visa untuk kedatangan awak yang menunjukkan CMC, ketika
tiba pada operator pesawat lain atau moda transportasi lain dan ingin
masuk sementara untuk periode waktu yang diizinkan oleh Negara
penerima untuk bergabung dengan penerbangan yang ditunjuk dalam
status tugas.
Prosedur Kesebelas, Contracting States harus menetapkan langkah-
langkah untuk menyediakan untuk masuk sementara tanpa penundaan ke
292 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
wilayah mereka, tenaga teknis dari operator pesawat asing yang beroperasi
ke atau melalui wilayah tersebut yang sangat diperlukan untuk tujuan
konversi ke kondisi layak terbang setiap pesawat yang, untuk alasan teknis,
tidak dapat melanjutkan perjalanannya. Ketika Negara memerlukan
jaminan penghidupan orang tersebut, dan/atau kembali dari, Negara
tersebut, harus dinegosiasikan tanpa menunda ijin mereka. Dalam kondisi
tertentu harus dilakukan koordinasi yang baik antara pihak Maskapai
Penerbangan dan manajemen pengelola bandara dan Pemerintah.
115 Orientasi tugas dan tanggung jawab inspektur keselamatan penerbangan seiring
dengan tugas-tugas personel intelijen yang bertugas di bandara. Adapun lingkup pengertian
intelijen adalah pengetahuan, organisasi dan kegiatan yang terkait dengan perumusan
kebijakan, strategi Nasional dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi
dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini
dalam rangka pencegahan, penangkalan dan penanggulangan setiap ancaman terhadap
keamanan Nasional (yang dalam hal ini operasi penerbangan). (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Pasal 1).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 293
116 International Air Transport Association atau IATA adalah badan sukarela, asosiasi
non politik yang melayani berbagai aktivitas regulasi penerbangan antar negara yaitu
transportasi udara yang meliputi penumpang orang dan barang atau cargo agar proses
transportasi tersebut diperoleh keadaan aman dan lancar serta tidak ada hambatan
prosedural yang tidak perlu oleh otoritas kebandarudaraan di negara manapun. IATA juga
bertugas untuk mempromosikan keselamatan, keteraturan transportasi udara yang murah
dan efisien ke seluruh dunia untuk kegiatan perdagangan melalui udara. Wynd Rizaldi dan
Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media,
2013), hal. 7.
294 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
117 Ketentuan tentang keterkaitan informasi dengan segala macam isi informasi serta
dampak dari informasi tersebut berkaitan dengan peran dan fungsi manajemen
kebandarudaraan di daerah yang meliputi; Pertama, merencanakan, mencari,
mengumpulkan, mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan “Informasi” atau bahan
keterangan dan intelijen dari beberapa sumber mengenai potensi, gejala atau peristiwa yang
menjadi ancaman stabilitas daerah (dalam hal ini bandara); Kedua, memberikan
rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah tentang
kebijakan dalam bentuk regulasi yang berkaitan dengan deteksi dini dan peringatan dini
terhadap segala bentuk ancaman yang mungkin akan terjadi. (Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 11 Tahun 2006 tentang Komunikasi Intelijen Daerah, Pasal 7).
296 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
118Dokumen yang berkaitan dengan “Cargo Manifest” yaitu Foreight Forwarders dan
agen harus melengkapi SMU (Surat Muat Udara) atau AWB (Air Way Bill) bagi setiap kiri m a n
yang diserahkan ke “Air Crew-Pilot” untuk diangkut. Dokumen tersebut merupakan
dokumen resmi kontrak antara Foreight Forwarder dan penerbangan. Demi untuk
keamanan, keselamatan dan kenyamanan penerbangan, maka kelengkapan dan ketepatan
dokumen pengiriman “Cargo” harus dilakukan pengecekan dengan benar. Hal ini
dimaksudkan juga untuk menghindari adanya barang-barang selundupan, Narkotika atau
perbuatan melanggar hukum lainnya. Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen
Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IM Media, 2013), hal. 54.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 297
119 Ketentuan yang berkaitan dengan cargo Internasional adalah dokumen tentang
Surat Muatan Udara atau “Air Way Bill” dan perjanjian pengangkutan udara; a) Surat
Muatan Udara atau “Air Way Bill” adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses
elektronik atau bentuk lainnya yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian
pengangkutan udara antara pengiriman cargo dan pengangkut dan hak penerima cargo
untuk mengambil cargo; b) Perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara
pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pemgirim cargo untuk mengangkut penumpang
dan/atau cargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbala n
jasa lainnya. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan).
298 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
declaration yang simpel dan harus menyediakan untuk cargo ekspor akan
dirilis sampai waktu keberangkatan pesawat.
Kedua, Contracting States akan mengijinkan barang yang akan
diekspor, yang akan disajikan untuk clearance di setiap kantor bea cukai
yang ditunjuk untuk tujuan itu. Transfer dari kantor tersebut ke bandara
dimana barang yang akan diekspor harus dilakukan di bawah prosedur yang
diatur dalam undang-undang dan peraturan Contracting States yang
bersangkutan. Prosedur tersebut harus sesederhana mungkin.
Ketiga, Contracting States tidak memerlukan bukti kedatangan
barang ekspor sebagai hal biasa yang berulang-ulang. Ketika otoritas publik
dari Contracting States membutuhkan barang-barang untuk diperiksa,
namun barang-barang tersebut telah dimuat pada pesawat yang berangkat,
operator pesawat atau, bila sesuai, agen resmi operator, biasanya harus
diijinkan untuk memberikan keamanan kepada bea cukai untuk
mengembalikan barang daripada menunda keberangkatan pesawat.
Prosedur pemeriksaan barang secara cermat dan hati-hati bukan
bermaksud untuk memperlambat pemberangkatan pesawat atau
menunda-nunda pemberangkatan, tetapi semata-mata hanya untuk alasan
keamanan dan keselamatan penerbangan. Ketentuan barang-barang yang
di ekspor juga harus memperhatikan ketentuan antar Kementerian dan
antar Departemen untuk menjaga jenis barang-barang tertentu yang tidak
dibenarkan untuk di ekspor seperti barang-barang bukti sejarah dan
barang-barang yang berkaitan dengan budaya Bangsa.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 299
120 Ketentuan tentang angkutan cargo melalui pesawat terbang yaitu; a) Perusahaan
angkutan udara niaga berjadwal Asing khusus mengangkut “Cargo” dapat menurunkan dan
menaikkan cargo di wilayah Indonesia berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral dan
pelaksanaannya melalui mekanisme yang mengikat para pihak; b) Perjanjian bilateral atau
multilateral dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
mempertimbangkan kepentingan Nasional berdasarkan prinsip keadilan dan timbal balik;
c) Perusahaan angkutan udara berjadwal Asing khusus mengangkut cargo harus merupakan
perusahaan angkutan udara niaga yang telah ditunjuk oleh negara yang bersangkutan dan
mendapat persetujuan Pemerintah Republik Indonesia. (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 89).
300 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
121 Prosedur pemeriksaan Bea & Cukai dilaksanakan pada setiap pengiriman barang
cargo. Untuk itu setiap pengiriman tunggal dalam konsul dilindungi dengan “House Way Bill”
(HAWB) yang merupakan dokumen kontrak antara pengirim dengan Freight Forwarders.
HAWB harus menunjuk Maskapai Penerbangan sebagai penerima, kecuali bila diminta
secara khusus karena hukum atau peraturan Pemerintah. Prosedur pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mencegah adanya tindakan melawan hukum oleh pihak tertentu,
sehingga dapat mengganggu adanya keselamatan, keamanan dan kenyamanan
penerbangan. Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”,
(Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 54.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 301
dan peralatan darat dan keamanan dan suku cadangnya, yang telah diimpor
dengan bantuan bersyarat (conditional relief) dari bea impor dan pajak.
Contracting States harus menyediakan untuk impor, bebas dari bea impor
dan pajak, untuk dokumen operator pesawat yang akan digunakan dalam
kaitannya dengan layanan udara Internasional.
untuk tunduk dan mengikuti seluruh peraturan dan ketentuan “kepabeanan” dan seluruh
peraturan-peraturan Pemerintah mengenai tata cara kemasan ataupun segala sesuatu yang
berhubungan dengan pesawat ataupun kemampuan untuk mengetahui informasi terkait
serta melengkapi seluruh dokumen yang telah dipersyaratkan. Wynd Rizaldy dan
Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media,
2013), hal. 27.
306 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
123 IATA mengatur tentang pengiriman hewan hidup, yaitu; a) Syarat-syarat dokum en
124 Salah satu bentuk dokumen adalah Surat Muatan Udara “Air Way Bill” yang terdiri
dari; a) Tanggal dan tempat Surat Muatan Udara dibuat; b) Nama dan alamat pengangkut
pertama; c) Tempat pemberangkatan dan tujuan; d) Nama dan alamat pengirim cargo;
e) Nama dan alamat penerima cargo; f) Jumlah, cara pembungkusan dan tanda-tanda
khusus; g) Jumlah, berat, ukuran atau besarnya cargo; h) Jenis atau macam-macam cargo
yang dikirim. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 155).
308 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
Ketiga, wajib pajak yang wajib bayar Fiskal Luar Negeri adalah wajib
pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah
beruasia 21 dua puluh satu tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib
membayar FLN. Yang termasuk wajib pajak orang pribadi sebagaimana
dimaksud di atas adalah istri atau suami, anggota keluarga sedarah dan
keluarga dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya wajib pajak sebagaimana dimaksud di atas dan
diakui oleh wajib pajak tersebut berdasarkan dokumen pendukung dan
hukum yang berlaku.
Besarnya Fiskal Luar Negeri (FLN). Besarnya FLN yang wajib dibayar
oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah :
Pertama, Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap
orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat
udara.
310 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
Kedua, Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk setiap orang setiap kali
bertolak ke luar negeri dengan menggunakan angkutan laut.
Selain dua hal di atas, penumpang wajib masuk ke jalur merah jika
membawa :
a. Hewan, ikan, dan tumbuhan termasuk produk yang berasal
dari hewan, ikan dan tumbuhan
312 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
dalam negara lain. Pada hakekatnya emigrasi dan imigrasi itu menyangkut
hal yang sama yaitu perpindahan penduduk antarnegara, tetapi yang
berbeda adalah cara memandangnya. Ketika seseorang pindah ke negara
lain, peristiwa ini dipandang sebagai peristiwa emigrasi. Ketika muncul
konsep negara dan kedaulatan atas suatu wilayah tertentu, maka dalam
melakukan perlintasan antarnegara, digunakan paspor yang secara harfiah
berarti melewati (pintu masuk) pelabuhan. Paspor adalah pas atau izin
melewati pelabuhan atau pintu masuk, yang berasal dari kata to pass yaitu
melewati, dan port yaitu pelabuhan atau pintu masuk. Paspor ini biasanya
memuat identitas kewarganegaraan pemegangnya. Oleh karena itu negara
yang mengeluarkan berkewajiban memberi perlindungan hukum dimana
pun kepada pemegang berada. Selain itu di dalam paspor dicantumkan
kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mengizinkan pemegang
paspor berlalu secara leluasa, memberi bantuan, dan perlindungan
kepadanya di dalam melintasi batas suatu negara.
Dalam pandangan teknis imigratoir, imigration clearance diartikan
sebagai penyelesaian pendaratan pada saat perlintasan di entry point
(dengan pengertian pendaratan masuk atau pendaratan keluar). Ada suatu
pandangan yang salah yang beranggapan bahwa fungsi keimigrasian hanya
dilakukan di pelabuhan udara atau pelabuhan laut saja. Hal ini disebabkan
kita terbiasa melihat petugas imigrasi hanya bertugas pada kedua tempat
itu saja.
a. Thailand
b. Malaysia
c. Singapore
d. Brunei Darussalam
e. Philipina
f. Hongkong (SAR)
g. Macao (SAR)
h. Chile
i. Maroko
j. Peru
k. Vietnam
juga disertai fungsi-fungsi lainnya seperti Custom (Bea dan Cukai) dan
Quarrantine (karantina), yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu
perlintasan. Fungsi-fungsi ini secara Internasional dikenal sebagai CIQ
(Custom, Imigration, Quarantine) dan merupakan fungsi-fungsi pokok di
wilayah lintas batas territorial. Di samping juga melihat adanya fungsi
kepolisian dan militer yang keadaan normal bekerja sebagai fungsi
supporting system. Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban,
sedangkan militer fungsi pertahanan.
tindakan ini adalah untuk mencegah orang ini kontak dengan orang-
orang yang belum terpajang.
memiliki hak untuk menutup ruang udara di atas wilayahnya dari usaha
komersial yang dilakukan oleh negara asing. Dengan cara ini suatu negara
dapat melakukan monopoli angkutan udara untuk ke dan dari wilayahnya.
Oleh karena itu, demi menjamin terciptanya ketertiban lalu lintas
penerbangan sipil Internasional diperlukan kesediaan negara-negara untuk
membuat perjanjian Internasional baik bilateral, regional, plurilateral
maupun multilateral mengenai hak-hak komersial.
Pasal 5 Konvensi menyatakan bahwa penerbangan non-schedule yang
melintasi batas wilayah negara, baik penerbangan yang bersifat non-
trafic maupun penerbangan traffic yaitu mengangkut dan menurunkan
barang atau surat, harus mendapatkan izin dari negara kolong dan selama
penerbangan diharuskan mematuhi semua peraturan yang ditetapkan
negara kolong. Pasal ini erat kaitannya dengan pertukaran hak-hak
komersial untuk penerbangan non-schedule Internasional. Sedangkan Pasal
6 Konvensi mengatur tentang penerbangan terjadwal Internasional yang
berbunyi :“No scheduled international air service may be operated over or
into the territory of a contracting State, except with the special permission
or other authorization of that State, and in accordance with the terms of
such permission or authorization”.
Pasal ini secara tegas menyatakan bahwa penerbangan sipil yang melayani
pengangkutan terjadwal Internasional (schedule international) hanya dapat
beroperasi apabila sebelumnya telah diberikan izin berupa suatu
“permission” atau pemberian hak lainnya oleh negara yang melintasi rute
penerbangannya. Dengan perkataan lain, pengoperasian angkutan udara
328 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
hak secara penuh atau utuh untuk mengatur ruang udara yang berada di
atasnya, dan pada Pasal 3 Konvensi Chicago 1944 yang dimaksud dengan
eksklusif (exclusive) adalah negara lain yang ingin memasuki wilayah udara
suatu negara harus meminta izin terlebih dahulu kepada negara kolong
tersebut.
Seperti telah diketahui bahwa batas wilayah darat suatu negara
adalah berdasarkan perjanjian dengan negara-negara tetangga, dan dengan
demikian setiap negara memiliki batas kedaulatan di wilayah udara secara
horisontal adalah sama dengan seluas wilayah darat negaranya, sedangkan
negara yang berpantai batas wilayah negara akan bertambah yaitu dengan
adanya ketentuan hukum yang diatur di dalam Article 3 United Nations
Convention on the Law Of the Sea (1982) yang menyebutkan setiap negara
pantai dapat menetapkan lebar laut wilayahnya sampai maksimum 12 mil
laut yang diukur dari garis pangkal (base line). Yaitu dengan cara luas
daratan yang berdasarkan perjanjian perbatasan dengan negara tetangga
dan ditambah dengan Pasal 3 Konvensi Hukum Laut 1982.
Begitu pula dalam hal apabila laut wilayah yang berdampingan atau
berhadapan dengan milik negara tetangga yang kurang dari 2 x 12 mil laut,
maka penyelesaian masalah batas wilayah udara secara horisontal adalah
melalui perjanjian antar negara tetangga seperti halnya dalam hukum laut
Internasional. Tetapi ada beberapa negara seperti Amerika Serikat dan
Kanada mengajukan secara sepihak untuk menetapkan jalur tambahan
(contiguous zone) di ruang udara yang dikenal dengan istilah A.D.I.Z. (Air
Defence Identification Zone).
332 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
menyebutkan jati diri pesawat udara. Hal ini dilakukan untuk keamanan
negara dari bahaya yang datang melalui ruang udara. ADIZ adalah wilayah
dimana semua pesawat terbang sipil atau militer yang melintas harus
melaporkan diri kepada pengawas penerbangan militer. Sistem
pelaporannya berbeda dengan sistem pengaturan lalu lintas udara sipil.
Karena tujuannya untuk pertahanan udara di wilayah negara, tentu saja
sistem ini didukung oleh sistem radar yang terkoneksi dengan sistem
persenjataan pertahanan udara. Sistem persenjataan pertahanan udara
inilah yang menjadi faktor penentu keberhasilan ADIZ. Air Defence
Identification Zone (ADIZ) dibentuk atas dasar keperluan identifikasi dalam
sistem pertahanan udara bagi suatu negara, dimana zona tersebut pada
umumnya terbentang mulai dari wilayah territorial negara yang
bersangkutan hingga mencapai ruang udara di atas laut bebas yang
berbatasan dengan negara tersebut. Pada dasarnya ADIZ merupakan sarana
penunjang sistem pertahanan udara nasional. Dasar hukum pendirian ADIZ
adalah asas bela diri (self defence) yang diakui dalam Pasal 51 Piagam PBB.
Hak negara untuk menggunakan senjata untuk mempertahankan diri dari
kekuatan dari luar (negara lain) didasarkan kepada hukum kebiasaan
Internasional (customary international law). Hak untuk membela diri yang
dimaksud dalam piagam PBB pada hakekatnya memang merupakan sesuatu
hak yang melekat. Ketentuan dalam Pasal 51 piagam PBB tersebut bukan
semata-mata menciptakan hak tetapi secara eksplisit hak membela diri itu
memang diakui menurut prinsip-prinsip Hukum Internasional. Hak untuk
membela diri yang diatur dalam piagam PBB Pasal 51. Pasal itu berbunyi :
“Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual
334 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
dapat membela diri. Selain itu ADIZ juga diatur dalam Document 9426-
AN/924 First Edition 1984 ICAO (International Civil Aviation Organization),
pada chapter 3 tentang Airspace Organization Ayat 3.3.4 Special Designated
Airspace yang mengakui keberadaan ADIZ suatu Negara.
Selain itu, dasar hukum pendirian ADIZ adalah praktek Internasional
yang telah menjadi hukum kebiasaan Internasional (customary
international law). Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional
menyebutkan Hukum kebiasaan Internasional merupakan salah satu
sumber hukum yang diakui oleh negara- negara pada umumnya. Hukum
kebiasaan berasal dari praktek negara-negara melalui sikap dan tindakan
yang diambil terhadap suatu persoalan. Bila suatu negara mengambil suatu
kebijakan dan kebijakan tersebut diikuti oleh negara-negara lain dan
dilakukan berkali-kali serta tanpa adanya protes atau tantangan dari pihak
lain maka secara berangsur-angsur terbentuklah suatu kebiasaan.
Dalam konteks sejarah pembentukan ADIZ di level
Internasional, pertama kali diperkenalkan oleh Amerika Serikat pada bulan
Desember 1950, semasa perang Korea. Lima bulan kemudian Canada juga
mengeluarkan sejumlah peraturan yang diberi nama : Rules for the Security
Control of Air Traffic. Sama dengan Amerika Serikat, peraturan yang
dikeluarkan oleh Canada itu maksudnya untuk, in the interest of national
security, to identify, locate and control aircraft operation within areas
designated as “Canadian Air Defence Identification Zone” (CADIZ).
Pembangunan bandara baru atau perluasan area bandara sebaiknya
memilih lokasi tanah yang tandus atau tanah yang tidak subur agar tidak
mengganggu produktivitas sektor pertanian, perkebunan atau perikanan.
336 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
“Centre of Marketing”. Konsep pemikiran yang demikian itu saat ini menjadi
sesuatu yang asing dan terkesan mengada-ada, tetapi di masa yang akan
datang, semua negara akan berlomba untuk mengaplikasikannya dengan
satu alasan bahwa bandara adalah tempat berkumpulnya aktivitas ekonomi
masyarakat dunia. Dan tidak menutup kemungkinan di masa yang akan
datang akan berkembang peran dan fungsi bandara menjadi pusat bisnis
hiburan dan olah raga, sehingga wilayah atau area di sekitar bandara
menjadi wilayah penyangga bisnis kebandarudaraan. Untuk saat ini hampir
semua bandara atau pangkalan udara tidak jauh lokasinya dikembangkan
bisnis Lapangan Golf dengan segala fasilitas pendukungnya. Untuk itu
terasa tidak berlebihan apabila suatu saat akan terlahir konsep “Negara
Bandara atau Airport State”, yaitu negara kecil satu pulau yang mandiri
dengan bangunan bandara yang besar dan dikelilingi oleh berbagai bisnis
pendukungnya.
Konsep “Airport State” untuk saat ini menjadi sesuatu yang lucu dan
suatu hal yang seakan-akan tidak mungkin. Akan tetapi bila dikaji secara
mendalam, maka konsep tersebut menjadi sangat mungkin dengan dasar
argumen :
BAB IV
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 341
1. Pendahuluan.
Hubungan timbal balik antara masyarakat dunia semakin hari
semakin meningkat dan mobilisasi kegiatan perekonomian Internasional
juga semakin berkembang. Hal ini sebagai bukti keberhasilan penerapan
konsep ekonomi pasar bebas dan era globalisasi yang tidak dapat dihindari
oleh semua masyarakat dunia, suka atau tidak suka, komunikasi sosial,
transaksi ekonomi antar negara dan diplomasi politik antar negara di dunia
menjadi keniscayaan yang harus dihadapi oleh semua komponen
masyarakat. Untuk itu kesiapan negara dalam hal ini, guna menunjang
kebutuhan masyarakat serta tugas negara dalam melayani kepentingan dan
kebutuhan masyarakat, maka pembangunan bandara Internasional mutlak
diperlukan sebagai sarana mobilisasi masyarakat Internasional.
Pembangunan bandara guna mengakomodasikan kepentingan
masyarakat dunia sebagai tempat kegiatan transportasi udara, maka harus
ditata dan direncanakan dengan baik dengan tetap memperhatikan RUTR
atau Rencana Umum Tata Ruang Nasional dan daerah dengan tidak
mengesampingkan ketentuan Internasional ICAO yang telah disepakati oleh
masyarakat dunia sebagai “Panduan Regulasi” tentang penerbangan dan
segala sesuatu yang berhubungan langsung atau tidak langsung pada moda
transportasi udara, yaitu pesawat.
Kepadatan penumpang pesawat di bandara-bandara Internasional
antar negara semakin hari semakin bertambah. Hal ini disebabkan oleh;
Pertama, kenaikan jumlah angka kelahiran penduduk dunia, sehingga
342 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
wilayah bandara dan jalan tembus bandara serta jalan penghubung menuju
bandara harus rutin dilakukan guna mencari informasi serta tindakan cegah
tangkal terhadap semua upaya tindakan melawan hukum; Ketujuh, semua
personel intelijen harus saling mengawasi antar mereka guna menghindari
adanya “Double Agent” dari kalangan aparat intelijen itu sendiri. Kegiatan
ini harus dilakukan secara terselubung dan hati-hati, karena obyek
pengawasannya adalah personel intelijen. Kegagalan pada pengamanan
personel intelijen akan berdampak sangat luas dan mempunyai pengaruh
yang sangat besar yang tidak hanya mengancam keselamatan penerbangan
tetapi mengancam kedaulatan Bangsa dan Negara; Kedelapan, personel
intelijen yang terintegrasi dengan baik juga dapat digerakkan guna
pengamanan cargo dan barang Pos guna mengantisipasi pengiriman
barang-barang terlarang, barang berbahaya atau pengiriman jenis hewan
atau tumbuhan yang berakibat timbulnya wabah penyakit, dan lain-lain.
Pada proses pengiriman barang, dokumen pengiriman barang dan proses
packing serta labelisasi barang harus dikontrol dengan baik guna menjaga
keamanan dan keselamatan penerbangan serta mengamankan kepentingan
masyarakat; Kesembilan, personel intelijen yang sudah terintegrasi dengan
baik dapat digunakan untuk mengawasi manajemen kebandarudaraan,
karena tidak menutup kemungkinan di antara Pejabat bandara melakukan
kecurangan atau melakukan manipulasi data keuangan serta dapat
digunakan untuk mengawasi “Air Crew” yang terlibat langsung dalam
penerbangan terindikasi pengguna obat-obatan terlarang yang
membahayakan penerbangan atau mencegah kemungkinan penyelundupan
barang-barang terlarang melalui kabin pesawat. Tingkat kewaspadaan
348 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
125 Karena bandara adalah obyek vital Nasional, maka intelijen negara harus
berperan aktif guna melindungi segala aktivitas kebandarudaraan sesuai dengan fungsi dan
tugas intelijen negara yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Adapun peran intelijen
negara adalah melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan untuk deteksi dini dan
peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan dan penanggulangan terhadap
setiap hakekat ancaman yang mungkn timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan
Nasional. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen
Negara, Pasal 4).
350 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
126 Prosedur pemeriksaan orang dan barang dalam kapasitas untuk memelihara
keselamatan dan keamanan serta kenyamanan bandara merupakan bagian dari fungsi
intelijen negara. Untuk itu otoritas kebandarudaraan dapat memfungsikan antara pihak
intelijen negara dan personel pengamanan/security dalam satu koordinasi Tim. Adapun
fungsi intelijen negara adalah fungsi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan. Khusus
untuk fungsi pengamanan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan
terarah untuk mencegah atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan intelijen pihak lawan
atau tindakan melawan hukum yang merugikan kepentingan operasional kebandarudaraan
dan operasioanl penerbangan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011
tentang Intelijen Negara, Pasal 6).
352 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
127 Secara tidak langsung, bandara dapat membuka lahan baru dan peluang baru
untuk mengoptimalkan potensi ekonomi daerah. Bandara juga sebagai pendorong dan
penunjang kegiatan industri atau perdagangan, karena bandara dapat membuka akses
transportasi ke wilayah atau daerah di sekitarnya, sehingga keberadaan bandara dapat
meggerakkan dinamika pembangunan di daerah dan Nasional serta keterpaduan dengan
sektor pembangunan lainnya. Bandara juga berfungsi untuk membuka isolasi daerah atau
membuka daerah yang terisolir karena kondisi geografis dan karena sulit dijangkau oleh
moda transportasi selain pesawat. (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun
2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, Pasal 8-9).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 353
128 Penyelenggara Intelijen Negara terdiri dari; a) Badan Intelijen Negara; b) Intelijen
129 ADIZ atau “Air Defense Identification Zone” adalah upaya negara untuk melakukan
pengaturan wilayah udaranya dan mendeteksi secara dini ancaman yang mungkin terjadi.
ADIZ ditetapkan sebagai sarana penunjang untuk kepentingan sistem pertahanan negara di
udara Nasional dan untuk menentukan atau mengidentifikasi pesawat udara yang terbang
melintas dalam jangkauan Radar Hanud. ADIZ merupakan wilayah identifikasi pesawat udara
Asing. Dasar Hukum pendirian ADIZ adalah asas bela diri atau “Self Defence” yang diakui
dalam Pasal 51 Piagam PBB. Hak negara untuk menggunakan senjata dalam
mempertahankan diri dari kekuatan dari luar negeri yang didasarkan pada hukum kebiasaan
Internasional atau “Customary International Law”. (Buku Dinamika, Staf Ahli Kasau, Edisi Ke-
27, Jakarta, Maret 2014, hal. 65)
356 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
130 Ada 42 jalur penerbangan Internasional dan ratusan reporting point, sehingga
menjadi salah satu jalur penerbangan terpadat di dunia, dan untuk memberi keleluasaan
bagi pengguna ruang udara yang ada pada suatu negara maka disepakati untuk dibuat jalur
penerbangan atau “Main International Air Rute” yang dikendalikan oleh “Air Traffic Service -
ATS” dan dilengkapi dengan alat bantu navigasi. Hal tersebut dibawah kontrol dan kendali
secara prosedur Internasional ICAO. Wresniwiro, “Kohanudnas Siaga Senantiasa”, (Jakarta,
Penerbit : AK. Group, 2003), hal. 278.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 357
131 Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”,
(Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 7.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 359
132 Air Defense Identification Zone atau ADIZ yang ditentukan oleh suatu negara
sebagai daerah terlarang untuk pesawat Asing yang melintas dapat disampaikan dalam
bentuk Notam atao Notice To Air man. Ketentuan tentang ADIZ didasarkan pada Pasal 3
Konvensi Paris yang kemudian diperbaiki dengan Protokol Paris tahun 1929. ( Buku Dinamika,
Staf Ahli Kasau, Edisi Ke-27, Maret 2014, Jakarta - hal. 73).
360 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
Oleh sebab itu, kehadiran ICAO dinilai sangat strategis dan menguntungkan
bagi sektor penerbangan sebuah negara. Sirkulasi penumpang pesawat
yang semakin masif dan mobilitas manusia yang kian cepat memunculkan
sejumlah masalah yang menjadi tantangan bagi ICAO ke depan untuk
semakin meningkatkan kinerjanya.
Dengan demikian, peran dan fungsi Intelijen Negara yang terkait
dengan intelijen kebandarudaraan harus memperhatikan semua ketentuan
yang telah disepakati pada ICAO serta dengan tetap memprioritaskan
kepentingan untuk menjaga Kedaulatan Negara di udara. Untuk itu peran
dan fungsi intelijen secara umum adalah mengantisipasi terhadap segala
bentuk ancaman dan gangguan terhadap kegiatan perekonomian
masyarakat, baik di darat, laut dan udara, utamanya kegiatan penerbangan.
pendekatan dan lepas landas pesawat, yaitu suatu kawasan perpanjangan kedua ujung
landasan dibawah lintasan pesawat setelah lepas landas atau akan mendarat yang dibatasi
oleh ukuran panjang dan lebar tertentu. Demikian juga kawasan kemungkinan bahaya
kecelakaan adalah sebagian dari kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan
ujung landasan dan mempunyai ukuran tertentu yang dapat menimbulkan kemungkinan
terjadinya kecelakaan. Untuk itu, pemahaman terhadap Rencana Umum Tata Ruang atau
RUTR suatu daerah mutlak diperlukan sebagai bahan pertimbangan pada saat membuat
perencanaan pembangunan kawasan kebandarudaraan. Sakti Adji Adisasmita, “Tatanan
Bandar Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 55.
362 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
kawasan udara di sekitar bandar udara harus bebas dari segala bentuk
hambatan yang akan mengganggu pergerakan pesawat udara dengan
menetapkan batasan ketinggian tertentu terhadap objek-objek di sekitar
bandar udara. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah
daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang
dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin
keselamatan penerbangan. Salah satu unsur untuk mengantisipasi atau
pendeteksian dini terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat
adalah “Unsur Intelijen”, sehingga peran dan fungsi personel intelijen harus
dioptimalkan dalam tugas pengamanan bandara dan keselamatan
penerbangan.
Pada KKOP tidak dibenarkan adanya bangunan atau benda tumbuh,
baik yang tetap (fixed) maupun dapat berpindah (mobile), yang lebih tinggi
dari batas ketinggian yang diperkenankan sesuai dengan aerodrome
reference code (kode referensi landas pacu) dan runway classification
(klasifikasi landas pacu) dari suatu bandar udara. KKOP suatu bandara
merupakan kawasan yang relatif sangat luas, mulai dari pinggir landas pacu
yang disebut runway strip membentang sampai radius 15 Kilometer dari
aerodrome reference point (ARP) dengan ketinggian berbeda-beda sampai
145 Meter relatif terhadap aerodrome elevation system (AES). Kawasan
permukaan yang paling kritis terhadap adanya halangan (obstacle) adalah
Kawasan Pendekatan dan Lepas landas (approach and take off), Kawasan
Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, Kawasan di Bawah Permukaan Transisi,
dan Kawasan di Bawah Permukaan Horizontal Dalam. Pada zona horizontal
dalam, maksimal ketinggian bangunan di sekitar bandara yang diizinkan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 363
adalah 45 Meter. Zona area dalam dihitung sejajar mulai dari ujung bahu
landasan hingga radius 4 Kilometer. Untuk wilayah yang termasuk dalam
kawasan radar, maksimal ketinggian bangunan yang diizinkan adalah 15
Meter atau sejajar dengan ketinggian radar. Perhitungan ini dilakukan
sejauh 3 Kilometer dari lokasi radar. Jika ada bangunan yang ketinggiannya
melebihi dari yang ditetapkan, maka akan mengganggu operasional radar
dan terjadi blank spot area. Ketinggian bangunan yang diatur sedemikian
rupa hanya dilihat dari satu sisi, yaitu dari sudut kepentingan operasional
penerbangan dan efektifitas fungsi Radar, akan tetapi bila dilihat dari sisi
keselamatan dan keamanan masyarakat, maka pembangunan bandara dari
awal harus diupayakan menjauhi kawasan pemukiman penduduk, atau
menjauhi kawasan industri. Posisi ideal bandara adalah berlokasi di
pinggiran kota dan berbatasan dengan pantai serta jauh dari kawasan
pegunungan atau jauh dari lokasi gedung-gedung tinggi. Tata letak dan
posisi pembangunan bandara diupayakan tetap mempertimbangkan arah
angin, tingkat kelembaban udara, curah hujan dan petir. Pertimbangan itu
semua bertujuan untuk keselamatan dan keamanan penerbangan serta
kenyamanan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan kebandarudaraan.
Hubungan timbal balik antara kepentingan masyarakat dan kepentingan
bandara harus disinkronisasikan dengan baik.
Permukaan utama adalah permukaan yang garis tengahnya berhimpit
dengan sumbu landasan yang membentang sampai panjang tertentu diluar
setiap ujung landasan dan lebar tertentu, dengan ketinggian untuk setiap
titik pada permukaan utama diperhitungkan sama dengan ketinggian titik
terdekat pada sumbu landasan. Sistem koordinat bandar udara atau
364 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
135 Secara umum pencapaian kegiatan operasi penerbangan adalah selamat yang di
udara (penumpang dan Air Crew) selamat juga yang di darat (Ground Crew dan masyarakat) .
Untuk itu lingkup tugas pengamanan bandara meliputi; a) Kawasan pendekatan dan lepas
landas; b) Kawasan kemungkinan terjadi bahaya kecelakaan; c) Kawasan di bawah
permukaan horizontal; d) Kawasan di bawah permukaan kerucut; e) Kawasan di bawah
permukaan transisi; f) Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi. Ketentuan
tentang KKOP tersebut merupakan kawasan keselamatan penerbangan yang ditetapkan
batas-batasnya tertentu dan bebas dari penghalang. Sakti Adji Adisas mita, “Tatanan Bandar
Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 54.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 365
136 Rencana Induk Bandar Udara harus mencakup semua kajian komprehensif yang
dilihat dari berbagai aspek, yaitu; a) Perkiraan secara kuantitatif jumlah permintaan
pelayanan, baik penumpang, cargo dan Pos serta harus dilihat rencana pengembangan kota;
b) Kebutuhan fasilitas utama kebandarudaraan dan fasilitas penunjang; c) Tata letak fasilita s
bila dihadapkan dengan RUTR daerah serta rencana pengembangan pemukiman penduduk;
d) Tahapan pelaksanaannya yang harus dipertimbangkan cuaca dan angin; e) Kebutuhan dan
pemanfaatan lahan serta analisis daerah lingkungan kerja. ( Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 202).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 369
di bawah permukaan kerucut adalah bidang dari suatu kerucut yang bagian
bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan horizontal dalam dan
bagian atasnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan
horizontal luar, masing-masing dengan radius dan ketinggian tertentu
dihitung dari titik referensi yang ditentukan. Kawasan ini dibatasi dari tepi
luar kawasan di bawah permukaan horizontal dalam meluas dengan jarak
mendatar 700 Meter atau 1100 Meter atau 1200 Meter atau 1500 Meter
atau 2000 Meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dengan kemiringan 5%
(sesuai klasifikasi landas pacu).
Kawasan di bawah permukaan horizontal luar adalah bidang datar di
sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan
ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi
penerbangan antara lain pada waktu pesawat melakukan pendekatan untuk
mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal
mengalami kegagalan dalam pendaratan. Kawasan ini dibatasi oleh
lingkaran dengan radius 15.000 Meter dari titik tengah tiap ujung
permukaan utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang
berdekatan tetapi kawasan ini tidak termasuk kawasan di bawah
permukaan transisi, kawasan di bawah permukaan horizontal dalam,
kawasan di bawah permukaan kerucut.
Penetapan batas-batas ketinggian pada KKOP bandara dan sekitarnya
dilakukan dengan ketentuan teknis sebagai berikut :
pemantauan yang dalam hal ini dapat melibatkan unsur-unsur dari intelijen
gabungan antara aparat Intelijen Negara dan security bandara.
Cara mengukur tingkat kebisingan ditentukan berdasarkan WECPNL
atau Weighted Eqvivalent Continous Perceived Noise Level, yaitu :
a. Kawasan kebisingan tingakt satu 70 ≤ WECPNL < 75.
b. Kawasan kebisingan tingakt dua 75 ≤ WECPNL < 80.
c. Kawasan kebisingan tingakt tiga WECPNL ≥ 80.137
138 Supono Soegirman, “Intelijen Profesi Unik Orang-Orang Aneh”, (Jakarta, Penerbit :
hal. 209.
380 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
140 A.C. Manulang, “Terorisme & Perang Intelijen”, (Jakarta, Penerbit : Manna Zaitun,
2006), hal. 129.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 381
BAB V
KESELAMATAN TERBANG DAN KERJA
KEBANDARUDARAAN STRATEGIS
1. Pendahuluan.
BMJ atau Britis Medical Journal pada bulan Juni 2007 menyatakan
hasil riset dan kajiannya bahwa dengan jumlah sample secara acak
terhadap 5.547 pria dan wanita yang bertugas aktif di jajaran angkatan
bersenjata dengan ditempatkan di garis depan pertahanan negara atau di
daerah konflik dalam waktu lebih dari batas toleransi antara enam hingga
delapan bulan mengalami kecenderungan mental dan perilaku negatif serta
menjadi sebab berbagai masalah atau yang sering disebut dengan istilah
“PTSD-Post Traumatic Stress Disorder”.141 Tingkat dan kemampuan
seseorang dalam menetralisisr dan mengendalikan stress berbeda-beda,
sehingga akibat dan dampaknya juga berbeda-beda, dan kadang pelarian
solusinya juga berbeda-beda. Terkadang bersifat positif tetapi mayoritas
negatif. Dengan demikian kondisi “PTSD-Post Traumatic Stress Disorder”
dapat menimpa pada siapa saja termasuk Air Crew dan Ground Crew dan
lebih jauh dari itu akan berdampak pada keselamatan penerbangan dan
tingkat keselamatan petugas di bandara. Untuk itu sangat dimungkinkan
adanya upaya terstruktur dan tersistem dengan baik melalui kajian
komprehensif yang melibatkan semua unsur dan instansi terkait mencari
141 Ketentuan dan prosedur normal didalam angkatan bersenjata Inggris Raya
memiliki ketentuan dengan apa yang disebut “panduan harmoni”, yaitu kajian atau analisis
bagi personel dengan dasar pemikiran adanya keseimbangan antara jam kerja, tingkat
resiko, kesehatan mental, istirahat dan pemulihan pasca tugas. (Majalah Forum, Volume 39,
terbitan Ke-3, 2014), hal. 19.
384 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
solusi agar tercipta kondisi prima “keselamatan terbang dan kerja yang
optimal”
Tingkat kejenuhan Pilot - Co-Pilot dan awak kabin lainnya akan
berdampak pada kelalaian, kecerobohan dan ketidak disiplinan untuk
ketaatan serta loyaloitas pada prosedur, sehingga sangat dimungkinkan
berdampak kurang ketelitian dan kurang perduli pada keselamatan terbang
dan kerja sebagai “Human Error”. Untuk itu manajemen kebandarudaraan
dan Maskapai Penerbangan secara bersama-sama membuat kajian tentang
“Beban Kerja - Work Loud” pada masing-masing petugas, terutama pada
tugas-tugas di lapangan yang rawan dan beresiko. 142
Beban kerja (Work Loud) tiap individu harus direkap dalam satu
dokumen personel sebagai bahan kajian dan kebijakan kelembagaan untuk
pembinaan personalia guna mengoptimalkan produktifitas kerja dan untuk
menghindari terjadinya kecelakaan pesawat atau kecelakaan kerja di
bandara. Sehingga pihak manajemen kebandarudaraan dan Maskapai
Penerbangan secara bersama membuat program penyegaran karyawan,
baik secara perorangan atau bersama-sama dalam bentuk :
a. Rekreasi bersama.
b. Hak cuti perorangan.
c. Pendidikan atau kursus di luar negeri.
d. Tunjangan dan bonus akhir tahun.
e. Kunjungan wisata ke perusahaan-perusahaan partner kerja.
142 Analisis beban kerja dapat diwujudkan dalam bentuk “Task Force” dalam rangka
penyegaran lingkungan dan penyegaran tempat kerja baru atau program baru, sehingga
berdampak positif pada kinerja secara optimal. Randall S. Schuler dan Susan E. Jackson,
“Manajemen Sumber Daya Manusia”, (Jakarta, Penerbit : Erlangga, 1966), hal. 131.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 385
143 Salah satu penyebab “Human Error” adalah adanya suasana kerja yang kurang
sehat atau konflik dalam internal perusahaan. Sondang P. Siagian, “Manajemen Sumber
Daya Manusia”, (Jakarta, Penerbit : Bumi Aksara, 2008), hal. 342.
386 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
144 Sertifikasi pesawat terbang yang dikeluarkan oleh Pemerintah adalah bukti atas
kesiapan pesawat untuk melakukan misi penerbangan. Sakti Adji Adisasmita, “Tatanan
Bandar Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 23.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 387
145 GMF Aero Asia mempunyai kemampuan teknis dalam manajemen untuk
146 Awan terbentuk dari titik air akibat dari penguapan air di Bumi (laut, samudera,
danau, sungai, dan lain-lain). Udara yang hangat lebih banyak menampung uap air dari pada
udara yang dingin dan hujan terjadi karena faktor kelembaban udara yang membentuk titik
embun yang lebih besar dan terjatuh ke Bumi. Penggolongan awan dibagi menjadi tiga;
a. Awan tinggi : 1) Cirrus (Ci).
2) Cirrus cumulus (Cc).
3) Cirrus status (Cs).
b. Awan Sedang : 1) Alto cumulus (Ac).
2) Alto status (As).
c. Awan Rendah : 1) Stratus cumulos (Sc).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 389
aneka musibah bencana alam lainnya; Ketiga, faktor-faktor lain yang secara
tiba-tiba terjadi yang mengakibatkan kecelakaan pesawat terbang. Kejadian
ini memungkinkan terjadi diluar faktor manusia dan diluar faktor manusia
dan diluar faktor cuaca.
2) Stratus (St).
3) Nimbus stratus (Ns).
4) Cumulus (Cu).
5) Cumulonimbus (Cb).
Ensiklopedia (Hamparan Ilmu “Cuaca dan Iklim”, penerbit : Tira Pustaka, 2002), hal. 58.
390 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
147 Fungsi kontrol dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Maskapai
Dropping atau spraying. Tidak boleh ada yang harus dijatuhkan atau
disemprotkan dari pesawat yang in flight kecuali dibawah kondisi yang
ditentukan oleh appropriate authority dan seperti yang ditunjukkan oleh
informasi yang relevan, saran dan/atau clearance dari appropriate air traffic
services unit. Towing. Tidak boleh ada pesawat atau objek lain yang ditarik
oleh pesawat, kecuali sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh
appropriate authority dan seperti yang ditunjukkan oleh informasi yang
relevan, saran dan/atau clearance dari appropriate air traffic services unit.
Parachute descents. Penerjunan parasut, selain terjun emergency, tidak
boleh dilakukan kecuali dengan kondisi yang ditentukan oleh appropriate
authority dan seperti yang ditunjukkan oleh informasi yang relevan, saran
dan/atau clearance dari appropriate air traffic services unit. Terbang
akrobatik. Tidak boleh ada pesawat yang terbang akrobat kecuali kondisi
yang ditentukan oleh appropriate authority149 dan seperti yang ditunjukkan
oleh informasi yang relevan, saran dan/atau clearance dari appropriate air
traffic services unit. Penerbangan formasi. Pesawat tidak boleh terbang
dalam formasi kecuali dengan pengaturan sebelumnya (pre-arrangement)
149 Singapore Air Show 2014 yang berlangsung pada tanggal 11-16 Februari 2014
dengan penampilan Tim Aerobatic Jupiter dari Indonesia adalah kondisi berbeda dengan apa
yang tertuang dalam ketentuan tersebut di atas. Aerobatic pesawat mutlak diajarkan pada
siswa calon penerbang tempur karena kemampuan aerobatic merupakan bagian dari
strategi perang udara. Hal tersebut sangat berbeda dengan penerbang pesawat sipil yang
dituntut kehalusan dalam menerbangkan pesawat karena membawa penumpang. Adapun
yang dibawa pesawat tempur adalah amunisi tempur. (Majalah Angkasa Nomor 6, Maret
2014, hal. 24)
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 393
150 Prosedur penerbangan pesawat sipil dalam konteks untuk menjaga keselamatan
dan keamanan secara Internasional melalui pengembangan dasar-dasar dan teknik-teknik
penerbangan dan pengembangan teknik navigasi udara adalah porsi ICAO atau International
Civil Aviation Organization, yaitu; a) Memastikan adanya jaminan keselamatan dan
perkembangan yang teratur penerbangan sipil; b) Mendorong perkembangan wilayah udara
dan bandara serta semua fasilitasnya dan kelengkapan pendukungnya; c) Efektifitas dan
keselamatan penerbangan; d) Aspek pengembangan ilmu penerbangan dan
mempromosikan keselamatan. Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar
Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 6.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 395
kondisi penerbangan yang aman dan nyaman. Demikian juga faktor negara
asal Maskapai Penerbangan terdiri dari berbagai negara di dunia. Sehingga
pengaturan dan tata cara penerbangan juga harus diatur secara
Internasional, sehingga akan dicapai kesepakatan penerbangan secara
Internasional pula.
Landing. Pesawat yang in flight, atau beroperasi di darat atau air,
harus memberi jalan (give way) ke pesawat landing atau di tahap (final
stages) untuk approach mendarat. Ketika 2 heavier-than-air aircraft atau
lebih mendekati aerodrome untuk tujuan landing, pesawat pada level yang
lebih tinggi harus memberi jalan (give way) kepada pesawat yang level
lebih rendah, tetapi pesawat yang belakangan tidak boleh mengambil
keuntungan dari aturan ini dengan memotong di depan pesawat lainnya
pada final stages of an approach untuk mendarat, atau menyalip (overtake)
pesawat tersebut. Namun demikian, power-driven heavier-than-air aircraft
harus memberi jalan (give way) kepada gliders.
Emergency landing. Pesawat yang menyadari bahwa pesawat lain
terpaksa (compelled) untuk mendarat harus memberi jalan (give way)
kepada pesawat tersebut. Taking off. Pesawat yang sedang taxi di
manoeuvring area of an aerodrome harus memberi jalan (give way) kepada
pesawat yang taking off atau akan take off.151 Pergerakan pesawat di
151 Pemantauan tentang segala aktivitas pesawat di sekitar Run Way dilakukan oleh
Radar ASDE atau Airport Surface Detection Equipment dan AMASS atau Airport Movement
Area Safety System yang bertugas untuk memetakan suasana yang terjadi di atas permukaa n
lapangan terbang atau Ground Mapping guna menjaga agar jangan terjadi tabrakan pesawa t
di sekitar Run Way. Peran ASDE dan AMASS sangat vital ketika cuaca kurang baik dan jarak
pandang sangat terbatas karena hujan, kabut dan asap. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen
Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 19.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 397
permukaan. Dalam hal bahaya tabrakan antara 2 pesawat yang sedang taxi
di movement area of an aerodrome hal berikut ini berlaku :
b. Ketika 2 pesawat pada arah yang menuju pada satu titik yang
sama (converging course), pesawat yang dimana pesawat lainnya di
sebelah kanannya harus memberi jalan (give way) kepada pesawat
tersebut;
Pesawat yang sedang taxi di manoeurvring area harus stop dan hold
pada semua runway-holding positions kecuali diijinkan lain oleh aerodrome
control tower. Pesawat yang sedang taxi di manoeuvring area harus stop
dan hold pada semua lighted stop bars (stop bar yang nyala) dan boleh
melanjutkan pergerakan setelah lights mati (switched off). Lampu yang
akan ditampilkan oleh pesawat dari matahari terbenam (sunset) sampai
matahari terbit (sunrise) atau ketika waktu lainnya yang ditentukan oleh
appropriate authority, semua pesawat yang in flight harus menampilkan :
152 “Movement Area Of Aerodrome” adalah area yang harus dijaga agar tidak terjadi
tabrakan atau incident. Hal tersebut merupakan bagian dari tugas pelayanan lalu-lintas
penerbangan dibawah kontrol dan pengawasan manajemen kebandarudaraan. Pelayanan
tersebut meliputi; a) Pelayanan pemanduan lalu-lintas penerbangan atau “Air Traffic Control
Service”; b) Pelayanan informasi penerbangan atau “Flight Information Service”;
c) Pelayanan saran lalu-lintas penerbangan atau “Air Traffic Advisory Service”; d) Pelayanan
kesiagaan atau “Alerting Service”. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan, Pasal 279).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 399
153Pengaruh lampu pesawat dan tingkat kebisingan adalah bagian dari ruang atau
kawasan keselamatan penerbangan dan keselamatan kerja. Untuk itu penerbang harus
berusaha untuk meminimise dampak negatif tersebut. Adapun kawasan keselamatan
penerbangan meliputi; a) Kawasan pendekat dan lepas landas atau Take Off; b) Kawasan
kemungkinan bahaya kecelakaan; c) Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
400 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
penerbangan yang meliputi ; a) Jalur udara atau “Airway”; b) Jalur udara dengan pemandua n
(Controle Route) dan jalur udara tanpa pemanduan (Uncontrolled Route); c) Jalur udara
keberangkatan (Depature Route) dan jalur udara kedatangan (Arrival Route). (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 267).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 401
155 “Air Traffic Control Towers = ATCT” atau ADC-Aerodrome-Control” bertugas untuk
melakukan fungsi kontrol penerbangan di kawasan bandara dengan radius 5 Mil dari bandar
udara dan dari permukaan tanah sampai ketinggian 2.500 kaki atau sekitar 762 Meter di atas
permukaan laut. Serta bertugas untuk mengendalikan pesawat dan kendaraan darat di area
landasan dengan satu tujuan agar tidak terjadi kecelakaan terbang atau kecelakaan kerja.
Dengan demikian semua personel yang terlibat langsung dalam operasional bandara dan Air
Crew harus mengetahui prosedur yang sudah ditentukan serta loyal terhadap arahan dari
ATC. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana
Media, 2013), hal. 18.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 403
Isi flight plan.157 Flight plan harus terdiri informasi tentang item
berikut ini yang dianggap relevan oleh appropriate ATS authority :
— Aircraft identification
— Flight rules dan tipe penerbangan
— Jumlah dan tipe pesawat dan kategori wake turbulence
— Equipment
— Departure aerodrome
— Estimated off-block time
— Cruising speed (s)
— Cruising level (s)
— Rute yang diikuti
— Destination aerodrome dan total estimated elapsed time
— Alternate aerodrome(s)
157 Flight plan merupakan bagian dari Standard Operating Procedure yang harus
dilakukan oleh penerbang. Berdasarkan flight plan tersebut, maka petugas dari lembaga
penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan melakukan pelayanan mulai dari kontak
komunikasi pertama sampai dengan komonikasi terakhir antara Kapten penerbang dengan
petugas atau fasilitas navigasi penerbangan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 272).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 405
— Fuel endurance
— Total jumlah orang di dalam pesawat (persons on board)
— Emergency dan survival equipment
— Informasi lainnya.
b. Departure aerodrome;
d. Arrival aerodrome;
e. Time of arrival.
159 Peran dan fungsi “Flight Information Region” adalah bagian dari tatanan navigasi
160Signalman merupakan salah satu petugas yang berada pada kegiatan di tempat
parkir pesawat untuk muat-bongkar atau “RAMP” yang mempunyai kepadatan dan
kesibukan amat tinggi, sehingga semua pihak harus waspada dan berhati -hati serta fokus
pada tugas masing-masing dalam rangka untuk kelancaran pelayanan penerbangan dan
keselamatan kerja. Untuk itu setiap bandara harus membuat aturan yang menyeluruh, rinci
dan lengkap sebagai pedoman kerja petugas di lapangan serta dibangunnya budaya kerja
atau “Corporate Culture” yang sehat dan berwawasan lingkungan serta berorientasi pada
keselamatan kerja. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit :
Mitra Wacana Media, 2013), hal. 68.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 409
9. Time Check.
Coordinated Universal Time (UTC) harus digunakan dan dinyatakan
dalam jam dan menit dan, jika diperlukan, 24 jam yang dimulai pada tengah
malam. Time check harus diperoleh sebelum operasi controlled flight dan
pada waktu lain selama penerbangan sebagaimana diperlukan. Time check
tersebut biasanya diperoleh dari air traffic services unit kecuali jika
pengaturan lain telah dibuat oleh operator atau oleh appropriate ATS
authority. Dimana pun waktu digunakan dalam aplikasi komunikasi data
link, harus akurat dalam waktu 1 detik dari UTC.161
161 Tanggung jawab otoritas bandar udara salah satunya adalah memastikan
terlaksana dan terpenuhinya semua ketentuan dan prosedur keselamatan dan keamanan
penerbangan, kelancaran dan kenyamanan serta tepat waktu dalam setiap tahap pekerjaan
atau tepat waktu untuk semua schedule penerbangan. Untuk itu diperlukan “Time Check”.
Setiap keterlambatan dalam proses setiap tahap pekerjaan di darat atau Ground akan
berdampak pada proses pekerjaan berikutnya, sehingga jadwal keberangkatan pesawat juga
terhambat. Untuk itu salah satu ukuran tingkat profesionalisme manajemen
kebandarudaraan dan Maskapai Penerbangan adalah “Tepat Waktu”. ( Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 227).
410 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
162 “Aerodrome Controle-ADC” dan fungsi kerja “Area Contol-ACC” yang dibantu
dengan “Airport Surveillance Radar-ASR” dapat menyajikan data dengan baik tentang posisi
semua pesawat udara yang berada pada posisi radius 60 NM ( Nautical Miles) atau sekitar
33 Km dari bandara. Sehingga fungsi kontrol dapat berjalan sesuai dengan prosedur.
Bantuan peralatan navigasi berupa “Secondary Radar” dapat mengoptimalkan jarak jangkau
fungsi kontrol hingga 200 NM. Apabila dalam pemantauan tersebut terjadi penyimpangan,
maka personel penerbangan harus melaporkan secara berjenjang pada instansi yang
berwenang. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 321); I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta,
Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 19.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 411
clearance diperoleh appropriate air traffic control unit, atau kecuali situasi
darurat muncul yang memerlukan tindakan langsung oleh pesawat, didalam
kejadian secepat keadaan mengizinkan, setelah emergency authority
tersebut dilakukan, appropriate air traffic control unit harus diberitahu
tentang tindakan yang diambil dan bahwa tindakan tersebut telah diambil
di bawah emergency authority. Kecuali jika diizinkan oleh appropriate ATS
authority, atau diarahkan oleh appropriate air traffic control unit, controlled
flight harus, sejauh dapat dipraktekkan :
163 Jaringan dan rute penerbangan dalam negeri untuk angkutan udara niaga
berjadwal ditetapkan oleh Pemerintah dan Departemen Luar Negeri untuk rute
penerbangan luar negeri berdasarkan perjanjian angkutan udara antar negara. Sedangkan
dasar pertimbangan penetapan rute yaitu; a) Permintaan jasa angkutan udara;
b) Terpenuhinya persyaratan teknis operasi penerbangan; c) Fasilitas bandar udara yang
sesuai dengan ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan; d) Terlayaninya semua
daerah yang memiliki bandar udara; e) Pusat kegiatan operasi penerbangan masing -masing
badan angkutan udara niaga berjadwal; f) Keterpaduan rute dalam negeri dan luar negeri.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 123).
412 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
Selain itu, ketika ADS agreement berlaku, air traffic services unit
(ATSU) harus diberitahu secara otomatis melalui data link setiap kali
perubahan terjadi di luar nilai ambang batas yang ditetapkan oleh ADS
event contract. Intended changes. Permintaan untuk perubahan flight plan
harus mencakup informasi seperti yang ditunjukkan di bawah ini :
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 413
b. Change of route :
dikoordinasikan dengan baik antara ATS dan penerbang. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya tabrakan antar pesawat. Adapun pertimbangan penetapan rute luar
negeri didasarkan pada pertimbangan a) Kepentingan Nasional; b) Permintaan jasa angkuta n
udara; c) Pengembangan pariwisata; d) Potensi industri dan perdagangan; e) Potensi
ekonomi daerah; f) Keterpaduan intra dan antar moda. (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 123 Ayat 2).
414 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
165 “Alternate Base” atau bandar udara cadangan diperlukan oleh penerbang guna
menentukan tujuan alternatif apabila cuaca menuju bandar udara yang telah ditentukan
sebelumnya tidak memungkinkan dan berpotensi untuk timbulnya ancaman terhadap
keamanan dan keselamatan penerbangan. Informasi tentang cuaca diperoleh oleh
penerbang dari petugas “Meteorology” yang meliputi ketinggian awan, batas pandangan,
kecepatan dan arah angin, suhu udara, kelembaban serta kemungkinan terjadinya hujan,
salju. Tingkat sensitifitas keadaan cuaca dan keselamatan penerbangan sangat tinggi, untuk
itu setiap perubahan cuaca harus diinformasikan pada Pilot atau penerbang. I Gusti Putu
Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013),
hal. 19.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 415
166 “Air Traffic Services Unit” adalah bagian dari sistem navigasi penerbangan yang
semua informasi penting tentang hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan
dan keamanan. Informasi tersebut untuk menciptakan akurasi, keteraturan dan efisiensi
penerbangan. Cakupan layanan informasi dan layanan telekomunikasi meliputi; a) Layanan
Aeronautika Tetap atau “Aeronautical Fixed Service”; b) Layanan Aeronautika Bergerak atau
“Aeronautical Mobile Service”; c) Layanan Radio Navigasi Aeronautika atau “Aeronautical
Radio Navigation Service”. Adapun paket informasi Aeronautika terpadu meliputi;
a) Publikasi informasi Aeronautika; b) Notifikasi kepada penerbang dan petugas lalu-lintas
penerbangan (NOTAM-Notice to Airman); c) Edaran informasi. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 281-285).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 417
c. Ketika sedang radar vektor atau yang telah diarahkan oleh ATC
untuk melanjutkan offset menggunakan RNAV tanpa ditentukan limit,
bergabung kembali dengan current flight plan route sebelum next
168 Peran dan fungsi Radar dalam dunia penerbangan sangat mutlak, karena Radar
merupakan sistem inti dari peralatan navigasi untuk keselamatan penerbangan. Radar
“Ground Control Interceptor” mampu melakukan tugas panduan terhadap pesawat tempur
yang mengejar sasaran, bahkan rudal pertahanan udara pun tergantung dengan kemampuan
Radar. Demikian juga pesawat dalam misi penerbangan sipil untuk alat angkutan udara a ka n
dipandu oleh Radar sebagai alat bantu navigasi. Wresniwiro, “Kohanudnas-Siaga
Senantiasa”, (Jakarta, Penerbit : AK. Group, 2003), hal. 168.
418 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
11. Pilot-In-Command.
Pesawat yang sedang mengalami unlawful interference169 akan
berusaha untuk memberitahu appropriate ATS unit fakta ini, keadaan yang
signifikan terkait dengannya dan setiap penyimpangan dari current flight
5140. Kecuali bila diperlukan untuk take-off atau landing, atau kecuali
dengan izin dari appropriate ATS authority, penerbangan VFR tidak akan
diterbangkan :
b. Di tempat lain selain yang ditentukan dalam a), pada level yang
yang setidaknya 300 Meter (1 000 kaki) di atas obstacle tertinggi
terletak dalam jarak 8 Km dari posisi perkiraan pesawat.
Pasal 41 dari ITU Radio Regulations (No. 3268, 3270 dan 3271
merujuk) memberikan informasi mengenai sinyal alarm untuk penggerak
radio telegrafi dan radio telepon sistem I :
3268 sinyal alarm radio telegrafi terdiri dari seri dua belas tanda garis
(dash) dikirim dalam satu menit, durasi setiap dash empat detik dan
durasi interval antara dash yang berturut-turut satu detik. Mungkin
ditransmit oleh tangan tapi transmisi melalui instrumen otomatis
dianjurkan.
3270 Sinyal alarm radio telepon terdiri dari dua nada frekuensi audio
sinusoidal secara substansial ditransmisikan bergantian. Satu nada
harus memiliki frekuensi 2 200 Hz dan yang lain frekuensi 1 300 Hz,
durasi masing-masing nada menjadi 250 milidetik.
Arti dari sinyal yang relevan tetap sama jika bat, tongkat diterangi
atau torchlights dipegang. Engine pesawat diberi nomor, untuk signalman
menghadap pesawat, dari kanan ke kiri (yaitu No 1 engine menjadi engine
outer port /paling kiri luar).
428 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
DAFTAR PUSTAKA
Algifari, Ekonomi Mikro Teori dan Kasus, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,
Yogyakarta, 2002;
Ali Hasan, Marketing, MED Press, Yogyakarta, 2008;
Al-Khalidi, Mahmud, Kerusakan dan Bahaya Sistem Ekonomi Kapitalis,
Wahyu Press, Jakarta, 2002;
Anne T. Coughlan, Marketing Channels, 6th edition, Prentice Hall, New
Jersey, 2001;
Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik Jilid II, LP3ES, Jakarta, 1986;
Aulia Reza Bastian, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka Utama,
Yogyakarta, 2002;
Azyumardi Azra, Revitalisasi Pertanian, Kompas, Jakarta, 2006;
Bahtiar Effendy dan Soetrisno Hadi (Editor), Agama & Radikalisme di
Indonesia, Nuqtah, Jakarta, 2007;
Bambang Istianto, Demokratisasi Birokrasi, Mitra Wacana Media, Jakarta,
2011;
Bambang Prasetyo, Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005;
Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Media, Yogyakarta,
2006;
Bambang Waluyo Hidayat, dkk., Suntzu Perang dan Manajemen, PT. Alex
Media Komputindo, Jakarta, 1992;
Beni Sukadis - Eric Hendra (Editor), Pertahanan Semesta dan Wajib Militer,
LESPERSSI, Jakarta, 2008;
Bertens K., Psikoanalisis Sigmund Freud, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2006;
Bijah Subijanto, Restorasi Intelejen, Jatidiri, Jakarta, 2003;
Bilson Simamora, Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan
Profitabel, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001;
Bramantyo Djohanputro, Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro, PPM, Jakarta,
2006;
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 435
Francis Fukuyama, The End of History and The Last Man, CV. Qalam,
Yogyakarta, 2004;
Francis Fukuyama, The Great Disruption, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2005;
Frans M. Royan, Market Intellegence, PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta, 2005;
Franz Magnis - Suseno, Etika Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2001;
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Tehnik Membedah Kasus Bisnis, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004;
Frianto Pandia, dkk., Lembaga Keuangan , PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2005;
Fuad Jabali, dkk., Benturan Peradaban, Nalar, Jakarta, 2005;
Gary W. Eldred, PH.D., Real Estate IDI, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,
2007;
George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2003;
George Ritzer - Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam,
Prenada Media, Jakarta, 2005;
George Soros, Open Society, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006;
Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk Rakyat, CIDES, Jakarta, 1996;
H. Budi Santoso Suryosomarto, Ketahanan Nasional Indonesia, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, 2001;
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1987;
H. Zainudin Hamidi dan Tim Al-Hadits, Shahih Bukhari dan Terjemahannya,
Widjaya, Jakarta, 1992;
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Administrasi Personel untuk
Meningkatkan Produktivitas Kerja, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1990;
Hasil Seminar dan Lokakarya tentang Jatidiri Koperasi dan Nilai Ekonomi
Islam untuk Keadilan Ekonomi, LSP2I, Jakarta, 2003;
HD. Haryo Sasongko, Terorisme Dialog dan Toleransi, Graffiti, Jakarta, 2006;
438 Manajemen Kebandarudaraan Strategis
Henry Faizal Noor, Ekonomi Manajerial, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2008;
Henry Simamora, Manajemen Pemasaran Internasional Jilid II, Salemba
Empat, Jakarta, 2000;
Heru Satyanugraha, Etika Bisnis, Edisi Kedua, LPFE Universitas Trisakti,
Jakarta, 2006;
Heru Subiyantoro, Singgih Riphat, APU, Kebijakan Fiskal, PT. Kompas Media
Nusantara, Jakarta, 2004;
Hikmah Nur Azza, Pengaruh PAD, DAU, DAK terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Propinsi Jawa Barat Tahun 2004-2012, Skripsi – UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014;
I Gusti Putu Mastra, Manajemen Kebandarudaraan, Mitra Wacana Media,
Jakarta, 2013;
Ibnoe Soedjono, Koperasi di tengah Liberalisme Ekonomi, LSP2I, Jakarta,
2003;
Iman Sjahputra Tunggal, Amin Widjaja Tunggal, Membangun Good
Corporate Gorvenance (GCG), Havarindo, Jakarta, 2002;
Jalaludin Rahmat, Islam dan Pluralisme, Serambi, Jakarta, 2006;
Jenderal Pol. (Purn) Kunarto, Intelijen, Pengertian dan Pemahamannya, PT.
Cipta Manunggal, Jakarta, 1999;
Joesron, Tati Suhartati, Manajemen Strategik Koperasi, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2005;
John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man, Abdi Tandur, Jakarta,
2005;
John Pieris, Nizam Jim, Etika Bisnis dan Good Corporate Governance, Pelangi
Cendikia, Jakarta, 2007;
Jonathan R. Jeffrey A. Winters Pincus, Membongkar Bank Dunia,
Djambatan, Jakarta, 2004;
Joseph A. Schumpeter, Capitalsm, Socialsm & Demokrasi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2013;
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 439
Vietzal Rivai, dkk., Bank and Financial Institution Management, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007;
Vincent Gasperz, Organizational Excellence, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2007;
Warren J. Keegan, Manajemen Pemasaran Global, Prenhallindo, Jakarta,
1996;
Wayne Parsons, Public Policy, Prenada Media, Jakarta, 2005;
Wee Chow Hou, dkk., Sun Tzu; Perang dan Manajemen, PT. Elex Media
Komputerindo, Jakarta, 2002;
Widi Agoes Pratikto, Menjual Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Cikal Media,
Jakarta, 2005;
Wirawan, Teori Kepemimpinan, Uhamka Press, Jakarta, 2002;
Wresniwiro, Kohanudnas - Siaga Senantiasa, AK. Group, Jakarta, 2003;
Wynd Rizaldi dan Muhammad Rifni, Manajemen Dasar Penanganan Cargo,
IN Media, Jakarta, 2013;
Z. A. Maulani, Perang Afghanistan, Dalangang Seta, Jakarta, 2002;
Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan, Yogyakarta, Gajah Mada University
Press, 2010;
Zulkarnain Djamin, Masalah Utang Luar Negeri, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta, 1996;
Manajemen Kebandarudaraan Strategis