Anda di halaman 1dari 461

MANAJEMEN KEBANDARUDARAAN STRATEGIS

Koordinator : Koperasi Primer Bhakti Pertiwi Abadi

Disain Sampul : Koperasi Primer Bhakti Pertiwi Abadi

Penata Letak : Erlangga

Editor :
Dr. Abdullah Fathoni, S.E., M.M.
Hikmah Nur Azza, S.E., M.E.
Ir. Agus Imanto
Agus Irwanti, S.Pd.
Erlangga

Diterbitkan Oleh : Koperasi Primer Bhakti Pertiwi Abadi


Jl. Gorda No. 14A RT.010 RW. 006
Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur
Kode Pos : 13810
Telp. (021) 87784090
Fax. (021) 87783997
Email : fathoni444@yahoo.co.id
Twitter : @AbdullahFatho11
Fb : Abdullah Fathoni
IG : @fathoni444

ISBN : 978-602-70409-2-2

Dicetak oleh Penerbit :


Koperasi Primer Bhakti Pertiwi Abadi
Cetakan I : Agustus 2014
Manajemen Kebandarudaraan Strategis

PUISI “PESAWATKU...”

Ku berlari menembus langit biru


Pesawatku terbang memburu ndaru
Menjaga mahligai batas teritori Negeriku
Antara nyali dan teknologi baru.
Pesawatku melesat ke udara
Seperti Gatot Kaca mengejar Bidadari
Adakah di sana harapan atau fatamorgana Negeri?
Karena pesawatku bukan balita
Tetapi sudah mulai tua-tua.
Alutsista yang terabaikan anggaran
Kurang jumlah dan kurang perhatian
Karena politikus sibuk mengejar tikus
Tikus sawah dan tikus kardus.
Lihatlah... tetangga sebelah
Dari sisi kualitas dan kuantitas
Semua sudah siap lepas landas
Dengan amunisi yang akan menggilas.
Sadarlah kawanku yang duduk di Senayan
Pesawatku bukan barang mainan
Tetapi menjaga kedaulatan
Di atas daratan dan lautan... SWA BHUANA PAKSA.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohiim...

Syukur Alhamdulillah, Buku dengan judul “Manajemen


Kebandarudaraan Strategis” dapat selesai tepat waktu sebagai buku bahan
pengajaran untuk Mahasiswa Universitas Suryadarma - Halim P., Jakarta
Timur.

Buku ini berisikan cara-cara dan strategi pengelolaan bandar udara


yang baik dengan selalu berpedoman pada prinsip dasar pelayanan
kebandarudaraan pada tingkat Internasional, yaitu; a) Keselamatan;
b) Keamanan; c) Kenyamanan; d) Kelancaran akses; e) Pelayanan prima;
f) Berdaya saing Internasional; g) Berwawasan lingkungan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih mengandung


beberapa kelemahan dan kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati, Penulis mohon saran, koreksi demi perbaikan isi atau cara penyajian
penulisan dan di masa yang akan datang akan disempurnakan.

Penulis berharap buku ini memberi manfaat yang seluas-luasnya


sebagai Amal Jariah. Akhirnya hanya kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang Penulis berserah diri.

Jakarta, 15 Agustus 2014


Penulis

Dr. Abdullah Fathoni, S.E., M.M.


Manajemen Kebandarudaraan Strategis ix

ABSTRAKSI

Prosedur panjang yang dilakukan guna mengoptimalkan hasil


penulisan Buku “Manajemen Kebandarudaraan Strategis” adalah; Pertama,
melakukan kajian lapangan di Bandara Soekarno - Hatta, Cengkareng dan
Bandara Halim Perdanakusuma; Kedua, merumuskan pokok-pokok masalah
pada obyek kajian yang secara empiris dapat dipertanggung jawabkan;
Ketiga, mengumpulkan semua buku referensi baik yang bersumber dari
jajaran Angkatan Udara, Toko Buku Gramedia dan sumber lain; Keempat,
melakukan wawancara langsung kepada para Pejabat dan masyarakat yang
telah banyak memanfaatkan Bandara Internasional untuk suatu perjalanan
kedinasan atau wisata; Kelima, merangkum dari semua tahapan tersebut
dan dilakukan perenungan dan kajian secara akademis; Keenam, tahap
penulisan buku sebagai langkah akhir pengkajian.

Buku ini mengulas hal-hal yang bersifat makro dan mikro tentang tata
kelola kebandarudaraan dengan berpedoman pada prosedur Internasional
(ICAO), prosedur dan aturan Nasional dan lokal dengan selalu
mengutamakan faktor inti, yaitu; keamanan, keselamatan, kenyamanan
penerbangan dan berwawasan lingkungan. Kesimpulan besar buku ini
adalah “Bandara adalah pusat mobilisasi perekonomian suatu Negara”.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................... . i


Daftar Isi ......................................................................................... ii
Abstraksi.......................................................................................... ix

BAB I PERAN DAN FUNGSI STRATEGIS KEBANDARUDARAAN


1. Pendahuluan ................................................................ 1
2. Gambaran Umum ......................................................... 14
a. Pengertian Fasilitas................................................. 14
b. Regulasi Keamanan ................................................ 19
c. Kepuasan Pengguna Jasa Bandara .......................... 25
d. Kenyamanan dan Keamanan Bandara Serta
Kepuasan Konsumen ............................................. 28
e. Jasa Penerbangan Nasional .................................... 44
f. Aspek Bandara Internasional ................................. 45
g. Aspek Lalu Lintas Udara ......................................... 46
h. Fungsi Strategis Bandara Saat Ini ............................ 58
i. Jembatan Angkutan Udara ..................................... 71
j. Pangkalan Udara TNI AU ........................................ 79
k. Eksistensi Maskapai Penerbangan .......................... 82
l. Manajemen dan Kebijakan Bandara ....................... 86
m. Faktor Keselamatan ............................................... 102
n. Implementasi Manajemen Pengamanan ................ 103
o. Peran dan Fungsi Pengamanan Penerbangan VVIP 104
p. Kinerja Sistem Koordinasi ....................................... 107
q. Proyeksi Penumpang Pesawat Udara ...................... 109
r. Karakteristik Kebandarudaraan Strategis ................ 111
Manajemen Kebandarudaraan Strategis iii

BAB II PRINSIP DASAR MANAJEMEN KEBANDARUDARAAN STRATEGIS


1. Pendahuluan ................................................................ 151
2. Prosedur dan Implementasi Kebandarudaraan .............. 152
3. Prosedur Sistem Security ............................................... 153
4. Mekanisme Kerja Sama Internasional Maskapai
Penerbangan ................................................................ 154
5. Pola dan Sistem Equipment, Research And Development 156
6. Peran dan Fungsi ICAO And Appropriate Authority .......... 156
7. Mekanisme dan Prosedur Operasi Kebandarudaraan
Strategis ....................................................................... 160
8. Peran dan Fungsi System Aircraft Operators Procedure ... 162
9. Mekanisme dan Procedure Quality Control Program
Keamanan .................................................................... 163
10. Fungsi dan Tindakan Antisipatif untuk Melakukan Fungsi
Kontrol Akses (Access Control) Penerbangan Sipil ........... 167
11. Mekanisme dan Prosedur Pengamanan Pesawat ........... 170
12. Mekanisme dan Prosedur Pengamanan Penumpang
dan Bagasi Cabin Pesawat Terbang ................................ 172
13. Mekanisme dan Procedure Screening ............................ 173
14. Mekanisme dan Prosedur untuk Pengiriman Barang
Cargo Surat dan Pos ...................................................... 175
15. Mekanisme dan Prosedur untuk Kategori Khusus
Penumpang Maskapai Penerbangan ............................. 177
16. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 2 - Rules
of The Air ...................................................................... 181
17. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 6 -
Operation of Aircraft, Part I ............................................ 182
18. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 8 –
Airworthiness of Aircraft ............................................... 188
Manajemen Kebandarudaraan Strategis iv

19. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 9 –


Facilitation ................................................................... 189
20. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 10 –
Aeronautical Telecommunications, Volume IV................. 194
21. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 11 –
Air Traffic Services ........................................................ 194
22. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 13 –
Aircraft Accident and Incident Investigation .................... 196
23. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 14 –
Aerodromes, Volume I ................................................... 197
24. Ketentuan pada Extract from Annex 18 - The Safe
Transport of Dangerous Goods By Air .......................... 204
25. Ketentuan pada Extract from Doc 9284 Technical
Instruction for The Safe Transport of Dangerous Goods
by Air ........................................................................... 205
26. Ketentuan pada Extract from Doc 4444 Procedure for
Air Navigation Services - Air Traffic Management ........... 206
27. Ketentuan pada Extract from Doc 8168 The Procedure for
Air Navigation Services - Aircraft Operations, Volume I .... 213
28. Perhatian Khusus pada Dangerous Goods ...................... 214
29. Ketentuan pada Nomor PBB dan Proper Shipping Names 217
30. Skala Prioritas ............................................................... 219
31. Nomor Identifikasi ........................................................ 220
32. Kategori Bahan Peledak ................................................. 221
33. Kategori Gas ................................................................. 223
34. Kategori Cairan Mudah Terbakar (Flammable Liquids) .... 226
35. Kategori pada Zat Padat yang Mudah Terbakar
(Flammable Solids) ........................................................ 228
36. Kategori pada Oxidizing Substances ................................ 235
37. Kategori pada Toxic and Infectious Substances ................ 239
Manajemen Kebandarudaraan Strategis v

38. Kategori pada Radioactive Material ................................ 244


39. Kategori Corrosives ....................................................... 245
40. Kategori pada Miscellaneous Dangerous Substances
and Articles ................................................................... 245
41. Ketentuan Labelling Barang Berbahaya .......................... 245
42. Orientasi Dasar Pembangunan Bandar Udara ................... 248

BAB III PENGEMBANGAN PERAN DAN FUNGSI KEBANDARUDARAAN


STRATEGIS
1. Pendahuluan ..................................................................... 257
2. City Airport ........................................................................ 260
3. Airport City ........................................................................ 262
4. Aerotropolis ...................................................................... 263
5. Prosedur Baku Kebandarudaraan ..................................... 264
6. Dokumen - Persyaratan Dan Penggunaan ........................ 265
7. Koreksi Kelengkapan Dokumen ........................................ 267
8. Penghilangan Serangga Di Pesawat
(Disinsection Of Aircraft) ................................................... 268
9. Prosedur Internasional ICAO Tentang Disinfeksi Pesawat
(Disinfection of Aircraft) .................................................... 270
10. Ketentuan ICAO Tentang International General Aviation
Dan Penerbangan Tidak Terjadwal (Non-Scheduled Flights) 271
11. Prosedur Internasional ICAO Tentang Entry And Departure
Of Person and Their Baggage ............................................ 275
12. Ketentuan Internasional ICAO Tentang Dokumen Yang
Diperlukan Untuk Perjalanan ............................................ 276
13. Ketentuan Internasioanl ICAO Tentang Keamanan
Dokumen Perjalanan ......................................................... 276
14. Ketentuan Internasional ICAO Tentang Dokumen
Perjalanan .......................................................................... 278
Manajemen Kebandarudaraan Strategis vi

15. Prosedur Internasional ICAO Tentang Pemeriksaan


Dokumen Perjalanan......................................................... 279
16. Prosedur Keberangkatan .................................................. 280
17. Operator Bandara dan Operator Pesawat ........................ 282
18. Ketentuan Internasional ICAO Tentang Prosedur Transit
Dan Persyaratan ................................................................ 287
19. Prosedur Internasional ICAO Tentang Disposisi Bagasi
Terpisah Dari Pemiliknya ................................................... 288
20. Prosedur Internasional ICAO Tentang Disposisi Bagasi
Terpisah Dari Pemiliknya ................................................... 289
21. Prosedur Internasional ICAO Tentang Inspektur
Keselamatan Penerbangan ............................................... 292
22. Prosedur Internasional ICAO Tentang Entry And
Departure Of Cargo And Other Articles ............................. 293
23. Prosedur Internasional ICAO Tentang Informasi Yang
Diperlukan Oleh Otoritas Public ........................................ 295
24. Prosedur Internasional ICAO Tentang Rilis Dan
Clearance Cargo Ekspor .................................................... 297
25. Prosedur Internasional ICAO Tentang Rilis Dan Clearance
Cargo Impor ...................................................................... 299
26. Prosedur Internasional ICAO Tentang Suku Cadang,
Peralatan, Persediaan Dan Bahan Lainnya Yang Diimpor
Atau Diekspor Oleh Operator Pesawat Sehubungan
Dengan Layanan Internasional ......................................... 302
27. Ketentuan Internasional ICAO Tentang Kontainer
Dan Palet ........................................................................... 304
28. Prosedur Internasional ICAO Tentang Custom, Imigration,
And Quarantine (CIQ) ........................................................ 305
29. Prosedur Internasional ICAO Tentang Custom, Imigration,
And Quarantine (CIQ) ........................................................ 308
30. World Customs Organization (WCO) ................................. 310
Manajemen Kebandarudaraan Strategis vii

31. Custom, Immigration, Quarantine (CIQ) ........................... 311


32. Perlintasan Antar Negara .................................................. 312
33. Wilayah Teritorial – Sterile Area ....................................... 313
34. Ketentuan Tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) 314
35. Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK) .......................... 317
36. Ketentuan Tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia 319
37. Proses Pemeriksaan Karantina (Quarantine) .................... 321
38. Prosedur Kegiatan Karantina ............................................ 323
39. Ketentuan Perundang-undangan Karantina ..................... 325
40. Ketentuan Internasional Konvensi Chicago 1944 ............. 326
41. Ketentuan Tentang Batas Kedaulatan Wilayah Udara ...... 330
42. Air Defence Identification Zone (ADIZ) .............................. 332
43. Pengembangan Kebandarudaraan ................................... 336

BAB IV PERAN DAN FUNGSI INTELIJEN KEBANDARUDARAAN STRATEGIS


1. Pendahuluan ..................................................................... 341
2. Tinjauan Umum Kebandarudaraan ................................... 349
3. Konsepsi Kedaulatan Negara Di Udara Sebagai
Obyek Intelijen .................................................................. 354
4. Lingkungan Kerja Dan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) ......................................................... 361
5. Keterkaitan Peran dan Fungsi Intelijen Kebandarudaraan
Startegis ............................................................................ 373

BAB V KESELAMATAN TERBANG DAN KERJA KEBANDARUDARAAN


STRATEGIS
1. Pendahuluan ..................................................................... 383
2. Sertifikasi Pesawat Terbang .............................................. 387
3. Regulasi Keselamatan Penerbangan ................................. 389
Manajemen Kebandarudaraan Strategis viii

4. Komponen Pelopor Keselamtana Terbang Dan Kerja ....... 389


5. Upaya Keselamatan Penerbangan .................................... 391
6. Tingkat Kewaspadaan Penerbangan ................................. 394
7. Prosedur Tentang Flight Plan ............................................ 402
8. Pemandu Pesawat – Signalman ........................................ 408
9. Time Check ........................................................................ 409
10. Prosedur Clearance Dan Controlled Aerodrome ............... 409
11. Pilot-In-Command ............................................................. 418
12. Prosedur Tentang Instrument Flight Rules (IFR) ................ 422
13. Pembinaan Personel Keselamatan Terbang dan Kerja
Kebandarudaraan .............................................................. 428
14. Konsep Kerja Affirmative Action ....................................... 430

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. . 433


Manajemen Kebandarudaraan Strategis 1

BAB I
PERAN DAN FUNGSI STRATEGIS KEBANDARUDARAAN1

1. Pendahuluan.
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk dinamis, berkembang
biak, berbudaya dan kreatif. Alam diciptakan sedemikian rupa oleh Tuhan
untuk melengkapi dan memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia dalam
bersosialisasi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya, karena manusia
disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial.
Kebutuhan dasar manusia salah satunya adalah mempunyai keturunan yang
secara alami berakibat meningkatkan jumlah penduduk. Ketersediaan alam
yang terbatas dihadapkan dengan kenaikan jumlah penduduk di suatu
wilayah, maka akan menimbulkan persaingan hidup dan kehidupan antar
kelompok populasi atau komunitas atau persaingan individu, sehingga
kondisi ini mendorong manusia untuk meningkatkan kegiatan ekonominya
guna memenuhi kebutuhan hidup.2
Komunitas atau kelompok manusia membuat kesatuan budaya,
kesatuan wilayah dan kesatuan rasa serta kesatuan ideologi yang
membentuk negara. Dan kegiatan ekonomi manusia antar negara yang
melintasi antar daerah, melintasi pulau dan lautan diperlukan sarana

1 Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan

bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan,
kelancaran dan ketertiban arus lalu-lintas pesawat udara, penumpang, dan/atau cargo
dan/atau Pos, tempat perpindahan antara dan/atau antar moda serta meningkatkan
pertumbuhan Ekonomi Nasional dan daerah (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan).
2 Joseph A. Schumpeter, “Capitalsm, Socialsm & Demokrasi”, (Yogyakarta, Penerbit :

Pustaka Pelajar, 2013), hal. 208


2 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

transportasi udara yaitu pesawat udara.3 Teknologi transportasi udara


memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang diantaranya adalah
bandara. Mengelola bandara secara baik, aman dan nyaman merupakan
kebutuhan mendasar bagi pengguna jasa transportasi udara, sehingga di
masa mendatang manajemen kebandarudaraan yang bersifat strategis
mutlak diperlukan.
Aktifitas kehidupan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
keinginan hidupnya bermacam-macam, akan tetapi secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu; Pertama, mengoptimalkan potensi
wilayah dan daerah yang sudah ada dan tersedia; Kedua, dengan
berpindah-pindah tempat untuk mencari lahan yang lebih subur atau
daerah yang memiliki potensi optimal guna memenuhi kebutuhannya.
Dengan demikian dapat dirasakan akan pentingnya sarana transportasi
guna mendukung mobilisasi manusia dari satu tempat ke tempat yang lain
dan salah satu alat transportasi tersebut adalah pesawat udara.
Sarana untuk take off - landing pesawat serta semua komponen
pendukung kelancaran dan keamanan operasional pesawat adalah bandara.
Peran utama bandara untuk mendukung kelancaran semua aktivitas yang
berkaitan dengan pesawat, mulai dari hal yang bersifat teknis, sarana
keamanan, dukungan untuk penumpang dan informasi tentang cuaca dan
kondisi lalu-lintas penerbangan.
Adapun fungsi utama bandara adalah sebagai sarana atau tempat
mobilisasi kegiatan masyarakat yang berhubungan langsung maupun tidak

3 Sakti Aji Sasmita, “Mega City & Mega Airport”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu,
2013), hal. 45.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 3

langsung dengan pesawat terbang. Bandara juga berfungsi sebagai pintu


masuknya orang dan barang yang menjadi obyek awal kegiatan ekonomi
masyarakat, sehingga bandara juga berfungsi sebagai katalisator
pertumbuhan ekonomi.
Secara strategis, peran bandara adalah menyatukan potensi daerah,
karena bandara merupakan pintu keluar-masuk orang dan barang, demikian
juga bandara saat ini dilengkapi dengan berbagai tempat kegiatan ekonomi
yang mendukung secara langsung dan tidak langsung fungsi
kebandarudaraan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada
para penumpang pesawat. Pelayanan tersebut berupa aneka toko, mall,
hotel, bisnis jasa serta berbagai bisnis informasi. Dengan demikian, fungsi
dan peran bandara akan menjadi “Centre of Gravity” perekonomian daerah
serta membuka layanan pekerjaan baru dan akan mengurangi angka
pengangguran secara bertahap.4
Pada tahun 1903 di Caroline, Amerika Serikat, Wright bersaudara
Orville dan Wilbur Wright menemukan teknologi pesawat terbang dan
secara simultan teknologi pesawat dilakukan penelitian dan pengembangan
teknologi, baik dari sisi bentuk dan kecanggihan teknologi mesin pesawat.
Secara bertahap peralatan pendukung pesawat diciptakan dan disediakan
dengan berbagai upaya, yang salah satunya adalah kelengkapan bandara
sebagai tempat take off, landing pesawat, tempat perawatan atau

4 Transportasi udara yang didukung dengan bandar udara yang modern, nyaman dan

elegan secara Internasional akan mendorong pertumbuhan Ekonomi Nasional dan


mensejahterahkan masyarakat. Rahardjo Adisasmita, “Manajemen Pembangunan
Transportasi”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 14.
4 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

maintenance pesawat dan semua dukungan terhadap keperluan crew


pesawat.5
Perang Dunia I (1914 - 1918) secara terbatas menggunakan pesawat
terbang, sehingga diperlukan landasan atau bandar udara. Pada saat awal
penerbangan, landasan atau bandara hanya berupa padang rumput yang
dapat digunakan pesawat untuk take off - landing dari segala arah dan
disesuaikan dengan arah angin. Semua peralatan pendukung pesawat
dilakukan secara sederhana sesuai dengan perkembangan teknologi pada
waktu itu. Kesadaran akan pentingnya dan manfaat strategis pesawat di
masa mendatang, maka melahirkan berbagai ilmu pengetahuan dan
teknologi guna menciptakan kondisi yang aman dan nyaman pada setiap
penerbangan, yaitu ilmu pengetahuan tentang teknologi kedirgantaraan,
ilmu tentang cuaca, ilmu tentang lalu-lintas udara atau PLLU, ilmu tentang
konstruksi landasan pacu dan berbagai macam ilmu pengetahuan yang
terus dikembangkan secara masif. Dengan demikian, ilmu yang mendukung
dan mengembangkan industri kedirgantaraan dan dengan segala macam
pendukungnya termasuk tentang kebandarudaraan adalah akumulasi dari
berbagai disiplin ilmu yang berorientasi secara strategis mendukung
operasional penerbangan yang aman dan nyaman.
Di masa yang akan datang, fungsi dan peran bandara akan menjadi
sangat vital karena dipengaruhi oleh meningkatnya mobilitas manusia antar
negara, antar daerah dan antar pulau. Kegiatan ekonomi masyarakat

5 Hambatan kegiatan masyarakat di bidang perekonomian terutama masalah jarak


dan waktu dapat ditiadakan atau paling tidak diminimalisir dengan keberadaan pesawat
terbang yang didukung oleh manajemen kebandarudaraan yang baik, aman dan nyaman.
Sakti Adji Adisasmita, “Tatanan Bandar Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilm u,
2014), hal. 87.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 5

semakin hari akan semakin meningkat seiiring dengan perkembangan


ekonomi global dan berkembangnya transaksi ekonomi antar negara dalam
rangka upaya negara untuk meningkatkan cadangan devisa masing-masing
bandara akan menjadi sarana pokok setiap negara atau setiap wilayah guna
mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah.
Secara umum ada lima komponen dasar untuk menciptakan bandar
udara yang aman dan nyaman; Pertama, Pemerintah sebagai pihak yang
paling bertanggung jawab dari sisi regulasi untuk menciptakan
keseimbangan pelayanan bandar udara serta menata tata pengelolaan
bandara yang komprehensif dengan berpedoman pada peraturan
Internasional yang dikeluarkan oleh IATA dan ICAO dengan diakomodasikan
pada kepentingan Nasional serta kondisi geografis Indonesia. Perhatian
khusus Pemerintah didorong oleh adanya kenyataan bahwa luas Wilayah
Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan gugusan
pulau sekitar 1.700 pulau besar dan kecil yang harus disatukan dengan alat
transportasi udara, yaitu pesawat terbang dengan didukung oleh fasilitas
bandara atau landasan yang memadai sesuai jenis pesawat, dengan
demikian semua potensi ekonomi Wilayah NKRI dapat disatukan dan secara
strategis dapat mengoptimalkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat sebagaimana amanat dan cita-cita Nasional yang tercantum di dalam
UUD 1945. Fungsi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang ikut
terlibat langsung dalam menata struktur kebandarudaraan kedalam sistem
Pembangunan Nasional dan Pembangunan potensi Daerah yang dituangkan
dalam RUTR atau Rencana Umum Tata Ruang Pembangunan yang sekaligus
diwujudkan dengan adanya alokasi pembiayaan pada APBN dan APBD akan
6 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dapat mempercepat laju pertumbuhan dan pengembangan bandara,


sehingga secara tidak langsung potensi ekonomi daerah berkembang
melalui peningkatan PAD atau Pendapatan Asli Daerah yang pada gilirannya
pendapatan masyarakat meningkat karena meningkatnya peredaran uang
pada wilayah tersebut.6 Dengan demikian keberadaan bandara akan
menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran. Manajemen
kebandarudaraan strategis adalah suatu upaya dan usaha manusia untuk
mengelola bandara dengan menggunakan pendekatan berbagai disiplin
ilmu yang secara komprehensif dapat memberikan pelayanan kepada
pengguna jasa bandara untuk menciptakan kondisi pelayanan prima, yaitu
pelayanan yang memberikan rasa aman dan nyaman, dengan demikian di
masa yang akan datang akan menjadi persaingan bisnis kebandarudaraan
antar negara. Karena bandara merupakan salah satu bisnis yang
mempunyai cakupan luas dan mempunyai multiplier effect yang cukup luas
pula.
Kedua, Pengelola Bandara adalah rangkaian sistem yang terintegrasi
dengan baik guna menciptakan tata kelola pelayanan kebandarudaraan
yang aman dan nyaman, meliputi : a) Manajemen Angkutan Udara;
b) Manajemen Kebandarudaraan; c) Manajemen Layanan lalu-Lintas Udara.
Dengan demikian Pengelola bandara harus mempunyai kompleksitas
kemampuan untuk mengoperasionalkan Manajemen Kebandarudaraan

6 Peningkatan perolehan PAD atau Pendapatan Asli Daerah akan berdampak

langsung pada kenaikan angka PDRB atau Produk Domestik Regional Bruto yang secara
empiris mempunyai korelasi kuat dan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Hikmah Nur Azza, “Pengaruh PAD, DAU, DAK terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Propinsi Jawa Barat Tahun 2004-2012”, (Skripsi – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), ha l .
86.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 7

secara Strategis kedepan, sehingga jangkauan pelayanannya akan


berorientasi pada standar pelayanan prima, menjamin keamanan dan
kenyamanan pada semua pengguna bandara serta mempunyai dampak
positif secara ekonomi, sehingga mampu menjadi penopang utama PAD
dan selanjutnya akan mengangkat potensi PDRB. Fungsi strategis bandar
udara suatu daerah atau wilayah tertentu adalah pintu mobilitas kegiatan
ekonomi yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pendapatan
masyarakat setempat, dan juga berfungsi untuk menghubungkan secara
fisik antara alat angkut udara dan alat angkut permukaan, sehingga ciri khas
pelayanan kebandarudaraan meliputi sisi udara atau air side dan sisi darat
atau land side. Bentuk layanan fasilitas kebandarudaraan yaitu : Landasan
pacu atau Run Way, Landasan penghubung atau Taxi Way, Landasan parkir
atau Apron, serta ketersediaan fasilitas pendukung keamanan
penerbangan, yaitu alat bantu navigasi, pemanduan lalu-lintas udara dan
fasilitas pengamatan serta laporan cuaca, karena keselamatan penerbangan
sangat tergantung sekali dengan kondisi cuaca pada route penerbangan,
sehingga tidak jarang penerbangan yang sudah ter-schedule dengan baik
dapat dibatalkan mendadak dengan adanya alasan perkembangan cuaca
yang buruk. Kondisi keamanan bandara dan lingkungan sekitar bandara
harus terbebas dari konflik atau suasana tidak aman, baik konflik komunal
atau konflik dalam skala nasional. Hal tersebut dapat mengganggu dan
terciptanya kondisi tidak aman dan tidak nyaman. Dilain pihak, bandara
juga diipakai sebagai sarana keluar masuknya barang-barang ilegal atau
barang-barang selundupan, keluar masuknya barang-barang narkotika dan
keluar masuknya teroris dan mafia Internasional. Dengan demikian kesiap-
8 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

siagaan aparat keamanan dengan dukungan peralatan modern mutlak


diperlukan guna menangkal semua aktifitas negatif yang mengganggu
keamanan negara.
Ketiga, Perusahaan Angkutan Udara, adalah Badan Hukum yang
merupakan persekutuan modal dari berbagai pihak dan berorientasi untuk
mencari laba atau keuntungan. Operasional dan pengelolaan Perusahaan
Angkutan Udara tidak ada bedanya dengan manajemen perusahaan pada
umumnya, sehingga konsep pelayanan yang baik utamanya ketepatan
waktu schedule penerbangan, kenyamanan saat penerbangan dan dengan
harga tiket pesawat yang reasonable adalah faktor utama keberhasilan
perusahaan penerbangan, karena akan membentuk “Brand Perusahaan”.
Persaingan antar Perusahaan Angkutan Udara akan mengikuti Hukum Pasar
“Supply and Demand” serta harga tiket pesawat dan ketersediaan layanan
yang mencukupi bagi pengguna jasa penerbangan. Pengelompokan harga 7
tiket pesawat dapat ditentukan menjadi tiga kelompok, yaitu; a) Tarif
penerbangan terjadwal; b) Tarif penerbangan perintis; dan c) Tarif
penerbangan lainnya. Adapun secara teknis menghitung besarnya
komponen biaya tarif angkutan secara umum adalah; 1) Perhitungan biaya
berdasarkan total operational cost; 2) Mengikuti nilai jasa transportasi pada
umumnya; 3) What the traffic will bear. Bentuk keseimbangan antara
“Supply and Demand” pada perusahaan penerbangan akan menciptakan
persaingan yang sehat, sehingga berdampak positif pada pengguna jasa

7 Persaingan pelayanan jasa penerbangan termasuk besaran harga tiket pesawat bi l a


dihadapkan dengan “operational cost” Maskapai Penerbangan termasuk juga pelayanan
unsur kebandarudaraan menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji guna kepentingan
bisnis dan kepentingan dunia akademis. Muchtarudin Siregar, “Beberapa Masalah Ekonomi
dan Manajemen Transportasi”, (Jakarta, Penerbit : LPFE.UI, 2012), hal. 80.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 9

penerbangan, yaitu keamanan dan kenyamanan selama penerbangan


dengan harga tiket yang reasonable. Dengan demikian Perusahaan
Angkutan Udara yang tidak memiliki daya saing yang bagus akan
ditinggalkan oleh pengguna jasa tersebut dan tidak jarang Perusahaan
Angkutan Udara mengalami kebangkrutan karena kalah bersaing dengan
perusahaan lainnya dalam hal optimalisasi pelayanan jasa angkutan udara.
Persaingan antar perusahaan angkutan udara banyak ditentukan oleh hal-
hal sebagai berikut; faktor pelayanan, harga tiket pesawat, rute
penerbangan dan jumlah pengguna jasa atau jumlah calon penumpang atau
cargo. Adapun rute penerbangan pesawat dapat dibagi menjadi; Rute
penerbangan utama yang menghubungkan antar bandara; Rute
penerbangan lanjutan yang menghubungkan antara bandara utama
internasioanl ke bandara lokal atau nasional; Rute penerbangan perintis
yang mempunyai misi pembukaan awal penerbangan pada daerah
terpencil; dan Rute penerbangan khusus, yaitu rute penerbangan yang
melayani kegiatan khusus dan misi khusus yang tidak terjadwal secara rutin.
Keempat, Pengguna Jasa Penerbangan, secara umum pengguna jasa
penerbangan adalah penumpang (manusia) dan cargo (barang).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Inonesia Nomor : 70 tahun
2011 tentang Kebandarudaraan Pasal 1 poin 2, mengatakan bahwa kegiatan
kebandarudaraan meliputi rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban lalu-lintas pesawat udara,
penumpang, cargo dan/atau Pos, keselamatan penerbangan, tempat
perpindahan Intra dan/atau antar Modal serta mendorong pertumbuhan
ekonomi Daerah dan Nasional. Pertimbangan rasional bisnis secara empiris
10 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

menunjukkan bahwa jatuh bangunnya perusahaan penerbangan sangat


ditentukan persepsi pengguna jasa pelayanan, baik perorangan maupun
cargo. Apabila dilihat dari sisi manajemen keuangan perusahaan, maka
operational cost perusahaan penerbangan termasuk dalam klasifikasi tinggi
dan dengan resiko kerja yang tinggi juga. Dengan demikian apabila tidak
didukung oleh pendapatan yang memadai atau seimbang, maka dalam
waktu yang tidak terlalu lama perusahaan penerbangan akan gulung tikar
atau bangkrut. Dengan demikian dapat difahami bahwa kunci utama
berkembangnya atau bangkrutnya perusahaan penerbangan adalah
Pengguna Jasa Penerbangan. Jumlah penumpang atau jumlah muatan
cargo akan banyak ditentukan oleh tingkat mobilitas penduduk, jumlah
rasio penduduk yang melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat
secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh tingkat urbanisasi, artinya daya
tarik kata oleh masyarakat daerah akan mempengaruhi jumlah rute
penerbangan. Dengan demikian ada dua faktor pendekatan untuk
mengelaborasi persaingan bisnis transportasi udara, yaitu; Pertama, Faktor
dari perusahaan penerbangan yang berupa kualitas pelayanan; Kedua,
Faktor Demografi atau kependudukan yang berhubungan erat dengan
mobilisasi kegiatan ekonomi masyarakat kota dan masyarakat daerah,
karena sebagian besar bandara berlokasi di pinggiran kota.8
Secara umum karakter penumpang pesawat dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu; Pertama, Penumpang yang sangat sensitif dengan pelayanan

8 Faktor Demografi menjadi unsur yang paling penting dalam melakukan kajian dan

pemetaan operasioan pesawat terbang karena terdapat koneksitas antar bandara yang
berkaitan dengan penumpang, barang serta regulasinya. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen
Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 3.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 11

sebelum, saat penerbangan sampai dengan setelah penerbangan. Jenis


karakter penumpang seperti ini biasanya tidak mempermasalahkan dengan
harga tiket pesawat; Kedua, Jenis karakter penumpang yang asal selamat
sampai tujuan dengan tidak memperdulikan kenyamanan pelayanan,
pengguna jasa penerbangan jenis ini sangat rentan dan sensitif dengan
harga tiket pesawat; dan Ketiga, yaitu jenis karakter penumpang antara
nomor satu dan nomor dua tersebut di atas.
Bisnis jasa pada dasarnya merupakan bisnis yang tidak berwujud
namun dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen, salah satu
bisnis jasa dimaksud adalah transportasi udara dengan komponen
utamanya bandara, maskapai penerbangan atau airlines yang menyediakan
jasa transportasi udara bagi penumpang atau barang. Annex 14 dari ICAO9
(International Civil Aviation Organization), Bandara adalah kawasan di
daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan
sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun
penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan
antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas dan keamanan
bandara, serta penunjang lainnya. Agar misi tersebut tercapai, bandara
harus dapat mencari konsumen, barang, dan jasa dengan melakukan
strategi marketing mix sebagai upaya pencapaiannya. Menurut Indonesian
National Air Carriers Association (INACA), fasilitas bandara merupakan
perwujudan dari mutu produk yang secara tangible (bukti fisik) dirasakan
konsumen pemakai jasa transportasi udara. Bandara yang belum memiliki

9 Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”,


(Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 3.
12 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

peralatan pendeteksian X-ray berstandar Internasional akan mengakibatkan


lemahnya pelayanan dan keamanan, termasuk keamanan: Boarding lounge
(ruang tunggu), cargo building, jalan inspeksi, VIP room, check in area,
shopping arcade, common departure hall, cargo area, dokumen perjalanan,
tanda izin masuk. Lemahnya keamanan dimanfaatkan mafia untuk
menyelundupkan beragam jenis narkoba yang disembunyikan dalam safety
box, tas, koper, sepatu, body pack, disembunyikan dalam ponsel, bahkan
dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara menelannya. Resiko keamanan di
bandara datang dari kasus terorisme 10 , subversi, wabah penyakit, cross
landing, pencurian, gangguan layang-layang, kerusakan mesin pesawat,
kebakaran, cairan berbahaya, senjata api, bahan peledak, dan penyusupan
ke dalam pesawat. Perhatian manajemen bandara tidak dari sisi fasilitas,
tetapi juga dari aspek keamanan yang mengharapkan suasana aman,
nyaman, dan lancar untuk kepuasan konsumen. Renkon atau rencana
kontijensi yang berhubungan dengan keamanan bandara secara dini harus
dibuat dan dilakukan gladi pelaksanaan agar personel terlatih dengan baik.
Renkon atau rencana kontijensi berkaitan bila terjadi pembajakan pesawat
udara, rute eskip untuk menyelamatkan VIP, VVIP atau pejabat penting
negara, terjadi serangan militer udara apabila negara dalam kondisi perang.
Serta Renkon dalam keadaan bencana alam, dengan demikian fungsi dan
peran bandara sangat startegis di setiap daerah karena menjadi sarana
mobilitas orang dan mobilitas barang serta berperan aktif dalam situasi

10 Pemaknaan berbeda tentang pengertian terorisme yang digunakan sebagai alat

kekuasaan Pemerintah Zionis Israel, yaitu teroris merupakan bagian inti tubuh internal
pemerintahan Yahudi. (Tim Penerjemah Comes, “Center for Middle East Studies”, Penerbit :
Asy Syamil Press & Grafika, 2001), hal. 1.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 13

negara damai, bencana alam dan situasi perang. Keberhasilan bandara


dapat terjalin karena hubungan baik dengan konsumen, sehingga tercipta
keunggulan kompetitif bagi bandara tersebut.11 Kepuasan konsumen
terhadap bandara yang terpenting adalah bagaimana konsumen melakukan
pembelian ulang di bandara, memberitahukan hal baik tentang bandara,
tidak terpengaruh dengan iklan pesaing, membeli produk yang lain di satu
bandara, menjadi pelanggan yang setia, mereferensikan bandara kepada
orang lain, memiliki preferensi utama, selalu mencari informasi,
membentuk komunitas bandara, duta merek bandara. Dalam
pengoperasiannya yang tidak bisa dihindari adalah pada situasi damai
bandara dapat mendatangkan income, dalam keadaan darurat (emergency)
bandara dapat dijadikan sarana bantuan transportasi udara akibat bencana
alam, pada situasi perang bandara digunakan untuk bela negara dengan
istilah lain bandara dapat didemobilisasi untuk pertahanan negara.
Kelima, komponen pendukung bandara adalah semua sarana,
prasarana dan personel yang bertugas untuk menjaga dan menjamin
terlaksananya operasional penerbangan dengan lancar, aman dan nyaman.
Semua komponen pendukung mempunyai fungsi dan peran secara simultan
dan saling ketergantungan antara satu bagian dengan bagian yang lain.
Keterkaitan kerja ini bermuara pada satu keadaan, yaitu penerbangan yang
tepat waktu sesuai dengan schedule, dengan demikian semua penumpang
terlayani dengan baik, yaitu kondisi lancar, aman, nyaman dan tepat waktu.

11 Konsep pelayanan bandar udara pada masa damai dan dukungan bandara pada

waktu bencana atau perang merupakan fleksibilitas fungsi bandara dan sebagai daya saing
potensi internal bandara. Eriyatno, “Membangun Ekonomi Komparatif”, (Jakarta, Penerbit :
PT. Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, 2011), hal. 97.
14 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

2. Gambaran Umum.
Manajemen kebandarudaraan strategis berkaitan erat dengan
ketersediaan fasilitas penerbangan yang memadai, modern serta terawat
dengan baik, sehingga tidak ada gangguan.12

a. Pengertian Fasilitas.
Fasilitas didefinisikan kebutuhan dasar fisik sebagai layanan fasilitas
yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Istilah ini
umumnya merujuk kepada infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung
jaringan struktur seperti fasilitas berupa jalan, kereta api, air bersih,
bandara, kanal, waduk, tanggul, pelabuhan, secara fungsional infrastruktur
dapat pula mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat. Bandara13
sebagai fasilitas transportasi udara sangat berperan penting mempercepat
pemerataan, juga sebagai pendorong, penggerak dan penunjang
pembangunan nasional. Bandara sendiri diatur dalam PP Nomor 70 tahun
2001, yang berpengertian sebagai lapangan terbang yang di pergunakan
untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang,
atau bongkar muat cargo/pos, dilengkapi dengan fasilitas keselamatan

12 Kualitas dan kuantitas bandara suatu negara menjadi salah satu barometer
keberhasilan pembangunan dan tingkat pendapatan masyarakat negara tersebut. Ada tiga
tujuan inti pembangunan negara; Pertama, peningkatan kualitas dan kuantitas ketersediaan
berbagai kebutuhan masyarakat; Kedua, peningkatan standar hidup masyarakat termasuk
tingkat pendidikan dan umur harapan hidup serta tingkat kesehatan masyarakat; Ketiga,
terbukanya semua akses pilihan kehidupan ekonomi dan sosial. Michael P. Todaro dan
Stephen C. Smith, “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, (Jakarta, Penerbit : Erlangga,
2003), hal. 28.
13 Otoritas bandar udara adalah Lembaga Pemerintah yang diangkat oleh Menteri

dan memiliki kewenangan untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap


dipenuhinya ketentuan peraturan Perundang-undangan untuk menjamin keselamatan,
keamanan dan pelayanan penerbangan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 15

penerbangan dan tempat perpindahan antar moda transportasi. Status


Bandara sendiri dibagi menjadi dua yaitu bandara umum adalah bandara
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau badan usaha yang gunakan
untuk kepentingan umum, dan kebandarudaraan khusus yaitu bandara
yang digunakan hanya untuk melayani kepentingan sendiri untuk
menunjang kegiatan usaha pokoknya. Pemerintah atau badan hukum di
dalam bandara itu sendiri berupa jasa pelayanan pendaratan, penempatan,
dan penyimpanan pesawat udara. Pelayanan jasa penumpang pesawat
udara di bandara dengan beberapa fasilitas besar sebagai berikut :

1) Adanya fasilitas udara (runway, taxiway, apron).


2) Adanya fasilitas darat.
3) Adanya fasilitas navigasi penerbangan (tower, radar).
4) Adanya fasilitas pendaratan visual (lighting, marking).
5) Adanya fasilitas Komunikasi.
Untuk pendaratan maupun take off pesawat dibantu alat-alat bandara :
1) Instrument Landing System (ILS).
2) Precision approach path indicator.
3) Approach lighting configuration.
4) Runway light.
5) Runway end light.
6) Taxiway light.
7) Apron light.14

14 Ukuran kelengkapan fasilitas rambu-rambu, banyaknya tanda-tanda yang terdapat

pada landasan pesawat dan sekitar landasan pacu sangat tergantug dengan kelas bandar
udara dan tingkat layanan yang ditawarkan. Pada umumnya kelas bandara akan berbanding
lurus dengan regulasi Pemerintah, jumlah penumpang dan frekuensi penerbangan. I Gusti
Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media,
2013), hal. 12.
16 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Fasilitas bandara mutlak diperlukan guna menjamin kelancaran,


keamanan, kenyamanan serta schedule penerbangan yang tepat
waktu. Semua komponen fasilitas penerbangan yang berupa alat
peralatan yang berhubungan langsung dengan operasional
penerbangan, mulai dari sarana meteorologi, PLLU, peralatan
navigasi dan sebagainya harus terpelihara dengan baik serta
mengikuti perkembangan teknologi dan sains modern. Karena salah
satu sebab terjadinya kecelakaan pesawat adalah karena kerusakan
fasilitas pendukung penerbangan, meskipun ada sebab lain, yaitu
cuaca dan human error, akan tetapi dengan mengantisipasi akan
terjadinya kecelakaan pesawat maka akan meminimise prosentase
kecelakaan.

Ada beberapa fasilitas bandara yang sangat penting ketersediaannya,


terutama dalam pembangunan bandara Internasional, fasilitas tersebut :

1) Landas Pacu Pesawat. Panjangnya landas pacu biasanya


tergantung dari besarnya pesawat yang dilayani. Untuk bandara
perintis yang melayani pesawat kecil, landasan cukup dari rumput
ataupun tanah diperkeras (stabilisasi). Panjang landasan perintis
umumnya 1.200 Meter dengan lebar 15 Meter, misal melayani Twin
Otter, Cessna, dan lain-lain. Pesawat kecil berbaling-baling dua
(umumnya cukup 600-800 Meter saja). Sedangkan untuk bandara
yang agak ramai dipakai konstruksi aspal, dengan panjang 1.800
Meter dan lebar 20 Meter. Pesawat yang dilayani adalah jenis turbo-
prop atau jet kecil seperti Fokker-27, Tetuko 234, Fokker-28, dan lain
sebagainya. Pada bandara yang ramai, umumnya dengan konstruksi
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 17

beton dengan panjang 3.600 Meter dan lebar 30 Meter. Pesawat


yang dilayani adalah jet sedang seperti Fokker-100, DC-10, B-747,
Hercules, dan lain sebagainya.

2) Fungsi Apron. Apron adalah tempat parkir pesawat yang dekat


dengan bangunan terminal, sedangkan taxiway menghubungkan
apron dan runway. Konstruksi apron umumnya beton bertulang,
karena memikul beban besar yang statis dari pesawat.

3) Fungsi Air Traffic Controlle. Untuk keamanan dan pengaturan


terdapat Air Traffic Controller, berupa menara khusus pemantau yang
dilengkapi radio control dan radar. Semua peralatan Air Traffic
Controlle atau ATC dipergunakan untuk mendukung kelancaran lalu-
lintas udara serta mengatur sorfe pesawat take off – landing. Peran
strategis ATC adalah secara langsung berkaitan dengan keselamatan
penerbangan dan kelancaran operasional penerbangan. De mikian
juga ATC akan mengkoordinasikan schedule penerbangan dengan
bandara tujuan pesawat dan tidak kalah pentingnya ATC akan
memonitor keselamatan dan kelancaran pesawat dalam perjalanan
penerbangan, dengan demikian komunikasi aktif antara Pilot dan
petugas ATC harus terus dilakukan, terutama pada hal-hal khusus
atau pesawat dalam keadaan bahaya atau emergency.

4) Fungsi Air Rescue Service. Bandara sering terjadi kecelakaan,


maka disediakan unit penanggulangan kecelakaan (air rescue service)
berupa peleton penolong dan pemadam kebakaran, tabung
18 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

pemadam kebakaran, ambulance, peralatan penolong, dan pemadam


kebakaran.

5) Bahan Bakar Avtur. Untuk pengisian bahan bakar pesawat


harus mempertimbangkan lokasi atau tempat pengisian bahan bakar
yang aman dan steril dari unsur-unsur luar yang berkaitan dengan
kegiatan pengisian. Harus dipertimbangkan volume bahan bakar dan
rute penerbangan serta jumlah muatan barang dan orang, terutama
pesawat cargo harus mempertimbangkan cuaca dan maksimal beban
take off pesawat. Dengan demikian pengisian bahan bakar pesawat
harus dikontrol dengan baik agar semua proses perjalanan pengisian
bahan bakar tidak menjadi penyebab kebakaran atau kecelakaan
pesawat. Profesionalisme Captain Pilot turut menentukan efektivitas
dan efisiensi penggunaan dan jumlah Avtur yang harus diisikan dalam
pesawat, volume penggunaan Avtur akan berpengaruh langsung
terhadap operational cost penerbangan. Pertimbangan jumlah
volume penggunaan Avtur sangat mempengaruhi persediaan Avtur
yang harus disiapkan di tangki Pendam Bandara. Adapun Captain
Pilot dalam menentukan jumlah volume Avtur sebagai berikut; rute
penerbangan yang harus ditempuh, kondisi cuaca pada rute
penerbangan, jarak dengan alternate base, faktor umur pesawat,
kebutuhan fuel untuk handling sebelum mendarat, gerakan taxi di
landasan, 3% cadangan fuel untuk “coutigency plan” dan setelah
mendarat pesawat masih memiliki bahan bakar cadangan 30 menit
penerbangan.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 19

6) Kebandarudaraan. Terminal atau concourse merupakan pusat


urusan penumpang yang datang atau pergi. Di dalamnya terdapat
counter check in, (CIQ, Carantine Inmigration Custom) untuk bandara
Internasional, dan ruang tunggu serta berbagai fasilitas untuk
kenyamanan penumpang. Bandara besar, penumpang masuk ke
pesawat melalui belalai. Di bandara kecil, penumpang naik ke
pesawat melalui tangga yang bisa dipindah-pindah.

7) Curb. Curb merupakan tempat penumpang naik-turun dari


kendaraan darat ke dalam bangunan terminal untuk parkir para
penumpang dan pengantar/penjemput, termasuk taksi.

b. Regulasi Keamanan.15
Keamanan adalah keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa
dikaitkan dengan kejahatan, bentuk kecelakaan, serangan teroris,
penyelusup. Bandara termasuk kategori obyek vital nasional, disebutkan
dalam Keputusan Presiden Nomor : 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan
Obyek Vital Nasional. Pasal 1 ayat 1 bahwa ancaman dan gangguan
mengakibatkan kekacauan transportasi dan komunikasi secara nasional.
Selain keamanan bandara yang berkaitan langsung dengan keselamatan
penerbangan, keamanan yang berkaitan dengan ancaman kekerasan dan

15 Kemampuan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat

sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan Nasional dalam rangka
tercapainya tujuan Nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan
tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina
serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan
menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya
yang dapat meresahkan masyarakat. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).
20 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

terorisme juga harus menjadi fokus perhatian keamanan bandara. ICAO di


Chicago tahun 1944 mengeluarkan beberapa aturan untuk menjaga
keamanan serta keselamatan sebuah penerbangan, dengan lahir Annex 1
s.d. Annex 18. Dimana keamanan sendiri diatur pada Annex 17 mengatur
tentang tata cara pengamanan penerbangan sipil dari tindakan gangguan
melawan hukum. Annex 18 sendiri mengatur tata cara pengangkutan bahan
dan/atau barang berbahaya menggunakan pesawat udara sipil. Ketentuan
yang di Indonesia meliputi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 73 tahun 1996 Tentang Pengamanan Penerbangan
Sipil, Keputusan Menteri Perhubungan Udara KM. 09 Tahun 2010, Surat
Keputusan Dirjenhubud Nomor SKEP/2765/VIII/2010 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Keamanan, Keamanan Bandara (Airport). Berdasarkan hasil
penelitian Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), frekuensi
kecelakaan pesawat terbang niaga komersial Indonesia tertinggi di Asia
atau rata-rata sembilan kali per tahun. Sedangkan di negara Asia lain hanya
3-4 kali setahun. Asosiasi Maskapai Sipil Internasional (IATA) menyimpulkan
bahwa tingkat keamanan penerbangan di Indonesia tergolong rendah,
meliputi sebesar 1,3 berada jauh di bawah standar ideal 0,35, standar
penerbangan di Cina sangat baik mencapai 0,0, negara di Eropa 0,3,
Amerika 0,2, Timur Tengah 3,8, Amerika latin 2,6. Penyebab kecelakaan
pesawat secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu; Human error, Weather
atau cuaca dan Maintenance. Dengan demikian komponen pendukung
bandara dan komponen pendukung operasional penerbangan harus
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 21

dipelihara dan dikontrol dengan baik agar tidak terjadi kemungkinan


kecelakaan operasional penerbangan, atau paling tidak ada upaya
meminimise terjadinya kecelakaan. Secara empiris atau pengalaman di
lapangan menunjukkan bahwa mayoritas kejadian kecelakaan pesawat
disebabkan oleh human error sehingga pengecekkan berkala tingkat
kesehatan Pilot dan tingkat keterampilan serta sensitifitas saraf motoriknya
harus dikontrol. Kecelakaan pada saat tinggal landas (take-off) sekitar
13-19%, pendaratan (landing) sekitar 81-87% dari seluruh kecelakaan. Pada
saat terbang jelajah (cruising flight) jumlahnya relatif kecil sehingga
prosentasenya dapat diabaikan. Rawannya bandara, semua penghalang
(obstacles) secara fisik maupun non fisik di bandara dan sekitarnya harus
dihilangkan. Kepentingan keselamatan penerbangan, kawasan di sekitar
bandara dibagi menjadi kawasan pendaratan dan lepas landas, bahaya
kecelakaan, bawah transisi, bawah permukaan horizontal dalam, bawah
permukaan kerucut dan kawasan penempatan alat navigasi penerbangan.
Dalam kawasan tersebut harus bebas dari bangunan yang tinggi, pohon,
gedung, burung yang berkeliaran (bird hazard) dan main layang-layang.
Keamanan Bandara harus memperhatikan sebagai berikut :

1) Sumber Ancaman Keamanan.16


Secara umum sumber ancaman keamanan bandara itu ada
dua, yaitu bersumber dari luar bandara dan bersumber dari dalam

16 Pengertian ancaman dan mengancam; mengatakan niat untuk berbuat sesuatu


yang bersifat menyulitkan pihak lain, menyampaikan maksud yang tujuannya merugikan
orang lain, menyatakan keinginan yang tidak menyenangkan bagi orang lain. EM. Zul Fajri
dan Ratu Aprilia Semja, “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Difa
Publisher), hal. 59.
22 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

komponen bandara. Unsur-unsur yang menjadi penyebab ancaman


keamanan dari luar bandara yaitu; terorisme 17, narkotik,
penyelundupan, pencurian dan perampokan, konflik komunal,
demonstrasi besar-besaran, dan lain-lain. Sedangkan yang bersumber
dari dalam komponen bandara yaitu; unsur kelalaian, maintenance,
kecerobohan dan sebab-sebab lain yang mengandung unsur ancman
keamanan. Sebenarnya semua komponen pendukung dari personel
dan peralatan bandara itu sudah diatur dengan ketat secara
Internasional, sehingga potensi ancaman keamanan dari dalam
sangat kecil kemungkinan terjadi. Selain keamanan bandara yang
berkaitan langsung dengan keselamatan penerbangan, keamanan
yang berkaitan dengan ancaman kekerasan dan terorisme juga harus
menjadi fokus perhatian keamanan bandara. Peristiwa penyerangan
gedung WTC (World Trade Center) dan instalasi vital Amerika Serikat
pada tanggal 11 September 2001 menjadi catatan penting dalam
sejarah penerbangan sipil, yang menunjukkan bahwa bandara telah
dipergunakan oleh teroris sebagai landasan untuk menyerang dan
menghancurkan sasaran yang dikehendaki. Bentuk nyata aksi
kekerasan dan gangguan keamanan terhadap fasilitas bandara yang
menimbulkan kerugian finansial dan korban luka-luka terhadap
pengguna jasa penerbangan. Siapapun pelakunya dan apapun
motifnya, kejadian melawan hukum di lingkungan bandara telah
membuktikan adanya gangguan keamanan dan ancaman di

17 Identifikasi sebab-sebab terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh teroris adalah;

adanya dendam kebencian, perlakuan tidak adil dan penindasan serta keputusasaan. A.C.
Manulang, “Terorisme & Perang Intelijen”, (Jakarta, Penerbit : Manna Zaitun, 2006), hal. 20.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 23

lingkungan penerbangan dan bandara smerupakan alah satu obyek


vital nasional. Apabila tidak ada upaya kewaspadaan sistem
pengamanan yang konkrit dari instansi terkait, maka ancaman yang
serius di kemudian hari dapat terjadi sewaktu-waktu.

2) Tingkat Risiko Keamanan Bandara.


Salah satu produk jasa kebandarudaraan dan jasa penerbangan
adalah keamanan atau sense of secure. Ada beberapa sebab
timbulnya rasa aman, yaitu; kepercayaan akan profesionalisme
petugas di lapangan, komponen peralatan yang canggih dan modern
serta terpelihara dengan baik, sehingga berdasarkan data tidak
pernah terjadi gangguan keamanan, dari sisi legislasi, yaitu semua
peraturan dan SOP organisasi tersedia dan secara operasional dapat
dilaksanakan dengan baik. Faktor utama resiko keamanan dapat
dibagi menjadi empat, yaitu; Pertama, keamanan saat menuju
bandara, yaitu keamanan dalam perjalanan sampai pada area parkir
bandara; Kedua, keamanan saat berada di area bandara, terutama
pada saat check-in; Ketiga, keamanan saat penerbangan, pada posisi
inilah yang paling rawan terjadi kecelakaan pesawat atau resiko
keamanan, baik yang disebabkan oleh human error, weather atau
sebab-sebab lain; Keempat, keamanan disaat sampai di tempat
tujuan bandara yang direncanakan “Happy Landing”, dengan
demikian semua pengguna bandara merasa terlayani dengan baik
dan terbebas dari resiko keamanan.18

18Resiko keamanan yang timbul karena ancaman yang menyebabkan terusiknya rasa
aman dan menimbulkan keresahan akan berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan
24 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

3) Area Bandara.
Kasus pencurian barang-barang dalam kendaraan yang di
parkir di sekitar bandara dan kasus pencurian lampu pemandu
pendaratan yang terdapat di sepanjang taxiway. Wilayah bandara
dibagi menjadi public area, restricted public area, restricted area dan
prohibited area. Siapapun juga boleh masuk public area atau area
umum setelah memperoleh izin, di restricted area atau area terbatas
hanya calon penumpang, petugas perusahaan penerbangan yang
diperbolehkan dan hanya penumpang yang boleh meneruskan ke
waiting room. Semua pintu waiting room tetap terkunci, kecuali
untuk kepentingan boarding. Pada prinsipnya Bandara harus steril
dari berbagai ancaman, oleh karena itu Bandara harus dipagar. Bahan
pagar harus memenuhi kriteria rekomendasi dari organisasi
penerbangan sipil Internasional atau ICAO. Pagar terdiri dari pagar
yang berfungsi sebagai penghambat dan pelindung (profektif). Pagar
penghambat seluas Bandara, sedangkan pagar yang berfungsi
sebagai pelindung dilakukan pada peralatan-peralatan vital dan
tempat-tempat strategis. Area bandara harus terlindung dari segala
bentuk kegiatan yang memungkinkan terjadinya tindakan melanggar
hukum yang berakibat mengganggu keselamatan dan keamanan
penerbangan. Untuk itu pihak manajemen kebandarudaraan harus
meningkatkan kewaspadaan.

masyarakat pengguna bandara, demikian juga dampak menurunnya kepercayaan tersebut


secara Internasional akan menurunkan kredibilitas Nasional. Bandara penyangga Ibukota
Negara adalah obyek vital negara, sehingga ancaman terhadap Bandara Internasional sanga t
mengganggu eksistensi, integritas dan kedaulatan negara. Supono Soegirman, “Intelijen
Profesi Unik Orang-Orang Aneh”, (Jakarta, Penerbit : Media Bangsa, 2012), hal. 17.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 25

c. Kepuasan Pengguna Jasa Bandara.19


Salah satu ukuran keberhasilan Tupoksi atau Tugas Pokok dan Fungsi
manajemen kebandarudaraan adalah kepuasan para pengguna jasa. Ada
empat parameter timbulnya rasa puas, yaitu; kelancaran proses
penerbangan, keamanan, kenyamanan dan tepat waktu. Untuk mencapai
kondisi tersebut harus dilakukan standarisasi personel. Mulai dari
rekruitmen karyawan dan proses seleksi yang ketat, baik secara akademis
maupun secara fisik dan mental, melakukan fungsi kontrol pada proses
pendidikan mulai dari kurikulum pendidikan, kualitas dosen atau instruktur
dan tersedianya sarana dan prasarana dengan baik, kemudian menentukan
penempatan jabatan penugasan personel sesuai dengan keahlian dan
bakat. Selanjutnya masalah sistem pengupahan atau gaji dan tunjangan
serta fasilitas-fasilitas perusahaan harus terdeploy secara adil dan merata,
kemudian yang terakhir adalah hak pensiun dan segala macam tunjangan
pensiun harus dipastikan dinikmati oleh para purnawirawan. Kepuasan
pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya atau
kepuasan pelanggan sebagai suatu tanggapan emosial pada evaluasi
terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Kepuasan
konsumen merupakan perbedaan antara yang diharapkan konsumen (nilai

19 “Total Customer Value” merupakan kunci utama untuk keberhasilan manajemen


kebandarudaraan strategis, terutama untuk pelayanan penerbangan Internasional. Ada
beberapa komponen kepuasan; Pertama, “Nommitive Defisit” atau perbandingan hasil
aktual dengan hasil yang secara kultural diterima oleh pelanggan; Kedua, “Equity” atau
perbandingan antara perolehan pelayanan dan pertukaran sosial; Ketiga, “Normative
Standard” atau perbandingan antara hasil aktual dan harapan standar pelanggan; Keempat,
“Procedural Fairness” atau perlakuan secara adil; Kelima, “Attributional” atau ada dan
tidaknya sumber penyebab diskonfirmasi. Ali Hasan, “Marketing”, (Yogyakarta, Penerbit :
MED Press, 2008), hal. 57.
26 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

harapan) dengan situasi yang diberikan bandara. Salah satu cara mengukur
kepuasan pelanggan yaitu :

1) Sikap Responsive dapat diartikan suatu respon/kesigapan


karyawan dalam membantu konsumen dan memberikan pelayanan
yang cepat dan tanggap.

2) Sikap Reliability (keandalan) dapat diartikan suatu kemampuan


untuk memberikan jasa yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya
serta sesuai dengan standar pelayanan yang diharapkan oleh
pelanggan yang seimbang dengan harga tiket pesawat.

3) Sikap Assurance (jaminan) dapat diartikan sebagai kemampuan


karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara cermat,
perkataan atau kesopanan dalam memberikan pelayanan, kecakapan
dalam memberikan informasi dan kemampuan dalam menanamkan
kepercayaan konsumen/pelanggan terhadap perusahaan.

4) Sikap Emphaty (perhatian) dapat diartikan sebagai upaya


memberikan perhatian yang bersifat individual atau pribadi kepada
para pelanggan/konsumen. Sehingga semua penumpang dan
pengguna jasa bandar udara merasa dilayani dengan baik. Tingkat
pelayanan tersebut dapat dibagi menjadi dua; Pertama, pelayanan
yang bersifat eksekutif dan pelayanan pada strata bisnis. Pada strata
eksekutif, penumpang dilayani mulai dari tempat tunggu dengan
lounge eksekutif dan dengan menyediakan menu hidangan yang
beraneka ragam masakan dan pelayanan ticketing sampai dengan
tambahan berbagai informasi media yang diperlukan oleh
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 27

penumpang; Kedua, adalah pelayanan pada strata bisnis, pada jenis


pelayanan ini bersifat umum tanpa adanya pelayanan tambahan,
akan tetapi pelayanan tetap bersifat prima tetapi standar.20
Perbedaan tingkat pelayanan tersebut sangat dipengaruhi oleh harga
tiket pesawat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat
pelayanan berbanding lurus dengan harga tiket. Semakin mahal
harga tiket, maka semakin variatif tingkat pelayanannya. Artinya
tidak ada pelayanan yang gratisan, tetapi setiap komponen
pelayanan selalu dihitung dengan harga yang pantas berlaku saat itu,
karena setiap pelayanan memerlukan tenaga kerja dan peralatan
kelengkapan yang juga harus dibayar.

5) Sikap Tangibles (kemampuan fisik) adalah suatu bentuk


penampilan fisik, peralatan personal, media komunikasi dan hal-hal
yang lainnya yang bersifat fisik.

Masalah pelayanan sebenarnya bukanlah hal yang sulit atau rumit,


tetapi apabila hal ini kurang diperhatikan maka dapat menimbulkan hal-hal
yang rawan karena sifatnya yang sangat sensitif. Sedangkan tujuan
memberikan pelayanan adalah untuk memberikan kepuasan kepada
konsumen/pelanggan, sehingga berakibat dengan dihasilkannya nilai
tambah bagi bandara. Untuk itu manajemen kebandarudaraan melakukan

20 Hubungan timbal balik antara manajemen kebandarudaraan dan pelanggan atau

pengguna jasa bandara harus dimaknai pada dua sisi. Manajemen bandara harus memahami
terhadap keinginan bentuk pelayanan yang diharapkan pelanggan atau pengguna jasa
bandara dan pada sisi yang berbeda. Pelanggan juga harus memahami semua aturan dan
prosedur yang berlaku di lingkungan bandara, saling memahami pada posisi masing-masing
antara manajemen bandara dan pelanggan akan membentuk harmonisasi dan kenyamanan
di lingkungan bandara. Gary W. Eldred, PH.D., “Real Estate IDI”, (Jakarta, Penerbit :
PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007), hal. 182.
28 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

penelitian perbandingan signifikasi korelasi antara kepuasan konsumen


dapat mempengaruhi penjualan jasa pelayananpadahal keduanya memiliki
strategi pemasaran yang pada akhirnya mempengaruhi citra bandara dari
kacamata konsumen, apakah yang membuat berhasil mewujudkan kesan
yang baik pada konsumen dan pada akhirnya akan memudahkan meraih
pelanggan. Persepsi masyarakat terhadap suatu produk, baik produk barang
atau jasa termasuk jasa layanan kebandarudaraan, terutama bandar udara
Internasional akan berpengaruh terhadap rasa kenyamanan penumpang
pesawat. Kekuatan persepsi pelayanan bandar udara yang kuat akan
membentuk “Brand Image” dan selanjutnya akan memnentuk “Positioning
Airport” yang mampu memberikan layanan terbaik tingkat dunia, mulai dari
dukungan peralatan navigasi, bandar udara Internasional yang nyaman dan
modern, harga Avtur yang bersaing, subsidi Pajak, serta semua fasilitas
penerbangan dan fasilitas penumpang di disain aman dan nyaman, maka
akan menarik minat penumpang dan Maskapai Penerbangan untuk singgah.

d. Kenyamanan dan Keamanan Bandara Serta Kepuasan Konsumen.


Manajemen Kebandarudaraan Strategis mengutamakan peningkatan
fasilitas dan keamanan, artinya bahwa pengembangan bandara sangat
berpengaruh menciptakan kepuasan konsumen secara berkelanjutan
(human relation) dengan layanan rasa nyaman dan aman serta kelancaran
pada proses administrasi ticketing, boarding dan seterusnya, serta
penerbangan yang tepat waktu. Terdapat perbandingan lurus antara
kepuasan pengguna jasa kebandarudaraan dengan tersedianya dan
kelengkapan fasilitas-fasilitas yang memadai dan mencukupi akan
berdampak secara langsung terhadap tingkat kepuasan, demikian juga
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 29

sebaliknya, semakin minim atau terbatasnya kelengkapan penunjang


operasional penerbangan, maka semakin kecil pula tingkat kepuasan
pengguna jasa penerbangan. Demikian juga tingkat keamanan dan
kenyamanan penerbangan juga sangat dipengaruhi oleh kelengkapan
utama dan kelengkapan pendukung manajemen kebandarudaraan, serta
tingkat pendidikan dan keterampilan semua personel mulai tingkat top level
manajemen dan Satpam harus terdidik dan terlatih sebagai “Team Work”,
sehingga pelayanan kebandarudaraan disemua lini bersifat prima dan
standar dan terhindar dari pungutan liar atau biaya tambahan. Dengan
demikian akan terjadi sinkronisasi antara manajemen dan penumpang.
Selain itu, dengan fasilitas dan keamanan yang memadai bandara berada
pada kondisi surplus yang difungsikan dapat menggerakkan roda
perekonomian dan meningkatkan pendapatan pemerintah 21 , dampaknya
secara Nasional akan memberikan kontribusi terhadap kemajuan
penerbangan Nasional. Demikian juga sesuai dengan amanat Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Pasal 257: bandara
diharapkan mampu memberikan dukungan operasional penerbangan pada
situasi Negara dalam keadaan aman terkendali, darurat, dan perang, secara
tidak langsung keberadaan bandara sudah melaksanakan ketentuan
Undang-Undang yaitu Negara dalam keadaan, sebagai berikut :

21 Pendapatan atas pengelolaan Bandar udara harus dilaporkan kepada pihak yang
berwenang atau yang terkait dengan fungsi kontrol keuangan. Maka laporan keuangan
bandar udara mengikuti prinsip Akuntabilitas, yaitu; Pertama, Akuntabilitas yang relevan
antara jumlah pendapatan dengan kepadatan penumpang; Kedua, tepat waktu atau periode
pelaporan pendapatan bandara yang sesuai dengan jadwal periodik pelaporan; Ketiga, tepat
kualitas dan kuantitas pelaporan; Keempat, laporan keuangan bandara disajikan sesuai
dengan standar akuntansi; Kelima, Laporan tidak kontradiktif. A. Dirwan, “Manajemen
Sistem Perencanaan dan Anggaran Pembangunan Pertahanan Negara”, (Jakarta, Penerbit :
Salima Institute, 2013), hal. 156.
30 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

1) Aman Terkendali.
Pada saat Negara dalam kondisi damai, sudah sepatutnya
potensi bandara mampu memberikan fasilitas dan keamanan untuk
meningkatkan pendapatan, dengan melakukan kegiatan sebagai
berikut :
a) Prospektif Bisnis Penerbangan.
Pasar penerbangan komersial di dalam negeri diketahui
mulai mengalami pertumbuhan yang amat pesat sejak tahun
2001. Jumlahnya melonjak sampai 100% dibanding dua tahun
sebelumnya, dan kembali naik dalam beberapa tahun
berikutnya. Pertumbuhan yang memukau itu ternyata dipicu
oleh kemunculan maskapai-maskapai bertarif murah,
perjalanan dapat dijangkau dalam waktu cepat, pengguna jasa
transportasi darat dan laut tergiur beralih ke pesawat.

b) Pasar Global.22
Globalisasi telah membuka ruang turut sertanya
investasi Asing disetiap negara dalam rangka mempercepat
roda pembangunan serta pemerataan hasil-hasil
pembangunan. Peran serta investor Asing dengan
menggunakan modal dari luar negeri sebagai katalisator

22 Pasar globalisasi yang ditandai dengan adanya arus keluar masuknya atau “Cash

Flow” pembayaran keuangan antar negara harus diawali dengan terlebih dahulu
membangun sistem keuangan yang baik agar terhindar dari malapetaka keuangan yang aka n
berdampak semua sendi-sendi keuangan negara temasuk sumber-sumber yang berasal dari
pendapatan bandara. Dengan demikian globalisasi keuangan dapat berdampak positif dan
negatif. Joseph E. Stiglitz, “Making Globalization Work”, (Bandung, Penerbit : Mizan, 2007),
hal. 113.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 31

pembangunan Nasional dan meningkatkan jumlah perputaran


uang dalam negeri serta secara tidak langsung akan terjadi
transfer knowledge tentang manajemen kebandarudaraan
yang secara strategis akan menopang PAD atau Pendapatan
Asli Daerah, akan tetapi pada sudut pandang yang berbeda,
peran Asing harus diawasi dan dibatasi secara ketat dan secara
jelas dengan aturan perangkat hukum dan perundang-
undangan yang pasti atau kepastian hukum, sehingga di masa
yang akan datang dominasi Asing tidak terjadi23 , akan tetapi
Asing masih dikasih kesempatan untuk memberikan kontribusi
secara ekonomi. Konsep kontribusi Asing dalam pembangunan
nasional harus berpedoman pada konsep Ketahanan Nasional
dan Ketahanan Ekonomi. Perlu dilakukan investasi dalam
pengembangan bandara salah satunya sudah ada perjanjian
open sky yaitu maskapai luar negeri bebas masuk, termasuk
mendirikan maskapai di Indonesia. Dengan dukungan dana dan
jaringan yang lebih besar, biaya tinggi versi pemerintah
Indonesia ini akan mudah diantisipasi. Dengan perjanjian open

23 Ada kecenderungan masyarakat dunia dengan gerakan NGO untuk menghambat

atau melawan, bahkan ada yang mengatakan “perang melawan globalisasi”. Hal ini
dibuktikan dengan adanya kematian seorang pengunjuk rasa di Genoa pada Tahun 2001,
unjuk rasa dan protes keras pada pertemuan di “Seatle” yang dis elenggarakan oleh
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Tahun 1999. Para pemegang dana dunia atau birokrat
Internasional adalah lambang dan simbol tanpa wajah didalam tatanan perekonomian yang
dengan kekuasaannya pada permodalan dan kemampuannya mengendalikan iklim investasi
dunia dapat menentukan hitam dan putihnya pertumbuhan ekonomi suatu negara yang
dalam prakteknya banyak merugikan negara-negara sedang berkembang. Joseph E. Stiglitz,
“Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional”, (Jakarta, Penerbit :
PT. INA Publikatama, 2003), hal. 3.
32 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

sky maskapai komersial menjadi skala prioritas dan sudah


dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2010. Pertumbuhan
yang sangat pesat ini adalah momentum yang tepat untuk
pengembangan bandara, tentu saja diharapkan mampu
menyokong dan menyuburkan perekonomian Nasional. Tugas
ini tidak harus disandarkan pada pundak maskapai
penerbangan semata, Pemerintah dan DPR melalui fungsi
legislasi dan eksekusi diharapkan juga mampu menyokong
dengan membuat peraturan-peraturan yang tepat dan
bermutu supaya keuntungan tidak selalu untuk pihak investor
asing.24

2) Kondisi Negara Darurat.


Kondisi negara dalam keadaan darurat yaitu pemerintah
mendapat masalah serius yang dapat menghambat proses
pembangunan di Indonesia. Indonesia telah beberapa kali
mengalami bencana alam besar-besaran bahkan berdampak secara
Internasional yang terjadi tanggal 26 Desember 2004 yang lalu,
terjadi gempa bumi dan gelombang tsunami di Aceh dan beberapa

24 Ada sebuah “Trayek” yang dapat diprediksikan akan terjadi dengan muatan

berbagai kepentingan ekonomi dunia, pergerakan modal antar wilayah ekonomi yang
melewati batas-batas regional sebuah negara dan membawa perubahan-perubahan
mendasar dengan melakukan intervensi kebijakan ekonomi dalam suatu negara. Kebijakan
tersebut adalah bagian dari kenaikan jenjang pembangunan yang tidak mempunyai korelasi
langsung dengan kebudayaan, namun berkaitan erat dengan potensi ekonomi suatu
kawasan untuk melaksanakan kebijakan ekonomi yang tepat sesuai dengan kepentingan
“Pasar Bebas atau Globalisasi Ekonomi”. Dengan demikian semua institusi yang terkait dan
infrastruktur termasuk “Bandara Internasional” harus dipersiapkan terlebih dahulu. Kinichi
Ohmae, “Hancurnya Negara-Bangsa-Bangkitnya Negara Kawasan dan Geliat Ekonomi
Regional di Dunia Tak Terbatas”, (Yogyakarta, Penerbit : Qalam), hal. 31.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 33

tempat di Sumatera Utara. Lebih dari seratus ribu orang meninggal,


kerugian materiil diperkirakan mencapai miliaran rupiah, belum lagi
kerugian immateriil, seperti trauma dan akibat psikologis lainnya. Di
samping itu, Indonesia juga cukup sering mengalami gempa bumi,
baik tektonis maupun vulkanis, juga gunung meletus, longsor, dan
banjir. Peran bandara dalam mengatasi akibat bencana ini sangatlah
besar, artinya Pemerintah menyediakan helikopter dan pesawat lain
untuk mencapai daerah-daerah yang tak lagi terjangkau melalui jalur
darat, demikian juga bandara tentunya memberikan dukungan
sepenuhnya untuk kelancaran bantuan kemanusiaan dengan
menyiapkan dukungan transportasi udara yang diperlukan. Peran
keamanan tidak kalah pentingnya, untuk menghadapi kondisi darurat
yang sering terjadi adalah akibat kondisi geografis dan situasi politik
dalam negeri. Mendukung operasional bandara dalam kondisi
darurat ditunjang kesiapan fasilitas dan keamanan yang profesional
tersinergi untuk membantu penanganan kondisi darurat yang
diakibatkan oleh faktor alam atau manusia dengan penanganannya
dilakukan secara cepat, tepat dan lancar. Indonesia telah ditakdirkan
oleh Tuhan sebagai Negara Demokrasi Kepulauan, dengan
membentang dua pertiga lautan, sekitar 17 ribu pulau besar dan
pulau kecil, serta Negara dengan jumlah gunung berapi yang rawan
terjadi letusan lahar panas dan lahar dingin terbesar di dunia dan
dengan variasi budaya penduduk dengan beraneka ragam Suku, Adat
dan Agama, maka potensi kerusuhan dan konflik komunal cukup
34 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

besar25 , potensi bencana alam juga cukup tinggi, sehingga Aparat


Pemda harus membuat perencanaan penyelamatan mayarakat
dalam kondisi darurat melibatkan peran dan fungsi bandara. Kondisi
darurat fungsi bandara dapat meningkatkan mobilitas distribusi
bantuan kemanusiaan, fungsi SAR dan pengiriman obat-obatan dan
bahan makanan ke daerah yang terkena bencana alam. Contoh;
Tsunami di Aceh dan letusan Gunung Merapi.

3) Kondisi Negara Perang.


Salah satu fungsi pesawat dalam kondisi perang adalah
pesawat terbang kesehatan, artinya suatu armada pesawat terbang
yang difungsikan sebagai penerbangan khusus, yaitu dipergunakan
untuk pemindahan orang yang luka dan sakit serta sebagai sarana
angkutan, sarana pengobatan. Jenis pesawat ini dalam kondisi perang
sekalipun tidak boleh diserang dan harus dihormati oleh pihak-pihak
yang bertikai. Akan tetapi para pihak harus mengetahui dan
menyetujui schedule penerbangan kesehatan, ketinggian terbang,
waktu penerbangan, rute pesawat serta jenis obat-obatan yang
diangkut oleh pesawat tersebut. Pesawat terbang kesehatan dalam
kondisi perang harus mentaati perintah pendaratan apabila

25 Implementasi konsep pembangunan ekonomi yang menekankan adanya

pemerataan hasil-hasil pembangunan serta keadilan ekonomi sebagai manifestasi dari


penalaran “Bhinneka Tunggal Ika” adalah berkaitan erat dengan jargon-jargon demokrasi
untuk meniadakan atau paling tidak meminimise terjadinya “konflik komunal”. Hubungan
empiris antar demokrasi dan pembangunan tetap merupakan suatu hal yang kompleks serta
memerlukan perhatian khusus, terutama bila dikaitkan dengan perencanaan pembangunan
bandara Internasional. Dengan demikian kebijakan reformasi ekonomi dan demokratisasi
sebagai strategi pembangunan pertumbuhan ekonomi harus direncanakan dengan baik agar
tidak berdampak negatif. Francis Fukuyama, “Memperkuat Negara-Tata Pemerintahan dan
Tata Dunia Abad 21”, (Jakarta, Penerbit : PT. Gramedia Utama, 2005), hal. 35.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 35

diperlukan guna dilakukan pengecekan penumpang dan peralatan


yang diangkut oleh pesawat kesehatan tersebut. Akan tetapi setelah
dilakukan pengecekan pesawat kesehatan harus diijinkan untuk
melanjutkan rute penerbangan. Ketentuan tersebut tercantum pada
Pasal 35 dan Pasal 36 Konvensi Jenewa Tahun 1949 yang perwakilan
negara-negara pada tanggal 12 April Tahun 1949. Damai dan perang
sebagai peristiwa hanyalah berbeda secara formal dari pada secara
materiil, dan hanya dapat dibedakan dari tempat dan penerapan
sudut nilai tingkah laku sebenarnya dari manusia. Persengketaan
dengan kekerasan antar pribadi, kelompok dan bangsa setelah ada
keputusan politik pemerintah yang menyatakan perang, walaupun
perang sebagai jalan terakhir setelah perundingan mengalami jalan
buntu kerena tidak adanya itikad berdamai. Kekuatan militer dan sipil
dipadukan menjadi kekuatan Nasional dengan melakukan operasi
sebagai berikut :

a) Rencana Kontijensi Kebandarudaraan.


Rencana kontijensi merupakan proses identifikasi dan
penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontijensi atau
yang belum tentu. Menurut Undang-Undang Pertahanan Negara
Nomor 3 Tahun 2002 dan Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun
2004, rumusan kontijensi dalam naskah ini adalah krisis dapat terjadi
sewaktu-waktu yang bernilai politis, diplomatis, dan militer, sehingga
melibatkan TNI untuk penanggulangannya. Dikaitkan dengan
rumusan di atas, maka kontijensi dibagi menjadi :
36 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

(1) Operasi Militer Perang.26


(a) Agresi Langsung.
1. Invasi serangan kekuatan bersenjata negara
lain terhadap wilayah NKRI.
2. Blokade terhadap bandara, pelabuhan,
pantai atau wilayah udara NKRI oleh angkatan
bersenjata lain.
3. Tindakan suatu negara mengijinkan negara
lain menggunakan wilayahnya sebagai daerah
persiapan untuk melakukan agresi terhadap NKRI.
4. Pelanggaran wilayah oleh negara lain baik
dengan kapal maupun pesawat nonkomersial.

(b) Agresi Tidak Langsung.


1. Spionase untuk mencari dan mendapatkan
rahasia militer.
2. Sabotase merusak instalasi militer dan
obyek vital nasional.
3. Aksi teror bersenjata jaringan terorisme
Internasional atau bekerja sama dengan terorisme

26 Kohanudnas atau Komando Pertahanan Udara Nasional merupakan salah satu


unsur penting guna mempertahankan kedaulatan negara di udara. Sinergitas antara unsur
militer dan sipil diwujudkan perpaduan kemampuan Radar Militer dan Radar Sipil yang
dipetakan dalam satu ruang Sector Operation Center atau SOC, sehingga mampu melakukan
untuk mendeteksi semua pergerakan pesawat di wilayah NKRI termasuk juga semua
penerbangan yang menggunakan fasilitas bandara Internasional. Dengan demikian peran
dan fungsi Kohanudnas dapat menciptakan rasa aman dan nyaman pada setiap penerbanga n
di wilayah kedaulatan Nasional. Wresniwiro, “Kohanudnas - Siaga Senantiasa”, (Jakarta,
Dicetak oleh AK. Group, 2003), hal. 205.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 37

dalam negeri, membahayakan wilayah dan


keselamatan segenap bangsa.
Terjadinya kegiatan spionase, sabotase dan aksi
teror bersenjata sangat mungkin terjadi apabila
negara dalam kondisi tidak aman atau dalam
kondisi perang. Kegiatan spionase dan sabotase
juga sangat mungkin terjadi di lingkungan
bandara. Karena salah satu obyek vital yang harus
dilumpuhkan oleh pihak yang sedang berperang.
Ada beberapa alasan untuk melumpuhkan
bandara, yaitu; Pertama, bandara merupakan
sarana distribusi potensi kekuatan perang lawan;
Kedua, bandara dapat dijadikan sebagai lahan
penimbunan amunisi dan tempat rendefu atau
berkumpulnya konsentrasi pasukan, Ketiga,
bandara dilengkapi dengan radar yang dapat
memonitor gerkan pasukan udara lawan. Dengan
demikian fungsi dan peran bandara pada kondisi
perang sangat dominan daan menentukan
kemenangan pertempuran.
38 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

(2) Operasi Militer Selain Perang.27


(a) Operasi Bersifat Tempur.
1. Separatis bersenjata.
2. Pemberontak bersenjata.
3. Aksi teroris.
4. Gangguan laut.
5. Gangguan udara.
6. Pengamanan perbatasan.
7. Pameran kekuatan

(b) Operasi Bersifat Non Tempur.


1. Kegiatan kemanusiaan.
2. Bantuan kepada Pemerintah Sipil.
3. Pengamanan VVIP.
4. Obyek vital Nasional.28
5. Konflik komunal.

27 “Political Breakdown” dan gerakan budaya atau “Cultural Movement” sebagai


buah dari radikalisme pemahaman dan hasil dari gerakan politik yang dilatar belakangi oleh
adanya perubahan mendasar terhadap struktur budaya masyarakat guna mencari bentuk
baru tata pergaulan, bentuk budaya Bangsa dan perubahan persepsi masyarakat terhadap
“partisipasi Politik” pasca reformasi telah banyak melahirkan friksi-friksi baru dan konflik
komunal yang mengundang hadirnya militer sesuai dengan tugas pokoknya yang dirumuskan
dalam operasi Militer Selain Perang. Bahtiar Effendy dan Soetrisno Hadi (Editor), “Agama &
Radikalisme di Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Nuqtah, 2007), hal. 25.
28 Bandara merupakan salah satu obyek vital Nasional, karena yang dimaksud dengan

obyek vital Nasional yang bersifat strategis mempunyai kriteria; Pertama, sarana dan
prasarana yang melayani hajat hidup orang banyak; Kedua, menyangkut harkat dan
martabat Bangsa terutama dalam kaitannya hubungan diplomatik antar negara -negara di
dunia; Ketiga, segala kebijakan strategis dan operasional bandara dalam kontrol Pemerintah
secara langsung, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah; Keempat, regulasi yang
bersifat strategis selalu terkoordinasi dengan Pemerintah. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 7, angka poin 5.
Pada Penjelasan)
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 39

6. Operasi keputusan Presiden.


7. Tugas perdamaian dunia.

b) Fungsi Mobilisasi.
Secara matematis apabila dihitung dengan angka, maka tugas
militer selain perang atau OMSP lebih banyak dan lebih beragam
daripada tugas militer untuk perang atau OMP. Dengan demikian
segenap prajurit dan sipil harus siap untuk dimobilisasi dalam perang,
karena sistem pertahanan Indonesia adalah sistem Pertahanan
Rakyat Semesta. Operasi Militer Selain Perang atau OMSP
menjadikan TNI sebagai kelembagaan harus menyiapkan
keterampilan ganda untuk semua prajuritnya, akan tetapi dilain pihak
kesejahteraan prajurit masih “jauh panggang dari api”. Artinya upaya
prajurit untuk menjadikan keluarganya hidup layak dan putra-
putrinya agar mendapatkan pendidikan yang baik juga masih sangat
terbatas, apalagi kalau dikaitkan dengan kesiapan alutsista TNI bila
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan
Singapura maka masih jauh tertinggal. Dengan demikian, di masa
yang akan datang, optimalisasi alutsista dan tingkat kesejahteraan
prajurit harus mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1997
tentang Mobilisasi dan Demobilisasi, yang dimaksud :

(1) Makna Keadaan Bahaya merupakan keadaan yang dapat


menimbulkan ancaman terhadap persatuan dan kesatuan
bangsa serta kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik
Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Keadaan Bahaya.
40 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

(2) Makna Mobilisasi adalah tindakan pengerahan dan


penggunaan secara serentak sumber daya Nasional serta
sarana dan prasarana nasional yang telah dibina dan
dipersiapkan sebagai komponen kekuatan pertahanan
keamanan Negara untuk digunakan secara tepat, terpadu, dan
terarah bagi penanggulangan setiap ancaman, baik dari luar
negeri maupun dari dalam negeri.29

(3) Makna Warga Negara adalah Warga Negara Republik


Indonesia.

(4) Makna Mobilisan adalah Warga Negara anggota Rakyat


Terlatih, Warga Negara anggota Perlindungan Masyarakat, dan
Warga Negara yang karena keahliannya dimobilisasi.

(5) Makna Demobilisasi adalah tindakan penghentian


pengerahan dan penghentian penggunaan sumber daya
nasional serta sarana dan prasarana nasional yang berlaku
untuk seluruh wilayah negara yang diselenggarakan secara
bertahap guna memulihkan fungsi dan tugas setiap unsur
seperti sebelum berlakunya mobilisasi.

29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Bab III.

Penyelenggaraan Pertahanan Negara Pasal 8 (1); Komponen Cadangan terdiri atas Warga
Negara, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan serta sarana dan prasarana Nasiona l ya ng
telah disiapkan untuk dikerahkan melalui MOBILISASI guna memperbesar dan memperkuat
komponen utama. Mobilisasi Komponen Cadangan mengundang perdebatan mengenai :
proses rekruitmen anggota Komponen Cadangan, sumber pembiayaan penyelenggaraan
Komponen Cadangan. Beni Sukadis – Eric Hendra (Editor), “Pertahanan Semesta dan Wajib
Militer”, (Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008), hal. 32.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 41

(6) Makna Demobilisan adalah mobilisan yang telah selesai


menjalani mobilisasi.

(7) Makna Rakyat Terlatih adalah komponen dasar kekuatan


pertahanan keamanan negara, yang mampu melaksanakan
fungsi ketertiban umum, perlindungan rakyat, keamanan
rakyat dan perlawanan rakyat dalam rangka penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara. Argumen yang dibangun untuk
menjelaskan tentang Rakyat Terlatih adalaha; Pertama, dengan
menggunakan pendekatan sejarah atau historycal approach,
yaitu dari awal berdirinya TNI adalah bersumber dari
perjuangan rakyat, dan hingga saat ini TNI tidak terpisahkan
dengan rakyat, untuk itu ada semboyan yang dibangun saat ini,
yaitu “Bersama Rakyat TNI Kuat”30; Kedua, Rakyat Terlatih
sebagai komponen dasar kekuatan pertahanan, artinya
perlibatan rakyat dalam sistem pertahanan mutlak diperlukan,
hal ini membuktikan bahwa kesadaran secara legislasi tentang
arti penting posisi rakyat dan mempertahankan Bangsa dan
Negara dan lebih jauh dari itu dapat ditafsirkan bahwa peran
dan partisipasi aktif rakyat dalam kehidupan berbangsa dan

30 Di dalam buku “Bersama Rakyat TNI Kuat” dijelaskan bahwa tugas militer di
negara manapun dirumuskan menjadi tiga komponen besar, yaitu; Pertama, menjaga batas
wilayah negaranya, baik di darat, di laut dan di udara dari segala ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan dari pihak luar negeri maupun dari dalam negeri; Kedua, menjaga
semua obyek vital negara yang dalam hal ini adalah bandar udara dengan segala macam
aktivitasnya serta semua unsur-unsur pendukungnya; Ketiga, menjaga dan menjamin
kelancaran, keamanan dan kenyamanan semua aktivitas masyarakat yang termasuk aktivita s
Maskapai Penerbangan. Abdullah Fathoni, “Bersama Rakyat TNI Kuat”, (Jakarta, Penerbit :
KBPA, 2014), hal. 6.
42 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

bernegara bukan hanya domain politikus dan akademisi


semata, tetapi menjadi perhatian bersama, karena apa artinya
Negara apabila tanpa adanya legistimasi rakyat secara
mayoritas.

(8) Makna Perlindungan Masyarakat merupakan komponen


khusus kekuatan pertahanan keamanan negara yang mampu
berfungsi membantu masyarakat menanggulangi bencana dan
memperkecil akibat malapetaka.31

(9) Makna Sumber Daya Nasional adalah sumber daya


manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan yang
dapat digunakan sebagai komponen kekuatan pertahanan
keamanan negara untuk mewujudkan Ketahanan Nasional.

(10) Makna Sumber Daya Manusia adalah Warga Negara


yang secara psikis dan fisik dapat dibina dan disiapkan
kemampuannya untuk mendukung komponen kekuatan
pertahanan keamanan Negara.

(11) Makna Sumber Daya Alam adalah sesuatu di alam raya


yang di dalam wujud asalnya dapat didayagunakan untuk
kepentingan pertahanan keamanan Negara.

31 Pada sisi yang berbeda, masyarakat juga harus dilindungi dari bentuk ancaman dan

gangguan baru yang tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara militer dan mekanisme politik.
Bentuk ancaman dan gangguan tersebut adalah “Krisis Ekonomi” yang dapat secara cepat
menimbulkan krisis kepercayaan pada Pemerintah yang berkuasa, sehingga akan mendorong
terjadinya beberapa konflik yang diakibatkan oleh hancurnya struktur perekonomian negara
dan hancurnya kesejahteraan masyarakat. Untuk itu peran bandara dalam menopang
perekonomian Nasional sangat diperlukan. H. Budi Santoso Suryo Sumanto, “Ketahanan
Nasional Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, 2001), hal. 61.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 43

(12) Makna Sumber Daya Buatan adalah sumber daya alam


yang dapat direkayasa manusia menjadi berdayaguna atau
bertambah dayagunanya untuk kepentingan pertahanan
keamanan Negara.

(13) Makna Sarana dan Prasarana nasional adalah segala


sesuatu yang dapat berfungsi untuk menunjang proses
penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara dan termasuk
sebagai komponen pendukung. Pemikiran pada pola ini dapat
dikembangkan tentang peran dan fungsi bandara sebagai
komponen sarana dan prasarana Nasional yang pada saat
perang dapat difungsikan secara langsung sebagai alat
pertahanan negara. Dengan demikian, sejak awal rencana
pembangunan bandara harus menggunakan dasar analisis dua
sisi, yaitu peran dan fungsi bandara pada saat kondisi negara
damai dan juga harus diantisipasi peran dan fungsi bandara
pada masa perang atau pada saat terjadi bencana alam.
Dengan demikian posisi dan lokasi pembangunan bandara
harus mampu mengcover kebutuhan masyarakat secara
ekonomis dan mampu dioptimalkan peran dan fungsinya pada
saat perang dan terjadinya bencana alam. Untuk itu bandara
harus dilihat sebagai obyek vital Nasional yang memerlukan
perhatian khusus dan perlakuan khusus pula dalam konteks
sistem pertahanan.32

32Perlindungan masyarakat dari segala ancaman, baik ancaman nyata dan ancaman
yang tidak nyata harus dilakukan secara paralel. Kedua ancaman tersebut tidak dapat
44 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

e. Jasa Penerbangan Nasional.


Mobilitas ekonomi masyarakat Indonesia memerlukan jasa
penerbangan yang aman, nyaman, lancar dan tepat waktu sehingga semua
aktivitas masyarakat berjalan sebagaimana mestinya. Di masa mendatang
banyak diperlukan jenis pesawat yang mempunyai daya angkut besar atau
bigger capacity, seiring dengan perkembangan jumlah penduduk suatu
daerah dan dengan dihadapkan kondisi masyarakat yang heterogen dan
tersebar di berbagai pulau besar dan kecil, sehingga diperlukan sarana
transportasi udara sebagai jembatan atau penghubung yang menyatukan
Wilayah NKRI. Adapun ukuran daya angkut penumpang per jenis pesawat
antara lain sebagai berikut :
1) Pesawat Fokker F-27, Kapasitas 40 sheet.
2) Pesawat Fokker F-28, Kapasitas 75 sheet.
3) Pesawat Boeing 737-500, Kapasitas 96 sheet.
4) Pesawat Boeing 737-300, Kapasitas 110 sheet.
5) Pesawat Boeing 737-400, Kapasitas 136 sheet.
6) Pesawat Boeing 737 NG, Kapasitas 156 sheet.
7) Pesawat Airbus A-330-300, Kapasitas 293 sheet.
8) Pesawat Boeing 747-400, Kapasitas 428 sheet.

dirumuskan secara permanen dalam waktu yang terus-menerus untuk menentukan faktor
mana yang paling dominan, akan tetapi sangat tergantung kondisi masyarakat dalam negeri
dan masyarakat Internasional dalam merespon semua kebijakan negara. Ancaman yang
terbesar dirumuskan oleh banyak negara adalah ancaman kemiskinan disamping ancaman
perang, akan tetapi dua hal yang berbeda cara mengatasi dan meng antisipasi. Dalam
konteks bandara, maka kedua ancaman tersebut termasuk ada di dalamnya, sehingga
kemampuan intern segenap potensi Bangsa sangat diperlukan. Philip Kotler, dkk., “The
Marketing of Nations”, (Jakarta, Penerbit : PT. Pren Hallindo, 1997), hal. 112.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 45

FAA yang menjadi acuan industri penerbangan global, pada 16 April


2007 telah menurunkan peringkat Indonesia ke kategori dua atau a Failure
karena regulator Indonesia tidak memenuhi standar pengawasan
keselamatan penerbangan yang ditetapkan ICAO, badan khusus PBB yang
menangani permasalahan penerbangan sipil antar negara. Keselamatan
merupakan prioritas utama di dunia penerbangan, kiblat industri yang
sarat teknologi tinggi ini adalah ke Barat (AS dan Eropa Barat), tempat
pesawat terbang dilahirkan dan dibesarkan selama lebih dari 100 tahun
ini. Badan Penerbangan Federal AS, FAA, yang memandu industri
penerbangan AS, menjadi acuan bagi otoritas penerbangan sipil pada
semua negara di dunia. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan Kongres
AS kepada FAA pada saat diresmikannya tahun 1958 ini menjelaskan
mengenai apa itu keselamatan penerbangan dan apa tugas dan tanggung
jawab regulator atau otoritas penerbangan suatu negara.33

f. Aspek Bandara Internasional.


Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 44 Tahun 2002 tentang
Tatanan Kebandarudaraan Nasional, jumlah bandara yang terbuka untuk
melayani angkutan udara Internasional di Indonesia terdapat 27 bandara. 34

33 Khusus untuk perlakuan pesawat terbang kesehatan, meskipun dalam kondisi

perang dikatakan bahwa; pesawat terbang kesehatan yang digunakan untuk atau
memindahkan yang luka dan sakit serta pengangkutan perlengkapan dinas kesehatan tidak
boleh diserang, tapi harus dihormati oleh pihak yang berperang selama terbang pada
ketinggian, waktu dan rute yang khusus disetujui antara pihak-pihak berperang
bersangkutan. Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan Departemen
Kehakiman, “Terjemahan Konvensi Jenewa Tahun 1949”, (Jakarta, 1999), hal. 23.
34 Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara

untuk mengangkut penumpang, cargo, dan/atau Pos untuk satu perjalanan atau lebih dari
satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan).
46 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Bandara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri
ditetapkan berdasarkan pertimbangan beberapa aspek sebagai berikut :
1) Potensi permintaan penumpang angkutan udara.
2) Potensi kondisi geografis.
3) Potensi kondisi pariwisata.
4) Potensi kondisi ekonomi.
5) Aksesibilitas dengan bandara Internasional disekitarnya, dan
ketentuan intra antar moda.

g. Aspek Lalu Lintas Udara.35


Ruang udara adalah ruang tiga dimensi. Semua benda yang berada
dalam koridor ruang udara bebas bergerak ke segala arah tanpa hambatan
dan batasan, akan tetapi menjadi sangat berbeda bila pesawat terbang
yang melintasi ruang udara tersebut. Untuk itu diperlukan jalur lalu-lintas
udara yang harus disepakati semua pihak yang terlibat langsung maupun
tidak langsung pada usaha jasa penerbangan Lokal, Nasional dan
Internasional berkaitan dengan lalu-lintas udara. Secara umum fungsi lalu-
lintas udara dibagi menjadi dua :

➢ Controlled Airspace, yaitu ruang udara yang ditetapkan batas-


batasnya, artinya pada sudut arah tertentu dan ketinggian tertentu yang
didalamnya diberikan instruksi secara positif dari pemandu atau ATC (Air

35Tatanan navigasi penerbangan Nasional bertujuan untuk mengatur arus lalu-lintas


penerbangan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut; pembatasan penggunaan
ruang udara, klasifikasi ruang udara, fasilitas navigasi penerbangan, efisiensi dan
keselamatan pergerakkan pesawat udara dan kebutuhan pengguna pelayanan navigasi
penerbangan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, Pasal 266).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 47

Traffic Control) kepada penerbang atau Pilot. (Contoh; Control Area,


Approach Control Area dan Aerodrome Control Area).

➢ Uncontrolled Airspace, yaitu ruang lalu-lintas udara yang didalamnya


hanya diberikan informasi tentang lalu-lintas yang diperlukan (Essential
Traffic Information).

1) Makna Air Traffic Flow Management (ATFM).


Pengertian menurut Air Traffic Services Planning Manual, Part
II Chapter (point 1.1.1). Air Traffic Flow Management (ATFM) adalah
suatu pelayanan lalu lintas yang aman, teratur, cepat dan efisien
dengan memastikan kapasitas pengaturan lalu-lintas dan kapasitas
Bandara yang digunakan semaksimal mungkin, dan jumlah lalu
lintas36 udara sesuai dengan kapasitas yang dideklarasikan oleh
otoritas Air traffic Services (ATS). Tujuan ATFM dalam Human Factor
In Air Traffic Control Digest No. 8, is not to control airborne aircraft
but to minimaze delays by allocating departure slots and routes still
on the ground. Pada dokumen 9426 1.2.4.11, ATFM lebih
diaplikasikan untuk menangani traffic flow yang ada di darat (ground)
dari pada yang di udara (in flight). Eurocontrol mendefinisikan ATFM
adalah upaya manajemen dalam rangka menjaga jumlah air traffic
agar tidak pernah melebihi kapasitas sistem sehingga penundaan di
udara (air delay) maupun penundaan di darat (ground delay) tidak

36 Pada Tahun 1974, sebanyak 115 jalur penerbangan dan bertambah menjadi 134

jalur penerbangan pada Tahun 1988. Pada prinsipnya pembukaan jalur penerbangan,
kebutuhan masyarakat dengan frekuensi penerbangan, kebutuhan masyarakat dengan tetap
memperhatikan faktor keselamatan dan kenyamanan pelayanan jasa penerbangan serta
kelengkapan peralatan navigasi. Muchtarudin Siregar, “Beberapa Masalah Ekonomi dan
Manajemen Transportasi”, (Jakarta, Penerbit : LPFE.UI, 2012), hal. 136.
48 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

melebihi dari toleransi delay yang diterima. Ketika kapasitas tidak


dapat lagi menampung jumlah pergerakan (volume of air traffic) akan
mengakibatkan penundaan penerbangan pada saat keberangkatan
(take-off), in-flight holding, penggunaan level yang tidak ekonomis,
pengubahan rute (re-routing) dan penyimpangan (diversions),
hambatan rencana penerbangan, pengeluaran biaya operasi tinggi
untuk bahan bakar. ATFM digunakan untuk menyeimbangkan antara
permintaan (traffic demand) dengan kemampuan kapasitas yang ada
di suatu bandara dan ATFM ini harus diaplikasikan ketika
diprediksikan permintaan traffic (traffic demand) akan melebihi dari
kapasitas yang ada di suatu Bandara (Doc. 9426).

2) Makna Air Traffic Flow Management (Doc. 9426).


Multiplier Effects atau dampak kelipatan berganda dari Air
Traffic Flow Management adalah terjaminnya keamanan dan
kenyamanan selama prosesi penerbangan menuju tempat atau
bandara yang dituju. Guna mengoptimalkan peran dan fungsi
bandara di masa yang akan datang, maka setiap manajemen
kebandarudaraan harus mempunyai kerangka dasar dan strategi
pembangunan serta pengembangan peran dan fungsi bandara
sejalan dengan strategi pembangunan Nasional dan strategi
pembangunan Daerah serta harus bersesuaian dengan RUTR atau
Rencana Umum Tata Ruang yang telah ditetapkan sebelumnya.37

37 Faktor kebisingan yang berasal dari pengoperasian pesawat terbang terutama

pada saat take off dan landing menjadi penyebab polusi suara, yang dalam perencanaan
pembangunan, frekuensi penerbangan dan lokasi pemukiman penduduk harus menjadi
pertimbangan utama, sehingga terjadi sinkronisasi antara kepentingan masyarakat umum
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 49

Untuk itu lokasi bandar udara harus memenuhi syarat-syarat sebagai


berikut; Pertama, berlokasi tidak jauh dari pemukiman pendududk
dan sentra bisnis tetapi juga tidak terlalu dekat; Kedua, akses menuju
bandara tergolong lancar dan cepat dari berbagai arah; Ketiga,
pembangunan bandar udara harus berwawasan lingkungan dan
harus memperhatikan arah angin dan kecepatan angin atau cuaca;
Keempat, orientasi pembangunan sejak awal harus diperhitungkan
untuk pengembangan peran dan fungsi bandara dengan standar
Internasional. Adapun tujuan dari pelayanan adalah :

a) Menjaga Air Traffic Control (ATC) dari kelebihan beban


(overload) yaitu dengan membatasi kapasitas traffic yang ada.

b) Membuat lalu lintas udara (traffic flow) menjadi optimal


dengan penggunaan terbaik dari kapasitas yang ada ketika
permintaan traffic (traffic demand) meningkat atau di
perkirakan akan meningkat.

c) Mengendalikan pergerakan pesawat dengan aman,


teratur dan cepat sesuai dengan kapasitas yang ada. Kapasitas
ATC adalah jumlah maximum pesawat yang dapat
ditampung/diterima dalam periode waktu yang ditentukan di
dalam ruang udara atau di lapangan terbang berdasarkan
batasan yang ada di suatu bandara.38

dan kepentingan penerbangan. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”,


(Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 86.
38 Jembatan udara adalah istilah yang sering digunakan sebagai analog dari

penerbangan, karena fungsinya yang menghubungkan antar daerah, antar pulau, bahkan
antar negara. Bandar udara tempat asal (origin) dan tempat tujuan (destination) serta rute
50 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

3) Tujuan Pelayanan Lalu Lintas Udara.


Sesuai dengan Civil Aviation and Safety Regulation (CASR) dan
International Civil Aviation Organization (ICAO) yang tertuang dalam
Annex 11 Air Traffic Services, lima tujuan dari pelayanan lalu lintas
udara (five objectives of air traffic services) adalah:

a) Mencegah tabrakan antar pesawat di udara.

b) Mencegah tabrakan antara pesawat di daerah


pergerakan dengan halangan lainnya.

c) Mempertahankan keteraturan dan kelancaran arus lalu


lintas penerbangan.

d) Memberi saran dan informasi yang bermanfaat untuk


keselamatan dan efisiensi bagi penerbangan.

e) Memberitahukan instansi yang berkaitan tentang


pesawat yang membutuhkan pertolongan Search and Rescue
(SAR) dan membantu instansi tersebut, sesuai yang
diperlukan.39

penerbangan harus dijamin keamanannya, untuk itu semua fasilitas pendukung operasional
harus tersedia dan dalam kondisi baik. Sakti Adji Adisasmita, “Tatanan Bandar Udara
Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 5.
39 Setiap personel pelayanan lalu-lintas penerbangan yang bertugas wajib segera

memberitahukan kepada instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pencarian
dan pertolongan setelah menerima pemberitahuan atau mengetahui adanya pesawat udara
yang berada dalam keadaan bahaya atau hilang dalam penerbangan. ( Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 355).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 51

Selain dari lima standar pelayanan tersebut di atas, maka apabila


bandar udara40 dilihat dari sisi peran dan fungsinya adalah melakukan
analisis komprehensif terhadap semua prosedur operasional serta
mengatur pergerakan pesawat udara agar tidak terjadi tabrakan
antar pesawat udara dan obstacle. Mengatur dan mengontrol serta
berkoordinasi dengan ADC atau Aerodrome Control Tower guna
menjaga keamanan mobilitas pesawat di Apron. Menyiapkan Aircraft
Parking Standard Asociation agar menjaga kelancaran parkir dan
handling pesawat udara. Menyediakan Marshaller dan Follow Me
service dan memberikan informasi secara menyeluruh kepada semua
operator tentang semua kegiatan operasional yang saat ini dan
rencana kedepan serta manajemen bandara harus menjamin
kebersihan semua area bandara termasuk Apron. Demikian juga
harus menjaga kelancaran dan keamanan operasional secara
menyeluruh peran dan fungsi kebandarudaraan.

Pelayanan yang diberikan oleh petugas pemandu lalu lintas


udara terdiri dari tiga layanan, yaitu :

a) Fungsi Pelayanan Pemanduan Lalu Lintas Udara (Air


Traffic Control Service), terbagi menjadi tiga bagian yaitu :

(1) Fungsi Area control service. Pelayanan yang


diberikan kepada penerbangan yang sudah di ketinggian

40 Kedudukan Bandar udara sangat penting dalam kehidupan masyarakat


dikarenakan tiga alasan, yaitu; tempat perpindahan moda transportasi, tempat pemrosesan
perjalanan udara dan tempat pemberhentian (penyimpanan) dan merawat pesawat. Sakti
Adji Adisasmita, “Mega City & Mega Airport”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2013), ha l .
62.
52 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

jelajah (en-route flight) terutama yang termasuk


penerbangan terkontrol (controlled flights). Unit yang
memberikan pelayanan ini disebut Area Control Centre
(ACC).41

(2) Fungsi Approach control service. Pelayanan yang


diberikan kepada pesawat yang berada di ruang udara
sekitar bandara baik yang sedang melakukan
pendekatan maupun yang baru berangkat, terutama
bagi penerbangan yang beroperasi terbang instrumen
yaitu penerbangan yang mengikuti aturan penerbangan
instrumen atau dikenal dengan Instrument Flight Rules
(IFR). Unit yang memberikan pelayanan ini disebut
Approach Control Office (APP).

(3) Fungsi Aerodrome Control Service. Pelayanan yang


diberikan kepada pesawat yang berada di bandara dan
sekitarnya (vicinity of aerodrome), yang dilakukan di
menara pengawas (control tower). Unit yang
memberikan pelayanan ini disebut Aerodrome Control
Tower (ADC). Adapun pelayanan pada fungsi sisi darat
atau land side meliputi; pelayanan peralatan parkir
terminal sertaperangkat pendukungnya, pelayanan

41 Pelayanan lalu-lintas penerbangan terdiri atas ; 1) Air Traffic Control Service atau
pelayanan pemanduan lalu-lintas penerbangan; 2) Flight Imformation Service atau pelayanan
informasi penerbangan; 3) Air Traffic Advisory Service atau pelayanan saran lalu-lintas
penerbangan; 4) Alerting Service atau pelayanan kesiagaan. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, Pasal 279)
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 53

fasilitas terminal yang selalu berorientasi pada


kelancaran, keselamatan, keamanan dan tepat waktu.
Demikian juga pelayanan penerangan bandar udara
serta CSC atau pelayanan Costomer Service Centre.
Dengan demikian rangkaian tugas kebandarudaraan
saling mengkait dan saling berhubungan satu dengan
yang lain, sehingga operasional kebandarudaraan di
darat dan di udara berjalan dengan lancar dan aman.
Adapun fungsi pengamanan bandar udara secara umum
adalah; Pertama, AVSEC atau Aviation Security yang
meliputi pengamanan di wilayah Restricted Public Area
(RPA) dan Non Public Area (NPA) dan Air Side; Kedua,
Non AVSEC atau pengamanan di wilayah Public Area dan
Land Side.

b) Fungsi Pelayanan Informasi Penerbangan (Flight


Information Service). Flight Information Service adalah
pelayanan yang dilakukan dengan memberikan saran dan
informasi yang bermanfaat untuk keselamatan dan efisiensi
bagi penerbangan, termasuk informasi tentang cuaca yang
membahayakan penerbangan dan informasi penerbangan
VVIP.

c) Fungsi Alerting Service. Alerting service adalah pelayanan


yang dilakukan dengan memberitahukan instansi terkait
dengan pesawat yang membutuhkan pertolongan search and
54 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

rescue dan membantu instansi tersebut, sesuai yang


diperlukan.42

d) Fungsi Flight Information Service Dan Alerting Service


diberikan oleh :

(1) Flight Information Region oleh Flight Information


Centre (FIC), kecuali jika tanggung jawab tersebut
diserahkan kepada unit air traffic control yang memiliki
fasilitas untuk itu.43

(2) Controlled Airspace oleh unit air traffic control


yang terkait yaitu jika di control zone oleh approach
control office, jika di control area oleh area control
centre dan jika di vicinity of controlled aerodrome oleh
aerodrome control tower.

42 “Search and Rescue” secara kelembagaan akan tampil di jajaran paling depan

ketika terjadi musibah transportasi. Contoh nyatanya ketika terjadi musibah yang menimpa
pesawat MH370 Malaysia. Maka segenap kemampuan SAR secara Internasional dikerahkan
seperti pesawat pengintai dan patroli maritim P-3C Orion, pesawat Pengintai P8 Poseidon,
Satelit-Digital Globe dan kapal laut dengan perlengkapan AUV (Autonomous Under Water
Vehisle) serta dimanfaatkan robot laut guna mendukung misi SAR. (Majalah Angkasa Nom or
8, Mei 2014), hal. 12.
43 Pasal 458, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, mengatakan bahwa ada tenggang waktu 15 tahun untuk mengambil alih
layanan navigasi yang didelegasikan pada negara lain. Kongres Kedirgantaraan Nasional
Kedua Tahun 2003 yang mengelaborasi permasalahan perjanjian tentang FIR (Flight
Information Region) antara Indonesia-Singapura; Pertama, perjanjian berdasarkan UNCLOS
Tahun 1982; Kedua, pembagian ruang udara Sektor “A” (wilayah Batam hingga Singapura),
Sektor “B” (wilayah udara Tanjung Pinang dan Karimun), Sektor “C” (wilayah udara Natuna);
Ketiga, Indonesia mendelegasikan pelayanan navigasi Sektor “A” kepada Singapura sampai
ketinggian 37.000 kaki; Keempat, mendelegasikan kepada Singapura Sektor “B” sampai
dengan ketinggian tidak terhingga (Unlimited Hight); Kelima, Sektor “C” wilayah FIR
terkoordinasi antara Indonesia, Malaysia dan Singapura; Keenam, atas nama Indonesia,
Singapura dapat memungut jasa layanan navigasi penerbangan atau RANS (Router Air
Navigation Services). (Majalah Angkasa Nomor 8, Mei 2014)
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 55

Perlu diketahui juga tentang VOR karena berkaitan erat dengan


Flight Information Very High – Frequency Omnidirectional
Radio Range Beacoa atau VOR adalah jenis fasilitas
penerbangan yang memanfaatkan gelombang radio ke segala
arah yang memuat atau berisikan pesan atau informasi
tertentu, dan melalui peralatan yang ada di pesawat udara
dapat diketahui oleh Pilot lokasi station VOR relatif terhadap
Kutub Utara magnet Bumi (Magnetic North), demikian juga
DME atau Distance Measurement Equipment atau TACAN
(Tactical Air Navigation), DME berfungsi menentukan posisi
dalam jarak sehingga dengan VOR/DME pesawat akan
memperoleh informasi arah dan jarak terhadap station
tersebut. TACAN adalah versi militer untuk fungsi VOR dan
DME. Dengan demikian semua peralatan kebandarudaraan
termasuk juga fasilitas alat bantu navigasi adalah usaha untuk
menjamin keselamatan dan kelancaran misi penerbangan44 ,
sehingga semua target dan sasaran operasional
kebandarudaraan secara strategis dapat dicapai.

44 Ruang lingkup pelayanan navigasi meliputi; Pertama, dasar tatanan navigasi yaitu:

keselamatan, efektivitas dan efisiensi, kepadatan lalu-lintas, standar tingkat pelayanan


navigasi, perkembangan teknologi; Kedua, tatanan navigasi penerbangan meliput: ruang
udara yang dilayani, klasifikasi ruang udara, jalur penerbangan dan jenis pelayanan navigasi;
Ketiga, jenis layanan navigasi meliputi: Air Traffic Services (lalu-lintas Penerbangan),
Aeronautical Telecommunication Services (layanan informasi Aeronautika, layanan informa s i
metheorology dan Search and Rescue (pelayanan informasi pencarian dan pertolongan;
Keempat, Pemerintah bertanggung jawab sepenuhnya atas pelayanan navigasi di ruang
udara Nasional. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan).
56 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Sesuai aturan pada Doc. 4444 Air Traffic Management


2007 ICAO mengenai prosedur pemisahan jarak antar pesawat,
berikut ini ketentuan-ketentuannya :
(1) Pemisahan secara vertikal.
(2) Jarak 1000 kaki, jika pesawat berada di bawah
ketinggian 29.000 kaki (FL 290).
(3) Jarak 2000 kaki, jika penerbangan di atas
ketinggian 29.000 kaki (FL 290).
(4) Di dalam wilayah tertentu, berdasarkan perjanjian
navigasi udara regional, separasi vertikal 1000 kaki boleh
diterapkan sampai pada ketinggian 41.000 kaki (FL 410)
dengan persyaratan yang ketat dan diatur tersendiri di
dalam dokumen 9574 (Manual on Implementation of a
300 m (1000 feet) Vertical Separation Minimum Between
F290 and F410 Inclusive).

Pemisahan secara horisontal, terbagi dalam dua bagian :

(1) Area Pemisahan Secara Longitudinal. Yaitu jarak


pemisah antar pesawat pada ketinggian sama dan jalur
sama (same track) atau jalur yang berpotongan (crossing
track) atau reciprocal track :
(a) 15 menit jika kedua pesawat tidak
mengikuti panduan alat navigasi di darat.
(b) 10 menit jika kedua pesawat mengikuti
panduan alat navigasi dari dan secara bersamaan.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 57

Tujuan akhir dari pengaturan dan pemisahan secara


longitudinal adalah untuk menghindarkan terjadinya
tabrakan pesawat di udara, dengan demikian regulasi
tentang pemisahan longitudinal harus disosialisasikan
secara terus-menerus. Alat navigasi udara adalah alat
bantu Pilot guna mencapai titik aman penerbangan,
sehingga modernisasi dan perawatan secara berkala alat
bantu navigasi mutlak diperlukan. Berdasarkan fakta di
lapangan menyebutkan bahwa salah satu faktor
penyebab kecelakaan pesawat adalah “Human Error”
yang disebabkan oleh ketidaktaatan pada prosedur
penerbangan, ceroboh terhadap regulasi yang telah
ditetapkan, tidak disiplin, kelalaian terhadap semua
aturan yang berlaku baik sewaktu di darat atau sewaktu
pelaksanaan penerbangan. Dengan demikian disiplin
procedure mutlak diperlukan bagi semua unsur personel
pendukung operasional kebandarudaraan.

(2) Area Pemisahan Secara Lateral. Yaitu jarak


pemisahan antar pesawat yang menggunakan alat bantu
navigasi yang sama, terbagi dalam beberapa jenis alat
bantu navigasi di darat antara lain :

(a) Jika pesawat menggunakan Very High


Frequency Omni Range (VOR) yakni 15o bila kedua
pesawat berada dalam 15 nautical miles (NM) dari
VOR.
58 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

(b) Jika pesawat menggunakan Non Directional


Beacon (NDB) maka jarak pemisahan yang
digunakan adalah 30o jika kedua pesawat berada
dalam 15 NM dari NDB.

(c) Jika pesawat menggunakan Dead Reckoning


(DR) maka jarak pemisahan yang digunakan
adalah 45o jika kedua pesawat berada dalam 15
NM dari titik potong tersebut.

h. Fungsi Strategis Bandara Saat Ini.


Servant of Development atau pelayanan pembangunan adalah
sebutan untuk fungsi bandara yang turut aktif memperlancar roda
pembangunan Nasional dan pembangunan Daerah. Ada fungsi-fungsi
strategis bandara dalam kajian Ilmu Ekonomi; Pertama, bandara menjadi
fungsi katalisator atau mempercepat perputaran uang di daerah dan
Pusat45 , karena melalui bandara kan terjadi efek timbal balik secara
ekonomi antara Pusat dan Daerah; Kedua, bandara berfungsi untuk
memobilisasi potensi ekonomi wilayah, karena melalui bandara semua
potensi ekonomi dapat dipublikasikan; Ketiga, bandara di masa yang akan

45 “Income Inequality” ketempangan pendapatan di negara-negara sedang

berkembang termasuk Indonesia sangat berkisar antara 30% kekayaan negara dikuasai oleh
masyarakat miskin dan 70% kekayaan negara dinikmati dan dikuasai oleh orang-orang kaya
negara tersebut yang jumlah personelnya kurang dari 10%. Dengan demikian paran dan
fungsi bandara secara tidak langsung dapat membuka lapangan pekerjaan baru (sekitar
4.000 orang karyawan untuk Bandara Internasional) dan mempersempit koridor jarak antara
yang kaya dan yang miskin. Sehingga bandara dengan segala aktivitasnya dapat membantu
distribusi kesejahteraan masyarakat dan sekaligus sebagai fungsi “Keadilan Ekonomi”.
Michael P. Torado dan Stephen C. Smith, “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, (Jakarta,
Penerbit : Erlangga, 2003), hal. 61.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 59

datang akan menjadi “Centre of Gravity” perekonomian Daerah, karena


bandara menjadi tempat berkumpulnya para pelaku ekonomi, di masa yang
akan datang fungsi bandara dapat dilipat gandakan sebagai tempat pusat
belanja dan grosir, tempat penginapan dan hotel, sarana hiburan, tempat
transaksi bisnis antar negara dan juga dapat difungsikan sebagai tempat
pengendalian intelijen negara sekaligus tempat pendidikan praktek di
lapangan dan bandara sebagai “Early Warning” terorisme, narkotik,
penyelundupan dan lain-lain.46
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan KM Nomor 11 tahun 2010
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional :

1) Definisi Bandara adalah kawasan di daratan dan atau perairan


dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat
udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar
muat barang dan tempat perpindahan intra dan antar moda
transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang
lainnya, yang terdiri atas Bandara umum dan Bandara khusus yang
selanjutnya Bandara umum disebut dengan bandar udara.

46 “Acts of Unlawful Interference” atau tindakan melawan hukum pada skala Nasional

yang dilakukan Warga Negara Indonesia sedini mungkin dapat ditiadakan atau paling tidak
dapat diminimise apabila semua komponen Bangsa termasuk Pemerintah mampu
melakukan sosialisasi dengan baik dan penyegaran kembali semangat Kebangsaan, Cinta
Tanah Air dan pendalaman nilai-nilai luhur Bangsa yang terangkum dalam Pancasila. Secara
empiris dapat dilihat bahwa pelanggaran hukum dan kejahatan teroris dilakukan oleh oknum
WNI yang menyimpang dari Ideologi Negara. Untuk itu proses memulai meniadakan
pelanggaran hukum harus dimulai dari “kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik”.
Abdullah Fathoni, “Ekonomi Pancasila - Menggagas Kompromi Rasionalitas Ekonomi
Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Patigama - Radar 883, 2013), hal. 77.
60 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

2) Definisi Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang


berkaitan dengan penyelenggaraan Bandara dan kegiatan lainnya
dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran,
cargo dan atau pos, tempat perpindahan intra dan atau antar moda
serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.

3) Definisi Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah sistem


kebandarudaraan secara Nasional yang menggambarkan
perencanaan Bandara berdasarkan tata ruang, pertumbuhan
ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan geografi,
keterpaduan intra dan antar moda transportasi, kelestarian
lingkungan, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta
keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya.

4) Definisi Bandara Umum adalah Bandara yang digunakan untuk


melayani kepentingan umum.

5) Definisi Bandara Khusus adalah Bandara yang digunakan hanya


untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha
pokoknya.

6) Definisi Unit Penyelenggara Bandara adalah lembaga


pemerintah di Bandara yang bertindak sebagai penyelenggara
Bandara yang memberikan jasa pelayanan kebandarudaraan untuk
Bandara yang belum diusahakan secara komersial.

7) Definisi Cargo Udara (Air Cargo) adalah setiap barang yang


diangkut oleh pesawat udara dan dikenakan biaya pengiriman sesuai
kesepakatan para pihak yang tercatat dalam SMU atau Surat Muatan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 61

Udara pada penerbangan domestik atai AWB (Air Way Bill), B/L atau
Bill of Landing pada penerbangan tertentu. Adapun dalam
operasionalnya, cargo dapat diklarifikasikan sebagai; Pertama,
Barang Umum (General Cargo), jenis spesifikasinya adalah bersih,
kering, tidak berbahaya, bukan barang terlarang, tidak cepat busuk
dan bukan jenis barang yang memerlukan pengawasan khusus;
Kedua, jenis cargo yang memerlukan penanganan khusus, seperti
binatang hidup, jenazah, peralatan perang, bahan yang mudah rusak
atau yang memerlukan penangnanan khusus seperti jenis tertentu
bahan-bahan kimia, alat-alat berat, cargo yang mengeluarkan cairan,
barang berbahaya, dan lain-lain. Regulasi atau aturan yang berlaku
untuk semua angkutan cargo udara harus tunduk pada kaidah
peraturan dan tarif penerbangan pada saat tanggal pengisian
SMU/AWB oleh pihak pengiriman yang disesuaikan dengan jadwal
penerbangan.

8) Definisi Bandara Domestik adalah Bandara yang ditetapkan


sebagai Bandara yang melayani rute penerbangan dalam negeri.

9) Definisi Otoritas Bandara adalah lembaga pemerintah yang


diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan untuk menjalankan
dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan
peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan,
keamanan, dan pelayanan penerbangan.
62 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

10) Definisi Aerodrome adalah kawasan di daratan dan atau


perairan dengan batas-batas tertentu yang hanya digunakan sebagai
tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas.

11) Definisi Peran Strategis Bandara. Peran strategis bandara


sebagai “Land Scape” atau perwujudan ekonomi suatu wilayah
tertentu dan sekaligus sebagai pusat mobilisasi ekonomi Pusat dan
ekonomi Daerah. Para peneliti dari PBB menyebutkan tentang peran
bandara “The Formtive Power of Economic Growth”, pemahaman
tersebut mewujudkan peran strategis bandara berkaitan erat dengan
pertumbuhan ekonomi suatu daerah bahkan pertumbuhan ekonomi
negara. Dengan demikian, manajemen kebandarudaraan dan
tampilan pelayanan bandar udara akan menjadi barometer tingkat
keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Dengan demikian terjadi hubungan berbanding lurus antara
volume aktivitas bandara dengan pertumbuhan ekonomi. Artinya,
prosentase kenaikan aktivitas bandara akan berdampak langsung
terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Demikian juga
sebaliknya, penurunan aktivitas bandara akan berdampak penurunan
aktivitas ekonomi dan secara tidak langsung akan berdampak pada
penurunan pendapatan masyarakat. Adapun peran strategis bandara
adalah sebagai berikut :47

47 “Comparative Advantage and Competitive Advantage” atau keunggulan

komparatif dan keunggulan bersaing adalah dasar berfikir yang harus dibangun dalam
mengoptimalkan peran dan fungsi bandara pada porsinya turut serta membangun
pertumbuhan ekonomi pembangunan Nasional. Bandara menjadi tempat bertemunya para
pelaku bisnis Nasional dan Internasional, untuk itu semua fasilitas pendukung bandara harus
mampu memanifestasikan keinginan dan tuntutan para pengguna layanan bandara,
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 63

a) Adanya simpul dalam jaringan transportasi udara yang


digambarkan sebagai titik lokasi Bandara yang menjadi
pertemuan beberapa jaringan dan rute penerbangan sesuai
hierarki bandara.

b) Berfungsi sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian


dalam upaya pemerataan pembangunan, pertumbuhan dan
stabilitas ekonomi serta keselarasan pembangunan Nasional
dan pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi
dan wilayah di sekitar bandara yang menjadi pintu masuk dan
keluar kegiatan perekonomian.

c) Berfungsi sebagai tempat kegiatan alih moda


transportasi, dalam bentuk interkoneksi antar moda pada
simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan
kualitas pelayanan yang terpadu dan berkesinambungan yang
digambarkan sebagai tempat perpindahan moda transportasi
udara ke moda transportasi lain atau sebaliknya.

d) Berfungsi sebagai pendorong dan penunjang kegiatan


industri, perdagangan dan atau pariwisata dalam menggerakan
dinamika pembangunan nasional, serta keterpaduan dengan
sektor pembangunan lainnya, digambarkan sebagai lokasi

sehingga tingkat layanan bandara mencerminkan daya saing dan keunggulan budaya Bangsa.
Henry Faizal Noor, “Ekonomi Manajerial”, (Jakarta, Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada,
2008), hal. 136.
64 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Bandara yang memudahkan transportasi udara pada wilayah di


sekitamya.48

e) Berfungsi sebagai pembuka isolasi daerah, digambarkan


dengan lokasi Bandara yang dapat membuka daerah terisolir
karena kondisi geografis dan atau karena sulitnya moda
transportasi lain.

f) Berfungsi sebagai pengembangan daerah perbatasan,


digambarkan dengan lokasi Bandara yang memperhatikan
tingkat prioritas pengembangan daerah perbatasan Negara
Kesatuan Republik Indonesia di kepulauan dan atau di daratan.

g) Berfungsi sebagai penanganan bencana, digambarkan


dengan lokasi Bandara yang memperhatikan kemudahan
transportasi udara untuk penanganan bencana alam pada
wilayah sekitarnya.

h) Berfungsi sebagai prasarana memperkokoh Wawasan


Nusantara dan kedaulatan negara, digambarkan dengan titik-
titik lokasi Bandara yang dihubungkan dengan jaringan dan

48 “A Low Trust Society” atau masyarakat dengan tingkat saling percaya yang renda h.

Pembangunan bandara di daerah-daerah terutama di Indonesia Timur akan berdampak


positif dari sisi pemerataan pembangunan dan sekaligus meningkatkan “Trust” atau
kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Pusat. Dengan demikian dampak positif dari
pembangunan bandara di daerah adalah; Pertama, menggairahkan perekonomian daerah
dengan menambah aktivitas ekonomi daerah dan sekaligus untuk meningkatkan PAD;
Kedua, tingkat kepercayaan masyarakat daerah terus meningkat karena adanya pemerataan
hasil pembangunan dan keadilan ekonomi; Ketiga, potensi daerah akan terpublikasi di
semua sektor, maka dengan sendirinya kesejahteraan masyarakat terus meningkat;
Keempat, membuka lahan baru, ekonomi masyarakat yang terisolir. Editor : St. Sularto,
“Menggugat Masa Lalu, Manggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia”, (Jakarta, Penerbit :
PT. Kompas Media Nusantara, 2000), hal. 79.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 65

rute penerbangan yang mempersatukan wilayah dan


kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

12) Fungsi Taktis Bandara. Adapun secara umum perumusan fungsi


bandara itu ada dua, yaitu Fungsi Taktis yang sebatas domain
penerbangan dan Fungsi Strategis yang merupakan pengembangan
dari fungsi yang pertama. Fungsi Strategis bandara dapat diuraikan
sebagai berikut; Pertama, Fungsi Ekonomi yang secara langsung
terdapat korelasi antara aktivitas bandara dengan pertumbuhan
ekonomi Daerah dan Negara49 ; Kedua, Fungsi Edukasi yang
merupakan proses pembelajaran dan “Transfer Knowledge”, karena
manajemen operasional bandara adalah akumulasi dari berbagai
disiplin ilmu; Ketiga, Fungsi Pertahanan dan Keamanan, yaitu pada
saat perang, bandara menjadi obyek vital pertahanan negara yang
mengendalikan operasional pesawat tempur; Keempat, Fungsi
Marketing, karena posisi bandara sebagai tempat berkumpulnya
orang dan tempat berkumpulnya berbagai aktivitas, maka bandara
dapat menjadi centra marketing produk-produk dalam negeri. Fungsi
bandara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan

49 Salah satu konsep untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat adalah

“Akumulasi Modal” dan menata ulang sumber-sumber potensi daerah, membuka wacana
dan edukasi masyarakat daerah serta memberikan akses seluas-luasnya bagi pelaku ekonom i
guna mengoptimalkan daya saing Nasional. Salah satu cara untuk itu adalah pembangunan
Bandara Internasional di daerah-daerah, sehingga fungsi bandara tidak hanya sebagai sarana
transportasi udara yang didukung oleh berbagai Maskapai Penerbangan, tetapi bandara
merupakan ajang pertemuan bisnis skala Internasional. Untuk itu sarana penunjang
kebandarudaraan strategis harus dibangun pada skala pelayanan Internasional. Francis
Fukuyama, “The End of History and The Last Man”, (Yogyakarta, Penerbit : CV. Qalam, 2004) ,
hal. 149.
66 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

merupakan pelaksanaan kegiatan pengoperasian Bandara secara


taktis, meliputi :
a) Pembinaan kegiatan penerbangan yang dilaksanakan
oleh otoritas Bandara.
b) Kepabeanan yang dilaksanakan oleh instansi yang
membidangi urusan kepabeanan.
c) Keimigrasian yang dilaksanakan oleh instansi yang
membidangi urusan keimigrasian.
d) Kekarantinaan yang dilaksanakan oleh instansi yang
membidangi urusan kekarantinaan.

Keempat fungsi taktis bandara tersebut di atas adalah fungsi


melekat dalam kondisi negara damai, akan tetapi fungsi tersebut
akan berkembang ketika negara dalam kondisi bencana alam atau
saat terjadi perang. Dengan demikian ada fleksibilitas fungsi bandara,
untuk itu perangkat lunak dan perangkat keras serta kesiapan
personel harus disiapkan sejak awal untuk menghadapi tiga kategori
atau skala ancaman dalam sudut pandang pertahanan keamanan.
Kompleksitas peran dan fungsi bandara harus didukung aturan yang
baku yang secara legislasi harus diatur secara nasional melalui
ketentuan Perundang-undangan, sehingga dalam pelaksanaannya
tidak terjadi kesalahan prosedur serta semua komunitas personel
pendukung bandara memahami secara teknis, siapa berbuat apa dan
dalam kondisi bagaimana. Kesiapan ini sangat penting agar semua
unsur pelibatan tidak merasa mendadak dan terburu-buru, untuk itu
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 67

harus dilakukan pelatihan atau gladi posko. Sehingga semua unsur


yang terlibat sangat memahami jalur komando dan tanggung jawab.50

13) Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan


Udara Nomor SKEP/284/X/1999 Tanggal 22 Oktober 1999 tentang
Standar Kinerja Operasional Bandara, yang terkait dengan tingkat
pelayanan (level of service), Breakdown of Separation (BOS) yaitu
suatu kejadian dalam proses pemanduan lalu lintas penerbangan
yang mengakibatkan terjadinya separasi kurang dari standar
minimum yang ditentukan untuk masing–masing klasifikasi
pelayanan. Sedangkan Breakdown of Coordination (BOC) adalah
suatu kejadian dalam proses pemanduan lalu lintas udara dimana
prosedur koordinasi antar ATS unit yang terkait tidak dilakukan sesuai
prosedur koordinasi yang ditetapkan.

14) Fungsi Bandara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan


pengusahaan merupakan pelaksanaan kegiatan usaha sebagai
operator bandara yang berorientasi pada pengusahaan dan
keuntungan, meliputi : 51 52

50 Sinergi antara bandar udara dan pangkalan udara merupakan bentuk kerjasama

saling pengertian antara fungsi pertahanan dan fungsi sipil dalam pengelolaan manajemen
kebandarudaraan. Penggunaan bersama bandar udara dan pangkalan udara harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut; kebutuhan pelayanan jasa transportasi udara,
keselamatan, keamanan dan kelancaran penerbangan dengan tetap mengedepankan fungsi
pertahanan dan keamanan negara serta Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Untuk itu guna menjaga saling koordinasi yang baik di tingkat satuan bawa h, maka
keputusan untuk penggunaan bersama antara bandar udara dan pangkalan udara ditetapkan
dengan Keputusan Presiden. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2009
tentang Penerbangan, Pasal 257-259).
51 Sebagian besar bandar udara di Indonesia saat ini peninggalan masa penjajahan

Hindia Belanda dan Jepang. Lokasi bandar udara tersebar di semua Propinsi. 23 bandara
68 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

a) Kegiatan pelayanan jasa kebandarudaraan yang


dilaksanakan oleh badan usaha bandara atau unit
penyelenggara Bandara.

b) Kegiatan pelayanan jasa terkait bandara yang


dilaksanakan oleh badan usaha bandara atau unit
penyelenggara bandara serta badan hukum Indonesia atau
perorangan.

Dari sisi bisnis, manajemen bandara berorientasi dengan


perolehan keuntungan, sehingga operasional bandara harus
mengedepankan pelayanan. Untuk bandara Internasional setingkat
Bandara Soekarno-Hatta maka tingkat keuntungan dapat
menggunakan teori Multiplier Effect. Mulai dari pendapatan yang
bersumber dari main bussines sampai dengan side bussines yang
meliputi ticketing pesawat, papan iklan atau baliho, parkir, Taxi,
restoran, sewa tempat udaha, Salon, message, Mall, perhotelan, jasa
informasi dan berbagai bisnis lain yang dapat dikembangkan
termasuk berbagai layanan perbankan dan asumsi, dengan demikian
bisnis bandara merupakan bisnis unggulan di setiap negara, terutama
yang berkaitan langsung dengan pesawat, mulai dari Avtur, catering
dan berbagai fee base income.

komersil yang dikelola oleh BUMN, 138 bandara dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota,
26 bandara dikelola oleh Pemerintah Pusat dan 12 Bandara dikelola oleh perusahaan
penerbangan, perkebunan atau misi keagamaan. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen
Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 2.
52 Pembangunan bandara di daerah-daerah merupakan bentuk Keadilan Ekonomi.

Keadilan Ekonomi adalah aturan main dan Keadilan Sosial adalah akibatnya. Mubyarto,
“Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : LP3ES, 1988), hal. 115.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 69

15) Kedudukan dan Hierarki Bandara terdiri atas :53


a) Bandara pengumpul (hub); dan
b) Bandara pengumpan (spoke).

Bandara pengumpul merupakan bandara yang mempunyai


cakupan pelayanan yang luas dari berbagai bandara yang melayani
penumpang dan/atau cargo dalam jumlah besar dan mempengaruhi
perkembangan ekonomi secara nasional atau berbagai provinsi.
Cakupan antara bandara yang dibagi menjadi dua, yaitu
bandara pengumpul (hub) dan bandara pengumpan (spoke) menjadi
sangat sempit, dari sisi yang berbeda karakteristik bandara bisa
dibagi berdasarkan; a) panjang landasan pacu; b) jumlah penumpang
per tahun atau per bulan; c) jumlah sorte penerbangan dan jenis
pesawat; d) jumlah pendapatan rupiah per tahun; e) luas area untuk
pengembangan di masa yang akan datang; f) jumlah personel
pendukung dan kualitas SDM. Dengan demikian di masa yang akan
datang pembagian bandara dapat dikembangkan menjadi beberapa
klasifikasi yang menunjukkan tingkat klasifikasi bandara, sehingga
data tersebut dapat digunakan untuk pihak manajemen bandara,
pihak Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat dapat menentukan

53 Bandar udara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pengusahaan merupakan

tempat usaha bagi; unit penyelenggara bandar udara, badan usaha angkutan udara dan
badan hukum Indonesia, atau perorangan melalui kerjasama dengan unit penyelenggara
bandar udara atau badan usaha bandar udara. Adapun badan usaha angkutan udara adalah
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Hukum Indonesia
berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan
pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, cargo dan/atau Pos dengan
memungut pembayaran. (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun 2013
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional – Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan).
70 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

kebijakan secara tepat, karena didukung oleh data klsifikasi bandara


yang dilihat dari berbagai sudut pandang dan melihat peran dan
fungsi bandara dari berbagai suasana eskalasi keamanan negara.

16) Fungsi Bandara Pengumpan merupakan :


a) Bandara yang mempunyai cakupan pelayanan dan
mempengaruhi perkembangan ekonomi lokal.
b) Bandara tujuan atau Bandara penunjang dari Bandara
pengumpul; dan
c) Bandara sebagai salah satu prasarana penunjang
pelayanan kegiatan lokal.

17) Skala Bandara Pengumpul terdiri atas :

a) Bandara pengumpul dengan skala pelayanan primer,


yaitu bandara sebagai salah satu prasarana penunjang
pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani
penumpang dengan jumlah lebih besar atau sama dengan
5.000.000 (lima juta) orang per tahun.

b) Bandara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder


yaitu bandara sebagai salah satu prasarana penunjang
pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani
penumpang dengan jumlah lebih besar dari atau sarana
dengan 1.000.000 (satu juta) dan lebih kecil dari 5.000.000
(lima juta) orang per tahun.

c) Bandara pengumpul dengan skala pelayanan tersier


yaitu bandara sebagai salah satu prasarana penunjang
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 71

pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan


Wilayah (PKW) terdekat yang melayani penumpang dengan
jumlah lebih besar dari atau sama dengan 500.000 (lima ratus
ribu) dan lebih kecil dari 1.000.000 (satu juta) orang per tahun.

i. Jembatan Angkutan Udara.54


Sinkronisasi transportasi udara yang menyatukan antar wilayah dari
berbagai daratan dan kepulauan serta menghubungkan atara lokasi bandar
udara satu dengan yang lainnya, sehingga semua wilayah NKRI dapat
terjangkau dan secara budaya dapat disatukan melalui transportasi, proses
interaksi antar komunitas masyarakat baik dalam korelasi budaya, interaksi
ekonomi atau interaksi edukasi menjadi sangat mungkin dan relatif lebih
cepat serta efektif dan efisien melalui transportasi udara atau angkutan
udara, sinergi potensi ekonomi antar wilayah atau antar daerah dapat
disatukan melalui angkutan udara. Dengan demikian apabila dari sudut
pandang ekonomi, maka peran dan fungsi angkutan udara akan
mempengaruhi keseimbangan pasar “supply and demand”55 terhadap

54 Angkutan udara adalah jenis moda transportasi udara yang penuh resiko, untuk itu

keterlibatan semua komponen Bangsa dan partisipasi aktif masyarakat guna menangkal
semua tindakan melanggar hukum menjadi sangat penting dalam rangka “Zero Accident”,
sehingga sosialisasi pada semua unsur masyarakat sangat berpengaruh pada kesadaran
masyarakat dan menjadi rasa ikut memiliki “Sense of Belonging”. Karena pembangunan
bandara adalah perwujudan Keadilan Ekonomi dan adanya angkutan udara merupakan
pembuka potensi ekonomi daerah. Untuk itu paradigma pembangunan yang berorientasi
pada “Capital Fundamentalism” digeser menjadi orientasi pembangunan yang manusiawi
“Human Development” yang berbasis nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan bersama.
Marsuki, “Analisis Perekonomian Nasional & Internasional”, (Jakarta, Penerbit : Mitra
Wacana Media, 2005), hal. 36.
55 Tingkat keseimbangan pasar “Supply and Demand” sangat dipengaruhi oleh

kondisi pesaing terutama terjadi pada iklim persaingan antar Maskapai Penerbangan. Untuk
itu identifikasi pesaing menjadi sangat penting dan ada beberapa kesalahan dalam
72 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

produk tertentu, dan secara tidak langsung transportasi atau angkutan


udara akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah karena terjadi
aliran dana dari Pusat ke Daerah, sehingga akan membentuk keseimbangan
baru ekonomi daerah.
Menurut KM Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Udara :

1) Angkutan Udara Niaga adalah angkutan udara untuk umum


dengan memungut pembayaran.

2) Angkutan Udara Niaga Berjadwal adalah angkutan udara niaga


yang dilaksanakan pada rute dan jadwal penerbangan yang teratur
dengan tarif tertentu dan dipublikasikan.

3) Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal adalah angkutan udara


niaga yang dilaksanakan pada rute dan jadwal penerbangan yang
tidak tetap dan tidak teratur, dengan tarif sesuai kesepakatan antara
penyedia dan pengguna jasa dan tidak dipublikasikan.

4) Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara tidak


untuk umum tanpa memungut bayaran dan hanya untuk menunjang
kegiatan pokoknya.

mengidentifikasi pesaing; Pertama, terlalu fokus pada pesaing lama dan mengabaikan
pesaing baru; Kedua, salah membaca kecenderungan konsumsi pelanggan dan salah
membaca kebijakan Pemerintah di bidang Ekonomi dan Moneter serta Kebijakan Fiskal;
Ketiga, mengabaikan pesaing kecil dan mengabaikan pesaing Internasional; Keempat, salah
merumuskan strategi bisnis. Pearce Robinson, “Manajemen Strategik - Formulasi,
Implementasi dan Pengendalian”, (Jakarta, Penerbit : Binarupa Aksara, 1997), hal. 126.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 73

5) Rute Terbuka adalah rute penerbangan yang dapat


dimanfaatkan oleh perusahaan angkutan udara niaga berjadwal
tanpa batasan frekuensi dan kapasitas

6) Rute Tidak Terbuka adalah rute penerbangan yang dapat


dimanfaatkan oleh perusahaan angkutan udara niaga berjadwal
dengan dibatasi jumlah frekuensi dan kapasitas yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.

7) Jaringan Penerbangan Dalam Negeri dapat dikelompokkan ke


berdasarkan:
a) Struktur rute yang terdiri atas:
(1) Rute utama
(2) Rute pengumpan
(3) Rute perintis

b) Pemanfaatan rute terdiri atas:


(1) Rute terbuka
(2) Rute tidak terbuka terbagi atas:
(a) Rute padat.
(b) Rute kurang padat.
(c) Rute tidak padat.

Secara hukum, transportasi dapat diartikan sebagai usaha


untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat
lain dengan menggunakan sarana kendaraan darat, kapal laut atau
pesawat udara. Jaringan penerbangan dalam negeri merupakan
penyatuan potensi ekonomi seluruh wilayah dalam negeri. Karena
74 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

rute penerbangan antar daerah dan antar pulau akan membuka


pasar baru bagi semua produk-produk daerah. Mobilisasi barang dan
mobilisasi orang akan berdampak langsung dan tidak langsung
terhadap transaksi ekonomi dan akan mempercepat putaran uang
antar daerah. Demikian juga apabila dilihat dari sisi pertahanan
keamanan56, maka jaringan penerbangan dalam negeri akan
menjadikan alat perekat dan penyatuan pemahaman budaya antar
daerah. Sehingga komunikasi sosial kemasyarakatan menjadi lancar
dan tercipta saling pengertian yang aktif

8) Jaringan Penerbangan Luar Negeri adalah kumpulan rute luar


negeri yang ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral atau
multilateral dengan negara lain dengan sekurang-kurangnya
mempertimbangkan :
a) Permintaan jasa angkutan udara.
b) Pengembangan pariwisata.
c) Potensi ekonomi daerah.
d) Keterpaduan intra dan antar moda.
e) Kepentingan Nasional.

56 Sisi pertahanan keamanan dan kepentingan sipil dalam pembangunan dan

operasioanl bandara menjadi sangat penting bila dilihat dari aspek penyatuan kepentingan,
kerjasama yang harmonis antara keduanya. Karena di negara tertentu ada kecenderungan
berkembang ideologi anti militer, dengan demikian menyatunya kepentingan militer dan
sipil pada satu obyek pembangunan dan operasional bandara menjadi alat perekat antara
sipil dan militer, serta mempersempit koridor jarak antara sipil dan militer. Tarik ulur
kepentingan sipil dan militer sangat jelas di bidang politik ketika negara dalam keadaan
perang. Demikian juga negara dalam keadaan tidak aman dan tidak terkendali, maka
kepentingan politik sipil akan tergeser oleh militer. Samuel P Huntington, “Prajurit dan
Negara - Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil”, (Jakarta, Penerbit : PT. Grasindo, 2003),
hal. 105.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 75

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan KM Nomor 11


tahun 2010 :
a) Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan
menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang,
cargo dan atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu
bandara ke bandara lainnya atau beberapa Bandara.

b) Angkutan Udara Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan


udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu Bandara
ke Bandara lain dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia

c) Angkutan Udara Luar Negeri adalah kegiatan angkutan


udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu Bandara
di dalam negeri ke Bandara lain di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau sebaliknya.

d) Rute Penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari


Bandara asal ke Bandara tujuan melalui jalur penerbangan
yang ditetapkan.

Kebijakan angkutan dalam negeri diarahkan sebagai berikut :

a) Rute penerbangan dalam negeri dapat menghubungkan


dan menjangkau seluruh wilayah Republik Indonesia yang
terdiri dari rute utama, rute pengumpan dan rute perintis.

b) Memperhatikan aspek pemerataan pelayanan di seluruh


wilayah, dengan menerapkan prinsip subsidi silang
76 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

(keseimbangan rute) yaitu perusahaan penerbangan selain


menerbangi rute sangat padat dan padat juga menerbangi rute
kurang padat dan tidak padat.

c) Menerapkan Multi Airlines System dimana satu rute


penerbangan dilayani lebih dari satu perusahaan penerbangan
untuk menciptakan iklim usaha yang berkompetisi secara sehat
dan kondusif.

d) Memperhatikan keterpaduan antar rute penerbangan


dalam negeri atau rute penerbangan dalam negeri dengan rute
penerbangan luar negeri.

e) Mendukung iklim usaha57 terhadap Pemegang Ijin usaha


kegiatan angkutan udara niaga dan bukan niaga, pada situasi
tertentu, untuk dapat melayani rute-rute tertentu yang tidak
dilayani oleh angkutan udara niaga berjadwal guna mendukung
iklim usaha yang kondusif dan kegiatan penduduk setempat.

Pengaturan rute penerbangan harus mengedepankan asas


“keseimbangan dan keadilan” acuan berfikirnya adalah berdasar
volume penerbangan dan keuntungan bersih atau “net profit”

57 Ada tiga faktor yang mempengaruhi secara langsung iklim usaha termasuk usaha

kebandarudaraan dan usaha Maskapai Penerbangan, yaitu; Pertama, sistem ancaman yang
dalam hal ini dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keselamatan penerbangan;
Kedua, sistem integrasi, yaitu kemampuan Pemerintah untuk menyatukan semua potensi
ekonomi Bangsa dan memanfaatkan posisi bandara dalam pertemuan bisnis Internasional;
Ketiga, sistem pertukaran, yaitu rekomendasi dari semua kemajuan, peningkatan,
pertumbuhan, perkembangan serta aktivitas ekonomi sebagai landasan pijakan untuk
“tinggal landas” Pembangunan Nasional. Burhanuddin Abdullah, “Menanti Kemakmuran
Negeri - Kumpulan Esai tentang Pembangunan Ekonomi Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal. 25.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 77

perusahaan penerbangan. Implementasinya sebagai berikut : setiap


100 rute penerbangan bisnis yang menguntungkan maka perusahaan
tersebut diwajibkan untuk memberikan subsidi satu kali rute
penerbangan perintis yang tidak menguntungkan atau dengan cara
perhitungan keuntungan bersih (net profit), artinya setiap 5% (lima
persen) dihitung dari keuntungan bersih perusahaan harus
dialokasikan untuk biaya subsidi penerbangan perintis yang tidak
menguntungkan dan keuntungan tersebut harus diundangkan
melalui koordinasi kesepahaman tiga pihak, yaitu; perusahaan
penerbangan, Pemerintah Pusat dan Daerah serta Parlemen.

Menurut Skep Dirjen Perhubungan Udara Nomor 21/I/2010


tentang Kriteria dan Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis :

a) Angkutan Udara Perintis adalah kegiatan angkutan udara


niaga dalam negeri yang melayani jaringan dan rute
penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan
daerah tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda
transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.
Dalam konsep Negara Kesatuan, maka setiap daerah dan
wilayah harus dihubungkan satu dengan yang lainnya, untuk
itu konsep dibangunnya angkutan udara perintis mutlak
diperlukan. Dengan demikian, ketiga pihak harus terlibat, yaitu
perusahaan penerbangan, Pemerintah Pusat dan Daerah serta
Parlemen dengan porsi masing-masing; Pertama, perusahaan
penerbangan harus merelakan sebagian keuntungannya, yaitu
5% untuk menunjang kegiatan penerbangan perintis; Kedua,
78 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Pemerintah Pusat dan Daerah harus membantu teknis


operasional penerbangan secara tidak langsung serta
dukungan sarana dan prasarana berkaitan dengan kelancaran,
keamanan, kenyamanan serta schedule yang tepat waktu;
Ketiga, Parlemen harus mendukung secara legislasi, sehingga
akan terbit Peraturan Perundang-undangan yang baru sebagai
bentuk “kepastian hukum”. Sinkronisasi dan pemahaman
ketiga komponen tersebut akan membawa dampak positif bagi
masyarakat dan sekaligus membantu Pemerintah Pusat dalam
hal pengamanan dan pembangunan daerah. Hal ini sebagai
konsekuensi logis Indonesia yang telah ditakdirkan oleh Tuhan
sebagai negara Kepulauan yang harus dihubungkan.58

b) Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau


Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.

c) Kriteria daerah terpencil atau daerah tertinggal atau


daerah atau daerah yang belum terlayani oleh moda

58 Model penghubung atau penyatuan potensi wilayah Indonesia yang terbentang

luas adalah bandara dengan sejumlah Maskapai Penerbangan, artinya penyatuan wilayah
dan potensi ekonomi di komandoi oleh manajemen kebandarudaraan strategis. Komando
ekonomi melalui peran dan fungsi bandara tersebut laksana strategi perang di malam hari
yang pergerakan pasukan disatukan dalam komando “dinyalakan obor” atau kalau saat ini
menggunakan pistol cahaya yang ditembakkan ke atas, semacam kembang api yang
diluncurkan ke atas sebagai tanda-tanda penting atau tanda untuk menyatunya potensi.
Demikian juga bandara dan Maskapai Penerbangan, tingkat pelayanannya dan figur atau
sosok bangunannya menjadi cermin kondisi umum ekonomi Bangsa tersebut. Karena
bandara adalah obornya strategi ekonomi Bangsa. Supono Soegirman, “Etika Praktis Intelijen
- Dari Sungai Tambak Beras Hingga Perang Cyber”, (Jakarta, Penerbit : Media Bangsa, 2014),
hal. 13.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 79

transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan,


meliputi :

(1) Daerah yang jauh dari ibukota propinsi dan atau


tidak tersedia moda transportasi lain selain transportasi
udara.

(2) Pelayanan dan ketersediaan moda transportasi


selain angkutan udara, tidak teratur dan kapasitas relatif
kecil, dan atau

(3) Aktifitas kegiatan ekonomi dan pemerintahan


antar daerah relatif kecil serta rendahnya hubungan
sosial dan budaya antar daerah.

d) Kriteria mewujudkan stabilitas pertahanan dan


keamanan Negara di daerah terpencil/perbatasan adalah:
(1) Kedudukan daerah tersebut berdekatan dengan
daerah perbatasan dengan negara lain, dan atau
(2) Dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial
dibandingkan dengan daerah lain.

j. Pangkalan Udara TNI AU.


Pangkalan udara difungsikan untuk penerbangan militer dengan
tujuan sebagai alat pertahanan dan keamanan Negara. Adapun bandara
difungsikan sebagai penerbangan sipil dengan tujuan bisnis atau mencari
keuntungan. Dengan demikian ada perbedaan dan persamaan antara
pangkalan udara-militer dan bandara-sipil. Tititk temu antara keduanya
80 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

adalah terletak pada eskalasi situasi negara; Pertama, apabila negara dalam
keadaan damai, maka dengan syarat tertentu pangkalan udara militer dapat
difungsikan juga sebagai bandara; Kedua, apabila negara dalam keadaan
perang, maka bandara dengan syarat-syarat tertentu dapat difungsikan
sebagai pangkalan udara militer. Dengan demikian obyek tempat dan
semua sarana prasarana pendukung penerbangan antara pangkalan udara -
militer dan bandara-sipil adalah sama, akan tetapi mempunyai fungsi yang
berbeda. Prioritas penggunaan fasilitas pangkalan udara dan bandara harus
diatur secara jelas dan nyata secara undang-undang, sehingga dalam
pelaksanaannya akan terjadi harmonisasi kepentingan, yaitu kepentingan
bisnis dan kepentingan pertahanan.
Pangkalan udara merupakan bagian dari potensi nasional bangsa dan
sebagai sarana utama bagi penerbangan militer dalam mendukung suatu
operasi udara. Pengembangan suatu pangkalan udara tidak dapat terlepas
dari unsur fungsi dan kemampuan TNI AU dalam mendukung perannya
sebagai penegak kedaulatan negara di udara. Tersedianya fasilitas
pangkalan udara dapat didayagunakan dan dikembangkan menjadi
kemampuan nyata bagi kepentingan kesejahteraan bangsa dan pertahanan
keamanan Negara. Sesuai dengan yang termuat dalam undang-undang No 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara bahwa sumber daya buatan 59 ,

59 Implementasi pembangunan bandara sekaligus sebagai obyek vital Nasional

sehingga harus dilindungi dan dipertahankan serta dijamin keselamatannya oleh negara.
Adapun konsep pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi
manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum Nasional, hukum
Internasional dan kebiasaan Internasional serta prinsip hidup berdampingan secara damai
dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi geografis sebagai Negara
Kepulauan yang disatukan oleh batas teritorial laut dan udara. Demikian juga pertahanan
negara tetap menjunjung tinggi prinsip kemerdekaan, kedaulatan dan keadilan sosial.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 81

sarana dan prasarana nasional dapat digunakan sebagai alat penunjang


untuk kepentingan pertahanan negara dalam rangka mendukung
kepentingan nasional. Menurut beberapa pakar dan pengamat militer
bahwa pengembangan pangkalan udara dalam mendukung suatu operasi
udara kedepan harus mencakup tiga unsur, yaitu :

1) Political Commitment dari segenap unsur Pemerintah,


Pimpinan TNI maupun elemen masyarakat. Artinya bahwa ada suatu
kesepakatan politik dari segenap unsur-unsur terkait untuk dapat
menciptakan atau mewujudkan suatu bentuk konsep pertahanan
yang dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

2) Pengembangan pangkalan udara didasarkan kepada berapa


besar pangkalan udara tersebut dapat memfasilitasi suatu kekuatan
udara untuk dapat menjaga nilai resources yang ada di wilayah atau
tempat yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan hidup
bangsa terhadap persepsi ancaman yang akan timbul di wilayah
tersebut.

3) Pembangunan pangkalan udara dapat menunjang roda


pembangunan daerah sebagai dukungan sarana dan fasilitas dalam
kegitan transportasi udara atau kegiatan-kegiatan kemanusiaan
lainnya selain perang.

(Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan


Negara).
82 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Pengembangan fungsi pangkalan udara untuk membantu


Penmerintah daerah guna meningkatkan roda perekonomian daerah,
sehingga bandara harus diatur secara khusus dengan melibatkan lima
unsur, yaitu; Pihak pengelola pangkalan udara militer, dalam hal ini TNI AU;
Pihak pengelola bandara, dalam hal ini Kementerian Perhubungan; Pihak
perusahaan penerbangan sipil; Pihak Pemerintah daerah dan Pusat
(Eksekutif); dan Pihak Parlemen (Legislatif). Keterlibatan kelima unsur
tersebut diharapkan untuk menjamin tingkat koordinasi yang harmonis
antar daerah dan antar instansi terkait, karena tujuan untama
pengembangan fungsi pangkalan udara adalah seiring dengan tujuan
pembangunan Nasional. Lebih jauh dari itu apabila dilihat dari sisi anggaran
bahwa peralatan tempur militer dibiayai oleh APBN dan kolektifitas sumber
dana APBN salah satunya adalah Pajak. Adapun perolehan Pajak salah
satunya adalah perolehan dari operasional bandara dan multiplier effect
yang terjadi dari kegiatan ekonomi tersebut.

k. Eksistensi Maskapai Penerbangan.


Kewajiban Maskapai Penerbangan Sipil dalam Peraturan Perundang -
undangan Indonesia terkait dengan upaya pemenuhan kese lamatan dan
keamanan penumpang. Sebagai regulator, pemerintah hanya bertugas
menerbitkan berbagai aturan, melaksanakan sertifikasi dan pengawasan
guna menjamin terselenggaranya transportasi udara yang memenuhi
standar keselamatan penerbangan. Terkait dengan keamanan dan
keselamatan penerbangan di Indonesia, pemerintah telah menetapkan
peraturan perundang-undangan antara lain :
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 83

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009


tentang Penerbangan.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Keamanan dan Keselamatan Penerbangan.
3) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2002
tentang Civil Aviation Safety Regulation (CASR) part 135.
4) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Civil Aviation Safety Regulation (CASR) part 121.
5) Peraturan Menteri Perhubungan lainnya yang berkaitan
dengan keselamatan dan keamanan penerbangan.
6) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang
berkaitan dengan keselamatan dan keamanan penerbangan.
7) Program Pengamanan Perusahaan Angkutan Udara, dalam
pengoperasiannya setiap maskapai diwajibkan membuat Airline
Security Programme (ASP) dan Airline Manual (AM) yang memuat
antara lain :
a) Prosedur pengoperasian pesawat udara.
b) Personil pesawat udara.
c) Fasilitas peralatan pesawat udara.
d) Airline Contingency Plan (untuk ASP).
e) Airline Emergency Plan (untuk Airline Manual).

8) Bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap keselamatan


penumpang di udara antara lain :

a) Menjamin bahwa sarana transportasi yang disediakan


memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan secara
84 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

konsisten dan terus menerus. Sarana transportasi udara


berupa pesawat terbang mengalami banyak kemajuan, baik
kemajuan teknologi yang dimanifestasikan pada peningkatan
kecepatan pesawat (speed), pengembangan daya angkut
(capacity), dan efisiensi operational cost, terutama untuk
penghematan penggunaan bahan bakar “Avtur”, akan tetapi
tetap harus terjamin aman dan nyaman selama penerbangan
untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan pesawat, maka
harus dilakukan fungsi control yang terus-menerus terhadap
semua peralatan pendukung penerbangan, antara lain;
peralatan navigasi (Aids to Navigation), yaitu Radio Range
Station, Radio Beacons, Rotating Beacons, Altimeter, Two-Way
Radiotelephones, Meterological Service, Air Traffic Regulations,
Auxiliary Landing Fields, Lighted Airports, serta dukungan
operasional Radar dan ATC yang handal dan memadai.

b) Secara konsisten dan terus menerus melakukan


pengawasan dengan melakukan pengecekan terhadap
pemenuhan peraturan perundang-undangan dan peraturan
keselamatan penerbangan yang berlaku.

c) Penegakan hukum secara konsisten terhadap


pelanggaran pemenuhan regulasi secara administrasi berupa
pencabutan sertifikat.

9) Sedangkan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh


Pemerintah antara lain :
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 85

a) Monitoring secara kontinyu terhadap pelaksanaan jasa


angkutan udara.
b) Pemerintah melakukan pengawasan dengan tahap
proses sertifikasi dan tahap pengawasan pemegang sertifikat
(certificate holder), melalui :
(1) Audit secara berkala.
(2) Surveillance.
(3) Ramp check.
(4) En-route check.
(5) Proficiency check.
Dalam konsep bernegara, maka Pemerintah mempunyai
otoritas untuk melakukan pengawasan semua aktivitas ekonomi
masyarakat termasuk juga mengawasi pelaksanaan fungsi bandara
dan semua aktivitas yang berkaitan langsung atau tidak langsung
terhadap bandara, yaitu; perusahaan penerbangan, perusahaan yang
mendukung penerbangan, mobilitas orang dan mobilitas barang serta
mobilitas uang yang beredar. Fungsi strategis bandara harus
dikontrol dengan baik agar terhindar dari kegiatan terorisme,
penyelundupan narkoba dan obat-obatan terlarang, penyelundupan
orang, penyebaran wabah penyakit, kegiatan pencucian uang dan
pengawasan keluar masuknya orang atau oknum tertentu yang
melanggar tindakan hukum, kegiatan pembajakan pesawat, sabotase
dan penerbangan gelap tanpa ijin. Dengan demikian fungsi strategis
bandara dan jasa angkutan udara berkaitan erat dengan fungsi
Pemerintahan dalam rangka melindungi kepentingan Nasional.
86 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

l. Manajemen dan Kebijakan Bandara.


Pengusahaan Jasa Bandara :

1) Peran dan Fungsi.


Fungsi bandara menyediakan fasilitas yang diperlukan bagi
pesawat terbang yang mendarat dan tinggal landas serta aktivitas
diantara keduanya apabila diperlukan dan juga sebagai pusat
kegiatan ekonomi yang diharapkan dapat membiayai diri sendiri dan
memberi kontribusi pendapatan terhadap pengelola bandara.

2) Orientasi Jasa Kebandarudaraan.


Secara umum peran dan fungsi jasa kebandarudaraan yaitu;
Aspek Ekonomi, Aspek Sosial Politik, Aspek Keamanan dan
Pertahanan dan Aspek Pembangunan. Pertama, Peran dan fungsi
Aspek Ekonomi adalah bandara sebagai tempat mobilitas pelaku
ekonomi disemua sektor, mulai dari sektor pertambangan,
perbankan, pertanian, asuransi, dan lain-lain. Kedua, Aspek Sosial
Politik yaitu fungsi strategis bandara sebagai sarana komunikasi sosial
dan pergerakan personel pelaku politik antar negara, sehingga
melalui peran dan fungsi bandara yang baik maka akan terjalin
hubungan sosila politik antar daerah 60 dan antar negara berjalan

60 Harmonisasi hubungan sosial politik antar daerah ditandai dengan; Pertama,


tingkat koordinasi seiring sejalan dengan tidak adanya friksi antar daerah; Kedua, tidak
adanya konflik komunal antar masyarakat antar daerah; Ketiga, tidak ada pemogokan kerja
di daerah; Keempat, meminimise resiko atau terjadinya korban akibat bencana alam; Kelima,
tidak adanya konflik yang dilatar belakangi oleh isu SARA. Guna mencapai kondisi
harmonisasi hubungan sosial politik antar daerah seperti tersebut di atas, secara perundang -
undangan, TNI dibenarkan untuk membantu tugas Pemerintah di daerah. (Penjelasan pada
angka 9, Ayat 2, Pasal 7, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 87

dengan baik. Ketiga, Aspek Pertahanan dan Keamanan yaitu fungsi


strategis sebagai pintu keluar dan masuknya orang dan barang serta
sebagai tempat take off dan landing pesawat yang pada saat negara
dalam keadaan perang dapat difungsikan sebagai tempat take off dan
landing pesawat tempur. Keempat, Aspek Pembangunan, fungsi dan
peran strategis bandara sebagai lambang keberhasilan pembangunan
ekonomi negara, volume arus penumpang dan barang adalah bukti
kepercayaan komunitas negara lain terhadap potensi ekonomi 61
negara dan tingkat pelayanan bandara dan modernnya peralatan dan
tata ruang bandara adalah bukti tingkat penguasaan teknologi secara
baik. Dengan demikian bandara adalah barometer negara.
Secara khusus pelayanan jasa kebandarudaraan dibagi menjadi :

a) Pelayanan Jasa Kegiatan Penerbangan.


(1) Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan, dan
Penyimpanan Pesawat Udara (PJP4U).
(2) Pelayanan Penumpang Pesawat Udara (PJP2U).
(3) Pelayanan Jasa Penerbangan (PJP).
(4) Pelayanan jasa Pemakaian Counter.

61 Manajemen kebandarudaraan strategis mampu mengelola bandara di daerah


dengan baik dan bertaraf Internasional dengan sendirinya akan meningkatkan PAD,
membuka lapangan pekerjaan baru serta secara tidak langsung meningkatkan kesejahtera a n
masyarakat daerah. Hal ini akan menjadi bukti nyata keberhasilan pelaksanaan Undang -
Undang Otonomi Daerah. Akan tetapi apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda,
pelaksanaan otonomi daerah belum dilengkapi dengan analisis komprehensif atau cetak bi ru
atau mekanisme yang “built in” di tingkat makro untuk mengurangi kesenjangan antar
daerah, antar golongan dan antar sektor. Faisal Basri, “Perekonomian Indonesia - Tantangan
dan Harapan Bagi Kebangkitan Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Erlangga, 2002), hal. 168.
88 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

(5) Pelayanan Jasa Pemakaian Garbarata (Avio


Bridge).
(6) Pelayanan Jasa Penunjang Banda Udara meliputi :
(a) Pelayanan jasa secara langsung menunjang
penerbangan.
(b) Pelayanan jasa langsung atau tidak langsung
menunjang kegiatan bandara.

b) Jasa penunjang.
Pelaksana usaha jasa penunjang Bandara oleh :
(1) Unit pelaksana teknis/satuan kerja Bandara, pada
Bandara yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Kabupaten/kota.
(2) Unit pelaksana dari badan usaha
kebandarudaraan, pada Bandara yang diselenggarakan
oleh badan Usaha kebandarudaraan; atau
(3) Badan hukum Indonesia/perorangan.
(4) Dalam rangka penanaman modal asing, untuk
berusaha dibidang usaha kegiatan penunjang Bandara
dipersyaratkan berpatungan dengan Badan Hukum
Indonesia.

3) Peran dan Fungsi Angkutan Udara Dalam Negeri.


Peran strategis angkutan udara dalam negeri adalah; Pertama,
penyatuan wilayah NKRI menjadi satu komunitas yang tidak
terpisahkan oleh bentangan laut dan penyatuan budaya dengan
jalinan komunikasi antar pulau melalui peran aktif dan peran
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 89

strategis angkutan udara dalam negeri; Kedua, angkutan udara dalam


negeri menyatukan satu kesatuan ekonomi yang paralel dengan
startegi pengembangan pembangunan daerah yang terisolasi; Ketiga,
menyatukan komunikasi budaya antar daerah serta mempersempit
rentang perbedaan pemikiran dan menjalin kesepahaman terhadap
semua kebijakan negara; Keempat, meningkatkan mobilitas barang
melalui cargo yang akan berdampak meningkatkan taraf hidup
masyarakat daerah dan mempersempit jurang perbedaan antara
kehidupan masyarakat Ibukota dan masyarakat Daerah serta akan
berdampak untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru; Kelima,
meningkatkan arus lalu-lintas orang sehingga mempercepat proses
pembauran antara Ras, Suku, Adat dan Agama yang pada akhirnya
akan meningkatkan proses asimilasi penduduk dan menjadikan
adanya “transfer knowledge” mandiri.62
Peran taktis angkutan udara dalam negeri dimaksud :
a) Rute penerbangan utama, pengumpan dan perintis.
b) Pelayanan penerbangan sangat padat, padat, kurang
padat dan tidak padat.
c) Multi Airlines System, satu rute penerbangan dilayani
lebih dari satu perusahaan penerbangan.

62 Ada pepatah yang mengatakan: jika ingin menangkap ikan, maka kenali terlebih

dahulu secara seksama sungainya “you have to listen to the river if you want to catch a
trout” sehingga dapat dimaknai bahwa bila pembangunan bandara dan Maskapai
Penerbangan diharapkan mempunyai efek ekonomi yang memadai, maka segenap pelaku
manajemen kebandarudaraan dan unsur Pemerintah harus memahami karakter dan budaya
masyarakat di sekitar lokasi dibangunnya bandara tersebut. Hal tersebut membuktikan akan
pentingnya unsur pemikiran sosiologi. Zainuddin Maliki, “Sosiologi Pendidikan”, (Yogyakarta,
Penerbit : Gajah Mada University Press, 2010), hal. 7.
90 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

d) Keterpaduan rute penerbangan dalam dan luar negeri.


e) Mendukung Pemegang Ijin usaha kegiatan angkutan
udara niaga dan bukan niaga.

4) Jenis Persetujuan Terbang (Flight Approval).


a) Persetujuan Dirjenhub Udara kepada pemegang izin
usaha angkutan udara niaga atau bukan niaga dengan badan
hukum/perorangan asing.
b) Persetujuan terbang (flight approval) untuk pesawat di
atas 30 tempat duduk, penerbangan dalam propinsi, dan
bersifat tidak berjadwal.
c) Persetujuan terbang (flight approval) dari pelaksanaan
peraturan teknis operasi, keamanan dan keselamatan
penerbangan.

5) Jenis Pesawat Terbang dan Helikopter.


Perusahaan angkutan udara niaga terjadwal atau tidak
berjadwal dan instansi pemerintah, Badan Hukum Indonesia,
lembaga-lembaga tertentu atau perorangan WNI.

6) Identifikasi Keperintisan.
Angkutan udara perintis yang melayani jaringan dan rute
penerbangan perintis secara berjadwal, apabila :
a) Daerah tersebut tidak ada moda transportasi lain,
dan/atau kapasitas kurang memadai.
b) Daerah tersebut berpotensi untuk dikembangkan.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 91

c) Daerah tersebut berdekatan dengan wilayah perbatasan


negara lain.
Peran strategis angkutan udara perintis meliputi; Pertama, sebagai
wahana untuk membuka pintu dan jendela baru, artinya melalui
angkutan udara perintis maka masyarakat daerah yang semula
terpencil atau terisolasi menjadi terbuka dan membuka wawasan
baru untuk kehidupan yang lebih baik; Kedua, fungsi marketing,
melalui angkutan udara printis maka akan terbuka potensi daerah,
terutama potensi pariwisata dan produk khas daerah yang menjadi
barang-barang menarik di kota-kota besar, dengan demikian seiring
perjalanan waktu penerbangan perintis akan mengalami peningkatan
sorte penerbangannya; Ketiga, fungsi edukasi atau pendidikan yaitu
melalui angkutan udara perintis maka akan terjadi proses komunikasi
yang intensif antar masyarakat daerah dan masyarakat kota.
Multiplier effect di bidang wawasan dan pengalaman akan secara
otomatis berkembang dan terbuka.

7) Arah Pembinaan Angkutan Udara Luar Negeri.


Kebijakan angkutan udara luar negeri secara umum diarahkan
sebagai berikut :
a) Hak angkut tidak mengorbankan kepentingan nasional.
b) Memperhatikan industri angkutan udara regional
maupun global, kepentingan, dan kemampuan angkutan udara
Nasional.
c) Liberalisasi hak-hak angkutan udara (traffic rights)
dimulai dari kerjasama sub-regional.
92 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

d) Evaluasi dan penerapan rute–rute penerbangan


Internasional.
e) Penerbangan langsung ke Daerah Tujuan Wisata di
Indonesia.
f) Kerjasama perusahaan dalam negara dengan angkutan
udara asing.

8) Manfaat Angkutan Haji.63


Jumlah Jamaah Haji Indonesia setiap tahun sekitar 200.000
orang, belum termasuk Umroh. Hal ini merupakan pangsa pasar yang
besar untuk konsumen pengguna jasa penerbangan Haji dan Umroh.
Pemasukan besar dari sisi keuangan ini tidak boleh jatuh ke
perusahaan jasa penerbangan luar negeri. Untuk itu kesiapan
pesawat dan personel pendukungnya harus direncanakan dengan
baik dan dilain pihak kesiapan pesawat untuk angkutan Haji dan
Umroh adalah tanggung jawab Negara sebagai pelayan masyarakat
untuk menjalankan syariat Islam, akumulasi kesiapan angkutan Haji
dan Umroh adalah kesiapan yang terakumulasi pada output-nya,
yaitu; kelancaran prosedur dan kecepatan pelayanan, tercipta rasa
aman dan nyaman selama proses pemberangkatan dan pemulangan
Jamaan Haji dan Umroh serta tepat waktu schedule penerbangan.

63 Indonesia adalah Negara Muslim terbesar di Dunia sehingga pelaksanaan Ibadah

Haji dan Umroh setiap tahun terus berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Akan tetapi dilain pihak harus dilihat secara ekonomi uang yang mengalir ke
luar negeri harus ditarik kembali melalui mekanisme perdagangan. Untuk itu harus dicari
cara agar Indonesia mengalami surplus dari penerbangan ke Timur tengah menggunakan
Maskapai Garuda. Keyakinan yang kuat imat Islam untuk melakukan Ibadah Haji adalah
untuk melaksanakan Rukun Islam yang Kelima sehingga menjadi kewajiban. Mustofa Diibul
Bigha, “Fiqh Syafii’”, (Gresik, Penerbit : CV. Bintang Pelajar, 1984), hal. 258.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 93

Demikian juga Negara harus menjamin kelancaran ibadah selama di


Makkah dan Madinah, dengan demikian pelayanan Haji dan Umroh
adalah pelayanan komprehensif yang harus disiapkan.
a) Tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah.
b) Departemen agama menetapkan perusahaan
penerbangan dan spesifikasi pesawat.
c) Departemen Perhubungan mengevaluasi kelaikan
pesawat.
d) Penerbangan charter wajib memiliki persetujuan
terbang.
e) Memiliki landing permit.

9) Angkutan Udara Dalam Negeri Jamaah Haji.


a) Perusahaan penerbangan niaga berjadwal atau charter.
b) Tarif angkutan udara domestik yang berlaku merupakan
penerbangan charter atas kesepakatan.
c) Memberikan kemudahan serta fasilitas yang diperlukan.

10) Persyaratan Angkutan Udara Niaga.


a) Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah
(Persero), Perseroan Terbatas 64 atau Koperasi.65

64 Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang merupakan persatuan modal,


didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang -Undang
dan Peraturan Pelaksanaannya. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas).
65 Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang seorang atau Badan

Hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus


sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan dan gerakan Kopera s i
adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu
94 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

b) Persyaratan izin usaha angkutan udara niaga sebagai


berikut :
(1) Memiliki akte pendirian perusahaan.
(2) Layak secara finansial.
(3) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(4) Surat keterangan domisili.
c) Wajib memiliki Air Operator Certificate (AOC).

Teori penyebaran penduduk “Distribut of People” adalah penyebaran


penduduk akan berbanding lurus dengan potensi ekonomi daerah,
artinya penduduk dengan sendirinya bergeser dari daerah yang
relatif rendah potensi ekonominya menuju daerah yang mempunyai
potensi ekonomi tinggi, demikian juga dari sisi keamanan maka
penduduk akan sendirinya bergeser dari daerah yang kurang aman
atau tidak aman menuju daerah yang aman dan tenteram.
Pergeseran penduduk tersebut diikuti dengan pergeseran barang dan
pergeseran potensi ekonomi, karena jumlah penduduk akan
berbanding lurus dengan peningkatan kegiatan ekonomi, dengan
demikian angkutan udara terutama angkutan udara niaga sangat
diperlukan guna memfasilitasi pergeseran penduduk tersebut. Tugas
Pemerintah adalah melakukan selektifitas dan fungsi kontrol
teknologi angkutan udara niaga tersebut berjalan lancar, aman,
nyaman serta tepat waktu.

menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 95

11) Spesifikasi Angkutan Udara Bukan Niaga.


a) Kegiatan angkutan udara bukan niaga dapat oleh :
(1) Instansi pemerintah.
(2) Badan Hukum Indonesia.
(3) Lembaga tertentu; atau
(4) Perorangan (Warga Negara Indonesia).
b) Kegiatan angkutan udara bukan niaga sebagai berikut :
(1) Melakukan kegiatan pokok dari instansi, Badan
Hukum Indonesia atau lembaga tertentu, dan
perorangan.
(2) Layak melakukan usaha angkutan udara bukan
niaga.
(3) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(4) Surat keterangan domisili.
c) Untuk dapat beroperasi pemohon wajib memiliki Air
Operator Certificate (AOC).

12) Syarat Angkutan Udara Perusahaan Asing.


a) Memenuhi peraturan keselamatan penerbangan sipil
Indonesia nomor 129.
b) Dapat melakukan jasa pelayanan ground handling sendiri.
c) Kantor pemasaran jasa-jasa angkutan perusahaan udara
asing.

13) Kebijakan Tenaga Asing Bidang Penerbangan.


a) Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pendatang
(PTKAP).
96 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

b) Memperhatikan ketersedian sumber daya manusia di


bidang penerbangan di Indonesia.
c) Mempersiapkan WNI sebagai pengganti tenaga kerja
asing sesuai dengan jabatannya.

14) Navigasi Bandar Udara.66


a) Fasilitas pesawat terbang yang mendarat dan tinggal
landas serta pengelola Bandar Udara. Guna menjamin
kelancaran dan keselamatan operasional penerbangan, maka
harus didukung oleh fasilitas navigasi penerbangan yang
meliputi :
(1) Non Directional Beacon (NDB).
(2) Doppler VHF Omni Range (DVOR).
(3) Distance Measuring Equipment (DME).
(4) Runway Visual Range (RVR).
(5) Instrument Landing System (ILS).
(6) Very High Frequency-Direction Finder (VHF-DF).
(7) Differensial Global Positioning System (DGPS).
(8) Automatic Dependen System (ADS).
(9) Satelite Navigation System (SNS).
(10) Aerodrome Surface Detection Equipment (ASDE).

66 Bandar udara secara umum memiliki peran sebagai berikut; 1) Simpul dalam

jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya; 2) Pintu gerbang perekonomian; 3) Tempat


kegiatan alih moda transportasi; 4) Pendorong dan penunjang kegiatan industri dan/atau
perdagangan; 5) Pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan dan
penanganan bencana; 6) Prasarana memperkukuh Wawasan Nusantara dan Kedaulatan
Negara. Dengan demikian ada multi peran bandara disamping sebagai tempat transaksi
ekonomi, berperan juga sebagai lambang penyatuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 194).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 97

(11) Very High Frequency Omnidirectional Range


(VHFOR)

b) Pelayanan Bandar Udara Umum dikelompokkan


menjadi :
(1) Pelayanan Jasa Kegiatan Penerbangan.
(2) Pelayanan Jasa kegiatan Penunjang Bandara.
(3) Pelaksanaan usaha kegiatan jasa penunjang
Bandara.

15) Orientasi Bandar Udara Internasional.


Pengembangan fungsi bandara menjadi Bandara Pusat
Internasional adalah tuntutan permintaan pasar Internasional dan
sekaligus untuk menyesuaikan pengembangan kota, untuk itu
diperlukan adanya konsep “Big Cities Big Airports”67 serta di masa
yang akan datang bandara akan menjadi area “Kota Mandiri” dengan
penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh pengguna jasa
angkutan udara yang meliputi kebutuhan; Ran Way dan Apron yang
cukup luas dan kuat guna mendukung pesawat yang berkapasitas
penumpang yang besar, dan kalau memungkinkan dibangun Run Way

67 Ada beberapa konsep mengatasi pertumbuhan penduduk kota. Permasalahan

mendasar pembangunan perkotaan adalah masalah demografi atau kependudukan. Aliran


berfikirnya adalah karena kepadatan penduduk perkotaan, maka jumlah kendaraan
bertambah, jumlah sampah bertambah, jumlah angkutan bertambah dan angka kecelakaan
dan kejahatan juga bertambah, dan seterusnya. Salah satu solusinya adalah; Pertama,
pengembangan fungsi bandara sebagai sentra bisnis dan transaksi ekonomi “One Stop
Services”; Kedua, membangun lebih dari satu bandara di sekitar kota, sehingga terjadi
penyebaran kepadatan kota; Ketiga, membangun “Kota Bandara - Airport City” yang mandiri
seperti layaknya kota mandiri. Sakti Adji Adisasmita, “Mega City & Mega Airport”,
(Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2013), hal. 129.
98 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dua jalur atau lebih untuk mempercepat sorte penerbangan, luas


Apron yang menampung 50 pesawat atau lebih, gedung terminal
yang bertingkat kebawah (Basement), fasilitas pusat belanja atau
Mall, Bussines Meeting Room, Hotel, fasilitas kesehatan, ruang fitnes,
dan lain-lain, sehingga semua keperluan penerbangan yang bersifat
transit dapat terlayani dengan baik. Dengan demikian di masa
mendatang Bandar Udara Internasional akan menjadi “Konsep Kota
Internasional Mandiri” karena semua kebutuhan pengguna jasa
transportasi udara terlayani dengan baik dengan standar
Internasional, yaitu; modern, nyaman, aman dan bersih (clean is
healthy and beautiful). Semua kebutuhan primer, skunder dan tertier
tersedia dengan baik di lokasi bandara.
Bandar udara ke/dari luar negeri, sebagai berikut :
a) Potensi permintaan penumpang.
b) Potensi kondisi geografis.
c) Potensi kondisi pariwisata.
d) Potensi kondisi ekonomi.
e) Aksesibilitas Bandara dan ketentuan intra antar moda.

16) Kebijakan Tarif Bidang Angkutan Udara.68

68 Peluang kewirausahaan Internasional atau “International Entrepreneurship” adalah


gagasan cemerlang guna mengadopsi persaingan bisnis Internasional. Indonesia dengan
sekitar 17.000 pulau terdapat banyak pulau yang kosong tidak berfungsi secara optimal.
Salah satu pulau tertentu ditawarkan kepada investor pelaku bisnis Internasional untuk
membangun bandara dengan segala macam aktivitas bisnis. Perusahaan besar dunia
membentuk konsorsium, sehingga ada perpaduan modal besar yang terkonsentrasi dalam
satu pulau, mereka diberikan kewenangan khusus dan subsidi Pajak sebagai daya tarik, akan
tetapi ketentuan yuridiksi tetap dibawah naungan NKRI. Sehingga permodalan Asing akan
terserap masuk ke Indonesia dan tarif angkutan udara dapat disesuaikan. Robert D. Hisrich,
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 99

1) Efisiensi dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh


daya beli masyarakat.
2) Memperhatikan keselamatan dan keamanan.

17) Kebijakan Tarif Angkutan Udara Dalam Negeri.


Kebijakan pengaturan tarif angkutan udara dalam negeri sebagai
berikut :
a) Standard Internasional yang dikeluarkan oleh ICAO.
b) Pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat
dan penyelenggara angkutan udara niaga.
c) Dibedakan struktur tarif pelayanan ekonomi dan struktur
tarif pelayanan non ekonomi.
d) Tarif penumpang dalam negeri dikategorikan menjadi
tarif pelayanan ekonomi dan non ekonomi.
e) Menetapkan standard minimum pelayanan jasa
angkutan udara.
f) Pelayanan persyaratan minimum dan dapat
dikembangkan oleh masing-masing penyedia jasa.
g) Jenis tarif dibedakan yaitu :
(1) Penumpang dan atau cargo angkutan udara niaga
berjadwal dalam negeri.
(2) Tarif penumpang dan atau cargo angkutan udara
niaga perintis.

dkk., “Entrepreneurship - Kewirausahaan”, (Jakarta, Penerbit : Salemba Empat, 2008), hal.


113.
100 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

h) Tarif kelas ekonomi batas atas ditetapkan oleh


Pemerintah.
i) Tarif kelas non ekonomi diserahkan kepada mekanisme
pasar.
j) Tarif cargo diserahkan pada mekanisme pasar.

Persaingan tarif atau harga tiket pesawat atau tarif competition yang
juga dapat disebut persaingan mutu pelayanan atau service quality
competition. Pelayanan prima adalah konsep memanjakan
penumpang pesawat mulai pelayanan pesan tiket, antar jemput ke
bandara, pelayanan jasa boga (aneka jenis makanan yang lezat dan
menarik) selama berada di ruang tunggu pemberangkatan dan
dilengkapi dengan aneka bacaan menarik, fasilitas internet, massage
dan salon kecantikan, sehingga pelayanan bandara seakan miniatur
surga dunia, akan tetapi semua pelayanan tersebut selalu termasuk
didalam harga tiket pesawat. Bahkan pelayanan tersebut sampai
dengan “live music” dengan aneka minuman dan beragam tempat
hiburan. Akan tetapi juga disediakan layanan untuk kelas ekonomi
masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu hanya pelayanan
penerbangan tanpa adanya layanan makanan dan minuman selama
di dalam pesawat atau selama penerbangan dan selama berada di
ruang tunggu. Pelayanan kelas ekonomi ini dimaksudkan untuk
bersaing harga tiket dengan angkutan kapal laut, kereta api dan
angkutan darat lainnya.

18) Kebijakan Tarif Angkutan Udara Perintis.


Tarif angkutan udara perintis tergantung :
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 101

a) Daya beli masyarakat.


b) Biaya operasional.
c) Membuka isolasi daerah terpencil dan pedalaman.
d) Rute penerbangan komersial secara bertahap dinaikkan
tarifnya dan tidak membebani masyarakat.

19) Kebijakan Tarif Angkutan Udara Luar Negeri.


Tarip ini memperhatikan :
a) Tarif yang tidak wajar dan bersifat diskriminatif.
b) Pengenaan tarif tinggi yang tidak wajar.
c) Penetapan tarif yang rendah.

20) Kebijakan Tarif di Bidang Jasa Kebandarudaraan.


a) Struktur dan golongan tarif dengan memperhatikan :
(1) Kepentingan pelayanan umum.
(2) Peningkatan mutu pelayanan jasa.
(3) Kepentingan pemakai jasa.
(4) Peningkatan kelayakan pelayanan.
(5) Pengaturan biaya.
(6) Pengembangan Usaha.

b) Penetapan tarif jasa kebandarudaraan :


(1) Ditetapkan Peraturan Pemerintah.
(2) Propinsi ditetapkan Peraturan Daerah.
(3) Kabupaten/Kota ditetapkan Peraturan Daerah.
(4) Direksi Badan Usaha Kebandarudaraan Menteri
Perhubungan.
102 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

m. Faktor Keselamatan.
Unsur yang paling penting dalam operasional penerbangan adalah
keselamatan. Untuk menjaga keselamatan penerbangan dengan baik, maka
harus diketahui penyebab-penyebab kecelakaan pesawat. Secara umum
ada dua penyebab kecelakaan, yaitu; Pertama, penyebab faktor manusia
atau human error, kesalahan yang paling fatal disebabkan oleh Pilot,
co-Pilot atau awak kabin yang kurang disiplin, kelalaian dan melupakan
prosedur yang sudah baku, atau kelalaian oleh teknisi pesawat dalam
prosedur perawatan pesawat (maintenance), atau juga kelalaian crew yang
dalam pengecekan sebelum terbang, atau keteledoran dari ATC; Kedua,
faktor penyebab kecelakaan karena “faktor alam”, cuaca yang jelek
berkabut, tekanan suhu atau kelembaban udara, atau adanya awan tebal
(jenis awan CB atau Cumulonimbus) atau hujan lebat, petir, badai, dan lain -
lain. Faktor alam sangat sensitif terhadap keselamatan penerbangan, untuk
informasi dari pihak Meteo sangat penting.
Keselamatan yang dilakukan oleh bandara untuk keamanan, dengan
memperhatikan FAA yang menjadi acuan industri penerbangan global, pada
16 April 2007 telah menurunkan peringkat Indonesia ke kategori 2 atau
a Failure karena regulator Indonesia tidak memenuhi standar pengawasan
keselamatan penerbangan yang ditetapkan ICAO. Ada tiga unsur yang
memberikan kontribusi pada keselamatan penerbangan :
1) Pertama, pesawat terbangnya sendiri, bagaimana pesawat itu
didesain, dibuat, dan dirawat.
2) Kedua, sistem penerbangan negara, airport, jalur lalu lintas
udara, dan air traffic controls.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 103

3) Ketiga, airlines flight operations yang berkaitan dengan


pengendalian dan pengoperasian pesawat di airlines.

n. Implementasi Manajemen Pengamanan.69


Prinsip dasar manajemen pengamanan adalah “Early Warning”atau
sedini mungkin adanya tanda-tanda atau informasi awal terhadap semua
kejadian yang sangat mungkin terjadi, terutama saat menyebarnya isu
teroris, penyelundupan narkoba atau isu politik yang sedang mengalami
eskalasi peningkatan. Adapun kegiatan yang rawan terjadi adalah
pembajakan pesawat, sabotase, penyelundupan dokumen, penyelundupan
orang atau penyelundupan barang-barang ilegal. Menyadari hal tersebut,
maka manajemen bandara harus dilengkapi dengan unsur-unsur intelijen.
Personel intelijen yang diperbantukan kepada manajemen bandara dapat
melibatkan unsur Kepolisian dan intelijen dari unsur prajurit TNI dengan
alasan bahwa bandara adalah salah satu obyek vital Negara yang strategis
dan melibatkan keselamatan orang banyak. Kegiatan personel intelijen di
lingkungan bandara mengedepankan fungsi pengamanan dengan tidak
melupakan fungsi penggalangan dan penyelidikan, sehingga semua data
intelijen dapat diolah dan dianalisa dengan baik untuk dijadikan sumber

69 Salah satu fungsi utama intelijen adalah manajeman pengamanan dan apabila

dihubungkan dengan pengamanan bandara dan penerbangan, maka fungsi intelijen sebagai
berikut ; Pertama, pengamanan manusia yaitu penumpang terutama VVIP, Air Crew, Ground
Crew, pengamanan pesawat dan peralatan navigasi serta pengamanan barang; Kedua,
pengamanan dokumen rahasia dan pengamanan kegiatan penerbangan; Ketiga,
pengamanan area bandara dan sekitarnya. Tingkat urgensi pengamanan intelijen dapat
digolongkan pada “obyek pengamanan” dan resiko yang mungkin terjadi dilihat dari jumlah
korban jiwa dan harta serta dampak apabila terjadi kecerobohan personel intelijen
pengamanan. Kunarto (Jenderal Pol. Purn.), “Intelijen - Pengertian dan Pemahamannya”,
(Jakarta, Penerbit : Cipta Manunggal, 1999), hal. 110.
104 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

informasi bagi Komando Atas dalam mengambil tindakan antisipasif guna


mengoptimalkan fungsi manajemen pengamanan bandara yang
komprehensif.
Manajemen pengamanan bandara tidak hanya menyangkut
pengamanan terhadap aset tetapi juga pengamanan terhadap jiwa
manusia. 5 prinsip yang harus ditelaah pada saat pengembangan sistem
keamanan bandara dan keselamatan penerbangan, yakni:
1) Sifat kerahasiaan, yakni memastikan bahwa informasi tentang
penerbangan hanya dapat diakses oleh pihak yang benar-benar
berhak.
2) Sifat integritas, berarti menjaga keakuratan dan kelengkapan
informasi serta metode pemrosesannya.
3) Sifat ketersediaan, yakni ketersediaan menjamin pihak yang
berwenang dapat mengakses data atau sumberdaya yang akurat
pada saat dibutuhkan.
4) Prosedur otentikasi, merupakan proses memverifikasi bahwa
orang yang mengakses atau masuk ke suatu lingkungan sistem
keamanan perusahaan benar-benar sesuai dengan identitas yang
diklaimnya.
5) Otorisasi, yaitu hak yang diberikan lepada seorang individu
atau suatu proses untuk menggunakan suatu sistem dan data.

o. Peran dan Fungsi Pengamanan Penerbangan VVIP.


OMSP atau Operasi Militer Selain Perang adalah tugas pokok TNI
yang salah satunya adalah pengamanan VVIP. Untuk itu manajemen
bandara harus menyatu dengan TNI dalam hal pengamanan VVIP.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 105

Perlibatan TNI dalam pengamanan VVIP menggunakan dua pendekatan,


yaitu; Pertama, Pengamanan Terbuka, artinya aparat TNI yang bertugas
dengan menggunakan seragam tertentu dalam melakukan tugas
pengamanan bersenjata lengkap pada jarak tertentu. Identitas mereka
dapat dengan mudah dikenali karena pengamanan terbuka, pengamanan
mulai dari proses keberangkatan dari kediaman Pejabat, pengamanan di
perjalanan menuju bandara, pengamanan dalam ruang tunggu (VVIP
Room), pengamanan selama penerbangan dan pengamanan di bandara
atau pangkalan tujuan; Kedua, Pengamanan Tertutup, yaitu jenis
pengamanan VVIP yang dilakukan oleh aparat intelijen bersenjata tetapi
tidak menggunakan seragam atau uniform yang biasa, mereka mempunyai
keleluasaan bergerak ke semua sektor karena menggunakan penyamaran.
Pengamanan Terbuka dan Pengamanan Tertutup dibawah satu kendali
Komando satuan pengamanan VVIP, sehingga semua tugas terkoordinasi
dengan baik.
Pengamanan penebangan VVIP pada hakekatnya bertujuan untuk
menjamin keamanan dan keselamatan bagi VVIP selama melaksanakan
kegiatan penerbangan secara aman dan tertib sesuai dengan sasaran, tugas
dan pola pengamannya.

1) Sasaran. Sasaran pengamanan penerbangan VVIP adalah


terciptanya keadaan yang aman dan nyaman bagi VVIP selama
melaksanakan penerbangannya, dengan obyek :
a) Presiden Republik Indonesia dengan keluarganya.
b) Wakil Presiden Republik Indonesia dengan keluarganya.
106 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

c) Tamu negara setingkat kepala negara/kepala


pemerintahan dan wakil beserta keluarganya.

2) Tugas. Tugas pengamanan penerbangan VVIP dilaksanakan


oleh jajaran dalam institusi militer dan yang terkait dengan kegiatan
pengamanan penerbangan VVIP sesuai dengan tugas, fungsi dan
tataran kewenangannya.

3) Pola. Pelaksanaan pengamanan penerbangan VVIP Bandara


menggunakan pola, antara lain:
a) Ring I. Ring I meliputi appron, VIP room dan wilayah yang
diperuntukkan bagi obyek VVIP.
b) Ring II. Ring II meliputi area di luar batas appron dan VIP
room dan sepanjang perjalanan di wilayah tanggung jawabnya.
c) Ring III. Ring III meliputi area di luar wilayah Bandara.

4) Petugas. Pengamanan penerbangan VVIP di pangkalan


melibatkan beberapa petugas, yaitu :
a) Flight Security Officer (FSO).
b) Intelijen.
c) Satpomau.
d) Paskhas.
e) Pasukan Kamhanlan dan instansi terkait.
f) Pendukung (BMP, Base Operastions, Sarban,
Kesehatan,dan lain-lain).

Koordinasi petugas pengamanan penerbangan VVIP jauh-jauh hari


sudah melakukan koordinasi Staf dan pada saat tertentu melakukan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 107

pembersihan atau sterilisasi pada obyek tertentu yang dianggap rawan.


Semua komponen petugas pengamanan mempunyai Pos-Posnya masing-
masing dengan obyek sasaran masing-masing, pengamanan dilakukan
berlapis-lapis dengan senjata yang khas sesuai dengan tugasnya, ada yang
menggunakan senjata laras panjang dan senjata laras pendek yang dipimpin
oleh Komandan satuan Pengamanan. Petugas pengamanan adalah personel
dari satuan TNI yang diseleksi melalui tes keterampilan dasar dan dibekali
dengan pendidikan lanjutan. Para petugas pengamanan VVIP juga tidak
lepas dari pantauan dari dekat oleh satuan induk pengamanan, karena
berdasarkan pengalaman negara lain terkadang petugas pengamanan yang
telah terpengaruh ideologi radikal akan menjadi penyebab musibah bagi
VVIP itu sendiri.

p. Kinerja Sistem Koordinasi.70


Fasilitas bandara terdapat berbagai unit pengamanan yang saling
tergantung satu sama lainnya dan dengan berbagai perannya masing-
masing, namun memiliki tujuan sama yaitu mewudjudkan rasa aman dan
nyaman. Dalam konteks sistem koordinasi pengamanan bandara, maka
saling ketergantungan antar unit pengamanan memiliki arti penting bagi

70 Kinerja sistem koordinasi sangat menentukan tingkat keberhasilan fungsi intelijen

dalam tugasnya menciptakan kondisi aman dan nyaman dan keselamatan penerbangan.
Untuk itu kesatuan komando dan struktur organisasi pengamanan bandara dan pengamanan
penerbangan harus jelas, siapa berbuat apa harus diatur secara prosedural dalam suatu “Job
Description”, sehingga dalam sistem koordinasi di lapangan tingkat bawah tidak terjadi
benturan wewenang dan hak dalam tugas pengamanan. Akan tetapi juga harus diwa spadai
adanya intelijen Asing yang menyusupkan kepentingan di area bandara yang terkadang
membuat skenario operasi intelijen yang dirancang untuk gagal tetapi berdampak negatif
pada citra penerbangan Nasional. Salim Said, “Dari Gestapu ke Reformasi - Serangkaian
Kesaksian”, (Jakarta, Penerbit : Mizan, 2014), hal. 115.
108 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

organisasi, karena menyangkut kelangsungan hidup Bandara. Dalam


konteks itulah diperlukan adanya upaya:

1) Pengamanan (security control). Pengaman untuk mencegah


terjadinya penyusupan senjata, bahan peledak atau bahan-bahan lain
yang mungkin digunakan untuk melakukan gangguan melawan
hukum terhadap bandara dan penerbangan.

2) Hambatan (obstacles). Mengatasi hambatan yang sangat


berbahaya di Bandara adalah bahaya burung (bird hazard) dan main
layang-layang di sekitar bandara.

3) Larangan. Larangan untuk gangguan layang-layang diambang


batas yang membahayakan keselamatan pesawat udara pada saat
tinggal landas maupun pendaratan.

4) Sistem Kodal atau Sistem Komando Pengendalian. Bertujuan


untuk menata jalur komunikasi pelaporan dan jalur pemberian tugas
dan tanggung jawab. Sistem Kodal akan merumuskan dengan jelas
siapa, berbuat apa dan harus menerima tugas dari mana dan
bagaimana cara pelaporan serta siapa yang harus mengendalikan.
Analisis sistem Kodal akan memperlancar pelaksanaan tugas dan
meningkatkan penyatuan koordinasi dari Top Manajemen, Midle
Manajemen dan Low Manajemen. Dengan demikian sistem Kodal
dapat dituangkan kedalam struktur organisasi yang selanjutnya akan
mencerminkan “Corporate Culture” yang dibangun dalam perusahaan
penerbangan atau budaya organisasi yang dibangun dalam
manajemen kebandarudaraan strategis yang berkembang saat ini.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 109

Oleh karena itu, pembangunan sistem jaringan Kodal mutlak


diperlukan, baik pada unsur Staf atau unsur lapangan dengan satu
tujuan; pelayanan kebandarudaraan yang aman dan nyaman.

q. Proyeksi Penumpang Pesawat Udara.


Perencanaan transportasi mempunyai tujuan untuk mengembangkan
sarana dan prasarana transportasi agar dapat menunjang pergerakan
manusia, barang atau kendaraan. Perencanaan transportasi udara adalah
perwujudan fasilitas penerbangan yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan saat ini dan kebutuhan pada masa mendatang pada khususnya.
Perencanaan diperlukan untuk mencapai keseimbangan antara jumlah
penumpang dan volume penerbangan pada masa mendatang dengan
ketersediaan prasarana transportasi udara atau kapasitas suatu Bandara.
Peramalan yang dapat digunakan untuk menghitung permintaan angkutan
udara. Pemilihan teknik peramalan yang tepat tergantung pada
ketersediaan data yang diperlukan, maksud peramalan, dikaitkan dengan
tingkat akurasi, kecanggihan teknik yang digunakan, kerangka waktu serta
ketersediaan data. Ada 2 jenis prediksi dalam dunia penerbangan, yaitu:

1) Makroprakiraan adalah prakiraan/prediksi kegiatan


penerbangan total dalam suatu daerah yang luas seperti negara.

2) Mikroprakiraan adalah prakiraan/prediksi yang berhubungan


dengan kegiatan di Bandara pada suatu daerah yang tertentu atau
pada rute masing-masing.

Secara umum keseimbangan antara jumlah penumpang dan volume


penerbangan dapat dirumuskan berdasarkan fakta dan pengalaman di
110 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

lapangan. Pengguna jasa transportasi udara dapat dibedakan sebagai


berikut; Pertama, penumpang musiman, yaitu angka permintaan
penerbangan akan mengalami lonjakan saat Lebaran Idul Fitri untuk
kepentingan mudik, musim liburam anak sekolah, saat pergantian Tahun
Baru Masehi dan saat Natal; Kedua, permintaan pelayanan penerbangan
untuk kepentingan bisnis, yaitu untuk acara bisnis meeting atau survey
lokasi usaha. Untuk kepentingan bisnis, schedule penerbangan tidak
tergantung dengan iklim investasi; Ketiga, permintaan pelayanan
penerbangan secara reguler, artinya adanya penumpang yang karena
kebutuhan normal kekeluargaan, kegiatan ekonomi rutin, acara undangan
rapat kantor, silahturrahmi dan berbagai kebutuhan lain yang normal dalam
kegiatan masyarakat; Keempat, kenaikan kebutuhan permintaan
penerbangan karena keadaan khusus, yaitu karena adanya musibah
bencana alam, adanya konflik komunal suatu daerah tertentu atau
terjadinya perang; Kelima, kenaikan permintaan penerbangan untuk
keperluan Ibadah Haji dan Umroh yang setiap tahunnya dapat diprediksi,
akan tetapi hasrat masyarakat untuk melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh
sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 111

r. Karakteristik Kebandarudaraan Strategis.71


1) Kawasan Kebandarudaraan.
a) Komponen Pelayanan Sisi Udara.
Komponen sisi udara suatu bandar udara dikelola untuk
mengakomodasikan kegiatan pergerakan pesawat udara di
kawasan bandar udara di darat dan di udara pada
saat kedatangan atau keberangkatan. Sisi udara bandar udara
terdiri dari unsur lapangan terbang (airfield) dan ruang udara
(airspace) di sekitar bandar udara, sehingga ruang udara
mencakup area di atas permukaan tanah di sekitar bandar
udara yang digunakan untuk pergerakan pesawat udara
setelah take off dan untuk pendekatan pesawat udara sebelum
mendarat dan mengakhiri penerbangan dari bandar udara lain
atau penerbangan antar bandara. Lapangan terbang terdiri
atas landas pacu (runways), landas hubung (taxiways), dan
gerbang apron (apron gate). Landas pacu sebagai sarana bagi
pesawat udara untuk tinggal landas dan melakukan
pendaratan. Landas hubung sebagai sarana bagi pesawat udara
untuk berpindah atau bergerak dari/ke landas pacu ke/dari

71 Dari total bandara yang ada saat ini 199 bandara, 187 bandara dikelola oleh

Pemerintah dan 12 dikelola oleh Swasta. Sesuai dengan iklim politik saat ini pada era
otonomi daerah, dan dengan semangat keterlibatan masyarakat dan pelaku bisnis dalam
upaya membangun perekonomian Nasional, maka sudah saatnya pengelolaan bandara
secara bertahap mengikuti pola perekonomian pasar atau “Market Economy” akan tetapi
Pemerintah tetap mengendalikan pada sisi legalisasi. Pasar adalah tempat yang baik untuk
mengorganisasikan kegiatan ekonomi, sehingga sinergi antara Swasta -Konsorsium dan
Pemerintah menjadi “Row Model” dalam membangun bandara yang berdaya saing
Internasional. N. Gregory Mankiw, “Principles of Economics - Pengantar Ekonomi Makro”,
(Jakarta, Penerbit : Salemba Empat, 2006), hal. 11.
112 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

tempat lain di bandar udara yang sama. Gerbang apron


berfungsi sebagai tempat pesawat udara menaikkan dan
menurunkan penumpang dan muatan, mengisi bahan bakar
dan melakukan perawatan, membersihkan pesawat udara, dan
memuat keperluan penumpang dan awak pesawat.
Pengembangan dan pembangunan bandara selalu dikaitkan
dengan perencanaan pertumbuhan kawasan perkotaan yang
didasarkan pada lima komponen utama perkembangan kota,
yaitu; jumlah penduduk, mobilitas, kegiatan perekonomian,
fasilitas pelayanan kebandarudaraan dan luas wilayah.
Pertama, Jumlah Penduduk, laju pertumbuhan
penduduk akan sangat mempengaruhi jumlah angkatan kerja
dan volume kegiatan ekonomi masyarakat, sehingga akan
terjadi peningkatan pelayanan di semua sektor, termasuk
sektor pelayanan transportasi udara sekaligus pelayanan
fasilitas kebandarudaraan. Peran strategis bandar udara adalah
memberikan fasilitas pelayanan kepada masyarakat untuk
transportasi udara guna mempercepat proses mobilisasi
transaksi ekonomi.
Kedua, mobilitas kegiatan ekonomi antar daerah dan
atar pulau akan menjadi faktor pendorong utama untuk
peningkatan pelayanan kebandarudaraan.
Ketiga, sektor kegiatan perekonomian masyarakat di
segala bidang akan berdampak positif pada peningkatan
pendapatan masyarakat serta peningkatan iklim investasi di
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 113

daerah, sehingga secara tidak langsung berakibat pada


peningkatan kebutuhan layanan kebandarudaraan.
Keempat, fasilitas pelayanan kebandarudaraan adalah
suatu jenis pelayanan strategis dalam artian pelayanan
komprehensif mulai dari proses ticketing, transportasi darat
menuju bandara, pelayanan di ruang tunggu, pemberangkatan
dan penerbangan dan sampai di bandara tempat tujuan.
Kelima, area dan luas wilayah bandara akan menjadi
pertimbangan penting dalam menyususn master plan
pembangunan dan pengembangan fungsi bandara serta
penyiapan semua fasilitas yang mendukung kelancaran,
keamanan, kenyamanan, tepat waktu dalam setiap schedule
penerbangan. Dengan demikian daya saing pelayanan bandara
menjadi sangat kuat untuk level Internasional.

b) Komponen Pelayanan Sisi Darat.


Bandar udara terdiri atas terminal dan area
keluar/masuk. Terminal bandar udara berfungsi untuk
menyediakan fasilitas pergerakan penumpang dan bagasi dari
sisi darat ke pesawat udara. Adapun area keluar/masuk
berfungsi untuk menyediakan fasilitas pergerakan kendaraan
darat sekitar wilayah perkotaan serta diantara berbagai
keperluan guna mendukung komponen pelayanan sisi darat
dan menjamin kelancaran pelaksanaannya.
114 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

2) Fasilitas Lapangan Terbang.


a) Landas Pacu (Runways).72
(1) Konfigurasi Landasan Pacu. Penetapan arah landas
pacu sangat ditentukan arah angin bertiup di suatu
kawasan. Terdapat beberapa jenis landas pacu yaitu :
landas pacu yang dibangun terutama berorientasi pada
arah angin yang ada pada kawasan bandar udara yang
bersangkutan disebut primary runways. Untuk bandar
udara dengan angin bertiup dari beberapa arah dengan
kecepatan cukup tinggi, landas pacu yang dibangun
searah dengan arah angin bertiup dari samping disebut
crosswind runway. Landas pacu diberi nama menurut
arahnya terhadap Kutub Utara medan magnet Bumi,
dalam derajat dan dibagi 10. Jadi, arah landas pacu ke
Timur disebut landas pacu 09 (runways 09), ke Selatan
disebut landas pacu 18, atau ke Utara yaitu landas pacu
36.

(2) Area Landas Pacu. Panjang landas pacu yang


diperlukan bergantung pada jenis pesawat udara yang
dilayani serta ketinggian bandar udara di atas
permukaan laut dan kondisi cuaca di kawasan tersebut.

72 Konstruksi landasan pacu sangat ditentukan oleh jenis pesawat, karena beban
terberat adalah saat pesawat landing dengan optimal beban pesawat ditambah jumlah
penumpang ditambah jumlah barang, yang kesemua beban tersebut tertumpu dan menjadi
beban terpusat pada “landing gear” pesawat. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen
Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 11.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 115

Ketinggian landas pacu di atas permukaan laut


berpengaruh pada kepadatan udara yaitu semakin
tinggi, semakin tipis udara, semakin panjang landas pacu
yang diperlukan untuk tinggal landas. Selain itu, suhu
juga mempengaruhi kepadatan udara yaitu semakin
tinggi suhu, semakin tipis udara, semakin panjang landas
pacu yang diperlukan untuk take off dan landing
pesawat terbang.

(3) Struktur Landas Pacu. Tingkat kekuatan landas


pacu yang diperlukan bergantung pada berat beban yang
didukung yaitu berat pesawat udara dan sistem roda
pendarat. Untuk melayani pesawat udara lebih ringan
diperlukan ketebalan paling sedikit 15 cm, sedangkan
untuk pesawat lebih berat tidak kurang dari 90 cm
seperti untuk pesawat komersial. Aspal digunakan pada
bandar udara yang lebih kecil dan usianya 15-20 tahun,
sedangkan beton untuk bandar udara yang lebih besar
dan usianya 20-40 tahun. Untuk bandar udara perintis
digunakan rumput atau gross trip.

(4) Kelengkapan Rambu-rambu Seputar Landas Pacu.


Semakin tinggi kelas landas pacu, semakin lengkap
rambu-rambu yang disediakan. Secara umum dapat
disebutkan bahwa terdapat tiga tingkatan layanan;
Pertama, layanan pendekatan visual (visual approach
procedurs); Kedua, layanan untuk pendekatan
116 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

instrument tidak akurat (nonprecision instrument


procdures); Ketiga, layanan untuk pendekatan
instrument akurat (precision instrument procedures)
yang menuntun secara horizontal dan vertical. Rambu-
rambu dan pembatasan pada landas pacu antara lain :

(a) Identifikasi area Runway Markings


mencakup nama landasan menurut arahnya, garis
tengah, marka pengarah pendaratan, marka titik
sentuh pendaratan, dan marka pinggir atau garis
tepi landas pacu.

(b) Fungsi area Runway Lighting diperlukan


dalam keadaan pandangan terganggu atau pada
malam hari. Terdapat tiga kategori tata cahaya
untuk landas pacu; Pertama, approach lighting
system terdiri atas susunan lampu yang dipasang
mulai dari ambang landas pacu menjauh ke arah
datangnya pesawat udara; Kedua, visual slope
indicator terdiri atas susunan lampu dipasang di
samping landas pacu untuk membantu pesawat
menentukan sudut pendaratan; Ketiga,
konfigurasi lampu di landas pacu untuk
menggantikan marka-marka pada saat pandangan
terganggu atau malam hari. Apabila Approach
Final terlalu tinggi warna lampu visual slope
indicator putih. Apabila terlalu rendah berwarna
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 117

merah dan apabila tepat sesuai dengan ketinggian


pendaratan berwarna hijau.

(c) Cakupan area permukaan khayali di sekitar


landas pacu mencakup ruang udara diatas bandar
udara yang dibatasi penggunaanya untuk
memberi keleluasaan pesawat udara mendarat
dan tinggal landas. Beberapa jenis pemukaan itu
sebagai berikut ; Pertama, permukaan utama
terletak memanjang landas pacu yang berujung
200 kaki atau sekitar 61 meter di luar ujung landas
pacu dengan ketinggian sama dengan titik
terdekat dengan garis tengan landas pacu dan
lebar bervariasi menurut kelas atau tingkat
layanan bandar udara; Kedua, permukaan
horizontal ialah suatu bidang datar setinggi 150
kaki atau sekitar 46 meter di atas ketinggian
bandar udara yang pinggirnya berupa lingkaran
dengan jari-jari tertentu dari titik pusat pada
setiap ujung permukaan primer dari landas pacu;
Ketiga, permukaan kerucut dimulai dari pinggir
permukaan horizontal ke atas dan ke luar dengan
membentuk sudut 20:1 untuk jarak 4.000 kaki
atau sekitar 1.219 meter; Keempat, permukaan
pendekatan ialah permukaan memanjang
mengikuti perpanjangan garis tengah landas pacu,
118 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

arah ke luar dan ke atas, dengan lebar pada


bagian dalam sama dengan lebar permukaan
primer yang melebar menjauh dari landas pacu
sampai ukuran tertentu dalam jarak tertentu;
Kelima, permukaan peralihan memanjang ke luar
dan ke arah atas dengan perpanjangan garis
tengah landas pacu membentuk sudut 7:1 dari sisi
permukaan utama dan dari permukaan
pendekatan.

b) Area Pembagian Pelayanan Lalu Lintas Udara.


Pembagian Pelayanan Lalu-Lintas Udara sesuai dengan
tujuan pemberian Air Traffic Services, Annex 11 International
Civil Aviation Organization (ICAO), 1998. Pelayanan yang
diberikan oleh petugas pemandu Lalu-Lintas Udara terdiri dari
3 layanan, antara lain :
(1) Fasilitas Aerodrome Control Service. Memberikan
layanan Air Traffic Control Service, Flight Information
Service dan Alerting Service yang diperuntukkan bagi
pesawat terbang yang beroperasi atau berada di bandar
udara dan sekitarnya (vicinity of aerodrome) seperti take
off, landing, taxiing, dan yang berada di kawasan
manouvering area, yang dilakukan di Air Control Tower.
Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini
disebut Aerodrome Control Tower (TWR).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 119

(2) Fasilitas Approach Control Service. Memberikan


layanan Air Traffic Control Service, Flight Information
Service dan Alerting Service yang diberikan kepada
pesawat yang berada di ruang udara sekitar bandar
udara, baik yang sedang melakukan pendekatan maupun
yang baru berangkat, terutama bagi penerbangan yang
beroperasi terbang instrumen yaitu suatu penerbangan
yang mengikuti aturan penerbangan instrumen atau
dikenal dengan Instrument Flight Rule (IFR). Unit yang
bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut
Approach Control Office (APP).

(3) Area Control Service. Memberikan layanan Air


Traffic Service, dan Alerting Service, yang diberikan
kepada penerbangan yang sedang menjelajah (en-route
flight) terutama yang termasuk penerbangan terkontrol
(controlled flights). Unit yang bertanggung jawab
memberikan pelayanan ini disebut Area Control Centre
(ACC).

c) Urgensi Faktor Cuaca Utama Dalam Penerbangan.73

73 Cuaca Bumi terjadi di Troposfer, yaitu lapisan paling bawah dari Atmosfer. Cuaca di
Stratosfer memiliki arti penting yang berpengaruh pada dunia penerbangan, karena pesawa t
Jet terbang pada lapisan tersebut. Stratus adalah wilayah tempat adanya lokasi lapisan Oz on
yang melindungi permukaan Bumi dari radiasi. Ketinggian wilayah Stratosfer adalah 15
sampai 50 Kilometer di atas permukaan Bumi. Udara yang naik dari Troposfer ke Stratosfer
membelah menjadi arus Utara dan arus Selatan. Dan balon-balon udara mengumpulkan data
cuaca hingga 30 Kilometer yang sangat berguna untuk penerbangan. Karena faktor cuaca
sangat berdampak pada keselamatan penerbangan. Ensiklopedia - Hamparan Dunia Ilmu,
“Cuaca dan Iklim”, (Jakarta, Penerbit : Tira Pustaka, 2002), hal. 112.
120 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Cuaca adalah salah satu faktor utama dalam melakukan


penerbangan, kondisi cuaca dapat menganggu proses
pengoperasian pesawat pada saat lepas landas maupun saat
landing di bandara tujuan. Faktanya banyak terjadi kecelakaan
penerbangan yang diakibatkan oleh faktor cuaca, hal ini
diakibatkan karena kurangnya informasi yang diberikan oleh
Notam (Notification to Airment). Unsur cuaca meliputi prediksi
arah angin, kecepatan angin, awan rendah dan kabut, tinggi
dan ketebalan awan (jenis awan), visibilitas atau jarak
pandang, turbelensi udara dan pengendapan es pada badan
pesawat. Kondisi cuaca juga dapat dikategorikan cuaca yang
baik (clear weather) atau cuaca yang buruk (bad weather),
kondisi ini sangat menentukan bagi penerbangan apakah
penerbangan ini bisa lanjut,ditunda, atau dibatalkan. Ketika
hujan deras dapat menganggu visibility (jarak pandang) dan
dapat menyebabkan landasan tergenang air yang bisa
membahayakan dalam proses take off maupun landing, dalam
hal ini biasanya peasawat melakukan holding (gerakan
berputar di udara). Kondisi angin juga harus diwaspadai karena
ada beberapa macam arah angin yang dapat menggangu dalam
proses landing atau ketika berada di udara, arah angin dari
depan (up wind), arah angin dari samping (cross wind). Hal ini
dapat menganggu stabilitas pesawat. Cuaca sulit atau bahkan
tidak dapat dihindari, petugas hanya dapat menyesuaikan
aktifitas penerbangan dengan kondisi cuaca tertentu dan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 121

memprediksinya. Karena kondisi cuaca sangat berpengaruh


terhadap keselamatan dan kenyamanan penerbangan.

3) Fasilitas Lain yang Berada di Lapangan Udara.


Secara umum, fasilitas bantu pendaratan, adalah salah satu
prasarana penunjang operasi bandara, dan dibagi menjadi dua
kelompok peralatan, yaitu : Alat Bantu Pendaratan Instrumen/ILS
(Instrument Landing System) dan Alat Bantu Pendaratan Visual/AFL
(Airfield Lighting System). Kedua peralatan tersebut mutlak
diperlukan guna mengoptimalkan fungsi bandara untuk keselamatan

a) Alat Bantu Pendaratan Instrument terdiri dari:74


(1) Instrument Landing System/ILS adalah alat bantu
pendaratan instrumen (non visual) yang digunakan
untuk membantu penerbang dalam melakukan prosedur
pendekatan dan pendaratan pesawat di suatu bandara,
terutama pada saat cuaca tidak baik dengan jarak
pandang yang relatif terbatas. Peralatan ILS terdiri atas 3
subsistem :
(a) Localizer, yaitu pemancar yang memberikan
sinyal pemandu azimuth, mengenai kelurusan
pesawat terhadap garis tengah landasan pacu,
beroperasi pada daerah frekuensi 108 MHz hingga
111,975 MHz.

74 Sakti Adji Adisasmita, “Mega City & Mega Airport”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha
Ilmu, 2013), hal. 67.
122 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

(b) Glide Slope, yaitu pemancar yang


memberikan sinyal pemandu sudut luncur
pendaratan, bekerja pada frekuensi UHF antara
328,6 MHz hingga 335,4 MHz untuk mengetahui
sudut pendaratan yang relatif aman bagi pesawat
dan nyaman bagi penumpang pesawat.

(c) Marker Beacon, yaitu pemancar yang


menginformasikan sisa jarak pesawat terhadap
titik pendaratan. dioperasikan pada frekuensi 75
Hz agar pesawat mendarat sesuai dengan panjang
landasan atau run way. Marker Beacon terdiri dari
3 buah, yaitu :

➢ Outer Marker (OM) terletak 3,5 - 6 nautical


miles dari landasan pacu. Outer Marker
dimodulasikan dengan sinyal 400 Hz.

➢ Middle Marker (MM) terletak 1050 ± 150


meter dari landasan pacu dan dimodulasikan
dengan frekuensi 1300 Hz.

➢ Inner Marker (IM) terletak 75 - 450 meter


dari landasan pacu dan dimodulasikan dengan
sinyal 3000 Hz. Di Indonesia tidak di pasang IM
mengingat ILS dioperasikan dengan kategori I.

(2) Runway Visual Range (RVR) adalah suatu


sistem/alat yang digunakan untuk memperoleh
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 123

informasi meteorologi (cuaca) yaitu jarak tembus


pandang (visibility) di sekitar runway, jarak pandang
sangat mempengaruhi keputusan Pilot untuk terbang
atau menunda jadwal penerbangan.

b) Airfield Lighting System (AFL) adalah alat bantu


pendaratan visual yang berfungsi membantu dan melayani
pesawat terbang selama tinggal landas, mendarat dan
melakukan taxi agar dapat bergerak secara efisien dan aman.
Airfield Lighting System (AFL) meliputi peralatan-peralatan
sebagai berikut :

(1) Runway edge light, yaitu rambu penerangan


landasan pacu, terdiri dari lampu-lampu yang dipasang
pada jarak tertentu di tepi kiri dan kanan landasan pacu
untuk memberi tuntunan kepada penerbang pada
pendaratan dan tinggal landas pesawat terbang disiang
hari pada cuaca buruk, atau pada malam hari agar
pesawat tidak keluar dari jalur landasan atau runway.

(2) Threshold light, yaitu rambu penerangan yang


berfungsi sebagai penunjuk ambang batas landasan,
dipasang pada batas ambang landasan pacu dengan
jarak tertentu memancarkan cahaya hijau jika dilihat
oleh penerbang pada arah pendaratan.

(3) Runway end light, yaitu rambu penerangan


sebagai alat bantu untuk menunjukan batas akhir/ujung
124 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

landasan, dipasang pada batas ambang landasan pacu


dengan memancarkan cahaya merah apabila dilihat oleh
penerbang yang akan tinggal landas.

(4) Taxiway light, yaitu rambu penerangan yang


terdiri dari lampu-lampu memancarkan cahaya biru yang
dipasang pada tepi kiri dan kanan taxiway pada jarak-
jarak tertentu dan berfungsi memandu penerbang untuk
mengemudikan pesawat terbangnya dari landasan pacu
ke dan atau dari tempat parkir pesawat yang berfungsi
untuk membimbing Pilot menuju tempat parkir pesawat
yang aman.

(5) Flood light, yaitu rambu penerangan untuk


menerangi tempat parkir pesawat terbang diwaktu siang
hari pada cuaca buruk atau malam hari pada saat ada
pesawat terbang yang menginap atau parkir. Fungsi
penerang ini utamanya untuk menjaga pesawat dan
keamanan dari upaya sabotase dari unsur luar atau
unsur dalam, dengan demikian untuk memudahkan
petugas keamanan melakukan kontrol pengamanan
terutama pada saat negara dalam kondisi kurang aman.
Lampu penerang harus mampu menerangi pesawat dari
semua sudut pandang yang aman.

(6) Approach light, yaitu rambu penerangan untuk


pendekatan yang dipasang pada perpanjangan landasan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 125

pacu berfungsi sebagai petunjuk kepada penerbang


tentang posisi, arah pendaratan dan jarak terhadap
ambang landasan pada saat pendaratan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga keamanan saat landing.

(7) PAPI (Precision Approach Path Indicator) dan


VASIS (Visual Approach Slope Indicator System), yaitu
rambu penerangan yang memancarkan cahaya untuk
memberi informasi kepada penerbangan mengenai
sudut luncur yang benar, dan memandu penerbang
melakukan pendekatan menuju titik pendaratan pada
daerah touch down. Warna slope hijau berarti tanda
sudut pendaratan yang aman.

(8) Rotating Beacon, yaitu rambu penerangan


petunjuk lokasi bandar udara, terdiri dari 2 sumber
cahaya bertolak belakang yang dipasang pada as yang
dapat berputar, sehingga dapat memancarkan cahaya
berputar dengan warna hijau dan putih pada umumnya
Rotating Beacon dipasang di atas tower.

(9) Turning area light, yaitu rambu penerangan untuk


memberi tanda bahwa didaerah ini terdapat tempat
pemutaran pesawat terbang dan harus diperhatikan
jarak dengan pesawat lain pada posisi yang sama.

(10) Apron Light, yaitu rambu penerangan yang terdiri


dari lampu-lampu yang memancarkan cahaya merah
126 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

yang dipasang di tepi Apron untuk memberi tanda batas


pinggir Apron agar pesawat tidak keluar dari batas
Apron.

(11) Sequence Flashing Light (SQFL), yaitu lampu


penerangan berkedip berurutan pada arah pendekatan.
SQFL dipasang pada Bar 1 s/d Bar 21 Approach Light
System.

(12) Traffic Light, yaitu rambu penerangan berfungsi


sebagai tanda untuk pengaturan kendaraan umum yang
dikhawatrikan akan dapat menyebabkan gangguan
terhadap pesawat terbang yang sedang mendarat. Hal
ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi
kecelakaan pesawat di darat.

(13) Obstruction Light, yaitu rambu penerangan


berfungsi sebagai tanda untuk menunjukan ketinggian
suatu bangunan yang dapat menyebabkan
gangguan/rintangan pada penerbangan.

(14) Wind Cone, yaitu rambu penerangan menunjukan


arah angin bagi pendaratan atau lepas landas suatu
pesawat terbang.

4) Kategori Fasilitas Terminal Penumpang yang Memadai.75


a) Jenis-jenis Fasilitas yang Distandarkan.

75
I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, penerbit : Mitra
Wacana Media, 2013), hal. 64.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 127

(1) Jalan dan Penghubung Sisi Darat. Sarana ini


diperlukan untuk mengalirkan para penumpang dari
halaman, untuk masuk, atau keluar terminal yang terdiri
atas tempat bongkar muat barang bawaan, jalan menuju
proses check-in barang serta untuk pemrosesan
kelengkapan administrasi penerbangan khususnya
penerbangan Internasional. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi penyelundupan orang atau terjadi kelalaian
yang berakibat fatal bagi penerbangan.

(2) Pemrosesan Administrasi Penumpang. Tempat ini


diperlukan untuk kegiatan administrasi dan pemrosesan
penumpang beserta barang bawaannya. Bagian ini
terdiri atas penjualan tiket, meja pndaftaran untuk
penumpang dan bagasibea cukai/imigrasi/karantina, dan
lain-lain.

(3) Tempat Menunggu Penumpang. Di tempat


menunggu ini disediakan sarana untuk memenuhi
berbagai kebutuhan penumpang saat menunggu. Antara
lain :

(a) Fasilitas Passenger Lounges yang mencakup


tempat menunggu umum dan pemberangkatan.

(b) Fasilitas Passenger Service Areas yang


mencakup kamar kecil, telepon umum, kantor
pos, informasi, tukang cukur atau salon.
128 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

(c) Fasilitas Concessions yang mencakup bar,


restoran, penjualan Koran, took bebas pajak,
ervasi hotel, penukaran uang, asuransi atau
persewaan mobil.76

(d) Fasilitas Observation Decks and Visitors


Lobbies termasuk fasilitas VIP (pejabat Negara)
dan CIP (pejabat dalam perniagaan).

(4) Sirkulasi Internal dan Penghubung dengan Sisi


Darat. Sirkulasi internal mencakup lorong, tempat
berjalan kaki atau kendaraan diatas rel.

(5) Kegiatan Perusahaan Angkutan Udara dan


Pendukung Penerbangan :

(a) Kantor perusahaan angkutan udara, ruang


awak pesawat dan ruang penyimpanan sarana
pelayanan.

(b) Kantor bandar udara dan pengamanan.

(c) Kantor pemerintahan dan pendukung untuk


bea-cukai, imigrasi, karantina, pengawasan lalu
lintas udara.

76 Fasilitas bandara yang digunakan untuk mendukung keperluan penumpang dan

keperluan navigasi sangat ditentukan oleh jumlah dan kapasitas pesawat udara. Dengan
demikian terdapat hubungan berbanding lurus antara volume penumpang, jenis pesawat
dan kelegkapan fasilitas penerbangan. Contoh nyata adalah perbedaan fasilitas Bandara
Internasional bila dibandingkan dengan Bandara Perintis. Muchtar Siregar, “Manajemen
Transportasi”, (Jakarta, Penerbit : LPFE.UI, 2012), hal. 139.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 129

(d) Kantor staf pemeliharaan dan sistem


informasi.

b) Aliran Penumpang dan Bagasi.


(1) Aliran Penumpang yang Distandarkan. Aliran
penumpang dimulai dari memasuki gedung terminal,
kemudian bersama barang bawaannya (bagasi) melewati
bagian pengamanan menuju meja pendaftaran, setelah
itu ke ruang tunggu keberangkatan dan akhirnya menaiki
pesawat udara. Setelah sampai di Bandar udara tujuan,
penumpang turun dari pesawat udara menuju tempat
pengambilan bagasi dan keluar gedung terminal untuk
melanjutkan perjalanan dengan moda angkutan lain.

(2) Aliran Bagasi yang Distandarkan. Aliran bagasi


dimulai dari pemisahan dari penumpang dimeja
pendaftaran, kemudian dibawa ke ruang bagasi lalu
dikelompokan dan dimuat dalam satuan-
satuan atau unit load divicies serta di angkut dan dimuat
di pesawat udara. Setelah sampai di bandar udara
tujuan, bagasi diturunkan dari pesawat udara dan
diangkut ketempat pengambilan bagasi dan diambil
oleh pemilik bagasi yang dibawa keluar dari gedung
terminal.

c) Bentuk-bentuk Terminal Manajemen kebandarudaraan


Strategis.
130 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Bentuk-bentuk terminal77 terkait dengan sifat-sifat lalu


lintas udara yang dilayani antara lain ukuran dan sifat
permintaaan lalu lintas antara penerbangan Internasional,
domestik, berjadwal dan ketersediaan lahan yang memadai
untuk mendukung ketersediaan semua fasilitas guna
mengoptimalisasikan fungsi dan peran manajemen
kebandarudaraan strategis. Untuk itu harus ada analisis
keseimbangan antara bentuk terminal, kesiapan lahan area
bandara serta jenis pesawat yang digunakan. Dasar pemilihan
diantara bentuk-bentuk tersebut terutama pada jenis proses
yang diinginkan yaitu antara sentralisasi seperti pelaporan
penumpang, bea cukai dan imigrasi maupun pengamanan.
Adapun desentralisasi mencakup pemencaran fungsi-fungsi
tersebut dalam sejumlah pusat layanan atau terminal yang
saling tidak bergantung yang disesuaikan dengan fungsi
masing-masing, sehingga tidak terjadi miskomunikasi atau
kesalahan prosedur yang tidak dikehendaki dan berakibat fatal
bagi keselamatan dan kelancaran pelayanan penerbangan.

77 Ada 6 konsep desain terminal terkait dengan pembangunan fasilitas

kebandarudaraan; Pertama, Single Linear, yaitu pembangunan terminal dan Apron pesawat
berhubungan langsung, sehingga memberikan kemudahan bagi penumpang; Kedua, Multiple
Linear, yaitu terminal berbentuk setengah lingkaran atau satu lingkaran; Ketiga, Pier Konsep,
yaitu usaha memperluas peran dan fungsi bandara; Keempat, konsep “Satelite”, yaitu
koneksitas antar terminal yang ditata dengan baik; Kelima, Transporter, yaitu adanya
kendaraan khusus untuk menghubungkan penumpang dengan pesawat; Keenam, Hybrid,
yaitu kombinasi dari berbagai konsep pembangunan terminal. Muchtarudin Siregar,
“Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen Transportasi”, (Jakarta, Penerbit : LPFE.UI,
2013), hal. 145.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 131

(1) Open Apron atau Linier Concept.


(2) Central Terminal with Pier Fingers.
(3) Central Terminal with Remote Satellites.
(4) Remote Apron atau Transfer atau Transporter.
(5) Unit Terminal Concept.

5) Karakteristik Terminal Cargo.


a) Fungsi Terminal Cargo yang Distandarkan.
(1) Pengubahan Ukuran. Barang dari berbagai ukuran
dan kecil-kecil digabungkan menjadi ukuran yang lebih
besar dalam unit load devicies (ULD) seperti container,
pallet agar lebih mudah ditangani disisi udara.

(2) Pemilihan dan Pemilahan. Barang yang diterima


di terminal cargo akan dikirim ke berbagai tujuan dalam
berbagai penerbangan. Untuk itu, barang dikemas
menjadi bentuk muatan pesawat udara untuk tujuan
masing-masing dalam berbagai ukuran ULD yang tepat.

(3) Penyimpanan. Penyimpanan diperlukan untuk


menyesuaikan pola dan tingkat aliran barang di sisi darat
dan udara.

(4) Fasilitas dan Dokumentasi. Di terminal cargo


tempat yang paling tepat untuk melengkapi dan
menguruskan dokumen yang terkait dengan pengiriman
cargo lewat udara.
132 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

b) Aliran Barang di Terminal Cargo yang Distandarkan.


(1) Barang datang untuk dikirim. Barang masuk pada
tempat penerimaan, kemudian melewati bagian
pendokumenan untuk dihitung, ditimbang dan diberi
label. Setelah itu barang dibawa kebagian perakitan
muatan awal atau ada yang harus disimpan dahulu
sesaat di gudang, lalu ke proses perakitan yang
disesuaikan dengan jenis dan fungsi pesawat udara yang
akan digunakan sebelum sampai pada bagian akhir
proses menuju apron penumpang atau apron cargo
dimuat ke pesawat udara.

(2) Barang datang untuk diterima. Barang diturunkan


dari pesawat udara diterima di tempat pemrosesan
awal, lalu dipilih dan didaftarkan. Setelah itu barang
dimasukan kedalam gudang untuk diproses bea cukai,
kemudian persiapan untuk penerusan ke pihak
penerima. Dalam hal ini, diperlukan proses penguraian
dan perakitan ulang bagi kemasan yang memuat barang
dengan tujuan berbeda-beda. Bagi barang yang masih
harus dikirimkan sebagai muatan udara lagi, langsung
diserahkan pada bagian pengiriman sebagai muatan
udara.78

78 Secara prosedural persyaratan umum penerimaan cargo; Pertama, tunduk pada

semua peraturan penerbangan; Kedua, dalam keadaan tertentu pihak Airlines berhak untuk
menolak barang kiriman tanpa memikul tanggung jawab apapun; Ketiga, volume dan jum l a h
barang melebihi yang telah ditentukan oleh Maskapai Penerbangan pihak Airlines dapat
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 133

6) Karakteristik Industri Kebandarudaraan Strategis.


a) Standarisasi Bandar Udara. Standarisasi bandar udara
atau sistem bandar udara nasional ditentukan menurut
kebijakan setiap negara. Kebijakan ini dipengaruhi oleh kondisi
dan konstelasi geografi Negara tersebut, demografi, serta
sistem ekonomi politiknya dan kondisi sosial budaya, sekaligus
tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat setempat.

b) Komponen Layanan dan Fasilitas.


(1) Fasilitas Layanan Operasi Utama dan Fasilitas.
Layanan dan fasilitas ini terutama berhubungan
dengan jaminan keselamatan pesawat udara dan
pengguna bandar udara. Hal ini mencakup layanan lalu-
lintas udara untuk pendekatan dan pendaratan pesawat
udara; layanan meteologi, serta pemeliharaan landas
pacu dan bangunan.

(2) Fasilitas Penanganan di Darat. Pelayanan dan


fasilitas ini berkaitan langsung dengan pesawat udara
yang mencakup pembersihan,bongkar muat bagasi atau
cargo, dan pengisian bahan bakar dan pemeriksaan
teknis.

menolaknya; Keempat, Airlines berhak untuk memeriksa semua kemasan dari semua
kiriman. Dengan demikian dapat difahami bahwa prosedur tersebut di atas dalam rangka
keamanan dan keselamatan penerbangan. Wynd Rizaldi dan Muhammad Rifni, “Manajem e n
Dasar Penanganan Cargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 22.
134 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

(3) Fasilitas Kegiatan Komersial. Pada kebanyakan


fasilitas komersial bandar udara terdapat konsesi-
konsesi yang spesialis dalam jenis usaha masing-masing.
Dari pemegang konsesi, penguasa bandar udara
menghimpun dana konsesi dan sewa, tetapi sangat
jarang penyelenggaraan bandar udara yang langsung
terlibat dalam menjalankan usaha-usaha komersial.

c) Faktor Kepemilikan dan Pengelolaan Bandar Udara.


(1) Faktor Kepemilikan. Terdapat lima model
kepemilikan bandar udara :
(a) Milik Negara dengan pengendalian langsung
oleh pemerintah (Pusat atau Daerah).
(b) Milik Negara melalui penguasa bandar
udara yang bekerja secara otonom.
(c) Milik campuran (Negara dan Swasta), yang
dalam pelaksanaannya terpisah menurut sektor
yang dikelola.
(d) Milik Swasta, yang sangat dibatasi baik
dalam jumlah maupun cakupan fungsinya, pada
umumnya hanya berupa sisi udara kecil dan
biasanya untuk penerbangan umum atau
aeroclub.
(e) Milik perusahaan tertentu yang khusus
digunakan untuk kepentingan perusahaan
tersebut.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 135

(2) Faktor Pengelolaan. Ada enam model pengelolaan


bandar udara :
(a) Pemerintahan kota.
(b) Penguasa pelabuhan multiguna.
(c) Penguasa bandar udara.
(d) Bandar udara dioperasikan Negara.
(e) Bandar udara sebagai barometer
perekonomian.
(f) Keselamatan, keamanan dan kenyamanan
prioritas utama.

7) Analisis Operasi Kebandarudaraan Strategis.


a) Sistem Bandar Udara Strategis.
Dilihat dari aspek operasinya, bandar udara merupakan
satu sistem karena terdiri atas komponen-komponen yang
berinteraksi satu dengan lainnya dan menghasilkan suatu
keluaran. Komponen-komponen bandar udara terdiri atas
pengeluaran bandar udara, pengelolaan perusahaaan angkutan
udara, dan kebutuhan pengguna jasa angkutan udara.
Pengelolaan perusahaan angkutan udara dan kebutuhan
pengguna jasa angkutan udara dapat menciptakan kesesuaian
kebutuhan pengguna dengan kemampuan pesawat udara
melalui integrasi karateristik kebutuhan pengguna dalam
penerbangan dengan karakteristik penerbangan. Pengelolaan
bandar udara dan kebutuhan pengguna jasa angkutan udara
dapat menciptakan kesesuaian kebutuhan pengguna jasa
136 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

angkutan udara dengan kemampuan bandar udara melalui


integrasi antara karakteristik kebutuhan pengguna jasa
angkutan udara di terminal dan kemampuan terminal, dalam
hal antara lain penggunaan ruang di terminal penumpang dan
cargo serta layanan di darat.

b) Secara Umum Standar Fungsi Bandar Udara.

(1) Fungsi Penggantian Moda.


Bandar udara berfungsi sebagai penghubung fisik
antara alat angkut udara dan alat angkut permukaan.
Untuk itu, hubungan dirancang agar dapat
mengakomodasikan karakteristik operasional alat angkut
pada sisi udara dengan alat angkut pada sisi darat, pada
bagian keberangkatan maupun pada bagian kedatangan.

(2) Fungsi Pemrosesan.


Bandar udara berfungsi sebagai tempat penyiapan
pemberangkatan dan penerimaan kedatangan pesawat
udara. Penyiapan keberangkatan mencakup; penyediaan
fasilitas pengurusan karcis, dokumen, serta pelayanan
penumpang dan penanganan cargo. Dalam penerimaan
kedatangan, bandar udara menyediakan fasilitas
pengurusan untuk berpindah pesawat, pengurusan
dokumen seta pengurusan bagasi dan cargo.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 137

(3) Fungsi Perubahan Tipe Gerakan.


Bandar udara berfungsi sebagai pengubah aliran
muatan yang berkelanjutan menjadi bergelombang,
menurut ukuran pesawat udara yang diberangkatkan.

(4) Fungsi Kapasitas Bandar Udara.


Kapasitas Bandar udara ditentukan baik oleh sisi
udara maupun sisi darat, tetapi dalam bahasan ini
diutamakan pada kapasitas fasilitas sisi udara
terutama komponen landas pacu, landas hubung, dan
tempat parkir dari sistem bandar udara.

c) Apron Movement Control (AMC).


Merupakan badan pengawasan dan pengontrolan
pesawat yang baru landing ataupun hendak take-off. Badan ini
berada di bawah naungan Perusahaan Pengelola Airport. Unit
ini bertugas menentukan tempat parkir pesawat setelah
menerima estimate dari unit ADC (Tower). Sebelum
menentukan Parking Stand pesawat unit AMC harus
berkoordinasi dengan airline atau operator agar proses
bongkar muat berjalan lancar. Setelah menentukan Parking
Stand pesawat, unit AMC langsung memberikan informasi
tersebut kepada unit ADC (Tower). Kegiatan Apron
Management Service dapat dilaksanakan dengan :

(1) Upaya mengatur alokasi parkir pesawat sebaik


mungkin dengan jarak antar pesawat, antar pesawat
138 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dengan bangunan terminal yang sedekat mungkin untuk


proses bongkar muat, ini ditujukan untuk pemanfaatan
apron yang optimal.

(2) Upaya mengatur jarak yang cukup antar pesawat


selain untuk kegiatan bongkar muat, agak terpisah dari
bangunan terminal untuk menghindari rintangan di
apron.
(3) Menyediakan ruang parkir yang cukup untuk
pelaksanaan pelayanan terbaik bagi seluruh pesawat.
(4) Membantu pesawat dalam kegiatan embarkasi
dan disembarkasi.

(5) Menyediakan fasilitas untuk pengisian bahan


bakar.

(6) Menyediakan transportasi dari tempat parkir


pesawat kebangunan terminal jika jaraknya relatif jauh.

(7) Menyediakan ruang untuk inspeksi pesawat,


penumpang, crew pesawat dan barang- barang bawaan.

Setiap parking stand pesawat hendaknya dapat dilihat


secara jelas untuk memastikan bahwa pesawat tersebut
berada pada jarak yang aman dengan pesawat lain maupun
bangunan di sekitarnya. Kita ketahui bahwa pergerkan pesawat
di apron diatur oleh tower/ground control yang mempunyai
wewenang untuk pengaturan. Sedangkan pergerakan mobil,
truk, garbarata, dan sebagainya diatur oleh petugas Apron
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 139

Movement Control (AMC) atau yang biasa disebut petugas


parkir pesawat yang mengontrol, mengatur dan mengawasi
keberadaan pesawat yang ada di landasan parkir bandara.
Biasanya ruang petugas AMC berada didekat ruang
keberangkatan berjarak tiga ruang dari loket maskapai
penerbangan. Mungkin banyak orang beranggapan bahwa
tugas dari AMC itu sangat mudah hanya sekedar memarkirkan
pesawat saja. Namun kenyataanya tidak demikian, karena para
petugas AMC ini adalah para petugas yang sudah memiliki
lisensi khusus dimana tugas dari AMC ini tidak dapat digantikan
oleh orang lain. Ketika pesawat landing para petugas AMC
langsung menentukan dimana lokasi pesawat akan diparkir,
termaksud didalamnya para petugas AMC ini harus dapat
membuat suatu pertimbangan dimana pesawat akan
ditempatkan. Dan biasanya untuk satu pesawat sedikitnya
ditangani oleh 2 petugas AMC yang berada di apron. Para
petugas AMC ini juga dilengkapi dengan alat komunikasi ke
ATC, dimana memiliki arti yang dapat didengar juga oleh Pilot.
Tetapi pada dasarnya alat komunikasi ini pasif dan hanya untuk
penerima saja sebagai tanda pesawat akan landing. Namun ada
di frekuensi tertentu yang sudah diatur antara ATC dan AMC
untuk komunikasi di lapangan atau di apron. Dengan demikian
petugas AMC memberikan Parking Stand kepada Tower untuk
dilanjutkan kepada Pilot yang selanjutnya tower akan
memandu pesawat hingga ke parking stand atau AOC (Airport
140 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Operation Centre) yang tugasnya mengatur slot time parking


stand. Maka dari itu sangat penting peran petugas AMC yang
bisa disebut juga “polisi apron” untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan di apron seperti resiko tertabrak pesawat dan
terkena hempasan jet dari kepak pesawat yang bisa mengacam
jiwa para petugas AMC. Maka dari itu para petugas AMC harus
bertugas dengan lebih hati-hati sesuai dengan Safety
Management System (SMS) dengan AVSEC (Aviation Security).

d) Fasilitas Apron Management Service (AMS).


Dalam ICAO Document 9426-AN/924 tahun 1984 V-1-1-4
menyebutkan bahwa :“Apron Management Service is a service
provided to regulate the activities and the movement of
aircraft and vehicles on Apron”. Maksudnya Apron
Management Service adalah suatu pelayanan untuk mengatur
pergerakan lalu-lintas pesawat udara dan kendaraan-
kendaraan di Apron. Apron memang tidak termasuk
Manoeuvring area tetapi masuk kedalam Movement Area.
Dalam Anex 14, Aerodrome Volume I, Aerodrome Design and
Operations disebutkan bahwa “Manoeuvring area is part of an
Aerodrome to be used for take off, landing and taxiing of
aircraft, axcluding aprons”. Jadi manoeuvring area adalah
bagian dari Aerodrome yang digunakan untuk take off, landing,
taxiing kecuali Apron. Sedangkan yang dimaksud Movement
Area dalam annex 14, Aerodrome Volume I adalah “ Movement
area is part of an Aerodrome to be used for the take off,
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 141

landing, taxiing of aircraft, consisting of the manouevring area


and the apron(s)”. jadi yang dimaksud movement area adalah
bagian dari Aerodrome yang digunakan untuk take off, landing,
taxiing pesawat termasuk manouevring area dan apron serta
semua fasilitas yang berhubungan dengan penerbangan. ICAO
merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut :

(1) Fasilitas Apron hendaknya dibuat nyaman untuk


bongkar muat penumpang, cargo atau pos sebaik
memberikan pelayanan kepada pesawat tanpa
mengganggu traffic lainnya di aerodrome tersebut.

(2) Fasilitas seluruh area apron hendaknya mampu


digunakan untuk expeditious handling traffic di
aerodrome tersebut pada saat traffic padat.

(3) Fasilitas setiap bagian dari apron hendaknya dapat


digunakan untuk pesawat yang akan segera ditangani
walau beberapa bagian apron memang dikhususkan
untuk dipakai jika traffic padat saja.

(4) Fasilitas Slope di apron termasuk aircraft stand


taxi lane dibuat agar air tidak tergenang.

(5) Slope terbesar pada aircraft stand adalah 1%.

(6) Setiap aircraft stand harus memiliki jarak yang


aman terhadap aircraft stand yang lain, bangunan-
bangunan didekatnya, dan benda-benda lain di apron.
142 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Berikut ini adalah jarak aman antar aircraft stand :


(1) Code letter A : 3 meter
(2) Code letter B : 3 meter
(3) Code letter C : 4,5 meter
(4) Code letter D : 7,5 meter
(5) Code letter E : 7,5 meter
(6) Code letter F : 7,5 meter

Untuk pesawat dengan Code letter D, E, F jika lingkungan


sekitar memungkinkan jaraknya bisa dikurangi dengan model
nose in parking. Dengan memperhatikan :
(1) Terminal dan nose pesawat.
(2) Beberapa stand menggunakan azimut guidance
dan yang sebagian lagi menggunakan visual docking
guidance system.

Menurut ICAO dalam Document 9157-AN/901 Part 2 Chapter


3.4.5 ada dua metode pesawat untuk meninggalkan dan
memasuki aircraft stand yaitu :

(1) Self Manouevring, digunakan untuk konfigurasi


parkir; Angle nose-in, Angle nose-out & Parallel. Pada
metode ini pesawat tidak memerlukan bantuan towing
car.

(2) Tractor Assisted, digunakan untuk konfigurasi


parkir Nose-in. Pada metode ini pesawat memerlukan
bantuan towing car.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 143

Sedangkan konfigurasi parkir pesawat ada 4, yaitu :

➢ Konfigurasi parkir pesawat Angle Nose-in, yaitu


sistem parkir pesawat udara dengan hidung pesawat
menghadap gedung terminal membentuk sudut 45°
terhadap gedung terminal.

➢ Konfigurasi parkir pesawat Angle Nose-Out : yaitu


sistem parkir pesawat udara dengan hidung pesawat
membelakangi terminal membentuk sudut 45° terhadap
gedung terminal.

➢ Konfigurasi Parkir Pesawat Palarel, yaitu sistem


parkir pesawat udara sejajar dengan bangunan terminal.

➢ Konfigurasi Parkir Pesawat Nose-In, yaitu sistem


parkir pesawat udara dengan hidung pesawat tegak
lurus sedekat mungkin dengan gedung terminal.

e) Komponen Pendapatan Bandar Udara.


Bandar udara dalam pengoperasiannya memerlukan
biaya yang sangat besar dalam upaya menjaga Safety, Security,
Service, dan Complience (3S + C) agar para pengguna jasa
bandar udara dalam hal ini penumpang dapat lancar, cepat,
dan aman sampai tujuan. Dalam upaya menjaga 3S + C
tersebut, maka pengelolaan bandar udara harus didukung
sumber dana yang memadai. Untuk itu, pemerintah
membentuk Badan Usaha MIlik Negara (BUMN) yang
mengelola jasa penerbangan dan navigasi udara serta jasa
144 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

bandar udara. Didalam memperoleh biaya pengoperasian


tersebut pengelola bandar udara mengelompokan pendapatan
menjadi dua yaitu :
(1) Pendapatan Aeronautika (Pendapatan jasa
penerbangan dan navigasi penerbangan), terdiri dari :
(a) Aircraft landing fee.
(b) Passenger services charges.
(c) Parking charges.
(d) Aviobridge charges.
(e) Over fying charges.
(f) Counter charges.
(2) Pendapatan Non-Aeronautika (Pendapatan jasa
penunjang kebandarudaraan), terdiri dari :
(a) Jasa penyediaan hotel di bandara.
(b) Jasa penyewaan space untuk pertokoan di
bandara.
(c) Jasa parkir kendaraan bermotor di bandara.
(d) Jasa pembersihan dan pemeliharaan
gedung dan kantor di bandara.
(e) Jasa penyediaan air bersih di bandara.
(f) Jasa penunjang kegiatan bussines meeting.
(g) Jasa iklan.
(h) Jasa Porter.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 145

(i) Dan jasa-jasa lain yang tidak melanggar


aturan yang sudah baku dan berlaku di bandara
baik tertulis maupun tidak tertulis.79

f) Prosedur atau Panduan Alur Birokrasi Perjalanan Udara.


Untuk melakukan perjalanan udara maka sebagai calon
penumpang kita harus melalui prosedur yang telah ditentukan
oleh pihak penyedia jasa penerbangan atau bandara dengan
harus memasuki beberapa wilayah atau melakukan beberapa
tahapan.
(1) Drop Zone. Area ini disediakan bagi kendaraan
untuk menurunkan penumpang yang akan berangkat.
Tersedia fasilitas valet parking bagi anda yang
memerlukan pelayanan ini.
(2) Prosedur Security Check Point.
(a) Pemeriksaan dokumen perjalanan sebagai
berikut :
➢ Tiket sesuai tanggal keberangkatan.
➢ Kartu Identitas
(b) Barang-barang bawaan wajib diperiksa
melalui x-ray.
(c) Untuk memperlancar pemeriksaan, seluruh
benda logam seperti Handphone, Kunci, dan

79
I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra
Wacana Media, 2013), hal. 81.
146 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

sebagainya agar dilaporkan dan diperiksa melalui


x-ray.
(d) Seluruh penumpang wajib melalui Walk
Through Metal Detector (WTMD).
(e) Apabila diperlukan, penumpang dan barang
bawaan dapat diperiksa secara manual.
(f) Laporkan kepada petugas security apabila
anda :
➢ Menggunakan alat pacu jantung.
➢ Membawa senjata api.
(g) Tidak diperkenankan membawa serta
barang-barang berbahaya, seperti pisau, cutter,
korek api, korek gas, dan sebagainya.
(3) Check In Counter.
(a) Siapkan dokumen sebagai berikut :
➢ Tiket sesuai tanggal keberangkatan.
➢ Kartu Identitas.
(b) Antrilah pada check-in counter yang sesuai
dengan nomor penerbangan.
(c) Untuk keselamatan penerbangan laporkan
bagasi yang beratnya tidak lebih dari 5 Kg. Hanya
diperkenankan membawa 1 bagasi ke dalam kabin
pesawat.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 147

(4) Fiskal.
➢ Prosedur ini hanya terdapat pada proses
keberangkatan penumpang Internasional. Counter
pembayaran Fiskal terletak di depan tangga
sebelum naik ke lantai dua keberangkatan
Internasional.
➢ Jika memiliki NPWP dan akan bepergian ke
negara-negara di kawasan Asia Tenggara, cukup
melapor di counter Pelayanan Pajak yang juga
terletak di tangga sebelum naik ke lantai dua
keberangkatan Internasional.

(5) Pembayaran PJP2U.


➢ Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara
(PJP2U) dikenakan tarif sebesar Rp. 30.000 untuk
penumpang domestik dan Rp. 150.000 untuk
penumpang Internasional. Besaran tarif dapat
berubah sewaktu-waktu sesuai dengan ketentuan.
➢ Tarif PJP2U tidak termasuk dalam harga
pembelian tiket.
➢ Penumpang yang dibebaskan dari PJP2U
seperti : penumpang transit, bayi, air crew, tamu
negara.

(6) Tata Kerja Pemeriksaan Imigrasi. Prosedur ini


hanya terdapat pada proses kedatangan penumpang
148 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Internasional. Siapkan dokumen seperti Passport dan


Fiskal

(7) Security Check Point 2.


➢ Siapkan Tiket dan Boarding Pass, serta
kupon PJP2U. Prosedur ini sama dengan prosedur
pada (Security Check Point) SCP1.
➢ Untuk penerbangan Internasional tidak
diperkenankan membawa barang bawaan yang
termasuk kategori LAGs (Liquid, Aerosol dan Gels)
lebih dari 1000 ml.

Sesuai standar keselamatan penerbangan,


diberlakukan pembatasan jumlah barang-barang berupa
cairan, aerosol dan gel yang dibawa ke dalam kabin pada
penerbangan Internasional, antara lain seperti air
mineral dan minuman lain, bahan kosmetik, lotion,
parfum, hairspray, minyak rambut, deodorant, pasta gigi,
dan sebagainya. Jumlah yang boleh dibawa untuk
masing-masing barang maksimal 100 ml/kemasan
dengan total seluruh barang maksimal 1 Liter. Barang-
barang tersebut harus dimasukkan ke dalam plastik
transparan dan terpisah dengan bagasi dan barang
bawaan lain. Pada prinsipnya semua prosedur
pengecekan dilakukan dalam rangka untuk menjamin
keselamatan, keamanan dan kenyamanan semua
penumpang.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 149

Pada prinsipnya, peran dan fungsi kebandarudaraan strategis adalah;


Pertama, bagi Pemerintah Pusat, secara Nasional sebagai bentuk pelayanan
Pemerintah terhadap masyarakat sesuai dengan Amanat Undang-Undang,
akan tetapi kontribusi balik peran dan fungsi bandara adalah peningkatan
pendapatan Nasional dan sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi;
Kedua, bagi Pemerintah Daerah, peran dan fungsi kebandarudaraan untuk
meningkatkan PAD dan membuka potensi ekonomi daerah serta sekaligus
sebagai wahana edukasi masyarakat daerah; Ketiga, bagi pelaku bisnis
Maskapai Penerbangan, bandara merupakan peluang bisnis yang menarik
dan menantang serta menjanjikan “Profit Margin” yang besar; Keempat,
bagi masyarakat, bandara merupakan sarana vital untuk melakukan
perjalanan antar daerah dan antar pulau dan sekaligus sebagai tempat
membuka lapangan pekerjaan baru; Kelima, bagi dunia Internasional,
bandara merupakan salah satu sarana hubungan diplomatik antar negara
dan sebagai penghubung kegiatan ekonomi perusahaan besar dunia;
Keenam, bagi kalangan pelaku bisnis Perbankan, bandara merupakan
tempat berputarnya uang dan transaksi ekonomi yang cukup besar.
Hubungan timbal balik antara kepentingan masyarakat dan
kepentingan Pemerintah serta kepentingan Maskapai Penerbangan
terangkum dalam manajemen kebandarudaraan strategis dengan bentuk
hubungan “Mutualisma”, artinya semua pihak diuntungkan. Pertama,
masyarakat diuntungkan karena kepentingan akan transportasi terlayani
dengan baik dan tingkat mobilisasi ekonomi berkembang dengan baik;
Kedua, Pemerintah Pusat dan Daerah memperoleh keuntungan
peningkatan perolehan Tax atau Pajak, program Pemerintah berjalan sesuai
150 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dengan RAPBN, terbukanya lapangan pekerjaan baru serta untuk


meningkatkan hubungan diplomatik. Pemerintah juga berkepentingan
untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi melalui bandara pada skala
Internasional. Akan tetapi dibalik itu semua, Pemerintah berkewajiban
untuk menata tata kelola bandara yang aman dan nyaman serta tertib dan
lancar. Pemerintah juga harus aktif untuk mengawasi sekaligus
memodernisasi peralatan navigasi dengan alasan untuk meningkatkan
keamanan dan keselamatan penerbangan; Ketiga, Maskapai Penerbangan
memperoleh keuntungan atau profit dari setiap penerbangan, dengan
demikian antara Pemerintah, masyarakat dan Maskapai Penerbangan harus
secara bersama-sama bersinergi secara aktif menjaga profesionalitas
pelayanan bandara pada taraf Internasional.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 151

BAB II
PRINSIP DASAR MANAJEMEN KEBANDARUDARAAN STRATEGIS

1. Pendahuluan.
Ada empat sasaran pokok pelayanan kebandarudaraan strategis,
yaitu; Pertama, terbukanya akses seluas-luasnya pada semua calon
pengguna jasa penerbangan dan kelancaran prosedur marketing; Kedua,
tercipta kondisi aman atau “Sense of Secure” pada setiap penumpang
dengan terjaminnya dari setiap kondisi yang menimbulkan rasa keraguan
terhadap keselamatan; Ketiga, faktor keamanan, artinya setiap penumpang
dan pengguna jasa penerbangan merasa nyaman dan terlayani dengan baik;
Keempat, tepat waktu, artinya setiap schedule penerbangan take off dan
landing diupayakan untuk tepat waktu, sehingga tidak terjadi penundaan
atau keterlambatan jadwal penerbangan, pemberangkatan dan
kedatangan.80
Sasaran utama setiap Contracting State adalah segala upaya untuk
keselamatan penumpang, crew, personel darat dan masyarakat umum
dalam segala hal yang berkaitan dengan pengamanan (safeguarding)
terhadap tindakan melanggar hukum (unlawful interference) pada
penerbangan sipil. Upaya membentuk organisasi dan mengembangkan dan

80 Bisnis pelayanan kebandarudaraan tidak dapat dikatakan sebagai “Captive

Market” karena sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk, perkembangan


pembangunan kota, maka pasar akan berubah dan pengguna jasa penerbangan akan
dihadapkan dengan beberapa pilihan termasuk juga Maskapai Penerbangan juga
mempunyai alternatif atau pilihan bandara yang akan digunakan. Untuk itu “Sustainability”
merupakan kunci sukses bisnis pelayanan kebandarudaraan karena pasar terus bergerak.
Philip Kotler, dkk., “Rethinking Marketing”, (Jakarta, Penerbit : PT. Prenhall Indo, 2003),
hal. 15.
152 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

menerapkan peraturan, praktek dan prosedur untuk melindungi dan


mengamankan serta menyelamatkan penerbangan sipil terhadap tindakan
melanggar hukum (unlawful interference) dengan mempertimbangkan
keselamatan, keteraturan dan efisiensi penerbangan. Seoptimal mungkin
harus menjamin bahwa organisasi dan peraturan, praktek dan prosedur
tersebut melindungi keselamatan penumpang, crew, personel darat dan
masyarakat umum dalam segala hal yang berkaitan dengan menjaga
(safeguarding) terhadap tindakan melanggar hukum (unlawful interference)
terhadap penerbangan sipil. Optimalisasi kemampuan untuk merespon
dengan cepat untuk menanggulangi peningkatan ancaman keamanan.
Sumber ancaman penerbangan secara garis besar dapat dibagi dua;
Pertama, sumber dari dalam, yaitu semua ancaman yang diakibatkan oleh
tindakan melanggar hukum atau kelalaian dan kecerobohan atau akibat
ketidakprofesionalnya petugas internal bandara dan personel penerbangan;
Kedua, sumber dari luar, yaitu adanya upaya melanggar hukum dari pihak
luar personel dan petugas bandara dan diluar personel Maskapai
penerbangan dengan segala macam alasan kepentingan, seperti tindakan
terorisme, sabotase, penyelundupan barang-barang terlarang ataupun
usaha yang menyebabkan rasa tidak aman. 81

2. Prosedur dan Implementasi Kebandarudaraan.


Diupayakan untuk menerapkan Standar dan akan berusaha untuk
menerapkan Recommended Practices yang terkandung pada Annex 17

81 Gerakan perlawanan yang menakutkan dunia Internasional yang mengancam

keselamatan dan menciptakan rasa tidak aman Maskapai Penerbangan adalah “Al-Qaidah”
yang mempunyai jaringan luas secara Internasional. Z. A. Maulani, “Perang Afghanistan”,
(Jakarta, Penerbit : Dalangang Seta, 2002), hal. 98.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 153

untuk operasi penerbangan sipil Internasional. Setiap Contracting State


harus menjamin bahwa langkah-langkah yang dirancang untuk melindungi
terhadap tindakan melanggar hukum (unlawful interference) diterapkan
pada operasi domestik sejauh mungkin, berdasarkan pada penilaian resiko
keamanan yang dilakukan oleh otoritas Nasional yang bersangkutan.
Penerapan manajemen resiko keamanan harus mengedepankan faktor
tindakan pencegahan daripada penanggulangan resiko. Apabila dilihat dari
sisi tempat terjadinya resiko, dapat dibagi dua, yaitu resiko di darat dan
resiko di udara. Faktor resiko di darat meliputi terjadinya resiko perjalanan
menuju bandara, terjadinya resiko pada proses check-in dan resiko di ruang
tunggu. Penyebab utama resiko di darat adalah human error, karena faktor
kelalaian, ketidak disiplinan atau sebab ancaman dari luar. Adapun resiko
yang mungkin terjadi di udara adalah resiko karena weather atau cuaca
dan human error, cuaca buruk yaitu hujan lebat, petir, awan CB
(Cumulonimbus) atau badai yang menyebabkan kencang angin yang tidak
berarturan akan menjadi faktor utama penyebab resiko, demikian juga
faktor kelalaian atau kecerobohan Pilot dan Co-Pilot serta awak cabin juga
dapat menyebabkan resiko di udara. Untuk itu, semua personel yang
terlibat langsung atau tidak langsung harus berusaha untuk meniadakan
resiko sekecil apapun.

3. Prosedur Sistem Security.


Tugas utama Contracting State harus setiap kali melakukan analisis
dan pengawasan terhadap security controls and procedures untuk
meniadakan penyebab gangguan minimal terhadap penundaan
penerbangan sipil yang disediakan untuk efektivitas kontrol dan prosedur
154 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

yang baik, sehingga menjamin kelancaran operasional penerbangan. Upaya


untuk menjamin kelancaran penerbangan yang tepat waktu dan tepat misi
menjadi prioritas utama pada kinerja bisnis pelayanan kebandarudaraan
dan bisnis Maskapai Penerbangan.

4. Mekanisme Kerja Sama Internasional Maskapai Penerbangan.


Mekanisme Contracting State harus menjamin bahwa permintaan
dari Contracting State lainnya untuk langkah-langkah keamanan tambahan
(additional security measures) sehubungan dengan penerbangan tertentu
oleh operator dari Contracting State lainnya terpenuhi, sejauh mungkin bisa
dilakukan. State yang meminta (The requesting State) harus memberikan
pertimbangan untuk langkah-langkah alternatif dari negara lain yang setara
dengan yang diminta. Faktor bekerja sama dengan negara yang lain dalam
pengembangan dan pertukaran informasi mengenai program keamanan
penerbangan sipil Nasional, program pelatihan dan program pengendalian
mutu, sesuai kebutuhan.82 Upaya untuk menetapkan dan menerapkan
prosedur untuk berbagi dengan Contracting State lainnya informasi
ancaman yang berlaku untuk kepentingan keamanan penerbangan negara
tersebut, sejauh mungkin. Upaya untuk menetapkan dan menerapkan
prosedur perlindungan dan penanganan yang cocok (protection and
handling procedures) untuk informasi keamanan dan informasi rahasia yang

82 Proses akhir dari pendidikan dan pelatihan serta program keterpaduan informasi

Maskapai Penerbangan dan manajemen kebandardaraan adalah “perubahan positif tingkah


laku” sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai sasaran pendidikan yang baik, maka
perubahan tingkah laku tersebut harus dirumuskan dalam kajian komprehensif terhadap
“educational objective” yang diterangkan dalam setiap tahap pendidikan. Harus disadari
sepenuhnya bahwa kunci utama bisnis pelayanan adalah kualitas SDM. Soekidjo
Notoatmodjo, “Pengembangan Sumber Daya Manusia”, (Jakarta, Penerbit : PT. Rineka Cipta,
2003), hal. 41.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 155

dimiliki oleh Contracting State lainnya dan keamanan untuk Bangsa dan
Negara, atau informasi keamanan yang mempengaruhi kepentingan
keamanan Contracting State lainnya, dalam rangka untuk memastikan
bahwa penggunaan yang tidak tepat atau pengungkapan informasi tersebut
dihindari melalui beberapa pendekatan operasi intelijan yang dilakukan
secara terstruktur dan gabungan antar personel keamanan
kebandarudaraan yaitu dari unsur petugas keamanan bandara, unsur
Kepolisian dan unsur intelijen militer. Karena bandara ditetapkan sebagai
obyek vital Nasional yang harus dilindungi dan diawasi dalam fungsi
Keamanan Negara dan Ketahanan Nasional. 83
Tingkat keamanan informasi penerbangan mutlak diperlukan,
terutama informasi rahasia yang berkaitan dengan penerbangan khusus
atau penerbangan VVIP. Untuk itu, keterlibatan aparat intelijen dari unsur
intelijen bandara sendiri, intelijen dari aparat Kepolisian serta intelijen dari
aparat TNI harus saling bekerjasama guna menjalin kerjasama harmonis
dalam rangka mengamankan informasi yang bersifat rahasia. Informasi
yang berkaitan dengan jadwal penerbangan khusus atau informasi yang
berkaitan dengan tamu negara yang diduga dapat menimbulkan
demonstrasi masyarakat, LSM atau mahasiswa atau yang mendorong
terjadinya konflik komunal harus dirahasiakan dan dapat menggunakan

83 Ketahanan Nasional dalam bidang Ekonomi yang dalam hal ini diperankan oleh
fungsi kebandarudaraan dan Maskapai Penerbangan sebagai “sentra ekonomi
kedirgantaraan” harus difahami sebagai kondisi dinamis kehidupam masyarakat dan Bangsa
Indonesia yang terus berkembang dan berjalan sesuai dengan perkembangan global industri
kedirgantaraan. Oleh karena itu, gejolak ekonomi di tingkat global, Regional dan Nasional
harus dihindari guna menjaga stabilitas ekonomi yang berujung pada kondisi aman dan
nyaman dalam semua kegiatan perekonomian masyarakat termasuk juga keamanan dan
kenyamanan bisnis kebandarudaraan. M. Bambang Pranowo, “Multidimensi Ketahanan
Nasional”, (Jakarta, Penerbit : Pustaka Alvabet, 2010), hal. 67.
156 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

fasilitas rahasia (rute escape) untuk jalan penghubug keluar dari bandara
guna menghindari perhatian masyarakat pada umumnya.

5. Pola dan Sistem Equipment, Research And Development.


Adanya upaya untuk mempromosikan penelitian dan pengembangan
peralatan keamanan baru dan modern, proses dan prosedur yang lebih baik
akan mencapai tujuan keamanan dan keselamatan penerbangan sipil dan
harus bekerja sama dengan Contracting State lainnya dalam hal tersebut.
Harus ada upaya untuk memastikan bahwa pengembangan pembaharuan
peralatan keamanan baru dan modern mempertimbangkan prinsip Human
Factors.84

6. Peran dan Fungsi ICAO And Appropriate Authority.


Berusaha untuk menetapkan dan menerapkan program keamanan
penerbangan sipil Nasional tertulis untuk menjaga (safeguarding) operasi
penerbangan sipil dari tindakan yang melanggar hukum (unlawful
interference) berupa ancaman, gangguan, tantangan, hambatan dan
terorisme jaringan Nasional dan Internasional, melalui regulasi, praktek dan
prosedur yang mempertimbangkan keselamatan, keteraturan dan efisiensi
penerbangan. Dengan demikian terjadi keseimbangan dan keselarasan

84 Faktor manusia atau “Human Factors” adalah faktor terpenting terutama dari
unsur “Top Manajemen”, karena pengaruh figur seorang Pemimpin termasuk dalam bisnis
kebandarudaraan dan Maskapai Penerbangan akan secara langsung mempengaruhi
“Corporate Culture” dan kinerja semua “Ground Crew dan Air Crew”, karena pada
hakekatnya Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi fikiran, perasaan dan tingkah
laku orang lain dan pengertian manajemen adalah kemampuan mendayagunakan
sekelompok orang sebagai tenaga agar bekerja untuk mencapai hasil yang optimal. Hadari
Nawawi, Martini Hadari, “Administrasi Personel - Untuk Peningkatan Produktivittas Kerja”,
(Jakarta, Penerbit : CV. Haji Masagung, 1990), hal. 21.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 157

antara regulasi dan pelaksanaan prosedur penerbangan. Kondisi ini akan


menghindarkan dari sebab-sebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang,
karena berdasarkan pengalaman mayoritas kecelakaan pesawat adalah
“human error”. Sosialisasi dan penekanan perta pelaksanaan fungsi kontrol
yang ketat harus tetap dilakukan pada Pilot, Co-Pilot dan awak cabin “Air
Crew”, terutama sebelum melakukan penerbangan. Fungsi kontrol tersebut
harus dilakukan oleh dua instansi, yaitu oleh perusahaan penerbangan itu
sendiri dan oleh manajemen kebandarudaraan. Hal ini sangat penting
karena tingkat kejenuhan profesi “Air Crew” cukup tinggi. Bila dibandingkan
dengan profesi lainnya dan tingkat stress atau kekhawatiran akan
keselamatan terutama saat terjadi musim panca rubah atau weather yang
kurang bagus, kelembaban udara yang variatif, arah angin yang berubah-
ubah, awan tebal sehingga terjadi guncangan saat penerbangan.
Prosedur untuk menunjuk dan menetapkan kepada ICAO tentang
appropriate authority dalam pemerintahan yang bertanggung jawab untuk
pengembangan, implementasi dan pemeliharaan program keamanan
penerbangan sipil Nasional. Diupayakan untuk senantiasa mengawasi
secara konstan tingkat ancaman (level of threat) terhadap penerbangan
sipil dalam wilayahnya, dan menetapkan dan menerapkan kebijakan dan
prosedur untuk menyesuaikan elemen yang relevan dari program
keamanan penerbangan sipil Nasional yang sesuai, didasarkan pada
penilaian resiko keamanan yang dilakukan oleh otoritas Nasional yang
relevan. Sehingga kajian secara komprehensif terhadap penerapan
“manajemen resiko” dalam upaya meniadakan segala macam gangguan
158 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

kemanan dan keselamatan sangat penting dilakukan guna mengoptimalkan


pelayanan bisnis kebandarudaraan dan bisnis penerbangan.
Secara jelas untuk mensyaratkan appropriate authority untuk
menentukan dan mengalokasikan tugas dan mengkoordinasikan kegiatan
antara departemen, lembaga dan organisasi negara yang lain, bandara dan
aircraft operator dan entitas lain yang terkait dengan atau bertanggung
jawab atas pelaksanaan berbagai aspek program keamanan penerbangan
sipil Nasional.
Langkah prioritas untuk menetapkan komite keamanan penerbangan
Nasional atau pengaturan yang serupa untuk tujuan mengkoordinasikan
kegiatan keamanan antara departemen, lembaga dan organisasi negara
yang lain, bandara dan aircraft operator dan entitas lain yang terkait
dengan atau bertanggung jawab atas pelaksanaan berbagai aspek program
keamanan penerbangan sipil Nasional.
Syarat utama untuk appropriate authority adalah untuk menjamin
pengembangan dan pelaksanaan program pelatihan Nasional bagi personel
dari semua entitas yang terlibat dengan atau bertanggung jawab atas
pelaksanaan berbagai aspek program keamanan dan keselamatan
penerbangan sipil Nasional. Program pelatihan ini harus dirancang dan
direncanakan sesuai dengan kurikulum pendidikan standar Internasional
untuk menjamin efektivitas program keamanan penerbangan sipil
Nasional.85 Sehingga dapat ditekan seminimal mungkin terjadinya

85 Arti penting program pelatihan untuk personel yang terlibat langsung dalam bisnis

kebandarudaraan dan Maskapai Penerbangan, yaitu; Pertama, orientasi pada sinkronisasi


antara output hasil didik dengan kebutuhan skill yang diperlukan oleh manajemen
kebandarudaraan dan perusahaan Maskapai Penerbangan; Kedua, hasil didik merupakan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 159

kecelakaan pesawat atau “Zero Accident”, karena tingkat kepercayaan


masyarakat terhadap perusahaan penerbangan itu berbanding terbalik
dengan frekuensi terjadinya kecelakaan pesawat terbang. Artinya, satu jenis
perusahaan penerbangan yang pesawatnya sering terjadi kecelakaan, maka
tingkat kepercayaan masyarakat pengguna jasa penerbangan akan
menurun dan beralih ke jenis perusahaan penerbangan lainnya. Sehingga
sesuai dengan hukum persaingan pangsa pasar, maka lambat laun
perusahaan tersebut akan merugi karena ditinggal oleh pelanggannya dan
akan bangkrut. Dengan demikian, faktor keamanan dan keselamatan
penerbangan adalah faktor utama yang harus diperhatikan secara serius
oleh perusahaan penerbangan dan manajemen kebandarudaraan.
Demikian juga modernisasi peralatan navigasi juga harus menjadi perhatian
tersendiri.86
Fungsi kontrol untuk memastikan bahwa pelatih dan program
pelatihan memenuhi standar yang ditetapkan oleh appropriate authority.
Diupayakan seoptimal mungkin untuk menjamin bahwa appropriate
authority untuk mengatur sumber daya yang mendukung dan fasilitas yang

lulusan yang sudah siap pakai dan siap mental kerja untuk bertugas; Ketiga, adanya
hubungan timbal balik antara pengelola pendidikan dan latihan dengan pihak bandara dan
Maskapai Penerbangan; Keempat, dilakukan evaluasi berkala dalam periode tertentu sebagai
bahan koreksi. Sondang P. Siagian, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, (Jakarta, Penerbit :
PT. Bumi Aksara, 2008), hal. 125.
86 Pada tanggal 31 Maret 2007, telah terbit Skep Dirjen Perhubungan Udara Nomor

93/III/2007 yang merujuk pada surat ICAO Nomor AS-8/11-06/100 tanggal 1 Desember 2006
tentang “Recommended Security Control for Screening Liquids, Aerosol and Gel” dan pada
pertemuan tanggal 4 April 2014 di Kantor Pusat ICAO Montreal disepakati dengan adanya
kesamaan sikap untuk meng-endorse protocol Tokyo 1963 yang salah satunya memuat
tentang pentingnya keberadaan Air Marshal karena Indonesia merupakan “Contracting State
ICAO”, sehingga harus berperan aktif dalam upaya untuk meningkatkan kewaspadaan dalam
keamanan dan keselamatan penerbangan. (Majalah Angkasa Nomor 9, Juni 2014), hal. 61.
160 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dibutuhkan oleh layanan keamanan dan keselamatan penerbangan


(aviation security) tersedia di setiap bandara yang melayani penerbangan
sipil. Manajemen kebandarudaraan strategis wajib menyediakan di bandara
dan aircraft operator yang beroperasi di wilayahnya dan entitas lainnya
yang bersangkutan, versi tertulis dari bagian program keamanan
penerbangan sipil Nasional dan/atau informasi relevan atau pedoman yang
memungkinkan mereka untuk memenuhi persyaratan program keamanan
penerbangan sipil Nasional yang megacu pada ketentuan Internasional
ICAO.

7. Mekanisme dan Prosedur Operasi Kebandarudaraan Strategis.


Fungsi Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan
mensyaratkan setiap bandara yang melayani penerbangan sipil untuk
membuat, menerapkan dan memelihara program keamanan dan
keselamatan bandara tertulis yang tepat untuk memenuhi persyaratan
program keamanan penerbangan sipil Nasional dengan berpedoman pada
peraturan Internasional yang sudah ditetapkan oleh ICAO dan prosedur
keamanan dan keselamatan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Perhubungan. Adanya keyakinan bahwa otoritas pada setiap bandara yang
melayani penerbangan sipil bertanggung jawab untuk koordinasi
pelaksanaan kontrol keamanan (security controls). Tingkat koordinasi
tersebut harus satu Komando jalur pelayanannya, sehingga memudahkan
untuk melakukan fungsi kontrol dan memudahkan serta mempercepat
koordinasi. Harus ada Badan Komite Keamanan Bandara (airport security
committee) di setiap bandara yang melayani penerbangan sipil dibentuk
untuk membantu otoritas dalam perannya mengkoordinasikan pelaksanaan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 161

kontrol keamanan (security controls) dan prosedur sebagaimana ditentukan


dalam program keamanan bandara (airport security programme).87
Harus ada standar persyaratan desain bandara, termasuk persyaratan
arsitektur dan infrastrktur yang diperlukan untuk pelaksanaan langkah-
langkah keamanan (security measures) dalam program keamanan
penerbangan sipil Nasional dengan berpedoman pada ketentuan
Internasional ICAO, diintegrasikan ke dalam desain dan konstruksi fasilitas
baru dan perubahan terhadap fasilitas yang ada di bandara. Konstruksi
bandar udara yang tepat harus mengacu pada beberapa hal, yaitu;
Pertama, jenis pesawat yang melakukan take off, landing di bandara
tersebut kemudian disesuaikan beban atau berat pesawat, jumlah
penumpang dan lebar bentang sayap pesawat; Kedua, disesuaikan kondisi
wilayah atau RUTR daerah yang telah ditetapkan, sehingga terjadi
singkronisasi antara kepentingan manajemen kebandarudaraan, Pemda dan
masyarakat; Ketiga, luas area bandara dan kondisi bangunan serta
masyarakat di sekitar bandara. Analisis komprehensif sangat diperlukan
guna menjadi acuan apabila direncanakan pengembangan pembangunan
bandara menuju peningkatan pelayanan penerbangan; Keempat, struktur

87 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,

Bagian Ketiga tentang Penegakan Hukum Keselamatan Penerbangan, Pasal 313-314;


Pertama, Menteri berwenang menetapkan program penegakkan hukum dan mengambil
tindakan hukum di bidang keselamatan penerbangan dan penegakkan hukum serta
menyiapkan personel yang berwenang mengawasi penerapan peraturan di bidang
keselamatan penerbangan; Kedua, Pendidikan masyarakat dan penyedia jasa penerbangan
serta para penegak hukum dan kegiatan pendidikan berupa sanksi admministratif dan
pidana; Ketiga, Setiap penyedia jasa penerbangan wajib membuat, melaksanakan,
mengevaluasi dan menyempurnakan secara berkelanjutan sistem manajemen keselamatan
“Safety Management System” dengan berpedoman pada program keselamatan
penerbangan Nasional.
162 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dan jenis pondasi dan struktur pembangunan bandara, runway, apron dan
sebagainya agar aman dan nyaman.

8. Peran dan Fungsi System Aircraft Operators Procedure.


Ketentuan dengan adanya kepastian operator angkutan udara
komersial yang menyediakan layanan di negara tersebut telah membuat,
menerapkan dan memelihara program keamanan operator tertulis yang
memenuhi persyaratan program keamanan dan keselamatan penerbangan
sipil Nasional. Adanya kepastian untuk setiap entitas yang melakukan
operasi general aviation, termasuk operasi penerbangan perusahaan
(corporate aviation operations), menggunakan pesawat dengan maximum
take-off mass lebih besar dari 5.700 Kg, telah menetapkan, menerapkan
dan memelihara program keamanan operator tertulis (written operator
security programme) yang memenuhi persyaratan program keamanan dan
keselamatan penerbangan sipil Nasional negara tersebut.88 Ketentuan
Internasional untuk setiap entitas yang melakukan operasi aerial work telah
menetapkan, menerapkan dan memelihara program keamanan operator
tertulis (written operator security programme) yang memenuhi persyaratan
program keamanan penerbangan sipil Nasional negara tersebut. Program
akan berisi fitur operasi khusus untuk jenis operasi yang dilakukan.

88 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,

pasal 316, yaitu : Ruang lingkup kebijakan dan sasaran keselamatan penerbangan meli puti ;
a) Komitmen Pimpinan penyedia jasa penerbangan; b) Penunjukan penanggung jawab
utama keselamatan; c) Pembentukan unit manajemen keselamatan; d) Penetapan target
kinerja keselamatan; e) Penetapan indikator kinerja keselamatan; f) Pengukuran pencapaia n
keselamatan; g) Dokumentasi data keselamatan; h) Koordinasi penanggulangan gawat
darurat.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 163

9. Mekanisme dan Procedure Quality Control Program Keamanan.


Sesuai dengan ketentuan Internasional yang ditetapkan oleh ICAO
bahwa orang-orang dan pihak-pihak tertentu untuk menerapkan kontrol
keamanan (security controls) tunduk pada latar belakang pemeriksaan
(background checks) dan prosedur seleksi yang sudah ditetapkan. Harus
dipatuhi bahwa orang-orang yang menerapkan kontrol keamanan (security
controls) memiliki semua kompetensi yang diperlukan untuk melakukan
tugas mereka dan terlatih serta terdidik dan berpengalaman sesuai dengan
persyaratan program keamanan penerbangan sipil Nasional dan rekaman
yang sesuai dipelihara up to date. Standar kinerja yang relevan harus dibuat
dan penilaian awal dan berkala harus diperkenalkan untuk menjaga standar
tersebut. Adanya standar kualifikasi yang telah ditetapkan baik secara
Nasional maupun standar Internasional untuk orang-orang yang
melaksanakan operasi skrining (screening operations) disertifikasi sesuai
dengan persyaratan program keamanan penerbangan sipil Nasional untuk
memastikan bahwa standar kinerja dicapai dengan konsisten dan andal.
Adanya ketentuan Internasional untuk mensyaratkan appropriate authority
untuk mengembangkan, menerapkan dan memelihara sipil Nasional
program pengendalian mutu keamanan dan keselamatan penerbangan
untuk menentukan sesuai dengan dan memvalidasi efektivitas program
keamanan dan program keselamatan penerbangan sipil Nasional. Adanya
prosedur untuk pelaksanaan langkah-langkah keamanan secara teratur
mengalami verifikasi sesuai dengan program keamanan dan keselamatan
penerbangan sipil Nasional. Prioritas dan frekuensi pemantauan akan
ditentukan berdasarkan penilaian resiko yang dilakukan oleh instansi yang
164 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

berwenang. Penilaian resiko dari ancaman, tantangan dan hambatan serta


gangguan dapat dikategorikan sebagai berikut; Pertama, resiko yang
mungkin timbul dan menyebabkan kematian atau luka-luka; Kedua, resiko
yang menyebabkan hilangnya dan rusaknya dokumen-dokumen penting
dan rahasia atau resiko hilang dan rusaknya barang; Ketiga, resiko yang
menyebabkan terganggunya jadwal penerbangan; Keempat, resiko yang
menyebabkan hilangnya atau berkurangnya kepercayaan penumpang pada
manajemen kebandarudaraan dan Maskapai Penerbangan.
Harus dilakukan untuk audit keamanan, tes, survei dan inspeksi yang
dilakukan secara teratur, untuk memverifikasi kepatuhan dengan program
keamanan penerbangan sipil Nasional dan untuk menyediakan koreksi yang
cepat dan efektif atas setiap kekurangan. Fungsi kontrol secara berkala dan
teratur harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan standar Internasional.
Pelaksanaan audit keamanan dan keselamatan penerbangan disandarkan
pada alasan bahwa; Pertama, upaya penyegaran ingatan dan prosedur kerja
yang mengedepankan kepatuhan, loyalitas dan tingkat disiplin tinggi guna
menghindarkan terjadinya kecelakaan penerbangan atau “Zero Accident”;
Kedua, sebagai wahana untuk aplikasi transfer knowledge atau
memungkinkan adanya teknologi penerbangan yang berhubungan dengan
keselamatan dan keamanan penerbangan; Ketiga, adanya ruang
komunikasi antar instansi dan antar personel serta antar lembaga, sehingga
diperoleh pemahaman Visi dan Misi tentang pentingnya prosedur
keselamatan dan keamanan penerbangan.
Adanya kewajiban untuk manajemen, penentuan prioritas dan
organisasi program kontrol kualitas keamanan dan keselamatan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 165

penerbangan sipil Nasional harus dilakukan secara independen dari entitas


dan orang-orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang
diambil di bawah program keamanan penerbangan sipil Nasional. Audit
program kontrol kualitas meliputi; Pertama, audit kualitas SDM yang
meliputi tingkat keterampilan, penguasaan terhadap prosedur kerja dan cek
kesehatan secara berkala; Kedua, audit terhadap peralatan dan rambu-
rambu yang digunakan; Ketiga, audit terhadap administrasi pelaporan
kejadian di lapangan; Keempat, audit terhadap tingkat kedisiplinan kerja.
Setiap Contracting State harus memastikan bahwa personel yang
melakukan audit keamanan, test, survei dan inspeksi dilatih dengan standar
yang tepat untuk tugas-tugas ini sesuai dengan program keamanan
penerbangan sipil Nasional dan ketentuan Internasional yang telah
digariskan oleh ICAO. Ada empat unsur pokok sebagai obyek keamanan,
yaitu; Pertama, keamanan orang dan segala macam aktivitasnya, artinya
setiap pengguna jasa kebandarudaraan, crew pesawat, penumpang,
personel pendukung, termasuk petugas keamanan sendiri dalam posisi
aman dan pengertian aman adalah aman dari gangguan dan ancaman dari
orang lain atau pihak luar, aman dari kecelakaan peralatan dan aman untuk
melakukan aktivitas apapun; Kedua, keamanan barang, artinya semua
barang yang menjadi fasilitas bandara, pesawat, peralatan navigasi, barang
bagasi penumpang, cargo barang-barang pos dan lain-lain dalam kondisi
terjaga dan ditempatkan pada posisi sebenarnya; Ketiga, keamanan
dokumen, artinya setiap dokumen rahasia harus terjaga dengan baik,
ditempatkan pada lokasi yang rahasia dan isi dari dokumen tidak boleh
jatuh ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Informasi yang
166 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

termuat dalam dokumen merupakan sasaran utama dari pihak lawan;


Keempat, keamanan kegiatan, artinya semua aktivitas yang dijalankan di
bandara harus berjalan dengan lancar, crew pesawat dan mobilitas barang
harus dijamin keamanannya, untuk itu diperlukan prosedur yang baku.
Memastikan bahwa personel yang melakukan audit keamanan, tes,
survei dan inspeksi diberikan wewenang yang diperlukan untuk
memperoleh informasi untuk melaksanakan tugas ini dan untuk
menegakkan tindakan korektif yang sepatutnya. Melengkapi program
kontrol kualitas keamanan dan keselamatan penerbangan sipil Nasional
dengan membentuk sistem pelaporan rahasia (confidential reporting
system) untuk menganalisis informasi keamanan yang disediakan oleh
sumber seperti penumpang, air crew dan personel darat dan sumber-
sumber lain yang tepat. Menetapkan proses untuk merekam dan
menganalisa hasil program kontrol kualitas keamanan dan keselamatan
penerbangan sipil Nasional, untuk berkontribusi pada pembangunan yang
efektif dan pelaksanaan program keamanan dan keselamatan penerbangan
sipil Nasional, termasuk mengidentifikasi penyebab dan pola
ketidakpatuhan dan memverifikasi bahwa tindakan korektif telah
dilaksanakan dan berkelanjutan secara terus-menerus dengan tetap
memperhatikan prosedur secara Internasional yang diprakarsai oleh ICAO.
Fungsi kontrol kualitas keamanan harus dilakukan secara bertahap dan
berjenjang dengan alasan; Pertama, output penting dalam laporan
penerbangan, salah satunya adalah keselamatan dan keamanan; Kedua,
personel atau petugas keamanan dan keselamatan sering terjebak dengan
rutinitas dan tingkat kejenuhan yang tinggi; Ketiga, karena berkembangnya
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 167

cara-cara dan peralatan pihak-pihak yang berniat untuk melanggar hukum,


seperti tindak terorisme dan penyelundupan Narkotika; Keempat, resiko
yang mungkin timbul sangat besar, karena kecerobohan petugas keamanan
bandara.
Apabila terjadi tindakan melanggar hukum (unlawful interference)
yang mensyaratkan appropriate authority untuk mengevaluasi kembali
security controls and procedures dan pada kebiasaan yang tepat waktu
mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kelemahan
sehingga mencegah terjadi lagi. Tindakan ini harus dibagi dengan ICAO.
Sebagai langkah antisipasif menetapkan tindakan untuk mencegah senjata,
bahan peledak atau perangkat berbahaya lainnya, partikel atau zat, yang
dapat digunakan untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum
(unlawful interference) atau usaha sabotase, diangkut atau dibawa secara
tidak berwenang, dari yang diperkenalkan, dengan cara apapun, ke dalam
pesawat yang terlibat dalam penerbangan sipil.

10. Fungsi dan Tindakan Antisipatif untuk Melakukan Fungsi Kontrol


Akses (Access Control) Penerbangan Sipil.
Fungsi kontrol akses ke daerah-daerah airside di bandara yang
melayani penerbangan sipil dikendalikan dalam rangka untuk mencegah
entri yang tidak sah. Peran utama security restricted areas yang ditetapkan
pada setiap bandara yang melayani penerbangan sipil yang ditunjuk oleh
negara berdasarkan penilaian resiko keamanan yang dilakukan oleh otoritas
Nasional yang relevan yang terkoordinasi dengan baik oleh pihak terkait
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, manajemen
kebandarudaraan dan Pimpinan petugas di lapangan. Resiko keamanan
168 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dapat dibagi kedalam zona-zona dan area tertentu atau dengan istilah yang
biasa digunakan yaitu Zona Keamanan Ring Satu, Ring Dua, Ring Tiga, dan
seterusnya; Pertama, Zona Keamanan Ring Satu adalah area di sekitar
obyek pengamanan yang merupakan “Zona Melekat” pada obyek, misalkan
pengamanan VVIP, maka wilayah Ring Satu adalah daeran dimana VVIP
tersebut berada; Kedua, Zona Keamanan Ring Dua adalah daerah di luar
“Zona Melekat” pada obyek pengamanan, akan tetapi bila dilihat dari sisi
jarak, maka wilayah Ring Dua atau lapis kedua pengamanan berjarak antara
100 Meter sampai dengan 400 Meter. Ukuran jarak tersebut menggunakan
dasar efektifitas jarak jangkau senjata laras pendek dan laras panjang;
Ketiga, Zona Keamanan Ring Tiga berada di luar radius Ring Dua yang secara
kuantitatif berjarak lebih dari 400 Meter dari obyek pengamanan, dengan
demikian proses pengamanan yang baik dilakukan secara berlapis,
berjenjang dan berjarak serta berkesinambungan.
Kelengkapan unsur sistem identifikasi yang ditetapkan dalam hal
orang dan kendaraan untuk mencegah akses yang tidak sah ke daerah
airside dan security restricted areas. Sistem identifikasi harus berpedoman
pada; Pertama, prosedur yang telah ditetapkan secara Nasional dan
Internasional ICAO; Kedua, data terbuka dari peralatan yang tersedia dan
data tertutup yang diperoleh dari personel intelijen atau data resmi dari
Pemerintah; Ketiga, identifikasi dengan menggunakan pendekatan ilmu
Psycology yang memperhatikan secara langsung obyek tentang sikap dan
tingkah laku yang mencurigakan. Identitas harus diverifikasi di pos-pos
pemeriksaan (checkpoints) yang ditunjuk sebelum akses diperbolehkan
untuk daerah airside dan security restricted areas. Keamanan bandara harus
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 169

dilakukan secara prosedural dan latar belakang pemeriksaan (background


checks) dilakukan pada orang-orang selain penumpang diberikan akses
tanpa dikawal (unescorted access) ke security restricted areas bandara
sebelum untuk memberikan akses ke security restricted areas. Harus
diperhatikan secara cermat pergerakan orang dan kendaraan ke dan dari
pesawat diawasi di security restricted areas untuk mencegah akses yang
tidak sah ke pesawat. Mobilitas kendaraan operasional di apron, mobilitas
barang dan mobilitas orang harus diawasi secara ketat dan berlapis di
sekitar pesawat. Hal tersebut dimaksudkan agaer wilayah di sekitar pesawat
terjamin keamanannya dan steril dari semua sebab-sebab gangguan,
sabotase dan ancaman terhadap aktifitas penerbangan, ancaman
pembajakan dan ancaman kegiatan terorisme diupayakan seoptimal
mungkin tidak terjadi. Karena kalalaian petugas keamanan karena
kejenuhan tugas atau “jebakan rutinitas” menjadi sebab utama terjadinya
kecelakaan pesawat untuk selektifitas petugas keamanan serta penyegaran
pendidikan dengan materi prosedur pengamanan bandara dan
pengamanan pesawat harus secara rutin dilakukan guna meningkatkan
profesionalisme petugas lapangan. Demikian juga tidak kalah pentingnya
adalah kelengkapan peralatan detektor, pelacakan dan peralatan
monitoring serta ruangan khusus Kodal atau Komando Pengendalian harus
tersedia secara lengkap dan dalam kondisi baik. Pengawasan secara ketat
pergerakan orang selain penumpang yang diberikan akses ke security
restricted areas, bersama-sama dengan item yang dibawa, diskrining
(screening). Proporsi akan ditentukan sesuai dengan penilaian resiko yang
dilakukan oleh otoritas Nasional yang bersangkutan. Kelengkapan
170 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

administrasi yang berupa dokumen identitas yang dikeluarkan untuk awak


pesawat memberikan dasar secara Internasional yang harmonis dan dapat
diandalkan untuk pengakuan dan validasi dokumentasi untuk izin resmi
akses ke airside dan security restricted areas oleh sesuai dengan spesifikasi
yang relevan dan memadai serta sesuai dengan mekanisme yang ada dan
sesuai dengan standar Nasional dan Internasional ICAO.

11. Mekanisme dan Prosedur Pengamanan Pesawat.


Petugas pengamanan bandara harus melakukan pemeriksaan
keamanan pesawat (aircraft security checks) untuk originating aircraft yang
terlibat pergerakan commercial air transport dilakukan atau aircraft security
checks dilakukan. Penentuan aircraft security checks atau pencarian yang
sesuai harus didasarkan pada penilaian resiko keamanan yang dilakukan
oleh otoritas Nasional yang relevan. Petugas lapangan harus mengambil
langkah-langkah untuk memastikan bahwa penumpang penerbangan
komersial turun (disembarkasi) dari pesawat setiap saat tidak meninggalkan
barang di dalam pesawat. Dominasi petugas pengamanan bandara harus
memastikan bahwa operator transportasi udara komersial untuk
mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk memastikan selama
penerbangan orang yang tidak sah (unauthorized persons) dicegah dari
memasuki kompartemen awak pesawat. Secara kelembagaan agar semua
personel pengamanan berusaha untuk tidak terjadi campur tangan yang
tidak sah (unauthorized interference) dari waktu pemeriksaan pesawat
telah dimulai sampai pesawat berangkat (depart) dan melakukan
penerbangan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 171

Para petugas harus memastikan bahwa kontrol keamanan (security


controls) yang didirikan untuk mencegah dan menanggulangi tindakan
melanggar hukum (unlawful interference) terhadap pesawat ketika tidak
berada dalam security restricted areas. Dengan demikian para petugas
pengamanan harus melakukan hal-hal sebagai berikut; Pertama, melakukan
fungsi “security controls” menyeluruh dengan baik terhadap pesawat
terbang, mengontrol semua barang bagasi, mengontrol semua crew
pesawat dan mengontrol seluruh penumpang baik langsung maupun tidak
langsung; Kedua, memasang alat monitoring di setiap sudut sehingga
mengetehui dengan baik mobilitas semua yang berkepentingan di bandar
udara; Ketiga, menempatkan personel intelijen sebagai Pamtup atau
Pengamanan Tertutup yang melakukan penyamaran seolah-olah sebagai
penumpang pesawat. Dengan demikian sekecil apapun kejadian di luar dan
di dalam pesawat dapat diketahui dengan pasti, sementara itu semua crew
pesawat tidak mengetahui keberadaan personel Pamtup tersebut.89
Penempatan personel intelijen dalam sebuah penerbangan adalah fungsi
Negara dalam memberikan perlindungan dan jaminan keamanan dan
keselamatan penerbangan. Oleh karena itu harus dikaji kembali prosedur
pengamanan penerbangan secara Nasional.

89 Keterlibatan personel militer dalam fungsi pengamanan bandara dan penerbang a n

sipil terutama jenis penerbangan VVIP telah diatur tersendiri secara legislasi di dalam
Undang-Undang Republik Indonesia dan berbagai aturan pelaksanaannya. Keterlibatan
militer dalam mekanisme pengamanan bandara dan penerbangan sipil merupakan wujud
dari “ketaatan militer versus nilai-nilai non militer” menyatukan cara berfikir dan
menentukan skala prioritas prosedur pengamanan bandara dan penerbangan VVIP di
lapangan bukan pekerjaan yang gampang, tetapi memerlukan koordinasi yang intensif
antara para Perwira militer dan petugas pengamanan bandara. Samuel P. Huntington,
“Prajurit dan Negara - Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil”, (Jakarta, Penerbit : Grasindo,
2013), hal. 82.
172 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

12. Mekanisme dan Prosedur Pengamanan Penumpang dan Bagasi


Cabin Pesawat Terbang.
Para petugas pengamanan menetapkan langkah-langkah untuk
memastikan bahwa originating passengers dari operasi commercial air
transport dan bagasi cabin mereka diskrining (screening) sebelum naik ke
pesawat terbang yang berangkat dari security restricted areas. Ketetapan
untuk transfer passengers dari operasi angkutan udara niaga dan bagasi
cabin mereka diskrining (screening) sebelum memasuki pesawat udara
sesuai dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak
manajemen kebandarudaraan dengan berpedoman pada ketentuan
Nasional dan Internasional ICAO, kecuali telah membentuk proses validasi
dan terus mengimplementasikan prosedur, bekerja sama dengan
Contracting State yang lain, untuk memastikan bahwa penumpang tersebut
dan bagasi cabin mereka telah diskrining (screening) pada tingkat yang
tepat pada titik asal (point of origin) dan kemudian dilindungi dari gangguan
yang tidak sah (unauthorized interference) dari point of screening di
bandara asal (originating airport) ke pesawat yang berangkat pada bandara
transfer (transfer airport).
Untuk itu semua penumpang dan bagasi cabin mereka yang telah
diskrining (screening) dilindungi dari gangguan yang tidak sah (unauthorized
interference) dari point of screening sampai mereka naik pesawat mereka.
Jika terjadi pencampuran (mixing) atau kontak, penumpang yang
bersangkutan dan bagasi cabin mereka harus kembali diskrining (screening)
sebelum naik ke pesawat. Utuk menjamin kebersihan penumpang dan
barang bagasi, maka harus dilakukan pengecekan berulang-ulang dengan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 173

menggunakan alat ditektor dan juga dengan menggunakan “satwa Anjing”


pelacak khusus untuk barang-barang narkoba. Penggunaan Anjing di Pos-
Pos tertentu agar tidak menjadikan penumpang ketakutan. Proses
“screening” juga harus tidak mengganggu kelancaran arus barang dan arus
penumpang. Dengan demikian harus dicari suatu cara yang cepat prosesnya
tetapi tepat hasilnya. Di masa mendatang mungkin ditemukan peralatan
X-Ray yang tanpa prosedur pemeriksaan khusus tetapi semua penumpang
dan barang sambil berjalan dapat diketahui semua identitas dan
karakteristiknya.
Manajemen kebandarudaraan menetapkan prosedur dan langkah-
langkah untuk operasi penerbangan transit untuk melindungi bagasi cabin
penumpang transit dari gangguan yang tidak sah (unauthorized
interference) dan melindungi integritas keamanan bandara transit serta
melakukan pengawasan secara langsung terhadap barang dan orang yang
transit tersebut.

13. Mekanisme dan Procedure Screening.


Petugas harus melakukan langkah-langkah untuk memastikan bahwa
originating hold baggage diskrining (screening) sebelum dimuat ke pesawat
udara yang terlibat dalam operasi angkutan udara niaga yang berangkat
dari security restricted areas. Barang-barang bagasi yang memerlukan
penanganan khusus seperti hold baggage yang akan dibawa pada pesawat
komersial dilindungi dari gangguan yang tidak sah (unauthorized
interference) dari point dimana hold baggage itu diskrining (screening)
atau diterima dalam pengurusan pesawat pengangkut (carrier) sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen kebandarudaraan
174 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dengan berpedoman pada ketentuan Nasional dan ketentuan Internasional


ICAO, mana yang lebih dahulu, sampai keberangkatan pesawat dimana hold
baggage itu dibawa. Jika integritas hold baggage terancam, hold baggage
akan kembali diskrining (screening) sebelum ditempatkan di dalam
pesawat.
Demikian juga para petugas operator transportasi udara komersial
tidak mengangkut bagasi penumpang yang tidak di dalam pesawat (on
board) kecuali bagasi diidentifikasi sebagai bagasi tanpa pendamping
(unaccompanied) dan mengalami pemeriksaan tambahan (screening). Hal
ini dimaksudkan untuk menjaga adanya barang-barang selundupan,
Narkotika dan barang-barang yang membahayakan penerbangan. Prosedur
ini dimaksudkan untuk; Pertama, untuk pengecekan ulang guna
memastikan identitas barang bagasi jangan sampai tertukar atau salah
alamat identitas; Kedua, untuk memastikan bahwa barang bagasi tidak
dalam kondisi rusak atau cacat packing atau cacat alamat identitas; Ketiga,
untuk memastikan barang bagasi tersebut terbebas dari identitas sebagai
barang selundupan atau barang-barang terlarang seperti Narkoba. Modus
pengiriman barang-barang bagasi melalui bandara sering dicampur dengan
barang selundupan dan barang-barang terlarang (Narkotika) pada negara
tertentu. Demikian juga harus diantisipasi terhadap barang yang berpotensi
membawa virus atau bakteri atau unsur-unsur lain yang memyebabkan
wabah penyakit. Dengan demikian unsur kesehatan atau dokter penting
dilibatkan untuk melakukan screening, terutama pesawat pada rute-rute
tertentu pada negara yang rawan dengan penyakit. Prosedur tambahan
untuk transfer hold baggage diskrining (screening) sebelum dimuat ke
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 175

pesawat yang terlibat dalam operasi angkutan udara niaga, kecuali telah
membentuk proses validasi dan terus menerapkan prosedur, bekerja sama
dengan Contracting State lainnya, untuk memastikan bahwa hold baggage
tersebut telah diskrining (screening) di titik asal (point of origin) dan
kemudian dilindungi dari gangguan yang tidak sah (unauthorized
interference) dari bandara asal (originating airport) ke pesawat yang
berangkat di bandara transfer. Demikian juga setiap operator pesawat
angkutan udara niaga hanya mengangkut barang-barang dari hold baggage
yang telah diidentifikasi secara individual sebagai bagasi accompanied atau
unaccompanied, diskrining (screening) sesuai dengan standar dan diterima
untuk diangkut pada penerbangan air carrier. Semua bagasi tersebut harus
dicatat sebagai dokumen dalam kriteria dan berwenang untuk pengiriman
pada pesawat itu.

14. Mekanisme dan Prosedur untuk Pengiriman Barang Cargo Surat dan
Pos.
Prosedur yang ditetapkan untuk security controls diterapkan pada
cargo dan pos, sebelum mereka dimuat ke pesawat udara yang terlibat
dalam operasi transportasi udara komersial penumpang. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah adanya barang-barang selundupan dan
Narkotika. Untuk itu proses screening pada cargo dan pos yang dibawa
pada pesawat komersial penumpang dilindungi dari gangguan yang tidak
sah (unauthorized interference) dari point security controls yang diterapkan
sampai keberangkatan pesawat. Adapun prosedur umum penerimaan
cargo; Pertama, harus berpedoman pada peraturan Internasional ICAO,
yaitu barang-barang tersebut tidak dilarang oleh hukum negara yang dituju
176 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

atau negara yang dilalui dan barang tersebut dikemas baik, dilengkapi
dengan dokumen dan barang tersebut tidak membahayakan dalam
perjalanan; Kedua, perusahaan dapat menolak barang cargo dan barang
lainnya apabila barang-barang tersebut tidak sesuai dengan ketentuan;
Ketiga, perusahaan penerbangan berhak untuk memeriksa semua dokumen
pengiriman dan mencocokkan dengan jenis, macam dan jumlah barang
secara riil di lapangan serta dapat membongkar packing atau kemasan
barang-barang kiriman guna memastikan bahwa barang yang dikirim tepat
jumlah dan tepat jenis serta terhindar dari barang-barang yang dilarang
secara hukum atau barang-barang yang membahayakan penerbangan;
Keempat, pihak perusahaan penerbangan harus melakukan koordinasi yang
intens atau terus-menerus dengan petugas keamanan bandara guna
melakukan fungsi kontrol. Untuk itu petugas keamanan bandara harus
menetapkan proses untuk persetujuan regulated agent, jika agen tersebut
terlibat dalam menerapkan security controls. Dan memastikan pada pihak
operator tidak menerima barang dan pos untuk pengiriman pada pesawat
yang terlibat dalam operasi angkutan udara niaga penumpang kecuali
penerapan security controls dikonfirmasi dan diperhitungkan oleh regulated
agent, atau kiriman tersebut dikenakan security controls yang sesuai.
Demikian juga pihak catering, stores dan supplies yang ditujukan untuk
pengangkutan pada penerbangan komersial penumpang dikenakan
appropriate security controls dan selanjutnya dilindungi sampai dimuat ke
pesawat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya barang-barang
selundupan, Narkotika dan barang-barang yang membahayakan
penerbangan sesuai dengan ketentuan secara Internasional ICAO.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 177

15. Mekanisme dan Prosedur untuk Kategori Khusus Penumpang


Maskapai Penerbangan.
Untuk kategori khusus, petugas dapat mengembangkan persyaratan
untuk maskapai penerbangan (air carriers) untuk pengangkutan
penumpang berpotensi mengganggu (potentially disruptive passengers)
yang diwajibkan untuk melakukan perjalanan karena mereka telah menjadi
subyek dari proses hukum atau administratif. Untuk jenis penumpang yang
memerlukan perlakuan khusus karena sebagai obyek hukum atau hal-hal
yang berkaitan dengan proses hukum suatu negara, petugas keamanan
harus melakukan pengawalan ketat sampai pada negara yang dituju dan
diserah terimakan pada petugas bandara atau petugas dari negara tersebut
dengan menggunakan standar administrasi “serah-terima” sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen bandara dengan
berpedoman pada ketentuan Nasioanl dan Internasional ICAO. Dengan
adanya serah terima tersebut menandakan alih Kodal atau alih Komando
pengendalian terhadap personel yang menjadi subyek atau obyek hukum.
Selama perjalanan penerbangan juga harus dirahasiakan agar semua
jaringan personel tersebut terputus informasi. Demikian juga para
penumpang lainnya di pesawat tidak merasa terganggu. Hal ini sangat
berbeda apabila menggunakan pesawat khusus, pesawat pribadi atau
pesawat carteran. Meskipun demikian, sikap waspada dan kehati-hatian
tetap harus diutamakan guna menjamin keselamatan penerbangan. Dilain
pihak petugas operator menyediakan layanan dari negara tersebut
termasuk dalam program keamanan mereka, langkah-langkah dan prosedur
untuk memastikan keselamatan di dalam pesawat mereka ketika
178 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

penumpang yang dibawa yang harus melakukan perjalanan karena mereka


telah menjadi subyek dari proses peradilan atau administrasi dari negara
yang bersangkutan. Dengan demikian petugas keamanan bandara harus
dapat memastikan bahwa aircraft operator dan Pilot-in-command
diinformasikan bahwa penumpang diwajibkan untuk melakukan perjalanan
(obliged to travel) karena mereka telah menjadi subjek dari proses hukum
atau administrasi (judicial or administrative proceedings), agar kontrol
keamanan (security controls) yang sesuai dapat diterapkan dengan baik
serta mengikuti prosedur yang telah ditetapkan secara Internasional ICAO.
Khusus untuk aparat yang melakukan penerbangan dengan
pembawaan senjata (weapons) di dalam pesawat terbang, oleh aparat
penegak hukum (law enforcement officers) dan orang lain yang berwenang
(authorized persons), bertindak dalam kinerja tugas mereka, memerlukan
otorisasi khusus sesuai dengan hukum negara yang bersangkutan. Petugas
pengamanan bandara juga harus mempertimbangkan permintaan dari
negara lain untuk memungkinkan perjalanan personel yang bersenjata
(armed personnel), termasuk in-flight security officers, di dalam pesawat
terbang dari operator negara yang meminta (the requesting State). Hanya
setelah kesepakatan oleh semua negara yang bersangkutan perjalanan
tersebut akan diizinkan. Akan tetapi dalam kondisi khusus pengangkutan
senjata (weapons) dalam kasus lain diperbolehkan hanya ketika orang yang
sepatutnya memenuhi syarat dan resmi telah ditetapkan bahwa mereka
tidak dimuat, jika berlaku, dan kemudian hanya jika disimpan di tempat
yang tidak dapat diakses oleh setiap orang selama waktu pene rbangan.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 179

Adapun klasifikasi barang-barang yang berbahaya terutama saat di darat


atau saat penerbangan yaitu :
➢ Class 1 : Explosive, yaitu barang-barang yang mudah meledak
seperti bubuk mesiu, bahan peledak dan lain-lain.
➢ Class 2 : Gases atau bahan gas cair atau padat.
➢ Class 3 : Flammable Liquids atau cairan yang mudah terbakar.
➢ Class 4 : Flammable Solid atau benda padat yang mudah
terbakar.
➢ Class 5 : Oxiozing Subtances atau unsur-unsuk oksida.
➢ Class 6 : Poisonous, Toxic or Infectious Subtance atau racun atau
unsur beracun yang menimbulkan infeksi.
➢ Class 7 : Bahan Radio Aktif.
➢ Class 8 : Berbagai macam barang berbahaya lainnya.90

Kerjasama antara petugas keamanan, unsur Kepolisian dan unsur


Angkatan Udara untuk menugaskan in-flight security officers harus
memastikan bahwa mereka adalah personel pemerintah yang secara
khusus dipilih dan dilatih, dengan memperhitungkan aspek
keselamatan dan keamanan di dalam pesawat dan ditugaskan
menurut penilaian ancaman (threat assessment) dari otoritas yang
kompeten. Penugasan petugas tersebut harus dikoordinasikan
dengan negara-negara yang bersangkutan dan dijaga kerahasiaannya.
Demikian juga informasi rahasia harus disampaikan kepada Pilot-in-

90 Pengangkutan barang-barang khusus berbahaya diatur dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 136 dengan
menyebutkan secara rinci bahan-bahan dan cairan yang mudah menyala dan terbakar,
sehingga dikhawatirkan dapat mengancam keamanan dan keselamatan penerbangan.
180 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

command diberitahu mengenai jumlah orang bersenjata (armed


persons) dan lokasi tempat duduk mereka dan orang yang duduk di
sekitar mereka, sebisa mungkin dijauhkan dari penumpang anak-anak
demi alasan keamanan dan keselamatan dan kenyamanan. Ada
empat unsur petugas yang bertanggung jawab satu Komando guna
mencapai titik aman baik saat di darat maupun di udara atau selama
dalam penerbangan, yaitu; Crew pesawat terutama Pilot dan Co-Pilot,
petugas pengamanan Internasional bandara, unsur Kepolisian dan
anggota TNI yang ditugaskan khusus. Keterpaduan antara empat
unsur tersebut akan memperketat kemungkinan terjadinya sabotase
atau kejadian yang menyebabkan terjadi accident yang tidak
diinginkan.91 Akan tetapi sesungguhnya demikian para petugas
tersebut juga harus saling mengawasi guna mengantisipasi terjadinya
penyusupan petugas dari oknum atau organisasi teroris. Untuk itu
sangat diperlukan selektifitas yang ekstra hati-hati dalam
menentukan petugas keamanan melalui proses screening yang
berlapis dan pemantauan secara terus-menerus dalam kehidupan
sehari-hari, karena dikhawatirkan terjadi pergeseran indoktrinasi
petugas keamanan melalui pergaulan sehari-hari di masyarakat.
Dengan demikan kewaspadaan berlapis-lapis mutlak diperlukan.

91 “The Dynamic of Incident Cousation” Profesor James Rewson (1990). Setiap

kecelakaan didahului oleh kegagalan atau “Failures”. Ada dua kelompok kegagalan, yaitu
berifat laten dan bersifat aktif; Pertama, kegagalan laten disebabkan oleh budaya organisasi
atau “Corporate Culture” yang tidak baik dan lingkungan kerja yang tidak kondusif serta
organisasi yang secara administrasi tidak tertata dengan baik; Kedua, kegagalan yang bersifat
aktif terjadi karena Pilot atau awak pesawat mengalami kegagalan dalam mengendalikan
pesawatnya. (Majalah Kedirgantaraan Angkatan Udara - Suara Angkasa, Oktober 2013, hal.
42).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 181

16. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 2 - Rules of The Air.
Dalam kondisi khusus Unlawful interference. Pesawat yang sedang
mengalami unlawful interference akan berusaha untuk memberitahu
appropriate ATS unit fakta ini, keadaan yang signifikan terkait dengannya
dan setiap penyimpangan dari current flight plan diharuskan oleh keadaan,
untuk memungkinkan unit ATS untuk memberikan prioritas kepada pesawat
dan untuk meminimalkan konflik dengan pesawat lainnya dan untuk
mengantisipasi timbulnya resiko tambahan yang tidak perlu terjadi.
Prosedur yang harus dilakukan, kecuali pertimbangan di dalam pesawat
menentukan sebaliknya, Pilot-in-command harus berusaha untuk terus
terbang di jalur yang ditetapkan (assigned track) dan pada assigned cruising
level setidaknya sampai mampu memberitahukan unit ATS atau dalam
cakupan radar. Sehingga ketika pesawat terkena unlawful interference
harus berangkat dari assigned track-nya atau assigned cruising level-nya
tanpa mampu membuat radiotelephony contact dengan ATS, Pilot-in-
command harus, jika memungkinkan berusaha untuk broadcast warning
pada frekuensi darurat VHF dan frekuensi lain yang sesuai, kecuali
pertimbangan dalam pesawat menentukan yang lain. Peralatan lainnya
seperti on-board transponder dan data link juga harus digunakan bila
menguntungkan untuk dilakukan dan keadaan memungkinkan, dan proceed
sesuai dengan prosedur khusus yang berlaku untuk in-flight contingencies,
dimana prosedur tersebut telah ditetapkan dan diumumkan di Regional
Supplementary Procedures; atau jika tidak ada prosedur regional yang
berlaku, proceed pada level yang berbeda dari cruising level.
182 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Perlakuan terhadap prosedur khusus ini secara terus-menerus harus


ditekankan pada semua awak cabin pesawat, terutama pada Pilot dan
Co-Pilot agar tidak terjadi kecerobohan prosedur atau secara tidak langsung
akan mengurangi terjadinya “human error” yang menyebabkan kecelakaan
pesawat terbang. Sosialisasi terhadap prosedur khusus ini ditekankan sejak
awal di pendidikan pembentukkan penerbang, tetapi harus juga dilakukan
penyegaran ingatan kepada Pilot dan Co-Pilot saat sudah menjalani tugas
penerbangan. Tingkat kelalaian sebagai akibat kejenuhan tugas atau
kelelahan secara psycis sering terjadi. Untuk itu pengecekan kesehatan
secara medis terhadap semua crew pesawat secara berkala harus dilakukan
dengan mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan.

17. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 6 - Operation of


Aircraft, Part I.
Pada kondisi khusus keamanan kompartemen awak pesawat. Dalam
semua pesawat yang dilengkapi dengan pintu kompartemen crew
penerbangan (flight crew compartment door), pintu ini harus bisa dikunci,
dan sarana harus disediakan dimana awak cabin yang secara diam-diam
dapat memberitahu awak pesawat dalam hal ada kegiatan yang
mencurigakan atau pelanggaran keamanan (security breaches) di dalam
kabin. Guna meningkatkan tingkat kewaspadaan terhadap keamanan
tersebut, maka sejak dari 1 November 2003, semua pesawat yang
membawa penumpang dengan maximum certificated take-off mass lebih
dari 45 500 kg atau dengan kapasitas tempat duduk penumpang lebih besar
daripada 60 harus dilengkapi dengan pintu kompartemen awak pesawat
yang disetujui (approved flight crew compartment door) yang dirancang
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 183

untuk tahan penembusan/penetrasi dari tembakan senjata kecil dan


pecahan peluru granat, dan tahan dari gangguan paksaan (forcible
intrusions) dari orang yang tidak berwenang atau orang yang melakukan
tindakan melawan hukum. Pintu ini harus mampu dikunci dan dibuka baik
dari Pilot’s station. Antisipasi terhadap semua kejadian yang mungkin
terjadi selama dalam penerbangan mutlak dilakukan terutama disaat
negara dalam kondisi tingkat eskalasi tidak aman meningkat dan isu politik
di dalam negeri dan luar negeri tidak kondusif 92 atau dimungkinkan adanya
sinyalemen yang cenderung untuk terjadinya kerawanan sosial, maka
sasaran pembajakan pesawat dan sabotase harus diwaspadai, sehingga
struktur kelengkapan pesawat termasuk adanya pintu kompartemen awak
pesawat mutlak diperlukan, akan tetapi tindakan pencegahan mulai dari
pengamanan di ruang tunggu pemberangkatan dan saat pergeseran
dokumen dan screening di setiap pintu masuk harus dilakukan. Pada posisi
ini sangat diperlukan personel intelejen bandara atau petugas bantuan dari
unsur Kepolisian dan intelijen TNI dilibatkan dengan menyamar sebagai
penumpang pesawat guna melakukan pemantauan dari dekat. Pengamanan
melekat ini akan lebig baik daripada pengamanan dengan menggunakan
alat detektor, karena pengamanan melekat dapat memantau secara terus -
menerus dari jarak dekat.

92 Pada eskalasi negara tidak aman atau sengketa dengan negara lain atau adanya
friksi diplomatik yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi antar negara, maka tidak
menutup kemungkinan adanya kegiatan intelijen ekonomi yang berupa spionase intelijen
yaitu negara yang terlibat friksi ekonomi tersebut mengerahkan pion-pionnya menjadi
karyawan perusahaan di negara sasaran bukan untuk niat bekerja tetapi untuk mencari
informasi keunggulan kompetitif dan koperatif dengan penyadapan dalam dunia
penerbangan. Kegiatan ini sangat membahayakan keselamatan terbang dan kerja di banda ra
atau Maskapai Penerbangan. Abdullah Fathoni, “Serat Sejating Urip”, (Jakarta, Penerbit :
BPA Pustaka, 2014), hal. 246.
184 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Pada kondisi khusus dalam semua pesawat yang dilengkapi dengan


pintu kompartemen awak penerbangan (flight crew compartment door)
yaitu; Pertama, kondisi pintu ini harus ditutup dan dikunci dari waktu
dimana semua pintu luar ditutup setelah embarkasi sampai pintu itu dibuka
untuk disembarkasi, kecuali bila diperlukan untuk memungkinkan akses dan
jalan keluar oleh orang yang berwenang (authorized persons); Kedua,
kelengkapan sarana harus disediakan untuk monitoring baik dari Pilot’s
station seluruh area pintu diluar kompartemen awak pesawat untuk
mengidentifikasi orang-orang yang meminta masuk dan mendeteksi
perilaku yang mencurigakan atau potensi ancaman selama dalam
penerbangan.
Dengan demikian semua pesawat yang membawa penumpang harus
dilengkapi dengan pintu kompartemen awak pesawat yang disetujui
(approved flight crew compartment door), bila memungkinkan, yang
dirancang untuk tahan tembus/penetrasi oleh tembakan senjata kecil dan
pecahan peluru granat, dan menahan gangguan paksa oleh orang yang
tidak berwenang. Pintu ini harus mampu terkunci dan dibuka baik dari
Pilot’s station. Sehingga dalam semua pesawat yang dilengkapi dengan
pintu kompartemen awak pesawat. Pintu harus ditutup dan dikunci dari
waktu dimana pintu luar (external doors) ditutup setelah embarkasi sampai
pintu itu dibuka untuk disembarkasi, kecuali bila diperlukan untuk
memungkinkan akses dan jalan keluar oleh yang berwenang orang, dan
sarana harus disediakan untuk monitoring baik dari Pilot’s station seluruh
area pintu diluar kompartemen awak pesawat untuk mengidentifikasi
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 185

orang-orang yang meminta masuk dan mendeteksi perilaku yang


mencurigakan atau potensi ancaman selama penerbangan.
Ketentuan untuk aeroplane search procedure checklist. Operator
harus memastikan bahwa di dalam pesawat (on board) terdapat
daftar/checklist prosedur yang harus diikuti dalam mencari bom dalam
kasus dugaan sabotase dan memeriksa pesawat untuk senjata tersembunyi,
bahan peledak atau perangkat berbahaya lainnya ketika ada kecurigaan
beralasan bahwa pesawat mungkin menjadi obyek tindakan melanggar
hukum (unlawful interference). Checklist harus didukung panduan dengan
pelatihan yang tepat atas tindakan yang harus diambil ketika bom atau
benda mencurigakan ditemukan dan informasi tentang lokasi khusus bom
paling beresiko dalam pesawat. Untuk itu semua awak cabin harus
memahami dengan tingkat resiko yang mungkin terjadi, sehingga semua
unsur dalam kondisi waspada dan kehati-hatian yang tinggi. Sungguhpun
demikian pada kasus tertentu dimungkinkan terjadinya sabotase harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut; Pertama, semua prosedur harus
dilaksanakan dengan baik dan sempurna; Kedua, semaksimal mungkin tidak
menimbulkan kepanikan penumpang lain yang menyebabkan kegaduhan di
dalam pesawat; Ketiga, diupayakan agar semua penumpang untuk turut
aktif memberikan informasi apabila ditemukan perilaku penumpang lain
yang mencurigakan atau ditemukan barang bawaan yang non bagasi patut
untuk dicurigai, sehingga terjadi sinergi antara awak cabin dan penumpang
dalam hal mencegah terjadinya upaya sabotase dan mengancam
keselamatan penerbangan.
186 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Untuk memelihara tingkat kewaspadaan, maka diperlukan program


pelatihan. Operator harus menetapkan dan memelihara program pelatihan
keamanan yang disetujui (approved security training programme) yang
memungkinkan awak pesawat bertindak dengan cara yang paling tepat
untuk meminimalkan konsekuensi dari tindakan melanggar hukum
(unlawful interference). Sebagai minimum, program ini harus mencakup
unsur-unsur berikut :

a. Tindakan antisipasif setiap kejadian dan tindakan


penanggulangan secara baik dan prosedural.

b. Penentuan keseriusan dari suatu kejadian yang mungkin


terjadi.

c. Pemahaman terhadap semua prosedur yang berlaku.

d. Komunikasi dan koordinasi crew pesawat (crew cabin dan Pilot,


Co-Pilot).

e. Kesatuan koordinasi yang baik antar petugas yang terlibat


langsung maupun tidak langsung.

f. Respon pertahanan diri yang sesuai dengan kondisi saat ini.

g. Penggunaan perangkat pelindung tidak-mematikan (non-lethal


protective devices) yang diberikan untuk awak pesawat yang
penggunaannya disahkan oleh State of the Operator.

h. Pemahaman tentang perilaku teroris sehingga memfasilitasi


kemampuan crew pesawat untuk mengatasi perilaku pembajak dan
respon penumpang yang harus dilatihkan secara terus-menerus.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 187

i. Latihan situasional hidup (live situational training exercises)


mengenai berbagai kondisi ancaman, baik di udara, di darat maupun
di laut guna meningkatkan kesiap siagaan semua unsur.

j. Prosedur flight deck untuk melindungi pesawat dan semua


tindakan kewaspadaan.

k. Prosedur evakuasi bila pendaratan darurat.

l. Prosedur aeroplane search dan pedoman lokasi bom paling


beresiko bila memungkinkan dilakukan gladi atau percobaan.

Kesadaran untuk melakukan pelatihan secara berkala dan terus-menerus


dilakukan guna menimbulkan “sense of secure” yang tinggi pada semua
awak pesawat. Dengan demikian ada fungsi ganda awak pesawat terhadap
para penumpang; Pertama, Fungsi kenyamanan, artinya semua awak
pesawat harus mampu memberikan pelayanan yang baik sehingga
menimbulkan rasa nyaman pada semua penumpang; Kedua, fungsi
memberikan keamanan dan keselamatan selama dalam penerbangan.
Dengan demikian semua awak pesawat harus memahami pada posisi mana
dia bertugas dan pada situasi bagaimana dia harus bertindak, karena kedua
fungsi sangat berbeda peran dan sangat berbeda perilaku yang ditujukan
pada para penumpang. Intinya mereka semua “aman dan nyaman”.
Operator juga harus menetapkan dan memelihara program pelatihan untuk
memperkenalkan kepada karyawan langkah-langkah pencegahan dan
teknik dalam kaitannya dengan penumpang, bagasi, cargo, surat, peralatan,
dan perlengkapan yang dimaksudkan untuk pengangkutan di pesawat
terbang sehingga mereka berkontribusi pada pencegahan tindakan
188 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

sabotase atau bentuk lain dari gangguan melanggar hukum (unlawful


interference). Dengan demikian prosedur pelaporan tindakan melanggar
hukum (unlawful interference). Pilot-in-command harus menyerahkan,
tanpa penundaan, laporan dari tindakan semacam itu (unlawful
interference) kepada otoritas lokal yang ditunjuk. Secara umum cara
pelaporan itu ada dua; Pertama, pelaporan secara tertulis, pola pelaporan
ini menitik beratkan pada legalitas formal dan sangat bermanfaat apabila
kejadian tersebut memasuki ranah hukum karena sebagai bukti nanti pada
persidangan di pengadilan dan jenis laporan ini akan memudahkan jalur
distribusi terhadap disposisi pimpinan ke jenjang jalur distribusi pejabat
terkait; Kedua, sistem pelaporan melalui jalur komunikasi radio, pola
pelaporan ini mengutamakan kecepatan, sehingga setiap kejadian dapat
dilaporkan segera dan akan mendapatkan petunjuk dari Komando Atas
tentang cara-cara dan prosedur penyelesaiannya setiap kejadian terutama
kejadian disaat penerbangan. Dengan demikian, sistem pelaporan tersebut
sangat penting untuk dua tujuan, yaitu; Pertama, untuk penyelesaian setiap
kejadian yang membahayakan penerbangan; dan Kedua, untuk keperluan
dokumentasi sebagai tindak lanjut dari penyelesaian kejadian tersebut di
kemudian hari, terutama apabila memasuki ranah hukum di pengadilan.

18. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 8 - Airworthiness of


Aircraft.
Demikian juga untuk ketentuan least-risk bomb location. Untuk
pesawat dengan maximum certificated take-off mass lebih dari 45 500 kg
atau dengan kapasitas tempat duduk penumpang lebih besar dari 60 dan
aplikasi untuk sertifikasi diserahkan pada atau setelah 12 Maret 2000,
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 189

pertimbangan harus diberikan ketika desain pesawat untuk ketentuan


least-risk bomb location sehingga dapat meminimalkan efek dari bom di
pesawat dan penghuninya. Untuk selanjutnya ketentuan tentang
perlindungan kompartemen awak pesawat. Dalam semua pesawat, yang
disyaratkan oleh Annex 6, Bagian I, Bab 13 untuk memiliki pintu
kompartemen awak pesawat yang disetujui (approved flight crew
compartment door), dan aplikasi untuk mengubah Type Certificate
dimasukkan derivative type design disampaikan kepada otoritas Nasional
yang sesuai, lantai dan langit-langit kompartemen awak pesawat sehingga
dapat menahan tembusan/penetrasi tembakan senjata kecil dan pecahan
peluru granat dan untuk menahan gangguan paksa (forcible intrusions), jika
daerah ini dapat diakses dalam penerbangan oleh penumpang dan awak
cabin. Disamping itu juga ketentuan untuk desain interior. Untuk pesawat
dengan maximum certificated take-off mass lebih dari 45 500 kg atau
dengan kapasitas tempat duduk penumpang lebih besar dari 60 dan yang
aplikasi untuk sertifikasi diserahkan pada atau setelah 12 Maret 2000,
pertimbangan harus diberikan untuk merancang fitur yang akan mencegah
dengan mudah penyembunyian senjata, bahan peledak atau benda
berbahaya lainnya pada pesawat terbang dan yang akan memfasilitasi
prosedur pencarian benda-benda tersebut.

19. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 9 - Facilitation.


Ketentuan untuk masuk dan keberangkatan pesawat. Dalam
pengembangan prosedur yang ditujukan untuk clearance yang efisien untuk
masuk atau keberangkatan pesawat, Contracting States harus
mempertimbangkan penerapan keamanan penerbangan (aviation security )
190 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dan langkah-langkah pengendalian Narkotika. Upaya untuk mengantisipasi


terjadinya penyelundupan Narkotika dan obat-obatan terlarang atau
minuman keras terlarang dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut;
Pertama, memahami karakteristik dan perilaku yang biasa terjadi
penyelundupan Narkotika, karena jalur distribusi Narkotika sudah diketahui
dari awal oleh aparat intelijen Kepolisian, bandar Narkotika besar yang
menggunakan fasilitas penerbangan itu tertentu pelakunya dan biasanya
juga melalui negara tertentu dan menggunakan jalur penerbagan tertentu
serta melalui bandara tertentu juga. Yang lebih diwaspadai apabila awak
Cabin atau Pilot dan Co-Pilot terlibat di dalamnya; Kedua, prosedur yang
harus dilakukan disamping menggunakan alat detektor juga menggunakan
satwa Anjing pelacak khusus untuk Narkotika; Ketiga, menggunakan Pamkat
atau Pengamanan Melekat yang menerjunkan aparat intelijen yang berbaur
sebagai penumpang penerbangan tertentu. Dengan demikian akan
meminimalisir terjadinya penyelundupan Narkotika dan obat-obatan
terlarang. Prosedur untuk masuk dan keberangkatan orang dan bagasi
mereka. Dalam mengembangkan prosedur yang diitujukan pada aplikasi
kontrol perbatasan (border control) pada penumpang dan awak,
Contracting States harus mempertimbangkan penerapan keamanan
penerbangan (aviation security), integritas perbatasan (border integrity),
langkah-langkah kontrol Narkotika dan imigrasi.
Tingkat akurasi alat detektor harus diperbaharui secara berkala,
sehingga petugas yang berwenang tidak akan memperpanjang validitas
mesin yang bisa membaca dokumen perjalanan. Keamanan dokumen
perjalanan. Contracting States harus secara teratur memperbarui fitur
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 191

keamanan dalam versi baru dari dokumen perjalanan mereka, untuk


menjaga terhadap penyalahgunaan dan untuk memfasilitasi deteksi kasus
di mana dokumen tersebut telah diubah secara tidak sah, direplikasi
(dipalsukan) atau diterbitkan. Adapun fungsi kontrol terhadap pembuatan
dan penerbitan dokumen perjalanan dalam rangka untuk menjaga terhadap
pencurian dan penyelewengan dokumen perjalanan yang baru diterbitkan.
Dengan demikian prosedur untuk memasukkan biometrik data di mesin
pembaca paspor, visa dan dokumen perjalanan resmi lainnya,
menggunakan satu atau lebih opsional teknologi penyimpanan data untuk
melengkapi machine readable zone, Machine Readable Travel Documents.
Data yang tersimpan pada integrated circuit chip adalah sama dengan yang
tercetak pada halaman data, yaitu, data yang terdapat pada machine
readable zone ditambah gambar fotografi digital. Gambar sidik jari dan/atau
gambar selaput pelangi mata adalah biometrik opsional untuk Contracting
States yang ingin melengkapi gambar wajah dengan biometrik lainnya di
paspor. Contracting States menggabungkan data biometrik dalam Machine
Readable Pasport untuk menyimpan data dalam integrated circuit chip
tanpa kontak (contactless) dan diprogram sesuai dengan Logical Data
Structure seperti yang ditentukan oleh ICAO. Derajat identifikasi
penumpang harus tepat akan tetapi harus dihubungkan dengan jaringan
data intelijen. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kesalahan
identitas serta untuk memudahkan proses penanggulangan apabila terjadi
sesuatu yang tidak diharapkan. Akurasi data mutlak diperlukan, tetapi
“early warning” juga untuk meminimise terjadinya resiko penerbangan
sejak awal juga sangat penting. Dengan demikian kombinasi antara akurasi
192 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

data pada saat prosesi dokumen dan bagasi serta koordinasi dengan data
awal intelijen akan menjadi sumber utama informasi awak Cabin, Pilot dan
Co-Pilot dalam mengantisipasi setiap kejadian pada penerbangan. Petugas
keamanan bandara, aparat Kepolisian dan unsur intelijen TNI setiap saat
harus memperbaharui data kelompok atau orang-perorang yang patut
dicurigai.
Dokumen perjalanan. Contracting States hanya akan menerbitkan
Machine Readable Pasport sesuai dengan spesifikasi Doc 9303, Part 1,
paling lambat 1 April 2010. Untuk paspor yang dikeluarkan setelah 24
November 2005 dan tidak dapat dibaca mesin, Contracting States harus
memastikan tanggal kedaluwarsa sebelum 24 November 2015.
Pemeriksaan dokumen perjalanan. Contracting States akan membantu
operator pesawat dalam evaluasi dokumen perjalanan yang disajikan oleh
penumpang, untuk mencegah penipuan dan penyalahgunaan. Operator
pesawat harus mengambil tindakan pencegahan di titik embarkasi untuk
memastikan bahwa penumpang memiliki dokumen yang ditentukan oleh
Contracting States dan destination untuk tujuan pengendalian seperti yang
dijelaskan dalam bab ini. Prosedur masuk dan tanggung jawab. Otoritas
publik dari masing-masing Contracting States harus menyita dokumen
perjalanan palsu. Otoritas publik juga akan menyita dokumen perjalanan
seseorang yang meniru pemegang sah dari dokumen perjalanan. Dokumen
tersebut harus segera dihapus dari peredaran dan dikembalikan ke pihak
yang berwenang negara yang disebutkan sebagai penerbit atau ke warga
Misi Diplomatik dari Negara tersebut. Apabila tepat, Contracting States
harus memperkenalkan sistem informasi awal tentang penumpang
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 193

(advance passenger information) yang termasuk tampilan rincian paspor


atau visa tertentu sebelum keberangkatan, transmisi rincian melalui sarana
elektronik kepada otoritas publik, dan analisis data tersebut untuk tujuan
manajemen resiko sebelum kedatangan untuk mempercepat clearance.
Untuk meminimalkan waktu penanganan (handling time) selama check-in,
alat pembaca dokumen harus digunakan untuk mendapatkan informasi
dalam mesin yang bisa membaca dokumen perjalanan. Identifikasi dan
masuknya crew dan personel operator pesawat lainnya. Kontrol yang
memadai harus dilakukan pada penerbitan CMC dan dokumen identitas
resmi air crew lainnya untuk mencegah penipuan, misalnya, pemeriksaan
latar belakang dan sertifikasi status pekerjaan pemohon sebelum
penerbitan, kontrol pada kartu stok kosong, dan persyaratan akuntabilitas
untuk mengeluarkan personel. Masuk dan keberangkatan cargo dan artikel
lainnya. Bila memungkinkan, dalam rangka meningkatkan efisiensi, teknik
penyaringan (screening) atau pemeriksaan yang modern harus digunakan
untuk memfasilitasi pemeriksaan fisik barang yang akan diimpor atau
diekspor. Inadmissible person. Contracting States yang memiliki alasan
untuk percaya bahwa orang yang tidak dapat diterima (inadmissible person)
yang mungkin melawan terhadap pemindahannya harus menginformasikan
operator pesawat udara yang bersangkutan seawal mungkin dari jadwal
keberangkatan sehingga operator pesawat udara dapat mengambil
tindakan pencegahan untuk memastikan keamanan penerbangan.
Deportasi. Contracting States yang memindahkan orang yang dideportasi
dari wilayah mereka akan menanggung semua kewajiban, tanggung jawab
dan biaya yang terkait dengan pemindahannya.
194 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

20. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 10 - Aeronautical


Telecommunications, Volume IV.
Secondary Surveillance Radar (SSR). Mode A reply codes (information
pulses). Kode 7700 untuk memberikan pengenalan pesawat dalam keadaan
darurat. Kode 7500 untuk memberikan pengenalan pesawat yang sedang
terkena gangguan melanggar hukum (unlawful interference). Ketentuan
yang tepat harus dilakukan dalam peralatan decoding di darat untuk
menjamin pengenalan langsung dari mode A code 7500, 7600 dan 7700.

21. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 11 - Air Traffic


Services.
Prosedur khusus pada layanan untuk pesawat dalam keadaan
darurat. Pesawat yang diketahui atau diyakini dalam keadaan darurat,
termasuk menjadi sasaran unlawful interference, harus diberikan
pertimbangan, bantuan dan prioritas maksimal di atas pesawat lain yang
mungkin diharuskan oleh keadaan tersebut. Untuk menunjukkan bahwa
dalam keadaan darurat, pesawat dilengkapi dengan kemampuan data link
yang sesuai dan/atau SSR transponder mungkin mengoperasikan peralatan
sebagai berikut:
a. Pada mode A, Kode 7700; atau
b. Pada mode A, Kode 7500, untuk menunjukkan secara khusus
bahwa menjadi sasaran unlawful interference, dan/atau
c. Mengaktifkan kemampuan ADS-B atau ADS-C emergency
dan/atau urgency, dan/atau
d. Transmit emergency message via CPDLC.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 195

Bila kejadian unlawful interference terhadap pesawat terbang terjadi


atau diduga, unit ATS harus melayani segera permintaan pesawat dan
memberikan prioritas pelayanan. Informasi penting yang berkaitan dengan
pelaksanaan penerbangan yang aman akan terus ditransmit dan tindakan
yang diperlukan harus diambil untuk mempercepat pelaksanaan semua fase
penerbangan, terutama pendaratan yang aman dari pesawat. Alerting
Service. Alerting service harus diberikan diantaranya untuk setiap pesawat
yang diketahui atau diyakini menjadi subyek unlawful interference.
Pemberitahuan rescue coordination centre. Tanpa mengurangi keadaan
lain yang dapat membuat pemberitahuan bisa disampaikan, air traffic
services units harus memberitahukan segera rescue coordination centre
pesawat yang dianggap dalam state of emergency sesuai dengan
diantaranya dalam alert phase (ALERFA) kecuali bila ada bukti yang akan
menghilangkan kekhawatiran untuk keselamatan pesawat dan
penumpangnya, atau ketika pesawat diketahui atau diyakini menjadi
subyek unlawful interference. Informasi kepada operator. Ketika area
control or a flight information centre memutuskan bahwa pesawat dalam
uncertainty or the alert phase, maka harus, bila memungkinkan,
memberitahu operator sebelum memberitahukan rescue coordination
centre.
Semua informasi yang diberitahukan kepada rescue coordination
centre oleh area control or flight information centre harus, bila
memungkinkan, juga dikomunikasikan, tanpa penundaan dan skala prioritas
kepada operator. Informasi untuk pesawat yang beroperasi di vicinity of an
aircraft in a state of emergency. Ketika telah ditetapkan oleh air traffic
196 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

services unit bahwa pesawat in a state of emergency, pesawat lain yang


diketahui berada di sekitar pesawat yang yang bersangkutan harus,
diberitahu tentang nature of emergency sesegera mungkin. Ketika air traffic
services unit tahu atau percaya bahwa pesawat sedang mengalami unlawful
interference, tidak ada petunjuk yang harus dilakukan di ATS air-ground
communications untuk nature of emergency kecuali telah pertama kali
disebutkan dalam komunikasi dari pesawat yang bersangkutan dan
dipastikan bahwa petunjuk tersebut tidak akan memperburuk situasi.

22. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 13 - Aircraft Accident


and Incident Investigation.

a. Prosedur untuk melakukan investigasi. Organisasi dan


pelaksanaan investigasi tanggung jawab negara yang melaksanakan
investigasi. Secara umum ada pembagian wilayah investigasi;
Pertama, investigasi berdasarkan tempat kejadian, pada kondisi ini
akan melibatkan unsur kewilayahan atau negara dimana kejadian itu
terjadi, sehingga perlibatan semua unsur negara dapat bekerjasama
guna identifikasi kejadian serta melakukan koordinasi untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya; Kedua, investigasi
berdasarkan sebab-sebab kejadian, pada kondisi ini akan melibatkan
kalangan profesional guna melakukan kajian akademis tentang
sebab-sebab kejadian dan dilakukan analisis komprehensif guna
merumuskan sebab-sebab kejadian agar kejadian yang serupa tidak
terulang kembali; Ketiga, investigasi terhadap dampak dari kejadian
tersebut, karena masyarakat secara luas melalui media massa akan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 197

mengikuti perkembangan setiap kejadian pada pesawat terbang. Hal


ini dimaksudkan untuk meniadakan unsur traumatik di kalangan
calon penumpang terhadap Maskapai Penerbangan tertentu, yang
pada akhirnya akan mengurangi derajat kepercayaan masyarakat
umum.

b. Prioritas atau pada kesempatan pertama untuk


menginformasikan aviation security authorities. Jika, dalam
perjalanan investigasi diketahui, atau diduga, bahwa tindakan
melanggar hukum terlibat (unlawful interference), investigator-in-
charge segera akan melakukan tindakan untuk memastikan bahwa
otoritas keamanan penerbangan (aviation security authorities) dari
negara yang bersangkutan diberitahukan.

23. Mekanisme dan Prosedur Extract from Annex 14 - Aerodromes,


Volume I.
Ketentuan untuk isolated aircraft parking position. Posisi parkir
pesawat yang terisolasi (isolated aircraft parking position) harus dibuat atau
aerodrome control tower harus diberitahukan suatu daerah atau wilayah
yang cocok untuk parkir pesawat udara yang diketahui atau diyakini
menjadi subyek melanggar hukum (unlawful interference), atau karena
alasan lain yang membutuhkan isolasi dari kegiatan normal bandar udara.
Posisi parkir pesawat yang terisolasi (isolated aircraft parking position)
harus ditempatkan pada jarak maksimum yang bisa dilakukan dan dalam
hal apapun tidak pernah kurang dari 100 m dari posisi parkir lainnya,
bangunan atau tempat umum. Harus diperhatikan untuk memastikan
198 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

bahwa posisi tersebut tidak terletak di atas utilitas bawah tanah seperti gas
dan bahan bakar penerbangan dan, sejauh mungkin, kabel listrik atau
komunikasi. Apron floodlighting. Lampu sorot apron (apron floodlighting)
harus diberikan pada apron, pada fasilitas de-icing/anti-icing dan pada
isolated aircraft parking position yang ditunjuk untuk digunakan pada
malam hari. Apabila fasilitas de-icing/anti-icing terletak di dekat dengan
landasan pacu dan lampu sorot permanen dapat membingungkan untuk
Pilot , cara lain pencahayaan fasilitas tersebut mungkin diperlukan dengan
tetap memperhatikan faktor keamanan. Setiap tindakan untuk isolasi
pesawat harus memperhatikan keamanan pesawat lainnya dan keamanan
mobilitas angkutan darat sekitar area tersebut. Penjagaan ketat harus
dilakukan dengan cara bersamaan dilakukan investigasi dan prosedur
administrasi yang berlaku di negara dimana kejadian itu terjadi. Langkah-
langkah isolasi terhadap pesawat yang melanggar hukum itu dimaksudkan
untuk meminimise resiko dan melebarnya dampak negatif yang
ditimbulkannya sebelum adanya kepastian hukum atau keputusan hukum.
Dengan demikian semua pihak, yaitu perusahaan penerbangan, otoritas
bandara, para penumpang, Pilot dan Co-Pilot serta negara asal akan
mendapatkan pelayanan yang semestinya sesuai dengan standar
Internasional yang berlaku ICAO. Sehingga akan mengurangi perbedaan dan
friksi di lapangan antar pihak yang berkepentingan.
Guna menjamin keamanan, maka diperlukan sistem pasokan tenaga
listrik untuk fasilitas navigasi udara. Fasilitas bandar udara berikut ini harus
disediakan dengan power supply sekunder yang mampu memasok listrik
ketika ada kegagalan power supply utama yaitu essential security lighting,
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 199

jika diberikan. Aerodrome emergency planning adalah proses


mempersiapkan aerodrome untuk mengatasi keadaan darurat terjadi di
aerodrome atau di sekitarnya. Tujuan aerodrome emergency planning
adalah untuk meminimalkan efek emergency, terutama dalam hal
menyelamatkan nyawa dan mempertahankan pengoperasian pesawat
udara. Aerodrome emergency planning menetapkan prosedur untuk
koordinasi respon lembaga yang berbeda di aerodrome (atau services) dan
lembaga di masyarakat sekitar yang bisa memberi bantuan dalam
merespon keadaan darurat. Materi bimbingan untuk membantu
appropriate authority dalam membangun aerodrome emergency planning
diberikan dalam Airport Services Manual. Efek emergency sangat dirasakan
oleh semua crew pesawat dan penumpang. Apalagi bila berdampak pada
kerusakan atau kecelakaan pesawat yang menimbulkan kematian atau luka-
luka parah dan kerusakan material lainnya. Efek psycologis akan menjadi
luka lama bagi keluarga korban dan akan berdampak pada penurunan
kepercayaan masyarakat pada Maskapai Penerbangan yang kebetulan
tertimpa musibah tersebut. Untuk itu prosedur emergency serta langkah-
langkah antisipasinya harus disosialisasikan pada semua awak cabin, Crew
pesawat, Pilot dan Co-Pilot dan semua pihak personel keamanan dan
personel pendukung. Dengan demikian kinerja bersama serta rasa
kepedulian bersama akan mengurangi secara drastis angka terjadinya
emergency pesawat terbang. Aerodrome emergency plan harus ditetapkan
sepadan dengan operasi pesawat dan kegiatan lainnya yang dilakukan di
aerodrome tersebut. Aerodrome emergency plan wajib menyediakan untuk
koordinasi tindakan yang akan diambil dalam keadaan darurat yang terjadi
200 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

di aerodrome atau di sekitarnya. Contoh keadaan darurat adalah: Pesawat


emergency, sabotase termasuk ancaman bom, pesawat yang disita
melawan hukum (unlawfully seized aircraft), kejadian barang-barang
berbahaya, kebakaran bangunan dan bencana alam. Untuk mengantisipasi
terjadinya sabotase dan tindak kejahatan di dalam pesawat selama
penerbangan dapat digunakan “Air Marshal”, akan tetapi hingga saat ini
masih terjadi kontreversi sistem pengamanan terpadu dengan
mengakomodir keberadaan “Air Marshal”. Pada 25 Maret 2014 ada
pertemuan Badan Penerbangan Sipil Dunia _ ICAO di Montreal Kanada yang
membahas tentang perlu tidaknya “Air Marshal” dalam setiap penerbangan
sipil. Padahal keberadaan “Air Marshal” tersebut sudah diatur dan
dibakukan dalam “Protocol Tokyo” pada Tahun 1963. Kualifikasi atau
kemampuan “Air Marshal” berdasarkan ketentuan yang diterbitkan oleh
badan “Transportasi Security Administration, US Departement of Homeland
Security", yaitu kemampuan untuk mendeteksi, melawan dan
mengendalikan setiap tindakan yang bisa menyebabkan gangguan
penerbangan atau kcelakaan pesawat, kemampuan untuk menembak pistol
dan kemampuan bela diri jarak dekat serta kemampuan teknik investigasi,
kemampuan identifikasi perilaku kejahatan atau teroris dengan cara
melakukan penyamaran sebagai penumpang pesawat. Akan tetapi hingga
saat ini masih terjadi perdebatan secara Internasional antar negara dan
antar perusahaan penerbangan tentang pentingnya keberadaan “Air
Marshal” di dalam pesawat.
Rencana tersebut akan mengkoordinasikan respon atau partisipasi
dari semua lembaga yang ada yang, dalam pendapat appropriate authority ,
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 201

bisa memberi bantuan dalam menanggapi keadaan darurat. Contoh


lembaga tersebut adalah:

a. Pada aerodrome: air traffic control unit, rescue and fire fighting
services (PK-PPK), aerodrome administration, medical and ambulance
services, aircraft operators, security services, and polisi;

b. Off aerodrome: pemadam kebakaran, polisi, layanan medis dan


ambulans, rumah sakit, militer, dan patroli pelabuhan atau penjaga
pantai.

Rencana harus menyediakan kerjasama dan koordinasi dengan


rescue coordination centre, bila perlu. Aerodrome emergency plan
document harus mencakup setidaknya hal berikut:

a. Jenis keadaan darurat yang direncanakan;

b. Instansi yang terlibat dalam rencana;

c. Tanggung jawab dan peran masing-masing instansi, emergency


operations centre dan pos komando, untuk setiap jenis emergency;

d. Informasi mengenai nama dan nomor telepon kantor atau


orang-orang yang akan dihubungi dalam kasus emergency tertentu,
dan;

e. Peta grid aerodrome dan sekitarnya.

Fasilitas yang harus disediakan adalah fixed emergency operations


centre and a mobile command post harus tersedia untuk digunakan selama
keadaan darurat. Emergency operations centre harus menjadi bagian dari
202 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

fasilitas aerodrome dan harus bertanggung jawab atas koordinasi dan


petunjuk umum secara keseluruhan tentang respon terhadap keadaan
darurat. Pos komando harus merupakan fasilitas yang mampu bergerak
cepat ke lokasi yang darurat, jika diperlukan, dan harus melakukan
koordinasi lokal terhadap lembaga-lembaga tanggap darurat. Seseorang
harus ditunjuk untuk mengambil kendali emergency operations centre.
Sistem komunikasi yang memadai yang menghubungkan pos komando dan
emergency operations centre satu sama lain dan dengan lembaga yang
berpartisipasi harus disediakan sesuai dengan rencana dan konsisten
dengan persyaratan tertentu aerodrome. Untuk mengoptimalkan kesiap
siagaan semua unsur yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam
penanganan “Emergency Procedure” harus dilakukan pelatihan khusus serta
secara berkala dilakukan penyegaran. Hal tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan kewaspadaan dan ketanggap daruratan, sehingga siapa dan
berbuat apa, dalam kondisi bagaimana secara jelas dapat dilaksanakan
dengan baik. Demikian juga harus dilakukan gladi lapangan seolah-olah
terjadi hal sebenarnya adanya “Emergency Procedure”, kemudian dilakukan
analisis secara menyeluruh terhadap hasil gladi di lapangan tersebut yang
meliputi; tingkat kesiap siagaan semua unsur, reaktifitas waktu
pelaksanaan, kelengkapan peralatan dan tingkat koordinasi antar satuan
kerja. Dengan demikian secara kuantitatif dapat diukur. Aerodrome
emergency exercise. Rencana harus memuat prosedur untuk pengujian
periodik kecukupan rencana dan untuk meninjau hasil dalam rangka
meningkatkan efektivitas. Rencana tersebut mencakup semua lembaga
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 203

yang berpartisipasi dan peralatan yang terkait. Rencana tersebut harus diuji
dengan melakukan :

a. Latihan darurat aerodrome skala penuh pada interval tidak


lebih dari dua tahun, dan;

b. Latihan darurat parsial di tengah tahun untuk memastikan


bahwa setiap kekurangan yang ditemukan selama latihan darurat
aerodrome skala penuh telah diperbaiki, dan direview sesudahnya,
atau setelah keadaan darurat yang sebenarnya, sehingga
memperbaiki kekurangan yang ditemukan selama latihan atau
keadaan darurat yang sebenarnya.

Final Goal atau tujuan dari latihan skala penuh adalah untuk
memastikan kecukupan rencana untuk mengatasi berbagai jenis keadaan
darurat. Tujuan dari latihan parsial adalah untuk memastikan kecukupan
respon terhadap lembaga yang berpartisipasi dan komponen dari rencana,
seperti sistem komunikasi. Pagar atau barrier lainnya yang sesuai harus
diberikan pada aerodrome untuk mencegah akses tidak sengaja atau
direncanakan dari orang yang tidak berhak (unauthorized person) ke daerah
non-publik di aerodrome. Ini dimaksudkan untuk mencakup pembatasan
saluran pembuangan, saluran, terowongan dan lain-lain, dimana diperlukan
untuk mencegah akses. Langkah-langkah khusus mungkin diperlukan untuk
mencegah akses dari orang yang tidak berhak (unauthorized person) ke
landasan pacu atau taxiway yang overpass jalan umum. Sarana
perlindungan yang cocok harus disediakan untuk mencegah akses tidak
sengaja atau direncanakan orang yang tidak berhak (unauthorized person)
204 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

ke dalam instalasi tanah (ground installations) dan fasilitas penting untuk


keselamatan penerbangan sipil yang terletak di luar aerodrome.
Pada kondisi tertentu sangat diperlukan pagar atau penghalang
(barrier) yang harus ditempatkan untuk memisahkan movement area dan
fasilitas lainnya atau zona di aerodrome yang vital untuk operasi pesawat
yang aman dari daerah terbuka ke akses publik. Ketika keamanan yang lebih
besar dianggap perlu, cleared area harus diberikan pada kedua sisi pagar
atau penghalang (barrier) untuk memfasilitasi patroli dan untuk membuat
pelanggaran lebih sulit. Pertimbangan harus diberikan kepada penyediaan
jalan perimeter di dalam pagar aerodrome untuk penggunaan personel
pemeliharaan dan patroli keamanan guna memudahkan pengecekan area.
Pencahayaan keamanan. Pada aerodrome dimana dianggap diinginkan
untuk alasan keamanan, pagar atau penghalang lain disediakan untuk
perlindungan penerbangan sipil Internasional dan fasilitasnya harus
diterangi pada tingkat minimum essential. Pertimbangan harus diberikan
untuk lokasi lampu sehingga ground area di kedua sisi pagar atau
penghalang, terutama pada titik-titik akses, diterangi.

24. Ketentuan pada Extract from Annex 18 - The Safe Transport of


Dangerous Goods By Air.
Secara umum ketentuan untuk setiap Contracting State harus
mengambil langkah-langkah untuk mencapai ketentuan yang terkandung
dalam Technical Instructions for the Safe Transport of Dangerous Goods by
Air (Doc 9284), yang disetujui dan diterbitkan secara berkala sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan oleh Dewan ICAO. Setiap Contracting State juga
harus mengambil langkah yang diperlukan agar sesuai dengan perubahan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 205

apapun dari Petunjuk Teknis yang mungkin diterbitkan selama periode


tertentu tentang penerapan edisi dari Petunjuk Teknis. Apabila terjadi
hambatan dan penghadang prosedur, maka petugas kebandarudaraan
harus menginformasikan ICAO tentang kesulitan yang dihadapi dalam
penerapan Petunjuk Teknis dan setiap perubahan yang akan diinginkan.
Program pelatihan barang berbahaya harus ditetapkan dan diperbarui
sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis. “Dangerous Goods” atau
barang-barang berbahaya adalah jenis barang yang dapat merusak
kesehatan, merusak pesawat atau memungkinkan menjadi penyebab
terjadinya kecelakaan pesawat. Adapun karakteristik barang berbahaya
adalah kondisi yang mempunyai karakteristik resiko tinggi dan berpotensi
untuk membahayakan penerbangan, untuk itu diperlukan perlakuan khusus
dan kehati-hatian dalam pelaksanaan mobilisasi barang-barang yang
beresiko tinggi, meliputi bahan-bahan yang berhubungan dengan mesiu
atau bubuk peledak, peralatan elektronika yang memungkinkan akan
terjadinya konsleting atau hubungan arus pendek sehingga terjadi
kebakaran atau bahan-bahan yang rawan terbakar. Barang-barang yang
beresiko tinggi dalam penerbangan dapat dirumuskan secara umum adalah
semua jenis barang yang memungkinkan untuk menjadi penyebab
kecelakaan pesawat, baik selama di darat atau selama dalam perjalanan
terbang di suatu wilayah.

25. Ketentuan pada Extract from Doc 9284 Technical Instruction for The
Safe Transport of Dangerous Goods by Air.
Tingkat perencanaan dan tingkat pembentukan program pelatihan.
Program pelatihan barang berbahaya awal dan berulang harus ditetapkan
206 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dan dipelihara oleh atau atas nama dari lembaga yang bergerak di bidang
pemeriksaan keamanan penumpang dan bagasi dan/atau barang mereka.

26. Ketentuan pada Extract from Doc 4444 Procedure for Air Navigation
Services - Air Traffic Management.
Adapun ketentuan umum untuk separation of controlled traffic.
Separation yang lebih besar dari minimal yang ditentukan harus diterapkan
setiap kali keadaan luar biasa seperti melanggar hukum (unlawful
interference) atau panggilan kesulitan navigasi (navigational difficulties call)
untuk tindakan pencegahan ekstra. Hal ini harus dilakukan dengan
memperhatikan semua faktor yang relevan sehingga untuk menghindari
menghambat arus air traffic dengan penerapan separation berlebihan.
Gangguan melawan hukum terhadap pesawat (unlawful interference)
merupakan kasus keadaan luar biasa yang memerlukan penerapan
separation lebih besar dari minimal yang ditentukan, antara pesawat yang
menjadi sasaran gangguan melanggar hukum (unlawful interference) dan
pesawat lainnya. Emergency procedures. Berbagai keadaan di sekitar situasi
emergency menghalangi pembentukan prosedur rinci yang tepat yang
harus diikuti. Prosedur yang diuraikan di sini dimaksudkan sebagai panduan
umum untuk personel air traffic services. Air traffic control units harus
mempertahankan koordinasi penuh dan komplit, dan personel harus
menggunakan pertimbangan yang terbaik dalam menangani situasi
emergency. Jika Pilot pesawat terbang menghadapi keadaan darurat (state
of emergency) yang sebelumnya telah diarahkan oleh ATC untuk
mengoperasikan transponder pada kode tertentu, kode tersebut biasanya
akan dipertahankan kecuali, dalam keadaan khusus, Pilot memutuskan atau
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 207

memberitahu sebaliknya. Dimana ATC belum meminta kode untuk di set,


Pilot akan set transponder ke Mode A Code 7700. Bila keadaan darurat
dinyatakan (declared) oleh pesawat terbang, unit ATS harus mengambil
tindakan yang tepat dan relevan sebagai berikut:

a. Kecuali dengan jelas dinyatakan oleh awak pesawat atau


diketahui, mengambil semua langkah yang diperlukan untuk
memastikan aircraft identification and type, the type of emergency,
keinginan awak pesawat serta posisi dan level pesawat;

b. Memutuskan jenis bantuan yang paling tepat yang dapat


diberikan;

c. Meminta bantuan dari unit ATS lain atau layanan lain yang
mungkin dapat memberikan bantuan ke pesawat dalam rangka
mengurangi tingkat resiko yang mungkin terjadi;

d. Menyediakan awak pesawat informasi yang diminta serta


informasi tambahan yang relevan, seperti rincian tentang
aerodromes yang cocok, minimum safe altitudes, informasi cuaca;

e. Memperoleh dari operator atau awak pesawat informasi


berikut yang relevan: jumlah orang di dalam pesawat, jumlah bahan
bakar yang tersisa, kemungkinan adanya bahan berbahaya dan
sifatnya; dan

f. Memberitahukan unit ATS yang sesuai dan otoritas seperti


ditentukan dalam local instructions.
208 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Harus diperhatikan bahwa perubahan frekuensi radio dan kode SSR


harus dihindari jika mungkin dan biasanya harus dibuat hanya ketika atau
jika layanan yang lebih baik dapat diberikan kepada pesawat yang
bersangkutan. Instruksi manoeuvering untuk pesawat yang mengalami
kegagalan mesin (engine failure) harus dibatasi seminimal mungkin. Bila
diperlukan, pesawat lain yang beroperasi di sekitar pesawat yang dalam
keadaan darurat harus diberitahu tentang keadaan tersebut. Pesawat yang
diketahui atau diyakini dalam keadaan darurat, termasuk yang menjadi
sasaran gangguan melanggar hukum (unlawful interference), harus
diberikan prioritas di atas pesawat lain demi alasan keselamatan. Air traffic
services personnel harus disiapkan untuk mengenali indikasi terjadinya
unlawful interference terhadap pesawat terbang. Setiap kali unlawful
interference terhadap pesawat dicurigai, dan di mana tampilan otomatis
yang berbeda untuk SSR Mode A Code 7500 dan Code 7700 tidak
disediakan, radar controller akan mencoba untuk memverifikasi kecurigaan
dengan menetapkan SSR decoder ke Mode A Code 7500 dan selanjutnya ke
Code 7700. Pesawat yang dilengkapi dengan transponder SSR diperkirakan
untuk mengoperasikan transponder Mode A Code 7500 untuk menunjukkan
secara khusus bahwa pesawat tersebut adalah subjek unlawful interference.
Pesawat dapat beroperasi pada transponder Mode A Code 7700, untuk
menunjukkan bahwa ia terancam oleh bahaya yang serius dan dan
memerlukan bantuan segera.
Setiap kali gangguan melanggar hukum (unlawful interference)
terhadap pesawat diketahui atau diduga atau peringatan ancaman bom
telah diterima, unit ATS harus segera memperhatikan permintaan dari, atau
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 209

kebutuhan antisipasi, pesawat, termasuk permintaan informasi yang


relevan yang berkaitan dengan fasilitas navigasi udara, prosedur dan
layanan sepanjang rute penerbangan dan setiap aerodrome pendaratan
yang dimaksudkan, dan harus mengambil tindakan seperti yang diperlukan
untuk mempercepat pelaksanaan semua fase penerbangan tersebut demi
alasan keselamatan. Pada kondisi seperti ini, maka pesawat yang
mendapatkan ancaman Bom harus diprioritaskan untuk melakukan
pendaratan di bandara atau pangkalan terdekat dan semua petugas
pengamanan terkait harus melakukan koordinasi dengan baik antar
bandara atau antar negara melalui jalur diplomatik. Demikian juga semua
kelengkapan darat harus disiapkan termasuk unsur pemadam kebakaran
dan unsur kesehatan guna mengantisipasi terjadinya kebakaran pesawat
disaat pendaratan. Tingkat koordinasi ini harus dilakukan secara maksimal
dengan mengedepankan pemikiran untuk menghindari terjadinya korban
jiwa dan semua penerbangan yang bersamaan waktunya untuk melakukan
pendaratan harus ditahan atau “Hold Positition” pada ketinggian masing-
masing. Unit ATS juga harus melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Melakukan Transmit, dan terus transmit, informasi berkaitan


dengan pelaksanaan penerbangan yang aman, tanpa mengharap kan
reply dari pesawat .

b. Tindakan yang harus dilakukan adalah memantau dan plot


perkembangan penerbangan dengan sarana yang tersedia, dan
mengkoordinasikan transfer kontrol dengan unit ATS yang
berdekatan tanpa memerlukan transmisi atau respon lain dari
pesawat, kecuali komunikasi dengan pesawat tetap normal.
210 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

c. Kemudian menginformasikan dan terus memberikan informasi,


kepada unit ATS yang sesuai, termasuk FIR yang berdekatan, yang
mungkin khawatir dengan perkembangan penerbangan; Dalam
menerapkan ketentuan ini, perhatian harus diambil tentang semua
faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penerbangan,
termasuk endurance bahan bakar dan kemungkinan perubahan
mendadak dalam rute dan destination. Tujuannya adalah untuk
menyediakan, sejauh mungkin diawal tentang keadaan, setiap unit
ATS tentang informasi yang tepat atau kemungkinan pesawat masuk
ke wilayah tanggung jawabnya demi alasan keselamatan
penerbangan.

d. Memberitahukan :

1) Operator atau perwakilan yang ditunjuk.

2) Rescue coordination centre yang tepat sesuai dengan


prosedur alerting yang sesuai.

3) Otoritas keamanan yang ditunjuk dan yang terkait


dengan prosedur pengamanan pesawat dan personel.

Diasumsikan bahwa otoritas keamanan yang ditunjuk dan/atau


operator pada gilirannya akan memberitahukan pihak lain yang
berkepentingan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
sebelumnya.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 211

e. Menyampaikan pesan yang tepat, berkaitan dengan keadaan


terkait dengan melanggar hukum, antara pesawat dan otoritas yang
ditunjuk.

Prosedur tambahan berikut berlaku jika ancaman yang diterima


menunjukkan bahwa bom atau perangkat bahan peledak lainnya telah
ditempatkan di dalam pesawat. ATS unit yang menerima informasi
ancaman harus :

a. Jika dalam komunikasi langsung dengan pesawat,


memberitahukan awak pesawat tanpa menunda tentang ancaman
dan keadaan seputar ancaman.

b. Jika tidak dalam komunikasi langsung dengan pesawat,


memberitahukan awak pesawat dengan cara yang paling cepat
melalui unit ATS lain atau saluran lainnya yang sesegera mungkin.

Unit ATS yang dalam komunikasi dengan pesawat harus memastikan


keinginan dari awak pesawat dan melaporkan keinginan mereka kepada
unit ATS lain yang mungkin berkaitan dengan penerbangan. Semua pihak
terkait dengan sistem pengamanan dan penyelamatan harus dalam kondisi
siaga di bandara atau pangkalan yang dituju. Unsur pengamanan dalam
satu koordinasi, yaitu; unsur pengamanan bandara atau pangkalan udara,
unsur Kepolisian dan unsur militer guna mengantisipasi terjadinya kontak
senjata. Demikian juga harus disiapkan pemadam kebakaran, ambulan serta
kesiapan Rumah Sakit dan Dokter. Kesiapan semua personel dan peralatan
pendukung bertujuan untuk meminimise terjadinya korban jiwa dan
kerusakan pesawat. Dengan demikian dapat difahami bahwa ancaman Bom
212 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

pada pesawat adalah bentuk ancaman bersama termasuk juga ancaman


terhadap eksistensi negara. Pesawat harus ditangani dengan cara paling
cepat ketika memastikan, sejauh mungkin, keselamatan pesawat dan
personel lainnya dan instalasi di darat tidak beresiko. Pesawat dalam
penerbangan harus diberikan re-clearance ke destination baru yang diminta
tanpa penundaan dengan tetap memperhatikan prosedur penerbangan
secara Internasional ICAO. Setiap permintaan oleh awak pesawat untuk
climb atau descent dengan tujuan untuk menyamakan atau mengurangi
perbedaan antara tekanan udara luar dan tekanan udara cabin harus
disetujui secepat mungkin.
Pesawat di darat harus diberitahu untuk tetap sejauh mungkin dari
pesawat dan instalasi lain untuk menghindarkan adanya korban tambahan
yang tidak diharapkan dan jika sesuai untuk mengosongkan runway.
Pesawat harus diinstruksikan untuk taxi ke area yang ditunjuk atau area
parkir yang terisolasi (isolated parking area) sesuai dengan petunjuk lokal.
Ketika awak penerbangan menurunkan (disembark) penumpang dan awak
segera, pesawat terbang lainnya, kendaraan dan personel harus tetap pada
jarak yang aman dari pesawat yang terancam. Unit ATS tidak akan
memberikan pemberitahuan atau saran mengenai tindakan yang akan
diambil oleh awak pesawat dalam kaitannya dengan bahan peledak.
Pesawat yang diketahui atau diyakini menjadi subjek gangguan yang
melanggar hukum (unlawful interference) atau dimana untuk alasan lain
memerlukan isolasi dari kegiatan normal aerodrome harus diijinkan ke
posisi parkir terisolasi (isolated parking position) yang ditunjuk. Jika
isolated parking position belum ditunjuk , atau jika posisi yang ditunjuk
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 213

tidak tersedia, pesawat harus diijinkan ke posisi dalam wilayah atau daerah
yang dipilih oleh kesepakatan sebelumnya dengan otoritas aerodrome. Taxi
clearance akan menentukan taxi route yang harus diikuti ke posisi parkir.
Rute ini harus dipilih dengan tujuan untuk meminimalkan setiap resiko
keamanan kepada publik, pesawat lain dan instalasi di aerodrome. Resiko
yang paling mungkin terjadi berdasar eskalasi ancaman adalah; Pertama,
resiko yang paling buruk terjadi, yaitu pesawat meledak dan terbakar habis,
semua penumpang, Crew pesawat, Pilot dan Co-Pilot tidak terselamatkan
dan pesawat hancur total, akan tetapi dihindarkan sejauh mungkin jangan
merusak pesawat lain; Kedua, resiko sedang, artinya sebagian personel
yang berada pada pesawat dapat diselamatkan dan kondisi pesawat
mengalami kerusakan sebagian; Ketiga, resiko ringan, artinya semua
penumpang pesawat, Crew pesawat dan pesawat terselamatkan dengan
baik. Dengan demikian penanganan pesawat dalam keadaan ancaman Bom
adalah pengamanan menyeluruh dengan melibatkan semua komponen
pendukung pengamanan bandara dan semua unsur pengamanan
mengambil porsinya masing-masing sesuai dengan POP yang telah
ditetapkan.

27. Ketentuan pada Extract from Doc 8168 The Procedure for Air
Navigation Services - Aircraft Operations, Volume I.
Pengoperasian transponder. Prosedur emergency. Pilot pesawat
terbang yang menghadapi keadaan darurat harus mengatur transponder ke
Mode A Code 7700 kecuali bila sebelumnya diarahkan oleh ATC untuk
mengoperasikan transponder pada code tertentu. Dalam hal bila Pilot
sebelumnya diarahkan oleh ATC untuk mengoperasikan transponder pada
214 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

code tertentu, Pilot harus mempertahankan code tertentu tersebut kecuali


disarankan lain oleh ATC. Meskipun prosedur di 174, Pilot mungkin memilih
Mode A Code 7700 setiap kali ada alasan spesifik untuk percaya bahwa ini
akan menjadi tindakan yang terbaik.
Jika pesawat in flight terkena unlawful interference, Pilot-in-
command akan berusaha untuk mengatur transponder ke Mode A Mode
7500 untuk memberikan indikasi situasi kecuali keadaan menjamin
penggunaan Code 7700. Pilot, setelah memilih Mode A Mode 7500 dan
kemudian diminta untuk mengkonfirmasi code ini oleh ATC harus, sesuai
dengan keadaan, boleh mengkonfirmasi hal ini atau tidak reply sama sekali.
Tidak adanya reply dari Pilot akan digunakan oleh ATC sebagai indikasi
bahwa penggunaan Code 7500 bukan karena pilihan kode yang salah yang
tidak sengaja oleh Pilot.

28. Perhatian Khusus pada Dangerous Goods.93


Kategori yang tergolong zat substances (termasuk campuran dan
cairan) dan artikel yang tunduk pada Instruksi Doc 9284 ditunjuk menjadi
salah satu dari sembilan kelas sesuai dengan bahaya atau bahaya yang
paling dominan. Beberapa kelas ini dibagi dalam divisi. Kelas dan divisi
tersebut adalah:

93 Kategori khusus barang berbahaya dan membahayakan keamanan dan


keselamatan penerbangan “Dangerous Goods Shipment” telah diatur dalam Buku IATA
dengan regulation yang dikeluarkan oleh IATA OGR Book Section 1.1.0. Wynd Rizaldi dan
Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media,
2013), hal. 56.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 215

Kelas 1 : Bahan Peledak (Explosives).

Divisi 1.1 : Zat dan artikel yang memiliki bahaya ledakan


massa.

Divisi 1.2 : Zat dan artikel yang memiliki bahaya proyeksi


tapi tidak bahaya ledakan massa.

Divisi 1.3 : Zat dan artikel yang memiliki bahaya kebakaran


dan bahaya ledakan baik kecil atau bahaya proyeksi kecil
atau keduanya, tetapi tidak bahaya ledakan massa.

Divisi 1.4 : Zat dan artikel yang menyajikan tidak ada bahaya
yang signifikan.

Divisi 1.5 : Zat yang sangat tidak sensitif yang memiliki


bahaya ledakan massa.

Divisi 1.6 : Zat yang sangat tidak sensitive sekali yang tidak
memiliki bahaya ledakan massa.94

Kelas 2 : Gas.

Divisi 2.1 : Gas yang mudah terbakar.

Divisi 2.2 : Gas tidak - mudah terbakar, gas tidak beracun.

Divisi 2.3 : Gas beracun.

Kelas 3 : Cairan mudah terbakar (Flammable liquids).

94 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,


Pasal 36.
216 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Kelas 4 : Zat padat yang mudah terbakar (Flammable solids), zat yang
cenderung untuk pembakaran spontan, zat yang, ketika kontak
dengan air, memancarkan gas yang mudah terbakar.

Divisi 4.1 : Zat padat yang mudah terbakar, zat yang


bereaksi sendiri dan yang terkait dan bahan peledak yang
tidak peka.

Divisi 4.2 : Zat yang cenderung untuk pembakaran spontan.

Divisi 4.3 : Zat yang, ketika kontak dengan air akan


mengeluarkan gas yang mudah terbakar.

Kelas 5 : Zat oksidasi dan peroksida organik (Oxidizing substances


and organic peroxides).

Divisi 5.1 : Zat pengoksidasi.

Divisi 5.2 : Peroksida organic.

Kelas 6 : Zat beracun dan infeksi (Toxic and infectious substances).

Divisi 6.1 : Zat beracun.

Divisi 6.2 : Zat Infeksi.

Kelas 7 : Bahan radioaktif.

Kelas 8 : Zat korosif.

Kelas 9 : Zat dan artikel berbahaya yang lain.

Nomor urut dari kelas dan divisi bukan merupakan tingkat bahaya.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 217

Untuk tujuan packing, zat selain yang dari Kelas 1, 2 dan 7, Divisi 5.2
dan 6.2 dan selain zat yang bereaksi sendiri (self–reactive substance) Divisi
4.1 ditunjuk untuk tiga packing groups sesuai dengan tingkat bahaya
mereka.

Packing groups I : Zat yang memberikan bahaya tinggi.

Packing groups II : Zat yang memberikan bahaya menengah.

Packing groups III : Zat yang memberikan bahaya rendah.

29. Ketentuan pada Nomor PBB dan Proper Shipping Names.


Yang termasuk kategori barang berbahaya ditunjuk sesuai dengan
nomor PBB dan nama pengiriman yang tepat sesuai dengan klasifikasi
bahaya dan komposisi mereka. Barang berbahaya yang umumnya dibawa
tercantum dalam Tabel 1. Jika artikel atau substansi secara khusus terdaftar
dengan nama, harus diidentifikasi dalam transportasi dengan nama
pengiriman yang tepat (proper shipping names) dalam Tabel 1. Untuk
barang-barang berbahaya tidak secara khusus terdaftar dengan nama,
diberikan entri “generic” atau “not otherwise specified” untuk
mengidentifikasi artikel atau substansi dalam transportasi. Setiap entri
dalam Tabel 1 ditandai oleh nomor PBB. Tabel 1 juga berisi informasi yang
relevan untuk setiap entri, seperti kelas bahaya, resiko tambahan, packing
groups (jika diberikan), persyaratan packing, persyaratan penumpang dan
cargo pesawat. Entri pada Tabel 1 adalah empat jenis berikut :

a. Single entries untuk zat atau artikel yang didefinisikan dengan


baik (well-defined substances or articles).
218 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Misalnya : Acetone UN 1090


Ethyl nitrite solution UN 1194

b. Generic entries untuk kelompok zat atau artikel yang


didefinisikan dengan baik (well-defined group of substances or
articles).
Misalnya : Adhesives UN 1133
Perfumery product UN 1266
Carbamate pesticide, solid, toxic UN 2757
Organic peroxide Type B, liquid; UN 3101

c. Specific n.o.s. entries yang mencakup sekelompok zat atau


artikel yang bersifat kimia atau teknis tertentu.
Misalnya : Nitrates, inorganic, n.o.s. UN 1477
Alcohols, n.o.s. UN 1987

d. General n.o.s. entries yang mencakup sekelompok zat atau


artikel yang memenuhi kriteria dari satu kelas atau lebih atau divisi.
Misalnya : Flammable solid, organic, n.o.s. UN 1325
Flammable liquid, n.o.s. UN 1993

Untuk kategori jenis campuran atau larutan yang mengandung zat


berbahaya tunggal (single dangerous substance) khusus terdaftar dengan
nama dalam Tabel 1 dan satu zat atau lebih tidak tunduk pada Instruksi Doc
9284 harus diberikan nomor PBB dan nama pengiriman yang tepat (proper
shipping names) dari zat berbahaya, kecuali :

a. Campuran atau larutan diidentifikasi khusus dengan nama


dalam Instruksi Doc 9284, atau
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 219

b. Entri dalam Instruksi Doc 9284 secara khusus menunjukkan


bahwa hanya berlaku untuk bahan murni; atau

c. Kelas bahaya atau divisi, pernyataan fisik atau packing groups


dari larutan atau campuran berbeda dari yang zat berbahaya itu; atau

d. Terjadi perubahan yang signifikan dalam langkah-langkah yang


akan diambil dalam keadaan darurat.

30. Skala Prioritas.


The precedence of hazards table harus digunakan untuk menentukan
kelas dari zat, campuran atau larutan yang memiliki lebih dari satu resiko.
Untuk barang yang memiliki beberapa resiko, yang tidak tercantum secara
khusus namanya dilambangkan kepada masing-masing bahaya barang yang
harus didahulukan daripada packing groups lainnya, yang benar yang akan
digunakan juga ditampilkan di intersection dua karakteristik utama selalu
diutamakan. Kelompok pengepakan yang benar yang akan digunakan juga
ditampilkan di intersection dua baris :
a. Zat dan artikel Kelas 1;
b. Gas dari Kelas 2;
c. Bahan peledak peka cair dari Kelas 3;
d. Zat self- reactive dan bahan peledak peka solid Divisi 4.l;
e. Zat piroforik Divisi 4.2;
f. Zat Divisi 5.2;
g. Zat Divisi 6.1 dengan packing groups I inhalation toxicity.
Kecuali untuk zat-zat atau pengolahan memenuhi kriteria Kelas 8
memiliki inhalation toxicity debu dan kabut (LC50) pada kisaran
220 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Packing Group I, tetapi toxicity melalui oral ingestion atau dermal


contact hanya di kisaran Packing Group III atau kurang, yang harus
dialokasikan untuk Kelas 8;
h. Zat Divisi 6.2, dan
i. Material kelas 7.

31. Nomor Identifikasi.


Pada kondisi tertentu ketika kelas bahaya suatu zat adalah tidak pasti
dan sedang diangkut untuk pengujian lebih lanjut, kelas bahaya tentative,
nama pengiriman yang tepat (proper shipping name) dan nomor identifikasi
harus diberikan atas dasar pengetahuan pihak pengirim tentang substansi
dan penerapan :
a. Kriteria klasifikasi Instruksi Doc 9284.
b. The precedence of hazards yang diberikan di atas.

Packing groups yang paling parah untuk shipping name yang dipilih
harus digunakan. Dimana ketentuan ini digunakan, proper shipping name
harus dilengkapi dengan kata "sample" (misalnya Flammable liquid, n.o.s.,
sample). Dalam kasus tertentu , di mana proper shipping name disediakan
untuk sampel dari substansi dianggap memenuhi kriteria klasifikasi tertentu
(misalnya Gas sample, non-pressurized, flammable, UN 3167), proper
shipping name tersebut harus digunakan. Ketika n.o.s. entri digunakan
untuk mengangkut sampel, proper shipping name tidak perlu dilengkapi
dengan nama teknis.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 221

32. Kategori Bahan Peledak.


Untuk kategori Kelas 1 terdiri dari :95

a. Zat peledak/explosive substances (zat yang tidak dengan


sendiri sebagai bahan peledak, tetapi yang dapat membentuk
atmosfir ledakan gas, uap atau debu yang tidak termasuk dalam Kelas
1), kecuali yang terlalu berbahaya untuk diangkut atau zat yang
berbahaya dominan terhadap kelas lain.

b. Artikel peledak/explosive articles, kecuali perangkat yang


mengandung zat peledak dalam jumlah tertentu atau dengan
karakter tertentu sehingga ketika pengapian yang tidak sengaja atau
accidential atau inisiasi selama transportasi tidak akan menimbulkan
efek eksternal untuk perangkat baik oleh proyeksi, api, asap, panas
atau suara keras.

c. Zat dan artikel yang tidak disebutkan di bawah 189 a dan b,


yang diproduksi dengan maksud untuk memproduksi efek praktis,
peledak atau piroteknik.

Untuk keperluan Instruksi Doc 9284, berlaku definisi berikut :

a. Explosive substance adalah zat padat atau cair (atau campuran


zat) yang dalam dirinya sendiri mampu, oleh reaksi kimia,
menghasilkan gas pada suhu dan tekanan tertentu dan dengan
kecepatan tertentu untuk menyebabkan kerusakan pada lingkungan

95 Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”,


(Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 58.
222 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

sekitarnya. Zat piroteknik termasuk bahkan ketika tidak berkembang


menjadi gas.

b. Pyrotechnic substance adalah zat atau campuran zat yang


dirancang untuk menghasilkan efek oleh panas, cahaya, suara, gas
atau asap atau kombinasinya sebagai hasil dari reaksi non-detonative,
self-sustaining, eksotermik, kimia.

c. Explosive article adalah artikel yang mengandung satu zat


eksplosif atau lebih.

Kelas 1 dibagi menjadi enam divisi :

a. Divisi 1.1 - Zat dan artikel yang memiliki bahaya ledakan massa
(ledakan massa adalah ledakan yang mempengaruhi hampir seluruh
beban yang hampir seketika).

b. Divisi 1.2 - Zat dan artikel yang memiliki bahaya proyeksi tetapi
tidak bahaya ledakan massa.

c. Divisi 1.3 - Zat dan artikel yang memiliki bahaya kebakaran dan
baik bahaya ledakan kecil atau bahaya proyeksi kecil atau keduanya,
tapi tidak bahaya ledakan massa. Divisi ini terdiri dari zat dan artikel
yang :

1) Menimbulkan panas radiasi yang cukup.

2) Membakar satu demi satu, menghasilkan ledakan kecil


atau efek proyeksi atau keduanya menjadi resiko yang cukup
tinggi.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 223

d. Divisi 1.4 - Zat dan artikel yang tidak ada bahaya yang
signifikan. Divisi ini terdiri dari zat dan artikel yang hanya menyajikan
bahaya kecil dalam hal pengapian atau inisiasi selama transportasi.
Efek yang sebagian besar terbatas pada paket dan tidak ada proyeksi
fragmen ukuran yang cukup atau rentang yang diperkirakan. Api
eksternal tidak menyebabkan ledakan hampir seketika untuk hampir
seluruh isi paket.

e. Divisi 1.5 - Zat yang tidak sangat sensitif yang memiliki bahaya
ledakan massa. Divisi ini terdiri dari zat-zat yang memiliki bahaya
ledakan massa tapi tidak begitu peka dimana ada sangat sedikit
probabilitas inisiasi atau transisi dari pembakaran ke peledakan
dalam kondisi transportasi normal.

f. Divisi 1.6 - Artikel yang sangat tidak sensitif sekali yang tidak
memiliki bahaya ledakan massa. Divisi ini terdiri dari artikel yang
mengandung zat yang hanya meledakkan sangat tidak sensitif dan
yang menunjukkan probabilitas diabaikan dari inisiasi yang tidak
disengaja atau propagasi.

33. Kategori Gas.


Gas adalah zat yang :

a. Pada 50°C memiliki tekanan uap lebih besar dari 300 kPa; atau

b. Benar-benar menjadi gas pada 20°C pada tekanan standar


101.3 kPa.
224 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Kondisi transportasi gas dijelaskan sesuai dengan keadaan fisik


sebagai :

a. Gas dikompresi (compressed gas) - gas yang bila dikemas di


bawah tekanan untuk transportasi sepenuhnya berupa gas pada -
50°C; kategori ini termasuk semua gas dengan suhu kritis kurang dari
atau sama dengan -50°C.

b. Gas cair (liquefied gas) - gas yang bila dikemas di bawah


tekanan untuk transportasi sebagian cair pada suhu di atas -50°C.
Perbedaan dibuat antara :

1) Gas cair tekanan tinggi (High pressure liquefied gas): gas


dengan suhu kritis antara -50°C dan +65°C.

2) Gas cair tekanan rendah (Low pressure liquefied gas):


gas dengan suhu kritis di atas +65°C.

c. Gas cair didinginkan (refrigerated liquefied gas) - gas yang bila


dikemas untuk transportasi dibuat sebagian cair karena suhu rendah.

d. Gas terlarut (dissolved gas) - gas yang bila dikemas di bawah


tekanan untuk transportasi dilarutkan dalam pelarut fase cair.

Kelas ini terdiri dari gas dikompresi, gas cair, gas-gas terlarut, gas cair
didinginkan; campuran satu gas atau lebih dengan satu atau lebih uap zat
dari kelas-kelas lain; artikel diisi dengan gas, dan aerosol. Minuman
berkarbonasi tidak tunduk pada instruksi tersebut. "Cryogenic liquid”
artinya sama dengan "refrigerated liquefied gas”. Zat Kelas 2 diberikan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 225

untuk salah satu dari tiga divisi berdasarkan bahaya utama dari gas selama
transportasi.

a. Divisi 2.1 - Gas yang dapat terbakar. Gas yang pada 20°C dan
tekanan standar 101.3 kPa :

1) Dapat menyala ketika dalam campuran 13 persen atau


kurang per volume dengan udara.

2) Memiliki range dapat terbakar dengan udara minimal 12


persen point terlepas dari batas bawah yang dapat terbakar
(lower flammable limit). Dapat terbakar (Flammability) harus
ditentukan dengan tes atau dengan perhitungan sesuai dengan
metode yang diadopsi oleh ISO (lihat ISO Standard
10156/1996). Jika data yang tersedia tidak mencukupi untuk
menggunakan metode ini, tes dengan metode sebanding yang
diakui oleh otoritas Nasional yang tepat harus digunakan.

b. Divisi 2.2 - Non-flammable, non-toxic gases. Gas yang :

1) Menyebabkan keadaan sesak nafas - gas yang encer atau


menggantikan oksigen biasanya di atmosfer.

2) Mengoksidasi - gas yang mungkin, umumnya dengan


memberikan oksigen, menyebabkan atau memberikan
kontribusi untuk pembakaran materi lainnya lebih dari udara.

3) Tidak berada di bawah divisi lain.


226 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

c. Divisi 2.3 - Gas beracun. Gas yang :

1) Diketahui sangat beracun atau korosif bagi manusia


menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

2) Diduga beracun atau korosif terhadap manusia karena


memiliki nilai LC50 sama dengan atau kurang dari 5 000 mL/m 3
(ppm) saat diuji.

Gas Divisi 2.2, selain gas cair didinginkan, tidak tunduk pada instruksi
Doc 9284 jika mereka diangkut pada tekanan kurang dari 280 kPa pada
20°C. Gas dan campuran gas dengan bahaya yang berhubungan dengan
lebih dari satu divisi menggunakan precedence berikut :
a. Divisi 2.3 diutamakan atas semua divisi lainnya.
b. Divisi 2.1 diutamakan atas Divisi 2.2.

34. Kategori Cairan Mudah Terbakar (Flammable Liquids).


Untuk kategori Kelas 3 meliputi bahan berikut :

a. Cairan mudah terbakar/flammable liquids.

b. Bahan peledak peka cair/Liquid desensitized explosives.

Cairan mudah terbakar/flammable liquids adalah cairan, atau


campuran dari cairan, atau cairan yang mengandung zat padat dalam
larutan atau suspense (contoh cat, pernis, lak, dll, tapi tidak termasuk zat
yang diklasifikasikan lain karena karakteristik berbahaya mereka) yang
mengeluarkan uap yang mudah terbakar pada suhu tidak lebih dari 60°C,
closed-cup test, atau tidak lebih dari 65.6°C, open-cup test, biasanya disebut
sebagai titik nyala (flash point). Kelas ini juga mencakup :
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 227

a. Cairan yang ditawarkan untuk transportasi pada suhu atau di


atas titik nyala mereka (flash point).

b. Zat-zat yang diangkut atau ditawarkan untuk transportasi pada


suhu yang tinggi (elevated temperatures) dalam keadaan cair dan
yang menyemburkan uap yang mudah terbakar pada suhu atau di
bawah suhu maksimum transport (yaitu suhu maksimum
kemungkinan yang harus dihadapi oleh zat ketika dalam
transportasi).

Cairan yang memenuhi definisi di atas dengan titik nyala (flash point)
lebih dari 35°C yang tidak mempertahankan pembakaran tidak perlu
dianggap sebagai cairan yang mudah terbakar untuk tujuan Instruksi ini.
Cairan dianggap dapat mempertahankan pembakaran untuk keperluan
Instruksi ini :

a. Mereka telah lulus tes mudah terbakar (combustibility test)


yang sesuai (lihat Sustained Combustibility Test prescribed in the UN
Manual of Tests and Criteria, Part III, subsection 32.5.2).

b. Titik api (fire point) mereka sesuai dengan ISO 2592:1973 lebih
besar dari 100°C.

c. Mereka adalah larutan yang larut dengan kadar air lebih dari
90 persen massa.

Bahan peledak peka cair/Liquid desensitized explosives adalah zat


peledak yang dilarutkan atau tersuspensi dalam air atau zat cair lainnya,
228 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

untuk membentuk campuran cairan homogen untuk menekan sifat peledak


mereka. Entri dalam Dangerous Good List.

35. Kategori pada Zat Padat yang Mudah Terbakar (Flammable Solids).
Untuk kategori Kelas 4 dibagi menjadi tiga divisi sebagai berikut :

a. Divisi 4.1 – Zat padat yang mudah terbakar (flammable solids).


Zat padat yang, di bawah kondisi yang dihadapi dalam transportasi,
yang mudah terbakar atau dapat menyebabkan atau memberikan
kontribusi api melalui gesekan, self-reactive substances cenderung
untuk menjalani reaksi sangat eksotermis, bahan peledak peka
(desensitized explosives) yang dapat meledak jika tidak diencerkan
secukupnya.

b. Divisi 4.2 - Zat yang cenderung pembakaran spontan. Zat yang


cenderung untuk pemanasan spontan dalam kondisi normal yang
dihadapi dalam transportasi, atau memanas ketika kontak dengan
udara, dan kemudian cenderung untuk menangkap api.

c. Divisi 4.3 - Zat yang, ketika kontak dengan air akan


mengeluarkan gas yang mudah terbakar. Zat yang, oleh interaksi
dengan air, cenderung untuk menjadi spontan mudah terbakar atau
menyemburkan gas mudah terbakar dalam jumlah yang berbahaya.

Divisi 4.1 meliputi jenis bahan berikut :


a. Flammable solid.
b. Self-reactive substances.
c. Desentized explosives.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 229

Flammable solid adalah padatan yang mudah terbakar dan padatan


yang dapat menyebabkan kebakaran melalui gesekan. Padatan yang mudah
terbakar adalah zat-zat bubuk, butiran atau pasta yang berbahaya jika
mereka dapat dengan mudah tersulut oleh kontak singkat dengan sumber
pengapian, seperti korek api, dan jika api menyebar dengan cepat.
Bahayanya mungkin tidak hanya berasal dari api tetapi juga dari produk
pembakaran beracun. Serbuk logam yang sangat berbahaya karena
kesulitan memadamkan api karena alat pemadaman normal seperti karbon
dioksida atau air dapat meningkatkan bahaya.
Zat-zat bubuk, butiran atau pasta harus diklasifikasikan sebagai
padatan yang mudah terbakar Divisi 4.1 ketika waktu pembakaran terjadi
pada satu tes atau lebih, dilakukan sesuai dengan metode uji dan kriteria
pada UN Manual of Tests and Criteria, Part III, subsection 33.2.1, kurang
dari 45 detik atau laju pembakaran lebih dari 2.2 mm/s. Bubuk logam atau
paduan logam (metal alloy) harus diklasifikasikan dalam Divisi 4.1 ketika
mereka dapat dinyalakan dan reaksi menyebar ke seluruh panjang sampel
dalam waktu 10 menit atau kurang. Zat padat yang dapat menyebabkan
kebakaran melalui gesekan harus diklasifikasikan dalam Divisi 4.1 dengan
analogi entri yang ada sampai kriteria definitif ditetapkan. Self-reactive
substances adalah zat termal tidak stabil cenderung untuk menjalani
dekomposisi sangat eksotermik bahkan tanpa partisipasi oksigen. Zat
berikut ini tidak boleh dianggap sebagai self-reactive substances Divisi 4.1
jika :

a. Mereka adalah explosives sesuai dengan kriteria Kelas 1.


230 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

b. Mereka adalah oxidizing substances sesuai dengan prosedur


klasifikasi untuk Divisi 5.1 kecuali bahwa campuran oxidizing
substances yang mengandung 5.0 persen atau lebih zat organik yang
mudah terbakar harus berdasarkan prosedur klasifikasi dalam
Catatan 3.

c. Mereka peroksida organik sesuai dengan kriteria dari Divisi 5.2.

d. Panas dekomposisi mereka kurang dari 300 J/g.

e. Suhu dekomposisi percepatannya lebih besar dari 75°C untuk


paket 50 kg.

Panas dekomposisi (heat of decomposition) dapat ditentukan dengan


menggunakan metode yang diakui secara Internasional, misalnya
differential scanning calorimetry and adiabatic calorimetry.

Adapun pengelompokan setiap zat yang menunjukkan sifat-sifat self-


reactive substances harus diklasifikasikan seperti itu, bahkan jika zat
tersebut memberikan hasil tes positif, menurut 4.3.2 untuk dimasukkan
dalam Divisi 4.2. Campuran dari oxidizing substances yang memenuhi
kriteria dari Divisi 5.1 yang mengandung 50 persen atau lebih dari senyawa
organik yang mudah terbakar, yang tidak memenuhi kriteria yang
disebutkan dalam a, c, d atau e di atas, harus berdasarkan self-reactive
substances classification procedure. Campuran yang menunjukkan sifat-sifat
self-reactive substances, tipe B sampai F, harus diklasifikasikan sebagai self-
reactive substances Divisi 4.1. Campuran yang menunjukkan sifat-sifat self-
reactive substances, tipe G, sesuai dengan Rekomendasi PBB harus
dipertimbangkan untuk klasifikasi sebagai zat Divisi 5.1. Solid desensitized
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 231

explosives adalah zat peledak yang dibasahi dengan air atau alkohol atau
diencerkan dengan zat lainnya akan membentuk campuran padat homogen
untuk menekan sifat peledak mereka.
Untuk ketentuan Zat yang :

a. Telah diterima sementara ke dalam Kelas 1 menurut Test Series


1 dan 2, namun dibebaskan dari Test Series 6.

b. Bukan self-reactive substances Divisi 4.1.

c. Bukan zat Kelas 5.

Juga dimasukkan ke Divisi 4.1. dengan entri UN 2956, UN 3241, UN


3242 dan UN 3251. Divisi 4.2 meliputi :

a. Zat piroforik: zat, termasuk campuran dan larutan (cair atau


padat), yang bahkan dalam jumlah kecil menyala dalam waktu 5
menit ketika kontak dengan udara. Zat-zat ini adalah yang paling
cenderung untuk pembakaran spontan dan disebut zat piroforik
(pyrophoric substances).

b. Zat pemanasan sendiri (self-heating substances): zat lain yang


ketika kontak dengan udara tanpa pasokan energi cenderung untuk
pemanasan sendiri (self-heating). Zat-zat ini akan memicu hanya
ketika dalam jumlah besar (kilogram) dan setelah jangka waktu yang
lama (berjam-jam atau berhari-hari) dan disebut self-heating
substances.

Untuk pengelompokan jenis Self-heating substances, menyebabkan


pembakaran spontan, disebabkan oleh reaksi zat dengan oksigen (di udara)
232 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dan panas tidak berkembang dengan cepat ke sekitarnya. Pembakaran


spontan terjadi ketika laju produksi panas melebihi tingkat kehilangan
panas dan suhu auto-ignition tercapai. Zat padat dianggap zat padat
piroforik yang harus diklasifikasikan dalam Divisi 4.2 jika, dalam tes yang
dilakukan sesuai dengan metode tes yang diberikan pada current edition of
the UN Manual of Tests and Criteria, Part III, subsection 33.3.1, sampel
menyala pada salah satu tes. Cairan dianggap cairan piroforik yang harus
diklasifikasikan dalam Divisi 4.2 jika, tes dilakukan sesuai dengan metode
yang diberikan dalam current edition of the UN Manual of Tests and
Criteria, Part III, subsection 33.3.1, cairan menyala di bagian pertama dari
tes, atau jika menyala atau terbakar kertas saring. Substansi harus
diklasifikasikan sebagai self-heating substances dari Divisi 4.2 jika, dalam tes
yang dilakukan sesuai dengan current edition of the UN Manual of Tests and
Criteria, Part III, subsection 33.3.1 :

a. Hasil positif diperoleh dengan menggunakan 25 mm sample


cube pada 140°C.

b. Hasil positif diperoleh dalam uji coba menggunakan 100 mm


sample cube pada 140°C dan hasil negatif diperoleh dalam uji coba
menggunakan sample cube 100 mm pada suhu 120°C dan substansi
yang harus diangkut dalam bentuk paket dengan volume lebih dari 3
m3 .

c. Hasil positif diperoleh dalam uji coba menggunakan 100 mm


sample cube pada 140°C dan hasil negatif diperoleh dalam uji coba
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 233

menggunakan sample cube 100 mm pada 100°C dan substansi yang


harus diangkut dalam kemasan dengan volume lebih dari 450 L.

d. Hasil positif diperoleh dalam uji coba menggunakan 100 mm


sample cube pada 140°C dan hasil positif yang diperoleh dengan
menggunakan sample cube 100 mm pada 100°C.

Untuk pengelompokan jenis Self-reactive substances, kecuali untuk


tipe G, yang juga memberikan hasil yang positif sesuai dengan metode
pengujian ini tidak boleh diklasifikasikan dalam Divisi 4.2 tapi di Divisi 4.1.
Substansi tidak boleh diklasifikasikan dalam Divisi 4.2 jika :

a. Hasil negatif diperoleh dalam tes menggunakan 100 mm


sample cube pada 140°C.

b. Hasil positif diperoleh dalam uji coba menggunakan 100 mm


sample cube pada 140°C dan hasil negatif diperoleh dalam uji coba
menggunakan 25 mm sample cube pada 140°C, hasil negatif
diperoleh dalam tes menggunakan 100 mm sample cube pada suhu
120°C dan substansi yang akan diangkut dalam kemasan dengan
volume tidak lebih dari 3 meter kubik.

c. Hasil positif diperoleh dalam uji coba menggunakan 100 mm


sample cube pada 140°C dan hasil negatif diperoleh dalam uji coba
menggunakan 25 mm sample cube pada 140°C, hasil negatif
diperoleh dalam tes menggunakan 100 mm sample cube pada 100°C
dan substansi yang akan diangkut dalam kemasan dengan volume
tidak lebih dari 450 L.
234 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Untuk pengelompokan tertentu Divisi 4.3 - Zat yang, kontak dengan


air akan mengeluarkan gas yang mudah terbakar. Zat tertentu jika kontak
dengan air mengeluarkan gas yang mudah terbakar yang bisa membentuk
ledakan campuran dengan udara. Campuran demikian yang mudah tersulut
oleh semua sumber pengapian biasa, misalnya, lidah api terbuka (naked
lights), sparking handtools atau lampu cahaya yang tidak dilindungi.
Gelombang ledakan dan api yang dihasilkan dapat membahayakan manusia
dan lingkungan. Metode pengujian sebagaimana dimaksud dalam 222 harus
digunakan untuk menentukan apakah reaksi susbstansi tersebut dengan air
cenderung mengembangkan bahaya jumlah gas yang terbakar. Tidak boleh
digunakan untuk zat piroforik. Adapun Zat yang, kontak dengan air akan
mengeluarkan gas yang mudah terbakar harus masuk dalam Divisi 4.3 jika,
dalam tes yang dilakukan sesuai dengan metode tes yang diberikan dalam
UN Manual of Tests and Criteria, Part III, subsection 33.4 :

a. Pengapian spontan terjadi dalam setiap langkah dari prosedur


pengujian.

b. Ada evolusi dari gas yang mudah terbakar pada tingkat yang
lebih besar dari 1 L/kg bahan per jam.

Tergantung pada sifat mereka, zat organometallic dapat


diklasifikasikan dalam Divisi 4.2 atau 4.3, sebagaimana mestinya, sesuai
dengan skema flowchart yang diberikan pada Gambar 2.4.2 dari UN
Recommendations on the Transport of Dangerous Goods.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 235

36. Kategori pada Oxidizing Substances.


Untuk pengelompokan Kelas 5 dibagi menjadi dua divisi sebagai
berikut :

a. Divisi 5.1 - Oxidizing substances. Zat yang, dalam diri mereka


sendiri tidak selalu mudah terbakar, mungkin secara umum, dengan
menghasilkan oksigen, menyebabkan atau berkontribusi pada
pembakaran bahan lainnya. Zat tersebut dapat terkandung dalam
sebuah artikel.

b. Divisi 5.2 - Organic peroxides. Zat organik yang mengandung


struktur bivalen -0-0- dan dapat dianggap turunan dari hydrogen
peroksida, di mana salah satu atau kedua atom hidrogen telah
digantikan oleh radikal organik. Peroksida organic adalah zat termal
tidak stabil, yang dapat mengalami eksotermik, self-accelerating
decomposition. Selain itu, mereka mungkin memiliki satu atau lebih
sifat-sifat berikut :
1) Cenderung untuk dekomposisi bahan peledak.
2) Membakar dengan cepat.
3) Peka terhadap benturan atau gesekan.
4) Bereaksi berbahaya dengan zat lain.
5) Menyebabkan kerusakan pada mata.

Oxidizing substances diklasifikasikan dalam Divisi 5.1 sesuai dengan


metode pengujian, prosedur dan kriteria yang ditetapkan dan the UN
Manual of Tests and Criteria, Part III, section 34. Dalam hal perbedaan
antara hasil tes dan pengalaman diketahui, appropriate authority of the
236 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

State of Origin harus berkonsultasi untuk menetapkan classification and


packing group. Oxidizing solids. Kriteria untuk klasifikasi dalam Divisi 5.1.
Pengujian dilakukan untuk mengukur potensi zat padat untuk
meningkatkan laju pembakaran atau intensitas pembakaran suatu zat yang
mudah terbakar ketika keduanya benar-benar dicampur. Prosedur ini
diberikan dalam UN Manual of Tests and Criteria, Part III, subsection 34.4.1.
Pengujian dilakukan pada substansi yang akan dievaluasi dicampur dengan
selulosa berserat kering dengan rasio pencampuran 1:1 dan 4:1 massa, dari
sampel untuk selulosa. Karakteristik pembakaran campuran dibandingkan
dengan standar campuran 3:7 massa, potasium bromat sampai selulosa.
Jika waktu pembakaran adalah sama dengan atau kurang dari campuran
standar ini, waktu pembakaran harus dibandingkan dengan yang berasal
dari standar acuan Packing Group I atau II, rasio 3:2 dan 2:3, massa,
potasium bromate sampai selulosa. Klasifikasi hasil pengujian dinilai
berdasarkan :
a. Perbandingan mean burning time dengan campuran referensi.
b. Apakah campuran substansi dan selulosa menyala dan
terbakar.

Zat padat yang diklasifikasikan dalam Divisi 5.1 jika 4:1 atau 1:1
sample-to-cellulose ratio (dengan massa) diuji, menunjukkan mean burning
time sama dengan atau kurang dari mean burning time dari 3:7 campuran
(massa) kalium bromat dan selulosa. Oxidizing liquids. Kriteria untuk
klasifikasi dalam Divisi 5.1. Sebuah tes dilakukan untuk mengetahui potensi
zat cair untuk meningkatkan tingkat pembakaran atau intensitas
pembakaran zat mudah terbakar atau untuk pengapian spontan terjadi
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 237

ketika keduanya dicampur. Prosedur ini diberikan dalam UN Manual of


Tests and Criteria, Part III, subsection 34.4.2. Hal ini mengukur pressure rise
time selama pembakaran. Apakah cairan adalah oxidizing liquids Divisi 5.1
dan, jika demikian, apakah Packing Group I, II or III harus diberikan,
berdasarkan hasil uji (lihat juga precedence of hazards characteristics). Hasil
pengujian klasifikasi dinilai berdasarkan :

a. Apakah campuran substansi dan selulosa secara spontan


menyala.

b. Perbandingan mean time diambil untuk tekanan meningkat


dari 690 kPa hingga 2 070 kPa gauge dengan zat referensi tersebut.

Zat cair diklasifikasikan dalam Divisi 5.1 jika campuran 1:1 massa,
substansi dan selulosa diuji, menunjukkan pressure rise time kurang dari
atau sama dengan pressure rise time dari campuran 1:1 massa, dari 65
persen asam nitrat encer dan selulosa.
Untuk Organic Peroxides (Divisi 5.2). Peroksida organik cenderung
untuk terurai eksotermik (exothermic decomposition) yang dapat dimulai
dengan panas, kontak dengan kotoran (misalnya asam, senyawa logam
berat, amina), gesekan atau benturan. Tingkat dekomposisi meningkat
dengan suhu dan bervariasi sesuai dengan formulasi peroksida.
Dekomposisi dapat menyebabkan evolusi gas atau uap berbahaya atau
mudah terbakar. Untuk peroksida organik tertentu suhu harus dikontrol
selama transportasi. Beberapa peroksida organik terurai eksplosif, terutama
jika tertutup. Karakteristik ini dapat diubah dengan penambahan pelarut
atau dengan menggunakan kemasan yang tepat. Banyak peroksida organik
238 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

membakar dengan kuat. Kontak peroksida organik dengan mata harus


dihindari. Beberapa peroksida organik akan menyebabkan cedera serius
bagi kornea, bahkan setelah kontak singkat, atau akan korosif pada kulit.
Setiap peroksida organik harus dipertimbangkan untuk klasifikasi
dalam Divisi 5.2 kecuali formulasi peroksida organic berisi :

a. Tidak lebih dari 1.0 persen oksigen yang tersedia dari peroksida
organik saat mengandung tidak lebih dari 1.0 persen hidrogen
peroksida.

b. Tidak lebih dari 0.5 persen oksigen yang tersedia dari peroksida
organik saat mengandung lebih dari 1.0 persen tetapi tidak lebih dari
7.0 persen hidrogen peroksida.

Desensitisasi peroksida organic. Dalam rangka untuk memastikan


keselamatan selama transportasi, peroksida organik, dalam banyak kasus,
peka oleh cairan organik atau padatan, padatan anorganik atau air. Dimana
persentase zat ditetapkan, hal ini mengacu pada persentase massa,
dibulatkan ke bilangan bulat terdekat. Secara umum, desensitisasi harus
sedemikian rupa sehingga dalam kasus tumpahan atau kebakaran,
peroksida organic mungkin tidak berkonsentrasi sampai batas yang
berbahaya. Kecuali dinyatakan lain untuk formulasi peroksida organik,
definisi berikut berlaku untuk pengencer digunakan untuk desensitisasi :

a. Diluents type A adalah cairan organik yang kompatibel dengan


peroksida organik dan yang memiliki titik didih tidak kurang dari
150°C. Pengencer tipe A dapat digunakan untuk desensitizing semua
peroksida organik.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 239

b. Diluents type B adalah cairan organik yang kompatibel dengan


peroksida organik dan yang memiliki titik didih kurang dari 150°C
tetapi tidak kurang dari 60°C dan titik nyala tidak kurang dari 5°C.
Pengencer Tipe B dapat digunakan untuk desensitisasi semua
ketentuan bahwa titik didih cairan setidaknya 60°C lebih tinggi dari
SADT dalam paket 50 kg.

37. Kategori pada Toxic and Infectious Substances.


Untuk pengelompokan Kelas 6 dibagi menjadi dua divisi sebagai
berikut :
a. Divisi 6.1 - Toxic substances. Zat cenderung untuk
menyebabkan kematian atau cedera atau membahayakan kesehatan
manusia jika tertelan, terhirup atau kontak kulit. Dalam Instruksi ini
“poisonous” memiliki arti yang sama dengan “toxic”.

b. Divisi 6.2 - Infectious substances. Zat diketahui mengandung,


atau diperkirakan mengandung patogen. Patogen didefinisikan
sebagai mikro – organism (termasuk bakteri, virus, riketsia, parasit,
jamur) dan unsur lainnya seperti prion, yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau hewan.

Untuk keperluan Instruksi ini :

a. LD50 (median lethal dose) untuk acute oral toxicity adalah dosis
tunggal statistik berasal dari suatu zat yang dapat diperkirakan dapat
menyebabkan kematian dalam waktu 14 hari pada 50 persen dari
tikus muda albino dewasa bila diberikan melalui oral route. Nilai LD50
240 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dinyatakan dalam hal massa substansi uji per massa hewan uji
(mg/kg).

b. LD50 untuk acute dermal toxicity adalah dosis zat yang, dikelola
oleh kontak terus-menerus selama 24 jam dengan kulit telanjang
kelinci albino, yang paling mungkin menyebabkan kematian dalam
waktu 14 hari dalam setengah dari hewan diuji. Jumlah hewan yang
diuji harus cukup untuk memberikan hasil yang signifikan secara
statistik dan harus sesuai dengan farmakologi praktek yang baik.
Hasilnya dinyatakan dalam mg/kg massa tubuh.

c. LC50 untuk acute toxicity on inhalation adalah bahwa


konsentrasi uap, kabut atau debu yang, dikelola oleh terus-menerus
pengisapan selama satu jam untuk kedua tikus albino dewasa muda
laki-laki dan perempuan, yang paling mungkin menyebabkan
kematian dalam waktu 14 hari dari setengah hewan diuji. Sebuah zat
padat harus diuji jika setidaknya 10 persen (massa) dari total
massanya cenderung menjadi debu dalam kisaran terhirup
(respirable range), misalnya diameter aerodinamis dari particle-
fraction adalah 10 µm atau kurang. Zat cair harus diuji jika kabut
mungkin akan dihasilkan dalam kebocoran containment transportasi.
Zat padat dan cair lebih dari 90 per persen (massa) dari spesimen
disiapkan untuk inhalation toxicity harus dalam kisaran terhirup
(respirable range) seperti dijelaskan di atas. Hasilnya adalah
dinyatakan dalam mg/L udara untuk debu dan kabut, atau dalam
ml/m3 udara (bagian per juta) untuk uap.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 241

Demikian juga untuk keperluan Instruksi ini :


a. Infectious substances adalah zat yang diketahui mengandung,
atau diperkirakan cukup untuk mengandung, patogen. Patogen
didefinisikan sebagai mikro - organisme (termasuk bakteri, virus,
riketsia, parasit, jamur) dan unsure lainnya seperti prion, yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau hewan.

b. Biological products adalah produk-produk yang berasal dari


organisme hidup yang diproduksi dan didistribusikan sesuai dengan
persyaratan dari otoritas nasional yang tepat, yang mungkin memiliki
persyaratan lisensi khusus, dan digunakan baik untuk pencegahan,
pengobatan atau diagnosis penyakit pada manusia atau hewan, atau
untuk pengembangan, percobaan atau tujuan penelitian yang
berkaitan dengannya. Mereka termasuk, namun tidak terbatas pada,
produk jadi atau belum selesai seperti vaksin.

c. Cultures adalah hasil dari suatu proses dimana patogen sengaja


disebarkan. Definisi ini tidak termasuk spesimen pasien sebagaimana
dimaksud dalam d.

d. Patient specimens adalah yang dikumpulkan langsung dari


manusia atau hewan, termasuk, namun tidak terbatas pada, kotoran,
secreta, darah dan komponen-komponennya, jaringan dan penyeka
cairan jaringan, dan bagian tubuh yang diangkut untuk tujuan seperti
penelitian, diagnosis, kegiatan penelitian, dan pengobatan dan
pencegahan penyakit .
242 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Untuk pengelompokan jenis Zat Infectious substances harus


diklasifikasikan dalam Divisi 6.2 dan diberikan UN 2814 , UN 2900, UN 3291
atau UN 3373 yang sesuai. Infectious substances dibagi dalam kategori
sebagai berikut :

a. Kategori A: Infectious substances yang diangkut dalam bentuk


yang, ketika terpapar terjadi, mampu menyebabkan cacat permanen,
atau penyakit fatal pada manusia yang sehat atau hewan yang
mengancam jiwa. Contoh-contoh indikatif dari zat yang memenuhi
kriteria tersebut diberikan dalam Tabel 3. Paparan terjadi ketika
infectious substances dilepaskan dari kemasan pelindung yang
mengakibatkan kontak fisik dengan manusia atau hewan.

1) Infectious substances memenuhi kriteria ini yang


menyebabkan penyakit pada manusia atau pada manusia dan
hewan harus diberikan UN 2814. Infectious substances yang
menyebabkan penyakit hanya pada hewan harus diberikan UN
2900.

2) Pemberian UN 2814 atau UN 2900 harus didasarkan


pada riwayat medis dan gejala sumber manusia atau hewan,
kondisi lokal endemik, atau pertimbangan profesional
mengenai keadaan individu dari sumber manusia atau hewan.

b. Kategori B: Infectious substances yang tidak memenuhi kriteria


untuk dimasukkan dalam Kategori A. Infectious substances dalam
Kategori B harus diberikan UN 3373.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 243

Untuk pengelompokan jenis Zat Biological products. Untuk keperluan


Instruksi ini, produk biologi dibagi menjadi kelompok berikut:

a. Mereka yang diproduksi dan dikemas sesuai dengan


persyaratan otoritas Nasional yang sesuai dan diangkut untuk tujuan
kemasan akhir (final packaging) atau distribusi, dan digunakan untuk
perawatan kesehatan pribadi oleh profesional atau individu
kesehatan. Zat dalam kelompok ini tidak tunduk pada instruksi
tersebut.

b. Mereka yang tidak berada di bawah ayat a) dan diketahui atau


patut diduga mengandung infectious substances dan yang memenuhi
kriteria untuk dimasukkan dalam kategori A atau B. Kategori Zat
dalam kelompok ini harus diberikan UN 2814, UN 2900 atau UN 3373.

Untuk jenis Zat limbah medis atau klinis yang mengandung infectious
substances Kategori A harus diberikan UN 2814 atau UN 2900. Limbah
medis atau klinis yang mengandung infectious substances dalam Kategori B
harus diberikan UN 3291. Limbah medis atau klinis yang cukup diyakini
memiliki probabilitas rendah mengandung infectious substances harus
diberikan UN 3291. Hewan terinfeksi. Hewan hidup yang telah sengaja
terinfeksi dan diketahui atau diduga mengandung infectious substances
tidak boleh diangkut melalui udara kecuali infectious substances yang
terkandung tidak dapat dikirim dengan cara lain. Hewan terinfeksi hanya
dapat diangkut dengan persyaratan dan kondisi yang disetujui oleh otoritas
nasional yang sesuai. Kecuali infectious substances tidak dapat dikirim
dengan cara lain, hewan hidup tidak boleh digunakan untuk mengirim zat
244 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

tersebut. Bangkai hewan yang dipengaruhi oleh patogen dari Kategori A


atau yang akan diberikan untuk Kategori A dalam cultures saja, harus
diberikan untuk UN 2814 atau UN 2900 yang sesuai. Bangkai hewan lain
yang terkena dampak patogen termasuk dalam Kategori B harus diangkut
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang.
Patient specimens. Patient specimens harus diberikan UN 2814, UN 2900
atau UN 3373 yang sesuai.

38. Kategori pada Radioactive Material.


Untuk jenis Zat Radioactive material adalah setiap bahan yang
mengandung radionuklida di mana konsentrasi aktivitas dan aktivitas total
dalam konsinyasi melebihi nilai yang ditentukan. Radioactive material
berikut ini tidak termasuk di Kelas 7 untuk keperluan Instruksi ini :

a. Bahan radioaktif ditanamkan atau dimasukkan ke dalam orang


atau binatang hidup untuk diagnosis atau pengobatan.

b. Bahan radioaktif dalam produk konsumen yang telah


menerima persetujuan regulasi, setelah penjualan mereka kepada
pengguna akhir.

c. Bahan alami dan biji yang mengandung radionuklida alami


yang baik dalam keadaan alami mereka atau hanya diproses untuk
tujuan selain untuk ekstraksi dari radionuklida, dan tidak
dimaksudkan untuk diproses untuk penggunaan radionuklida ini,
asalkan konsentrasi aktivitas material tidak melebihi 10 kali nilai yang
ditentukan.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 245

d. Benda padat non - radioaktif dengan zat radioaktif yang hadir


pada setiap permukaan dalam jumlah yang tidak melebihi batas yang
ditentukan.

39. Kategori Corrosives.


Untuk pengelompokan Zat Kelas 8 (corrosive substances) adalah zat
yang, oleh aksi kimiawi, akan menyebabkan kerusakan parah ketika kontak
dengan jaringan hidup atau, dalam kasus kebocoran, akan merusakkan
material, atau bahkan menghancurkan, barang lain atau sarana
transportasi.

40. Kategori pada Miscellaneous Dangerous Substances and Articles.


Untuk pengelompokan kategori Zat dan artikel Kelas 9 (miscellaneous
dangerous substances and articles) adalah zat dan artikel yang, selama
transportasi udara, menyajikan bahaya yang tidak tercakup oleh kelas lain.
Rekayasa genetika mikro-organisme/genetically modified micro-organisms
(GMMOS) dan rekayasa genetic organisme/genetically modified organisms
(GMO) adalah mikro-organisme dan organisme di mana bahan genetik
telah sengaja diubah melalui rekayasa genetika dengan cara yang tidak
terjadi secara alami.

41. Ketentuan Labelling Barang Berbahaya.


Ketentuan khusus persyaratan untuk label. Jika artikel atau zat secara
khusus tercantum dalam Daftar Barang Berbahaya/Dangerous Goods List
(Tabel 1), label kelas bahaya harus ditempelkan untuk bahaya yang
ditunjukkan pada kolom 3 Tabel 1. Label resiko tambahan juga harus
246 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

ditempelkan untuk setiap resiko yang diindikasikan oleh kelas atau divisi
angka dalam kolom 4 Tabel 1. Namun, ketentuan khusus yang tercantum
dalam kolom 7 juga mungkin memerlukan label resiko tambahan jika tidak
ada resiko tambahan diindikasikan dalam kolom 4 atau mungkin
dibebaskan dari persyaratan untuk label resiko tambahan dimana resiko
tersebut ditunjukkan dalam Daftar Barang Berbahaya/Dangerous Goods
List. Semua label harus mampu menahan paparan cuaca terbuka tanpa
pengurangan substansial dalam efektivitas. Class hazard label harus sesuai
dengan spesifikasi sebagai berikut :

a. Mereka harus dalam bentuk persegi dengan dimensi minimum


100 mm × 100 mm, ditetapkan pada sudut 45 ° (berbentuk diamond)
kecuali bahwa label 50 mm × 50 mm dapat digunakan pada paket
yang mengandung infectious substances dimana paket dengan
dimensi sedemikian rupa ssehingga mereka hanya bisa membawa
label yang lebih kecil. Label harus memiliki garis dengan warna yang
sama dengan simbol, 5 mm di dalam tepi dan paralel dengan itu.
Label dibagi menjadi dua bagian. Terkecuali Divisi 1.4, 1.5 dan 1.6,
bagian atas label dicadangkan untuk simbol bergambar dan bagian
bawah untuk teks dan kelas atau nomor divisi dan huruf kelompok
kompatibilitas yang sesuai.

b. Simbol-simbol, teks dan angka harus ditampilkan hitam pada


semua label kecuali :

1) Label Kelas 8, di mana teks (jika ada) dan nomor kelas


harus muncul dalam warna putih.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 247

2) Label dengan latar belakang seluruhnya hijau, merah


atau biru, di mana mereka dapat ditampilkan dalam putih.

c. Kecuali untuk Divisi 1.4, 1,5 dan 1.6, label untuk Kelas 1
menunjukkan di bagian bawah nomor divisi dan huruf kelompok
kompatibilitas untuk bahan atau artikel. Label untuk Divisi 11.4, 1,5
dan 1.6harus menunjukkan di bagian atas nomor divisi dan di bagian
bawah huruf kelompok kompatibilitas.

d. Silinder untuk Kelas 2 mungkin, karena bentuknya, orientasi


dan mekanisme pengamanan untuk transportasi, membawa label
yang ditetapkan dalam bab ini, yang berkurang ukurannya, sesuai
dengan ISO 7225:1994, untuk ditampilkan pada bagian non - silinder
(bahu) silinder tersebut. Label mungkin tumpang tindih sejauh yang
diberikan oleh ISO 7225:1994 "Gas cylinders — Precautionary labels",
namun, dalam semua kasus label mewakili bahaya utama dan angka-
angka yang muncul di label apapun harus tetap sepenuhnya terlihat
dan simbol yang dikenali.

e. Dalam hal label untuk kelas 5, nomor divisi substansi harus


ditampilkan di sudut bawah label. Untuk semua label lain, nomor
kelas harus ditampilkan di sudut bawah label.

f. Kecuali ditentukan lain dalam Instruksi ini, hanya teks yang


menunjukkan sifat resiko yang dapat dimasukkan dalam bagian
bawah label (disamping kelas atau nomor divisi kelompok
kompatibilitas).
248 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

g. Label mungkin berisi informasi identifikasi bentuk, termasuk


nama pembuatnya, asalkan informasi dicetak di luar perbatasan garis
tidak putus (solid line) tidak lebih besar dari 10-point type.

42. Orientasi Dasar Pembangunan Bandar Udara.


Perkembangan perekonomian global merupakan suatu keniscayaan
yang tidak dapat dihindari seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk
dunia dan terbatasnya Sumber Daya Alam, tingkat mobilitas masyarakat
dunia akan terus meningkat dan konsep nernegara juga berkembang serta
cara berfikir masyarakat terus berubah, sehingga menggeser nilai-nilai
budaya Bangsa, negara seakan tanpa batas, karena mobilitas masyarakat
sudah sedemikian cepat berkembang. Untuk itu keperluan pelayanan
penerbangan dengan didukung oleh pelayanan bandara terus berkembang
pesat yang secara otomatis akan mendorong perkembangan dan
pembangunan industri pesawat angkut, baik pesawat angkutan orang atau
pesawat angkut barang atau pesawat cargo. Perkembangan yang pesat
dalam semua aspek kehidupan masyarakat akan mendorong adanya
perubahan konsep bernegara. Dengan demikian orientasi dasar
pembangunan bandar udara menjadi sangat penting untuk di elaborasi
secara luas dan mendalam yang meliputi :
a. Tatanan kebandarudaraan strategis.
b. Nilai strategis bandara.
c. Centre of Gravity bandara.
d. Daya saing bandara.
e. Bandara di masa yang akan datang.
f. Pembangunan SDM bandara.
g. Negara Bandara atau Airport State.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 249

Pertama, Tatanan kebandarudaraan harus mewakili empat


kepentingan yang diwadahi dalam satu pengelolaan kebandarudaraan
strategis, yaitu :

a. Kepentingan Negara, artinya negara memposisikan bandara


sebagai obyek vital Nasional, karena posisi bandara pada waktu
damai sebagai sentral ekonomi dan pada saat perang difungsikan
sebagai tempat penyerangan dan pertahanan dengan menggunakan
Pesawat Tempur, Radar dan Rudal.

b. Kepentingan Masyarakat Umum, artinya masyarakat sangat


berkepentingan dengan fungsi bandara sebagai tempat pelayanan
masyarakat untuk perjalanan melalui jasa Maskapai Penerbangan.
Apalagi bila dihadapkan dengan kondisi geografis Indonesia sebagai
Negara Kepulauan yang masyarakatnya tersebar di berbagai pulau,
sehingga jalinan transportasi yang paling efektif adalah pesawat
terbang.

c. Kepentingan bisnis, artinya pengelolaan bisnis bandara adalah


jenis bisnis yang menantang dan sangat menjanjikan keuntugan
berlipat-lipat atau “Multiplier Effect” yang besar. Karakter bisnis
dalam bangunan bandara sangat beragam, mulai dari bisnis
makanan, pakaian, hotel, taxi, iklan, catering, SPBU, pertokoan, salon
kecantikan, dan sebagainya. Sehingga bandara dapat disebut sebagai
sentra bisnis baru dan sentra bisnis masa depan yang menjanjikan.

d. Kepentingan Internasional, artinya bandara dapat


mengakomodasikan kepentingan Internasional, yaitu
250 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

menghubungkan komunikasi dan jalinan bisnis Internasional. Bandara


juga berfungsi sebagai jembatan udara yang menghubungkan
komunikasi masyarakat Internasional, sehingga seakan-akan timbul
negara baru, yaitu “Negara tanpa batas teritorial” karena masyarakat
Internasional bebas bergerak ke belahan bumi manapun melalui jasa
bandara dan Maskapai Penerbangan. Bandara juga berfungsi sebagai
tempat pameran barang export dan import serta dapat disediakan
sarana “Business Meeting” sebagai wahana dan sarana bertemunya
masyarakat bisnis Internasional yang terwadahi pada corporasi
perusahaan-perusahaan besar dunia. Sehingga didalam fasilitas
gedung bandara disediakan pelayanan jasa perbankan.

Kedua, Nilai strategis bandara, pengguna jasa bandara adalah para


pihak yang berkepentingan dengan jasa transportasi Maskapai
Penerbangan, yaitu sebagai tempat mobilisasi orang dan barang. Akan
tetapi jarang orang berfikir bahwa bandara juga tempat mobilisasi uang dan
tempat berputarnya dana Internasional. Karena tempat pengambilan
keputusan bisnis sering dilakukan di bandara yang memanfaatkan layanan
perbankan di bandara. Dilain pihak nilai strategis bandara adalah tempat
transit dan mobilisasi Pejabat Negara dan orang-orang penting perusahaan
kelas kakap dunia. Dengan demikian pelayanan terbaik di bandara dengan
standar Internasional mutlak diperlukan guna mengangkat nilai plus
Indonesia di tatanan pergaulan Internasional.
Apabila dilihat dari sisi negatif, maka bandara juga sebagai tempat
penyelundupan obat-obatan terlarang, Narkotika, penyelundupan
perhiasan dan permata. Demikian juga bandara sebagai tempat
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 251

penyelundupan orang, tempat transit dan tujuan gerakan teroris dunia dan
mafia Internasional. Dengan demikian nilai strategis bandara mempunyai
dua sisi, yaitu sisi positif dan negatif.
Nilai strategis bandara juga bisa dilihat pada saat negara pada
musibah bencana alam yang besar, sehingga semua bantuan untuk korban
bencana alam disalurkan melalui bandara. Baik bantuan yang bersumber
dari dalam negeri maupun bantuan luar negeri. Demikian juga bandara
mempunyai peran dan fungsi strategis pada saat negara dalam kondisi
bahaya, konfrontasi dengan negara lain atau pada kondisi perang, maka
bandara memegang kunci untuk mobilisasi personel militer dan peralatan
tempur.

Ketiga, Centre of Gravity, artinya menjadi alat ukur dan barometer


keunggulan dari Bangsa serta barometer keberhasilan pembangunan suatu
Negara. Kemegahan dan modernitas bandara mewujudkan tingkat
kemakmuran ekonomi negara tersebut. Demikian juga bila dan saat
terjadinya krisis ekonomi, aktivitas bandara menjadi sepi dan mobilitas
orang dan barang menjadi lamban. Demikian juga pada saat damai dan
perang, bandara menjadi pusat mobilisasi yang menjadi ukuran volume
transaksi ekonomi dan pada saat perang bandara menjadi salah satu target
musuh untuk dihancurkan. Karena bandara dengan landasan pacu atau
Apron menjadi pusat pergerakan pesawat-pesawat tempur.
Apabila bandara suatu negara lumpuh atau tidak dapat difungsikan
dengan baik, maka negara tersebut secara Internasional terisolasi dari
pergaulan Internasional. Demikian juga apabila tingkat keamanan dan
keselamatan seseorang di lingkungan bandara terancam, maka
252 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

kepercayaan masyarakat dunia menjadi turun dan orang akan segan


memasuki bandara tersebut, maka akan dijamin kegiatan pariwisata dan
semua kegiatan ekonomi yang diselenggarakan melalui fasilitas bandara
akan menjadi terabaikan dan mengalami stagnasi. Sedemikian penting
peran dan fungsi bandara, maka salah satu obyek vital Nasional yang
ditetapkan adalah bandara. Negara sangat menyadari bahwa bandara
adalah cermin budaya Bangsa dalam tatanan pergaulan Internasional.

Keempat, Daya saing bandara, artinya kualitas pelayanan bandara


mempunyai ukuran daya saing apabila disandingkan dengan bandara-
bandara negara lain. Adapun daya saing bandara dapat diukur dengan
parameter :

a. Luasnya area bandara dan bentangan landasan pacu dan


panjangnya landasan serta konstruksi bandara itu sendiri. Karena hal
ini sangat berpengaruh terhadap jenis pesawat yang melakukan take
off dan landing.

b. Jumlah Maskapai Penerbangan yang aktif mengambil rute


penerbangan pada bandara tersebut menandakan tingkat
kepercayaan, keamanan dan keselamatan serta kenyamanan
penerbangan.

c. Jumlah sorte atau frekuensi penerbangan yang menandakan


besarnya jumlah penumpang orang dan barang menggunakan
Maskapai Penerbangan yang take off dan landing pada bandara
tersebut.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 253

d. Kelengkapan dan modernitas peralatan navigasi penerbangan


menjadi salah satu ukuran kualitas pelayanan bandara. Karena
peralatan navigasi udara akan menjadi barometer tingkat
keselamatan penerbangan, terutama pada saat cuaca tidak baik.

e. Fasilitas layanan bandara land side, yaitu bangunan bandara,


jalan penghubung antar gate, sarana transportasi darat, tata ruang
yang nyaman, teratur, bersih dan indah artistik. Sehingga
menimbulkan kesan mempesona dan modern.

Kelima, Bandara di masa yang akan datang. Kebutuhan masyarakat


akan layanan bandara semakin dan akan terus meningkat, sehingga di masa
yang akan datang, pengelolaan bandara akan banyak dilakukan oleh swasta
atau perorangan. Karakteristik bandara bertingkat-tingkat sesuai dengan
jenis pesawat dan rute penerbangannya. Dengan demikian dapat
diprediksikan bentuk dan karakteristik bandara di masa yang akan datang,
yaitu :
a. Berdasarkan manajemen pengelola bandara.
b. Berdasarkan jenis pesawat.
c. Berdasarkan rute penerbangannya.
d. Berdasarkan jumlah penumpang atau barang.
e. Berdasarkan fungsi penerbangan.
f. Berdasarkan lokasi atau wilayah.
g. Berdasarkan penyandang dana pembangunannya.

Latar belakang pembangunan bandara yang berkaitan dengan RUTR


yang telah ditetapkan sebelumnya menjadi pertimbangan mendasar untuk
254 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

pengembangan bisnis pelayanan kebandarudaraan di masa yang akan


datang. Penggelolaan bandara dapat dipegang dan dikendalikan oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah atau diserahkan oleh
mekanisme pasar atau bisa juga bekerjasama dengan pihak investor dari
luar negeri. Semua pilihan ada plus dan minusnya, tetapi yang paling
penting manfaat bandara untuk melayani kebutuhan masyarakat dan dapat
mengakomodasikan kepentingan Internasional, agar Bangsa Indonesia tidak
terisolir dari pergaulan dan hubungan diplomatik antar negara di dunia
untuk di masa-masa yang akan datang.

Keenam, Pembangunan SDM bandara. Setiap bisnis jasa pelayanan,


apapun namanya dan dalam bidang apa saja serta berlokasi dimana saja,
maka kualitas Sumber Daya Manusia menjadi kunci keberhasilannya. Untuk
pembangunan dan pengembangan SDM kebandarudaraan harus
direncanakan dengan baik, meliputi :

a. Pola dan sistem rekruitmen pegawai baru dengan


mengutamakan kualitas SDM dan mengesampingkan sistem
kekerabatan atau kedaerahan. Meskipun ada keharusan untuk
rekruitmen dari masyarakat sekitar wilayah bandara, tetapi
selektifitas kualitas SDM tetap dilakukan dengan menggunakan
prosedur baku yang telah ditetapkan sebelumnya.

b. Fasilitas dan kurikulum pendidikan harus berpedoman pada


output keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan langsung
oleh masing-masing bidang tugas di jajaran pelayanan bandara.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 255

c. Penempatan tugas harus sesuai dengan minat, bakat dan


pendidikan yang telah dilaluinya “Right Man On The Right Place”.
Penempatan jabatan dan promosi bukan berdasarkan senioritas,
tetapi berdasarkan prestasi kerja dan loyalitasnya pada organisasi
serta berdasarkan tingkat profesionalisme terhadap tugas dan
tanggung jawab yang diberikan.

d. Standar gaji, tunjangan dan segala bentuk kesejahteraan


pegawai harus didasarkan pada beban kerja atau “work load”. Tugas
dan tanggung jawabnya serta harus dipertimbangkan tingkat resiko
kerja dan tingkat masa kerja.

e. Tunjangan pensiun harus diberikan secara optimal, sehingga


akan menjadi sumber motivasi para pekerja yang umurnya relatif
lebih muda.

Ketujuh, Negara Bandara atau “Airport State”. Keberhasilan


globalisasi dan pasar bebas telah bergeser merubah pola berfikir
masyarakat dan merubah Budaya Bangsa dan merubah konsep cara
bernegara. Hubungan timbal balik antara politisi dan pengusaha menjadi
sangat nyata di negara manapun, termasuk di Amerika. Orang-orang kaya
dunia akan mengelompok dan menyatu, sehingga posisinya lebih kuat dari
politikus. Melalui lobby yang kuat, maka para pengusaha besar dunia dapat
menguasai satu pulau dengan hak otonom penuh. Kemudian mereka
membuka usaha pelayanan bandara di pulau tersebut, maka lama-
kelamaan seiring dengan perjalanan waktu, kelompok orang kaya dunia
yang mengkristal dalam ikatan bisnis dan ikatan keluarga akan melakukan
256 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

lobby khusus dengan para politisi yang telah dililit hutang pada para
pengusaha tersebut, maka tidak ada pilihan akan menyerahkan atas
pengelolaan sepenuhnya bandara yang berada dalam pulau tersebut dan
usaha bisnisnya berkembang dalam pulau tersebut. Maka akan muncullah
konsep baru dalam bernegara, yaitu “Airport State”.
Ketergantungan masyarakat Internasional akan peran dan fungsi
bandara seiring perjalanan waktu akan terus meningkat, sehingga tingkat
pelayanan manajemen kebandarudaraan juga harus ditingkatkan. Demikian
juga bila ditinjau dari sudut pandang budaya masyarakat, bandara sangat
berpengaruh untuk merubah perilaku dan cara berfikir. Karena bandara
menjadi pusat atau sentral mobilisasi masyarakat dunia. Sehingga di masa
yang akan datang pemikiran tentang “Dunia Tanpa Batas” adalah
“Bandara”. Karena melalui bandara, semua orang bisa keliling dunia karena
fasilitas navigasi bandara akan memandu Maskapai Penerbangan untuk
keliling dunia.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 257

BAB III
PENGEMBANGAN PERAN DAN FUNGSI
KEBANDARUDARAAN STRATEGIS

1. Pendahuluan.
Perkembangan jumlah penduduk dunia mengalami pertumbuhan
yang relatif cepat dengan ditandai peningkatan angka kelahiran dan
penurunan angka kematian, serta bertambahnya usia harapan hidup karena
adanya peningkatan kesehatan, perbaikan gizi dan makanan masyarakat
yang terus-menerus membaik di hampir semua negara, peningkatan
kesadaran pendidikan masyarakat serta terpeliharanya lingkungan hidup
yang baik, akumulasi dari peningkatan kesadaran masyarakat tersebut yang
secara tidak langsung berpengaruh pada perkembangan penduduk dunia . 96
Maka konsekuensi yang logis yang terjadi adalah; Pertama, peningkatan
secara drastis terhadap kebutuhan pokok masyarakat, terutama kebutuhan
sandang, pangan, papan dan kebutuhan penunjang lainnya; Kedua, kegiatan
perekonomian pada skala Internasional, Regional dan Nasional akan
berkembang dengan cepat sehingga seakan-akan tumbuh konsep baru
dalam kehidupan masyarakat, yaitu “Negara tanpa batas”; Ketiga, tingkat
mobilitas masyarakat melakukan perjalanan antar negara dan antar kota
menjadi sangat cepat, baik perjalanan untuk maksud bisnis, perjalanan

96 Sebuah argumentasi sederhana mengatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk

dunia akan berdampak pada peningkatan jalur-jalur karakteristik permintaan dari populasi.
Tarik ulur antara tiga faktor yang saling berpengaruh adalah peningkatan angka permintaan
masyarakat terhadap kebutuhan sehari-hari., ketersediaan tenaga kerja profesional dan
keterbatasan Sumber Daya Alam akan menjadi kenyataan yang tidak dapat dihadapi. Joseph
A. Schumpeter, “Capitalism, Socialism & Democracy”, (Yogyakarta, Penerbit : Pustaka
Pelajar, 2013), hal. 186.
258 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Wisata, perjalanan faktor ibadah dan perjalanan untuk keperluan lain;


Keempat, dengan melihat perkembangan tersebut di atas, maka mutlak
diperlukan sarana transportasi udara yang menggunakan pesawat dan
didukung oleh kawasan kebandarudaraan yang memadai.
Kebutuhan akan adanya bandar udara yang modern, yang
menawarkan berbagai fasilitas penerbangan yang aman, nyaman dan
terbebas dari segala bentuk ancaman 97 mutlak diperlukan, sehingga
kebutuhan mobilitas masyarakat dunia terlayani dengan baik, tepat waktu
dan terjamin keselamatannya. Manajemen kebandarudaraan harus
memastikan bahwa semua masyarakat mendapatkan akses seluas-luasnya
untuk memanfaatkan layanan penerbangan pesawat dengan baik, aman
dan nyaman. Peningkatan permintaan masyarakat terhadap jasa layanan
penerbangan mendorong timbulnya berbagai perusahaan Maskapai
Penerbangan. Dan sesuai dengan mekanisme hukum pasar “Supply and
Demand” maka dengan sendirinya akan terjadi persaingan antar Maskapai
Penerbangan. Konsumen atau calon pengguna jasa penerbangan dalam hal
ini masyarakat umum akan menilai Maskapai Penerbangan yang paling
profesional, dalam hal ini memberikan layanan yang terbaik98 , aman dan

97 Ancaman adalah segala bentuk upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan, baik di

dalam negeri, maupun luar negeri yang dinilai dari/atau dibuktikan dapat membahayakan
keselamatan Bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI dan kepentingan
Nasional di berbagai aspek, baik aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
pertahanan dan keamanan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011
tentang Intelijen Negara).
98 Persaingan global untuk layanan jasa kebandarudaraan dan Maskapai

Penerbangan pada taraf Internasional harus mengedepankan “reputasi dan citra”


perusahaan didalam pasar Internasional dengan cara melakukan komunikasi yang efektif dan
hubungan timbal balik antara pelanggan atau calon pelanggan Maskapai Penerbangan
dengan beberapa pihak yang terkait. Langkah promosi dapat dilakukan secara langsung atau
secara tidak langsung melalui iklan promosi dan melalui biro-biro perjalanan luar negeri.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 259

nyaman serta harga tiket pesawat yang terjangkau, maka akan memperoleh
banyak pelanggan. Adapun Maskapai Penerbangan yang kurang baik dalam
memberikan pelayanan dan harga tiket pesawat yang kurang bersaing maka
secara bertahap akan ditinggalkan oleh konsumen dan seiring dengan
perjalanan waktu, perusahaan Maskapai Penerbangan tersebut merugi dan
pada akhirnya akan bangkrut dan gulung tikar. Persaingan antar Maskapai
Penerbangan tersebut juga diikuti dengan persaingan manajemen
kebandarudaraan, sehingga antar bandara dalam satu negara dan bandar
udara pada negara yang berbeda juga terjadi persaingan. Demikian juga
akan terjadi persaingan kebijakan Pemerintah dalam hal menentukan
regulasi, pajak, prosedur imigrasi, dan sebagainya akan menjadi
pertimbangan daya tarik tersendiri bagi masyarakat dunia, terutama bagi
masyarakat yang melakukan perjalanan dengan maksud Wisata.
Frekuensi penerbangan yang terus meningkat akan mendorong pihak
manajemen kebandarudaraan untuk meningkatkan fasilitas pelayanan
dengan berbagai macam sarana yang mendukung kebutuhan penumpang
dan pengguna jasa layanan penerbangan. Dengan demikian, peran dan
fungsi kebandarudaraan akan mengalami peningkatan secara bertahap,
yaitu; Pertama, “City Airport” atau bandara yang melayani kota, artinya
kebandarudaraan merupakan bagian integral dari sarana perkotaan; Kedua,
“Airport City”, yaitu bandara yang membentuk dirinya sebagai kota, dalam
hal ini fungsi dan peran bandara seperti kota mandiri yang dilengkapi
dengan barbagai fasilitas yang memadai; Ketiga, “Aerotropolis”, yaitu fungsi

Persaingan antar bandara dan antar Maskapai Penerbangan terjadi ketika konsumen sudah
menikmati layanan kemudian membanding-bandingkan. Henry Somamora, “Manajemen
Pemasaran Internasional Jilid II”, (Jakarta, Penerbit Salemba Empat, 2000), hal. 565.
260 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dan peran bandara sudah melebihi perkotaan, dimana bandara menjadi


motor utama penggerak perekonomian negara.99 Bandara menjadi “Centre
of Gravity” atau urat nadinya kegiatan ekonomi, sehingga regulasi bandara
adalah regulasi negara.

2. City Airport.
Bandara berperan sebagai salah satu tempat untuk mobilitas
perkembangan perekonomian perkotaan dan sekaligus berfungsi sebagai
pintu keluar-masuknya barang dan keluar-masuknya orang antar negara,
antar pulau dan antar kota. Akumulasi kepentingan perkotaan di bidang
perekonomian sangat tergantung pada integritas pelayanan manajemen
kebandarudaraan. Bandara seakan-akan menjadi jantung kota atau sebagai
“Centre of Gravity” kegiatan perekonomian perkotaan, lebih jauh dari itu
dapat dianalogikan tanpa bandara maka Ibukota Negara akan terganggu
eksistensinya. Jaringan transportasi udara yang menghubungkan antar
Ibukota Negara dan antar kota-kota besar di dunia menjadi barometer
pembangunan ekonomi negara. Hal ini disebabkan oleh ; Pertama,
frekuensi penerbangan slot dan volume penumpang akan berdampak
langsung terhadap pertumbuhan perekonomian perkotaan dan transaksi
ekonomi Nasioanal, Kedua, kegiatan pelayanan Maskapai Penerbangan dan
unsur pelayanan kebandarudaraan kelas Internasional atau “Mega Airport”

99 Dengan pendekatan analisis “Demografi” atau kependudukan, maka dapat

dijelaskan bahwa pertambahan jumlah penduduk secara signifikan akan mendorong


meningkatnya kegiatan ekonomi dan mobilitas para pelaku bisnis Nasional dan
Internasional. Sehingga permintaan akan pelayanan transportasi udara juga meningkat,
karena sarte atau frekuensi penerbangan bertambah, maka tingkat kepadatan lalu-lintas
barang juga meningkat, sehingga peran dan fungsi bandara terus berkembang, yaitu : City
Airport, Airport City dan Aerotropolis. Muchtarudin Siregar, “Beberapa Masalah Ekonmi dan
Manajemen Transportasi”, (Jakarta, Penerbit : LPFE.UI, 2012), hal. 138.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 261

dapat menyerap sekitar 5.000 tenaga kerja. Sehingga keberadaan bandara


akan banyak membuka lapangan pekerjaan baru; Ketiga, aktivitas bandara
akan menunjukkan tingkat perputaran perekonomian dan tingkat
perputaran uang di masyarakat; Keempat, bandara akan menjadi jembatan
udara dengan tingkat klasifikasi sebagai berikut : pelayanan rute utama,
yaitu sentral dari kegiatan Maskapai Penerbangan yang menghubungkan
antar bandara pusat penyebaran dan bandara yang berfungsi sebagai rute
pengumpan, yaitu bandara dengan Maskapai Penerbangan yang berada di
dalamnya berfungsi untuk menghubungkan antara bandara pusat
penyebaran dengan bandar udara yang bukan berfungsi sebagai pusat
penyebaran serta bandara yang melayani rute perintis, yaitu bandar udara
yang menghubungkan bandar udara yang bukan pusat penyebaran dengan
bandar udara yang juga bukan sebagai pusat penyebaran, terutama yang
melayani daerah-daerah terisolasi.100
Pelayanan terpenting manajemen kebandarudaraan strategis, yaitu;
Pertama, “Passanger Service Charge” atau PSC. Ada beberapa komponen
utama yang menyebabkan fluktuatifnya harga tiket pesawat, biaya
operasional Maskapai Penerbangan yang terdiri dari “Fix Cost” dan
“Variable Cost” menjadi faktor utama harga tiket pesawat. Secara detail
pengaruh harga tiket pesawat adalah harga tiket, biaya pemeliharaan

100 Tingkat penyebaran pembangunan bandara di daerah-daerah atau dengan istilah

“ramai-ramai kembali ke Desa” mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan keberhasilan
kebijakan Pemerintah tentang otonomi daerah, sehingga banyak peningkatan kesejahteraa n
masyarakat di daerah. Untuk itu Pemerintah telah merencanakan pembangunan dan
pengembangan infrastruktur bandara di daerah agar didorong menjadi “HUB” baru: kendala
yang mungkin akan timbul adalah faktor keamanan, kelengkapan fasilitas navigasi, pagar da n
penjagaan bandara, lampu-lampu landasan atau Taxi-Way, peralatan ILS, dan lain-lain.
(Majalah Angkasa Nomor 2, November 2013), hal. 63.
262 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

pesawat, tingkat upah dan gaji Aircrew, harga Avtur, biaya tambahan atau
“Surcharge” yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pajak PPn 10%, nilai Kurs
Dollar AS, schedule penerbangan pada “Peak Season” atau pada saat “Low
Season” dan faktor cuaca atau bencana alam yang secara tidak langsung
berpengaruh pada jadwal penerbangan serta keterlambatan jadwal
pemberangkatan dan jadwal karena faktor cuaca, sehingga operational cost
Maskapai Penerbangan meningkat; Kedua, PJP atau Pelayanan Jasa
Penerbangan yang secara umum dapat dibagi menjadi pelayanan jasa
penumpang orang atau kapal untuk barang, hewan, tumbuh-tumbuhan,
barang-barang Pos dan barang-barang lain yang sah menurut peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku; Ketiga, PJP4U atau Pelayanan Jasa
Pendaratan, penempatan dan Penyimpanan Pesawat Udara yang
kesemuanya itu merupakan komponen pendapatan dari pelayanan jasa
kebandarudaraan yang berlaku secara Internasional.101

3. Airport City.
Konsep tentang kemandirian bandar udara sehingga bandar udara
menjadi seperti pusat kota di kemudian hari terus berkembang. Konsep
tersebut akan berkembang seiring dengan timbulnya faktor-faktor sebagai
berikut; Pertama, padatnya frekuensi penerbangan di suatu
kebandarudaraan, sehingga mendorong manajemen mengembangkan

101 Secara umum kegiatan bisnis dalam ruang lingkup bandara dapat dibagi dua, yaitu

pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait banda udara yang terdiri dari
jasa yang berhubungan langsung dengan operasi penerbangan terdiri dari ; a) Penyediaan
hanggar pesawat udara; b) Perbekalan pesawat udara; c) Pergudangan; d) Catering pesawat
udara. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,
Pasal 222).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 263

sistem pelayanan “One Stop Service”. Semua kebutuhan masyarakat dan


penumpang dapat terlayani dengan baik, mulai kebutuhan apartemen,
belanja, olahraga, transaksi bisnis dan hiburan; Kedua, jarak bandara
dengan pusat kota sangat jauh dan dihadapkan dengan kemacetan kota
yang unpredektable atau macet dalam waktu yang tidak terukur; Ketiga,
sempitnya ruang waktu yang dimiliki oleh para pelaku bisnis bila
dihadapkan dengan jadwal kegiatan usaha, maka kebutuhan akan adanya
“Airport City” di kemudian hari akan terus mengemuka sebagai kebutuhan
masyarakat Internasional.102

4. Aerotropolis.
Yaitu peran dan fungsi bandara sudah melebihi perkotaan dan tidak
menutup kemungkinan di kemudian hari akan berkembang konsep “Negara
Bandara” atau “Airport State”. Perkembangan ini seakan tidak mungkin bila
dilakukan analisis obyektif akademis berdasarkan kondisi empiris saat ini.
Akan tetapi di kemudian hari seiring dengan keberhasilan globalisasi
ekonomi dan pasar bebas, maka kelompok orang-orang kaya di dunia
berkumpul dan bersinergi untuk membeli suatu pulau di negara tertentu,
kemudian membangun Airport di tempat tersebut dan sekaligus
membangun spot-spot usaha dengan ribuan karyawan pendukungnya.
Dengan demikian perkembangan bandara secara futuristik sebagai berikut :

102 Pesawat udara adalah moda transportasi yang memiliki karakteristik

berkecepatan tinggi, sehingga dapat mempersingkat waktu perjalanan antar kota -kota
dalam satu negara atau kota-kota antar negara. Seiring dengan kemajuan teknologi
kedirgantaraan dan meningkatnya permintaan pelayanan jasa penerbangan oleh masyarakat
Internasional, maka manajemen kebandarudaraan beserta Pemerintah Daerah dan Pusat
akan meningkatkan fungsi pelayanan kebandarudaraan, sehingga fungsi bandara akan
berkembang menjadi “Airport City”. Sakti Adji Adisasmita, “Mega City & Mega Airport”,
(Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2013), hal. 5.
264 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

a. City Airport.
b. Airport City.
c. Aerotropolis.
d. Airport State.
Perkembangan peran dan fungsi bandara secara kontemporer akan menjadi
“Airport State” atau paling tidak akan menjadi Negara dalam Negara.

5. Prosedur Baku Kebandarudaraan.


Sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara Internasional ICAO,
maka Contracting States atau pihak manajemen kebandarudaraan wajib
mengambil tindakan yang tepat untuk clearance pesawat yang datang dari
atau berangkat ke Contracting States lainnya dan harus menerapkannya
sedemikian rupa untuk mencegah penundaan yang tidak perlu. Dalam
pengembangan prosedur yang ditujukan untuk clearance yang efisien untuk
masuk atau keberangkatan pesawat, Contracting States harus
mempertimbangkan penerapan keamanan penerbangan (aviation security )
dan langkah-langkah pengendalian narkotika. Penyelundupan orang dan
penyelundupan Narkoba menjadi domain manajemen kebandarudaraan
dan fungsi intelijen negara untuk mencegah sedini mungkin terjadi.
Demikian juga tidak menutup kemungkinan akan masuknya virus dan
bakteri dari luar negeri melalui penerbangan, baik tidak disengaja atau
disengaja. Kenyataan ini meskipun kemungkinan terjadinya relatif kecil
tetapi harus diantisipasi untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan
negara. Di negara manapun, Narkoba merupakan musuh bersama, karena
melalui pengguna Narkoba, berbagai penyakit dapat menyebar dan akan
menghancurkan masa depan generasi muda bangsa yang secara tidak
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 265

langsung akan merusak jaringan alih generasi kepemimpinan Nasional di


semua lini kehidupan masyarakat. Dengan demikian tidak terlalu berlebihan
apabila dikatakan “Narkoba adalah Musuh Bersama”.103

6. Dokumen - Persyaratan Dan Penggunaan.


Secara prosedural Internasional ICAO, Contracting States tidak akan
memerlukan dokumen untuk masuk dan keberangkatan pesawat.
Contracting States tidak memerlukan visa atau visa apapun atau biaya
lainnya sehubungan dengan penggunaan dari dokumentasi yang diperlukan
untuk masuk atau keberangkatan pesawat. Dokumen untuk masuk dan
keberangkatan pesawat harus diterima jika dilengkapi dalam bahasa Arab,
Inggris, Perancis, Rusia atau Spanyol. Setiap Contracting States bisa
menterjemahkan secara lisan atau tertulis dalam bahasa sendiri.
Berdasarkan pada kemampuan teknologi dari Contracting States, dokumen
untuk masuk dan keberangkatan pesawat harus diterima ketika disajikan :
a. Dalam bentuk elektronik, ditransmisikan ke sistem informasi dari
otoritas publik;
b. Dalam bentuk kertas, yang diproduksi atau dikirimkan secara
elektronik; atau
c. Dalam bentuk kertas, diisi secara manual sesuai format.

103 Peredaran Narkoba telah menempuh jaringan Nasional dan Internasional melalui

kapal laut dan pesawat udara. Untuk membatasi ruang gerak bahkan memberantas jaringan
mafia Narkotika Internasional, maka hampir semua negara menggunakan jaringan intelijen.
Artinya jaringan dilawan dengan jaringan dan sistem dihadapi dengan sistem. Aparat
intelijen dengan melakukan koordinasi ke atas dan ke samping atau vertikal dan horizontal
akan dapat melakukan analisis pemetaan peredaran Narkotika. Akan tetapi kelemahan
analisis intelijen adalah karena dikejar oleh “Deadline”. Supono Soegirman, “Etika Praktis
Intelijen”, (Jakarta, Penerbit : Media Bangsa, 2014), hal. 190.
266 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Ketika dokumen tertentu ditransmit oleh atau atas nama operator


pesawat udara dan diterima oleh public authorities dalam bentuk
elektronik, Contracting States tidak memerlukan presentasi dari dokumen
tersebut dalam bentuk kertas. Ketika Contracting States 104 membutuhkan
General Declaration hanya untuk keperluan pengesahan, wajib disetujui
langkah-langkah dimana persyaratan pengesahan mungkin dipenuhi
dengan pernyataan tambahan, baik secara manual maupun dengan
menggunakan sebuah stempel karet yang berisi teks yang diperlukan, ke
salah satu halaman Cargo Manifest. Pengesahan tersebut harus
ditandatangani oleh agen resmi atau perintah Pilot-in-command. Ketentuan
selanjutnya adalah Contracting States tidak memerlukan presentasi dari
declaration of stores tertulis yang tersisa di dalam pesawat.
Dalam hal barang dimuat atau tidak dimuat di pesawat (stores laden
on or unladen from aircraft), informasi yang diperlukan di Stores List tidak
boleh melebihi :
a. Informasi yang ditunjukkan pada judul format Cargo Manifest.
b. Jumlah unit masing-masing komoditas.
c. Sifat masing-masing komoditas.

104 International Civil Aviation Organization atau ICAO adalah suatu organisasi

dibawah PBB yang bermarkas di Montreal-Canada yang bertugas untuk mengembangkan


dasar-dasar dan peralatan navigasi udara guna menjamin keamanan, keselamatan,
kelancaran dan kenyamanan penerbangan. Serta memastikan setiap negara yang terikat
perjanjian (Contracting States) menghormati dan mendapat kesempatan yang adil. ICAO
mengatur transportasi udara sipil seluruh dunia yang mencakup pesawat, navigasi, rute
udara (Aircraft Safety, Air Navigation and Air Routes), keamanan udara (Air Security) dan
peraturan barang-barang berbahaya (Dangerous Goods Legislation). Wynd Rizaldy dan
Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, penerbit : IN Media,
2013), hal. 7.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 267

Demikian juga Contracting States tidak memerlukan presentasi dari


list of accompanied baggage atau mishandled baggage laden on or unladen
from aircraft, tidak memerlukan presentasi dari declaration of the mail
tertulis selain bentuk yang ditentukan pada Acts in force of the Universal
Postal Union dan tidak memerlukan operator pesawat untuk
menyampaikan kepada otoritas publik lebih dari tiga salinan dari setiap
dokumen yang disebutkan di atas pada saat masuk atau keberangkatan
pesawat. Jika pesawat tidak sedang embarkasi/disembarkasi penumpang
atau memuat/menurunkan cargo, stores atau surat, dokumen yang relevan
tidak diperlukan, asalkan diberikan notasi yang dimasukkan dalam General
Declaration.105

7. Koreksi Kelengkapan Dokumen.


Dalam hal kesalahan yang ditemukan di salah satu dokumen yang
disebutkan di atas, otoritas publik yang bersangkutan wajib memberikan
operator pesawat atau agen resmi kesempatan untuk memperbaiki
kesalahan tersebut atau mengkoreksinya sendiri. Operator pesawat udara
atau agen resminya tidak boleh dikenakan hukuman jika ia meyakinkan
otoritas publik bahwa setiap kesalahan yang ditemukan pada dokumen

105 Kelengkapan dokumen untuk penumpang dan cargo mutlak diperlukan sebagai

data formal dan untuk membuktikan para pihak yang bertanggung jawab atas suatu
kejadian, yaitu : pengangkut atau Maskapai Penerbangan tidak bertanggung jawab untuk
kerugian karena hilang atau rusak pada bagian kabin, kecuali apabila penumpang dapat
membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut. Akan tetapi
pengangkut atau Maskapai Penerbangan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh pengiriman cargo, karena cargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak yang
diakibatkan oleh kegiatan angktan udara selama cargo dalam pengawasan pengangkut.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 193
dan Pasal 145).
268 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

tersebut adalah tidak sengaja dan dibuat tanpa niat curang atau kotor. Bila
dianggap perlu untuk mencegah pengulangan kesalahan tersebut, penalti
harus tidak lebih besar dari yang diperlukan untuk tujuan ini. Akan tetapi
tindakan prefentif atau pencegahan terhadap kesalahan atau kekurangan
dokumen untuk syarat penerbangan sesuai dengan yang ditentukan oleh
ICAO dan manajemen kebandarudaraan mutlak diperlukan. Dokumen
menjadi sangat penting ketika dalam operasioanl penerbangan terjadi
masalah atau accident/incident.

8. Penghilangan Serangga Di Pesawat (Disinsection Of Aircraft).106


Contracting States harus membatasi persyaratan rutin untuk
menghilangkan serangga di kabin pesawat dan flight deck dengan aerosol
dimana penumpang dan crew berada di dalam pesawat, untuk operasi
pesawat yang sama yang berasal dari, atau beroperasi melalui, wilayah
dimana dipertimbangkan menimbulkan ancaman bagi kesehatan
masyarakat, pertanian atau lingkungan. Contracting States yang
memerlukan menghilangkan serangga pesawat secara periodik harus
meninjau persyaratannya dan perubahannya, sebagaimana mestinya,
dalam hal semua bukti yang tersedia yang berkaitan dengan transmisi
serangga ke wilayahnya masing-masing melalui pesawat.

106 Gangguan burung atau serangga sering terjadi, terutama pada penerbangan

perintis ke daerah-daerah tertentu. Salah satu jenis seragga yang mengganggu penerba ng a n
atau mengganggu kenyamanan penumpang adalah jenis serangga yang menyemprotkan bisa
“Kepik Pengebom”. Bahan kimia yang disemprotkan Kepik adalah Hirokuinon dan Hidrogen
Peroksida yang dikeluarkan secara terpisah oleh kelenjar khusus di dalam abdomen Kepik.
Ensiklopedi, Hamparan Dunia Ilmu Time-Life “Dunia Serangga”, (Jakarta, Penerbit : Tira
Pustaka, 2002), hal. 122.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 269

Ketika penghilangan serangga diperlukan, Contracting States


memberikan kewenangan atau hanya menerima metode tersebut, apakah
kimia atau non kimia, dan/atau insektisida, yang direkomendasikan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan dianggap bermanfaat oleh
Contracting States tersebut dan memastikan bahwa prosedur untuk
penghilangan serangga tidak berbahaya bagi kesehatan penumpang dan
crew dan menyebabkan ketidaknyamanan yang minimum kepada mereka.
Atas permintaan, memberikan kepada operator pesawat informasi yang
tepat, dalam bahasa sederhana, untuk awak udara dan penumpang,
menjelaskan regulasi nasional yang bersangkutan, alasan untuk
persyaratan, dan keselamatan penghilangan serangga pesawat dilakukan
dengan benar. Ketika penghilangan serangga telah dilakukan sesuai deng an
prosedur yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
Contracting States yang bersangkutan harus menerima sertifikasi yang
bersangkutan pada General Declaration atau, dalam hal penghilangan
residual serangga, Sertifikat dari Residual Disinsection yang ditetapkan.
Ketika penghilangan serangga telah dilakukan dengan benar, maka pihak
berwenang menerima sertifikat yang dan mengizinkan penumpang dan
awak untuk turun (disembarkasi) segera dari pesawat. Contracting States
harus memastikan bahwa setiap insektisida atau zat-zat lain yang digunakan
untuk penghilangan serangga tidak memiliki efek merusak pada struktur
pesawat atau peralatan operasi107 . Senyawa kimia yang mudah terbakar

107 Bahan atau barang perusak (Corrosive Subtances) harus mendapatkan perhatian

khusus di dalam pesawat, hal ini dimaksudkan berdampak pada kerusakan pesawat,
mengganggu kenyamanan penumpang, bahkan berakibat fatal yang mengancam keamanan
dan keselamatan penerbangan dan sesuai dengan prosedur Internasional serta sesuai
270 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

atau cairan yang cenderung merusak struktur pesawat, seperti korosi, harus
tidak digunakan.

9. Prosedur Internasional ICAO Tentang Disinfeksi Pesawat


(Disinfection of Aircraft).
Prosedur selanjutnya, Contracting States harus menentukan jenis
hewan dan produk yang berasal dari hewan yang, ketika dibawa oleh
pesawat, mengharuskan pesawat didisinfeksi dan tidak perlu melakukan
disinfeksi kepada pesawat ketika hewan tersebut atau produk hewan
dibawa dalam kontainer yang disetujui, disertai dengan sertifikat resmi dari
otoritas kesehatan yang telah ditentukan. Jika pesawat memerlukan
disinfeksi, maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Tujuan aplikasi harus dibatasi semata-mata untuk kontainer
atau ke kompartemen pesawat di mana traffic dilakukan.
b. Pelaksanaan disinfeksi harus dilakukan secepatnya.
c. Ketentuan untuk senyawa kimia yang mudah terbakar atau
cairan yang mungkin struktur pesawat rusak, seperti korosi, atau
bahan kimia yang cenderung merusak kesehatan penumpang, tidak
akan digunakan.

Ketika disinfeksi pesawat diperlukan untuk alasan kesehatan hewan,


hanya metode dan disinfektan yang direkomendasikan oleh Kantor
Internasional Epizootics harus digunakan.

dengan ketentuan Perundang-undangan Nasional, maka setiap orang di dalam pesawat


udara selama dalam perjalanan penerbangan dilarang melakukan perbuatan yang dapat
membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 54 dan Pasal 136).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 271

10. Ketentuan ICAO Tentang International General Aviation Dan


Penerbangan Tidak Terjadwal (Non-Scheduled Flights).
Prosedur selanjutnya adalah, Contracting States wajib
mempublikasikan dalam masing-masing Aeronautical Information
Publications (AIP) mereka tentang persyaratan pemberitahuan di muka
(advance notice) dan aplikasi untuk prior authorization general aviation dan
penerbangan tidak terjadwal. Perusahaan angkutan udara niaga tidak
berjadwal Asing yang melayani rute ke Indonesia dilarang mengangkut
penumpang dari Indonesia. Demikian juga yang melayani cargo dilarang
mengangkut cargo dari wilayah Indonesia. 108 Contracting States yang
membutuhkan advance notice dari pendaratan pesawat di wilayah mereka,
atau aplikasi untuk prior authorization, harus menunjuk agen tunggal untuk
menerima dan mengkoordinasikan respon pemerintah terhadap
pemberitahuan atau aplikasi tersebut. Perusahaan angkutan udara niaga
tidak berjadwal Asing khusus mengangkut cargo yang melanggar ketentuan
sebagaimana sudah ditetapkan sebelumnya, maka akan mendapatkan
sanksi administratif berupa denda administratif. Contracting States harus
menunjukkan di masing-masing AIP mereka alamat surat dan, jika tersedia,
alamat AFTN, nomor teleks atau alamat kabel, nomor fax, alamat email,
halaman web dan nomor telepon dari agen yang ditunjuk. Dalam
pemberitahuan Contracting States kepada lembaga inspeksi perbatasan
(interested border inspection agencies), misalnya bea cukai, imigrasi atau
karantina, pada operasi kedatangan, keberangkatan atau transit menjadi

108 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,


Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94 dan Pasal 95).
272 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

tanggung jawab dari lembaga yang ditunjuk. Prior authorization.


Contracting States tidak mensyaratkan bahwa prior authorization atau
pemberitahuan diterapkan melalui saluran diplomatik kecuali penerbangan
adalah bersifat diplomatik. Contracting States yang memerlukan operator
pesawat untuk mengajukan prior authorization harus :
a. Menetapkan prosedur dimana aplikasi tersebut akan ditangani
dengan segera;
b. Membuat izin tersebut efektif untuk panjang waktu tertentu
atau jumlah penerbangan, dan
c. Tanpa biaya, bayar atau ongkos untuk pengeluaran izin
tersebut.

Dalam hal pesawat udara melakukan pengangkutan penumpang,109


barang dan pos untuk pembayaran atau sewa, Contracting States hanya
memerlukan rincian sebagai berikut dalam aplikasi prior authorization:
a. Nama operator;
b. Jenis pesawat dan tanda pendaftaran;
c. Tanggal dan waktu tiba di, dan keberangkatan dari, Bandara
bersangkutan;
d. Tempat atau tempat-tempat embarkasi atau disembarkasi luar
negeri, dalam hal mungkin, penumpang dan/atau barang;

109Badan Usaha Agkutan Udara Niaga Nasional dan perusahaan udara Asing yang
melakukan kegiatan angkutan udara ke dan dari wilayah Indonesia wajib menyerahkan data
penumpang pra kedatangan atau keberangkatan atau “pre-arivval or pre-departure
passengers information”. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 121).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 273

e. Tujuan penerbangan dan jumlah penumpang dan/atau sifat


dan jumlah barang, dan
f. Nama, alamat dan perusahaan penyewa, jika ada.

Dalam hal pesawat udara baik dalam transit non-stop atau stop untuk
tujuan non-traffic, setiap Contracting States, yang memerlukan prior
authorization untuk keselamatan penerbangan, tidak membutuhkan
informasi selain yang terkandung dalam flight plan ketika aplikasi prior
authorization dibuat.
Ketentuan Internasional ICAO tentang Contracting States yang
membutuhkan prior authorization untuk penerbangan dimaksud tidak
memerlukan aplikasi yang diajukan lebih dahulu lebih dari tiga hari kerja.
Pemberitahuan lebih awal kedatangan (advance notification of arrival).
Dalam hal pesawat udara baik dalam transit non-stop atau stop untuk
tujuan non-traffic, Contracting States yang bersangkutan tidak memerlukan
pemberitahuan lebih awal (advance notifice) dari operasi tersebut dari yang
dibutuhkan oleh layanan kontrol lalu lintas udara dan lembaga inspeksi
perbatasan (interested border inspection agencies).
Ketentuan Internasional ICAO tentang Contracting States menerima
informasi yang terkandung dalam flight plan sebagai pemberitahuan
terlebih dahulu kedatangan (advance notification of arrival), asalkan
informasi tersebut diterima setidaknya dua jam sebelum kedatangan dan
pendaratan terjadi sebelumnya pada bandara Internasional yang ditunjuk.
Clearance dan persinggahan pesawat. Pada bandara Internasional di mana
ada International general aviation, Contracting States harus mengatur
untuk tingkat pemeriksaan perbatasan (level of border inspection) dan
274 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

clearance service untuk operasi tersebut. Contracting States, bekerjasama


dengan operator pesawat dan operator bandara, harus menetapkan
sebagai tujuan periode waktu total 60 menit keseluruhan penyelesaian
semua tata cara departure/arrival yang termasuk dalam langkah-langkah
keamanan penerbangan (aviation security) untuk pesawat yang tidak
membutuhkan waktu lebih dari proses normal, dihitung dari saat crew
memposisikan pesawat pada titik proses pertama di bandara. Prosedur
clearance yang secara administratif harus dilakukan dalam ragka; Pertama,
untuk tertib administrasi prosedur dan menjaga adanya tindakan melawan
hukum yang berdampak pada keamanan dan keselamatan penerbangan;
Kedua, menjaga hubungan baik antar dua Negara “Contracting State” yang
ditujukan dengan proses administrasi dan prosedur baku secara adil;
Ketiga; guna mengantisipasi adanya sabotase atau kegiatan penyelundupan
atau kegiatan teroris Internasional.
"Tata cara departure/arrival (required departure/arrival formalities)"
diselesaikan selama 60 menit harus mencakup langkah-langkah keamanan
penerbangan (aviation security measures) dan, jika memungkinkan,
pengumpulan airport charge dan pungutan lainnya, dan langkah-langkah
kontrol perbatasan (border control measures). Di bandara Internasional di
mana operasi International general aviation jarang terjadi, Contracting
States harus mengotorisasi satu instansi pemerintah untuk melakukan, atas
nama seluruh lembaga inspeksi perbatasan (border inspection agencies),
clearance pesawat dan load pesawat. Pesawat yang tidak terlibat dalam
layanan udara Internasional terjadwal (scheduled International air services )
dan yang membuat penerbangan ke atau melalui setiap bandara
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 275

Internasional yang ditunjuk oleh Contracting States dan diijinkan untuk


bebas pajak sementara sesuai dengan Pasal 24 dari Konvensi akan diizinkan
untuk tetap dalam Negara itu, untuk jangka waktu yang ditetapkan oleh
Negara tersebut, tanpa Keamanan untuk bea cukai pada pesawat yang
diperlukan.

11. Prosedur Internasional ICAO Tentang Entry And Departure Of


Person and Their Baggage.
Untuk memudahkan dan mempercepat clearance orang yang masuk
atau berangkat melalui udara, Contracting States harus mengadopsi
peraturan kontrol perbatasan yang sesuai untuk lingkungan air transport
dan akan menerapkannya sedemikian rupa untuk mencegah penundaan
yang tidak perlu. Dalam mengembangkan prosedur yang diitujukan pada
aplikasi kontrol perbatasan (border control) pada penumpang dan awak,
Contracting States harus mempertimbangkan penerapan keamanan
penerbangan (aviation security),110 integritas perbatasan (border integrity),
langkah-langkah kontrol narkotika dan imigrasi. Otoritas kebandarudaraan
yang menggunakan chip sirkuit terpadu/integrated circuit (IC) chips atau
mesin opsional teknologi baca lainnya untuk representasi data pribadi,
termasuk data biometrik di dokumen perjalanan mereka akan membuat
ketentuan dimana data yang dikodekan (encoded data) dapat diungkapkan

110 Ketentuan dalam Pasal 54, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2009 tentang Penerbangan, menyatakan bahwa; Setiap orang di dalam pesawat udara
selama penerbangan dilarang melakukan; a) Perbuatan yang dapat membahayakan
keamanan dan keselamatan penerbangan; b) Pelanggaran tata tertib dalam penerbangan;
c) Pengambilan atau pengerusakkan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan
keselamatan; d) Perbuatan asusila; e) Perbuatan yang mengganggu ketenteraman;
f) Pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan.
276 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

kepada pemegang dokumen atas permintaan. Contracting States tidak akan


memperpanjang validitas mesin yang bisa membaca dokumen perjalanan.

12. Ketentuan Internasional ICAO Tentang Dokumen Yang Diperlukan


Untuk Perjalanan.
Contracting States tidak memerlukan dokumen tambahan
pengunjung yang bepergian melalui udara, yang memegang paspor yang
sah yang diakui oleh Negara penerima (receiving State) dan memegang visa
yang sah, untuk menyajikan dokumen identitas lainnya. Ketentuan di atas
bukan bermaksud untuk mencegah Contracting States menerima dokumen
identitas resmi lainnya untuk tujuan Wisata, seperti kartu identitas nasional
(national identity card), dokumen identitas pelaut (seafarer’s identity
document), kartu penduduk asing (alien resident cards) dan dokumen
identitas alternatif perjalanan sementara (provisional alternative travel
identity document).

13. Ketentuan Internasioanl ICAO Tentang Keamanan Dokumen


Perjalanan.
Contracting States harus secara teratur memperbarui fitur keamanan
dalam versi baru dari dokumen perjalanan mereka, untuk menjaga
terhadap penyalahgunaan dan untuk memfasilitasi deteksi kasus di mana
dokumen tersebut telah diubah secara tidak sah, direplikasi (dipalsukan)
atau diterbitkan. Contracting States harus menetapkan kontrol pada
pembuatan dan penerbitan dokumen perjalanan dalam rangka untuk
menjaga terhadap pencurian dan penyelewengan dokumen perjalanan
yang baru diterbitkan. Dokumen perjalanan adalah hal yang sangat penting
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 277

sebanding dengan pentingya perjalanan itu sendiri, karena dokumen


perjalanan menunjukkan identitas perorangan, identitas Negara Asal, dan
lain-lain. Tanpa dokumen perjalanan yang jelas, seseorang dapat dianggap
melakukan perbuatan melanggar hukum. Hal ini dimaksudkan untuk
mengantisipasi dan membatasi terjadinya penyelundupan orang dan
kegiatan mata-mata oleh gerakan mafia Internasional dan teroris
Internasional. Kejelasan dokumen perjalanan menunjukkan kejelasan
identitas penumpang dan kejelasan tujuan penerbangan. Contracting States
harus memasukkan biometrik data di mesin pembaca paspor, visa dan
dokumen perjalanan resmi lainnya, menggunakan satu atau lebih opsional
teknologi penyimpanan data untuk melengkapi machine readable zone,
Machine Readable Travel Documents. Data yang tersimpan pada integrated
circuit chip adalah sama dengan yang tercetak pada halaman data, yaitu,
data yang terdapat pada machine readable zone ditambah gambar fotografi
digital. Gambar sidik jari dan/atau gambar selaput pelangi mata adalah
biometrik opsional untuk Contracting States yang ingin melengkapi gambar
wajah dengan biometrik lainnya di paspor. Contracting States
menggabungkan data biometrik dalam Machine Readable Pasport untuk
menyimpan data dalam integrated circuit chip tanpa kontak. Keakuratan
data perorangan yang tertuang dalam dokumen identitas pribadi
penumpang pesawat apabila tergabung ke dalam database secara
Internasional akan memudahkan Contracting States untuk melakukan
pelacakkan dan proses identifikasi penyebab terjadinya tindakan melawan
hukum yang mengancam keselamatan dan keamanan penerbangan lintas
negara.
278 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

14. Ketentuan Internasional ICAO Tentang Dokumen Perjalanan.111


Untuk paspor yang dikeluarkan setelah 24 November 2005 dan tidak
dapat dibaca mesin, Contracting States harus memastikan tanggal
kedaluwarsa sebelum 24 November 2015. Ketika menerbitkan dokumen
identitas atau visa yang diterima untuk tujuan perjalanan, Contracting
States harus mengeluarkannya dalam bentuk yang dapat dibaca mesin,
Machine Readable Travel Document. Ketika menerbitkan paspor yang tidak
dapat dibaca mesin, Contracting States wajib memastikan bahwa
identifikasi pribadi dan data penerbitan dokumen dan format halaman data
yang sesuai dengan spesifikasi untuk “visual zone” yang tercantum dalam
Machine Readable Passport. “Machine readable zone” harus diisi dengan
kata-kata seperti “this passport is not machine readable” atau data lainnya
untuk mencegah penyisipan penipuan mesin yang dapat dibaca karakter.
Contracting States harus membentuk fasilitas yang dapat diakses publik
untuk penerimaan aplikasi paspor dan/atau untuk penerbitan paspor.
Contracting States harus menetapkan prosedur aplikasi transparan
penerbitan, perpanjangan atau penggantian paspor dan harus membuat
informasi yang menggambarkan persyaratan mereka tersedia untuk calon
pelamar atas permintaan. Jika ada biaya dibebankan untuk penerbitan atau
perpanjangan paspor, jumlah biaya tersebut tidak boleh melebihi biaya

111Arti penting dokumen perjalanan penerbangan ke luar negeri telah mengingatkan


masyarakat intelijen terhadap peristiwa “kematian tragis Presiden Kennedy”. Dari hasil
penyadapan disebutkan bahwa pada pikul 10.45 tanggal 1 Oktober 1963, seseorang pria
dengan nama “Lee Oswold” telah menelpon Kedutaan Soviet di Mexico City menanyakan
tentang permohonan Visanya untuk berpergian ke Uni Soviet. Dengan bantuan dari Polisi
Rahasia Mexico, maka penyadapan dapat dilakukan dalam operasi bernama sandi “Envoy”.
Dengan demikian rangkaian peristiwa besar selalu berkaitan dengan dokumen perjalanan.
Tim Weiner, “Membongkar Kegagalan CIA”, (Jakarta, Penerbit : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2008), hal. 285.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 279

operasi. Contracting States akan menerbitkan paspor terpisah untuk setiap


orang, terlepas dari usia.112
Ketika menerbitkan paspor untuk perjalanan Wisata atau bisnis,
Contracting States biasanya menetapkan bahwa paspor tersebut berlaku
untuk jangka waktu setidaknya lima tahun, untuk jumlah perjalanan yang
tidak terbatas dan untuk perjalanan ke semua Negara dan wilayah. Dalam
pertimbangan daya tahan dokumen terbatas dan perubahan penampilan
paspor pemegang dari waktu ke waktu, dianjurkan masa berlaku tidak lebih
dari sepuluh tahun. Dalam pertimbangan daya tahan dokumen terbatas dan
perubahan penampilan paspor pemegang dari waktu ke waktu, dianjurkan
masa berlaku tidak lebih dari sepuluh tahun. Paspor darurat, diplomatik,
dinas dan tujuan khusus lainnya bisa memiliki masa berlaku yang lebih
singkat.

15. Prosedur Internasional ICAO Tentang Pemeriksaan Dokumen


Perjalanan.
Contracting States akan membantu operator pesawat dalam evaluasi
dokumen perjalanan yang disajikan oleh penumpang, untuk mencegah
penipuan dan penyalahgunaan. Contracting States harus

112 Paspor sebagai salah satu dokumen perjalanan ke luar negeri dengan

menggunakan pesawat terbang menjadi sangat penting terutama apabila negara dalam
kondisi sengketa atau perang. Operasi intelijen negara melalui bandara dan Maskapai
Penerbangan akan sangat aktif dilakukan guna mengungkapkan gerakan spionase yang salah
satu misinya adalah melakukan penetrasi dan infiltrasi terhadap organisasi intelijen Asing.
Ada lima fungsi operasi intelijen; a) Fungsi penghubung dengan luar negeri yang salah
satunya melalui jalur penerbangan; b) Fungsi operasi sabotase; c) Fungsi perang gerilya;
d) Fungsi perang urat syaraf; e) Perang konspirasi atau “Subvansi Dinamis”. Jenderal Pol.
(Purn) Kunarto, “Intelijen, Pengertian dan pemahamannya”, (Jakarta, Penerbit : PT. Cipta
Manunggal, 1999), hal. 109.
280 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

mempertimbangkan membuat perjanjian dengan Contracting States lainnya


untuk mengizinkan posisi petugas penghubung di bandara dalam rangka
membantu operator pesawat untuk menetapkan validitas dan keaslian
dokumen-dokumen perjalanan embarkasi orang. Operator pesawat harus
mengambil tindakan pencegahan di titik embarkasi untuk memastikan
bahwa penumpang memiliki dokumen yang ditentukan. Kelengkapan
dokumen memastikan bahwa nama dan identitas penumpang sama dengan
yang tertera dalam dokumen perjalanan. Manfaat dari pemeriksaan secara
ketat dokumen perjalanan yaitu; Pertama, untuk menjaga otentikfikasi
data, baik data pada bagian administrasi kebandarudaraan, data di
Maskapai Penerbangan dan data di bandara tujuan; Kedua, untuk
mencegah terjadinya penyelundupan orang atau mencegah terjadinya
pertukaran nama calon penumpang; Ketiga, untuk menjadi dokumen
penting terutama apabila pesawat mengalami musibah “Accident”;
Keempat, untuk kelengkapan data pada pihak asuransi, apabila ada
prosedur komplain dilakukan. Dengan demikian, sangat penting dilakukan
prosedur pemeriksaan yang ketat terhadap semua dokumen penerbangan
guna mengantisipasi terjadinya tindakan melanggar hukum.

16. Prosedur Keberangkatan.


Contracting States tidak memerlukan income-tax clearance dari
visitors. Contracting States tidak akan menahan operator pesawat udara
yang bertanggung jawab dalam hal non-payment of income tax oleh
penumpang. Contracting States, dalam kerjasama dengan operator pesawat
dan manajemen bandara, harus menetapkan sebagai tujuan, total jangka
waktu 60 menit keseluruhan diperlukan untuk penyelesaian departure
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 281

formalities (tata cara keberangkatan) untuk semua penumpang yang tidak


membutuhkan lebih dari proses normal, dihitung dari saat penumpang
berada pada titik proses pertama di bandara (yaitu airline check-in, titik
kontrol keamanan atau titik kontrol yang diperlukan lainnya tergantung
pada pengaturan di bandara masing-masing). "Required departure
formalities" akan diselesaikan selama 60 menit yang direkomendasikan
akan mencakup airline check-in, langkah-langkah keamanan penerbangan
(aviation security measures) dan, jika memungkinkan, pengumpulan biaya
bandara dan pungutan lainnya, dan langkah-langkah pengendalian
perbatasan penerbangan keluar (outbound border control measures),
misalnya paspor, karantina atau kontrol bea cukai. Contracting States yang
memerlukan pemeriksaan oleh otoritas publik terhadap dokumen
perjalanan penumpang keberangkatan harus bekerja sama dengan
pengelola bandara, menggunakan teknologi yang berlaku dan mengadopsi
sistem inspeksi multi-channel, atau cara lain aliran (streaming) penumpang,
untuk mempercepat pemeriksaan tersebut. Pihak pengelola bandara harus
memahami bahwa prosedur pemberangkatan keberangkatan para
penumpang melalui Maskapai Penerbangan tertentu adalah suatu hal yang
paling rawan terutama bila dikaitkan dengan prosedur keamanan dan
keselamatan penerbangan. Akan tetapi dilain pihak pengelola bandara
harus memahami pelayanan dan akses untuk sampai pada tahap
penerbangan harus dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga tidak
menimbulkan rasa ketidak nyamanan penumpang. Harus disadari bahwa
masih banyak tingkat pelayanan bandara Internasional di luar negeri
dilakukan dengan proses yang bertele-tele, lambat, petugas yang ketus dan
282 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

tidak ramah yang berdampak negatif pada perasaan penumpang. Pengelola


bandara harus menyadari bahwa kunci sukses bisnis kebandarudaraan
adalah “optimalisasi pelayanan pada penumpang pesawat”. Contracting
States biasanya tidak akan membutuhkan presentasi, untuk pemeriksaan
pengawasan perbatasan (border control inspection), terhadap bagasi
penumpang yang berangkat dari wilayah mereka.

17. Operator Bandara dan Operator Pesawat.


Peran Contracting States untuk bekerjasama dengan operator
pesawat dan operator bandara, harus menetapkan sebagai tujuan,
clearance dalam waktu 45 menit dari disembarkasi dari pesawat semua
penumpang yang tidak membutuhkan lebih dari pemeriksaan normal,
terlepas dari ukuran pesawat dan waktu kedatangan terjadwal. Untuk
mempercepat pemeriksaan, Contracting States, bekerjasama dengan
operator bandara, akan menggunakan teknologi yang berlaku dan
mengadopsi sistem inspeksi imigrasi multi-channel, atau cara lain aliran
(streaming) penumpang, di bandara Internasional di mana volume lalu
lintas penumpang beralasan untuk langkah-langkah tersebut. Kecuali dalam
keadaan khusus, Contracting States tidak harus mensyaratkan bahwa
dokumen perjalanan atau dokumen identitas lainnya dikumpulkan dari
penumpang atau awak sebelum mereka tiba pada titik kontrol paspor.
Otoritas publik yang bersangkutan harus secepatnya menerima penumpang
dan awak untuk pemeriksaan ketika mereka sah diterima ke dalam negara.
Penumpang atau anggota awak yang "diterima untuk Pemeriksaan" ketika
ia pertama kali berada di titik kontrol kedatangan setelah di embarkasi,
untuk masuk ke negara yang bersangkutan, pada saat dimana petugas
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 283

control menentukan apakah ia harus diterima atau tidak. Ini tidak termasuk
pengamatan dokumen perjalanan, yang mungkin dilakukan segera setelah
disembarkasi. Operator pesawat udara wajib bertanggung jawab atas
tahanan dan penangangan penumpang disembarkasi dan crew dari waktu
ketika mereka meninggalkan pesawat sampai mereka diterima untuk
pemeriksaan. Setelah penerimaan tersebut, otoritas publik yang
bersangkutan harus bertanggung jawab atas tahanan dan penangangan
penumpang dan awak pesawat sampai mereka diijinkan diterima atau tidak
diterima. Tanggung jawab operator pesawat untuk tahanan dan
penanganan penumpang dan awak pesawat akan berakhir dari saat orang
tersebut telah diterima oleh Negara tersebut dengan menggunakan
dokumen serah terima yang sudah berlaku secara Internasional ICAO.
Otoritas publik dari masing-masing Contracting States harus menyita
dokumen perjalanan palsu, atau dipalsukan. Otoritas publik juga akan
menyita dokumen perjalanan seseorang yang meniru pemegang sah dari
dokumen perjalanan. Dokumen tersebut harus segera dihapus dari
peredaran dan dikembalikan ke pihak yang berwenang Negara yang
disebutkan sebagai penerbit atau ke warga Misi Diplomatik dari Negara
tersebut atau kalau mungkin ada unsur-unsur pidana, maka pihak
manajemen bandara dapat menghubungi aparat Kepolisian yang bertugas
di bandara tersebut. Atau apabila ada unsur-unsur yang mengarah pada
dokumen teroris, maka dapat dikoordinasikan pada pihak personel petugas
intelijen yang berada di bandara. Dengan demikian keterkaitan antara
petugas security bandara, aparat Kepolisian dan petugas intelijen harus
tetap dijalin koordinasi yang aktif, sehingga memudahkan koordinasi ketika
284 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

di lapangan. Contracting States harus memperkenalkan sistem informasi


awal tentang penumpang (advance passenger information) yang termasuk
tampilan rincian paspor atau visa tertentu sebelum keberangkatan,
transmisi rincian melalui sarana elektronik kepada otoritas publik, dan
analisis data tersebut untuk tujuan manajemen resiko sebelum kedatangan
untuk mempercepat clearance. Untuk meminimalkan waktu penanganan
(handling time) selama check-in, alat pembaca dokumen harus digunakan
untuk mendapatkan informasi dalam mesin yang bisa membaca dokumen
perjalanan.
Sehubungan dengan persyaratan elemen data harus memastikan
bahwa hanya elemen-elemen data yang telah ditetapkan untuk dimasukkan
ke dalam pesan UN/EDIFACT PAXLST adalah termasuk dalam persyaratan
program nasional atau mengikuti WCO’s Data Maintenance Request (DMR)
process untuk setiap penyimpangan dari standar. Kejadian penyimpangan
sangat mungkin terjadi yang disebabkan oleh dua hal, yaitu :
a. Kejadian penyimpangan dari standar karena unsur
ketidaksengajaan karena kekeliruan administrasi, dan lain-lain.
b. Kejadian penyimpangan dari standar karena adanya
kesengajaan dengan maksud untuk melakukan kegiatan melanggar
hukum.

Ketika menerapkan new Advance Passenger Information (API)


programme, Contracting States yang tidak dapat menerima data
penumpang yang ditransmisikan sesuai dengan spesifikasi dengan
menggunakan metode standar industri transmisi message dan isinya format
alternatif yang diperlukan. Contracting States harus berusaha untuk
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 285

meminimalkan jumlah waktu data API yang ditransmisikan untuk


penerbangan tertentu. Jika Contracting States membutuhkan pertukaran
data API, maka akan berusaha, semaksimal mungkin, untuk membatasi
beban operasional dan administrasi pada operator pesawat, sekaligus
meningkatkan fasilitasi penumpang. Contracting States harus menahan diri
dari pengenaan denda dan hukuman pada operator pesawat untuk setiap
kesalahan yang disebabkan oleh kegagalan sistem yang mungkin telah
mengakibatkan tidak ada transmisi data atau data rusak, kepada otoritas
publik sesuai dengan sistem API. Contracting States mensyaratkan bahwa
data penumpang yang ditransmisikan secara elektronik melalui Advance
Passenger Information system tidak akan memerlukan manifest penumpang
dalam bentuk kertas. Contracting States yang membutuhkan Passenger
Name Record (PNR) access harus sesuai dengan kebutuhan data dan
penanganan data tersebut yang sesuai dengan yang dikembangkan oleh
ICAO.
Kecuali dalam keadaan khusus, Contracting States akan membuat
pengaturan dimana dokumen identitas penumpang pesawat harus
diperiksa hanya sekali pada saat masuk dan keberangkatan serta tidak
memerlukan pernyataan tertulis bagasi (written declaration of baggage)
dari penumpang dan awak, bila tidak ada barang kena pajak atau barang
dibatasi. Contracting States wajib mengadopsi sistem dual-channel atau
proses selektif lainnya untuk inspeksi bea cukai dan karantina berdasarkan
manajemen resiko,113 yang sesuai dengan kondisi dan volume traffic di

113 Risk Management Committe atau Komite Manajemen Resiko dalam kondisi

tertentu perlu dibentuk apabila berdasarkan data empiris menunjukkan tingkat


kecenderungan resiko yang kian berkembang drastis. Dalam dunia penerbangan dan dunia
286 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

bandara yang bersangkutan. Dalam keadaan pengecualian, bila pengunjung,


karena alasan paksaan (force majeure), tidak memiliki visa masuk yang
diperlukan sebelum kedatangan, Contracting States harus mengotorisasi
entri sementara. Dalam kasus di mana paspor pengunjung telah berakhir
sebelum akhir periode validitas visa, negara yang telah mengeluarkan visa
harus terus menerima visa sampai dengan tanggal kadaluarsanya ketika visa
disajikan dengan paspor baru.
Proses selanjutnya, setelah presentasi masing-masing paspor atau
dokumen perjalanan resmi lainnya dari penumpang dan awak, pejabat
publik yang bersangkutan harus menyerahkan kembali dokumen tersebut
segera setelah pemeriksaan. Pemeriksaan medis orang yang tiba melalui
udara biasanya terbatas pada mereka yang disembarkasi dan mencakup
masa inkubasi penyakit yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Kesehatan Internasional, dari daerah yang terinfeksi, petugas
kesehatan bandara harus berusaha seoptimal mungkin agar penyakit tidak
menyebar. Contracting States harus membuat pengaturan dimana
penumpang dan bagasinya, yang tiba pada penerbangan Internasional yang
melakukan dua stop atau lebih di bandara Internasional di dalam wilayah
Negara yang sama, tidak perlu melalui border control formalities pada lebih
dari satu bandara negara yang bersangkutan.

perbankan mempunyai kesamaan. Tingkat resiko kerugian NPL perbankan dapat disejajarkan
dengan tingkat resiko Accident penerbangan, yaitu kerugian yang dihitung secara materi
cukup besar. Untuk itu sikap kehati-hatian dalam menyalurkan kredit perbankan hampir
sama juga dengan tingkat kehati-hatian saat take off-landing dalam penerbangan. Vietzal
Rivai, dkk., “Bank and Financial Institution Management”, (Jakarta, Penerbit : PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), hal. 795.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 287

18. Ketentuan Internasional ICAO Tentang Prosedur Transit Dan


Persyaratan.
Jika fasilitas bandara memungkinkan dan demi alasan keamanan dan
keselamatan penerbangan, Contracting States harus membuat ketentuan
melalui sarana direct transit area atau pengaturan lainnya, dimana crew,
penumpang dan bagasi mereka, yang tiba dari negara lain dan melanjutkan
perjalanan mereka ke negara ketiga pada penerbangan yang sama atau
penerbangan lain dari bandara yang sama pada hari yang sama boleh
sementara tetap dalam bandara kedatangan tanpa menjalani tata cara
kontrol perbatasan (border control formalities) untuk memasuki negara
transit, kecuali dalam kondisi tertentu seperti negara dalam kondisi
sengketa atau tidak aman, sehingga diperlukan prosedur khusus.
Contracting States harus menjaga seminimum mungkin jumlah negara yang
warga negaranya memiliki memiliki visa transit langsung (direct transit visa )
yang ketika tiba pada penerbangan Internasional dan melanjutkan
perjalanan mereka ke negara ketiga pada penerbangan yang sama atau
penerbangan lain dari bandara yang sama pada hari yang sama. Contracting
States harus menetapkan langkah-langkah dimana penumpang transit (in-
transit passengers) yang tiba-tiba tertunda semalam (overnight) karena
pembatalan penerbangan atau keterlambatan diperbolehkan untuk
meninggalkan bandara untuk tujuan akomodasi. Kondisi ini sering terjadi
dengan alasan kondisi cuaca atau “Weather” atau alasan “Maintenance”
pesawat.
288 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

19. Prosedur Internasional ICAO Tentang Disposisi Bagasi Terpisah Dari


Pemiliknya.
Contracting States harus mengizinkan operator pesawat untuk
meneruskan kesalahan penanganan bagasi (mishandled baggage) ke lokasi
pemiliknya dan tidak akan menahan operator pesawat bertanggung jawab
atas hukuman, denda, bea dan pajak impor, atas dasar bahwa bagasi
tersebut salah penanganan (mishandled). Contracting States akan
mengizinkan transfer langsung kesalahan penanganan bagasi (mishandled
baggage) antara penerbangan Internasional pada bandara yang sama,
tanpa pemeriksaan, kecuali karena alasan keamanan penerbangan (aviation
security) atau kontrol lain yang diperlukan. Kontrol dilakukan apabila
dikhawatirkan adanya penyelundupan barang-barang terlarang, Narkotika,
teroris atau dokumen rahasia dari tindakan melawan hukum. Dalam hal
ketika transfer langsung tidak dapat dilakukan, Contracting States harus
menjamin bahwa pengaturan yang dibuat untuk penahanan sementara
bagasi dibawah pengawasan di lokasi yang tepat. Contracting States akan
mengizinkan operator pesawat untuk menyajikan bagasi tak dikenal, tidak
ada yang mengklaim atau salah penanganan (unidentified, unclaimed or
mishandled baggage) untuk clearance di destination yang tepat atas nama
pemiliknya, dan untuk mengirimkan bagasi tersebut kepada pemiliknya.
Contracting States akan mempercepat clearance bagasi tak dikenal, tidak
ada yang mengklaim atau salah penanganan (unidentified, unclaimed or
mishandled baggage), dan kembalinya ke operator pesawat udara untuk
disposisi yang tepat. Di bawah kondisi yang ditetapkan oleh otoritas publik,
operator pesawat mungkin diizinkan untuk membuka bagasi tersebut jika
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 289

diperlukan untuk memastikan pemiliknya. Saat pembukaan barang bagasi


harus ada pihak yang menyaksikan dan jika perlu dibuatkan berita acaranya
sebagai bukti legal hukumnya.
Operator pesawat udara harus dibebaskan dari kewajiban untuk
menjaga bagasi yang belum pasti dari otoritas publik, dan dari tanggung
jawab atas bea dan pajak impor yang dibebankan pada bagasi tersebut,
ketika dikenai biaya oleh bea cukai dan hanya berada di bawah kontrol bea
cukai. Pada kondisi tertentu bagasi patut dicurigai sebagai barang-barang
terlarang, maka pihak otoritas bandara harus menugaskan personel security
bandara, aparat Kepolisian, aparat intelijen untuk mengontrol dan
mengawasi bagasi tersebut.

20. Prosedur Internasioanl ICAO Tentang Identifikasi Dan Masuknya


Crew Dan Personil Operator Pesawat Lainnya.
Prosedur Pertama, Contracting States harus menetapkan langkah-
langkah, bekerjasama dengan operator pesawat dan operator bandara,
untuk mempercepat pemeriksaan anggota awak dan bagasi mereka, yang
diperlukan pada keberangkatan dan pada saat kedatangan.
Prosedur Kedua, Contracting States wajib memfasilitasi dan
memperlancar proses di mana operator pesawat yang berpangkalan di
wilayah mereka dapat mengajukan permohonan untuk Crew Member
Certificate (CMC) untuk awak mereka. CMC dikembangkan sebagai kartu
untuk tujuan identifikasi oleh anggota awak, meninggalkan lisensi crew
290 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

yang berfungsi tujuan utamanya membuktikan kualifikasi profesional dari


awak pesawat.114
Prosedur Ketiga, jika Contracting States mengeluarkan Crew Member
Certificate, maka ini harus dikeluarkan hanya dalam bentuk kartu yang
dapat dibaca mesin sesuai.
Prosedur Keempat, Contracting States harus memasukkan ke dalam
prosedur yang akan memungkinkan setiap awak dengan Crew Member
Certificate untuk memeriksa dan meninjau keabsahan data yang dimiliki,
dan untuk menyediakan koreksi jika perlu, tanpa biaya kepada anggota air
crew.
Prosedur Kelima, sejauh operator pesawat mengeluarkan kartu
identitas air crew, Contracting States harus memerlukan produksi dokumen
identitas tersebut di format yang ditunjukkan, yaitu dalam tata letak yang
sama dengan visual zone dari mesin yang dapat membaca sertifikat anggota
awak dan memiliki kemampuan untuk mendukung mesin konfirmasi
identitas dan verifikasi keamanan dokumen.
Prosedur Keenam, Contracting States harus memastikan bahwa
catatan sertifikat masing-masing anggota air crew dan dokumen identitas
resmi lainnya yang diterbitkan, dibekukan atau ditarik, disimpan dalam
database elektronik, aman dari gangguan dan akses yang tidak sah. Semua
informasi yang tersimpan dalam database elektronik dan sertifikat anggota

114 Ketentuan untuk personel yang terlibat langsung dengan pengoperasian semua

fasilitas kebandarudaraan adalah; Pertama, mempunyai sertifikat kompetensi dan memiliki


lisensi sebagai bukti identitas karakter dan potensi personel tersebut; Kedua, persyaratan
lisensi memenuhi kriteria lulus uji administratif, sehat jasmani dan rohani, memiliki sertifika t
kompetensi khusus dan lulus ujian; Ketiga, lisensi personel bandar udara yang diberikan oleh
negara lain dinyatakan sah melalui proses pengesahan atau validasi prosedural. ( Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 222-223).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 291

air crew harus dibatasi pada rincian yang penting untuk tujuan
memverifikasi identitas anggota air crew.
Prosedur Ketujuh, CMC harus diterbitkan hanya setelah pemeriksaan
latar belakang (background check) telah dilakukan oleh atau atas nama
otoritas publik yang relevan. Selain itu, kontrol yang memadai seperti
sertifikasi status pekerjaan pemohon sebelum penerbitan, kontrol pada
stok kartu kosong, dan persyaratan akuntabilitas untuk menerbitkan
personil, harus ditempatkan pada penerbitan CMC.
Prosedur Kedelapan, Contracting States akan menerima CMC, yang
diterbitkan sesuai dengan persyaratan standar, untuk visa bebas masuk
(visa-free entrance) awak ketika tiba di status tugas pada penerbangan
Internasional dan ingin masuk sementara untuk periode waktu yang
diizinkan oleh Negara penerima (receiving States).
Prosedur Kesembilan, Contracting States harus membebaskan
persyaratan visa bagi anggota awak ketika tiba dalam status tugas pada
penerbangan Internasional dan ingin masuk sementara untuk periode yang
diperbolehkan oleh Negara penerima.
Prosedur Kesepuluh, Contracting States harus membebaskan
persyaratan visa untuk kedatangan awak yang menunjukkan CMC, ketika
tiba pada operator pesawat lain atau moda transportasi lain dan ingin
masuk sementara untuk periode waktu yang diizinkan oleh Negara
penerima untuk bergabung dengan penerbangan yang ditunjuk dalam
status tugas.
Prosedur Kesebelas, Contracting States harus menetapkan langkah-
langkah untuk menyediakan untuk masuk sementara tanpa penundaan ke
292 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

wilayah mereka, tenaga teknis dari operator pesawat asing yang beroperasi
ke atau melalui wilayah tersebut yang sangat diperlukan untuk tujuan
konversi ke kondisi layak terbang setiap pesawat yang, untuk alasan teknis,
tidak dapat melanjutkan perjalanannya. Ketika Negara memerlukan
jaminan penghidupan orang tersebut, dan/atau kembali dari, Negara
tersebut, harus dinegosiasikan tanpa menunda ijin mereka. Dalam kondisi
tertentu harus dilakukan koordinasi yang baik antara pihak Maskapai
Penerbangan dan manajemen pengelola bandara dan Pemerintah.

21. Prosedur Internasional ICAO Tentang Inspektur Keselamatan


Penerbangan.115
Prosedur Pertama, Contracting States harus menyatakan bahwa
inspektur keselamatan penerbangan Contracting States lainnya, ketika
terlibat pada tugas pemeriksaan, diperlakukan dengan cara yang sama
seperti anggota awak ketika melalui tata cara keberangkatan atau
kedatangan (departure or arrival formalities).
Prosedur Kedua, Contracting States harus menyediakan inspektur
keselamatan penerbangan mereka dengan dokumen identitas. Inspektur
keselamatan penerbangan harus membawa dokumen identitas yang
ditentukan, salinan jadwal inspektur yang dikeluarkan oleh Negara yang
mempekerjakan inspektur, dan paspor yang masih berlaku (valid).

115 Orientasi tugas dan tanggung jawab inspektur keselamatan penerbangan seiring

dengan tugas-tugas personel intelijen yang bertugas di bandara. Adapun lingkup pengertian
intelijen adalah pengetahuan, organisasi dan kegiatan yang terkait dengan perumusan
kebijakan, strategi Nasional dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi
dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini
dalam rangka pencegahan, penangkalan dan penanggulangan setiap ancaman terhadap
keamanan Nasional (yang dalam hal ini operasi penerbangan). (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Pasal 1).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 293

Prosedur Ketiga, Contracting States harus memperpanjang hak


masuk sementara kepada inspektur keselamatan penerbangan dari
Contracting States lain, asalkan mereka membawa dokumen (misalnya
dokumen identitas, jadwal dan paspor yang masih berlaku), dan berangkat
setelah masa istirahat normal (normal rest period).

22. Prosedur Internasional ICAO Tentang Entry And Departure Of Cargo


And Other Articles.116
Dalam rangka memfasilitasi dan mempercepat rilis dan clearance
barang yang dibawa melalui udara.
Prosedur Pertama, Contracting States harus mengadopsi peraturan
dan prosedur yang tepat untuk operasi cargo udara dan
memberlakukannya sedemikian rupa untuk mencegah penundaan yang
tidak perlu. Sehubungan dengan cargo yang bergerak baik melalui
transportasi udara dan permukaan dengan air waybill, Contracting States
harus menerapkan peraturan yang sama dan prosedur dan dengan cara
yang sama seperti yang diterapkan untuk cargo yang bergerak semata-mata
melalui udara. Ketika memperkenalkan atau mengubah peraturan dan
prosedur untuk rilis dan clearance barang yang dibawa melalui udara,
Contracting States harus berkonsultasi dengan operator pesawat udara da n

116 International Air Transport Association atau IATA adalah badan sukarela, asosiasi
non politik yang melayani berbagai aktivitas regulasi penerbangan antar negara yaitu
transportasi udara yang meliputi penumpang orang dan barang atau cargo agar proses
transportasi tersebut diperoleh keadaan aman dan lancar serta tidak ada hambatan
prosedural yang tidak perlu oleh otoritas kebandarudaraan di negara manapun. IATA juga
bertugas untuk mempromosikan keselamatan, keteraturan transportasi udara yang murah
dan efisien ke seluruh dunia untuk kegiatan perdagangan melalui udara. Wynd Rizaldi dan
Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media,
2013), hal. 7.
294 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

pihak lain yang berkepentingan, dengan tujuan untuk mencapai tindakan


yang ditetapkan. Jika sifat pengiriman bisa menarik perhatian otoritas
publik yang lain, misalnya bea cukai, pengendali hewan atau sanitasi,
Prosedur Kedua, Contracting States harus berusaha untuk
mendelegasikan wewenang untuk rilis/clearance kepada bea cukai atau
salah satu agen lain atau, jika tidak layak, mengambil semua langkah yang
diperlukan untuk memastikan clearance terkoordinasikan dan, jika
mungkin, dilakukan secara simultan dan dengan minimal penundaan.
Prosedur Ketiga, Contracting States biasanya tidak akan
membutuhkan pemeriksaan fisik barang yang akan diimpor atau diekspor
dan akan menggunakan manajemen resiko untuk menentukan barang
harus diperiksa dan sejauh mana pemeriksaan itu. Bila memungkinkan,
dalam rangka meningkatkan efisiensi, teknik penyaringan (screening) atau
pemeriksaan yang modern harus digunakan untuk memfasilitasi
pemeriksaan fisik barang yang akan diimpor atau diekspor.
Sehubungan dengan bandara Internasional pada kondisi tertentu,
Contracting States harus menetapkan dan baik mengembangkan dan
mengoperasikan sendiri, atau mengizinkan pihak lain untuk
mengembangkan dan mengoperasikan, zona bebas (free-zone) dan/atau
gudang pabean dan harus menerbitkan peraturan rinci mengenai jenis
operasi yang mungkin atau tidak mungkin dilakukan di dalamnya. Dalam
semua hal dimana fasilitas zona bebas dan/atau gudang pabean tidak
diberikan sehubungan dengan bandar udara Internasional tetapi telah
disediakan di tempat lain pada general vicinity yang sama, harus membuat
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 295

pengaturan sehingga transportasi udara dapat memanfaatkan fasilitas ini


pada dasar yang sama seperti alat transportasi lainnya.

23. Prosedur Internasional ICAO Tentang Informasi Yang Diperlukan


Oleh Otoritas Public.
Pertama, Contracting States harus membatasi persyaratan data
mereka hanya pada hal-hal khusus yang dianggap perlu oleh otoritas publik
untuk rilis atau menyelesaikan barang impor atau barang yang ditujukan
untuk ekspor. Contracting States harus menyediakan pengumpulan data
statistik pada saat itu dan di bawah pengaturan tersebut sehingga rilis
barang impor atau barang yang ditujukan untuk ekspor tidak tertunda
karenanya. Sesuai dengan kemampuan teknologi dari Contracting States,
dokumen-dokumen untuk impor atau ekspor barang, termasuk Cargo
Manifest dan/atau air waybill, harus diterima ketika disajikan dalam bentuk
elektronik ditransmisikan ke sistem informasi dari otoritas publik.117
Produksi dan penyajian Cargo Manifest dan air waybill akan menjadi
tanggung jawab operator pesawat udara atau agen resminya. Produksi dan
presentasi dokumen lain yang diperlukan untuk clearance barang menjadi
tanggung jawab dari yang melaporkan (declarant).

117 Ketentuan tentang keterkaitan informasi dengan segala macam isi informasi serta

dampak dari informasi tersebut berkaitan dengan peran dan fungsi manajemen
kebandarudaraan di daerah yang meliputi; Pertama, merencanakan, mencari,
mengumpulkan, mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan “Informasi” atau bahan
keterangan dan intelijen dari beberapa sumber mengenai potensi, gejala atau peristiwa yang
menjadi ancaman stabilitas daerah (dalam hal ini bandara); Kedua, memberikan
rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah tentang
kebijakan dalam bentuk regulasi yang berkaitan dengan deteksi dini dan peringatan dini
terhadap segala bentuk ancaman yang mungkin akan terjadi. (Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 11 Tahun 2006 tentang Komunikasi Intelijen Daerah, Pasal 7).
296 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Kedua, Apabila Contracting States memiliki persyaratan untuk


dokumen seperti faktur komersial, declaration form, lisensi impor dan
sejenisnya, itu tidak akan membuat kewajiban dari operator pesawat udara
untuk memastikan bahwa persyaratan dokumen ini terpenuhi atau
operator bertanggung jawab, didenda atau dihukum karena ketidaktepatan
atau kesalahan fakta yang ditunjukkan pada dokumen tersebut kecuali dia
adalah declarant itu sendiri atau bertindak atas namanya. Ketika dokumen
untuk impor atau ekspor barang disajikan dalam bentuk kertas, format
didasarkan pada UN layout key, sehubungan dengan deklarasi barang
(goods declaration), sehubungan dengan Cargo Manifest. Ketika dokumen
tersebut diserahkan dalam bentuk elektronik, format harus didasarkan
pada standar Internasional untuk pertukaran informasi elektronik. Untuk
memfasilitasi pertukaran data elektronik.
Ketiga, Contracting States harus mendorong semua pihak yang
terkait, apakah publik atau swasta, untuk menerapkan sistem yang
kompatibel dan menggunakan standar dan protokol yang sesuai yang
diterima secara Internasional. Sistem informasi elektronik untuk rilis dan
clearance barang harus mencakup transfer antara moda udara dan moda
transportasi lainnya.118

118Dokumen yang berkaitan dengan “Cargo Manifest” yaitu Foreight Forwarders dan
agen harus melengkapi SMU (Surat Muat Udara) atau AWB (Air Way Bill) bagi setiap kiri m a n
yang diserahkan ke “Air Crew-Pilot” untuk diangkut. Dokumen tersebut merupakan
dokumen resmi kontrak antara Foreight Forwarder dan penerbangan. Demi untuk
keamanan, keselamatan dan kenyamanan penerbangan, maka kelengkapan dan ketepatan
dokumen pengiriman “Cargo” harus dilakukan pengecekan dengan benar. Hal ini
dimaksudkan juga untuk menghindari adanya barang-barang selundupan, Narkotika atau
perbuatan melanggar hukum lainnya. Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen
Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IM Media, 2013), hal. 54.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 297

Keempat, Contracting States yang memerlukan dokumen pendukung,


seperti lisensi dan sertifikat, untuk impor atau ekspor barang tertentu wajib
mempublikasikan kebutuhan mereka dan menetapkan prosedur yang
nyaman untuk meminta penerbitan atau perbaruan (renewal) dokumen
tersebut.
Kelima, Contracting States harus, sejauh mungkin, menghapus
persyaratan apapun untuk menghasilkan dokumen pendukung secara
manual dan harus menetapkan prosedur dimana dokumen pendukung
dapat diproduksi secara elektronik.
Keenam, Contracting States tidak memerlukan consular formalities
(tata cara konsuler) atau consular charge (biaya konsuler) atau biaya
sehubungan dengan dokumen yang diperlukan untuk rilis atau clearance
barang.

24. Prosedur Internasional ICAO Tentang Rilis Dan Clearance Cargo


Ekspor.119
Pertama, Contracting States yang memerlukan dokumen untuk
clearance ekspor biasanya akan membatasi kebutuhan mereka pada export

119 Ketentuan yang berkaitan dengan cargo Internasional adalah dokumen tentang

Surat Muatan Udara atau “Air Way Bill” dan perjanjian pengangkutan udara; a) Surat
Muatan Udara atau “Air Way Bill” adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses
elektronik atau bentuk lainnya yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian
pengangkutan udara antara pengiriman cargo dan pengangkut dan hak penerima cargo
untuk mengambil cargo; b) Perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara
pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pemgirim cargo untuk mengangkut penumpang
dan/atau cargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbala n
jasa lainnya. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan).
298 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

declaration yang simpel dan harus menyediakan untuk cargo ekspor akan
dirilis sampai waktu keberangkatan pesawat.
Kedua, Contracting States akan mengijinkan barang yang akan
diekspor, yang akan disajikan untuk clearance di setiap kantor bea cukai
yang ditunjuk untuk tujuan itu. Transfer dari kantor tersebut ke bandara
dimana barang yang akan diekspor harus dilakukan di bawah prosedur yang
diatur dalam undang-undang dan peraturan Contracting States yang
bersangkutan. Prosedur tersebut harus sesederhana mungkin.
Ketiga, Contracting States tidak memerlukan bukti kedatangan
barang ekspor sebagai hal biasa yang berulang-ulang. Ketika otoritas publik
dari Contracting States membutuhkan barang-barang untuk diperiksa,
namun barang-barang tersebut telah dimuat pada pesawat yang berangkat,
operator pesawat atau, bila sesuai, agen resmi operator, biasanya harus
diijinkan untuk memberikan keamanan kepada bea cukai untuk
mengembalikan barang daripada menunda keberangkatan pesawat.
Prosedur pemeriksaan barang secara cermat dan hati-hati bukan
bermaksud untuk memperlambat pemberangkatan pesawat atau
menunda-nunda pemberangkatan, tetapi semata-mata hanya untuk alasan
keamanan dan keselamatan penerbangan. Ketentuan barang-barang yang
di ekspor juga harus memperhatikan ketentuan antar Kementerian dan
antar Departemen untuk menjaga jenis barang-barang tertentu yang tidak
dibenarkan untuk di ekspor seperti barang-barang bukti sejarah dan
barang-barang yang berkaitan dengan budaya Bangsa.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 299

25. Prosedur Internasional ICAO Tentang Rilis Dan Clearance Cargo


Impor.120
Saat menjadwalkan pemeriksaan, prioritas harus diberikan kepada
pemeriksaan hewan hidup dan barang yang mudah rusak dan barang-
barang lain yang otoritas publik menerima sangat diperlukan. Kiriman
dinyatakan sebagai barang pribadi dan diangkut sebagai bagasi tanpa
ditemani (unaccompanied baggage) harus diselesaikan di bawah
pengaturan yang simpel. Contracting States harus menyediakan untuk rilis
atau clearance barang di bawah prosedur kepabeanan yang simpel dengan
ketentuan bahwa :
Pertama, barang senilai kurang dari nilai maksimum di bawah nilai
yang tidak ada bea impor dan pajak.
Kedua, barang yang menarik bea impor dan pajak yang berada di
bawah jumlah dimana Negara telah menetapkan sebagai minimum untuk
dipungut.
Ketiga, barang senilai kurang dari batas nilai tertentu di bawah
barang yang dapat dirilis atau di-clear-kan dengan segera atas dasar
declaration sederhana dan pembayaran dari, atau pemberian keamanan
untuk bea cukai untuk segala bea impor dan pajak yang berlaku.

120 Ketentuan tentang angkutan cargo melalui pesawat terbang yaitu; a) Perusahaan

angkutan udara niaga berjadwal Asing khusus mengangkut “Cargo” dapat menurunkan dan
menaikkan cargo di wilayah Indonesia berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral dan
pelaksanaannya melalui mekanisme yang mengikat para pihak; b) Perjanjian bilateral atau
multilateral dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
mempertimbangkan kepentingan Nasional berdasarkan prinsip keadilan dan timbal balik;
c) Perusahaan angkutan udara berjadwal Asing khusus mengangkut cargo harus merupakan
perusahaan angkutan udara niaga yang telah ditunjuk oleh negara yang bersangkutan dan
mendapat persetujuan Pemerintah Republik Indonesia. (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 89).
300 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Keempat, barang yang diimpor oleh orang yang berwenang dan


barang dari jenis tertentu.

Untuk importir yang berwenang yang memenuhi kriteria tertentu,


termasuk catatan yang sesuai dengan persyaratan resmi dan sistem untuk
mengelola catatan komersial mereka, Contracting States harus menetapkan
prosedur khusus, berdasarkan penyediaan informasi yang lebih awal, yang
menyediakan untuk rilis barang dengan segera pada saat kedatangan.
Barang yang tidak diberikan prosedur yang simpel atau khusus harus dirilis
atau di-clear-kan dengan segera pada saat kedatangan, berdasarkan pada
kepatuhan persyaratan bea cukai121 dan persyaratan lainnya. Contracting
States harus menetapkan sebagai tujuan, rilis semua barang yang tidak
perlu pemeriksaan apapun, dalam waktu tiga jam dari kedatangan mereka
dan penyerahan dokumentasi yang benar. Otoritas publik, dan operator
pesawat dan importir atau agen resmi mereka, harus berkoordinasi fungsi
masing-masing untuk memastikan bahwa tujuan ini terpenuhi.
Contracting States harus memproses permintaan rilis bagian kiriman
ketika semua informasi telah disampaikan dan persyaratan lainnya untuk
bagian kiriman telah dipenuhi dan harus mengizinkan barang yang telah
diturunkan dari pesawat di bandara Internasional ditransfer ke setiap

121 Prosedur pemeriksaan Bea & Cukai dilaksanakan pada setiap pengiriman barang
cargo. Untuk itu setiap pengiriman tunggal dalam konsul dilindungi dengan “House Way Bill”
(HAWB) yang merupakan dokumen kontrak antara pengirim dengan Freight Forwarders.
HAWB harus menunjuk Maskapai Penerbangan sebagai penerima, kecuali bila diminta
secara khusus karena hukum atau peraturan Pemerintah. Prosedur pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mencegah adanya tindakan melawan hukum oleh pihak tertentu,
sehingga dapat mengganggu adanya keselamatan, keamanan dan kenyamanan
penerbangan. Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”,
(Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 54.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 301

kantor bea cukai yang ditunjuk di Negara bersangkutan untuk clearance.


Prosedur bea cukai yang meliputi transfer tersebut harus sesederhana
mungkin. Ketika, karena kesalahan, darurat atau tidak terjangkau pada saat
kedatangan, barang yang tidak diturunkan di destination yang
dimaksudkan, Contracting States tidak akan memberikan hukuman, denda
atau biaya sejenis lainnya asalkan :
Pertama, operator pesawat atau agen resminya memberitahukan
bea cukai fakta ini, dalam batas waktu yang ditetapkan,
Kedua, alasan yang sah, diterima oleh pihak pabean, untuk kegagalan
dalam menurunkan barang.
Ketiga, cargo Manifest sepatutnya diubah.

Ketika, karena kesalahan atau masalah penanganan, barang yang


tidak diturunkan di bandara Internasional tanpa terdaftar di Cargo
Manifest, Contracting States tidak akan mengenakan hukuman, denda atau
biaya sejenis lainnya asalkan :
Pertama, operator pesawat atau agen resminya memberitahukan
bea cukai fakta ini, dalam batas waktu yang ditetapkan.
Kedua, alasan yang sah, diterima oleh bea cukai, untuk tidak
dilaporkannya barang tersebut (non-reporting of the goods).
Ketiga, manifest sepatutnya diubah.
Keempat, barang ditempatkan dibawah pengaturan pabean yang
sesuai mana yang berlaku, Contracting States, tunduk pada kepatuhan
dengan persyaratan, memfasilitasi penyampaian barang ke destination yang
benar.
302 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Dalam kondisi tertentu, jika barang dikirimkan ke destination dalam


Contracting States, namun belum dirilis untuk pemakaian dalam Negara
tersebut dan selanjutnya diminta untuk dikembalikan ke titik asal atau
dialihkan ke destination lain, dan akan diijinkan barang tersebut untuk
diteruskan lagi (re-forwarded) tanpa memerlukan impor, ekspor, atau
lisensi transit jika tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan yang
berlaku. Dan harus membebaskan operator pesawat atau, bila sesuai, agen
resminya, dari kewajiban bea impor dan pajak pada saat barang
ditempatkan di tahanan dari otoritas publik atau, dengan perjanjian yang
terakhir, ditransfer menjadi milik pihak ketiga yang memiliki dilengkapi
dengan keamanan yang memadai untuk bea cukai serta harus dilakukan
pengawasan secara ketat untuk menutup kemungkinan adanya barang-
barang selundupan, Narkotika atau barang-barang yang membahayakan
atau barang-barang yang digunakan untuk kegiatan yang melanggar hukum.

26. Prosedur Internasional ICAO Tentang Suku Cadang, Peralatan,


Persediaan Dan Bahan Lainnya Yang Diimpor Atau Diekspor Oleh
Operator Pesawat Sehubungan Dengan Layanan Internasional.
Persediaan dan suplai perbekalan (commissary supplies) yang diimpor
ke wilayah Contracting States untuk digunakan di dalam pesawat terbang
pada layanan Internasional akan dibebaskan dari bea impor dan pajak,
tunduk pada kepatuhan dengan peraturan pabean Negara. Contracting
States tidak memerlukan dokumen pendukung (seperti sertifikat
asal/certificate of origin atau faktur konsuler atau khusus) sehubungan
dengan impor persediaan dan suplai perbekalan. Oleh karena itu pihak
otoritas kebandarudaraan harus mengijinkan, di dalam pesawat terbang,
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 303

penjualan atau penggunaan suplai perbekalan dan persediaan untuk


dikonsumsi tanpa pembayaran bea impor dan pajak lainnya dalam hal
pesawat, terlibat dalam penerbangan Internasional :
Pertama, stop pada dua bandara Internasional atau lebih dalam
wilayah Contracting States tanpa intermediate landing di wilayah Negara
lain.
Kedua, tidak menaikkan penumpang domestik untuk alasan apapun.

Tunduk pada kepatuhan dengan peraturan dan persyaratan,


mengijinkan bantuan dari bea impor dan pajak sehubungan peralatan darat
dan keamanan dan bagian-bagian komponennya, materi instruksi dan alat
bantu pelatihan yang diimpor ke wilayahnya, oleh atau atas nama suatu
operator pesawat udara lainnya untuk digunakan oleh operator atau agen
resminya, dalam batas bandara Internasional atau pada approved off-
airport facility. Contracting States harus memberikan rilis cepat atau
clearance, setelah menyelesaikan prosedur dokumen simpel oleh operator
pesawat atau agen resminya, tentang peralatan pesawat dan suku cadang
yang diberikan bantuan dari bea impor, pajak dan biaya lainnya
berdasarkan Konvensi Chicago. Otoritas kebandarudaraan harus
memberikan rilis cepat atau clearance, setelah menyelesaikan prosedur
dokumen simpel oleh operator pesawat atau agen resminya, tentang
peralatan darat dan keamanan dan suku cadangnya, materi instruksional
dan alat bantu pelatihan yang diimpor atau diekspor oleh operator pesawat
udara.
Contracting States akan mengijinkan pinjaman, antara operator
pesawat lain atau agen resminya, tentang peralatan pesawat, suku cadang
304 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dan peralatan darat dan keamanan dan suku cadangnya, yang telah diimpor
dengan bantuan bersyarat (conditional relief) dari bea impor dan pajak.
Contracting States harus menyediakan untuk impor, bebas dari bea impor
dan pajak, untuk dokumen operator pesawat yang akan digunakan dalam
kaitannya dengan layanan udara Internasional.

27. Ketentuan Internasional ICAO Tentang Kontainer Dan Palet.


Otoritas kebandarudaraan tunduk pada kepatuhan terhadap
peraturan dan persyaratan, serta wajib memberikan operator pesawat dari
Contracting States lainnya ijin sementara kontainer dan palet - apakah
dimiliki atau tidak dimiliki oleh operator pesawat yang tiba - asalkan
digunakan pada layanan Internasional keluar (outbound) atau jika tidak
diekspor kembali (re-exported). Otoritas kebandarudaraan harus
memerlukan dokumen ijin sementara untuk kontainer dan palet hanya
ketika mereka menganggap itu penting untuk tujuan kontrol pabean. Jika
bukti ekspor kembali kontainer dan palet diperlukan. Otoritas
kebandarudaraan harus menerima catatan penggunaan operator pesawat
atau agen resmi sebagai buktinya.
Contracting States harus membuat pengaturan untuk memungkinkan
operator pesawat, di bawah pengawasan otoritas publik bersangkutan,
untuk membongkar cargo transit yang tiba dalam kontainer dan palet,
sehingga mereka dapat memilah dan menyusun kembali pengiriman untuk
seterusnya tanpa harus menjalani clearance untuk pemakaian rumah (home
use).
Contracting States akan mengijinkan pinjaman antara operator
pesawat untuk kontainer tanpa pembayaran bea impor dan pajak, asalkan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 305

mereka digunakan hanya pada layanan Internasional keluar (outbound)


atau diekspor kembali (re-exported). Otoritas kebandarudaraan akan
mengijinkan kontainer dan palet sementara untuk diekspor kembali melalui
kantor bea cukai yang ditunjuk. Otoritas kebandarudaraan akan
mengijinkan komponen pengganti sementara ketika mereka dibutuhkan
untuk perbaikan kontainer dan palet yang diimpor.

28. Prosedur Internasional ICAO Tentang Custom, Imigration, And


Quarantine (CIQ).
Bandar udara Internasional pada suatu Negara merupakan gerbang
masuk bagi Negara tersebut. Gerbang masuk bagi orang, barang maupun
tumbuhan dan hewan. Setiap Negara mempunyai wewenang untuk
menentukan siapa saja dan apa saja yang boleh masuk maupun keluar dari
negaranya. Oleh karena itu di tiap bandara Internasional di berikan suatu
counter khusus yaitu counter CIQ atau bea cukai (pabean), imigirasi dan
karantina. CIQ mempunyai tugas masing-masing. Bagian kepabeanan
berfungsi sebagai pengawasan lalu lintas keluar masuknya barang.
Kepabean akan menentukan boleh atau tidaknya barang yang dibawa
penumpang untuk masuk atau keluar dari suatu Negara. Ada juga jenis
barang yang boleh dibawa masuk tetapi dikenakan pajak tambahan karena
peraturan yang berlaku. Selain itu kepabeanan 122 juga berperan penting

122 Secara Internasional ICAO menentukan prosedur bahwa pengirim diharuskan

untuk tunduk dan mengikuti seluruh peraturan dan ketentuan “kepabeanan” dan seluruh
peraturan-peraturan Pemerintah mengenai tata cara kemasan ataupun segala sesuatu yang
berhubungan dengan pesawat ataupun kemampuan untuk mengetahui informasi terkait
serta melengkapi seluruh dokumen yang telah dipersyaratkan. Wynd Rizaldy dan
Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media,
2013), hal. 27.
306 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dalam mengawasi peredaraan narkotika yang masuk maupun keluar dari


Negara tersebut. Pihak Imigrasi berfungsi sebagai pengawas dalam lalu
lintas orang asing yang masuk ataupun warga negaranya yang ingin keluar.
Dalam hal ini pihak imigrasi akan menentukan siapa saja yang boleh masuk
ataupun keluar dari Negara tersebut. Dengan data yang ada maka akan
terlihat siapa saja yang akan diizinkan. Selain itu Keimigrasian akan
mengecek dokumen perjalanan dari setiap orang yang ingin masuk ataupun
keluar. Jika seseorang sedang ada dalam daftar pencarian atau dalam daftar
pencekalan maka pihak imigrasi berhak menindak orang tersebut bahkan
mendeportasi jika ada orang asing yang tidak berkepentingan masuk ke
negaranya. Sedangkan bagian karantina dibagi menjadi 3 bagian yaitu;
karantina manusia, karantina hewan dan karantina tumbuhan. Pada
karantina manusia bertujuan untuk mencegah masuknya orang-orang yang
membawa wabah atau orang yang mengidap penyakit menular seperti AIDS
dan Antrax. Hal tersebut agar warga negaranya terlindungi dari wabah
penyakit tersebut.
Karantina hewan berfungsi sebagai pencegahan masuk dan
tersebarnya penyakit hewan.123 Selain itu bertujuan juga sebagai
pengawasan terhadap keluar masuknya hewan-hewan yang dilindungi oleh
suatu peraturan pemerintah. Karantina tumbuhan hampir sama dengan
karantina hewan yaitu bertujuan untuk melindungi/pengawasan keluar

123 IATA mengatur tentang pengiriman hewan hidup, yaitu; a) Syarat-syarat dokum en

pengiriman harus lengkap; b) Adanya surat pernyataan pengiriman (“Letter of Instructional


for Dispatch of Goods); c) Kemasan atau “Containers” sesuai dengan prinsip “Design
Standard”; d) Marking dan Labeling harus dilakukan melalui “Reservations”; f) Hewan hidup
yang dikirimkan bukan merupakan hewan yang dilindungi (hewan langka). Wynd Rizaldy dan
Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media,
2013), hal. 32.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 307

masuknya tumbuh-tumbuhan yang dilindungi oleh pemerintah atau


pencegahan terhadap tumbuhan yang dapat merusak kehidupan makhluk
lain seperti tumbuhan parasit yang dapat merugikan. Jadi peran CIQ dalam
menjaga keamanan Negara dan segenap warga negaranya sangat vital
karena banyak hal-hal yang merugikan bisa dengan mudah masuk melalui
gerbang suatu Negara yaitu Bandar udara Internasional, sehingga pihak CIQ
harus lebih ketat dalam menjaga arus lalu lintas manusia, barang ataupun
hewan/tumbuhan.
Bagi para penumpang penerbangan Internasional dalam rangka
kegiatan Wisata atau perjalanan dari dan ke luar negeri dipastikan melalui
proses pemeriksaan petugas Bea & Cukai, Imigrasi dan Karantina yang
dikenal dengan sebutan CIQ (Custom, Immigration, Quarantine), yaitu
lembaga pemerintahan yang bertugas mengatur, mengawasi dan
mengamankan lalu-lintas keluar masuknya manusia, barang-barang dan
mahluk hidup lainnya demi tegaknya kewibawaan pemerintah suatu
Negara. Proses pemeriksaan dokumen perjalanan (document clearance)
ini124 wajib dilaksanakan karena merupakan sesuatu hal yang sangat
penting bagi Negara yang akan ditinggalkan atau Negara yang akan
dikunjungi maupun Negara yang dilalui oleh penumpang bersangkutan.
Dokumen tersebut antara lain paspor, visa (izin memasuki wilayah negara

124 Salah satu bentuk dokumen adalah Surat Muatan Udara “Air Way Bill” yang terdiri

dari; a) Tanggal dan tempat Surat Muatan Udara dibuat; b) Nama dan alamat pengangkut
pertama; c) Tempat pemberangkatan dan tujuan; d) Nama dan alamat pengirim cargo;
e) Nama dan alamat penerima cargo; f) Jumlah, cara pembungkusan dan tanda-tanda
khusus; g) Jumlah, berat, ukuran atau besarnya cargo; h) Jenis atau macam-macam cargo
yang dikirim. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 155).
308 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

lain), exit/re-entry permit (ijin meninggalkan atau kembali lagi), surat


keterangan sehat (Health Certificate)

29. Prosedur Internasional ICAO Tentang Bea cukai (Customs).


Customs/bea dan cukai bertugas dan mempunyai kewenangan untuk
mengawasi keluar masuknya barang dari dan keluar negeri, serta
pengangkutan antar pulau. Untuk keperluan tersebut penumpang harus
mengisi Customs Declaration Form (CD). Di Bandar udara Internasional
secara umum dikatakan bahwa tugas Ditjen Bea dan Cukai selain
melaksanakan pemungutan bea cukai juga mencegah dan pemberantasan
penyelundupan serta mengawasi masuknya orang asing tanpa ijin. Dalam
rangka memberi kemudahan, kelancaran dalam pelayanan proses
pemeriksaan Bea dan Cukai di Bandar Udara dibuat suatu sistem pelayanan
penumpang dengan memakai “Jalur Hijau” dan “Jalur Merah” sehingga
dapat menciptakan rasa nyaman bagi para penumpang yang melaksanakan
proses pemeriksaan. Jalur hijau (Green Channels) adalah jalur yang
disediakan bagi penumpang datang/berangkat yang berdasarkan ketentuan
tidak diwajibkan memberitahukan barang bawaannya kepada petugas Bea
dan Cukai. Jalur merah (Red Channels) adalah jalur yang disediakan bagi
penumpang datang/berangkat yang berdasarkan ketentuan diwajibkan
memberitahukan barang bawaannya kepada petugas Bea dan Cukai.
Ketentuan tentang Fiskal Luar Negeri (FLN) bahwa aturan mengenai
Fiskal Luar Negeri sejak 1 Januari 2009 telah mengalami perubahan dimana
tidak semua orang yang ke luar negeri harus bayar Fiskal Luar Negeri.
Berikut adalah tata cara mendapatkan pembebasan Fiskal Luar Negeri
sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 309

1/PJ/2009 tentang Tata Cara Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak


Nomor 53/PJ/2008 tentang Cara Pembayaran, Pengecualian dan
Pengelolaan Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri :
Pertama, wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang memiliki
NPWP. Wajib pajak atau penumpang tujuan luar negeri menyerahkan
fotocopy kartu NPWP/SKT/SKTS, fotocopy paspor dan boarding pass ke
petugas UPFLN.
Kedua, wajib pajak lainnya yang dikecualikan:
➢ Dibebaskan secara langsung.
➢ Dibebaskan melalui penerbitan SK BFLN.

Ketiga, wajib pajak yang wajib bayar Fiskal Luar Negeri adalah wajib
pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah
beruasia 21 dua puluh satu tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib
membayar FLN. Yang termasuk wajib pajak orang pribadi sebagaimana
dimaksud di atas adalah istri atau suami, anggota keluarga sedarah dan
keluarga dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya wajib pajak sebagaimana dimaksud di atas dan
diakui oleh wajib pajak tersebut berdasarkan dokumen pendukung dan
hukum yang berlaku.

Besarnya Fiskal Luar Negeri (FLN). Besarnya FLN yang wajib dibayar
oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah :
Pertama, Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap
orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat
udara.
310 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Kedua, Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk setiap orang setiap kali
bertolak ke luar negeri dengan menggunakan angkutan laut.

Pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN). Pelunasan FLN harus dilakukan


di :
a. Bank yang ditunjuk oleh Kantor Wilayah atau Kepala KPP
sebagai penerima pembayaran FLN.
b. UPFLN tertentu yang dapat menerima pembayaran jika di
bandar udara tempat pemberangkatan ke luar negeri tidak terdapat
bank penerima pembayaran

30. World Customs Organization (WCO).


Tujuan pengawasan pabean adalah memastikan semua pergerakan
barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan dan orang-orang yang me lintas
perbatasan Negara berjalan dalam kerangka hukum, peraturan dan
prosedur pabean yang ditetapkan. Kegiatan pengawasan pabean meliputi
seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas pabean dalam
perundang-undangannya yaitu memeriksa kapal, barang, penumpang,
dokumen, pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan,
dan lain-lain. Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang
dibuat oleh World Customs Organization (WCO) disebutkan bahwa
pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk mencegah dan
mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul WCO tersebut
dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung
pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup
kegiatan: penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit paska impor.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 311

31. Custom, Immigration, Quarantine (CIQ).


Penerapan peraturan dan ketentuan CIQ antara Negara satu dengan
Negara lainnya tentunya tidak sama. Peraturan untuk impor barang pribadi
penumpang ada dalam peraturan menteri keuangan Indonesia nomor
89/PMK.04/2007. Barang pribadi penumpang adalah barang yang dibawa
oleh setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan
menggunakan sarana pengangkut. Batasan nilai pabean yang diberikan oleh
bea cukai Indonesia atas barang impor yang dibawa penumpang per
perjalanan adalah sebagai berikut :
Pertama, Barang Pribadi. Barang yang dibeli di luar negeri dengan
nilai pabean paling banyak FOB USD 250/orang atau FOB USD
1,000/keluarga.
Kedua, Barang Kena Cukai :
➢ 200 batang sigaret, 25 batang cerutu, atau 100 gram tembakau.
➢ 1 Liter minuman mengandung etil alchohol.

Kurang atau sama dengan jumlah batasan berarti dapat pembebasan


bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (JALUR
HIJAU) = Aman. Diatas batas yang diberikan berarti harus bayar bea
masuk dan pajak dalam rangka impor sesuai dengan barang yang
dibawa (barang pribadi). Langsung dimusnahkan dengan atau tanpa
kita saksikan (untuk barang kena cukai) = JALUR MERAH.

Selain dua hal di atas, penumpang wajib masuk ke jalur merah jika
membawa :
a. Hewan, ikan, dan tumbuhan termasuk produk yang berasal
dari hewan, ikan dan tumbuhan
312 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

b. Narkotika, psikotropika, obat-obatan.


c. Senjata api, senjata angin, senjata tajam, amunisi, bahan
peledak
d. Benda/publikasi pornografi berupa film sinematografi, pita
video berisi rekaman, video laser disc atau piringan hitam; atau
e. Uang dalam Rupiah atau dalam mata uang asing senilai Rp 100
juta atau lebih

Dari kelima jenis barang yang dikategorikan di atas, penumpang akan


ditindak sesuai peraturan yang berlaku. Wewenang bea cukai disini, apabila
ada yang dicurigai, maka berhak melakukan pemeriksaan fisik terhadap
barang bawaan penumpang. Atas barang pribadinya, penumpang wajib
memberitahukan kepada pejabat bea cukai dengan mengisi custom
declaration (CD/BC 2.2) dengan lengkap dan benar. Jadi, semua penumpang
wajib mengisi format yang telah diberikan, meskipun kadang-kadang bea
cukai tidak melakukan pemeriksaan. Biasanya, apabila kita naik pesawat
menuju ke Indonesia maka para Pramugari akan membagikan format
Custom Declaration ini.

32. Perlintasan Antar Negara.


Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang berarti
perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau
negara lain. Ada istilah emigratio yang memiliki arti berbeda, yaitu
perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau negara ke luar menuju
wilayah atau negara lain. Sebaliknya istilah immigratio dalam bahasa Latin
mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu negara untuk masuk ke
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 313

dalam negara lain. Pada hakekatnya emigrasi dan imigrasi itu menyangkut
hal yang sama yaitu perpindahan penduduk antarnegara, tetapi yang
berbeda adalah cara memandangnya. Ketika seseorang pindah ke negara
lain, peristiwa ini dipandang sebagai peristiwa emigrasi. Ketika muncul
konsep negara dan kedaulatan atas suatu wilayah tertentu, maka dalam
melakukan perlintasan antarnegara, digunakan paspor yang secara harfiah
berarti melewati (pintu masuk) pelabuhan. Paspor adalah pas atau izin
melewati pelabuhan atau pintu masuk, yang berasal dari kata to pass yaitu
melewati, dan port yaitu pelabuhan atau pintu masuk. Paspor ini biasanya
memuat identitas kewarganegaraan pemegangnya. Oleh karena itu negara
yang mengeluarkan berkewajiban memberi perlindungan hukum dimana
pun kepada pemegang berada. Selain itu di dalam paspor dicantumkan
kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mengizinkan pemegang
paspor berlalu secara leluasa, memberi bantuan, dan perlindungan
kepadanya di dalam melintasi batas suatu negara.
Dalam pandangan teknis imigratoir, imigration clearance diartikan
sebagai penyelesaian pendaratan pada saat perlintasan di entry point
(dengan pengertian pendaratan masuk atau pendaratan keluar). Ada suatu
pandangan yang salah yang beranggapan bahwa fungsi keimigrasian hanya
dilakukan di pelabuhan udara atau pelabuhan laut saja. Hal ini disebabkan
kita terbiasa melihat petugas imigrasi hanya bertugas pada kedua tempat
itu saja.

33. Wilayah Teritorial – Sterile Area.


Pengertian batas teritorial negara dari sudut pandang keimigrasian,
secara geografis dapat dibagi dalam pengertian :
314 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

a. Batas garis wilayah teritorial “luar”, yaitu batas teritorial


negara yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan merupakan batas-batas garis wilayah negara Indonesia
yang telah ditetapkan dan diakui secara Internasional sebagai batas
teritorial “luar” berdasarkan:
1) UU No.4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia;
2) UU No.7/1973 tentang Landas Kontinen;
3) UU RI No.6 thn.1973 tanggal 8 Desember 1973 tentang
batas antara Indonesia dengan Papua New Guniea;
4) Keppres No.89 thn.1969 tanggal 5 November 1969
tentang Batas antara Indonesia dengan Malaysia.

Dalam ruang lingkup ini fungsi keimigrasian pada dasarnya


mempunyai tugas untuk mengamati, mengatur, dan menjaga seluruh
pelintasan manusia baik masuk maupun keluar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

b. Batas garis wilayah teritorial “dalam”, yang dimaksud di sini


adalah batas-batas yang terdapat di dalam area pelabuhan laut atau
udara Internasional yang memisahkan wilayah Internasional dengan
wilayah nasional. Contoh: Pada pelabuhan udara Internasional
seperti Bandara Sukarno Hatta – Jakarta atau Bandara Juanda –
Surabaya, atau pelabuhan Tanjung Priok – Jakarta terdapat batas
yang secara fisik berbentuk sebuah garis kuning (yellow line) atau
dikenal sebagai imigration line yang terdapat di depan arrival atau
departure imigration counter. Di belakang garis kuning itu sampai
pada pintu pesawat dapat diartikan sebagai wilayah Internasional
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 315

(International area atau sterile area) dan dalam pesawat/kapal laut


berlaku hukum negara dimana pesawat itu terdaftar.

Dalam perspektif keimigrasian setiap orang dianggap telah melewati


garis wilayah perbatasan teritorial ketika telah melewati pemeriksaan
keimigrasian untuk memproses pendaratan bagi setiap pelintasan baik
masuk maupun keluar. Pelabuhan udara atau laut secara fisik kedua titik
tersebut berada di dalam garis wilayah batas teritorial suatu negara dan
merupakan bagian dari wilayah darat atau wilayah perairan pedalaman
yang sepenuhnya bagian dari yurisdiksi negara. Namun berdasarkan
konvensi Internasional disepakati bahwa di dalam suatu pelabuhan udara
atau laut Internasional terdapat wilayah Internasional yang berfungsi
sebagai sterile area, hanya orang yang telah melewati imigration clearance
yang dapat masuk atau keluar melintasi garis kuning (imigration line).
Kemudian di dalam rangka menyeleksi orang asing yang ingin masuk dan
melakukan perjalanan ke negara lain, dibutuhkan visa. Istilah visa berasal
dari kata Latin visum yang artinya laporan atau keterangan telah diperiksa.
Kemudian, istilah visa dipergunakan sebagai istilah teknis di bidang
keimigrasian yang artinya adalah cap atau tanda yang diterakan pada
paspor, yang menunjukkan telah diperiksa dan disetujui oleh pejabat
negara tujuan, di luar negeri, untuk memasuki negara asal pejabat negara
asing itu. Pemeriksaan paspor dan visa yang tercantum di dalamnya
merupakan bagian dari proses keimigrasian pada saat kedatangan orang
asing di suatu negara dan selanjutnya akan menjadi database orang-orang
yang memasuki wilayah suatu negara. Dalam pernyatan sedunia tentang
Hak-Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa setiap orang berhak atas
316 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

kebebasan bergerak dan berdiam di dalam lingkungan batas-batas tiap


negara dan setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk
orang tersebut sebagai imigrasi.
Tugas instansi imigrasi adalah mengatur, mengawasi dan
mengamankan kelengkapan dokumen perjalanan manusia. Bagi setiap
warga negara yang akan datang atau berpergian dari/ke luar negeri melalui
bandar udara pada saat proses pendaratan atau pemberangkatan wajib
memenuhi persyaratan formalitas keimigrasian yang tidak boleh dilanggar
yaitu dengan di laporkan di kedatangan/ keberangkatan kepada petugas
imgrasi bandara.

34. Ketentuan Tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS).


Sesuai Kepres No. 103 tahun 2003 tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden No. 18 tahun 2003 bahwa Bebas Visa Kunjungan
Singkat (BVKS) adalah kunjungan tanpa visa yang diberikan sebagai
pengecualian bagi orang asing warga Negara dari Negara-negara tertentu
yang bermaksud mengadakan kunjungan ke Indonesia dalam rangka:
a. Berlibur;
b. Kunjungan sosial budaya;
c. Kunjungan usaha dan;
d. Tugas pemerintahan.

Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVSK) ini diberikan semata-mata


untuk kepentingan kunjungan berdasarkan asas manfaat, saling
menguntungkan, dan tidak menimbulkan gangguan keamanan. Fasilitas
Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) diberikan kepada 11 negara, yaitu :
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 317

a. Thailand
b. Malaysia
c. Singapore
d. Brunei Darussalam
e. Philipina
f. Hongkong (SAR)
g. Macao (SAR)
h. Chile
i. Maroko
j. Peru
k. Vietnam

Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) diberikan selama 30 (tiga puluh


hari). Dalam hal terjadi bencana alam, kecelakaan atau sakit dapat
diperpanjang setelah mendapat persetujuan Menteri.

35. Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK).


Visa Kunjungan Saat Kedatangan yang populer disebut Visa On Arrival
(VOA) diberikan kepada orang asing warga Negara lain yang tidak mendapat
Fasilitas BVKS. Biaya VKSK, yaitu:
Pertama, US$ 10 per orang untuk 3 (tiga) hari.
Kedua, US$ 25 per orang untuk 30 (tiga puluh) hari.

Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yang berwenang memberi VKSK


(VOA) di Bandar Udara Internasional di Indonesia :
a. Polonia – Medan
b. Sultan Syarif Kasim II – Pekanbaru
318 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

c. Minangkabau Internasional Sirport (MIA) – Padang


d. Soekarno Hatta – Jakarta
e. Juanda – Surabaya
f. Ngurah Rai – Denpasar
g. Sam Ratulangi – Manado
h. Halim Perdana Kusuma – Jakarta
i. Adi Sucipto – Jogyakarta
j. Adi Sumarmo – Surakarta
k. Selaparang – Mataram
l. Sepinggan – Balikpapan
m. Hasanuddin – Makassar
n. El Tari – Kupang

Tempat pemeriksaan imigrasi (TOI) yang berwenang memberi VKSK


(VOA) yaitu ada di bandara Internasional Indonesia. Dari sudut pandang
keimigrasian bahwa dalam lingkup batas-batas teritorial, keimigrasian
berfungsi untuk meminimalisasikan dampak negatif dan mendorong
dampak positif dari yurisdiksi sementara (transient jurisdiction) yang timbal
balik akibat keberadaan orang asing yang bersifat sementara itu selama
berada dalam wilayah Indonesia. Peran keimigrasian seketika muncul saat
orang asing melintasi batas wilayah Indonesia guna melakukan pemantauan
dan pengawasan. Oleh karena itu fungsi keimigrasian dapat berada di darat,
laut, dan udara wilayah Indonesia.
Ada tempat-tempat tertentu yang ditetapkan sebagai pintu masuk
atau keluar (entry point/border crossing). Pada tempat-tempat itu dilakukan
clearance yang secara universal dilaksanakan oleh Immigration (imigrasi)
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 319

juga disertai fungsi-fungsi lainnya seperti Custom (Bea dan Cukai) dan
Quarrantine (karantina), yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu
perlintasan. Fungsi-fungsi ini secara Internasional dikenal sebagai CIQ
(Custom, Imigration, Quarantine) dan merupakan fungsi-fungsi pokok di
wilayah lintas batas territorial. Di samping juga melihat adanya fungsi
kepolisian dan militer yang keadaan normal bekerja sebagai fungsi
supporting system. Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban,
sedangkan militer fungsi pertahanan.

36. Ketentuan Tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia.


Surat Perjalanan Republik Indonesia terdiri atas :
a. Paspor biasa
b. Paspor diplomatik
c. Paspor dinas
d. Paspor haji
e. Paspor untuk orang asing
f. Surat perjalanan laksana paspor untuk Warga Negara
Indonesia
g. Surat perjalanan laksana paspor untuk orang asing
h. Surat perjalanan laksana paspor dinas

Surat perjalanan Republik Indonesia adalah dokumen Negara. Paspor


biasa diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan
perjalanan ke luar wilayah Indonesia. Dalam keadaan khusus apabila paspor
biasa tidak dapat diberikan, sebagai penggantinya dikeluarkan Surat
Perjalanan Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia. Paspor
320 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

diplomatik diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan


perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau
perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik.
Paspor dinas diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan
melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan
atau perjalanan dinas yang bukan bersifat diplomatik. Dalam keadaan
khusus apabila paspor dinas tidak dapat diberikan sebagai penggantinya
dikeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor Dinas.
Paspor haji diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan
melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka menunaikan
ibadah haji. Paspor untuk Orang Asing tidak berlaku lagi pada saat
pemegangnya memperoleh Surat Perjalanan dari negara lain.
Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing dapat diberikan
kepada orang asing yang tidak mempunyai Surat Perjalanan yang sah dan :
Pertama, atas kehendaknya sendiri ke luar dari wilayah Indonesia,
sepanjang orang asing yang bersangkutan tidak terkena pencegahan.
Kedua, dikenakan tindakan pengusiran atau deportasi.
Ketiga, dalam keadaan tertentu yang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, diberi izin untuk masuk ke wilayah Indonesia.

Surat Perjalanan Laksana Paspor hanya diberikan untuk satu kali


perjalanan. Anak-anak yang berumur di bawah 16 (enam belas) tahun dapat
diikutsertakan dalam Surat Perjalanan orangtuanya.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 321

37. Proses Pemeriksaan Karantina (Quarantine).


Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai
upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau
organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di
dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Selain itu karantina juga dapat diartikan sebagai pembatasan aktivitas yang
ditujukan terhadap orang atau binatang yang telah kontak dengan
orang/binatang yang menderita penyakit menular pada masa penularan
(lihat Kontak). Tujuannya adalah untuk mencegah penularan penyakit pada
masa inkubasi jika penyakit tersebut benar-benar diduga akan terjadi. Tugas
Karantina yaitu untuk mengatur, mengawasi dan mengamankan segala
sesuatu yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat, hewan dan
tumbuh-tumbuhan serta dampaknya terhadap lingkungan di suatu Negara
bersangkutan, sehingga dapat mencegah dan menghindari adanya penyakit
menular yang dibawa oleh penumpang datang/berangkat ke luar negeri
maupun terhadap hewan ternak serta flora dan fauna yang dilindungi.
Proses pemeriksaan karantina di bandar udara dilaksanakan oleh petugas
Karantina dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), suatu lembaga dibawah
Departemen Kesehatan.
Ada dua jenis tindakan Karantina yaitu :
a. Karantina absolut atau karantina lengkap ialah pembatasan
ruang gerak terhadap mereka yang telah terpajang dengan penderita
penyakit menular. Lamanya pembatasan ruang gerak ini tidak lebih
dari masa inkubasi terpajang penyakit menular tersebut. Tujuan dari
322 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

tindakan ini adalah untuk mencegah orang ini kontak dengan orang-
orang yang belum terpajang.

b. Karantina yang dimodifikasi adalah suatu tindakan selektif


berupa pembatasan gerak bagi mereka yang terpajang dengan
penderita penyakit menular.

Ada tiga macam karantina yaitu :

a. Karantina untuk manusia. Karantina ini bertujuan untuk


melindungi bangsa Indonesia dari penyakit yang belum ada (sudah
ada) di Indonesia. Jika suatu penyakit sudah ada di Indonesia,
pemerintah harus berusaha mengurangi penyebabnya. Namun, jika
penyakit tersebut belum ada, pemerintah harus berusaha mencegah
penyakit tersebut agar tidak masuk ke wilayah Indonesia.

b. Karantina untuk hewan. Tugas pokok karantina hewan adalah


melakukan tindakan pencegahan terhadap masuk dan tersebarnya
penyakit hewan ke dalam wilayah Republik Indonesia berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku serta mencegah pemusnahan
hewan-hewan yang dilindungi oleh pemerintah.

c. Karantina untuk tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan adalah segala


jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik
belum diolah maupun sudah diolah. Organisme pengganggu
tumbuhan adalah semua organisme pengganggu tumbuhan yang
ditetapkan pemerintah untuk di cegah masuk dan tersebarnya ke
dalam wilayah RI.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 323

38. Prosedur Kegiatan Karantina.


Pemeriksaan kekarantinaan pesawat udara. Petugas karantina di
bandar udara akan melakukan pemeriksaan terhadap pesawat udara
melalui prosedur sebagai berikut :
a. Petugas karantina setiap hari memperoleh jadwal kedatangan
pesawat setiap hari didapatkan dari Airlines.
b. Petugas karantina kesehatan menerima informasi kedatangan
pesawat dari Ailrlines atau dari Air traffic Control yang di teruskan ke
perwira jaga kekarantinaan kesehatan
c. Petugas juga meregistrasi setiap informasi kedatangan
pesawat untuk dilakukan pengamatan kedatangan pesawat dari
negara sehat atau terjangkit.
d. Apabila pesawat datang dari negara sehat petugas karantina
kesehatan melakukan operasional tahap pelaksanaan penanganan
pesawat dari negara sehat.
e. Apabila pesawat datang dari negara terjangkit petugas
melakukan prosedur operasional tahap pelaksanaan penanganan
pesawat dari negara yang terjangkit.

Tahap penanganan pesawat dari negara sehat adalah :


a. Setelah pesawat datang, agen menyerahkan General
Declaration (Gendec) dan passanger list kepada petugas karantina.
b. Pesawat karantina meneliti penjelasan Pilot pesawat/crew
pada bagian kesehatan dari Gendec tersebut.
c. Dalam Gendec bagian tersebut harusnya di beri penjelasan
ada/tidak crew atau penumpang yang sakit beserta penjelasannya.
324 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

d. Apabila tidak ada crew atau penumpang sakit, petugas


karantina kesehatan memberikan izin karantina. Karantina yang
disampaikan dalam bentuk tulisan/ telepon atau tertulis.
e. Setiap pesawat datang dari luar negeri untuk mencegah
serangga penular penyakit dari negara lain, sebelum penumpang
turun dilakukan Disinseksi (Insektisida Aerosol) sesuai standar
Internasional ICAO termasuk cargo.
f. Kepada penumpang pesawat yang sehat di persilahkan untuk
keluar.
g. Kepada petugas atau crew yang sakit dibawa ke ruang
karantina kesehatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
h. Penumpang/crew yang sakit dan ternyata tidak menderita
penyakit menular, maka kepadanya di berikan rujukan ke rumah
sakit sesuai pilihan.
i. Penumpang/crew yang sakit dan menderita penyakirt menular,
maka kepadanya diberikan penanganan.
j. Apabila terdapat crew/penumpang yang meninggal diatas
pesawat, maka petugas karantina perlu melakukan tugas sesuai
prosedur.

Tahap penanganan pesawat dari negara yang terjangkit :

a. Petugas karantina mendapatkan informasi dari petugas airline


atau ATC.

b. Petugas karantina kesehatan naik ke pesawat atau untuk


melakukan pemeriksaan status kesehatan crew, penumpang. Bagi
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 325

penumpang/crew yang sakit perlu dilakukan karantina sedangkan


penumpang yang lainnya sehat perlu diberikan Health Alert Card dan
dipersilahkan turun.

Sebelum penumpang turun untuk mencegah masuknya


serangga penular penyakit dilakukan disinseksi sesuai standar
termasuk cargo. Pada saat pesawat dalam keadaan kosong perlu
dilakukan disinseksi sesuai standar termasuk cargo. Penumpang atau
crew yang keluar dari pesawat di haruskan melewati Thermoscanner
Penumpang yang diketahui terjaring thermoscanner di persilahkan
masuk ke ruang karantina untuk dilakukan pemeriksaan konfirmasi.
Penumpang/crew yang dicurigai menderita penyakit
karantina/penyakit potensial penular wabah diisolasi, selanjutnya
dikirim ke RS rujukan dengan menggunakan mobil evakuasi.

39. Ketentuan Perundang-undangan Karantina.


Karantina hewan dan tumbuhan merupakan tindakan pencegahan
masuknya hewan atau tumbuhan yang didalamnya terdapat virus dan
penyakit yang bisa menular kepada manusia agar tidak masuk dan
menyebar sehingga merugikan suatu wilayah tertentu. Menurut Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 1992 dalam Pasal 5 menyebutkan persyaratan
karantina adalah :
a. Dilengkapi dengan surat kesehatan dari negara asal dan negara
transit bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan,
tumbuhan dan bagian-bagian tumbuhan kecuali media pembawa
yang tergolong benda lain.
326 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

b. Melalui pemasukan tempat-tempat yang telah di tetapkan.


c. Dilaporkan dan ditetapkan kepada petugas karantina di
tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.

Setiap orang yang ingin melakukan kegiatan penerbangan dengan


membawa hewan peliharaan atau tumbuhan maka petugas karantina wajib
memeriksanya terlebih dahulu dan memastikan hewan dan tumbuhan
tersebut tidak terinfeksi dari virus penyakit yang berbahaya. Tidak hanya
hewan dan tumbuhan yang berasal dari bawaan penumpang, ekspor
ataupun impor yang bertujuan untuk kegiatan perdaganganpun harus
dtetapkan karantina karena saat ini banyak masalah yang timbul akibat lalu
lintas masuk dan keluarnya hewan dan tumbuhan ke suatu negara. Contoh:
penyakit yang berbahaya yang di tularkan oleh hewan kepada manusia
adalah sapi gila, anthrax, flu burung, flu babi dan sebagainya. Maka
pentingnya di lakukan karantina tersebut untuk meminimalisasi penyebaran
virus tersebut.

40. Ketentuan Internasional Konvensi Chicago 1944.


Pasal 1 Konvensi Chicago 1944, yang merupakan penegasan dari
Konvensi Paris 1919, menyatakan: “...The Contracting State recognized that
every State has complete and exclusive sovereignty over the airspace above
its territory”. Pasal ini mengatur tentang kedaulatan yang dimiliki oleh
negara peserta Konvensi di ruang udara di atas wilayahnya. Walaupun
konsep kedaulatan bukan merupakan prinsip ekonomi, karena lebih tepat
disebut konsep politik, namun demikian, dari Pasal 1 Konvensi ini dapat
ditarik suatu konsekuensi ekonomi yang penting, bahwa setiap negara
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 327

memiliki hak untuk menutup ruang udara di atas wilayahnya dari usaha
komersial yang dilakukan oleh negara asing. Dengan cara ini suatu negara
dapat melakukan monopoli angkutan udara untuk ke dan dari wilayahnya.
Oleh karena itu, demi menjamin terciptanya ketertiban lalu lintas
penerbangan sipil Internasional diperlukan kesediaan negara-negara untuk
membuat perjanjian Internasional baik bilateral, regional, plurilateral
maupun multilateral mengenai hak-hak komersial.
Pasal 5 Konvensi menyatakan bahwa penerbangan non-schedule yang
melintasi batas wilayah negara, baik penerbangan yang bersifat non-
trafic maupun penerbangan traffic yaitu mengangkut dan menurunkan
barang atau surat, harus mendapatkan izin dari negara kolong dan selama
penerbangan diharuskan mematuhi semua peraturan yang ditetapkan
negara kolong. Pasal ini erat kaitannya dengan pertukaran hak-hak
komersial untuk penerbangan non-schedule Internasional. Sedangkan Pasal
6 Konvensi mengatur tentang penerbangan terjadwal Internasional yang
berbunyi :“No scheduled international air service may be operated over or
into the territory of a contracting State, except with the special permission
or other authorization of that State, and in accordance with the terms of
such permission or authorization”.
Pasal ini secara tegas menyatakan bahwa penerbangan sipil yang melayani
pengangkutan terjadwal Internasional (schedule international) hanya dapat
beroperasi apabila sebelumnya telah diberikan izin berupa suatu
“permission” atau pemberian hak lainnya oleh negara yang melintasi rute
penerbangannya. Dengan perkataan lain, pengoperasian angkutan udara
328 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

terjadwal Internasional memerlukan adanya perjanjian antar negara, baik


secara bilateral maupun secara multilateral.
Adapun 6 (enam) dokumen hasil Konperensi Chicago, yaitu :

Pertama, The Convention on International Civil Aviation (Chicago


Convention 1944).

Kedua, International Air Services Transit Agreement (IASTA).

Ketiga, International Air Transport Agreement (IATA).

Keempat, Draft of 12 Tehnical Annexes (Annex 1 – 12).

Kelima, Standard form of Bilateral Agreement (Chicago Form Agreement).

Keenam, The Provisional International Civil Aviation Organization (PICAO).

Sembilan puluh enam pasal dari konvensi ini menetapkan hak-hak


khusus dan kewajiban-kewajiban bagi semua negara-negara peserta.
Konvensi Chicago 1944 yang ditandatangani di Chicago pada tanggal 7
Desember 1944 dengan anggota berjumlah 152 negara termasuk Indonesia,
dinilai mengandung kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah adanya
pertentangan kepentingan antara penegakan kedaulatan negara secara
maksimal dengan kekerasan senjata yang berlawanan dengan kepentingan
melindungi keselamatan jiwa manusia di dunia penerbangan sipil. Sehingga
pada tanggal 10 Mei 1984 di Montreal telah ditandatangani protokol yang
merubah Konvensi Chicago (Amandement to Chicago Convention 1944)
dengan memasukkan pasal 3 Bis, mengenai :

a. Kewajiban hukum untuk tidak menggunakan senjata terhadap


pesawat udara sipil (kemanusiaan).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 329

b. Negara berhak memerintahkan pesawat udara sipil pelanggar


untuk mendarat dibandar udara yang ditentukan.
c. Negara diminta menggunakan prosedur pencegatan
(Interception) terhadap pesawat udara sipil.

d. Setiap pesawat udara sipil harus mematuhi instruksi yang


diberikan oleh pesawat udara negara yang melakukan pencegatan.

e. Setiap negara harus menetapkan dalam perundang-undangan


nasionalnya ketentuan hukum yang berat bagi para pelaku dan
operator pesawat udara sipil, yang dengan sengaja bertentangan
dengan Konvensi ini.
Dalam melakukan penyergapan harus diperhatikan tata cara sebagaimana
diatur dalam Attachment dari Annex 2 Rules of the Air. Untuk menjamin
adanya tingkat keselamatan yang optimal bagi penerbangan maka negara
melalui ICAO menetapkan standard dan recommended practices untuk bisa
diikuti oleh setiap negara dalam menyelenggarakan pengendalian ruang
udara di atas wilayah kedaulatannya. Bila terdapat negara yang dalam
menentukan pengendalian ruang udara di atas wilayah kedaulatannya
berlainan dari standar yang ditetapkan ICAO, maka negara tersebut wajib
memberitahukan perbedaannya tersebut kepada ICAO sehingga bisa
diketahui oleh negara-negara lain. Daftar negara-negara yang mempunyai
perbedaan pengaturan dari standar ICAO beserta isi perbedaannya
dicantumkan dalam suplemen annex yang bersangkutan. Sedang bagi
penerbangan di atas wilayah yang tidak termasuk kedaulatan suatu negara
(laut lepas), ICAO menetapkan aturan ketentuan pengaturan penggunaan
330 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

ruang udara (annexes) yang direkomendasikan untuk diikuti oleh semua


negara.

41. Ketentuan Tentang Batas Kedaulatan Wilayah Udara.


Konvensi Chicago 1944 merupakan landasan berpijak dari ketentuan-
ketentuan hukum udara Internasional. Kedaulatan wilayah udara negara
diatur dalam Konvensi Chicago yang menyatakan: the contracting States
recognize that every State has complete and exclusive sovereignty over the
airspace above its territory. Hukum Internasional tidak memberikan hak
untuk lintas damai melalui ruang udara, dan untuk memasuki ruang udara
suatu negara dibutuhkan ijin dari negara dimana wilayah udaranya akan
dimasuki. Ruang udara sepenuhnya tunduk kepada kedaulatan
(sovereignty) yang lengkap dan eksklusip dari negara kolong (subjacent
state) sebagaimana ditegaskan oleh ketentuan pasal 1 Konvensi Chicago
1944 mengenai Penerbangan Sipil Internasional (Convention on
International Civil Aviation).
Apabila mempelajari Konvensi Chicago 1944 maka terlihat bahwa
tidak ada satupun pasal yang mengatur mengenai batas wilayah udara yang
dapat dimliki oleh suatu negara bawah baik secara horisontal maupun
secara vertikal. Kembali kepada Pasal 1 Konvensi Chicago khususnya pada
kata “complete and exclusive”, maka timbullah pertanyaan apakah yang
dimaksud dengan kata ini bahwa kedaulatan negara di ruang udara dapat
digunakan dan dilaksanakan secara penuh dan eksklusif tanpa
memperhitungkan kepentingan negara lain. Namun pada Pasal 2 Konvensi
Chicago 1944 menjelaskan apakah yang dimaksud dengan penuh
(complete) adalah negara yang berada di bawah ruang udara mempunyai
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 331

hak secara penuh atau utuh untuk mengatur ruang udara yang berada di
atasnya, dan pada Pasal 3 Konvensi Chicago 1944 yang dimaksud dengan
eksklusif (exclusive) adalah negara lain yang ingin memasuki wilayah udara
suatu negara harus meminta izin terlebih dahulu kepada negara kolong
tersebut.
Seperti telah diketahui bahwa batas wilayah darat suatu negara
adalah berdasarkan perjanjian dengan negara-negara tetangga, dan dengan
demikian setiap negara memiliki batas kedaulatan di wilayah udara secara
horisontal adalah sama dengan seluas wilayah darat negaranya, sedangkan
negara yang berpantai batas wilayah negara akan bertambah yaitu dengan
adanya ketentuan hukum yang diatur di dalam Article 3 United Nations
Convention on the Law Of the Sea (1982) yang menyebutkan setiap negara
pantai dapat menetapkan lebar laut wilayahnya sampai maksimum 12 mil
laut yang diukur dari garis pangkal (base line). Yaitu dengan cara luas
daratan yang berdasarkan perjanjian perbatasan dengan negara tetangga
dan ditambah dengan Pasal 3 Konvensi Hukum Laut 1982.
Begitu pula dalam hal apabila laut wilayah yang berdampingan atau
berhadapan dengan milik negara tetangga yang kurang dari 2 x 12 mil laut,
maka penyelesaian masalah batas wilayah udara secara horisontal adalah
melalui perjanjian antar negara tetangga seperti halnya dalam hukum laut
Internasional. Tetapi ada beberapa negara seperti Amerika Serikat dan
Kanada mengajukan secara sepihak untuk menetapkan jalur tambahan
(contiguous zone) di ruang udara yang dikenal dengan istilah A.D.I.Z. (Air
Defence Identification Zone).
332 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

42. Air Defence Identification Zone (ADIZ).


Setiap Negara akan selalu berupaya melaksanakan pertahanan/bela
diri (Self Defence) dan pengawasan terhadap kondisi keamanan di wilayah
udaranya dari berbagai bentuk ancaman. Hal inilah yang melatarbelakangi
banyak negara didunia termasuk Amerika membuat/menetapkan zona
petunjuk pertahanan udara atau Air Defense Identification Zone (ADIZ).
Kawasan ADIZ tersebut dapat ditetapkan merentang jauh keluar sampai
ratusan kilometer di wilayah udara bebas sesuai dengan kepentingan
negara dalam upaya mendeteksi bahaya-bahaya yang mungkin datang dari
udara.
Dalam rangka pelaksanaan kedaulatan negara di ruang
udara tersebut sering negara-negara menetapkan pada bagian tertentu
wilayah ruang udaranya sebagai daerah bahaya, daerah terbatas, dan
daerah terlarang untuk semua penerbangan. Biasanya daerah ini adalah
daerah militer atau daerah latihan atau daerah-daerah obyek vital nasional,
serta pembatasan-pembatasan penerbangan pada daerah-daerah tertentu
lainnya.
ADIZ merupakan zona bagi keperluan identifikasi dalam sistem
pertahanan udara bagi suatu negara, dimana zona tersebut pada umumnya
terbentang mulai dari wilayah territorial negara yang bersangkutan hingga
mencapai ruang udara di atas laut bebas yang berbatasan dengan negara
tersebut, namun penetapan ADIZ yang demikian tidak dimaksudkan untuk
memperluas kedaulatan negara pemilik ADIZ atas laut bebas yang tecakup
dalam ADIZ negara itu. yaitu setiap pesawat udara yang terbang menuju
negara Amerika Serikat atau Kanada dalam jarak 200 mil harus
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 333

menyebutkan jati diri pesawat udara. Hal ini dilakukan untuk keamanan
negara dari bahaya yang datang melalui ruang udara. ADIZ adalah wilayah
dimana semua pesawat terbang sipil atau militer yang melintas harus
melaporkan diri kepada pengawas penerbangan militer. Sistem
pelaporannya berbeda dengan sistem pengaturan lalu lintas udara sipil.
Karena tujuannya untuk pertahanan udara di wilayah negara, tentu saja
sistem ini didukung oleh sistem radar yang terkoneksi dengan sistem
persenjataan pertahanan udara. Sistem persenjataan pertahanan udara
inilah yang menjadi faktor penentu keberhasilan ADIZ. Air Defence
Identification Zone (ADIZ) dibentuk atas dasar keperluan identifikasi dalam
sistem pertahanan udara bagi suatu negara, dimana zona tersebut pada
umumnya terbentang mulai dari wilayah territorial negara yang
bersangkutan hingga mencapai ruang udara di atas laut bebas yang
berbatasan dengan negara tersebut. Pada dasarnya ADIZ merupakan sarana
penunjang sistem pertahanan udara nasional. Dasar hukum pendirian ADIZ
adalah asas bela diri (self defence) yang diakui dalam Pasal 51 Piagam PBB.
Hak negara untuk menggunakan senjata untuk mempertahankan diri dari
kekuatan dari luar (negara lain) didasarkan kepada hukum kebiasaan
Internasional (customary international law). Hak untuk membela diri yang
dimaksud dalam piagam PBB pada hakekatnya memang merupakan sesuatu
hak yang melekat. Ketentuan dalam Pasal 51 piagam PBB tersebut bukan
semata-mata menciptakan hak tetapi secara eksplisit hak membela diri itu
memang diakui menurut prinsip-prinsip Hukum Internasional. Hak untuk
membela diri yang diatur dalam piagam PBB Pasal 51. Pasal itu berbunyi :
“Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual
334 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

or collective self defence if an armed attack occurs against a Member of the


United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to
maintain international peace and security. Measures taken by Members in
the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the
Security Council and shall not in any way affect the authority and
responsibility of the Security Council under the present Charter to take
anytime such action as it deems necessary in order to maintain or restore
international peace and security.”

Meskipun redaksional hak membela diri (self defence) tersirat dalam


bunyi pasal tersebut, namun dalam travaux prepatoires dinyatakan bahwa
hak tersebut merupakan sesuatu yang melekat (inherent). Bunyi Pasal 51
memang tidak menyebutkan cara yang dapat dilakukan untuk
melaksanakan hak membela diri. Pasal ini sering dikaitkan dengan hak
untuk menggunakan kekerasan bersenjata secara terbatas. Piagam PBB
telah memberikan izin terbatas atas penggunaan kekerasan bersenjata
dalam kerangka hak membela diri baik secara individual maupun kolektif.
PBB juga mempertimbangkan bahwa tindakan itu dapat menjadi sebuah
mekanisme untuk menuntut hak hukum serta mencapai keadilan sosial dan
politik. Beberapa sarjana hukum Internasional dan juga praktek-praktek
Negara telah menafsirkan hak membela diri tersebut dengan meluaskan
maknanya menjadi melindungi diri (self preservation). Pasal 51
diartikan hak untuk membela diri bukan membatasinya. Tidak ada
hubungan antara serangan bersenjata dengan hak membela diri. Tidak
ada negara yang dapat menunggu hingga ada serangan bersenjata baru
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 335

dapat membela diri. Selain itu ADIZ juga diatur dalam Document 9426-
AN/924 First Edition 1984 ICAO (International Civil Aviation Organization),
pada chapter 3 tentang Airspace Organization Ayat 3.3.4 Special Designated
Airspace yang mengakui keberadaan ADIZ suatu Negara.
Selain itu, dasar hukum pendirian ADIZ adalah praktek Internasional
yang telah menjadi hukum kebiasaan Internasional (customary
international law). Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional
menyebutkan Hukum kebiasaan Internasional merupakan salah satu
sumber hukum yang diakui oleh negara- negara pada umumnya. Hukum
kebiasaan berasal dari praktek negara-negara melalui sikap dan tindakan
yang diambil terhadap suatu persoalan. Bila suatu negara mengambil suatu
kebijakan dan kebijakan tersebut diikuti oleh negara-negara lain dan
dilakukan berkali-kali serta tanpa adanya protes atau tantangan dari pihak
lain maka secara berangsur-angsur terbentuklah suatu kebiasaan.
Dalam konteks sejarah pembentukan ADIZ di level
Internasional, pertama kali diperkenalkan oleh Amerika Serikat pada bulan
Desember 1950, semasa perang Korea. Lima bulan kemudian Canada juga
mengeluarkan sejumlah peraturan yang diberi nama : Rules for the Security
Control of Air Traffic. Sama dengan Amerika Serikat, peraturan yang
dikeluarkan oleh Canada itu maksudnya untuk, in the interest of national
security, to identify, locate and control aircraft operation within areas
designated as “Canadian Air Defence Identification Zone” (CADIZ).
Pembangunan bandara baru atau perluasan area bandara sebaiknya
memilih lokasi tanah yang tandus atau tanah yang tidak subur agar tidak
mengganggu produktivitas sektor pertanian, perkebunan atau perikanan.
336 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Pemikiran komprehensif yang demikian untuk saat ini mutlak diperlukan


agar pembangunan perekonomian masyarakat saling mendukung, saling
mengisi, saling melengkapi dan tidak saling meniadakan atau saling
tumpang tindih kebijakan. Untuk itu perlu diupayakan RUTR atau Rencana
Umum Tata Ruang Wilayah Nasional yang integratif dan dapat menampung
kepentingan semua masyarakat secara Nasional dan sekaligus dapat
mengakomodasikan kepentingan masyarakat Internasional. Dalam
pergaulan Internasional negara manapun tidak dapat mengeksklusifkan diri
atau menutup diri dari pergaulan Internasional. Dan pada titik inilah
pentingnya peran dan fungsi kebandarudaraan strategis guna menopang
pembangunan Nasional.
Kesiapan SDM atau Sumber Daya Manusia yang handal dan
profesional yang mengawaki operasional kebandarudaraan serta Maskapai
Penerbangan harus di tata ulang agar semua pelayanan yang terintegrasi
kedalam manajemen kebandarudaraan berjalan dengan baik serta
mempunyai daya saing Internasional. Pemikiran ini disandarkan pada
pengalaman empiris bahwa semua bisnis pelayanan termasuk “bisnis
kebandarudaraan” kunci kesuksesan terletak pada “kualitas SDM”.

43. Pengembangan Kebandarudaraan.


Seiring dengan perkembangan teknologi kedirgantaraan dan
meningkatnya mobilisasi kegiatan masyarakat dunia di bidang
perekonomian, maka jarak antar negara menjadi sempit dan lalu-lintas
penerbangan akan mengalami peningkatan frekuensi schedule
penerbangan. Sehingga semua negara akan berlomba untuk meningkatkan
pelayanan kebandarudaraan yang terintegrasi dengan pelayanan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 337

pemerintahan. Artinya, konsep “One Stop Service” untuk semua urusan


yang berkaitan untuk pelayanan investasi ekonomi dapat dilakukan di
sekitar bandara, sehingga secara kelembagaan Aparat Pemerintah dibawah
Kementerian yang terlibat langsung dengan mekanisme investasi ekonomi
suatu negara telah tersedia perwakilannya dan sekaligus proses
perijinannya. Dengan demikian para calon investor akan menghemat waktu
dan tenaga guna mengurus dan koordinasi tentang prosedur investasi.
Dengan demikian dapat dibangun semboyan baru “semua urusan selesai di
bandara”.
Hambatan kemacetan kota dan hambatan prosedur birokrasi yang
berbelit-belit sering menjadi alasan klasik para investor untuk melakukan
investasi di Indonesia. Hal tersebut membuktikan betapa pentingnya untuk
meningkatkan tata kelola kebandarudaraan yang sekaligus terintegrasi
dengan pelayanan Pemerintah. Sehingga semua urusan selesai di bandara.
Untuk itu pembangunan dan pengembangan wilayah kebandarudaraan
dengan tujuan berbagai aspek kepentingan masyarakat secara
komprehensif mutlak diperlukan. Dengan demikian akan terbangun citra
negara dan daya saing negara secara Internasional dapat terwakili oleh
penampilan dan fungsi pelayanan kebandarudaraan strategis.
Di masa yang akan datang, bandara tidak hanya dapat difungsikan
untuk kegiatan “Air Show” atau pameran bisnis kerdirgantaraan, akan
tetapi lokasi di sekitar bandara dapat dimanfaatkan untuk pameran produk-
produk kreatif dari semua daerah, sehingga melalui bandara masyarakat
dunia akan menjalin komunikasi bisnis yang inten antar negara. Dengan
demikian, di masa yang akan datang peran dan fungsi bandara menjadi
338 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

“Centre of Marketing”. Konsep pemikiran yang demikian itu saat ini menjadi
sesuatu yang asing dan terkesan mengada-ada, tetapi di masa yang akan
datang, semua negara akan berlomba untuk mengaplikasikannya dengan
satu alasan bahwa bandara adalah tempat berkumpulnya aktivitas ekonomi
masyarakat dunia. Dan tidak menutup kemungkinan di masa yang akan
datang akan berkembang peran dan fungsi bandara menjadi pusat bisnis
hiburan dan olah raga, sehingga wilayah atau area di sekitar bandara
menjadi wilayah penyangga bisnis kebandarudaraan. Untuk saat ini hampir
semua bandara atau pangkalan udara tidak jauh lokasinya dikembangkan
bisnis Lapangan Golf dengan segala fasilitas pendukungnya. Untuk itu
terasa tidak berlebihan apabila suatu saat akan terlahir konsep “Negara
Bandara atau Airport State”, yaitu negara kecil satu pulau yang mandiri
dengan bangunan bandara yang besar dan dikelilingi oleh berbagai bisnis
pendukungnya.
Konsep “Airport State” untuk saat ini menjadi sesuatu yang lucu dan
suatu hal yang seakan-akan tidak mungkin. Akan tetapi bila dikaji secara
mendalam, maka konsep tersebut menjadi sangat mungkin dengan dasar
argumen :

a. Secara empiris dapat dilihat bahwa hampir di semua negara,


kekayaan dan pemegang modal atau yang mengendalikan ekonomi
negara didalam mekanisme pasar bebas dikendalikan kurang dari 2%
jumlah penduduk negara tersebut. Artinya hanya segelintir orang
yang mengendalikan ekonomi negara. Hal ini terjadi karena
keberhasilan penerapan “Ekonomi Pasar Bebas”.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 339

b. Adanya kecenderungan orang-orang pada kasta ekonomi


tertentu membentuk komunitas tersendiri, baik pada komunitas
pergaulan, komunitas olah raga Golf, komunitas bisnis, bahkan
komunitas tempat tinggal Apartemen.

c. Politikus yang memegang kendali negara bidang Eksekutif,


Legislatif dan Yudikatif secara rahasia atau terang-terangan
tergantung dengan pembiayaan yang dianggarkan oleh para
pengusaha, artinya terjadi tarik ulur kepentingan antara pemodal dan
para pembuat keputusan politik negara. Sehigga di kemudian hari
tidak menutup kemungkinan, kumpulan pemodal suatu negara akan
melakukan lobby politik untuk berkumpul dalam satu pulau tertentu
dengan otonomi khusus membangun bandara dengan segala
aktivitas ekonominya sebagai cikal bakal pelaksanaan konsep “Airport
State”.

d. Akumulasi modal dan kekayaan dunia terus berjalan dan


bergerak pada proyeksi bisnis yang menjanjikan keuntungan besar
yang melewati batas teritorial sebuah negara. Dan dilain pihak para
Kepala Negara terutama negara-negara sedang berkembang
berlomba-lomba untuk menarik minat para investor dunia agar
tertarik berinvestasi di negaranya. Alasan kuat Pemimpin Negara
sedang berkembang untuk menarik minat investor untuk berinvestasi
adalah :
1) Untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakatnya yang secara tidak langsung akan meningkatkan
pendapatan masyarakat dan meningkatkan kemakmurannya.
340 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

2) Dengan meningkatnya nilai investasi Asing di dalam


negeri, maka secara tidak langsung akan meningkatkan
cadangan devisa negara. Sehingga dengan demikian
“Ketahanan Moneter” negara tersebut akan meningkat.

3) Terbukanya pasar Internasional dan jaringan bisnis


Internasional, sehingga laju pertumbuhan ekspor-impor akan
berkembang seiring dengan peningkatan nilai investasi.

4) Kepercayaan Internasional secara nyata adalah dapat


diukur dengan besarnya nilai investasi Asing di dalam negeri.
Akan tetapi harus ada aturan yang jelas sebagai langkah
kepastian hukum yang secara legislasi melindungi kepentingan
kedua pihak sesuai regulasi Nasional dan undang-undang.

Akumulasi modal dan keuangan dunia akan berputar pada negara-


negara yang mempunyai iklim usaha yang baik, terjaminnya kepastian
hukum serta tingkat keamanan atau stabilitas politik yang terjamin. Nilai
investasi Asing sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara,
akan tetapi fungsi negara harus menjaga kepentingan Nasional dan
kepentingan masyarakat dari eksploitasi Asing. Dengan demikian, akan
terjadi keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kepentingan investor
dan kepentingan masyarakat dalam bentuk keadilan dan pemerataan hasil
pembangunan.

BAB IV
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 341

PERAN DAN FUNGSI INTELIJEN KEBANDARUDARAAN STRATEGIS

1. Pendahuluan.
Hubungan timbal balik antara masyarakat dunia semakin hari
semakin meningkat dan mobilisasi kegiatan perekonomian Internasional
juga semakin berkembang. Hal ini sebagai bukti keberhasilan penerapan
konsep ekonomi pasar bebas dan era globalisasi yang tidak dapat dihindari
oleh semua masyarakat dunia, suka atau tidak suka, komunikasi sosial,
transaksi ekonomi antar negara dan diplomasi politik antar negara di dunia
menjadi keniscayaan yang harus dihadapi oleh semua komponen
masyarakat. Untuk itu kesiapan negara dalam hal ini, guna menunjang
kebutuhan masyarakat serta tugas negara dalam melayani kepentingan dan
kebutuhan masyarakat, maka pembangunan bandara Internasional mutlak
diperlukan sebagai sarana mobilisasi masyarakat Internasional.
Pembangunan bandara guna mengakomodasikan kepentingan
masyarakat dunia sebagai tempat kegiatan transportasi udara, maka harus
ditata dan direncanakan dengan baik dengan tetap memperhatikan RUTR
atau Rencana Umum Tata Ruang Nasional dan daerah dengan tidak
mengesampingkan ketentuan Internasional ICAO yang telah disepakati oleh
masyarakat dunia sebagai “Panduan Regulasi” tentang penerbangan dan
segala sesuatu yang berhubungan langsung atau tidak langsung pada moda
transportasi udara, yaitu pesawat.
Kepadatan penumpang pesawat di bandara-bandara Internasional
antar negara semakin hari semakin bertambah. Hal ini disebabkan oleh;
Pertama, kenaikan jumlah angka kelahiran penduduk dunia, sehingga
342 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

secara demografi akan terjadi kenaikan permintaan terhadap kebutuhan


hidup masyarakat dunia. Mekanisme hukum pasar “Supply and Demand”
akan menjadi pedoman interaksi ekonomi yang pada akhirnya menentukan
satuan harga pada setiap produk, baik kebutuhan pokok atau jasa
pelayanan; Kedua, masing-masing daerah, wilayah, negara di dunia
mempunyai ke-khasan atau spesialis produk yang berhubungan dengan
kondisi potensi alam dan budaya masyarakat. Penyebaran potensi ekonomi
daerah inilah yang menjadi faktor utama mobilisasi masyarakat dunia;
Ketiga, adanya promosi wisata dan budaya antar masyarakat dunia,
sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi sektor wisata antar negara;
Keempat, mobilisasi masyarakat dunia karena alasan-alasan lain seperti
kepentingan berobat ke luar negeri, pendidikan, kepentingan keluarga, dan
lain-lain.
Pada prinsipnya ketergantungan masyarakat dunia terhadap peran
dan fungsi bandara semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk, peningkatan kebutuhan masyarakat, yaitu kebutuhan primer,
sekunder dan tertier, untuk kesiapan bandara guna mendukung
peningkatan kebutuhan masyarakat untuk mobilisasi kegiatan ekonominya.
Secara kuantitatif, ada peningkatan jumlah masyarakat yang terlibat
langsung maupun tidak langsung di setiap bandara, terutama bandara
Internasional. Interaksi masyarakat dalam satu lokasi dan satu kepentingan
sering terjadi friksi kepentingan atau tingkat kerawanan yang memerlukan
kewaspadaan. Untuk itu harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut, agar
pengelolaan bandara berjalan dengan baik; Pertama, sejak dari awal
perencanaan pembangunan bandara harus mempertimbangkan konsep
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 343

“Bangunan Tumbuh”. Artinya semua instansi terkait harus


mempertimbangkan pengembangan peran dan fungsi kebandarudaraan di
masa yang akan datang. Sehingga kesiapan lahan dan kesiapan SDM serta
kesiapan sarana pendukung penerbangan “peralatan navigasi” harus sudah
mulai difikirkan; Kedua, konsekuensi dari setiap keramaian atau lokasi
bertemunya banyak orang dalam satu tujuan transportasi udara, maka hal-
hal yang mungkin terjadi adanya kelalaian, friksi antar kepentingan,
kecurigaan, ketersinggungan bahkan sampai pada tingkat ancaman atau
tindakan melawan hukum lainnya; Ketiga, adanya kepadatan lalu-lintas
kendaraan bermotor, lalu-lintas barang dan lalu-lintas orang. Untuk itu
regulasi pendukung keamanan dan ketertiban harus tetap ditingkatkan;
Keempat, harus diwaspadai adanya kegiatan yang bersifat negatif yang
turut serta dalam pelayanan penerbangan, yaitu; kegiatan penyelundupan,
Narkotika, penyelundupan orang atau adanya kegiatan terorisme
Internasional dan mafia Narkotika.
Secara umum kebutuhan masyarakat terhadap moda transportasi
udara adalah sampai di tempat tujuan penerbangan dengan selamat, aman,
nyaman dan lancar. Adapun peran dan fungsi bandara secara umum adalah
memfasilitasi kegiatan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan moda
transportasi udara, bandara memberikan dukungan kelancaran
penerbangan dengan berbagai peralatan navigasi serta bandara dapat
mengakomodasikan semua kepentingan yang terakumulasi di lokasi
bandara, yaitu :
a. Kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah.
b. Kepetingan masyarakat umum.
344 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

c. Kepentingan para pelaku ekonomi.


d. Kepentingan pertahanan dan keamanan.
e. Kepentingan lain yang sah menurut undang-undang.

Salah satu unsur penting guna menjamin terselenggaranya lima


kepentingan tersebut dengan baik adalah peran aktif personel intelijen
dalam lingkup tugas manajemen.
Ketentuan atau regulasi yang memposisikan aparat intelijen dalam
fungsi kebandarudaraan bertemu dalam satu titik, yaitu “bandara sebagai
obyek vital Nasioanal”. Untuk itu peran aktif Intelijen Negara sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011
tentang Intelijen Negara menjadi rujukan hukum yang secara
konstitusional. Aparat Intelijen Negara dapat terlibat langsung dalam upaya
pengamanan untuk keselamatan penerbangan yang secara otomatis
diintegrasikan pada Tim pengamanan bandara bersama personel security
bandara yang lebur dalam satu komando.
Tugas Intelijen Negara baik secara kelembagaan atau perorangan
telah dirumuskan kedalam Peraturan Perundang-undangan sebagai
berikut :
a. Intelijen Negara melakukan upaya deteksi dini dan peringatan
dini untuk mencegah terjadinya pendadakan dari berbagai ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan yang dimungkinkan akan
mengganggu keselamatan penerbangan.

b. Keamanan bandara merupakan bagian dari keamanan


Nasional.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 345

c. Intelijen Negara adalah bagian integral dari sistem keamanan


Nasional yang mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan
fungsi intelijen dan kegiatan Intelijen Negara.

d. Asas penyelenggaraan intelijen untuk pengamanan


kebandarudaraan adalah ;
1) Profesionalitas.
2) Kerahasiaan.
3) Kompetensi.
4) Koordinasi.
5) Integrasi.
6) Netralitas.
7) Akuntabilitas.
8) Obyektivitas.

c. Fungsi pengamanan intelijen terhadap bandara adalah


serangkaian kegiatan intelijen yang bertujuan untuk mencegah atau
melawan setiap kegiatan yang bertentangan dengan regulasi
kebandarudaraan.

Personel intelijen yang sudah terintegrasi dengan baik dalam satu


organisasi komando dapat digerakkan untuk pengamanan obyek tertentu,
yaitu; Pertama, pengamanan penerbangan VVIP. Jenis pengamanan
penerbangan ini harus dilakukan dengan terorganisasi secara baik dan
melalui tahapan rapat koordinasi bertingkat berjenjang serta menggunakan
berbagai peralatan modern sampai menggunakan satelit dan berbagai jenis
pesawat untuk pendeteksian terutama apabila untuk pengamanan
346 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

penerbangan VVIP Presiden Amerika.; Kedua, pengamanan pesawat atau


penerbangan untuk kepentingan pelaksanaan Haji dan Umroh. Jenis
penerbangan harus mendapat perhatian khusus, karena sebagian jamaah
Haji adalah orang desa atau orang kampung yang terkadang tidak pernah
naik pesawat. Sehingga awak kabin harus sabar dalam melakukan
pelayanan terutama di atas pesawat; Ketiga, pengamanan pesawat
penumpang umum atau reguler. Meskipun kelihatan pengamanan ini
bersifat rutin, akan tetapi para petugas tidak boleh terjebak dengan
rutinitas yang membuat ceroboh sehingga terjadi kecelakaan saat
melaksanakan tugas. Hal ini bisa berdampak pada terjadinya
penyelundupan barang-barang Narkotika, obat-obatan terlarang dan
penyelundupan orang. Pada prinsipnya personel intelijen harus tetap
waspada pada kondisi apapun dan pada posisi dimanapun; Keempat,
personel intelijen yang telah tergabung dalam satuan tugas bersama
security bandara dapat disebar ke seluruh obyek-obyek peralatan navigasi.
Karena tidak jarang peralatan navigasi yang telah terpasang pada landasan
pacu atau sekitar bandara menjadi obyek dan sasaran pencuri, sehingga
dapat mengganggu operasi penerbangan atau bahkan mengancam
keselamatan penerbangan; Kelima, personel intelijen yang tergabung dalam
pengamanan bandara harus memperhatikan lalu-lintas kendaraan
bermotor dan tempat parkir mobil di sekitar bandara, terutama apabila
negara dalam keadaan siaga. Karena sangat dimungkinkan dalam parkir
mobil terdapat satu mobil yang dimanfaatkan aksi Radikal Kiri atau Radikal
Kanan untuk menciptakan kondisi tidak stabil di sekitar bandara; Keenam,
patroli personel gabungan intelijen kebandarudaraan strategis di sekitar
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 347

wilayah bandara dan jalan tembus bandara serta jalan penghubung menuju
bandara harus rutin dilakukan guna mencari informasi serta tindakan cegah
tangkal terhadap semua upaya tindakan melawan hukum; Ketujuh, semua
personel intelijen harus saling mengawasi antar mereka guna menghindari
adanya “Double Agent” dari kalangan aparat intelijen itu sendiri. Kegiatan
ini harus dilakukan secara terselubung dan hati-hati, karena obyek
pengawasannya adalah personel intelijen. Kegagalan pada pengamanan
personel intelijen akan berdampak sangat luas dan mempunyai pengaruh
yang sangat besar yang tidak hanya mengancam keselamatan penerbangan
tetapi mengancam kedaulatan Bangsa dan Negara; Kedelapan, personel
intelijen yang terintegrasi dengan baik juga dapat digerakkan guna
pengamanan cargo dan barang Pos guna mengantisipasi pengiriman
barang-barang terlarang, barang berbahaya atau pengiriman jenis hewan
atau tumbuhan yang berakibat timbulnya wabah penyakit, dan lain-lain.
Pada proses pengiriman barang, dokumen pengiriman barang dan proses
packing serta labelisasi barang harus dikontrol dengan baik guna menjaga
keamanan dan keselamatan penerbangan serta mengamankan kepentingan
masyarakat; Kesembilan, personel intelijen yang sudah terintegrasi dengan
baik dapat digunakan untuk mengawasi manajemen kebandarudaraan,
karena tidak menutup kemungkinan di antara Pejabat bandara melakukan
kecurangan atau melakukan manipulasi data keuangan serta dapat
digunakan untuk mengawasi “Air Crew” yang terlibat langsung dalam
penerbangan terindikasi pengguna obat-obatan terlarang yang
membahayakan penerbangan atau mencegah kemungkinan penyelundupan
barang-barang terlarang melalui kabin pesawat. Tingkat kewaspadaan
348 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

personel intelijen akan berpengaruh langsung terhadap keselamatan


penerbangan; Kesepuluh, setiap bandar Internasional selalu dilengkapi
dengan “Rute Escape” atau rute pelarian atau rute keselamatan bagi
penumpang terutama penumpang VVIP apabila terjadi pembajakan
pesawat. Sehingga personel intelijen harus selalu melakukan pengecekkan
langsung di lapangan guna memastikan kesiapan dan kelancaran rute
tersebut apabila secara mendadak digunakan.
Intelijen kebandarudaraan atau dengan kata lain personel intelijen
yang ditugaskan di bandara mempunyai tingkatan kerahasiaan, baik dalam
tugas atau kerahasiaan di luar tugas, karena keduanya mempunyai dampak
yang terkorelasi. Adapun kategori kerahasiaan intelijen sebagaimana diatur
dalam undang-undang yaitu :

a. Rahasia yang apabila terekspose atau diketahui oleh pihak luar


dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara.

b. Mengungkapkan semua potensi kekayaan alam Indonesia yang


termasuk kedalam kategori dilindungi kerahasiaannya.

c. Merugikan ketahanan ekonomi Nasional terutama yang


berkaitan dengan “Kebijakan Moneter Negara dan Kebijakan Fiskal
Negara”.

d. Merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar


negeri.

e. Membahayakan sistem Intelijen Negara.


Manajemen Kebandarudaraan Strategis 349

f. Membahayakan akses, agen dan sumber yang berkaitan


dengan pelaksanaan fungsi intelijen

g. Masa resensi kerahasiaan intelijen selama 25 Tahun.

Tingkat kerahasiaan intelijen dalam melakukan tugas khusus dapat


dikorelasikan dengan tingkat resiko yang mungkin terjadi apabila terjadi
kegagalan misi intelijen tersebut. Dengan demikian secara akademis “Risk
Management” dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan
personel intelijen dalam melakukan operasi intelijen guna menghindari
terjadinya kemungkinan resiko yang membahayakan penerbangan,
membahayakan operasional bandara bahkan membahayakan Bangsa dan
Negara.

2. Tinjauan Umum Kebandarudaraan.125


Bandara telah ditetapkan sebagai obyek vital Nasional yang harus
dilindungi keberadaannya dan aktivitasnya dari segala macam ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan dari perbuatan yang melanggar
hukum, baik bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Semua bandara diperlengkapi dengan ASP atau Airport Security
Program yang berperan sebagai unsur penjaga keamanan bandara secara
menyeluruh dengan menjalankan fungsi preventif dan represif terhadap

125 Karena bandara adalah obyek vital Nasional, maka intelijen negara harus

berperan aktif guna melindungi segala aktivitas kebandarudaraan sesuai dengan fungsi dan
tugas intelijen negara yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Adapun peran intelijen
negara adalah melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan untuk deteksi dini dan
peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan dan penanggulangan terhadap
setiap hakekat ancaman yang mungkn timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan
Nasional. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen
Negara, Pasal 4).
350 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

segala macam kemungkinan akan timbulnya gangguan keamanan terhadap


semua komponen penyelenggara atau personel manajemen
kebandarudaraan, penumpang, crew pesawat. Keamanan pesawat,
keamanan barang, keamanan alat-alat navigasi dan sebagainya. Fungsi
manajemen keamanan tersebut akan menjamin semua kelancaran dan
aktivitas manajemen kebandarudaraan. Keamanan bandara merupakan
bentuk implementasi dari sumber daya manusia. Semua fasilitas pendukung
dan SOP (Standard Operational Prosedure). Kelengkapan dan peralatan
pendukung keamanan yang lazim digunakan adalah semua alat detektor,
perangkat mesin X-Ray, CCTV, IBHSS atau Integrated Baggage Handling
Screening System, dan sebagainya, serta tingkat profesionalisme personel
keamanan bandara yang terlatih dan terdidik dengan baik.
Secara umum obyek pengamanan bandara meliputi pengamanan
wilayah bandara, pengamanan dokumen-dokumen penerbangan dan
dokumen kebandarudaraan, pengamanan semua kegiatan
kebandarudaraan agar tercipta kelancaran mekanisme dan kerja yang telah
ditetapkan, pengamanan personel, pengamanan cargo dan barang-barang
bagasi serta pengamanan terhadap semua peralatan penerbangan.
Final Goal dari fungsi pelayanan kebandarudaraan adalah “Aman dan
Nyaman”, untuk itu diperlukan tata kerja dan mekanisme serta prosedur
sistem keamanan bandara yang baik meliputi : prosedur pemeriksaan orang
dan barang, prosedur pemeriksaan kendaraan, pemeriksaan cargo dan Pos,
prosedur pemeriksaan tahanan atau Napi dan tata cara pembawaan senjata
api, prosedur pembawaan dan pemeriksaan diplomatic bag, prosedur
pemeriksaan barang berbahaya, prosedur pemeriksaan jasa boga, prosedur
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 351

pemeriksaan akses kontrol, serta semua prosedur yang berhubungan


langsung dengan pesawat dan operasional penerbangan secara langsung.126
Sistem pengamanan bandara udara terintegrasi dengan baik dengan
mengoptimalkan peran dan fungsi AOCC atau Airport Operation Control
Center yang berperan untuk memonitor semua kegiatan pengamanan
terhadap komponen pelayanan kebandarudaraan serta berfungsi untuk
diteksi dini atau “Early Warning” terhadap semua kejadian yang sangat
mungkin terjadi dan sangat mengganggu jalannya operasi penerbangan.
Bahkan dimungkinkan berdampak pada terganggunya keamanan,
keselamatan dan kenyamanan penerbangan. Secara umum yang menjadi
sebab hambatan operasional penerbangan adalah karena manusia,
gangguan peralatan dan gangguan karena sebab alam. Dengan demikian
fungsi AOCC mutlak diperlukan guna mengoptimalkan pelayanan
penerbangan yang bebas hambatan, tertib, lancar, aman dan nyaman.
Sterilisasi calon penumpang dan cargo serta barang Pos dilakukan
secara integrasi. Khusus untuk barang-barang cargo, biasanya dilakukan
secara terpisah di terminal cargo dengan perangkat pelayanan yang
menggunakan “Regulated Agent” yang bertugas untuk mengawal dari sisi
pengamanan barang-barang cargo dari mulai proses mobilisasi barang yang

126 Prosedur pemeriksaan orang dan barang dalam kapasitas untuk memelihara

keselamatan dan keamanan serta kenyamanan bandara merupakan bagian dari fungsi
intelijen negara. Untuk itu otoritas kebandarudaraan dapat memfungsikan antara pihak
intelijen negara dan personel pengamanan/security dalam satu koordinasi Tim. Adapun
fungsi intelijen negara adalah fungsi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan. Khusus
untuk fungsi pengamanan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan
terarah untuk mencegah atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan intelijen pihak lawan
atau tindakan melawan hukum yang merugikan kepentingan operasional kebandarudaraan
dan operasioanl penerbangan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011
tentang Intelijen Negara, Pasal 6).
352 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dilakukan oleh “Ground Handling” untuk masuk pesawat sampai pada


pesawat take off.
Tanggung jawab sepenuhnya terhadap keamanan kebandarudaraan
apabila dilihat secara luas dengan menggunakan pendekatan kelembagaan
adalah tugas Negara. Karena bandara dan fungsi penerbangan adalah
bagian dari sistem transportasi Nasional yang secara langsung dan tidak
langsung mendukung pertumbuhan ekonomi Nasional, membuka lapangan
pekerjaan baru serta mengembangkan potensi wilayah 127 dengan
meningkatkan PAD atau Pendapatan Asli Daerah, mempererat dan
merekatkan hubungan diplomatik antar Bangsa, serta memperkokoh
kedaulatan Negara. Untuk itu dalam konsep Negara Kesatuan, maka fungsi
pengamanan bandara adalah bagian dari fungsi pengamanan Negara.
Karena bandara telah ditetapkan sebagai obyek vital Nasional dan secara
impiris bandara merupakan tempat mobilisasi transportasi Pejabat Negara
VIP dan VVIP. Dengan demikian keterlibatan unsur-unsur pengamanan
Negara termasuk keterlibatan personel Intelijen Negara sangat dimaklumi
keberadaannya di lingkungan area bandara, akan tetapi dengan tetap
berpedoman pada ketentuan Internasional dan terintegrasi dengan baik
dengan satu kesatuan Komando.

127 Secara tidak langsung, bandara dapat membuka lahan baru dan peluang baru
untuk mengoptimalkan potensi ekonomi daerah. Bandara juga sebagai pendorong dan
penunjang kegiatan industri atau perdagangan, karena bandara dapat membuka akses
transportasi ke wilayah atau daerah di sekitarnya, sehingga keberadaan bandara dapat
meggerakkan dinamika pembangunan di daerah dan Nasional serta keterpaduan dengan
sektor pembangunan lainnya. Bandara juga berfungsi untuk membuka isolasi daerah atau
membuka daerah yang terisolir karena kondisi geografis dan karena sulit dijangkau oleh
moda transportasi selain pesawat. (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun
2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, Pasal 8-9).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 353

Ada tiga pembahasan secara umum tentang intelijen


kebandarudaraan startegis, yaitu; Pertama, kegiatan personel intelijen yang
meliputi pengamanan, penyelidikan dan penggalangan; Kedua, produk-
produk intelijen yang merupakan hasil dari proses kegiatan analisis,
estimasi keadaan sebagai bahan pertimbangan Pimpinan dan Instansi
terkait dalam menentukan sikap serta mengambil kebijakan yang tepat
waktu, tepat tempat, tepat alat dan tepat orang; Ketiga, intelijen sebagai
lembaga atau peran dan fungsi intelijen dengan pendekatan kelembagaan,
yang memposisikan intelijen sebagai institusi yang didukung oleh peraturan
perundang-undangan yang jelas, jalur Komando pertanggung jawaban dan
anggaran yang pasti dan terpenuhi dan mempunyai bentangan tugas pokok
yang dapat dipertanggung jawabkan kepada Bangsa dan Negara. 128
Peran dan fungsi intelijen kebandarudaraan mempunyai tugas dan
wewenang untuk mengamankan tugas dan wewenang untuk
mengamankan fungsi kebandarudaraan dengan segala aktifitasnya,
menjamin kelancaran dan keamanan penerbangan serta melakukan
perlindungan terhadap kegiatan terorisme Nasional dan Internasional,
penyelundupan Narkotika dan penyelundupan orang, mencegah masuknya

128 Penyelenggara Intelijen Negara terdiri dari; a) Badan Intelijen Negara; b) Intelijen

Tentara Nasional Indonesia; c) Intelijen Polri; d) Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia;


e) Intelijen Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Pasal 9). Adapun tingkat
koordinasi intelijen di daerah yang dalam hal ini termasuk kepentingan keamanan bandara di
daerah, maka dibentuk “Kominda” atau Komunikasi Intelijen Daerah dengan sandaran
peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah,
sebagai berikut; a) Kominda dibentuk di Propinsi dan Kabupaten/Kota; b) Berkedudukan
sebagai Ketua adalah Wakil Gubernur atau Wakil Bupati/Wakil Walikota; c) Bertugas untuk
merencanakan, mencari, mengumpulkan, mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan
bahan keterangan dan intelijen dari berbagai sumber.
354 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

barang-barang atau orang yang rawan wabah penyakit yang berpotensi


merugikan negara pada umumnya dan merugikan manajemen
kebandarudaraan serta Maskapai Penerbangan.

3. Konsepsi Kedaulatan Negara Di Udara Sebagai Obyek Intelijen.


Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 yang berbunyi “The Contracting States
recognize the every state has complete and exclusive sovereignty over the
airspace above its territory” mengutip kembali Pasal Konvensi Paris 1919
yang berbunyi : “The high contracting States recognize that ever power has
complete and exclusive over the airspace above its territory” yang pernah
diperdebatkan apakah ruang udara tersebut benar-benar bebas, kecuali
untuk mempertahankan kedaulatan negara dibawahnya atau terbatas
seperti laut teritorial sebagaimana diatur dalam hukum laut Internasional
atau ada lintas damai bagi pesawat udara asing. Perdebatan tersebut dapat
diselesaikan saat Konvensi Paris 1919 ditandatangani.
Setelah Perang Dunia Pertama berakhir disepakati bahwa tiap negara
mempunyai kedaulatan yang penuh dan utuh berdasarkan hukum
kebiasaan Internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Konvensi Paris
1919 yang diambil kembali dalam Pasal 1 Konvensi Chicago 1944. Dalam
hubungan ini, pengakuan kedaulatan di udara tidak terbatas pada negara
anggota, melainkan juga berlaku terhadap bukan negara anggota Konvensi
Chicago 1944. Hal ini jelas dengan adanya istilah every state. Kedaulatan
Negara pada hakekatnya dapat dibuktikan sebagai Kedaulatan Negara di
daratan, di lautan dan di udara. Untuk itu diperlukan kesiapan SDM dan
Alutsista yang memadai sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Sehingga semua kepentingan Nasional dapat terlindungi dengan baik.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 355

Pasal 2 Konvensi Chicago 1944 lebih menjelaskan lagi bahwa untuk


keperluan Konvensi Chicago 1944 yang dimaksudkan adalah batas wilayah
negara (state territory). Dengan demikian, secara tegas bahwa berlaku juga
terhadap bukan negara anggota. Lebih lanjut walaupun tidak secara tegas
disebutkan semua negara mengakui bahwa tidak ada negara manapun yang
berdaulat di laut lepas (hight seas). Lebih lanjut Konvensi Chicago 1944 juga
tidak membuat pengertian apa yang dimaksudkan dengan wilayah udara
(airspace), namun demikian, pengertian tersebut dapat meminjam
penafsiran Mahkamah Internasional (Permanent Court of International
Justice) dalam kasus sengketa Eastern Greenland. Dalam kasus tersebut
ditafsirkan “The natural meaning of the term is its geographical meaning,”
yaitu ruang dimana terdapat udara (air). Lingkup yurisdiksi teritorial suatu
negara diakui dan diterima oleh negara anggota Konvensi Chicago 1944
terus ke atas sampai tidak terbatas dan ke bawah bumi sepanjang dapat
dieksploitasi.129
Hak prerogatif negara anggota dilakukan untuk menghindari
konsekuensi prinsip kedaulatan di udara sebagaimana diuraikan di atas.
Sepanjang menyangkut hak penerbangan (traffic right), Konvensi Chicago
1944 membedakan antara penerbangan Internasional tidak berjadwal

129 ADIZ atau “Air Defense Identification Zone” adalah upaya negara untuk melakukan

pengaturan wilayah udaranya dan mendeteksi secara dini ancaman yang mungkin terjadi.
ADIZ ditetapkan sebagai sarana penunjang untuk kepentingan sistem pertahanan negara di
udara Nasional dan untuk menentukan atau mengidentifikasi pesawat udara yang terbang
melintas dalam jangkauan Radar Hanud. ADIZ merupakan wilayah identifikasi pesawat udara
Asing. Dasar Hukum pendirian ADIZ adalah asas bela diri atau “Self Defence” yang diakui
dalam Pasal 51 Piagam PBB. Hak negara untuk menggunakan senjata dalam
mempertahankan diri dari kekuatan dari luar negeri yang didasarkan pada hukum kebiasaan
Internasional atau “Customary International Law”. (Buku Dinamika, Staf Ahli Kasau, Edisi Ke-
27, Jakarta, Maret 2014, hal. 65)
356 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dengan penerbangan Internasional berjadwal. Kepada penerbangan


Internasional tidak berjadwal diberi sedikit kelonggaran, sedangkan untuk
penerbangan Internasional berjadwal tetap harus memperoleh izin lebih
dahulu. Mengenai penerbangan Internasional berjadwal, pesawat udara
asing diberi hak yang sama dengan perusahaan penerbangan Nasional
dalam penggunaan fasilitas bandar udara dan navigasi penerbangan,
sedangkan daerah terlarang (prohibited area) berlaku terhadap pesawat
udara Nasional, pesawat udara asing baik berjadwal maupun tidak
berjadwal.130
Berdasarkan Konvensi International Civil Aviation, ICAO memiliki
struktur organisasi yang terdiri dari Majelis, Dewan yang memiliki
keanggotaan terbatas dengan sejumlah badan subordinat, dan Sekretariat.
Presiden Dewan dan Sekretaris Jenderal bertindak sebagai chief
officers. Majelis merupakan sovereign body dalam ICAO yang terdiri dari
representasi semua Contracting States. Masa jabatan Majelis adalah tiga
tahun dan bertugas melakukan peninjauan dan pengawasan terhadap
kinerja organisasi serta menetapkan regulasi untuk tahun-tahun
selanjutnya. Dewan merupakan governing body yang dipilih oleh Majelis
untuk masa jabatan tiga tahun dan beranggotakan 36 negara. Majelis
memilih negara anggota Dewan dengan berdasar tiga headings : States of
chief importance in air transport, States which make the largest

130 Ada 42 jalur penerbangan Internasional dan ratusan reporting point, sehingga

menjadi salah satu jalur penerbangan terpadat di dunia, dan untuk memberi keleluasaan
bagi pengguna ruang udara yang ada pada suatu negara maka disepakati untuk dibuat jalur
penerbangan atau “Main International Air Rute” yang dikendalikan oleh “Air Traffic Service -
ATS” dan dilengkapi dengan alat bantu navigasi. Hal tersebut dibawah kontrol dan kendali
secara prosedur Internasional ICAO. Wresniwiro, “Kohanudnas Siaga Senantiasa”, (Jakarta,
Penerbit : AK. Group, 2003), hal. 278.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 357

contribution to the provision of facilities for air navigation, and States


whose designation will ensure that all major areas of the world are
represented. Dewan bertugas memberikan arah yang berkesinambungan
terhadap kinerja ICAO. Dewan bekerja dengan berdasar Standards and
Recommended Practices, yang diadopsi dan dimasukkan sebagai Annexes to
the Convention on International Civil Aviation. Dewan tidak bekerja secara
mandiri, melainkan dibantu oleh Air Navigation Commission (perihal
teknis), Air Transport Committee, Committee on Joint Support of Air
Navigation Services dan Finance Committee. Sementara Sekretariat
dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang memiliki lima
divisi major, yakni Air Navigation Bureau, Air Transport Bureau, Technical
Co-operation Bureau, Legal Burea, danBureau of Administration and
Services. Perekrutan tenaga profesional dalam Sekretariat dilakukan dengan
berbasis geografis yang luas demi mencerminkan perspektif yang benar-
benar Internasional. ICAO bertugas untuk mengatur transportasi udara sipil
secara Internasional, sehingga terjadi kesefahaman dan saling pengertian
antar negara di belahan dunia. Ruang lingkup pengaturan yang dilakukan
oleh ICAO meliputi; Pertama, ijin terbang dan awak pesawat dan pelatihan
“Pilot and Crew Licensing and Training” dengan menggunakan standar baku
ICAO; Kedua, keselamatan pesawat, navigasi dan rute udara atau “Aircraft
Safety, Air Navigation and Air Rute”. Hal ini dilakukan untuk menjamin
keselamatan penerbangan, artinya jangan sampai terjadi tabrakan pesawat
di udara; Ketiga, keamanan udara atau “Air Security” yang dalam hal ini
adalah upaya menciptakan penerbangan di udara yang aman dan terjamin
keselamatan dari segala bentuk ancaman, baik yang bersumber dari
358 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

perbuatan manusia atau ancaman cuaca atau “Weather”; Keempat,


peraturan barang-barang berbahaya atau “Dangerous Goods Legislation”.131
Mekanisme interaksi tidak hanya terjadi intra organisasi, tetapi juga
dari ranah ekstra. ICAO memiliki kerjasama erat dengan anggota lain dalam
scope PBB, misalnya Meteorological Organization (WMO), International,
International Telecommunication Union (ITU), Universal Postal Union
(UPU), World Health Organization (WHO), World Tourism Organization
(UNWTO), dan International Maritime Organization (IMO). ICAO tidak ingin
kerjasamanya hanya terbatas pada governmental organization, oleh sebab
itu ia melebarkan sayap dengan menggandeng non-governmental
organizations, diantaranya International Air Transport Association (IATA),
Airports Council International (ACI), Civil Air Navigation Services
Organisation (CANSO), International Federation of Air Line Pilots'
Associations (IFALPA), dan International Council of Aircraft Owner and Pilot
Associations (IAOPA).
ICAO memiliki hierarki peraturan yang terdiri dari lima
aturan major; Pertama, negara anggota mengimplementasikan peraturan,
khususnya yang bersifat ‘’Standard’’ (mandatory); Kedua, sejumlah
konvensi wajib diratifikasi dan dikonversikan ke dalam regulasi internal tiap
negara anggota dalam bentuk undang-undang, yang disesuaikan dengan
keterkaitan aturan lain yang berlaku; Ketiga, sebagai penerapan peraturan
internasional, peraturan yang dibuat oleh negara anggota minimum
standard dengan ICAO, sementara untuk alasan maupun pertimbangan

131 Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”,
(Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 7.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 359

keamanan dan keselamatan, negara anggota dapat membuat peraturan


Nasional yang relatif lebih ketat; Keempat, setiap negara anggota wajib
melaporkan peraturan produk negaranya dan implementasinya kepada
ICAO; Kelima, peraturan produk ICAO bersifat universal. “Covention
Relating to The Regulation of Aerial Navigation” Konvensi Paris 1919 dan
Konvensi Chicago 1944 “Convention on International Civil” yang
menjelaskan tentang pengaturan penggunaan ruang udara, hak lintas
pesawat udara Asing dan pengendalian ruang udara untuk keselamatan
penerbangan secara umum. Sebagai negara yang berdaulat, masing-masing
negara dapat menetapkan “zona udara terlarang” dan zona identifikasi
terhadap semua pesawat yang melintas. Setiap larangan harus diumumkan
atau “Notification” kepada semua negara anggota. 132
Perkembangan ICAO bisa dilihat dari sejumlah faktor, diantaranya
perubahan tujuan strategisnya. Tujuan strategis ICAO pada jangka waktu
2005-2010 antara lain Safety, Security, Environmental Protection, Eficiency,
Continuity, dan Rule of Law. Aspek safety dan security maksudnya adalah
meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan sipil global.
Sementara dari segi environmental protection, ICAO ingin meminimalisir
dampak merugikan dari aktivitas penerbangan sipil global terhadap
lingkungan. Continuity maksudnya adalah memelihara dan menjaga
kelangsungan operasi penerbangan, dan rule of law bermakna penguatan
hukum menyangkut penerbangan sipil global. Dalam misi berkelanjutan

132 Air Defense Identification Zone atau ADIZ yang ditentukan oleh suatu negara
sebagai daerah terlarang untuk pesawat Asing yang melintas dapat disampaikan dalam
bentuk Notam atao Notice To Air man. Ketentuan tentang ADIZ didasarkan pada Pasal 3
Konvensi Paris yang kemudian diperbaiki dengan Protokol Paris tahun 1929. ( Buku Dinamika,
Staf Ahli Kasau, Edisi Ke-27, Maret 2014, Jakarta - hal. 73).
360 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

untuk mewujudkan sistem penerbangan sipil global yang beroperasi secara


seragam dan konsisten dalam penyediaan keamanan, keselamatan,
dan sustainability, kelima tujuan strategis di atas dipadatkan menjadi tiga
jangka waktu 2011-2013, yakni Safety, Security, dan Environmental
Protection and Sustainable Development of Air Transport. Dari
segi Safety dan Security tidak mengalami perubahan. Sementara dari
segi Environmental Protection and Sustainable Development of Air
Transport, ICAO ingin membangun penerbangan yang harmonis sekaligus
ekonomis yang tidak membahayakan atau merusak lingkungan.133 Bentuk
keseimbangan lingkungan kerja bandara merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan manajemen kebandarudaraan. Untuk itu, pendekatan
budaya perlu dilakukan, sehingga terjadi sinkronisasi ddan korelasi kerja
yang harmonis.
Dari pemaparan di atas, ICAO merupakan organisasi aviasi
internasional yang sangat berkontribusi besar pada eksistensi penerbangan
Nasional maupun internasional. ICAO menetapkan standar dan prosedur
yang ketat bagi keamanan penerbangan, mengingat masalah transportasi
udara adalah masalah yang krusial. Jika keamanan dan keselamatan
penerbangan terpenuhi, maka hal ini akan berimplikasi pada pertumbuhan
ekonomi sebuah negara. Hal ini tentunya menjadi harapan semua negara.

133 Lingkungan kerja bandara dan kawasan keselamatan operasional penerbangan

merupakan bagian dari tugas menyeluruh manajemen kebandarudaraan yang didalamnya


termasuk adanya peran dan fungsi intelijen udara guna menjaga suasana yang kondusif di
sekitar lingkungan areal bandara. Daerah lingkungan kerja bandara meliputi; a) Fasilitas sisi
udara; b) Fasilitas sisi darat; c) Fasilitas navigasi penerbangan; d) Fasilitas alat bantu
pendaratan visual; e) Fasilitas komunikasi penerbangan; f) Fasilitas penunjang bandara.
Sakti Adji Adisasmita, “Tatanan Bandar Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilm u,
2014), hal. 53.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 361

Oleh sebab itu, kehadiran ICAO dinilai sangat strategis dan menguntungkan
bagi sektor penerbangan sebuah negara. Sirkulasi penumpang pesawat
yang semakin masif dan mobilitas manusia yang kian cepat memunculkan
sejumlah masalah yang menjadi tantangan bagi ICAO ke depan untuk
semakin meningkatkan kinerjanya.
Dengan demikian, peran dan fungsi Intelijen Negara yang terkait
dengan intelijen kebandarudaraan harus memperhatikan semua ketentuan
yang telah disepakati pada ICAO serta dengan tetap memprioritaskan
kepentingan untuk menjaga Kedaulatan Negara di udara. Untuk itu peran
dan fungsi intelijen secara umum adalah mengantisipasi terhadap segala
bentuk ancaman dan gangguan terhadap kegiatan perekonomian
masyarakat, baik di darat, laut dan udara, utamanya kegiatan penerbangan.

4. Lingkungan Kerja Dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan


(KKOP).
ICAO ANNEX 14 Vol. I Chapter 4 “OBSTACLE RESTRICTION AND
REMOVAL” serta Keputusan Menteri Perhubungan KM 48 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum yang mengatur tentang
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan 134 mensyaratkan bahwa

134 KKOP atau Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan meliputi : kawasan

pendekatan dan lepas landas pesawat, yaitu suatu kawasan perpanjangan kedua ujung
landasan dibawah lintasan pesawat setelah lepas landas atau akan mendarat yang dibatasi
oleh ukuran panjang dan lebar tertentu. Demikian juga kawasan kemungkinan bahaya
kecelakaan adalah sebagian dari kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan
ujung landasan dan mempunyai ukuran tertentu yang dapat menimbulkan kemungkinan
terjadinya kecelakaan. Untuk itu, pemahaman terhadap Rencana Umum Tata Ruang atau
RUTR suatu daerah mutlak diperlukan sebagai bahan pertimbangan pada saat membuat
perencanaan pembangunan kawasan kebandarudaraan. Sakti Adji Adisasmita, “Tatanan
Bandar Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 55.
362 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

kawasan udara di sekitar bandar udara harus bebas dari segala bentuk
hambatan yang akan mengganggu pergerakan pesawat udara dengan
menetapkan batasan ketinggian tertentu terhadap objek-objek di sekitar
bandar udara. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah
daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang
dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin
keselamatan penerbangan. Salah satu unsur untuk mengantisipasi atau
pendeteksian dini terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat
adalah “Unsur Intelijen”, sehingga peran dan fungsi personel intelijen harus
dioptimalkan dalam tugas pengamanan bandara dan keselamatan
penerbangan.
Pada KKOP tidak dibenarkan adanya bangunan atau benda tumbuh,
baik yang tetap (fixed) maupun dapat berpindah (mobile), yang lebih tinggi
dari batas ketinggian yang diperkenankan sesuai dengan aerodrome
reference code (kode referensi landas pacu) dan runway classification
(klasifikasi landas pacu) dari suatu bandar udara. KKOP suatu bandara
merupakan kawasan yang relatif sangat luas, mulai dari pinggir landas pacu
yang disebut runway strip membentang sampai radius 15 Kilometer dari
aerodrome reference point (ARP) dengan ketinggian berbeda-beda sampai
145 Meter relatif terhadap aerodrome elevation system (AES). Kawasan
permukaan yang paling kritis terhadap adanya halangan (obstacle) adalah
Kawasan Pendekatan dan Lepas landas (approach and take off), Kawasan
Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, Kawasan di Bawah Permukaan Transisi,
dan Kawasan di Bawah Permukaan Horizontal Dalam. Pada zona horizontal
dalam, maksimal ketinggian bangunan di sekitar bandara yang diizinkan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 363

adalah 45 Meter. Zona area dalam dihitung sejajar mulai dari ujung bahu
landasan hingga radius 4 Kilometer. Untuk wilayah yang termasuk dalam
kawasan radar, maksimal ketinggian bangunan yang diizinkan adalah 15
Meter atau sejajar dengan ketinggian radar. Perhitungan ini dilakukan
sejauh 3 Kilometer dari lokasi radar. Jika ada bangunan yang ketinggiannya
melebihi dari yang ditetapkan, maka akan mengganggu operasional radar
dan terjadi blank spot area. Ketinggian bangunan yang diatur sedemikian
rupa hanya dilihat dari satu sisi, yaitu dari sudut kepentingan operasional
penerbangan dan efektifitas fungsi Radar, akan tetapi bila dilihat dari sisi
keselamatan dan keamanan masyarakat, maka pembangunan bandara dari
awal harus diupayakan menjauhi kawasan pemukiman penduduk, atau
menjauhi kawasan industri. Posisi ideal bandara adalah berlokasi di
pinggiran kota dan berbatasan dengan pantai serta jauh dari kawasan
pegunungan atau jauh dari lokasi gedung-gedung tinggi. Tata letak dan
posisi pembangunan bandara diupayakan tetap mempertimbangkan arah
angin, tingkat kelembaban udara, curah hujan dan petir. Pertimbangan itu
semua bertujuan untuk keselamatan dan keamanan penerbangan serta
kenyamanan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan kebandarudaraan.
Hubungan timbal balik antara kepentingan masyarakat dan kepentingan
bandara harus disinkronisasikan dengan baik.
Permukaan utama adalah permukaan yang garis tengahnya berhimpit
dengan sumbu landasan yang membentang sampai panjang tertentu diluar
setiap ujung landasan dan lebar tertentu, dengan ketinggian untuk setiap
titik pada permukaan utama diperhitungkan sama dengan ketinggian titik
terdekat pada sumbu landasan. Sistem koordinat bandar udara atau
364 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

aerodrome coordinate system (ACS) adalah sistem koordinat lokal pada


bandar udara yang menggunakan sistem kartesius dengan referensi titik
koordinat (X = + 20.000 m; Y = + 20.000 m) terletak pada garis perpotongan
sumbu X yang berhimpit dengan salah satu garis sumbu landasan dan garis
sumbu Y tegak lurus garis sumbu X yang terletak pada ujung landasan
tersebut (yang diperkirakan tidak mengalami perubahan perpanjangan
landasan). Penyelenggara bandar udara pusat penyebaran dan bandar
udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya dikendalikan
mengusulkan penetapan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di
sekitar bandar udara kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Penyelenggara bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang
udara di sekitarnya tidak dikendalikan mengusulkan penetapan Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar bandar udara kepada
Bupati/Walikota dari Gubernur sebagai tugas dekonsentrasi. Direktur
Jenderal melakukan evaluasi usulan penetapan Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan135 di sekitar bandar udara terhadap aspek :
a. Rencana induk/rencana pengembangan bandar udara.
b. Tatanan kebandarudaraan Nasional. Implementasi nyata
terhadap tatanan kebandarudaraan Nasional yaitu dengan
diwujudkan dalam kerangka berfikir untuk penyelenggaraan banda

135 Secara umum pencapaian kegiatan operasi penerbangan adalah selamat yang di
udara (penumpang dan Air Crew) selamat juga yang di darat (Ground Crew dan masyarakat) .
Untuk itu lingkup tugas pengamanan bandara meliputi; a) Kawasan pendekatan dan lepas
landas; b) Kawasan kemungkinan terjadi bahaya kecelakaan; c) Kawasan di bawah
permukaan horizontal; d) Kawasan di bawah permukaan kerucut; e) Kawasan di bawah
permukaan transisi; f) Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi. Ketentuan
tentang KKOP tersebut merupakan kawasan keselamatan penerbangan yang ditetapkan
batas-batasnya tertentu dan bebas dari penghalang. Sakti Adji Adisas mita, “Tatanan Bandar
Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 54.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 365

udara yang modern. Keterpaduan konsep tata kota dan RUTR


kawasan secara Nasional serta berdaya saing Internasional dalam
rangka turut menunjang pembangunan Nasional yang berwawasan
lingkungan.
c. Keamanan dan keselamatan penerbangan.
d. Rencana Tata Ruang Wilayah.
Direktur jenderal menyampaikan hasil evaluasi kepada Menteri selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara
lengkap. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar bandar
udara untuk tiap-tiap bandar udara ditetapkan dengan Keputusan Menteri
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah hasil evaluasi dari
Direktur Jenderal diterima secara lengkap.
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar bandar udara
untuk tiap-tiap bandar udara ditetapkan dengan Keputusan
Bupati/Walikota setempat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah dokumen diterima secara lengkap. Untuk mengendalikan Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar bandar udara pusat
penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara
disekitarnya dikendalikan, setiap pendirian bangunan di Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan diperlukan rekomendasi dari Direktur
Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.
Untuk mengendalikan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di
sekitar bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di
sekitarnya tidak dikendalikan, setiap pendirian bangunan di Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan diperlukan rekomendasi dari
366 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Bupati/Walikota setempat atau pejabat yang ditunjuk. Sinkronisasi antara


pembangunan bandara dengan pengembangannya di masa yang akan
datang serta kepentingan masyarakat dan RUTR daerah, maka harus
terlebih dahulu dibuat Rencana Induk Nasional Bandara yang mencakup
penetapan lokasi yang strategis. Penyusunan Rencana Induk yang
terintegrasi dengan pembangunan kawasan industri, kawasan pertanian,
kawasan bisnis, kawasan wisata, dan sebagainya. Pengembangan kawasan
kebandarudaraan harus seiring dengan pembangunan infrastruktur daerah.
Hal itu dimaksudkan agar terjadi harmonisasi kepentingan serta terhindar
dari perpecahan dan silang pendapat antara masyarakat, Pemerintah dan
manajemen kebandarudaraan yang tidak jarang berakibat terjadinya
“Konflik Komunal”. Untuk itu kehadiran personel intelijen kebandarudaraan
strategis sangat diperlukan guna mengantisipasi terjadinya konflik komunal
yang berdampak negatif pada kinerja manajemen kebandarudaraan. Aparat
intelijen harus menggunakan “Pendekatan Penggalangan” guna meredam
setiap gejolak yang mungkin akan timbul di sekitar wilayah atau kawasan
kebandarudaraan strategis. KKOP dibagi menjadi beberapa kawasan,
seperti :
a. Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas.
b. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan.
c. Kawasan di bawah permukaan transisi.
d. Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam.
e. Kawasan di bawah permukaan kerucut.
f. Kawasan di bawah permukaan horizontal luar.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 367

Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas adalah suatu


kawasan perpanjangan kedua ujung landas pacu, di bawah lintasan pesawat
udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran
panjang dan lebar tertentu. Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang
berhimpit dengan ujung-ujung permukaan utama berjarak 60 Meter dari
ujung landas pacu dengan lebar tertentu (sesuai klasifikasi landas pacu)
pada bagian dalam, kawasan ini melebar ke arah luar secara teratur dengan
sudut pelebaran 10% atau 15% (sesuai klasifikasi landas pacu) serta garis
tengah bidangnya merupakan perpanjangan dari garis tengah landas pacu
dengan jarak mendatar tertentu dan akhir kawasan dengan lebar tertentu.
Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan adalah sebagian dari
kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung landas
pacu dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat menimbulkan
kemungkinan terjadinya kecelakaan. Kawasan kemungkinan bahaya
kecelakaan dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan ujung-ujung
permukaan utama dengan lebar 60 Meter atau 80 Meter atau 150 Meter
atau 300 Meter (sesuai klasifikasi landas pacu), kawasan ini meluas keluar
secara teratur dengan garis tengahnya merupakan perpanjangan dari garis
tengah landas pacu sampai lebar 660 Meter atau 680 Meter atau 750 Meter
atau 1150 Meter atau 1200 Meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dan jarak
mendatar 3.000 Meter dari ujung permukaan utama. Ketentuan tersebut
menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan perencanaan
368 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

pembangunan sebelumnya, yaitu Rencana Induk Pembangunan Bandar


Udara.136
Kawasan di bawah permukaan transisi adalah bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dari sumbu
landas pacu, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan
garis-garis datar yang ditarik tegak lurus pada sumbu landas pacu dan pada
bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal
dalam. Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan sisi
panjang permukaan utama dan sisi permukaan pendekatan, kawasan ini
meluas keluar sampai jarak mendatar 225 Meter atau 315 Meter (sesuai
klasifikasi landas pacu) dengan kemiringan 14,3% atau 20% (sesuai
klasifikasi landas pacu). Kawasan di bawah permukaan horizontal
dalam adalah bidang datar di atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi
oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan
pesawat udara melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau
setelah lepas landas. Kawasan ini dibatasi oleh lingkaran dengan radius
2000 Meter atau 2500 Meter atau 3500 Meter atau 4000 Meter (sesuai
klasifikasi landas pacu) dari titik tengah tiap ujung permukaan utama dan
menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang berdekatan tetapi
kawasan ini tidak termasuk kawasan di bawah permukaan transisi. Kawasan

136 Rencana Induk Bandar Udara harus mencakup semua kajian komprehensif yang

dilihat dari berbagai aspek, yaitu; a) Perkiraan secara kuantitatif jumlah permintaan
pelayanan, baik penumpang, cargo dan Pos serta harus dilihat rencana pengembangan kota;
b) Kebutuhan fasilitas utama kebandarudaraan dan fasilitas penunjang; c) Tata letak fasilita s
bila dihadapkan dengan RUTR daerah serta rencana pengembangan pemukiman penduduk;
d) Tahapan pelaksanaannya yang harus dipertimbangkan cuaca dan angin; e) Kebutuhan dan
pemanfaatan lahan serta analisis daerah lingkungan kerja. ( Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 202).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 369

di bawah permukaan kerucut adalah bidang dari suatu kerucut yang bagian
bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan horizontal dalam dan
bagian atasnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan
horizontal luar, masing-masing dengan radius dan ketinggian tertentu
dihitung dari titik referensi yang ditentukan. Kawasan ini dibatasi dari tepi
luar kawasan di bawah permukaan horizontal dalam meluas dengan jarak
mendatar 700 Meter atau 1100 Meter atau 1200 Meter atau 1500 Meter
atau 2000 Meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dengan kemiringan 5%
(sesuai klasifikasi landas pacu).
Kawasan di bawah permukaan horizontal luar adalah bidang datar di
sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan
ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi
penerbangan antara lain pada waktu pesawat melakukan pendekatan untuk
mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal
mengalami kegagalan dalam pendaratan. Kawasan ini dibatasi oleh
lingkaran dengan radius 15.000 Meter dari titik tengah tiap ujung
permukaan utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang
berdekatan tetapi kawasan ini tidak termasuk kawasan di bawah
permukaan transisi, kawasan di bawah permukaan horizontal dalam,
kawasan di bawah permukaan kerucut.
Penetapan batas-batas ketinggian pada KKOP bandara dan sekitarnya
dilakukan dengan ketentuan teknis sebagai berikut :

a. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Pendekatan dan Lepas


Landas ditentukan oleh ketinggian terendah dari pertampalan
(superimpose) permukaan pendekatan dan lepas landas, permukaan
370 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

horisontal dalam, permukaan kerucut dan permukaan horisontal luar


pada KKOP

b. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Kemungkinan Bahaya


Kecelakaan ditentukan oleh kemiringan tertentu (sesuai klasifikasi
landasan) arah keatas dan keluar dimulai dari ujung permukaan
utama pada ketinggian masing-masing ambang landasan sampai
dengan ketinggian + (45 + H) Meter di atas elevasi ambang landasan
terendah sepanjang jarak mendatar 3000 Meter melalui
perpanjangan garis tengah landasan.

c. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Dibawah Permukaan


Horisontal Dalam ditentukan + (45 + H) Meter di atas elevasi ambang
landasan terendah.

d. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Dibawah Permukaan


Horisontal Luar ditentukan + (150 +H) Meter di atas elevasi ambang
landasan terendah.

e. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Dibawah Permukaan


Kerucut ditentukan oleh kemiringan 5% arah keatas dan keluar,
dimulai dari tepi Kawasan Dibawah Permuakaan Horisontal Dalam
pada ketinggian + (45 + H) Meter di atas elevasi ambang landasan
terendah sampai ketinggian tertentu (sesuai dengan klasifikasi
landasan)

f. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Dibawah Permukaan


Transisi ditentukan oleh kemiringan tertentu (sesuai klasifikasi
landasan) arah keatas dan keluar, dimulai dari sisi panjang dan pada
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 371

ketinggian yang sama seperti Permukaan Utama dan Permukaan


Pendekatan terus sampai memotong Permukaan Horisontal Dalam
pada ketinggian + (45 + H) Meter di atas elevasi ambang landasan
terendah.

Perhitungan ketinggian dalam KKOP sesuai aturan berikut ini:

a. Menggunakan aerodrome elevation system (AES) yaitu sistem


ketinggian bandar udara dimana ambang landasan (ujung over run)
terendah dipakai sebagai titik referensi ketinggian dan diberi besaran
ketinggian 0,00 Meter AES;

b. Semua titik ketinggian dalam KKOP dihitung terhadap titik 0,00


Meter AES

c. Ketinggian ambang landasan rata-rata (H) adalah beda tinggi


antara dua ambang landasan dibagi dua, hasilnya dibulatkan
kebawah.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan KM 48 Tahun 2002


tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum bahwa kawasan udara di
sekitar bandar udara harus bebas dari segala bentuk hambatan yang akan
mengganggu pergerakan pesawat udara dengan menetapkan batasan
ketinggian tertentu terhadap objek-objek di sekitar bandar udara. Kawasan
di sekitar Bandar udara tersebut selain dikaji berdasarkan Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) merujuk pada ICAO Annex 14
Volume 1 Aerodrome Design and Operation, Fourth Edition July 2004 juga
dikaji menurut Kajian Teknis Aeronautika dengan merujuk pada ICAO Doc.
372 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

8168 Aircraft Operations Volume II Construction of Visual and Instrument


Flight Procedures 2006 Pans Ops.

Straight departure. Tiga straight departure dibahas bersama dengan


metode penghitungan PDG (procedure design gradient) yang diperlukan
untuk overfly the obstacles. Tiga straight departure tersebut adalah :
a. Straight departure along the extended runway centre line;
b. Straight departure with track adjustment ≤15°; dan
c. Departure with a specified procedure design gradient to a
height after which the normal climb gradient of 3.3 per cent will clear
the remaining obstacles.
NDB atau VOR off-aerodrome procedure – categories C/D aircraft.
Sebagai contoh, approach procedure, off-aerodrome NDB akan dirancang
untuk Runway 11 pada Donlon / Slipton aerodrome. Major part of the
design study akan menentukan optimum area di mana fasilitas tersebut
harus diposisikan, yang mengarah ke pemilihan lokasi yang tepat
tergantung pada actual terrain characteristics dalam area yang dipilih. Cara
terbaik untuk memulai desain adalah dengan final and intermediate
approach phases of the procedure, karena biasanya obstacle situation in the
relevant areas akan mempengaruhi lokasi fasilitas.
Contoh procedure design. Data :
Runway: 11/29, length = 2 000 m
Threshold 11 elevation = 53 m (174 ft)
Aerodrome elevation = 54 m (178 ft)
Magnetic bearing = 105°/285°
Magnetic variation: 1°W
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 373

Type of facility: NDB


Ident: SCN
Aircraft : Prosedur untuk Categories C/D
Dalam instrument approach procedure pesawat harus mengurangi
ketinggian dari initial altitude down to the threshold elevation. Jumlah
height yang dikurangi tergantung pada obstacle situation in the vicinity of
the aerodrome dan mungkin juga tergantung pada type of entry into the
procedure, yang mungkin baik dengan omnidirectional entry into a
racetrack or by a standard arrival route. Banyak Negara menggunakan
highest of the minimum sector altitudes sebagai the initial altitude.

5. Keterkaitan Peran dan Fungsi Intelijen Kebandarudaraan Startegis.


Hubungan kerja intelijen kebandarudaraan secara kelembagaan
terkait dengan; Pertama, keterkaitan dengan Intelijen Negara, karena
bandara merupakan obyek vital negara yang harus dilindungi dan
dioptimalkan peran dan fungsinya guna meningkatkan pendapatan Nasional
dan PAD; Kedua, keterkaitan dengan semua prosedur dan ketentuan
Internasional yang telah digariskan oleh lembaga Internasional
penerbangan ICAO; Ketiga, keterkaitan dengan semua peralatan navigasi
yang mendukung keselamatan penerbangan; Keempat, keterkaitan dengan
semua kepentingan Maskapai Penerbangan, penumpang, barang-barang
cargo dan Pos; Kelima, keterkaitan dengan sosiologi masyarakat terutama
berkaitan dengan pencemaran suara atau kebisingan; Keenam, keterkaitan
dengan isu lingkungan hidup dan kelestarian alam; Ketujuh, keterkaitan
dengan isu terorisme dan Narkotika.
374 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Pertama, keterkaitan antara peran dan tugas Intelijen Negara dengan


personel pengamanan atau security bandara adalah terletak pada sasaran
tugas bersama yaitu menciptakan kondisi aman teradap operasi
penerbangan, keselamatan misi penerbangan, kelancaran proses dan akses
menuju bandara serta terciptanya lingkungan bandara yang terbebas dari
pencemaran. Adapun tujuan intelijen udara adalah mendeteksi,
mengidentifikasi, menilai, menganalisis, mentafsirkan setiap kejadian yang
terjadi atau yang mungkin bakal terjadi dan dapat memprediksikan dampak
terhadap kejadian tersebut. Kemampuan Intelijen Negara dalam
menyajikan data dan fakta dalam rangka memberikan peringatan dini untuk
mengantisipasi berbagai bentuk kemungkinan ancaman nyata yang
potensial terhadap keselamatan, dalam hal ini keselamatan penerbangan
dan eksistensi Bangsa.
Dalam rangka menciptakan kondisi aman, nyaman, lancar dan
keselamatan penerbangan, Intelijen Negara berhak untuk membentuk
satuan tugas serta melakukan kerjasama dengan intelijen negara lain.
Intelijen Negara juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan,
pemeriksaan aliran dana dan pengalihan informasi terutama yang berkaitan
dengan keselamatan dan keamanan bandara. Sasaran bidik Intelijen Negara
meliputi kegiatan yang mengancam kepentingan Nasional dan keamanan
Nasional meliputi Aspek Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pertahanan Keamanan dan sektor kehidupan masyarakat yang meliputi
Aspek Pangan, Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Adapun obyek kegiatan yang menjadi sasaran atau target Intelijen
Negara dalam keterkaitan dengan upaya keselamatan, keamanan dan
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 375

kenyamanan pelayanan kebandarudaraan serta Maskapai Penerbangan


yaitu kegiatan terorisme, separatisme, spionase, sabotase atau kegiatan
dari unsur Radikal Kanan dan Radikal Kiri yang megancam keselamatan,
keamanan dan kedaulatan Nasional.
Kedua, keterkaitan dengan prosedur dan aturan-aturan Internasional
ICAO, maka Intelijen Negara dalam melakukan pengamanan dan tindakan
apapun di kawasan kebandarudaraan dan Maskapai Penerbangan harus
berpedoman pada ketentuan Internasional. Hal ini dimaksudkan untuk
menjaga citra atau brand positif terhadap tingkat pelayanan Bandara
Internasional dan Maskapai Penerbangan luar negeri. Standarisasi prosedur
Internasional untuk upaya keselamatan dan keamanan penerbangan yang
telah dibuat oleh ICAO berlaku untuk semua anggota yang telah meratifikasi
ketentuan tersebut sebagai Negara “Contracting State”.
Ketiga, keterkaitan dengan peralatan navigasi yaitu pemanfaatan
peran dan fungsi intelijen yang didukung oleh peralatan navigasi guna
mengamankan penerbangan sipil di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. “Van Clausewite” pernah mengatakan dalam bahasa Latin “Si Vis
Pacem Parra Bellom”, yang artinya jika ingin damai maka bersiaplah untuk
perang. Dengan demikian pada kondisi apapun, baik pada saat damai atau
kondisi bergejolak, maka negara harus siap perang. Sehingga semua
komponen perang yaitu :
a. Kesiapan Alutsista atau Alat Utama Sistem Senjata harus dalam
kondisi siap tempur, baik dari sisi kualitas dan kuantitasnya.
b. Kesiapan SDM, artinya prajurit harus pada kondisi mental
prima, terlatih dan terdidik serta mempunyai pengalaman tempur.
376 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

c. Khusus matra udara, maka persiapan pangkalan udara dan


bandara didukung oleh peralatan navigasi udara yang baik dalam
kondisi siap tempur.
d. Kesiapan Kodal atau Komando Pengendalian yang secara
kelembagaan harus tertata dengan baik dengan berbagai produk
dokumen kajian, analisis cara bertindak. Sehingga secara jelas siapa
berbuat apa, dengan senjata apa, kapan dan di mana, serta harus
melapor kepada siapa, semua mekanisme tertata dengan baik.

Dengan demikian keterkaitan peralatan navigasi udara dan fungsi dan


peran intelijen guna menciptakan kondisi keselamatan dan keamanan serta
kenyamanan di darat maupun di udara dapat tercapai secara optimal.

Keempat, keterkaitan dengan semua kepentingan Maskapai


Penerbangan, penumpang, cargo dan Pos serta dokumen-dokumen rahasia,
yaitu pada kondisi ini peran dan fungsi intelijen harus dapat memetakan
sumber-sumber ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dengan
obyek Maskapai Penerbangan yang meliputi :

a. Kelaikan terbang pesawat udara dengan melihat penggunaan


jam terbang, prosedur maintenance dan kondisi nyata pesawat. Oleh
sebab itu personel yang bertugas dari jajaran intelijen harus
menguasai disiplin ilmu tentang pesawat dan penerbangan. Sehingga
tidak menutup kemungkinan bahwa personel yang ditugaskan pada
misi tersebut adalah mantan Pilot.

b. Identitas penumpang, terutama penumpang khusus yang telah


ada catatan khusus sebelumnya baik dari Kejaksaan, Kepolisian atau
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 377

data intelijen harus diikuti secara tersamar. Hal ini dimaksudkan


untuk mengantisipasi yang bersangkutan melakukan tindakan
melawan hukum atau “Unlawful Interference” yang akan dapat
mengancam keselamatan penerbangan atau mengganggu kelancaran
pelayanan bandara.

c. Barang-barang cargo dan Pos harus diawasi oleh aparat


intelijen kebandarudaraan bersama aparat Intelijen Negara tentang
kelengkapan dokumen dan dilakukan pengecekan barang secara
ketat guna menghindari terjadinya penyelundupan barang-barang
selundupan, obat-obatan terlarang atau Narkotika dan
penyelundupan barang-barang berbahaya yang terkait oleh kegiatan
terorisme yang membahayakan keselamatan penerbangan.

Kelima, keterkaitan dengan sosiologi masyarakat terutama yang


berhubungan pencemaran suara atau kebisingan. Hal ini telah disampaikan
pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 260 yang mengatakan bahwa dalam rangka pelestarian
lingkungan badan usaha bandar udara wajib menjaga ambang batas
kebisingan dan pencemaran lingkungan di bandar udara sebagai akibat dari
kegiatan operasional pesawat harus sesuai dengan ambang batas dan baku
mutu yang ditetapkan Pemerintah. Untuk itu dalam rangka menjaga
ambang batas tersebut, manajemen bandar udara dapat membatasi waktu
dan frekuensi penerbangan atau menolak pengoperasian pesawat udara
tertentu yang dikhawatirkan dapat mengganggu masyarakat karena
melewati ambang batas kebisingan. Sehingga setiap bandar udara atau unit
penyelenggara bandar udara wajib melaksanakan pengelolaan dan
378 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

pemantauan yang dalam hal ini dapat melibatkan unsur-unsur dari intelijen
gabungan antara aparat Intelijen Negara dan security bandara.
Cara mengukur tingkat kebisingan ditentukan berdasarkan WECPNL
atau Weighted Eqvivalent Continous Perceived Noise Level, yaitu :
a. Kawasan kebisingan tingakt satu 70 ≤ WECPNL < 75.
b. Kawasan kebisingan tingakt dua 75 ≤ WECPNL < 80.
c. Kawasan kebisingan tingakt tiga WECPNL ≥ 80.137

Keenam, keterkaitan dengan isu lingkungan hidup dan kelestarian


alam. Bandara Perintis yang pembangunannya dimaksudkan untuk
membuka akses penerbangan baru guna membuka wilayah yang terisolasi
dari pergaulan masyarakat dalam suatu kawasan Propinsi, Nasional atau
Internasional mempunyai manfaat nyata, terutama meningkatnya aktivitas
ekonomi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah .
Tetapi dari segi negatif dapat dilihat terjadinya mutasi populasi satwa
tertentu dari lokasi yang berdampingan dengan bandara. Artinya
pencemaran lingkungan hidup tetap terjadi meskipun tidak banyak
mempengaruhi kehidupan masyarakat, karena sudah tergantikan oleh
manfaat yang lebih besar.
Potensi masyarakat daerah terpencil dan terisolasi akan mengalami
perubahan yang sangat cepat seiring dibangunya bandara tersebut. Pola
budaya masyarakat, pola fikir serta gaya hidup akan berubah secara drastis,
demikian juga dengan tingkat pendidikan masyarakat secara tidak langsung
berkembang ke arah positif.

137Sakti Adji Adisasmita, “Tatanan Bandara Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit :


Graha Ilmu, 2014), hal. 56.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 379

Ketujuh, keterkaitan dengan isu terorisme dan Narkotika. Pasal 29


Kenvensi Jenewa memberikan perlindungan hukum atau kekebalan pribadi
para para Diplomat Negara Asing apabila tersandung masalah hukum, yaitu
termasuk dalam kegiatan yang berkaitan langsung dan tidak langsung
tentang masalah-masalah Narkotika, akan tetapi pada Pasal 32 Konvensi
Jenewa yang mengatur tentang penanggalan kekebalan hukum dengan dua
alternatif, yaitu Diplomat tersebut ditarik ke negara asal atau diadili dengan
proses hukum di negara setempat dengan menanggalkan kekebalan
diplomatik.138
Hal yang paling menakutkan dalam dunia penerbangan adalah aksi
terorisme yang melakukan pembajakan pesawat seperti yang pernah terjadi
pada penerbangan “DC. G. Woyla” yang berisi 48 penumpang pada tanggal
28 Maret 1981 dengan Captain Pilot “Herman Rante”. Pesawat bergerak
take off dari bandara Kemayoran Jakarta - menuju Bandara Polonia Medan
dengan “Stop Over” di Palembang. Dan akhirnya pesawat dipaksa landing di
Bandara Pulau Penang – Malaysia.139 Terorisme adalah bentuk kegiatan
melawan hukum dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang
mempunyai wilayah cakupan lintas negara, terorganisasi dengan baik, serta
mempunyai struktur jaringan yang luas. Sehingga mengancam perdamaian
dan keamanan Nasional maupun Internasional. Sehingga upaya
penanggulangan kegiatan terorisme tersebut harus dilakukan secara
terpusat, terpadu dan terkoordinasi dengan baik antar semua unsur

138 Supono Soegirman, “Intelijen Profesi Unik Orang-Orang Aneh”, (Jakarta, Penerbit :

Media Bangsa, 2012), hal. 238.


139 Julius Pour, “Benny - Tragedi Seorang Loyalis”, (Jakarta, Penerbit : KATA, 2007),

hal. 209.
380 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

pengamanan. Untuk itu pengamanan bandara dari semua kegiatan yang


mengancam keselamatan penerbangan harus dilakukan secara terintegrasi
antar satuan pengamanan. Untuk mewujudkan profesionalisme petugas
khusus penanganan maka Pemerintah telah membentuk “BNPT – Badan
Nasional Penaggulangan Terorisme” melalui Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2010.
Aksi pembajakan pesawat saat melakukan operasi penerbangan
adalah “akibat bukan sebab”. Maka untuk menguraikan masalah terorisme
yang mengancam keselamatan penerbangan harus terlebih dahulu
mengetahui sebab-sebab dan latar belakang terjadinya aksi terorisme yang
dilihat dari berbagai aspek kehidupan, yaitu : 140

a. Faktor Ekonomi, pelaku terorisme yang disebabkan oleh


himpitan ekonomi atau faktor kemiskinan, sehingga seseorang nekat
bergabung dengan gerakan separatis tertentu sebagai pelarian
dengan imbalan atau janji-janji upah tertentu.

b. Faktor Psikologi - Frustasi, yaitu seseorang yang mengalami


guncangan hidup yang kuat, sehingga mental dan kejiwaannya
terguncang, kemudian mengambil jalan pintas bergabung dengan
gerakan terorisme.

c. Faktor Radikalisme Ideologi Agama, yaitu seseorang yang salah


atau menyimpang dalam memahami ajaran tertentu.

140 A.C. Manulang, “Terorisme & Perang Intelijen”, (Jakarta, Penerbit : Manna Zaitun,
2006), hal. 129.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 381

d. Faktor Nasionalisme Ke-sukuan yang sempit, yaitu seseorang


yang melakukan aktivitas terorisme dengan alasan dan latar belakang
ke-sukuan, kemudian tergabung dalam kegiatan separatisme.
e. Faktor kepentingan tertentu, yaitu alasan seseorang
melakukan aktivitas terorisme karena alasan yang khas atau tertentu
bagi dirinya sendiri dan kelompoknya seperti dalam istilah yang lazim
“Barisan Sakit Hati”.

Penyimpangan pemahaman Agama dan doktrin yang keliru terhadap


semangat kerukunan, maka akan dapat menyebabkan hal-hal sebagai
berikut :
Pertama, tindakan ekstrim dan merugikan orang lain. Ciri-ciri
tindakan ekstrim tersebut adalah :

a. Perbuatan yang nekat seperti bom bunuh diri.

b. Segala tindakan brutal yang uncontrolled.

c. Melakukan pengerusakkan tanpa sebab yang masuk akal.

Kedua, tindakan bersenjata dalam bentuk sparatis yang mengancam


kedaulatan Bangsa dan Negara dalam bentuk kegiatan kelompok atau
gerombolan separatis bersenjata. Gerakan separatis bersenjata atau
gerakan keamanan apabila disatukan dengan gerakkan kesukuan akan
berdampak sangat besar, bahkan sangat dimungkinkan untuk melakukan
pembajakkan pesawat, bahkan tindakan yang lebih nekat lagi adalah
menjadikan pesawat penumpang sipil sebagai senjata yang mematikan
seperti pengalaman kejadian WTC Amerika Serikat.
382 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Ketiga, tindakan menyalahgunakan pengaruh yang memprovokasi


masyarakat secara luas untuk melakukan tindakan makar atau tindakan
demonstrasi brutal yang mengancam keselamatan masyarakat secara luas.
Penyimpangan pemahaman Agama harus diantisipasi, terutama pada
masyarakat yang bermukim di sekitar bandar udara. Untuk itu pihak
manajemen kebandarudaraan harus aktif melakukan pendekatan pada
tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh Agama di desa-desa sekitar bandar
udara.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 383

BAB V
KESELAMATAN TERBANG DAN KERJA
KEBANDARUDARAAN STRATEGIS

1. Pendahuluan.
BMJ atau Britis Medical Journal pada bulan Juni 2007 menyatakan
hasil riset dan kajiannya bahwa dengan jumlah sample secara acak
terhadap 5.547 pria dan wanita yang bertugas aktif di jajaran angkatan
bersenjata dengan ditempatkan di garis depan pertahanan negara atau di
daerah konflik dalam waktu lebih dari batas toleransi antara enam hingga
delapan bulan mengalami kecenderungan mental dan perilaku negatif serta
menjadi sebab berbagai masalah atau yang sering disebut dengan istilah
“PTSD-Post Traumatic Stress Disorder”.141 Tingkat dan kemampuan
seseorang dalam menetralisisr dan mengendalikan stress berbeda-beda,
sehingga akibat dan dampaknya juga berbeda-beda, dan kadang pelarian
solusinya juga berbeda-beda. Terkadang bersifat positif tetapi mayoritas
negatif. Dengan demikian kondisi “PTSD-Post Traumatic Stress Disorder”
dapat menimpa pada siapa saja termasuk Air Crew dan Ground Crew dan
lebih jauh dari itu akan berdampak pada keselamatan penerbangan dan
tingkat keselamatan petugas di bandara. Untuk itu sangat dimungkinkan
adanya upaya terstruktur dan tersistem dengan baik melalui kajian
komprehensif yang melibatkan semua unsur dan instansi terkait mencari

141 Ketentuan dan prosedur normal didalam angkatan bersenjata Inggris Raya
memiliki ketentuan dengan apa yang disebut “panduan harmoni”, yaitu kajian atau analisis
bagi personel dengan dasar pemikiran adanya keseimbangan antara jam kerja, tingkat
resiko, kesehatan mental, istirahat dan pemulihan pasca tugas. (Majalah Forum, Volume 39,
terbitan Ke-3, 2014), hal. 19.
384 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

solusi agar tercipta kondisi prima “keselamatan terbang dan kerja yang
optimal”
Tingkat kejenuhan Pilot - Co-Pilot dan awak kabin lainnya akan
berdampak pada kelalaian, kecerobohan dan ketidak disiplinan untuk
ketaatan serta loyaloitas pada prosedur, sehingga sangat dimungkinkan
berdampak kurang ketelitian dan kurang perduli pada keselamatan terbang
dan kerja sebagai “Human Error”. Untuk itu manajemen kebandarudaraan
dan Maskapai Penerbangan secara bersama-sama membuat kajian tentang
“Beban Kerja - Work Loud” pada masing-masing petugas, terutama pada
tugas-tugas di lapangan yang rawan dan beresiko. 142
Beban kerja (Work Loud) tiap individu harus direkap dalam satu
dokumen personel sebagai bahan kajian dan kebijakan kelembagaan untuk
pembinaan personalia guna mengoptimalkan produktifitas kerja dan untuk
menghindari terjadinya kecelakaan pesawat atau kecelakaan kerja di
bandara. Sehingga pihak manajemen kebandarudaraan dan Maskapai
Penerbangan secara bersama membuat program penyegaran karyawan,
baik secara perorangan atau bersama-sama dalam bentuk :
a. Rekreasi bersama.
b. Hak cuti perorangan.
c. Pendidikan atau kursus di luar negeri.
d. Tunjangan dan bonus akhir tahun.
e. Kunjungan wisata ke perusahaan-perusahaan partner kerja.

142 Analisis beban kerja dapat diwujudkan dalam bentuk “Task Force” dalam rangka

penyegaran lingkungan dan penyegaran tempat kerja baru atau program baru, sehingga
berdampak positif pada kinerja secara optimal. Randall S. Schuler dan Susan E. Jackson,
“Manajemen Sumber Daya Manusia”, (Jakarta, Penerbit : Erlangga, 1966), hal. 131.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 385

f. Kegiatan lain yang menyegarkan fikiran dan menghilangkan


kejenuhan.

Secara umum penyebab kecelakaan kerja, baik di darat, di laut dan di


udara ada tiga :

a. Kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia, karena tidak


disiplin dengan SOP atau Standar Operasional Prosedur. Adanya
kepentingan pribadi yang masuk kedalam situasi kerja, ketidak
jujuran, masalah keuangan, kecerobohan dan kenakalan pribadi
petugas seperti penyelundupan, Narkotika dan sebab lain yang
berakibat negatif. Semua permasalaha tersebut dirangkum dalam
“Human Error”.143

b. Kecelakaan yang disebabkan oleh faktor alat, yaitu karena


kondisi alat yang kurang baik, pengeroposan dan karat atau korosi
pada alat atau kerusakan karena operasional yang tidak diprediksi
sebelumnya. Hal ini dapat terjadi juga pada pesawat.

c. Kecelakaan yang disebabkan oleh faktor cuaca atau Weather.


Cuaca dan iklim suatu daerah sangat berpengaruh pada keselamatan
penerbangan, terkadang sering kali kekuatan alam tidak dapat
ditandingi oleh teknologi. Akan tetapi manusia melalui kecanggihan
teknologi dapat memprediksi gejala-gejala akan terjadinya bencana
alam, sehingga upaya tersebut paling tidak mengurangi korban jiwa
dan mengurangi kerugian materi.

143 Salah satu penyebab “Human Error” adalah adanya suasana kerja yang kurang

sehat atau konflik dalam internal perusahaan. Sondang P. Siagian, “Manajemen Sumber
Daya Manusia”, (Jakarta, Penerbit : Bumi Aksara, 2008), hal. 342.
386 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Dengan demikian, faktor manusia, alat dan alam adalah penyebab


utama kecelakaan terbang dan kerja yang harus diantisipasi untuk
mengurangi atau menghilangkan dampak kerugian jiwa dan materi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 34 mensyaratkan bahwa setiap pesawat udara yang
dioperasikan wajib memenuhi standar kelaikudaraan yang melalui proses
pemeriksaan dan pengujian kelaikudaraan oleh Tim terkait antar instansi
dan para ahli guna memastikan bahwa pesawat yang dioperasikan oleh
Maskapai Penerbangan adalah pesawat yang benar-benar laik terbang.
Langkah ini ditempuh guna meniadakan terjadi kecelakaan penerbangan
karena faktor pesawat dan dalam rangka keselamatan penerbangan serta
mengoptimalkan fungsi pengawasan operasional penerbangan maka
pesawat yang terbang di wilayah Negara Republik Indonesia diberikan
layana navigasi penerbangan dan selama prosesi penerbangan Pilot dan Co-
Pilot diberikan wewenang dan keleluasaan bertindak dan berucap serta
mengambil langkah-langkah tertentu guna menjamin keamanan dan
keselamatan penerbangan. 144
Persyaratan keselamatan penerbangan dimulai dari kontrol kualitas
dalam kegiatan rancang bangun, proses pembuatan, prosedur kerja atau
SOP (Standar Operasional Prosedur), proses pembuatan tiap komponen dan
suku cadang. Fungsi kontrol Pemerintah terhadap semua tahapan proses
pembuatan pesawat, uji terbang serta pengujian setiap peralatan Avionik

144 Sertifikasi pesawat terbang yang dikeluarkan oleh Pemerintah adalah bukti atas

kesiapan pesawat untuk melakukan misi penerbangan. Sakti Adji Adisasmita, “Tatanan
Bandar Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 23.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 387

pesawat harus dilakukan secara teliti dengan menggunakan standar yang


telah ditetapkan secara Internasional.

2. Sertifikasi Pesawat Terbang.


Manusia ditakdirkan oleh Tuhan untuk hidup di darat, bukan di air,
apalagi di udara. Akan tetapi dengan segala upaya manusia dapat terbang
menggunakan pesawat terbang. Kerangka befikir yang dibangun adalah
karena manusia telah menyalahi kodratnya, sehingga dapat terbang, maka
harus didukung oleh peralatan yang memadai, “Kelaikan Operasional
Pesawat Terbang”. Bentuk nyata dari hal tersebut di atas dengan adanya
pengujian dan sertifikasi, sehingga semua pesawat yang digunakan untuk
operasional penerbangan memenuhi standar yang telah ditetapkan, baik
secara Nasional maupun Internasional. Uji standar kelaikudaraan juga
berlaku untuk pesawat cargo. Akhir-akhir ini ada kecenderungan konversi
atau modifikasi pesawat penumpang produksi tahun 1980-an menjadi
pesawat cargo. Alih fungsi pesawat penumpang menjadi pesawat cargo
harus menjadi perhatian khusus untuk uji lisensi dan sertifikasi
kelaikudaraan, karena pesawat cargo mempunyai umur lebih tua
dibandingkan dengan pesawat penumpang. Meskipun secara empiris
kecelakaan pesawat cargo secara kuantitatif jarang terjadi kecelakaan
dibandingkan dengan pesawat penumpang.145
Sebagai langkah antisipasif dan kehati-hatian pesawat yang telah
memperoleh sertifikasi dan memenuhi standar operasional tetap dilakukan

145 GMF Aero Asia mempunyai kemampuan teknis dalam manajemen untuk

mengkonversi Pesawat B-737-300 dari pesawat penumpang menjadi pesawat cargo.


(Majalah Angkasa, Nomor 9, Juni 2013), hal. 62.
388 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

prosedur pengecekan dan pengawasan, terutama pada saat setelah


melakukan penerbangan atau sebelum melakukan penerbangan. Hal ini
sangat penting guna mengantisipasi terjadinya kerusakan atau gangguan
mesin pesawat atau alat bantu navigasi karena faktor cuaca dalam
operasional penerbangan atau karena faktor lain yang dimungkinkan
mengganggu operasional penerbangan atau bahkan mengancam
keselamatan penerbangan.
Keselamatan terbang dan kerja adalah final goal dari upaya program
atau prosedur yang telah ditetapkan. Untuk itu guna meniadakan adanya
“Accident atau Incident” maka harus diketahui terlebih dahulu sebab-
sebabnya; Pertama, “Human Error” atau kesalahan yang disebabkan oleh
faktor manusia. Adapun kejadian kecelakaan pesawat terbang karena faktor
manusia dikarenakan oleh kurangnya profesionalisme air crew atau gound
crew, faktor ketidakdisiplinan, kecerobohan atau karena kurangnya
menguasai terhadap suatu permasalahan, maintenance pesawat yang tidak
memenuhi standar, faktor psikis atau kejenuhan, dan lain-lain; Kedua,
faktor cuaca, keadaan cuaca selama operasional penerbangan sangat
berpengaruh langsung terhadap keselamatan penerbangan, terjadinya
hujan lebat dengan disertai petir, awan CB (Cumulonimbus),146 badai dan

146 Awan terbentuk dari titik air akibat dari penguapan air di Bumi (laut, samudera,

danau, sungai, dan lain-lain). Udara yang hangat lebih banyak menampung uap air dari pada
udara yang dingin dan hujan terjadi karena faktor kelembaban udara yang membentuk titik
embun yang lebih besar dan terjatuh ke Bumi. Penggolongan awan dibagi menjadi tiga;
a. Awan tinggi : 1) Cirrus (Ci).
2) Cirrus cumulus (Cc).
3) Cirrus status (Cs).
b. Awan Sedang : 1) Alto cumulus (Ac).
2) Alto status (As).
c. Awan Rendah : 1) Stratus cumulos (Sc).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 389

aneka musibah bencana alam lainnya; Ketiga, faktor-faktor lain yang secara
tiba-tiba terjadi yang mengakibatkan kecelakaan pesawat terbang. Kejadian
ini memungkinkan terjadi diluar faktor manusia dan diluar faktor manusia
dan diluar faktor cuaca.

3. Regulasi Keselamatan Penerbangan.


State safety program atau program keselamatan penerbangan
Nasional merupakan bentuk regulasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
yang meliputi semua peralatan tentang keselamatan penerbangan serta
seluruh mekanisme yang berkaitan dengan keselamatan. Pada hakekatnya
pencapaian kondisi keselamatan kerja dari semua unsur penerbangan
termasuk personel pendukung operasional penerbangan dan apabila dilihat
lebih jauh lagi bahwa keselamatan penerbangan merupakan akumulasi dari
kebiasaan, budaya, perilaku dan cara berfikir perorangan. Dengan demikian
apabila semua unsur tersebut terpelihara dan terawat dengan baik yang
pada akhirnya membentuk “Corporate Culture” yang baik, maka dengan
sendirinya akan mencapai kondisi “Keselamatan Terbang dan Kerja”.

4. Komponen Pelopor Keselamtana Terbang Dan Kerja.


Manajemen kebandarudaraan dan seluruh instansi terkait dalan
manajemen kebandarudaraan, Pemerintah, perusahaan Maskapai
Penerbangan, penumpang pesawat dan masyarakat merupakan satu

2) Stratus (St).
3) Nimbus stratus (Ns).
4) Cumulus (Cu).
5) Cumulonimbus (Cb).
Ensiklopedia (Hamparan Ilmu “Cuaca dan Iklim”, penerbit : Tira Pustaka, 2002), hal. 58.
390 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

rangkaian komponen yang secara bersama-sama turut aktif membudayakan


dan mempelopori upaya keselamatan terbang dan kerja.
Ketertiban masyarakat secara umum dalam upaya menjamin
keselamatan terbang dan kerja mulai dari proses perjalanan menuju
bandara, proses administrasi, kegiatan di ruang tunggu, sampai pada proses
naik pesawat, adalah bentuk tanggung jawab bersama sebagai Bangsa.
Implementasi nyata bentuk keterlibatan masyarakat adalah melakukan
fungsi kontrol atau pengawasan secara tidak langsung dengan mengikuti
prosedur atau mekanisme yang berlaku dan secara legislasi dijamin oleh
undang-undang.147
Maskapai Penerbangan harus secara jeli melakukan “evaluasi
kelaikan udara” setiap pesawat dengan berpedoman pada prosedur yang
telah ditetapkan dan secara bersama-sama dengan pihak manajemen
kebandarudaraan melakukan “Waskat” atau pengawasan melekat pada
setiap schedule penerbangan. Dengan demikian secara sendini mungkin
mengantisipasi agar tidak terjadi kecelakaan pesawat. Kelaikan udara
adalah terpenuhinya persyaratan desain type pesawat udara dan dalam
kondisi aman untuk beroperasi atau melakukan penerbangan. “Otoritas
bandar udara” harus melakukan pengawasan terhadap terpenuhinya
ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan,

147 Fungsi kontrol dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Maskapai

Penerbangan melalui mekanisme “Sertifikat Kelaikudaraan” dengan standar; a) Sertifikat


Kelaikudaraan Standar Pertama atau “Initial Airwotrhiness Certificate” yang diberikan untuk
pesawat udara pertama kali dioperasikan; b) Sertifikat Kelaikudaraan Standar Lanjutan atau
“Continous Airworthiness Certificate” yang diberikan untuk pesawat udara yang akan
dioperasikan secara terus menerus. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan, Pasal 37).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 391

keamanan dan pelayanan penerbangan dengan baik dan berkualitas serta


berdaya saing Internasional.

5. Upaya Keselamatan Penerbangan.


Pesawat tidak boleh dioperasikan secara lalai atau sembrono
sehingga membahayakan nyawa atau harta benda orang lain. Minimum
heights. Kecuali bila diperlukan untuk take off atau landing, atau kecuali
dengan ijin dari appropriate authority, pesawat tidak boleh diterbangkan di
atas area perkotaan yang padat, atau pemukiman atau kerumunan orang di
area terbuka, kecuali pada ketinggian (height) yang diijinkan, dalam hal
terjadi emergency, landing dibuat tanpa bahaya yang tidak semestinya
terhadap orang atau harta benda di permukaan.148 Cruising levels. Cruising
levels dimana penerbangan atau bagian penerbangan yang akan dilakukan
harus dalam istilah :

a. Flight levels, untuk penerbangan pada atau diatas flight level


yang terendah yang digunakan atau, jika memungkinkan, diatas
transition altitude;

148 Ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan, Pasal 53 :


1. Setiap orang dilarang menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara,
penumpang dan barang dan/atau penduduk atau mengganggu keamanan dan
ketertiban umum atau merugikan harta benda milik orang lain.
2. Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut di atas dikenakan sanksi
administratif berupa pembekuan sertifikat atau pencabutan sertifikat.
Dengan demikian, ketentuan tersebut di atas meletakkan resiko atau dampak dari
operasional penerbangan yang merugikan masyarakat, baik perorangan atau secara umum
menjadi tanggung jawab Maskapai Penerbangan dan Pemerintah berfungsi sebagai regulator
yang mengawasi dan mengontrol.
392 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

b. Altitudes, untuk penerbangan dibawah flight level terendah


yang digunakan atau, jika memungkinkan, pada atau dibawah
transition altitude.

Dropping atau spraying. Tidak boleh ada yang harus dijatuhkan atau
disemprotkan dari pesawat yang in flight kecuali dibawah kondisi yang
ditentukan oleh appropriate authority dan seperti yang ditunjukkan oleh
informasi yang relevan, saran dan/atau clearance dari appropriate air traffic
services unit. Towing. Tidak boleh ada pesawat atau objek lain yang ditarik
oleh pesawat, kecuali sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh
appropriate authority dan seperti yang ditunjukkan oleh informasi yang
relevan, saran dan/atau clearance dari appropriate air traffic services unit.
Parachute descents. Penerjunan parasut, selain terjun emergency, tidak
boleh dilakukan kecuali dengan kondisi yang ditentukan oleh appropriate
authority dan seperti yang ditunjukkan oleh informasi yang relevan, saran
dan/atau clearance dari appropriate air traffic services unit. Terbang
akrobatik. Tidak boleh ada pesawat yang terbang akrobat kecuali kondisi
yang ditentukan oleh appropriate authority149 dan seperti yang ditunjukkan
oleh informasi yang relevan, saran dan/atau clearance dari appropriate air
traffic services unit. Penerbangan formasi. Pesawat tidak boleh terbang
dalam formasi kecuali dengan pengaturan sebelumnya (pre-arrangement)

149 Singapore Air Show 2014 yang berlangsung pada tanggal 11-16 Februari 2014

dengan penampilan Tim Aerobatic Jupiter dari Indonesia adalah kondisi berbeda dengan apa
yang tertuang dalam ketentuan tersebut di atas. Aerobatic pesawat mutlak diajarkan pada
siswa calon penerbang tempur karena kemampuan aerobatic merupakan bagian dari
strategi perang udara. Hal tersebut sangat berbeda dengan penerbang pesawat sipil yang
dituntut kehalusan dalam menerbangkan pesawat karena membawa penumpang. Adapun
yang dibawa pesawat tempur adalah amunisi tempur. (Majalah Angkasa Nomor 6, Maret
2014, hal. 24)
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 393

antara Pilot in command pesawat yang mengambil bagian dalam


penerbangan tersebut, dan untuk penerbangan formasi dalam controlled
airspace, sesuai dengan kondisi yang ditentukan oleh appropriate ATS
authority(ies). Kondisi tersebut harus termasuk hal berikut ini :

a. Formasi beroperasi sebagai single aircraft berkaitan dengan


navigasi dan position reporting;

b. Separation antara pesawat dalam penerbangan harus


tanggung jawab dari flight leader dan Pilots-incommand dari
pesawat lain dan harus termasuk periode transisi ketika pesawat
bermanuver untuk mencapai separation mereka sendiri dalam
formasi dan ketika join-up and breakaway; dan

c. Jarak tidak melebihi 1 km (0.5 NM) secara lateral dan


longitudinal dan 30 m (100 ft) secara vertikal dari flight leader harus
dipertahankan oleh tiap pesawat.

Balon bebas tanpa awak (unmanned free balloons). Balon bebas


tanpa awak harus dioperasikan sedemikian rupa untuk meminimalkan
bahaya kepada orang-orang, properti, atau pesawat udara lainnya.
Prohibited areas and restricted areas. Pesawat tidak boleh terbang di
prohibited area, atau di restricted area, khususnya yang sepatutnya telah
dipublikasikan, kecuali sesuai dengan kondisi pembatasan atau ijin Negara
yang mempunyai teritori area yang ditetapkan tersebut.
394 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

6. Tingkat Kewaspadaan Penerbangan.


Tidak ada dalam aturan ini yang akan membebaskan Pilot-in-
command pesawat dari tanggung jawab untuk mengambil tindakan,
termasuk manuver menghindari tabrakan sebagai tindakan terbaik untuk
menghindari kecelakaan. Penting bahwa kewaspadaan untuk tujuan
mendeteksi potensi tabrakan dilakukan di dalam pesawat, terlepas dari
tipe penerbangan atau kelas airspace dimana pesawat beroperasi dan
ketika pesawat beroperasi di movement area of an aerodrome.150
Proximity. Pesawat tidak boleh dioperasikan dalam kedekatan dengan
pesawat lainnya sehingga dapat menciptakan bahaya tabrakan. Right-of-
way. Pesawat yang memiliki right-of-way harus mempertahankan heading
dan speed-nya. Pesawat yang diwajibkan oleh peraturan berikut ini untuk
mempertahankan agar tetap diluar jalur pesawat lain harus menghindari
passing over, under atau in front of pesawat lainnya, kecuali pesawat
tersebut melewati dengan clear dan memperhitungkan pengaruh aircraft
wake turbulence. Approaching head-on. Ketika 2 pesawat mendekat
berhadapan (approaching head-on) atau sekiranya mendekati approaching
head-on dan ada bahaya tabrakan, maka tiap pesawat harus mengubah
headingnya ke kanan. Converging. Ketika 2 pesawat menuju pada satu titik
yang sama (converging) mendekati pada level yang sama, pesawat yang

150 Prosedur penerbangan pesawat sipil dalam konteks untuk menjaga keselamatan
dan keamanan secara Internasional melalui pengembangan dasar-dasar dan teknik-teknik
penerbangan dan pengembangan teknik navigasi udara adalah porsi ICAO atau International
Civil Aviation Organization, yaitu; a) Memastikan adanya jaminan keselamatan dan
perkembangan yang teratur penerbangan sipil; b) Mendorong perkembangan wilayah udara
dan bandara serta semua fasilitasnya dan kelengkapan pendukungnya; c) Efektifitas dan
keselamatan penerbangan; d) Aspek pengembangan ilmu penerbangan dan
mempromosikan keselamatan. Wynd Rizaldy dan Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar
Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media, 2013), hal. 6.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 395

dimana pesawat lainnya di sebelah kanannya harus memberikan jalan


kepada pesawat tersebut, kecuali sebagai berikut:
a. Power-driven heavier-than-air aircraft harus memberi jalan
(give way) ke airships, gliders dan balloons;
b. Airships harus memberi jalan (give way) ke gliders dan
balloons;
c. Gliders harus memberi jalan (give way) ke balloons;
d. Power-driven aircraft harus memberi jalan (give way) ke
aircraft yang terlihat menarik (towing) pesawat atau objek lainnya.

Overtaking. Overtaking aircraft adalah pesawat yang mendekati


pesawat lain dari belakang pada garis yang membentuk sudut kurang dari
70° dengan bidang simetri pesawat yang dibelakang, yaitu berada pada
posisi dengan mengacu pada pesawat lainnya dimana pada malam hari
pesawat tidak bisa melihat navigation light sebelah kiri (port) dan sebelah
kanan (starboard) pesawat lain. Pesawat yang di susul (overtaken aircraft)
memiliki right-of-way dan pesawat yang menyusul (overtaking aircraft),
apakah climbing, descending atau pada horizontal flight, harus tetap diluar
jalur pesawat lain dengan mengubah heading-nya ke kanan, dan tidak ada
perubahan berikutnya posisi kedua pesawat yang akan membebaskan
overtaking aircraft dari kewajibannya sampai benar-benar melewati dan
clear. Sehingga upaya ini dapat menghindarkan pesawat terjadi tabrakan di
udara. Media udara dan dengan kecepatan yang tinggi serta faktor cuaca
dan alam adalah kondisi yang secara nyata dialami oleh para penerbang
dalam mengendalikan pesawat. Untuk itu pemahaman prosedur dan
kewaspadaan serta disiplin yang tinggi adalah syarat mutlak guna mencapai
396 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

kondisi penerbangan yang aman dan nyaman. Demikian juga faktor negara
asal Maskapai Penerbangan terdiri dari berbagai negara di dunia. Sehingga
pengaturan dan tata cara penerbangan juga harus diatur secara
Internasional, sehingga akan dicapai kesepakatan penerbangan secara
Internasional pula.
Landing. Pesawat yang in flight, atau beroperasi di darat atau air,
harus memberi jalan (give way) ke pesawat landing atau di tahap (final
stages) untuk approach mendarat. Ketika 2 heavier-than-air aircraft atau
lebih mendekati aerodrome untuk tujuan landing, pesawat pada level yang
lebih tinggi harus memberi jalan (give way) kepada pesawat yang level
lebih rendah, tetapi pesawat yang belakangan tidak boleh mengambil
keuntungan dari aturan ini dengan memotong di depan pesawat lainnya
pada final stages of an approach untuk mendarat, atau menyalip (overtake)
pesawat tersebut. Namun demikian, power-driven heavier-than-air aircraft
harus memberi jalan (give way) kepada gliders.
Emergency landing. Pesawat yang menyadari bahwa pesawat lain
terpaksa (compelled) untuk mendarat harus memberi jalan (give way)
kepada pesawat tersebut. Taking off. Pesawat yang sedang taxi di
manoeuvring area of an aerodrome harus memberi jalan (give way) kepada
pesawat yang taking off atau akan take off.151 Pergerakan pesawat di

151 Pemantauan tentang segala aktivitas pesawat di sekitar Run Way dilakukan oleh

Radar ASDE atau Airport Surface Detection Equipment dan AMASS atau Airport Movement
Area Safety System yang bertugas untuk memetakan suasana yang terjadi di atas permukaa n
lapangan terbang atau Ground Mapping guna menjaga agar jangan terjadi tabrakan pesawa t
di sekitar Run Way. Peran ASDE dan AMASS sangat vital ketika cuaca kurang baik dan jarak
pandang sangat terbatas karena hujan, kabut dan asap. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen
Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 19.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 397

permukaan. Dalam hal bahaya tabrakan antara 2 pesawat yang sedang taxi
di movement area of an aerodrome hal berikut ini berlaku :

a. Ketika 2 pesawat mendekati berhadapan (approaching head


on), atau sekiranya mendekati approach head on (approximately so),
masing-masing pesawat harus berhenti atau jika memungkinkan
mengubah arah (course) ke kanan sehingga tetap clear;

b. Ketika 2 pesawat pada arah yang menuju pada satu titik yang
sama (converging course), pesawat yang dimana pesawat lainnya di
sebelah kanannya harus memberi jalan (give way) kepada pesawat
tersebut;

c. Pesawat yang disalip (overtaken) oleh pesawat lain harus


memiliki right-of-way dan pesawat yang menyalip (overtaking
aircraft) harus tetap clear kepada pesawat lain tersebut.

Pesawat yang sedang taxi di manoeurvring area harus stop dan hold
pada semua runway-holding positions kecuali diijinkan lain oleh aerodrome
control tower. Pesawat yang sedang taxi di manoeuvring area harus stop
dan hold pada semua lighted stop bars (stop bar yang nyala) dan boleh
melanjutkan pergerakan setelah lights mati (switched off). Lampu yang
akan ditampilkan oleh pesawat dari matahari terbenam (sunset) sampai
matahari terbit (sunrise) atau ketika waktu lainnya yang ditentukan oleh
appropriate authority, semua pesawat yang in flight harus menampilkan :

a. Anti-collision lights yang dimaksudkan untuk menarik perhatian


pesawat tersebut; dan
398 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

b. Navigation lights yang dimaksudkan untuk menunjukkan


relative path pesawat kepada pengamat (observer) dan lampu
lainnya tidak akan ditampilkan jika lampu tersebut kemungkinan
disalah artikan sebagai lampu navigasi (navigation lights).

Kecuali apabila dihitung mulai dari matahari terbenam (sunset)


sampai matahari terbit (sunrise) atau ketika waktu lainnya yang ditentukan
oleh appropriate authority:

a. Semua pesawat yang bergerak di movement area of an


aerodrome harus menampilkan navigation lights yang dimaksudkan
untuk menunjukkan relative path pesawat kepada pengamat
(observer) dan lampu lainnya tidak boleh ditampilkan jika
kemungkinan disalah artikan sebagai lampu navigasi (navigation
lights).

b. Kecuali sedang diam (stationary) dan selain itu diterangi


dengan cukup, semua pesawat di movement area of an aerodrome
harus menampilkan lampu yang dimaksudkan untuk menunjukkan
ujung-ujung (extremities) struktur pesawat.152

152 “Movement Area Of Aerodrome” adalah area yang harus dijaga agar tidak terjadi

tabrakan atau incident. Hal tersebut merupakan bagian dari tugas pelayanan lalu-lintas
penerbangan dibawah kontrol dan pengawasan manajemen kebandarudaraan. Pelayanan
tersebut meliputi; a) Pelayanan pemanduan lalu-lintas penerbangan atau “Air Traffic Control
Service”; b) Pelayanan informasi penerbangan atau “Flight Information Service”;
c) Pelayanan saran lalu-lintas penerbangan atau “Air Traffic Advisory Service”; d) Pelayanan
kesiagaan atau “Alerting Service”. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan, Pasal 279).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 399

c. Semua pesawat yang beroperasi di movement area of an aero-


drome harus menampilkan lampu yang dimaksudkan untuk menarik
perhatian kepada pesawat tersebut.

d. Semua pesawat di movement area of an aerodrome ketika


engines hidup (running) harus menampilkan lampu yang
menunjukkan fakta tersebut.

Semua pesawat yang sedang terbang (in flight) dan dilengkapi


dengan anti-collision lights untuk memenuhi persyaratan harus
menampilkan lampu tersebut diluar periode waktu yang ditentukan. Kecuali
seperti yang ditentukan semua pesawat :

a. Yang beroperasi di movement area aerodrome dan dilengkapi


dengan anticollision lights untuk memenuhi persyaratan; atau

b. Di movement area of an aerodrome dan dilengkapi dengan


lampu untuk memenuhi persyaratan harus menampilkan lampu
tersebut diluar periode waktu yang ditentukan.

Pilot diijinkan untuk mematikan (switch off) atau mengurangi


intensitas flashing lights (lampu berkedip) untuk memenuhi
persyaratan 58, 59, 61 dan 62 jika lampu-lampu tersebut atau
kemungkinan :

a. Berpengaruh kurang baik terhadap kinerja tugas.153

153Pengaruh lampu pesawat dan tingkat kebisingan adalah bagian dari ruang atau
kawasan keselamatan penerbangan dan keselamatan kerja. Untuk itu penerbang harus
berusaha untuk meminimise dampak negatif tersebut. Adapun kawasan keselamatan
penerbangan meliputi; a) Kawasan pendekat dan lepas landas atau Take Off; b) Kawasan
kemungkinan bahaya kecelakaan; c) Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
400 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

b. Menyilaukan pengamat di luar.

Penerbangan instrumen simulasi (simulated instrument flights).


Pesawat tidak boleh diterbangkan dalam simulated instrument flight
condition kecuali :

a. Dual controls yang sepenuhnya berfungsi dipasang di pesawat.

b. Pilot yang berkualifikasi menempati tempat duduk control


(control seat) untuk bertindak sebagai safety Pilot untuk orang yang
sedang terbang dalam simulated instrument conditions. Safety Pilot
harus memiliki pandangan yang cukup ke arah depan dan ke tiap sisi
pesawat, atau observer yang kompeten dalam komunikasi dengan
safety Pilot harus menempati posisi di pesawat dimana bidang
pandangan observer melengkapi pandangan untuk safety Pilot.

Operasi on and in the vicinity of an aerodrome. Pesawat yang


dioperasikan on atau in the vicinity of an aerodrome harus, apakah atau
tidak di dalam aerodrome traffic zone :

a. Mengamati aerodrome traffic lainnya untuk tujuan


menghindari tabrakan. 154

d) Kawasan di bawah permukaan kerucut; e) Kawasan di bawah permukaan transisi;


f) Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan. Sakti Adji Adisasmita,
“Tatanan Bandar Udara Nasional”, (Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu, 2014), hal. 54.
154 Untuk menghindari terjadinya tabrakan pesawat, maka dibuatlah jalur-jalur

penerbangan yang meliputi ; a) Jalur udara atau “Airway”; b) Jalur udara dengan pemandua n
(Controle Route) dan jalur udara tanpa pemanduan (Uncontrolled Route); c) Jalur udara
keberangkatan (Depature Route) dan jalur udara kedatangan (Arrival Route). (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 267).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 401

b. Sesuai dengan atau menghindari pattern of traffic yang


dibentuk oleh pesawat lainnya yang sedang beroperasi.

c. Membuat semua belokan (turns) ke kiri, ketika approaching


untuk landing dan setelah taking off, kecuali diinstruksikan yang lain.

d. Mendarat dan lepas landas berlawanan arah angin (into the


wind) kecuali alasan keselamatan, konfigurasi runway, atau
pertimbangan air traffic menentukan arah yang beda lebih baik
dilakukan.

Operasi di air. Ketika 2 pesawat atau pesawat dan kapal (vessel)


mendekat satu sama lain dan ada resiko tabrakan, pesawat harus proceed
dengan berhati-hati berkaitan dengan keadaan yang ada dan kondisi yang
termasuk keterbatasan dari masing-masing pesawat/kapal tersebut.
Converging. Pesawat yang dimana pesawat atau kapal lainnya di
sebelah kanannya harus memberi jalan (give way) agar tetap clear.
Approaching head-on. Pesawat yang mendekati pesawat atau kapal lain
dari depan (head-on), atau sekiranya mendekati approaching head on
(approximately so), harus mengubah (alter) heading nya ke kanan agar
tetap clear. Overtaking. Pesawat atau kapal yang disalip (being overtaken)
memiliki right of way, dan pesawat yang menyalip (overtaking aircraft)
harus mengubah heading nya agar tetap clear. Landing dan taking off.
Pesawat yang landing atau taking off di air harus, sejauh memungkinkan,
tetap clear dari semua kapal, dan menghindari menghambat navigasi kapal
tersebut. Lights yang ditampilkan oleh pesawat di air. Antara matahari
terbenam (sunset) dan matahari terbit (sunrise) atau periode waktu lainnya
402 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

diantara sunset dan sunrise seperti yang ditentukan oleh appropriate


authority, semua pesawat di air harus menampilkan lampu (light) yang
disyaratkan oleh International Regulations for Preventing Collisions at Sea
kecuali tidak bisa dilakukan, sehingga dalam hal ini pesawat tersebut harus
menampilkan lampu yang semirip mungkin dengan karakteristik dan posisi
yang disyaratkan oleh International Regulations.

7. Prosedur Tentang Flight Plan.


Penyampaian flight plan. Informasi tentang penerbangan atau bagian
penerbangan yang diberikan kepada air traffic services units, harus dalam
bentuk flight plan. Flight plan harus disampaikan sebelum operasi :

a. Setiap penerbangan atau bagian penerbangan yang akan


diberikan air traffic control service.155

b. IFR flight dalam advisory airspace.

c. Setiap penerbangan di dalam atau ke dalam area tertentu atau


sepanjang rute tertentu, ketika disyaratkan oleh appropriate ATS
authority untuk memudahkan pemberian flight information, alerting
dan search and rescue services.

155 “Air Traffic Control Towers = ATCT” atau ADC-Aerodrome-Control” bertugas untuk
melakukan fungsi kontrol penerbangan di kawasan bandara dengan radius 5 Mil dari bandar
udara dan dari permukaan tanah sampai ketinggian 2.500 kaki atau sekitar 762 Meter di atas
permukaan laut. Serta bertugas untuk mengendalikan pesawat dan kendaraan darat di area
landasan dengan satu tujuan agar tidak terjadi kecelakaan terbang atau kecelakaan kerja.
Dengan demikian semua personel yang terlibat langsung dalam operasional bandara dan Air
Crew harus mengetahui prosedur yang sudah ditentukan serta loyal terhadap arahan dari
ATC. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana
Media, 2013), hal. 18.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 403

d. Setiap penerbangan di dalam atau ke dalam area tertentu atau


sepanjang rute tertentu, ketika disyaratkan oleh appropriate ATS
authority untuk memudahkan koordinasi dengan appropriate military
units atau dengan air traffic services units pada Negara yang
berbatasan untuk menghindari kemungkinan perlunya interception
untuk identification.

e. Setiap penerbangan melintasi batas Internasional


(International borders).

Istilah “flight plan” digunakan berarti bermacam-macam, informasi


lengkap tentang semua item yang terdapat dalam deskripsi flight plan,
mencakup seluruh rute penerbangan, atau informasi yang terbatas yang
diperlukan ketika tujuannya adalah mendapatkan clearance untuk bagian
kecil penerbangan seperti cross an airway, take off from, atau land pada
controlled aerodrome. Fight plan harus disampaikan, sebelum departure,
kepada air traffic services reporting office atau, ketika sedang terbang
(during flight), ditransmit ke appropriate air traffic services unit atau air-
ground control radio station,156 kecuali pengaturan telah dibuat untuk
pengajuran repetitive flight plans.
Kecuali ditentukan lain oleh appropriate ATS authority, flight plan
untuk penerbangan yang akan diberikan air traffic control service atau air

156 Pelayanan radio navigasi aeronautika atau “Aeronautical Radio Navigation

Service” adalah bagian dari pelayanan telekomunikasi penerbangan. Sehingga dengan


adanya pelayanan tersebut akan terjadi pemahaman yang sama antara ATC, penerbang dan
ATC negara tujuan atau negara pelintasan apabila operasional penerbangan Internasional.
Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahfahaman, terutama apabila pesawat
tersebut mendekati wilayah rawan negara yang sedang bergejolak, yaitu terjadinya salah
sasaran tembak. Jenis pelayanan navigasi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 270.
404 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

traffic advisory service harus disampaikan minimal 60 menit sebelum


departure, atau, jika disampaikan ketika sedang terbang, pada suatu waktu
yang menjamin diterima oleh appropriate air traffic services unit minimal
10 menit sebelum pesawat diperkirakan mencapai :

a. Intended point of entry ke dalam control area atau advisory


area; atau

b. Point of crossing an airway atau advisory route.

Isi flight plan.157 Flight plan harus terdiri informasi tentang item
berikut ini yang dianggap relevan oleh appropriate ATS authority :
— Aircraft identification
— Flight rules dan tipe penerbangan
— Jumlah dan tipe pesawat dan kategori wake turbulence
— Equipment
— Departure aerodrome
— Estimated off-block time
— Cruising speed (s)
— Cruising level (s)
— Rute yang diikuti
— Destination aerodrome dan total estimated elapsed time
— Alternate aerodrome(s)

157 Flight plan merupakan bagian dari Standard Operating Procedure yang harus

dilakukan oleh penerbang. Berdasarkan flight plan tersebut, maka petugas dari lembaga
penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan melakukan pelayanan mulai dari kontak
komunikasi pertama sampai dengan komonikasi terakhir antara Kapten penerbang dengan
petugas atau fasilitas navigasi penerbangan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 272).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 405

— Fuel endurance
— Total jumlah orang di dalam pesawat (persons on board)
— Emergency dan survival equipment
— Informasi lainnya.

Untuk flight plans yang disampaikan ketika sedang terbang, informasi


yang diberikan tentang item ini akan menjadi indikasi lokasi dari mana
supplementary information tentang penerbangan diperoleh, jika
diperlukan. Untuk flight plans yang disampaikan ketika sedang terbang,
informasi yang diberikan tentang item ini akan menjadi waktu diatas poin
pertama rute yang berhubungan dengan flight plan. Istilah “aerodrome”
ketika digunakan dalam flight plan adalah dimaksudkan juga untuk
mencakup lokasi selain dari aerodromes yang dapat digunakan oleh
beberapa jenis pesawat, seperti helikopter atau balon. 158 Penyelesaian
flight plan. Apapun tujuan yang diajukan, flight plan harus berisi informasi,
yang relevan, pada item yang relevan sampai dengan dan termasuk
“Alternate aerodrome(s)” tentang rute keseluruhan atau bagian rute untuk
flight plan yang disampaikan. Flight plan harus, selain, berisi informasi,
sebagaimana berlaku, semua item lainnya ketika ditentukan oleh
appropriate ATS authority atau bila sebaliknya dianggap perlu oleh orang
yang menyerahkan flight plan tersebut.

158 Keteraturan dari berbagai prosedur penerbangan yang termasuk didalamnya

adalah pembahasan tentang “Aerodrome” dengan segala macam kegiatannya guna


mempromosikan keselamatan dan keamanan penerbangan secara Internasional dilakukan
oleh lembaga Internasional yaitu ICAO dan IATA (International Air Transport Assiciation).
Kedua organisasi tersebut selalu melakukan kajian kerjasama penerbangan Internasional
serta mencari solusi terbaik dalam setiap permasalahan penerbangan. Wynd Rizaldy dan
Muhammad Rifni, “Manajemen Dasar Penanganan Kargo”, (Jakarta, Penerbit : IN Media,
2013), hal. 7.
406 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Perubahan pada flight plan. Berdasarkan ketentuan, semua


perubahan flight plan yang disampaikan untuk IFR flight, atau VFR flight
yang beroperasi sebagai controlled flight, harus dilaporkan sesegera
mungkin kepada appropriate air traffic services unit. Untuk VFR flights
lainnya, perubahan signifikan pada flight plan harus dilaporkan sesegera
mungkin kepada appropriate air traffic services unit. Informasi yang
diserahkan sebelum departure tentang fuel endurance atau total jumlah
orang yang dibawa di pesawat (persons carried on board), jika tidak benar
pada saat departure, merupakan perubahan signifikan pada flight plan dan
harus dilaporkan. Kecuali ditentukan lain oleh appropriate ATS authority,
laporan arrival harus dibuat secara langsung, melalui radiotelephony atau
data link pada saat paling awal setelah landing, kepada appropriate air
traffic services unit pada arrival aerodrome, oleh semua penerbangan
dimana flight plan telah disampaikan yang mencakup keseluruhan
penerbangan atau sisa bagian penerbangan ke destination aerodrome.
Ketika flight plan telah disampaian hanya tentang bagian
penerbangan, selain dari bagian sisa penerbangan ke destination, flight plan
harus, ketika diperlukan, ditutup dengan appropriate report kepada
relevant air traffic services unit. Jika tidak ada air traffic services unit pada
arrival aerodrome, arrival report (laporan kedatangan), ketika diperlukan,
harus dibuat sesegera mungkin setelah landing dan dengan cara yang
tercepat yang tersedia kepada air traffic services unit terdekat. Ketika
fasilitas komunikasi pada arrival aerodrome diketahui tidak memadai dan
pengaturan alternatif untuk penanganan arrival reports di darat tidak
tersedia, tindakan berikut ini harus segera dilakukan. Segera sebelum
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 407

landing, pesawat harus, jika memungkinkan, transmit kepada appropriate


air traffic services unit, message yang sebanding dengan arrival report,
dimana report tersebut diperlukan. Biasanya, transmisi ini harus dibuat
kepada aeronautical station yang melayani air traffic services unit yang
bertanggung jawab atas flight information region 159 dimana pesawat
tersebut dioperasikan. Arrival reports yang dibuat oleh pesawat harus
terdiri dari elemen informasi berikut ini :
a. Aircraft identification;

b. Departure aerodrome;

c. Destination aerodrome (hanya jika dalam hal diversionary


landing);

d. Arrival aerodrome;

e. Time of arrival.

Setiap kali arrival report diperlukan, kegagalan untuk mematuhi


ketentuan ini dapat menyebabkan gangguan serius dalam air traffic services
dan mengeluarkan biaya besar dalam melaksanakan operasi SAR yang tidak
perlu.

159 Peran dan fungsi “Flight Information Region” adalah bagian dari tatanan navigasi

penerbangan guna mewujudkan penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan yang


handal dalam rangka keselamatan penerbangan. Adapun tatanan navigasi penerbangan
meliputi; a) Ruang udara yang dilayani; b) Klasifikasi ruang udara; c) Jalur penerbangan;
d) Jenis pelayanan navigasi penerbangan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 261)
408 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

8. Pemandu Pesawat - Signalman.160


Prosedur setelah mengamati atau menerima salah satu sinyal yang
diberikan dalam Appendix 1 Annex 2, pesawat akan mengambil tindakan
seperti yang mungkin dibutuhkan oleh interpretasi dari sinyal yang
diberikan dalam Appendix tersebut. Sinyal dari Appendix 1 wajib, bila
digunakan, harus bermakna sesuai yang ditunjukkan di dalamnya. Mereka
harus digunakan hanya untuk tujuan yang dinyatakan dan tidak ada sinyal
lain yang digunakan sehingga membingungkan. Signalman bertanggung
jawab untuk menyediakan sinyal marshalling standar untuk pesawat
dengan cara yang jelas dan tepat menggunakan sinyal yang ditunjukkan
pada Appendix 1 Annex 2.
Tidak seorangpun akan memandu pesawat kecuali dilatih,
berkualifikasi dan disetujui oleh appropriate authority untuk melakukan
fungsi-fungsi sebagai signalman. Signalman harus memakai rompi
identifikasi fluorescent khusus untuk memungkinkan awak pesawat
mengidentifikasi bahwa ia adalah orang yang bertanggung jawab untuk
operasi marshalling. Tongkat fluorescent-siang hari, bat tenis meja atau
sarung tangan harus digunakan untuk semua sinyal oleh semua staf darat
pada siang hari. Tongkat yang mengeluarkan cahaya harus digunakan pada
malam hari atau pada saat visibility rendah.

160Signalman merupakan salah satu petugas yang berada pada kegiatan di tempat
parkir pesawat untuk muat-bongkar atau “RAMP” yang mempunyai kepadatan dan
kesibukan amat tinggi, sehingga semua pihak harus waspada dan berhati -hati serta fokus
pada tugas masing-masing dalam rangka untuk kelancaran pelayanan penerbangan dan
keselamatan kerja. Untuk itu setiap bandara harus membuat aturan yang menyeluruh, rinci
dan lengkap sebagai pedoman kerja petugas di lapangan serta dibangunnya budaya kerja
atau “Corporate Culture” yang sehat dan berwawasan lingkungan serta berorientasi pada
keselamatan kerja. I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit :
Mitra Wacana Media, 2013), hal. 68.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 409

9. Time Check.
Coordinated Universal Time (UTC) harus digunakan dan dinyatakan
dalam jam dan menit dan, jika diperlukan, 24 jam yang dimulai pada tengah
malam. Time check harus diperoleh sebelum operasi controlled flight dan
pada waktu lain selama penerbangan sebagaimana diperlukan. Time check
tersebut biasanya diperoleh dari air traffic services unit kecuali jika
pengaturan lain telah dibuat oleh operator atau oleh appropriate ATS
authority. Dimana pun waktu digunakan dalam aplikasi komunikasi data
link, harus akurat dalam waktu 1 detik dari UTC.161

10. Prosedur Clearance Dan Controlled Aerodrome.


Air traffic control clearances. Air traffic control clearances harus
diperoleh sebelum operasi controlled flight, atau bagian dari penerbangan
sebagai controlled flight. Clearances tersebut harus diminta melalui
pengajuan flight plan ke air traffic control unit. Flight plan mungkin hanya
mencakup bagian dari penerbangan, seperti diperlukan, untuk
menggambarkan bahwa bagian dari penerbangan atau manuver yang
tunduk pada air traffic control. Clearances mungkin hanya mencakup bagian
dari current flight plan, seperti yang ditunjukkan dalam clearance limit atau
dengan mengacu pada manuver tertentu seperti taxi, landing atau take off .

161 Tanggung jawab otoritas bandar udara salah satunya adalah memastikan
terlaksana dan terpenuhinya semua ketentuan dan prosedur keselamatan dan keamanan
penerbangan, kelancaran dan kenyamanan serta tepat waktu dalam setiap tahap pekerjaan
atau tepat waktu untuk semua schedule penerbangan. Untuk itu diperlukan “Time Check”.
Setiap keterlambatan dalam proses setiap tahap pekerjaan di darat atau Ground akan
berdampak pada proses pekerjaan berikutnya, sehingga jadwal keberangkatan pesawat juga
terhambat. Untuk itu salah satu ukuran tingkat profesionalisme manajemen
kebandarudaraan dan Maskapai Penerbangan adalah “Tepat Waktu”. ( Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 227).
410 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Jika air traffic control clearances tidak memuaskan Pilot-in-command


pesawat, Pilot-in-command dapat meminta dan, jika memungkinkan, akan
diterbitkan amended clearance. Setiap kali pesawat telah meminta
clearance yang melibatkan prioritas, laporan yang menjelaskan perlunya
prioritas tersebut harus disampaikan, jika diminta oleh appropriate air
traffic control unit. Potential reclearance in flight. Jika sebelum
keberangkatan diantisipasi bahwa tergantung pada fuel endurance dan
tunduk reclearance in flight, keputusan dapat diambil untuk proceed to
revised destination aerodrome, appropriate air traffic control unit harus
diberitahukan dengan memasukkan informasi dalam flight plan mengenai
rute revisi (jika dikenal) dan revised destination. Tujuan dari ketentuan ini
adalah untuk memfasilitasi reclearance to revised destination, biasanya
diluar destination aerodrome yang diajukan.162
Pesawat udara yang dioperasikan pada controlled aerodrome tidak
akan taxi di manoeuvring area tanpa clearance dari aerodrome control
tower dan harus sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh unit tersebut.
Kepatuhan terhadap flight plan. Pesawat harus mematuhi current flight
plan atau bagian dari current flight plan yang berlaku yang diajukan untuk
controlled flight kecuali permintaan untuk perubahan telah dibuat dan

162 “Aerodrome Controle-ADC” dan fungsi kerja “Area Contol-ACC” yang dibantu

dengan “Airport Surveillance Radar-ASR” dapat menyajikan data dengan baik tentang posisi
semua pesawat udara yang berada pada posisi radius 60 NM ( Nautical Miles) atau sekitar
33 Km dari bandara. Sehingga fungsi kontrol dapat berjalan sesuai dengan prosedur.
Bantuan peralatan navigasi berupa “Secondary Radar” dapat mengoptimalkan jarak jangkau
fungsi kontrol hingga 200 NM. Apabila dalam pemantauan tersebut terjadi penyimpangan,
maka personel penerbangan harus melaporkan secara berjenjang pada instansi yang
berwenang. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 321); I Gusti Putu Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta,
Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 19.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 411

clearance diperoleh appropriate air traffic control unit, atau kecuali situasi
darurat muncul yang memerlukan tindakan langsung oleh pesawat, didalam
kejadian secepat keadaan mengizinkan, setelah emergency authority
tersebut dilakukan, appropriate air traffic control unit harus diberitahu
tentang tindakan yang diambil dan bahwa tindakan tersebut telah diambil
di bawah emergency authority. Kecuali jika diizinkan oleh appropriate ATS
authority, atau diarahkan oleh appropriate air traffic control unit, controlled
flight harus, sejauh dapat dipraktekkan :

a. Ketika pada established ATS route, beroperasi di sepanjang


garis tengah rute itu.

b. Ketika pada rute lain, beroperasi secara langsung antara


fasilitas navigasi dan/atau point yang menentukan rute itu. 163

Tunduk pada persyaratan utama dalam 108, pesawat yang beroperasi


di sepanjang ATS route segment didefinisikan dengan mengacu kepada VOR
harus mengubah panduan navigasi utamanya dari fasilitas di belakang
pesawat itu ke fasilitas di depan pesawat itu pada, atau sedekat operasional
yang layak untuk, changeover point, jika didirikan.
Penyimpangan dari persyaratan harus diberitahukan kepada
appropriate air traffic services unit. Perubahan tidak disengaja (Inadvertent

163 Jaringan dan rute penerbangan dalam negeri untuk angkutan udara niaga
berjadwal ditetapkan oleh Pemerintah dan Departemen Luar Negeri untuk rute
penerbangan luar negeri berdasarkan perjanjian angkutan udara antar negara. Sedangkan
dasar pertimbangan penetapan rute yaitu; a) Permintaan jasa angkutan udara;
b) Terpenuhinya persyaratan teknis operasi penerbangan; c) Fasilitas bandar udara yang
sesuai dengan ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan; d) Terlayaninya semua
daerah yang memiliki bandar udara; e) Pusat kegiatan operasi penerbangan masing -masing
badan angkutan udara niaga berjadwal; f) Keterpaduan rute dalam negeri dan luar negeri.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 123).
412 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

changes). Dalam hal bahwa controlled flight secara tidak sengaja


menyimpang dari current flight plan, tindakan berikut harus diambil :

a. Deviation from track: jika pesawat tersebut off track, tindakan


harus diambil segera untuk menyesuaikan heading pesawat untuk
mendapatkan kembali track sesegera mungkin.

b. Variation in true airspeed: jika true airspeed pada cruising level


antara reporting points bervariasi atau diperkirakan dapat bervariasi
plus atau minus 5 persen dari true airspeed, dari yang diberikan
dalam flight plan, appropriate air traffic services unit harus
diberitahukan .

c. Change in time estimate: jika estimasi waktu untuk applicable


reporting point selanjutnya, flight information region boundary,
destination aerodrome, mana yang lebih dulu, ditemukan kesalahan
lebih dari 3 menit dari yang diberitahukan kepada air traffic services,
atau periode waktu lainnya seperti yang ditetapkan oleh appropriate
ATS authority atau atas dasar air navigation regional agreements,
revised estimated time harus diberitahukan secepat mungkin ke
appropriate air traffic services unit.

Selain itu, ketika ADS agreement berlaku, air traffic services unit
(ATSU) harus diberitahu secara otomatis melalui data link setiap kali
perubahan terjadi di luar nilai ambang batas yang ditetapkan oleh ADS
event contract. Intended changes. Permintaan untuk perubahan flight plan
harus mencakup informasi seperti yang ditunjukkan di bawah ini :
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 413

a. Change of cruising level: aircraft identification; cruising level


baru yang diminta dan cruising speed pada level tersebut, time
estimate revisi (bila ada) pada flight information region boundaries
berikutnya.

b. Change of route :

1) Destination tidak berubah: aircraft identification; flight


rules, deskripsi rute baru penerbangan 164 termasuk data flight
plan yang terkait dimulai dengan posisi dari mana perubahan
rute yang diminta akan dimulai; time estimate revisi, informasi
lainnya yang terkait.

2) Destination berubah: aircraft identification; flight rules,


deskripsi rute penerbangan revisi pesawat ke destination
aerodrome revisi termasuk data flight plan, dimulai dengan
posisi dari mana perubahan rute yang diminta akan dimulai,
time estimate revisi; alternate aerodrome, informasi lainnya
yang terkait.

Pemburukan cuaca di bawah VMC. Ketika menjadi jelas bahwa


penerbangan dalam VMC sesuai dengan current flight plan tidak akan dapat

164 Penentuan rute penerbangan dan perubahan rute penerbangan harus

dikoordinasikan dengan baik antara ATS dan penerbang. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya tabrakan antar pesawat. Adapun pertimbangan penetapan rute luar
negeri didasarkan pada pertimbangan a) Kepentingan Nasional; b) Permintaan jasa angkuta n
udara; c) Pengembangan pariwisata; d) Potensi industri dan perdagangan; e) Potensi
ekonomi daerah; f) Keterpaduan intra dan antar moda. (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 123 Ayat 2).
414 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dilakukan, penerbangan VFR yang dioperasikan sebagai controlled flight


harus :

a. Meminta amended clearance yang memungkinkan pesawat


untuk terus dalam VMC ke destination atau alternate aerodrome165 ,
atau untuk meninggalkan airspace di mana ATC clearance diperlukan.

b. Jika tidak ada clearance sesuai dengan a) yang bisa diperoleh,


terus beroperasi dalam VMC dan memberitahukan appropriate ATC
unit tindakan yang diambil baik untuk meninggalkan airspace yang
bersangkutan atau untuk mendarat di aerodrome terdekat yang
cocok.

c. Jika dioperasikan dalam control zone, meminta otorisasi untuk


beroperasi sebagai special VFR fight.

d. Meminta clearance untuk beroperasi sesuai dengan instrument


flight rules.

Position reports. Kecuali dibebaskan oleh appropriate ATS authority


atau oleh appropriate air traffic services unit dalam kondisi yang ditentukan
oleh otoritas itu, controlled flight wajib melaporkan kepada appropriate air
traffic services unit, secepat mungkin, time and level of passing compulsory

165 “Alternate Base” atau bandar udara cadangan diperlukan oleh penerbang guna

menentukan tujuan alternatif apabila cuaca menuju bandar udara yang telah ditentukan
sebelumnya tidak memungkinkan dan berpotensi untuk timbulnya ancaman terhadap
keamanan dan keselamatan penerbangan. Informasi tentang cuaca diperoleh oleh
penerbang dari petugas “Meteorology” yang meliputi ketinggian awan, batas pandangan,
kecepatan dan arah angin, suhu udara, kelembaban serta kemungkinan terjadinya hujan,
salju. Tingkat sensitifitas keadaan cuaca dan keselamatan penerbangan sangat tinggi, untuk
itu setiap perubahan cuaca harus diinformasikan pada Pilot atau penerbang. I Gusti Putu
Mastra, “Manajemen Kebandarudaraan”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana Media, 2013),
hal. 19.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 415

reporting point, bersama dengan informasi lain yang diperlukan. Position


reports harus sama akan dibuat sehubungan dengan poin tambahan ketika
diminta oleh appropriate air traffic services unit. Jika tidak adanya reporting
point yang ditunjuk , position reports harus dilakukan pada interval yang
ditentukan oleh appropriate ATS authority atau ditentukan oleh
appropriate air traffic services unit.166
Controlled flights yang memberikan informasi posisi ke appropriate
air traffic services unit melalui komunikasi data link hanya akan
memberikan laporan posisi suara saat diminta. Penghentian kontrol.
Controlled flights wajib, kecuali ketika mendarat di controlled aerodrome,
memberitahu appropriate ATC unit segera ketika ia berhenti berdasarkan
air traffic control service. Komunikasi. Pesawat udara yang dioperasikan
sebagai controlled flights harus mempertahankan terus menerus air-ground
voice communication watch pada saluran komunikasi yang tepat, dan
membuat two-way communication yang diperlukan dengan, appropriate air
traffic control unit, kecuali sebagaimana ditentukan oleh appropriate ATS
authority dalam hal pesawat yang merupakan bagian dari aerodrome traffic
at a controlled aerodrome.
Jika communication failure menghalangi, pesawat harus memenuhi
dengan voice communication failure procedures Annex 10, Volume II, dan

166 “Air Traffic Services Unit” adalah bagian dari sistem navigasi penerbangan yang

bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan pelayanan navigasi yang handal dalam


rangka keselamatan penerbangan. Penyusunan tatanan navigasi Nasional didasarkan
pertimbangan; a) Keselamatan operasi penerbangan; b) Efektivitas dan efisiensi operasi
penerbangan; c) Kepadatan lalu-lintas penerbangan; d) Standar tingkat pelayanan navigasi
penerbangan yang sudah berjalan; e) Perkembangan teknologi di bidang navigasi
penerbangan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 261).
416 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

dengan prosedur berikut yang tepat. Pesawat akan mencoba untuk


membangun komunikasi167 dengan appropriate air traffic control unit
dengan menggunakan semua sarana lainnya yang tersedia. Selain itu,
pesawat, bila bagian dari aerodrome traffic at a controlled aerodrome,
harus tetap memperhatikan instruksi yang mungkin dikeluarkan oleh sinyal
visual. Jika dalam visual meteorological conditions, pesawat harus :

a. Terus terbang dalam visual meteorological conditions,


mendarat di aerodrome terdekat yang sesuai, dan melaporkan
kedatangannya dengan cara yang paling cepat ke appropriate air
traffic control unit.

b. Jika dianggap perlu, menyelesaikan penerbangan IFR.

Jika dalam instrument meteorological conditions atau ketika Pilot


penerbangan IFR menganggap tidak bijaksana untuk menyelesaikan
penerbangan, pesawat harus :

a. Kecuali ditentukan atas dasar regional air navigation


agreement, di airspace di mana radar tidak digunakan dalam air
traffic control, mempertahankan speed and level terakhir yang
diberikan, atau minimum flight altitude jika lebih tinggi, untuk

167 Layanan telekomunikasi terhadap penerbangan bertujuan untuk penyampaian

semua informasi penting tentang hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan
dan keamanan. Informasi tersebut untuk menciptakan akurasi, keteraturan dan efisiensi
penerbangan. Cakupan layanan informasi dan layanan telekomunikasi meliputi; a) Layanan
Aeronautika Tetap atau “Aeronautical Fixed Service”; b) Layanan Aeronautika Bergerak atau
“Aeronautical Mobile Service”; c) Layanan Radio Navigasi Aeronautika atau “Aeronautical
Radio Navigation Service”. Adapun paket informasi Aeronautika terpadu meliputi;
a) Publikasi informasi Aeronautika; b) Notifikasi kepada penerbang dan petugas lalu-lintas
penerbangan (NOTAM-Notice to Airman); c) Edaran informasi. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 281-285).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 417

jangka waktu 20 menit setelah aircraft’s failure untuk melaporkan


posisinya diatas compulsory reporting point dan selanjutnya
menyesuaikan level and speed sesuai dengan flight plan yang
diajukan.

b. Di airspace dimana radar168 digunakan dalam penyediaan air


traffic control, mempertahankan speed and level terakhir yang
diberikan, atau minimum flight altitude jika lebih tinggi, untuk jangka
waktu 7 menit setelah :

1) Waktu assigned level terakhir atau minimum flight


altitude tercapai.

2) Waktu transponder diset ke Code 7600.

3) Aircraft’s failure untuk melaporkan posisinya diatas


compulsory reporting point.

mana yang lebih belakangan, dan setelah itu menyesuaikan


level and speed sesuai dengan flight plan yang diajukan.

c. Ketika sedang radar vektor atau yang telah diarahkan oleh ATC
untuk melanjutkan offset menggunakan RNAV tanpa ditentukan limit,
bergabung kembali dengan current flight plan route sebelum next

168 Peran dan fungsi Radar dalam dunia penerbangan sangat mutlak, karena Radar

merupakan sistem inti dari peralatan navigasi untuk keselamatan penerbangan. Radar
“Ground Control Interceptor” mampu melakukan tugas panduan terhadap pesawat tempur
yang mengejar sasaran, bahkan rudal pertahanan udara pun tergantung dengan kemampuan
Radar. Demikian juga pesawat dalam misi penerbangan sipil untuk alat angkutan udara a ka n
dipandu oleh Radar sebagai alat bantu navigasi. Wresniwiro, “Kohanudnas-Siaga
Senantiasa”, (Jakarta, Penerbit : AK. Group, 2003), hal. 168.
418 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

significant point, dengan mempertimbangkan minimum flight


altitude yang berlaku.

d. Dimulai descent dari navigation aid or fix seperti ditentukan


dalam d), pada atau sedekat mungkin dengan, expected approach
time yang terakhir diterima dan di acknowledge, atau, jika tidak ada
expected approach time yang telah diterima dan di acknowledge,
pada, atau sedekat mungkin dengan, estimated time of arrival yang
dihasilkan dari current flight plan.

e. Menyelesaikan normal instrument approach procedure seperti


yang ditentukan untuk designated navigation aid or fix.

f. Mendarat, jika mungkin, dalam waktu 30 menit setelah


estimated time of arrival.

Penyediaan air traffic control service untuk penerbangan lain yang


beroperasi di airspace yang bersangkutan akan didasarkan pada pendapat
bahwa pesawat mengalami communication failure akan mematuhi aturan.

11. Pilot-In-Command.
Pesawat yang sedang mengalami unlawful interference169 akan
berusaha untuk memberitahu appropriate ATS unit fakta ini, keadaan yang
signifikan terkait dengannya dan setiap penyimpangan dari current flight

169 “Safety Oversight” atau pengaturan keselamatan penerbangan dan “Law

Inforcement” atau penegakkan hukum dalam kaitannya dengan tindakan “Unlawful


Interference” adalah tugas Pemerintah. Untuk itu prosedur keselamatan penerbangan dan
keselamatan kerja harus ditata dalam koordinasi tingkat Nasional dan Internasional dengan
tetap berpedoman pada ketentuan ICAO. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 309).
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 419

plan diharuskan oleh keadaan, untuk memungkinkan unit ATS untuk


memberikan prioritas kepada pesawat dan untuk meminimalkan konflik
dengan pesawat lainnya. Apabila pesawat udara mengalami unlawful
interference, Pilot-in-command harus mencoba untuk mendarat sesegera
mungkin di aerodrome terdekat yang cocok atau dedicated aerodrome yang
ditetapkan oleh appropriate authority kecuali pertimbangan di dalam
(aboard) pesawat menentukan sebaliknya.
Kata "interception" dalam konteks ini tidak termasuk intercept dan
layanan escort disediakan, atas permintaan, untuk pesawat in distress.
Intersepsi pesawat sipil diatur oleh peraturan yang tepat dan instruksi
administrasi yang dikeluarkan oleh Contracting States sesuai dengan
Konvensi Penerbangan Sipil Internasional, dan saat menerbitkan peraturan
untuk pesawat negara mereka (State aircraft), untuk memperhatikan
keselamatan navigasi pesawat sipil. Oleh karena itu, dalam penyusunan
peraturan dan instruksi administrasi harus memperhatikan ketentuan
Appendix 1 Annex 2, Section 2 dan Appendix 2, Section 1. Menyadari bahwa
adalah penting untuk keselamatan penerbangan bahwa setiap sinyal visual
yang digunakan dalam hal terjadi intersepsi sebaiknya hanya dilakukan
sebagai upaya terakhir digunakan dengan benar dan dipahami oleh pesawat
sipil dan militer di seluruh dunia, Dewan Organisasi Penerbangan Sipil
Internasional, ketika mengadopsi sinyal visual dalam Appendix 1 Annex 2,
mendesak Contracting States untuk memastikan bahwa mereka benar-
benar dipatuhi oleh pesawat negara mereka (State aircraft). Ketika
interception pesawat sipil, dalam semua kasus, yang berpotensi berbahaya,
Dewan juga telah merumuskan rekomendasi khusus Contracting States
420 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

yang didesak untuk menerapkan dengan cara yang seragam. Rekomendasi


khusus ini yang tercantum dalam Attachment A Annex 2. Pilot-in-command
dari pesawat udara sipil, ketika di intercept, harus sesuai dengan Standar
dalam Appendix 2, Section 2 dan 3, menafsirkan dan menanggapi sinyal
visual sebagaimana ditentukan dalam Appendix 1, Section 2.
Kecuali ketika beroperasi sebagai special VFR flight, VFR flight harus
dilakukan agar pesawat tersebut diterbangkan dalam kondisi visibility dan
jarak dari awan yang sama atau lebih besar dari yang ditentukan. Kecuali
bila clearance diperoleh dari air traffic control unit, penerbangan VFR tidak
akan lepas landas atau mendarat di suatu aerodrome dalam control zone,
atau masuk aerodrome traffic zone or traffic pattern :
a. Ketika ceiling kurang dari 450 Meter (1 500 kaki), atau
b. Ketika ground visibility kurang dari 5 Km.

Penerbangan VFR antara matahari terbenam dan matahari terbit,


atau periode lainnya antara matahari terbenam dan matahari terbit
sebagaimana ditentukan oleh appropriate ATS authority, harus
dioperasikan sesuai dengan kondisi yang disyaratkan oleh otoritas tersebut.
Kecuali diizinkan oleh appropriate ATS authority, penerbangan VFR tidak
akan dioperasikan:
a. Di atas FL 200;
b. Pada kecepatan transonik dan supersonik.

Otorisasi penerbangan VFR untuk beroperasi di atas FL 290 tidak


akan diberikan di daerah dimana vertical separation minimum 300 Meter
(1.000 ft) diterapkan diatas FL 290.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 421

5140. Kecuali bila diperlukan untuk take-off atau landing, atau kecuali
dengan izin dari appropriate ATS authority, penerbangan VFR tidak akan
diterbangkan :

a. Di atas daerah kota padat, kota atau pemukiman atau diatas


kumpulan orang di udara terbuka pada height kurang dari 300 Meter
(1 000 kaki) di atas obstacle tertinggi dalam radius 600 Meter dari
pesawat;

b. Di tempat lain selain yang ditentukan, pada height kurang dari


150 Meter (500 kaki) di atas tanah atau air.

Kecuali jika dinyatakan dalam air traffic control clearances atau


ditetapkan oleh appropriate ATS authority, penerbangan VFR di level
cruising flight saat dioperasikan di atas 900 Meter (3 000 kaki) dari tanah
atau air, atau datum yang lebih tinggi seperti yang ditentukan oleh
appropriate ATS authority, harus dilakukan pada cruising level yang sesuai
untuk track sebagaimana tercantum dalam tabel cruising level dalam
Appendix 3 Annex 2.
Pesawat udara yang dioperasikan sesuai dengan visual flight rules
yang ingin mengubah sesuai dengan instrument flight rules harus:

a. Jika flight plan yang diserahkan, mengkomunikasikan


perubahan yang diperlukan untuk dilaksanakan untuk current flight
plan nya, atau

b. Ketika diperlukan oleh 72, menyerahkan flight plan ke


appropriate air traffic services unit dan mendapatkan clearance
sebelum melanjutkan IFR ketika di controlled airspace.
422 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

12. Prosedur Tentang Instrument Flight Rules (IFR).


Peralatan pesawat. Pesawat harus dilengkapi dengan instrumen yang
cocok dan dengan peralatan navigasi yang sesuai dengan rute yang akan
diterbangi. Minimum level. Kecuali bila diperlukan untuk take-off atau
landing, atau kecuali jika khusus diizinkan oleh appropriate authority,
penerbangan IFR harus diterbangkan pada level yang tidak di bawah
minimum flight altitude yang ditetapkan oleh Negara yang wilayahnya
diterbangi, atau, jika tidak ada minimum flight altitude tersebut didirikan:

a. Di atas high terrain atau di daerah pegunungan, pada level


yang setidaknya 600 Meter (2 000 ft) di atas obstacle tertinggi yang
terletak 8 Km dari posisi perkiraan pesawat;

b. Di tempat lain selain yang ditentukan dalam a), pada level yang
yang setidaknya 300 Meter (1 000 kaki) di atas obstacle tertinggi
terletak dalam jarak 8 Km dari posisi perkiraan pesawat.

Posisi perkiraan pesawat akan mempertimbangkan akurasi navigasi


yang dapat dicapai pada segmen rute yang relevan, dengan memperhatikan
fasilitas navigasi yang tersedia di darat dan di pesawat. Perubahan dari
penerbangan IFR ke penerbangan VFR. Pesawat yang memilih untuk
mengubah pengaturan penerbangan yang sesuai dengan instrument flight
rules ke visual flight rules wajib, jika flight plan telah disampaikan,
memberitahu appropriate air traffic services unit khususnya bahwa
penerbangan IFR dibatalkan dan berkomunikasi hal tersebut perubahan
harus dibuat untuk current flight plan nya.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 423

Ketika pesawat beroperasi di bawah instrument flight rules yang


diterbangkan atau menghadapi visual meteorological conditions tidak akan
membatalkan penerbangan IFR nya kecuali diantisipasi, dan dimaksudkan,
bahwa penerbangan akan dilanjutkan untuk periode waktu yang layak
dalam kondisi uninterrupted visual meteorological conditions.

Aturan yang berlaku untuk penerbangan IFR dalam controlled


airspace :

a. Penerbangan IFR harus sesuai dengan ketentuan 101 ketika


dioperasikan di controlled airspace.

b. Penerbangan IFR yang beroperasi di cruising flight di controlled


airspace harus diterbangkan pada cruising level, atau, jika diijinkan
untuk menggunakan cruise climb techniques, antara dua level atau di
atas suatu level, dipilih dari :

1) Tabel cruising level dalam Appendix 3 Annex 2.

2) Tabel modifikasi dari cruising level, ketika ditentukan


sesuai dengan Appendix 3 untuk penerbangan di atas FL 410;
kecuali bahwa korelasi levels to track ditentukan di dalamnya
tidak berlaku bila dinyatakan dalam air traffic control
clearances atau ditetapkan oleh appropriate ATS authority di
Aeronautical Information Publications.

Ketentuan Cruising Level. Operasi penerbangan IFR di level cruising


flight di luar controlled airspace harus diterbangkan pada cruising level yang
tepat untuk track nya sesuai yang ditentukan dalam:
424 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

a. Tabel cruising level dalam Appendix 3 Annex 2, kecuali bila


dinyatakan khusus oleh appropriate ATS authority untuk
penerbangan pada atau di bawah 900 Meter (3 000 ft) diatas mean
sea level.

b. Tabel modifikasi cruising level, ketika ditentukan sesuai dengan


Appendix 3 untuk penerbangan di atas FL 410.

Ketentuan ini tidak menghalangi penggunaan cruise climb techniques


oleh pesawat dalam penerbangan supersonik.

Komunikasi. Penerbangan IFR yang beroperasi diluar controlled


airspace tapi dalam atau ke area, atau di sepanjang rute, yang ditunjuk oleh
appropriate ATS authority sesuai dengan 72 c atau d harus memelihara air-
ground voice communication watch pada saluran komunikasi yang tepat
dan membangun two-way communication, seperlunya, dengan air traffic
services unit yang menyediakan flight information service.

Position reports. Penerbangan IFR yang beroperasi diluar controlled


airspace dan dibutuhkan oleh appropriate ATS authority untuk :

a. Menyerahkan flight plan.

b. Air-ground voice communication watch pada saluran


komunikasi yang tepat dan membangun two-way communication,
seperlunya, dengan air traffic services unit yang menyediakan flight
information service, wajib melaporkan posisi seperti yang ditentukan
dalam 3.6.3 untuk controlled flight.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 425

Pesawat yang memilih untuk menggunakan air traffic advisory service


ketika beroperasi IFR dalam specified advisory airspace diharapkan untuk
mematuhi ketentuan 101, kecuali bahwa flight plan dan perubahan hal
tersebut tidak berdasarkan clearance dan bahwa two-way communication
akan dipertahankan dengan unit memberikan air traffic advisory service.
Sinyal distress, sinyal urgensi, sinyal untuk penggunaan dalam hal
interception, visual signal yang digunakan untuk memperingatkan
unauthorized aircraft yang terbang di dalam atau akan masuk restricted,
prohibited atau danger area, signal untuk aerodrome traffic, dan Visual
ground signal.
Sinyal berikut ini, baik digunakan bersama-sama atau secara terpisah,
berarti bahwa bahaya dan segera mengancam, dan bantuan segera
diminta :
a. Sinyal yang dibuat oleh radiotelegraphy atau dengan cara lain
metode sinyal yang terdiri dari kelompok SOS ( ... - - - ... dalam Kode
Morse).
b. Radiotelephony distress signal yang terdiri dari kata yang
diucapkan MAYDAY.
c. Pesan distress yang dikirim melalui data link yang
mentransmisikan maksud dari kata MAYDAY.
d. Roket atau peluru (shell) yang melemparkan lampu merah,
ditembakkan satu per satu pada interval pendek.
e. Suar parasut menunjukkan lampu merah.
426 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Pasal 41 dari ITU Radio Regulations (No. 3268, 3270 dan 3271
merujuk) memberikan informasi mengenai sinyal alarm untuk penggerak
radio telegrafi dan radio telepon sistem I :

3268 sinyal alarm radio telegrafi terdiri dari seri dua belas tanda garis
(dash) dikirim dalam satu menit, durasi setiap dash empat detik dan
durasi interval antara dash yang berturut-turut satu detik. Mungkin
ditransmit oleh tangan tapi transmisi melalui instrumen otomatis
dianjurkan.

3270 Sinyal alarm radio telepon terdiri dari dua nada frekuensi audio
sinusoidal secara substansial ditransmisikan bergantian. Satu nada
harus memiliki frekuensi 2 200 Hz dan yang lain frekuensi 1 300 Hz,
durasi masing-masing nada menjadi 250 milidetik.

3271 Sinyal alarm radio telepon, jika dibangkitkan dengan cara


otomatis, harus dikirim secara terus menerus selama periode
setidaknya tiga puluh detik tetapi tidak melebihi satu menit; jika
dibangkitkan dengan cara lain, sinyal akan dikirim secara terus-
menerus jika bisa dilakukan selama sekitar satu menit.

Sinyal berikut, baik digunakan bersama-sama atau secara terpisah,


berarti bahwa sebuah pesawat ingin memberikan pemberitahuan dari
kesulitan yang memaksa untuk mendarat tanpa memerlukan bantuan
segera :
a. Menyalakan dan mematikan lampu pendaratan (landing light)
diulang-ulang.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 427

b. Switching berulang menghidupkan dan mematikan lampu


navigasi sedemikian rupa sehingga berbeda dari berkedip (flashing)
lampu navigasi.

Sinyal berikut, baik digunakan bersama-sama atau secara terpisah,


berarti bahwa pesawat memiliki pesan yang sangat mendesak untuk
mengirimkan tentang keselamatan kapal, pesawat atau kendaraan lainnya,
atau beberapa orang di atas kapal atau dalam pandangan :
a. Sinyal yang dibuat oleh radiotelegraphy atau dengan metode
signal lain yang terdiri dari kelompok XXX.
b. Sinyal radiotelephony urgensi terdiri dari kata yang diucapkan
PAN, PAN.
c. Urgensi dikirim melalui data link yang mentransmisikan
maksud dari kata-kata PAN, PAN.

Sinyal ini dirancang untuk digunakan oleh signalman, dengan tangan


diterangi yang diperlukan untuk memfasilitasi pengamatan oleh Pilot, dan
menghadap pesawat dalam posisi :
a. Untuk pesawat sayap tetap, di sisi kiri pesawat, dimana yang
terbaik dilihat oleh Pilot.
b. Untuk helikopter, dimana signalman terbaik dapat dilihat oleh
Pilot.

Arti dari sinyal yang relevan tetap sama jika bat, tongkat diterangi
atau torchlights dipegang. Engine pesawat diberi nomor, untuk signalman
menghadap pesawat, dari kanan ke kiri (yaitu No 1 engine menjadi engine
outer port /paling kiri luar).
428 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Sinyal ditandai dengan tanda bintang (*) dirancang untuk digunakan


hovering helikopter. Referensi untuk tongkat juga dapat dibaca untuk
merujuk bat tenis meja daylight-fluorescent atau sarung tangan (siang hari
saja). Referensi untuk signalman dapat juga dibaca untuk merujuk
marshaller. Desain kebanyakan pesawat adalah sedemikian rupa sehingga
path of the wing tips, engines and other extremities tidak selalu bisa
dipantau secara visual dari flight deck ketika pesawat sedang bermanuver di
darat.

13. Pembinaan Personel Keselamatan Terbang dan Kerja


Kebandarudaraan.
Secara umum obyek keselamatan dalam operasional penerbangan
meliputi; SDM atau Sumber Daya Manusia, pesawat dan peralatan navigasi,
barang-barang cargo, bagasi dan Pos, keselamatan dokumen-dokumen,
keselamatan kegiatan dan kawasan keselamatan operasi penerbangan.
Keselamatan terbang dan kerja terkait erat dengan tatanan
kebandarudaraan yang mempunyai korelasi strategis dengan RTRWN
(Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).
Pola pembinaan personel yang terkait erat dengan keselamatan
terbang dan kerja harus berpedoman pada siklus atau daur personel yang
meliputi proses rekruitmen, proses pendidikan, proses perawatan, proses
penggunaan dalam satuan kerja masing-masing dan terakhir adalah
pembinaan paska tugas atau memasuki usia pensiun.
Pesawat dan peralatan navigasi adalah salah satu obyek penting dari
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan prosedur keselamatan terbang
dan kerja, sehingga optimalisasi kinerja personel yang berkaitan langsung
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 429

dengan pesawat dan peralatan navigasi harus mengikuti “Standard


Operating Procedure” yang telah ditetapkan. Pembinaan personel meliputi
peningkatan keterampilan dan motivasi kerja melalui pendidikan
berjenjang, berkala atau kursus, seminar atau workshop sangat perlu
dilakukan guna penyegaran keterampilan dan penyegaran suasana kerja,
demikian juga tingkat kesejahteraan dan pendapatan atau gaji personel
yang berhubungan langsung dengan keselamatan terbang dan kerja harus
diperhatikan serta tunjangan kinerjanya juga harus diperhatikan. Karena inti
dari pemeliharaan keselamatan terbang dan kerja terletak pada kualitas
SDM yang termasuk didalamnya, tingkat profesionalisme, tingkat
keterampilan, latar belakang motivasi kerja serta suasana lingkungan
pekerjaan yang menggairahkan dengan jaminan kehidupan atau asuransi
yang mencukupi.
Barang-barang cargo, bagasi dan Pos merupakan salah satu obyek
dari kegiatan keselamatan untuk semua aturan yang telah di standardkan
harus dilaksanakan, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap barang-
barang selundupan, Narkotika dan kewaspadaan akan adanya sabotase
atau ancaman Bom yang tergabung dalam barang-barang cargo.
Keselamatan dokumen rahasia yang terkait dengan operasi
penerbangan, dokumen rahasia kebandarudaraan, dokumen penumpang
terutama penumpang VIP dan VVIP, dokumen rahasia peralatan navigasi
serta dokumen-dokumen lain yang mengandung unsur rahasia harus
dijamin keselamatan dan keamanannya dari upaya-upaya kejahatan pihak
luar yang bertujuan untuk mengganggu atau mengancam kegiatan
penerbangan.
430 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Keselamatan kegiatan menekankan pada operasional kegiatan mulai


dari kegiatan persiapan, kegiatan pelaksanaan sampai dengan kegiatan
pengakhiran atau kegiatan penutup. Proses kegiatan berpotensi akan
terjadinya penyusupan orang karena faktor kesibukkan dan terkonsentrasi
pada satu kegiatan, sehingga adanya kegiatan lain terabaikan.
Pengertian umum kawasan keselamatan operasi penerbangan
meliputi wilayah atau area daratan dan perairan serta mencakup seluruh
wilayah udara di sekitar bandar udara yang berkaitan langsung dan tidak
langsung dengan operasi penerbangan serta mempunyai signifikasi korelasi
dengan keselamatan terbang dan kerja.

14. Konsep Kerja Affirmative Action.


Sebagai bentuk pembinaan sumber daya manusia yang berkaitan
dengan tugas-tugas keselamatan terbang dan kerja, maka penting untuk
dilaksanakan konsep kerja “Affimative Action” sebagai manifestasi nilai
keadilan sosial yang selalu mengedepankan dan menitik beratkan pada hasil
akhir atau “Result Oriented Plan” dengan menerapkan prosedur kerja yang
sudah baku dan melakukan kajian obyektif terhadap mekanisme kerja SOP
dan pengawakan organisasi serta memberikan kesempatan personel untuk
berprestasi dalam tugas, demikian juga membuka akses seluas-luasnya bagi
masyarakat dan petugas keselamatan terbang dan kerja untuk berinteraksi
dan saling melengkapi dengan satu tujuan utama, yaitu terciptanya kondisi
“Zero Accident – Incident”.
Secara umum pengertian “Affirmative Action” dalam dunia
penerbangan dapat dirumuskan sebagai gerakan kesadaran moralitas dan
perbaikan kinerja atas semua tatanan dan prosedur yang sudah lama
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 431

dilakukan, untuk diadakan perbaikan dan pembaharuan sesuai dengan


perkembangan kontemporer. Kajian penyempurnaan “Procurement” yang
meliputi kegiatan merekrut SDM, menyeleksi, mendidik, menggunakan atau
penempatan dalam jabatan tertentu dan mempromosikan serta pembinaan
kesejahteraannya.
Implementasi konsep “Affirmative Action” didalam dunia
penerbangan dengan baik maka akan mendapatkan respon positif berupa;
Pertama, SDM secara menyeluruh lebih representatif, sehingga akan
menimbulkan motivasi kerja baru, semangat baru dan secara tidak langsung
akan meniadakan derajat kejenuhan kerja dan meningkatkan ketelitian,
kewaspadaan. Dengan demikian keselamatan terbang dan kerja akan
terwujud; Kedua, obyektifitas lingkungan pekerjaan tumbuh dengan baik,
sehingga meniadakan prasangka-prasangka buruk yang dilatar belakangi isu
SARA; Ketiga; terhindarnya segala macam bentuk ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan pada operasional penerbangan; Keempat,
terhindarnya masalah-masalah pelanggaran hukum, baik langsung maupun
tidak langsung.
Pembinaan SDM yang baik dalam suatu organisasi kebandarudaraan
meliputi; Pertama, sistem rekruitmen yang baik, artinya terbukanya akses
semua masyarakat untuk turut serta berpartisipasi aktif dalam pola
rekruitmen, sehingga tingkat selektifitas semakin tinggi dengan harapan
nantinya personel yang terjaring dalam rekruitmen pegawai
kebandarudaraan adalah personel yang berkualitas secara intelektual, sehat
jasmani dan rohani serta berkepribadian yang baik pula; Kedua, pendidikan
pembentukkan pegawai sebagai dasar pembentukkan mental kerja dan
432 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

semangat kerja serta membentuk disiplin kerja. Program pendidikan ini


bertujuan untuk :

a. Pembentukkan skill dan knowledge di bidang kebandarudaraan


dan pelayanan penerbangan, meliputi program kegiatan intelektual
dan kepribadian yang selalu berorientasi pada keselamatan dan
keamanan penerbangan serta mempunyai daya saing Internasional.

b. Pembentukkan dasar profesionalisme kerja dengan


mengedepankan kejujuran dan tanggung jawab profesi sebagai insan
dirgantara yang bertugas di lingkungan penerbangan yang menuntut
disiplin profesi yang tinggi.

c. Pembentukkan mental kewaspadaan terhadap semua


kemungkinan terjadinya kegiatan melanggar hukum.

Ketiga, penugasan SDM yang telah lulus dari pendidikan sesuai


dengan bidangnya masing-masing dan mendapatkan kompensasi gaji dan
tunjangan sesuai dengan standar hidup yang layak.
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 433

DAFTAR PUSTAKA

A. Dirwan, Manajemen Sistem Perencanaan dan Anggaran Pembangunan


Pertahanan Negara, Salima Institute, Jakarta, 2013;
A. Diswan, Manajemen Sistem Perencanaan dan Anggaran Pembangunan
Pertahanan Negara, (Jakarta, Penerbit : Salima, 2013;
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta, 1998;
A.B. Susanto dkk., Corporate Culture, Organization Culture, The Jakarta
Consulting Group, Jakarta, 2008;
A.C. Manulang, Terorisme & Perang Intelijen, Manna Zaitun, Jakarta, 2006;
Abbas Ghozali, Materi Kuliah Ekonomi Pembangunan, Program Doktor UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006;
Abdullah Burhanuddin, Jalan Menuju Stabilitas, LP3ES, Jakarta, 2006;
Abdullah Burhanuddin, Menanti Kemakmuran Negeri, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2006;
Abdullah Fathoni, Bersama Rakyat TNI Kuat, KBPA, Jakarta, 2014;
Abdullah Fathoni, Ekonomi Pancasila - Menggagas Kompromi Rasionalitas
Ekonomi Indonesia, Patigama Radar 883, Jakarta, 2013;
Abdullah Fathoni, Serat Sejating Urip, BPA Pustaka, Jakarta, 2014;
Abdullah Fathoni, Sinergi Koperasi, Elkalos, Jakarta, 2004;
Adi Sasono, Menjadi Tuan di Negeri Sendiri, Grafindo Book Media, Jakarta,
2013;
Adisumarta, R.J. Kaptin, Komentar Peristiwa Ekonomi 1970-1974, Buku
Kompas, Jakarta, 2003;
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam edisi Ketiga, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006;
Ahmad Syafi’I Maarif, Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara, LP3ES,
Jakarta, 2006;
434 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Algifari, Ekonomi Mikro Teori dan Kasus, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,
Yogyakarta, 2002;
Ali Hasan, Marketing, MED Press, Yogyakarta, 2008;
Al-Khalidi, Mahmud, Kerusakan dan Bahaya Sistem Ekonomi Kapitalis,
Wahyu Press, Jakarta, 2002;
Anne T. Coughlan, Marketing Channels, 6th edition, Prentice Hall, New
Jersey, 2001;
Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik Jilid II, LP3ES, Jakarta, 1986;
Aulia Reza Bastian, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka Utama,
Yogyakarta, 2002;
Azyumardi Azra, Revitalisasi Pertanian, Kompas, Jakarta, 2006;
Bahtiar Effendy dan Soetrisno Hadi (Editor), Agama & Radikalisme di
Indonesia, Nuqtah, Jakarta, 2007;
Bambang Istianto, Demokratisasi Birokrasi, Mitra Wacana Media, Jakarta,
2011;
Bambang Prasetyo, Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005;
Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Media, Yogyakarta,
2006;
Bambang Waluyo Hidayat, dkk., Suntzu Perang dan Manajemen, PT. Alex
Media Komputindo, Jakarta, 1992;
Beni Sukadis - Eric Hendra (Editor), Pertahanan Semesta dan Wajib Militer,
LESPERSSI, Jakarta, 2008;
Bertens K., Psikoanalisis Sigmund Freud, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2006;
Bijah Subijanto, Restorasi Intelejen, Jatidiri, Jakarta, 2003;
Bilson Simamora, Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan
Profitabel, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001;
Bramantyo Djohanputro, Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro, PPM, Jakarta,
2006;
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 435

Budi Santoso Suryosumarto, Ketahanan Nasional Indonesia, Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta, 2001;
Buku Dinamika, Staf Ahli Kasau, Edisi Ke-27, Jakarta, Maret 2014;
Buku Petunjuk Induk OMP dan OMSP, Babinkum TNI, Jakarta, 2011;
Burhanuddin Abdullah, Jalan Meuju Stabilitas, LP3ES, Jakarta, 2006;
Burhanuddin Abdullah, Menanti Kemakmuran Negeri - Kumpulan Esai
tentang Pembangunan Ekonomi Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2006;
Bustanul Arifin, Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia, Buku Kompas,
Jakarta, 2004;
Bustanul Arifin, Ekonomi Kelembagaan Pangan, Pustaka LP3ES Indonesia,
Jakarta, 2005;
Centre For Strategic and International Studies (CSIS), Pembenahan Sistem
Politik Indonesia, CSIS, Jakarta, 2006;
D. Riant Nugroho, Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang,
PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2006;
David Osborne dan Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi, PPM, Jakarta,
2000;
David W. Cravens, Pemasaran Strategis, Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta, 1996;
Deliar Noer, dan Akbarsyah, KNIP atau Komite Nasional Indonesia Pusat,
Yayasan Risalah, Jakarta, 2005;
Diana Wijaya, Etika Bisnis Profesional, Restu Agung, Jakarta, 2002;
Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik, Granit, Jakarta, 2004;
Diolah dari Doktrin Pertahanan Negara dan Kebutuhan akan Komponen
Cadangan (Aditya Batara Gunawan - 2008) yang terangkum dalam
buku Pertahanan Semesta dan Wajib Militer, LESPERSSI, Jakarta,
2008;
Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan Departemen
Kehakiman, Terjemahan Konvensi Jenewa Tahun 1949, Jakarta, 1999;
436 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Djabaruddin Djohan, dkk., Membangun Koperasi Pertanian Berbasis


Anggota, LSP2I, Jakarta, 2000;
Djahari Makruf dengan judul tulisan Radikalisme Islam di Indonesia
Fenomena Sesaat? yang terangkum dalam buku Agama &
Radikalisme di Indonesia, Editor : Bahtiar Effendi dan Soetrisno Hadi,
(Nuqtah, Jakarta, 2007);
Djojo Hadikusumo Sumitro, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan
Ekonomi Pembangunan, LPJES, Jakarta, 1994;
Doktrin TNI TRI DHARMA EKA KARMA atau TRIDEK, Peraturan Panglima TNI
Nomor : KEP/474/VII/2012 tanggal 25 Juli 2012.
Dorodjatun Kuntjoro - Jakti, Mau Kemana Pembangunan Ekonomi
Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2003;
Editor : St. Sularto, Menggugat Masa Lalu, Manggagas Masa Depan
Ekonomi Indonesia, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2000;
Eko Priyo Pratomo, Ubaidillah Nugraha, Reksa Dana, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2005;
Em Zul Fajri dan Ratu Aprillia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Difa
Publisher, Jakarta;
Ensiklopedi, Hamparan Dunia Ilmu, Time-Life, Dunia Serangga, Tira Pustaka,
Jakarta, 2002;
Ensiklopedia, Hamparan Dunia Ilmu, Cuaca dan Iklim, Tira Pustaka, Jakarta,
2002;
Eriyatno, Membangun Ekonomi Komparatif, PT. Elex Media Komputindo,
Kompas Gramedia, Jakarta, 2011;
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi, Pustaka Asatruss, Jakarta, 2005;
Fachry Ali, Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, Mizan, Bandung,
1986;
Faisal Basri, Perekonomian Indonesia - Tantangan dan Harapan Bagi
Kebangkitan Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2002;
Francis Fukuyama, Memperkuat Negara-Tata Pemerintahan dan Tata Dunia
Abad 21, PT. Gramedia Utama, Jakarta, 2005;
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 437

Francis Fukuyama, The End of History and The Last Man, CV. Qalam,
Yogyakarta, 2004;
Francis Fukuyama, The Great Disruption, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2005;
Frans M. Royan, Market Intellegence, PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta, 2005;
Franz Magnis - Suseno, Etika Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2001;
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Tehnik Membedah Kasus Bisnis, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004;
Frianto Pandia, dkk., Lembaga Keuangan , PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2005;
Fuad Jabali, dkk., Benturan Peradaban, Nalar, Jakarta, 2005;
Gary W. Eldred, PH.D., Real Estate IDI, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,
2007;
George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2003;
George Ritzer - Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam,
Prenada Media, Jakarta, 2005;
George Soros, Open Society, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006;
Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk Rakyat, CIDES, Jakarta, 1996;
H. Budi Santoso Suryosomarto, Ketahanan Nasional Indonesia, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, 2001;
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1987;
H. Zainudin Hamidi dan Tim Al-Hadits, Shahih Bukhari dan Terjemahannya,
Widjaya, Jakarta, 1992;
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Administrasi Personel untuk
Meningkatkan Produktivitas Kerja, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1990;
Hasil Seminar dan Lokakarya tentang Jatidiri Koperasi dan Nilai Ekonomi
Islam untuk Keadilan Ekonomi, LSP2I, Jakarta, 2003;
HD. Haryo Sasongko, Terorisme Dialog dan Toleransi, Graffiti, Jakarta, 2006;
438 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Henry Faizal Noor, Ekonomi Manajerial, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2008;
Henry Simamora, Manajemen Pemasaran Internasional Jilid II, Salemba
Empat, Jakarta, 2000;
Heru Satyanugraha, Etika Bisnis, Edisi Kedua, LPFE Universitas Trisakti,
Jakarta, 2006;
Heru Subiyantoro, Singgih Riphat, APU, Kebijakan Fiskal, PT. Kompas Media
Nusantara, Jakarta, 2004;
Hikmah Nur Azza, Pengaruh PAD, DAU, DAK terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Propinsi Jawa Barat Tahun 2004-2012, Skripsi – UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014;
I Gusti Putu Mastra, Manajemen Kebandarudaraan, Mitra Wacana Media,
Jakarta, 2013;
Ibnoe Soedjono, Koperasi di tengah Liberalisme Ekonomi, LSP2I, Jakarta,
2003;
Iman Sjahputra Tunggal, Amin Widjaja Tunggal, Membangun Good
Corporate Gorvenance (GCG), Havarindo, Jakarta, 2002;
Jalaludin Rahmat, Islam dan Pluralisme, Serambi, Jakarta, 2006;
Jenderal Pol. (Purn) Kunarto, Intelijen, Pengertian dan Pemahamannya, PT.
Cipta Manunggal, Jakarta, 1999;
Joesron, Tati Suhartati, Manajemen Strategik Koperasi, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2005;
John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man, Abdi Tandur, Jakarta,
2005;
John Pieris, Nizam Jim, Etika Bisnis dan Good Corporate Governance, Pelangi
Cendikia, Jakarta, 2007;
Jonathan R. Jeffrey A. Winters Pincus, Membongkar Bank Dunia,
Djambatan, Jakarta, 2004;
Joseph A. Schumpeter, Capitalsm, Socialsm & Demokrasi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2013;
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 439

Joseph E. Stiglitz, Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan


Internasional, PT. INA Publikatama, Jakarta, 2003;
Joseph E. Stiglitz, Making Globalization Work, Mizan, Bandung, 2007;
Jousairi Hasbullah, Social Capital, MR-United Press, Jakarta, 2006;
Julius Pour, Benny - Tragedi Seorang Loyalis, KATA, Jakarta, 2007;
Juni Thamrin, dkk., Beyond Terrorist, Tim Kerja Diskusi Naskah, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, 2002;
Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004;
Keegran Z. Warren, Manajemen Pemasaran Global, Prenhallindo, Jakarta,
1996;
Ken Conboy, Menguak Tabir Dunia Intelejen Indonesia, Pustaka Primatama,
Ciputat, 2007;
Kenichi Ohmae, Hancurnya Negara dan Bangsa, CV. Qalam, Jakarta, 2002;
Kenichi Ohmae, The Next Global Stage - Tantangan dan Peluang di Dunia
yang Tidak Mengenal Batas Kewilayahan, PT. Indeks-Gramedia,
Jakarta,2005;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Perwakilan Rakyat RI Nomor :
IV/MPR/1999 tentang Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 1999;
Kompas dan Freedom Institute Canberra, Pelaku Berkisah Ekonomi
Indonesia 1950- sampai 1990-an, PT. Kompas, Media Nusantara,
Jakarta, 2005;
Koran Republika tanggal 27 September 2011.
Kunarto (Jenderal Pol. Purn.), Intelijen - Pengertian dan Pemahamannya,
Cipta Manunggal, Jakarta, 1999;
Kwik Kian Gie, Ekonomi Indonesia Dalam Krisis dan Transisi Politik,
PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999;
440 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Larry Diamond & Marc F. Plattner, Hubungan Sipil Militer &Kosolidasi


Demokrasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2001;
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2005;
M. Bambang Pranowo, Multidimensi Ketahanan Nasional, Pustaka Alvabet,
Jakarta, 2010;
M. Dawam Rahadjo, Nalar Ekonomi Politik, Bogor, IPB Press;
M. Umar Chapra, Etika Ekonomi Politik, Risalah Gusti, Surabaya, 1997;
Majalah Angkasa Nomor 2, November 2013;
Majalah Angkasa Nomor 6, Maret 2014;
Majalah Angkasa Nomor 8, Mei 2014;
Majalah Angkasa Nomor 9, Juni 2014;
Majalah Forum, Volume 39, terbitan Ke-3, 2014;
Majalah Kedirgantaraan Angkatan Udara - Suara Angkasa, Oktober 2013;
Marsuki, Analisis Perekonomian Nasional & Internasional, Mitra Wacana
Media, Jakarta, 2005;
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam bukunya
Sejarah Nasional Indonesia III, Balai Pustaka, Jakarta, 1992;
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam bukunya
Sejarah Nasional Indonesia - VI, Balai Pustaka, Jakarta, 1992;
Max Weber, Sosiologi, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2006;
Michael E. Porter, Strategi Bersaing, Tehnik Menganalisis Industri dan
Pesaing, Erlangga, Jakarta, 1980;
Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga, Erlangga, Jakarta, 2004;
Michael P. Todaro, Ekonomi untuk Negara-Negara Berkembang Jilid II,
PT. Bumi Karsa, Jakarta, 2000;
Mohamad Ikhsan, dkk., 80 Tahun Mohammad Sadli; Ekonomi Indonesia di
Era Politik Orde Baru, Buku Kompas, Jakarta, 2002;
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 441

Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1988;


Muchtar Siregar, Manajemen Transportasi, , LPFE.UI, Jakarta2012;
Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen
Transportasi, LPFE.UI, Jakarta, 2012;
Mudrajad Kuntjoro, Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif?,
Erlangga, Jakarta, 2005;
Muhamad Jafar Hapsah, Kedaulatan Pangan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2006;
Mustofa Diibul Bigha, Fiqh Syafii’, CV. Bintang Pelajar, Gresik, 1984;
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, PT. Raja Grafindo
Persada, 2005;
N. Gregory Mankiw, Principles of Economics - Pengantar Ekonomi Makro,
Salemba Empat, Jakarta, 2006;
Noam Chomsky, Amerika Sang Teroris, Mizan, Bandung, 1989;
Noam Chomsky, Memeras Rakyat, Profetik, Jakarta, 2005;
Nurcholis Madjid, Indonesia Kita, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2003;
Ohmae Kenichi, Hancurnya Bangsa-Bangsa, CV. Qalam, Yogyakarta, 2002;
Ohmae Kenichi, The Next Global Stage, PT. Intan Sejati Kelaten, Jakarta,
2005;
Oxford Learner’s Pocket Dictionary, Oxford University Press, New York,
1991;
P.K. Ojong, Perang Pacific, Buku Kompas, Jakarta, 2001,
Panitia Bersama Simposium Peringatan Lahirnya Pancasila, Restorasi
Pancasila, diedarkan oleh P2D, Jakarta, 2006;
Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia, Kompas, Jakarta,2006;
Pass Christoper, Kamus Lengkap, Erlangga, Jakarta, 1994;
Pearce Robinson, Manajemen Strategik - Formulasi, Implementasi dan
Pengendalian, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997;
442 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2006 tentang


Komunikasi Intelijen Daerah;
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun 2013 tentang
Tatanan Kebandarudaraan Nasional;
Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/28/V/2010 tanggal 20 April 2010
tentang Struktur Organisasi dan Susunan Jabatan dan Kepangkatan di
Lingkungan TNI.
Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi
TNI.
Pertahanan Semesta dan Wajib Militer, Editor : Beni Sukadis dan Eric
Hendra (Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008).
Philip Kotler, dkk., Rethinking Marketing, PT. Prenhall Indo, Jakarta, 2003;
Philip Kotler, Pemasaran Keunggulan Bangsa (The Marketing of Nation),
PT. Prenhallindo, Jakarta, 1998;
Philip Kotler, The Marketing of Nation (Pemasaran Keunggulan Bangsa) ,
PT. Prenitallindo, Jakarta, 1997;
PK. Ojong, Perang Eropa, Buku Kompas, Jakarta, 2003;
Prasetyo Irawan, dkk., “Manajemen Sumber Daya Manusia, STIA LAN
PRESS, Jakarta, 2000;
Rahardjo Adisasmita, Manajemen Pembangunan Transportasi, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2014;
Rahnip, Intelijen dalam Al-Qur’an dan Dakwah Rasulullah, Darut Taufiq,
Jakarta, 2003;
Ramsbothan Miall, Oliver Hug, Woodhouse, Tom, Resolusi Damai Konflik
Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000;
Randall S. Schuler dan Susan E. Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Erlangga, Jakarta, 1966;
Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban, Buku Kompas, Jakarta, 2006;
Rizal Mallaraneng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi, KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia), Jakarta, 2002;
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 443

Robert D. Hisrich, dkk., Entrepreneurship - Kewirausahaan, Salemba Empat,


Jakarta, 2008;
Rogatianus Maryatmo, Dampak Moneter, Universitas, Atma Jaya,
Yogyakarta, 2005;
Sakti Adji Adisasmita, Mega City & Mega Airport, Graha Ilmu, Yogyakarta,
2013;
Sakti Adji Adisasmita, Tatanan Bandar Udara Nasional, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2014;
Salim Said, Dari Gestapu ke Reformasi - Serangkaian Kesaksian, Mizan,
Jakarta, 2014;
Salim Said, Wawancara tentang Tentara dan Politik, PT. Surya Multi Grafika,
Jakarta, 2001;
Sameul P. Huntington, Amerika dan Dunia, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2005;
Sameul P. Huntington, Benturan Antar Peradaban, CV. Qalam, Yogyakarta,
2002;
Sameul P. Huntington, Simon & Schuster, The Clash of Civilizations, Sidney,
1996;
Samuel P Huntington, Prajurit dan Negara - Teori dan Politik Hubungan
Militer-Sipil, PT. Grasindo, Jakarta, 2003;
Sarbini Sumawinata, Politik Ekonomi Kerakyatan, PT.Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2004;
Simamora Bilson, Panduan Riset Perilaku Konsumen, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2002;
Siswanto Masruri Soejatmoko, Pancasila, Islam dan Sosial - Ekonomi, Pilar
Media, Yogyakarta, 2005;
Siswono Yudo Husodo, Jejak Pangan Sejarah, Silang Budaya dan Masa
Depan, Buku Kompas, Jakarta, 2009;
Soegeng Sarjadi, Sukardi Rinakit, Memahami Indonesia, TIM Kreatif
Grafindo Khazanah Ilmu, Jakarta, 2006;
444 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Soejitno Irmim - Abdul Rochim, Etika Perbankan, Batavia Press, Jakarta,


2004;
Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT. Rineka
Cipta, Jakarta, 2003;
Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Bumi Aksara,
Jakarta, 2008;
Sukanto Reksohadipprodjo, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi 5, BPFE,
Yogyakarta, 1997;
Sumitro Djojohadikusumo, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi
Pembangunan, Pustaka LP3ES, Jakarta, 1994;
Sumitro Djojohadikusumo, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, PT. Pustaka
LP3ES, Jakarta, 1994;
Supono Soegirman, Etika Praktis Intelijen - Dari Sungai Tambak Beras
Hingga Perang Cyber, Media Bangsa, Jakarta, 2014;
Supono Soegirman, Intelijen Profesi Unik Orang-Orang Aneh, Media Bangsa,
Jakarta, 2012;
Susan Rose - Ackerman, Korupsi dan Pemerintahan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2006;
Susilo Bambang Yudhoyono, Mengatasi Krisis, Menyelamatkan Reformasi,
PUSKAP, Jakarta, 1999;
Syafaruddin Alwi, Ketidak Serasian pembangunan antar Sektor Analisis,
Sektor Primer dan Sekunder, dalam buku Aksi Liberalisasi Ekonomi
dan Politik di Indonesia, PPM-FE UI, Jakarta, 1997;
Syamsuddin Mahmud, Teori Moneter dan Ekonomi Indonesia, Syiah Kuala
University Press, Banda Aceh, 2004;
TAP MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan
Kesatuan Nasional.
TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang TNI-POLRI
Tifatul Sembiring, Koperasi Syariah, artikel opini di Harian Republika 17 Juli
2007
Manajemen Kebandarudaraan Strategis 445

Tim KAHMI JAYA, Indonesia di Simpang Jalan, Mizan Pustaka, Bandung,


1998;
Tim Peneliti LIPI, Bara dalam Sekam, Mizan, Bandung, 2001;
Tim Penerjemah Comes, Center for Middle East Studies, Asy Syamil Press &
Grafika, 2001;
Tim Weiner, Membongkar Kegagalan CIA, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2008;
Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945 - 1967, LP3ES, Jakarta, 1982;
Undang-Undang Anti Monopoli, UU RI Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2006;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen
Negara;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas;
UUD 1945, Setelah Amandemen Keempat Tahun 2002, Pustaka Setia,
Bandung, 2002;
446 Manajemen Kebandarudaraan Strategis

Vietzal Rivai, dkk., Bank and Financial Institution Management, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007;
Vincent Gasperz, Organizational Excellence, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2007;
Warren J. Keegan, Manajemen Pemasaran Global, Prenhallindo, Jakarta,
1996;
Wayne Parsons, Public Policy, Prenada Media, Jakarta, 2005;
Wee Chow Hou, dkk., Sun Tzu; Perang dan Manajemen, PT. Elex Media
Komputerindo, Jakarta, 2002;
Widi Agoes Pratikto, Menjual Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Cikal Media,
Jakarta, 2005;
Wirawan, Teori Kepemimpinan, Uhamka Press, Jakarta, 2002;
Wresniwiro, Kohanudnas - Siaga Senantiasa, AK. Group, Jakarta, 2003;
Wynd Rizaldi dan Muhammad Rifni, Manajemen Dasar Penanganan Cargo,
IN Media, Jakarta, 2013;
Z. A. Maulani, Perang Afghanistan, Dalangang Seta, Jakarta, 2002;
Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan, Yogyakarta, Gajah Mada University
Press, 2010;
Zulkarnain Djamin, Masalah Utang Luar Negeri, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta, 1996;
Manajemen Kebandarudaraan Strategis

PUISI “CINTAKU PADA ILMU”

Tidaklah daun kering yang terjatuh


Tidaklah sebutir debu dan peluh
Semua sudah tertulis dalam ilmu
Firman dan kalam yang bertaruh.
Ketika kaki menapak bumi dan mengukir
Hanya ada suara gemercik lantunan zikir
Burung malampun telah lelap dalam tidurnya
Semua terpaku dan terlena dalam heningnya.
Ilmuku hanya sebatas tetes air di dahan
Diantara barisan pohon dan rerumputan
Cintaku pada ilmu masih dalam retasan
Mencari amukti dengan tirakatan.
Aku bukan berlari... Mengejar bayanganku sendiri
Tetapi mengurai ilmu sukmo suci
Meski... Ilmuku sudah tepatri
Diantara kesadaran dan jati diri.
Duh... Gusti Kang Moho Dumadi
Kawulo nyuwon pangapunten teng pundi - pundi
Amergi ilmu meniko nembeh diragati.
Duh... Gusti kawulo nyuwon walas asihipun
Asih keranten bersih
Welas keranten melas
Sumonggo...
Manajemen Kebandarudaraan Strategis

PUISI “PILIHLAH AKU...”.

Mendung tak selamanya mengundang hujan


Terkadang menghadirkan petir dan halilintar yang menakutkan
Cinta tak selamanya berakhir bahagia
Terkadang berbuah duka lara
Harta yang melimpah tidak membuka pintu bahagia
Terkadang membuka pintu fitnah...
Pilihlah Aku...
Aku menjanjikan kebahagiaan abadi
Aku selalu menjagamu di tengah tidur nyenyakmu
Aku selalu menghiburmu di kala sedih dan dukamu
Dan Aku...
Mendampingimu sampai ke liang lahatmu
Aku lebih setia dari isteri dan anak-anakmu
Aku adalah Ilmu-mu...
Aku tersimpan rapih dalam hati dan fikirmu
Tetapi...
Engkau jarang sekali menyapaku dan menyentuhku.
Aku adalah cahaya Nur Illahi
Yang dititipkan oleh Tuhan kepadamu
Yakinlah...
Tuhan bersamamu melalui Aku.
DR. Abdullah Fathoni, S.E., M.M adalah dosen tetap
Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana.
Dilahirkan di Gresik tanggal 18 Agustus 1964.
Merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara dari
pasangan Bapak H. Moh. Ridwan (alm) dan Ibu Hj.
Fatimah (almh). Adapun riwayat pendidikan yang
dilaluinya :

1. Madrasah Al-Falah Sembayat – Manyar – Gresik


2. SMP Walisongo Sembayat – Manyar – Gresik
3. SMAN I Gresik
4. Akademi Angkatan Udara (AAU) – Yogyakarta
5. Universitas Sriwijaya – Palembang
6. Universitas Tama Jagakarsa – Jakarta
7. UIN Syarif Hidayatullah – Jakarta
(Meraih gelar Doktor Ke-802 Bidang Ekonomi Syariah Tahun 2010)
Tanda penghargaan yang dimiliki :
1. Satya Lencana Bhakti Koperasi dari Menteri Koperasi Tahun 2006
2. Satya Lencana Wirakarya dari Presiden Republik Indonesia Tahun 2008
3. Rekor MURI Nomor : 3508 Tahun 2008 di bidang Koperasi
Riwayat Jabatan di bidang Koperasi :
1. Ketua Dekopinda Jakarta Timur Tahun 2010 – 2011
2. Ketua Dekopinwil DKI Jakarta Tahun 2010 – 2011
3. Ketua KSU DKI Jakarta Tahun 2014 – 2015

Anda mungkin juga menyukai