Anda di halaman 1dari 161

Jakarta, Penerbit : Koperasi BPA, 2014

BERSAMA RAKYAT TNI KUAT


Analisis Komprehensif Akademis Untuk Mencari Titik Keseimbangan Baru
Hubungan TNI - Rakyat

Koordinator : Koperasi Primer Bhakti Pertiwi Abadi

Disain Sampul : Koperasi Primer Bhakti Pertiwi Abadi


Penata Letak : Erlangga

Editor :
Dr. Abdullah Fathoni, S.E., M.M.
Hikmah Nur Azza, S.E., M.E.
Erlangga

Diterbitkan Oleh : Koperasi Primer Bhakti Pertiwi Abadi


Jl. Gorda No. 14A RT.010 RW. 006
Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur
Kode Pos : 13810
Telp. (021) 87784090
Fax. (021) 87783997
Email : fathoni444@yahoo.co.id
Twitter : @AbdullahFatho11
Fb : Abdullah Fathoni
IG : @fathoni444

ISBN : 978-602-70409-0-8

Dicetak oleh Penerbit :


Koperasi Primer Bhakti Pertiwi Abadi
Cetakan I : Maret 2014
Bersama Rakyat TNI Kuat i

KATA PENGANTAR

Analisis Komprehensif akademis dalam rangka sosialisasi motto


“Bersama Rakyat TNI Kuat” yang telah digagas oleh Panglima TNI Jenderal
TNI Moeldoko menjadi sangat penting bila dilihat dari sudut pandang
harmonisasi kepentingan dan pemikiran antara TNI dan komponen Bangsa
lainnya. Penulisan Buku ini berdasarkan pengarahan Panglima TNI di
Gedung Gatot Subroto Mabes TNI Cilangkap, Surat Telegram Panglima TNI
Nomor : 55/I/2014 tanggal 1 januari 2014.
Konsep pemikiran yang melatarbelakangi motto “Bersama Rakyat TNI
Kuat” akan menjadi slogan sementara dan tidak mempunyai pengaruh
apapun terhadap segenap Prajurit TNI dan Rakyat apabila pemikiran
tersebut tidak terdokumentasi dengan baik dan ditransformasikan dengan
baik pula melalui kajian akademis serta dilakukan sosialisasi dua arah secara
kontinu terhadap Prajurit dan Masyarakat. Pada posisi inilah letak
pentingnya penulisan Buku dengan judul “Bersama Rakyat TNI Kuat”.
Harapan Penulis, semoga Buku ini menjadi awal pemikiran dan bahan
diskusi panjang guna mencari pemahaman bersama antara TNI - Rakyat
dalam mencapai stabilitas pembangunan Nasional yang mampu
menciptakan kondisi keadilan ekonomi dan kesejahteraan sosial serta
meniadakan segala macam sumber ancaman dan gangguan stabilitas
pembangunan Nasional.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT Tuhan sekalian alam Penulis
berserah diri terhadap hasil karya Buku ini.

Jakarta, Maret 2014

Dr. Abdullah Fathoni, S.E., M.M.


Letkol Adm NRP 512650

Penulis saat ini berdinas sebagai Perwira Menengah Subdis Binjahril


Diswatpersau, Cilangkap, Jakarta.
Bersama Rakyat TNI Kuat iv

ABSTRAKSI

Surat Telegram Paglima TNI Nomor 55/I/2014 tanggal 1 Januari 2014


adalah dasar penulisan buku dengan judul “Bersama Rakyat TNI Kuat”,
merupakan analisis komprehensif akademis yang melihat Organisasi TNI
secara kelembagaan dan Prajurit TNI secara orang perorang dalam tugas
yang telah dirumuskan oleh keputusan politik, yaitu OMP atau OMSP
sehingga diperoleh titik keseimbangan baru hubungan TNI-Rakyat. Alasan
pentingnya penulisan buku ini adalah upaya untuk melakukan dokumentasi
dengan baik dan sebagai bahan untuk melakukan sosialisasi dua arah
kepada Prajurit TNI dan Rakyat terhadap motto pengabdian TNI yang telah
digagas langsung oleh Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko. Adapun
kesimpulan besarnya dalam buku ini adalah implementasi secara baik
motto “Bersama Rakyat TNI Kuat” akan mendapatkan respon balik yang
positif “Bersama TNI Rakyat Kuat”, akan tetapi rumusan dan parameter
“Kuat” bagi TNI dan “Kuat” bagi Rakyat adalah dua hal yang berbeda.
Tahapan penulisan buku ini adalah; Pertama, mencari sumber-
sumber resmi berupa buku, catatan atau peraturan di Setum Mabes TNI;
Kedua, melakukan wawancara langsung pada para Pejabat TNI dan
masyarakat sipil serta beberapa personel LSM dan politisi untuk mencari
bobot pengkajian hubungan TNI-Rakyat; Ketiga, mengkaji buku-buku
referensi dari kalangan akademisi dan praktisi kemudian dipetakan secara
akademis pokok masalah kontemporer peran Militer di Dunia Internasional
dan peran TNI di Indonesia; Keempat, pendekatan yang dilakukan oleh
Penulis guna mengelaborasi motto “Bersama Rakyat TNI Kuat”, yaitu
pendekatan history atau pendekatan sejarah, pendekatan legislasi melalui
pengkajian Peraturan Perundang-undangan dan pendekatan empiris
akademis dengan melihat semua fakta di lapangan.
Penulisan buku ini memperkuat pendapat dan pernyataan Presiden
RI Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko
tentang Netralitas TNI (2014) dan juga memperkuat pendapat Samuel P.
Huntington tentang peran Perwira Militer di Dunia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (2003).
Bersama Rakyat TNI Kuat

PUISI NASIONALISME

Aku... Aku bukanlah tubuhku


Aku bukanlah harta, pangkat dan jabatanku
Tetapi... Aku adalah semangat nasionalisku
Cinta Tanah Airku dan cinta Negaraku Indonesia
Mengapa Engkau penjarakan ragaku ?
Mengapa Engkau bungkam mulutku ?
Padahal... Raga dan mulut ini bukanlah Aku
Aku tidak akan mati karena pisahnya raga dan roh
Aku tidak akan diam sebab tekanan
Karena... Badan keinginanku sudah mati
Kebutuhan hidupku sudah mati
Ambisikupun sudah mati
Hidupku adalah semangat Nasionalisku
Tidak penting mau jadi apa
Tetapi… yang paling penting bisa berbuat apa.
Dan Aku yakin...
Tidak ada kerja keras yang sia-sia
Oleh : Dr. Abdullah Fathoni, S.E., M.M.
Bersama Rakyat TNI Kuat ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................ ii
Abstraksi ................................................................................................ iv

A. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
B. TITIK KESEIMBANGAN BARU ....................................................... 9
C. BERSAMA RAKYAT TNI KUAT ...................................................... 16
D. NETRALITAS TNI .......................................................................... 27
E. BERSAMA TNI RAKYAT KUAT ....................................................... 38
F. REFORMASI BIROKRASI ............................................................... 44
G. EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI ORGANISASI ................................... 61
H. ORGANIZATION CULTURE ........................................................... 68
I. VISI TNI-POLRI KEDEPAN ............................................................ 84
J. KESIMPULAN .............................................................................. 140
K. SARAN ......................................................................................... 141
L. PENUTUP .................................................................................... 142

DAFTAR GAMBAR :
Gambar 1 : PERAN DAN FUNGSI ............................................................ 7
Gambar 2 : PROSES INTERAKSI .............................................................. 8
Gambar 3 : DINAMISASI TITIK KESEIMBANGAN .................................... 10
Gambar 4 : METRIK TITIK KESEIMBANGAN BARU ................................. 12
Gambar 5 : SISTEM PERTAHANAN SEMESTA ........................................ 15
Gambar 6 : TNI DAN RAKYAT ................................................................. 17
iii Bersama Rakyat TNI Kuat

Gambar 7 : HUBUNGAN TIMBAL BALIK TNI-RAKYAT ............................. 20


Gambar 8 : BERSAMA RAKYAT TNI KUAT .............................................. 25
Gambar 9 : NETRALITAS TNI .................................................................. 28
Gambar 10 : TINJAUAN HISTORIS BERDIRINYA TNI .............................. 34
Gambar 11 : PERAN MILITER DI DUNIA ............................................... 35
Gambar 12 : BERSAMA TNI RAKYAT KUAT ........................................... 41
Gambar 13 : PEMIKIRAN PERTAMA ..................................................... 49
Gambar 14 : PEMIKIRAN KEDUA .......................................................... 51
Gambar 15 : PEMIKIRAN KETIGA .......................................................... 53
Gambar 16 : PENDEKATAN KESEJAHTERAAN REFORMASI
BIROKRASI TNI ................................................................. 58
Gambar 17 : MILITARY ORGANIZATION ............................................... 63
Gambar 18 : STRUKTUR ORGANISASI STAF (FLAT ORGANIZATION) .... 67
Gambar 19 : ORGANIZATION CULTURE ................................................ 71
Gambar 20 : KOMPETENSI MULTI-CULTURAL ORGANISASI TNI .......... 73
Gambar 21 : POSITIONING ORGANISASI TNI ........................................ 79
Gambar 22 : KONSEP PEMIKIRAN FLEKSIBILITAS STRUKTUR
ORGANISASI TNI .............................................................. 83
Gambar 23 : SINERGITAS KELEMBAGAAN ............................................ 86

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 143


Bersama Rakyat TNI Kuat 1

BERSAMA RAKYAT TNI KUAT


Analisis Komprehensif Akademis
untuk Mencari Titik Keseimbangan Baru Hubungan TNI-Rakyat

A. PENDAHULUAN.
Negara secara kelembagaan adalah kumpulan dari masyarakat yang
terdiri dari kumpulan keluarga dan membentuk persekutuan dengan ikatan
aturan yang disepakati secara bersama. Bentuk dan bangun Negara serta
nilai-nilai yang mendasari berdirinya sebuah Negara berbeda satu sama lain
tergantung latar belakang perjalanan sejarahnya, letak geografis dan
cultural masyarakatnya serta kehidupan beragamanya. Untuk itu
memandang dunia secara holistik dimana setiap komponen berkaitan dan
berperan masing-masing mutlak diperlukan1. Indonesia Baru yang dicita-
citakan adalah orientasi konsep baru pembangunan, yaitu pergeseran
pendekatan dari keunggulan komparatif yang bertumpu pada upah murah
dan Sumber Daya Alam menjadi keunggulan kompetitif yang bertumpu
pada kualitas Sumber Daya Manusia dan teknologi2 3. Ada empat parameter
atau titik acuan untuk mempelajari sistem Negara; Pertama, Mempelajari
secara seksama hubungan ekologi yang ada pada Negara tersebut; Kedua,
Perjalanan sejarah Bangsanya dengan korelasinya; Ketiga, Struktur sosial

1 Azyumardi Azra, Kata Pengantar membangun pertanian dari sudut pandang Holistik
dalam buku “Revitalisasi Pertanian”, (Jakarta, Penerbit : Kompas, 2006).
2 Adi Sasono, “Menjadi Tuan di Negeri Sendiri”, (Jakarta, Penerbit : Grafindo Book Media,
2013), Hal. 251.
3 Bangsa Indonesia mengalami kejayaan pada waktu Kerajaan Sriwijaya pada Abad Ke-7
dan Kerajaan Majapahit yang mengalami kejayaannya pada masa Raja Hayam Wuruk dengan
Patihnya Gajah Mada yang meninggal pada Tahun 1354 dan pada akhir Abad Ke-13 telah
masuk orang-oran muslim yang bertempat tinggal di Gresik dan Trowulan. Hal tersebut
diceritakan oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam bukunya
“Sejarah Nasional Indonesia III”, (Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta, 1992), Hal. 1-5.
2 Bersama Rakyat TNI Kuat

dengan berbagai tingkatannya; Keempat, Parameter yang tepat untuk


mempengaruhi semua keputusan dan kebijakan Negara serta respon
masyarakat pada setiap perkembangan sosial budayanya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia terlahir dari dinamisasi masa
kerajaan, kemudian masa penjajahan yang diikuti dengan masa perjuangan
kemerdekaan, selanjutnya diawali dengan babak baru masa kemerdekaan
dengan Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, Soeharto,
B.J. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarno Putri dan Dr. Susilo Bambang
Yudhoyono. Pada masa awal sebelum terbentuknya Negara, maka
terbentuk terlebih dahulu kesatuan budaya, kesatuan pemahaman dan
kesatuan bahasa sebagai alat komunikasi antar masyarakat4.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, hari Jum’at dan bertepatan dengan
Puasa Ramadhan bagi umat Muslim, Indonesia menyatakan
Kemerdekaannya dengan Proklamator Ir. Soekarno dan Bung Hatta,
Kemerdekaan adalah tonggak sejarah yang merupakan awal dari kehidupan
masyarakat yang merdeka untuk mengembangkan potensi budaya serta
menjalankan roda pemerintahan secara mandiri. Ada empat syarat mutlak
suatu Negara, yaitu; adanya wilayah, masyarakat, pemerintahan dan
pengakuan dari Negara lain. Dan untuk menjamin kelangsungan hidup
sebuah Negara diperlukan stabilitas politik dan keamanan masyarakat
dalam melakukan segala aktivitasnya terutama kegiatan ekonomi5.

4 Parakitri T. Simbolon, “Menjadi Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Kompas, 2006), Hal. 197.
5 Stabilitas politik, kepastian hukum serta keamanan merupakan kunci untuk
meningkatkan kerjasama ekonomi menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga pertumbuhan
ekonomi dan cadangan Devisa Negara meningkat yang pada akhirnya dapat membangun
Angkatan Bersenjata yang kuat dengan Alutsista yang memadai dalam segi kualitas dan
Bersama Rakyat TNI Kuat 3

Indonesia merupakan Negara dengan kandungan Sumber Daya Alam


yang melimpah dari Sabang sampai Marauke, kekayaan laut dengan
berbagai Flora dan Fauna, aneka tambang, Emas, Batu Bara, Gas Bumi dan
kekayaan hutan serta kesuburan tanahnya yang tak ternilai secara ekonomi.
Maka tidak jarang para Ahli dan Peneliti, baik dari kalangan Akademisi dan
Praktisi mengatakan bahwa prospek Indonesia akan menjadi Negara besar
di kawasan Asia bahkan secara Internasional. Dalam terminologi Jawa
dikatakan “Gemah Lipah Loh Jinawi” semua jenis kekayaan dunia hampir
semua tersedia di Indonesia. Akan tetapi yang menjadi pokok masalah
adalah kualitas Sumber Daya Manusia atau SDM dan Budaya yang dibangun
serta sikap mental para aparatur Negara sebagai proses dinamisasi dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan6.
Bangunan sebuah Negara dimanapun di Dunia harus jelas batas
wilayahnya, harus pasti jumlah penduduknya serta harus mufakat aturan
hukumnya yang disepakati oleh semua komponen Bangsa dari berbagai
lapisan masyarakat dan bersumber dari aneka ragam profesi. Interaksi
antar anggota masyarakat dari berbagai komponen Bangsa tersebut
melahirkan budaya Negara dan Bangsa sebagai satu kesatuan yang

kuantitasnya. Larry Diamond & Marc F. Plattner, “Hubungan Sipil Militer &Kosolidasi
Demokrasi”, (Jakarta, Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Hal. 126.
6 Berikut adalah kutipan Howard P. James, seorang Diplomat Senior Amerika yang pernah
menjabat sebagai Duta Besar di Indonesia; “As for the future, the augueries are bright.
Indonesia has the pontential to become the number one Asian Nation in Economic
Development in the next 30 years. Exepting only Japan and perhaps that great question
mark, China. She has the natural resources and she has people of quality rooted in a vital
culture tradition” (Howard Palfrey, June, 1970). (Adapun untuk masa depan, berbagai
pertanda adalah cemerlang Indonesia punya potensi untuk menjadi Bangsa Asia Nomor 1
dalam perkembangan ekonomi dalam 30 Tahun mendatang, terkecuali Jepang dan
barangkali China yang menjadi tanda tanya besar itu. Ia memiliki sumber daya alam dan
mempunyai Rakyat bermutu yang berakar dalam tradisi budaya yang vital).
4 Bersama Rakyat TNI Kuat

mencerminkan identitas Nasional atau brand yang dibangun secara


bersama-sama oleh anggota masyarakat. Kekuatan brand suatu Bangsa
akan melatarbelakangi penempatan posisi Negara dalam pergaulan
Internasional. Dampak positioning Bangsa secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap kepercayaan Dunia Internasional dalam hubungan
ekonomi Bilateral maupun Multilateral. Koordinasi Aparatur Negara baik di
Pusat maupun di Daerah sering terjadi miskomunikasi atau tumpang tindih
batas wewenang dan tanggung jawabnya, terutama bila dikaitkan dengan
semangat otonomi daerah. Ada tiga implikasi positif pelaksanaan otonomi
daerah, yaitu; meningkatnya PAD; meningkatnya investasi swasta di daerah
dan meningkatnya tabungan dan konsumsi masyarakat. Dengan demikian
terdapat korelasi yang signifikan antara budaya Bangsa dengan kegiatan
ekonomi langsung terhadap cadangan Devisa Negara7.
Pemetaan terhadap semua komponen Bangsa yang melahirkan
budaya Bangsa dan berpengaruh secara langsung terhadap lahirnya
kebijakan-kebijakan Negara adalah; Politisi, Akademisi, Militer, Pegawai
Negeri, Tokoh Agama, Pengusaha, Pedagang, Petani, Nelayan, Pengerajin,
Wartawan, Ahli Hukum dan Karyawan Perkantoran serta para Buruh
merupakan pilar-pilar budaya yang membentuk satu kesatuan kepentingan.
Semua komponen mempunyai peran masing-masing dan fungsi masing-
masing dalam bangun pemerintahan yang dipilih melalui proses yang sah

7 Akumulasi dari pergaulan dan interaksi masyarakat secara terbuka akan melahirkan etika
pergaulan, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, perilaku-perilaku yang pada akhirnya akan
membentuk instansi secara kelembagaan sebagai bukti monumental mulai dari tingkat lokal,
Nasional, regional dan global, sehingga proses akumulasi tersebut mengkristal menjadi
peradaban universal. Samuel P. Huntington, “Benturan Antar Peradaban”, (Yogyakarta,
Penerbit : CV. Qalam, 2000), Hal. 75.
Bersama Rakyat TNI Kuat 5

menurut Undang-Undang, yaitu Pemilihan Umum atau Pemilu sebagai


sarana untuk menentukan proses suksesi kepemimpinan Nasional8.
Dengan demikian secara Undang-Undang dalam tinjauan legislasi
semua Warga Negara Indonesia dengan tidak ada kecualinya profesi
apapun berhak memilih atau turut serta dalam Pemilihan Umum terkecuali
orang-perorang yang menurut ketentuan Perundang-undangan atau
putusan Pengadilan dinyatakan lain.
Secara umum kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
adalah; kebutuhan sandang atau pakaian, pangan, papan atau perumahan,
pendidikan dan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat tercapai
dengan baik apabila situasi Negara dalam keadaan aman, tertib dan bebas
dari segala ancaman dan gangguan, baik yang bersumber dari dalam Negeri
maupun dari luar Negeri. Untuk itu hadirnya fungsi dan peran TNI-POLRI
dalam kehidupan berbangsa sangat diperlukan guna menjamin
terpeliharanya kehidupan masyarakat secara baik9.

8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum


Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 1 Ayat 2 mengatakan bahwa Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden adalah sarana pelaksanaan kedaulatan Rakyat dalam NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Kemudian pada Pasal 7 mengatakan bahwa Warga Negara Republik
Indonesia yang pada hari pemungutan sudah berumur 17 Tahun atau sudah/pernah kawin
mempunyai hak memilih.
9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
Pasal 10 Ayat 3; TNI bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan Negara untuk :
a) Mempertahankan kedaulatan Negara dan keutuhan Wilayah; b) Melindungi ketahanan
dan keselamatan Bangsa; c) Melaksanakan Operasi Militer Selain Perang; d) Ikut serta secara
aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan Internasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Pasal 2;
bahwa Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Pasal 2 Ayat d.;
Tentara profesional yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak
6 Bersama Rakyat TNI Kuat

Dengan demikian, apapun yang dilakukan oleh TNI harus melalui


prosedur kebijakan politik Negara dan pada kondisi tertentu, TNI dapat
membantu tugas POLRI, sehingga dalam pelaksanaan sampai di tingkat
yang paling bawah harus didukung oleh aturan yang jelas guna menghindari
keraguan serta kejelasan tataran komando dan dukungan logistiknya.
UUD 1945 dalam Pembukaan Alenia Keempat mengatakah bahwa
Pemerintahan Negara Indonesia harus melakukan upaya untuk melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk itu
Peran dan Fungsi TNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
memberikan rasa aman, tenteram dari segala macam ancaman, baik yang
bersumber dari dalam Negeri dan luar Negeri. Secara umum tugas Militer
secara kelembagaan di Negara manapun meliputi 3 hal; Pertama, Menjaga
batas wilayah dan keamanannya; Kedua, Menjaga obyek-obyek vital Negara
dan Sumber daya Alamnya; Ketiga, Menjaga dan menjamin kelancaran
aktivitas masyarakat, terutama aktivitas ekonomi yang pada saat ini
menjadi barometer keberhasilan suatu pemerintahan. Karena yang menjadi
obyek pertahanan adalah wilayah dan masyarakat, maka semua Militer di
Dunia harus memahami karakter wilayah dan karakter masyarakat agar
proses dinamisasi interaksi antara Militer dan masyarakat tidak terjadi
friksi, baik friksi dengan latar belakang kepentingan ekonomi atau friksi
yang berlatar belakang SARA serta friksi dalam konflik komunal yang

berpolitik praktis, tidak berbisnis dan dijamin kesejahteraannya serta mengikuti kebijakan
politik Negara yang menganut Sistem Demokrasi, Supremasi Sipil, HAM, ketentuan Hukum
Nasional dan Hukum Internasional yang diratifikasi; dan Pasal 5 dikatakan bahwa : TNI
berperan sebagai Alat Negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya
berdasarkan kebijakan dan keputusan politik Negara.
Bersama Rakyat TNI Kuat 7

belakangan ini sering terjadi yang menyebabkan rentang jarak yang jauh
antara Militer, masyarakat dan potensi alamnya10.
Gambar 1
PERAN DAN FUNGSI
KEBIJAKAN NEGARA

TNI POLRI
TUPOK TUPOK

AMAN HUKUM
SELAIN
PERANG TERTIB PERLINDUNGAN
PERANG
PENGAYOM PELAYANAN

SINERGI

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI-POLRI.
2. UU RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI dan UU RI Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
3. Budi Santoso Suryosumarto, “Ketahanan Nasional Indonesia”,
(Jakarta, Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, 2001).

Keterangan Gambar 1 :
Bersama Rakyat TNI Kuat adalah penjabaran secara implementatif
terhadap Peran dan Fungsi Aparatur Negara yang dalam hal ini adalah TNI
dan POLRI dalam mengemban tugas Negara, tingkat sinergitas antara TNI-
POLRI secara kelembagaan harus menjadi keputusan politik dan
ditindaklanjuti secara aktif pembuatan aturan pelaksanaannya yang
meliputi Juknis atau Petunjuk Teknis dan Protap atau Prosedur Tetap yang
disepakati bersama dan harus dilatihkan secara bersama dan berulang-

10 Reformasi birokrasi TNI yang disampaikan oleh Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko
pada saat Rapim atau Rapat Pimpinan TNI pada tanggal 8 - 13 januari 2014, yaitu yang
meliputi : Aspek Doktrin, Struktur Organisasi TNI secara Kelembagaan, Administrasi dan
Perencanaan serta Aspek Kultur dan Mind Set Personel TNI dalam konteks tugas dan jabatan
maupun dalam konteks membangun komunikasi sosial.
8 Bersama Rakyat TNI Kuat

ulang di setiap wilayah Kodam dan Polda serta harus jelas siapa dan
berbuat apa serta sumber dukungan logistik - biayanya*).

Mencari bentuk keseimbangan baru TNI dalam posisi bagian dari


proses berbangsa dan bernegara merupakan hal yang wajar bila dasar
berfikirnya mengedepankan analisis dinamisasi kontemporer kehidupan
masyarakat pasca Reformasi, titik balik proses berfikir untuk mengaloborasi
posisi keseimbangan baru TNI harus didasarkan pada interaksi timbal balik
antara TNI sebagai Lembaga dan Prajurit sebagai Pribadi dengan empat
komponen Bangsa lainnya, yaitu; Politisi, Akademisi, Pelaku Ekonomi dan
Masyarakat11.
Gambar 2
PROSES INTERAKSI

POLITISI AKADEMISI
SI

DEMOGRAFI TNI GEOGRAFI

PELAKU
MASYARAKAT
EKONOMI

CITA-CITA NASIONAL

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Larry Diamond & Marc F. Platner, “Hubungan Sipil Militer &
Konsolidasi Demokrasi”, (Jakarta, Penerbit : PT. Raja Grafindo
Persada, 2001).

11 Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko pada suatu kesempatan mengatakan; “dulu untuk
menjaga stabilitas kita memiliki instrumen UU RI Anti Subversi sangat kuat, sekarang kita
tidak memiliki instrumen tersebut, untuk itu TNI harus mengambil sikap dan tidak boleh
diam, tetapi secara akademik dicari titik keseimbangan barunya yang tepat bagi Bangsa ini”.
Bersama Rakyat TNI Kuat 9

2. Kinichi Ohmae, “Hancurnya Negara-Bangsa”, (Yogyakarta,


Penerbit : Qalam, 2002).
3. Francis Fukuyama, “Memperkuat Negara”, (Jakarta, Penerbit : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2005).

Keterangan Gambar 2 :
Bentuk keseimbangan baru dalam tata pergaulan antara TNI dan
Rakyat dalam rangka menggalang kekuatan baru untuk orientasi “Bersama
Rakyat TNI Kuat”, maka harus melibatkan semua komponen Rakyat, yaitu
para Politisi yang beragam dari lintas partai, para Akademisi dari lintas
generasi dan lintas Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri, para pelaku
ekonomi baik yang bergerak pada sektor jasa dan sektor riil serta semua
komponen unsur masyarakat berbagai profesi dan status sosialnya.
Kesepahaman antar kelompok masyarakat dengan TNI akan menciptakan
komunikasi sosial yang kuat dan saling memahami posisi masing-masing*).

B. TITIK KESEIMBANGAN BARU.


Tingkat kejelian dan kecerdasan dalam mencari titik keseimbangan
baru TNI dapat dilihat dari tiga sudut pandang; Pertama, Melihat TNI
sebagai organisasi yang secara kelembagaan mempunyai ciri khas; Kedua,
Prajurit yang secara pribadi dan individu sebagai anggota TNI; Ketiga, TNI
dan Prajurit dilihat sebagai bagian integral dalam tata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagian peneliti dan akademisi
mengalami kekaburan dan deviasi dalam mengeloborasi pokok masalah
tersebut, sehingga sandaran analisisnya bias dan hasil kajian pemikirannya
tendensius dan bersifat parsial12.

12 Keputusan untuk melakukan perang dan persaingan Militer antar Bangsa ini dapat
bersifat paradok, suatu penyatuan yang lebih besar dari Bangsa-Bangsa. Peristiwa seperti itu
menyebabkan perang yang menghancurkan mereka. Memaksa Negara untuk menerima
teknologi peradaban modern dan struktur sosial yang mendukungnya. Francis Fukuyama,
“The End of History and The Last Man”, (Yogyakarta, Penerbit : CV. Qalam, 2004), Hal. 121.
10 Bersama Rakyat TNI Kuat

Gambar 3
DINAMISASI TITIK KESEIMBANGAN
(Bandul Jam)

12

9 3
4
6

A C
B

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. TAP MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan
Persatuan dan Kesatuan Nasional.
2. UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
3. “Pertahanan Semesta dan Wajib Militer”, Editor : Beni Sukadis
dan Eric Hendro, (Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008).

Keterangan Gambar 3 :
Posisi TNI dalam mencapai titik keseimbangan baru untuk
mengaktualisasikan motto “Bersama Rakyat TNI Kuat, maka dapat
dimanifestasikan pada tiga asumsi dasar, yaitu; Asumsi “A” Negara dalam
kondisi aman, tenteram dan semua aktivitas ekonomi masyarakat berjalan
normal sehingga hukum pasar dalam konsep persaingan sempurna dapat
terlaksana dengan baik tanpa adanya monopoli; Asumsi “B” Negara dalam
keadaan unstable, artinya terdapat demonstrasi yang anarkhis dan konflik
komunal serta konflik yang berlatar belakang SARA; Asumsi “C” Negara
dalam keadaan perang atau bergejolak dengan tingkat eskalasi yang
mengancam simbol-simbol Negara dan mengancam kedaulatan NKRI baik
bersumber dari dalam Negeri atau luar Negeri.
Bersama Rakyat TNI Kuat 11

Memposisikan TNI secara baik dan benar dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara untuk menjaga kedaulatan Negara, baik dari
ancaman dalam Negeri dan luar Negeri, maka akan menghasilkan suasana
kehidupan masyarakat yang aman dan tenteram, sehingga semua aktivitas
pemerintahan dan aktivitas ekonomi sosial kemasyarakatan berjalan
dengan normal, artinya semua aktivitas tersebut berjalan sesuai dengan
porsi dan proporsi yang benar. Akan tetapi, apabila memposisikan TNI
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dengan baik dan tidak
dengan benar, maka akan menimbulkan prahara baru seperti pengalaman
Negara-Negara lain13.
Cara pandang untuk memposisikan TNI dapat dilihat dari tiga sudut
pandang; Pertama, TNI sebagai institusi kelembagaan yang peran dan
fungsinya diatur dalam Perundang-undangan; Kedua, Prajurit yang dalam
hal ini dilihat secara orang perorang atau pribadi Prajurit dengan segala
macam permasalahan keluarganya; Ketiga, Secara bersama-sama melihat
TNI dan Prajurit sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Dengan demikian Ketiga sudut pandang tersebut akan memudahkan
untuk membedah masalah dan menemukan solusi titik keseimbangan baru
bagi semua komponen Bangsa, baik dalam lingkup Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif. Analisis titik keseimbangan baru tersebut harus dihadapkan pada

13 Presiden Republik Indonesia, Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dalam bukunya “Mengatasi
Krisis, Menyelamatkan Reformasi”, (Jakarta, Penerbit : PUSKAP, 1999, Hal. 6-7), bahwa;
Analisis tentang kehidupan berbangsa dan bernegara pasca Reformasi disandarkan pada dua
argumen; Pertama, Benar-benar ada yang salah di Negeri ini. Kita harus sadar jika Bangsa
Indonesia tidak segera dapat memposisikan dirinya dan kemudian menemukan arah
perjalanan kembali, masa depan kita sungguh sangat suram; Kedua, Jika kita berhasil
memposisikan dan menata pikiran kita dengan benar dan mampu mengenali isu-isu kritis
dan permasalahan utama yang dihadapi Bangsa ini seraya menatap kedepan, tentu kita akan
mampu untuk mengkontruksikan kembali Negeri dan masa depan kita.
12 Bersama Rakyat TNI Kuat

tiga kondisi yang berbeda, yaitu; Negara dalam keadaan damai; Negara
dalam kondisi gejolak; dan Negara dalam keadaan perang14.

Gambar 4
METRIK TITIK KESEIMBANGAN BARU
NOM KONDISI JALUR DUKUNGAN KETENTUAN
OR KONTEMPORER KOMANDO LOGISTIK PERUNDANGAN
1. Kondisi Aman
a. Aman Murni - Panglima - APBN - UU RI Nomor 3 Th. 2002
- Dan Satuan - UU RI Nomor 34 Th. 2004

b. Aman Bencana Alam - Panglima - APBN - Semua Perundangan


- Pangkotama - APBD yang ada
- Dan Satuan - Sumber lain - Juklak, Juknis, Protap
- Dan Pelaksana yang sah

2. Kondisi Gejolak - Keputusan Politik - APBN - Semua Perundangan


(Ada Gangguan) - Panglima - APBD yang ada
a. Sumber Gangguan - Kapolri - Juklak, Juknis, Protap
Dalam Negeri - Mendagri
- Pimpinan Daerah

b. Sumber Gangguan - Keputusan Politik - APBN - Semua Perundangan


Luar Negeri yang ada
- Juklak, Juknis, Protap

3. Kondisi Perang
a. Sumber Dalam Negeri - Keputusan politik - APBN - UUD 1945
- Presiden - UU RI Nomor3 Th.2002
- UU RI Nomor34 Th.2004
b. Sumber Luar Negeri - Keputusan politik - APBN - Keputusan Politik
- Presiden

14 Analisis makro tentang perang didasarkan pada logika berfikir bahwa sasaran politik
perang sangat tergantung di bagian luar medan perang, karena perang tidak memiliki logika
dan sasarannya sendiri, karena Tentara harus selalu menjadi bawahan Negarawan. Menurut
Clausewitz, bahwa Doktrin Perang yang mutlak adalah tanpa batas, sehingga dasar
argumentasinya adalah perang merupakan suatu tindakan kekuatan untuk memaksa lawan
atau musuh dengan segenap potensi dan pendukungnya tunduk dan melakukan kehendak
kita. Samuel P. Huntington, “Prajurit dan Negara”, (Jakarta, Penerbit : PT. Grasindo, 2003),
Hal. 60-61.
Bersama Rakyat TNI Kuat 13

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. UUD 1945, UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara, UU RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
2. “Pertahanan Semesta dan Wajib Militer”, Editor : Beni Sukadis
dan Eric Hendro, (Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008).
3. H. Budi Santoso Suryosomarto, “Ketahanan Nasional
Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, 2001).
4. M. Bambang Prawono, “Multidimensi Ketahanan Nasional”,
(Jakarta, Penerbit : Pustaka Alvabet, 2010).

Keterangan Gambar 4 :
Mencari titik keseimbangan baru guna memposisikan medan juang
TNI bila dihadapkan kondisi kontemporer lingkungan yang terus
berkembang, maka dapat dibagi tiga posisi, yaitu; disaat Negara dalam
keadaan aman, Negara dalam kondisi gejolak atau unstable dan Negara
dalam kondisi perang. Tugas pokok TNI sesuai dengan rujukan keputusan
politik dirangkum dalam kesatuan tugas yang besar, yaitu OMP dan OMSP.
Akan tetapi dalam kondisi apapun TNI secara langsung dan tidak langsung
harus berperan aktif dengan dasar argumen bahwa bila eskalasi ancaman
dan gangguan memuncak dan mengancam integritas Bangsa, maka TNI
harus turun tangan*).

Akumulasi dari sumber analisis berbagai pihak yang melibatkan


semua komponen Bangsa mutlak diperlukan, sehingga peran TNI dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara mendapat persetujuan semua lapisan
masyarakat dan sekaligus didukung oleh Perundang-undangan yang jelas.
Pada pengalaman sejarah periode yang lalu merupakan pelajaran yang baik
yang menjadi landasan berfikir untuk memposisikan TNI dan mencari titik
keseimbangan baru agar TNI tetap dicintai Rakyat dan sekaligus menjadi
14 Bersama Rakyat TNI Kuat

barometer kekuatan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat NKRI


dalam pergaulan Internasional15.
Memposisikan TNI menuju bentuk keseimbangan baru adalah tugas
bersama dari berbagai unsur masyarakat, mulai dari Akademisi, Politisi, LSM
dan semua komponen Bangsa, karena apapun yang dilakukan TNI secara
kelembagaan adalah hasil dari keputusan politik, artinya TNI tidak akan
bertindak apapun tanpa didukung oleh aturan yang jelas dan anggaran yang
jelas pula, sehingga dampak dan akibat apapun yang ditimbulkan oleh
tindakan TNI merupakan tanggung jawab bersama semua komponen
Bangsa. Dengan demikian pada akhirnya tidak akan terjadi hujatan atau caci
makian atau menyalahkan TNI, karena apapun yang dilakukan TNI adalah
hasil keputusan politik. Pada landasan cara berfikir itulah kemudian
melahirkan motto “Bersama Rakyat TNI Kuat”, apapun kondisinya Bangsa
dan Negara ini, TNI tidak boleh terpisahkan dengan Rakyat, artinya jangan
sampai pohon tercabut dari akarnya. Peran Rakyat sangat dominan dan
menentukan keberhasilan Tugas TNI.

15 Permasalahan hingga saat ini, Indonesia belum memiliki Undang-Undang Keamanan


Nasional dan Undang-Undang Perbantuan TNI, sehingga pola penyebaran dan pembagian
tugas aktor keamanan seringkali tumpang tindih antara TNI dan POLRI. Seharusnya
penggunaan kekerasan (senjata) secara masif dan agresif yang dimiliki oleh TNI ditujukan
untuk meredam konflik Internal yang bercorak terorisme dan separatism, karena kedua
ancaman ini bersifat ancaman Militer (bersenjata). Sedangkan konflik sosial, dapat dilakukan
dengan metode pengamanan aktif oleh aparat POLRI dengan manajemen konflik yang
bersifat preventif dan koperatif. Kehadiran TNI (secara terbatas dan bersifat defensif) sendiri
dapat diperlukan apabila eskalasi konflik yang terjadi mulai melahirkan tindakan anarkisme
dan melibatkan kekerasan (bersenjata) antar pihak yang bertikai. Demikian tersebut di atas
disampaikan oleh; Aditya Batara Gunawan, Koordinator Riset dan Seniman LASPERSSI, dalam
tulisannya yang berjudul; “Doktrin Pertahanan Negara dan Kebutuhan akan Komponen
Cadangan”, yang dirangkum dalam sebuah buku dengan judul; “Pertahanan Semesta dan
Wajib Militer”, (Pengalaman Indonesia dan Negara Lain) dengan Editor ; Beni Sukadis dan
Erig Hendro, (Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008).
Bersama Rakyat TNI Kuat 15

Gambar 5
SISTEM PERTAHANAN SEMESTA

TNI KEPUTUSAN KOMPONEN


POLRI POLITIK MASYARAKAT

PERTAHANAN SEMESTA

PERTAHANAN MILITER PERTAHANAN NIRMILITER


(HAN MIL) (HAN NIRMIL)
TNI SUMDA NAS

OPERASI MILITER PERANG KEKUATAN NIRMILITER


(OMP) (KUAT NIRMIL)
(Komponen Cadangan dan
Komponen Pendukung)
OPERASI MILITER
SELAIN PERANG
(OMSP) PERTAHANAN SIPIL
(HAN SIPIL)

Sumber : Diolah dari Doktrin Pertahanan Negara dan Kebutuhan akan


Komponen Cadangan (Aditya Batara Gunawan - 2008) yang
terangkum dalam buku “Pertahanan Semesta dan Wajib Militer”,
(Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008).

Keterangan Gambar 5 :
Interpretasi terhadap motto “Bersama Rakyat TNI Kuat” harus
difahami mulai dari kajian peraturan Perundang-undangan yang ada
sebagai hasil keputusan politik, kemudian ditarik benang merahnya
terhadap kajian Doktrin Pertahanan Negara, yaitu “Doktrin Pertahanan”
berfungsi sebagai Doktrin Dasar yang menjadi sumber acuan Doktri-Doktrin
yang lain dalam ruang lingkup pertahanan. Kemudian setelah Doktrin Dasar
diikuti dengan Doktrin Induk, berupa Doktrin Pertahanan Militer yaitu
Doktrin TRI DHARMA EKA KARMA dan Doktrin Pertahanan Nirmiliter,
kemudian diikuti dengan Doktrin pelaksanaan yang dibedakan menjadi dua,
yaitu Doktrin pelaksanaan pada lingkup pertahanan Militer dan Doktrin
16 Bersama Rakyat TNI Kuat

pelaksanaan pada lingkup pertahanan Nirmiliter. Adapun Doktrin


pertahanan pada lingkup Militer adalah Doktrin Tingkat Matra, yaitu
Doktrin KARTIKA EKA PAKSI, Doktrin EKA SASANA JAYA dan Doktrin SWA
BHUWANA PAKSA. Sedangkan Doktrin pertahanan Nirmiliter dapat
dijabarkan dalam Doktrin-Doktrin pelaksanaan sesuai dengan kebutuhan*).

C. BERSAMA RAKYAT TNI KUAT.


Tujuan akhir atau Final Goal dari berdirinya dan dibangunya NKRI
adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alenia Kedua
“…… Mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Dengan demikian acuan pembangunan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara harus mengedepankan kepentingan Rakyat Indonesia secara
menyeluruh dan bukan kepentingan orang perorang, kepentingan golongan
atau kepentingan Partai Politik tertentu16.

16 Dalam upaya untuk mewujudkan cita-cita Nasional tersebut sesuai dengan Pasal 33 UUD
1945 adalah ada 8 hal sebagai ciri demokrasi Ekonomi; 1). Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan; 2). Cabang-cabang produksi yang penting
bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; 3). Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai pokok-pokok kemakmuran Rakyat
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat;
4). Sumber kekayaan dan keuangan Negara digunakan dengan permufakatan lembaga
perwakilan Rakyat dan pengawasan terhadap lembaga kebijaksanaan ada pada lembaga
perwakilan Rakyat; 5). Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang
dalam satu kesatuan perekonomian Nasional dengan mendayagunakan potensi dan peran
serta daerah secara optimal; 6). Warga Negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan
yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan; 7). Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan masyarakat; 8). Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap
warga diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan
umum. Ada 3 hal yang harus dihindari sebagai musuh Demokrasi Ekonomi, yaitu; 1). Sistem
“Free-Fight Liberalism”; 2). Sistem Etatisme; 3). Persaingan tidak sehat. Ginanjar
Kartasasmita, “Pembangunan untuk Rakyat”, (Jakarta, Penerbit : CIDES, 1996, Hal. 27-34).
Bersama Rakyat TNI Kuat 17

Dalam kajian secara umum multidimensi Ketahanan Nasional, Peran


dan Fungsi TNI sangat dominan, apabila dilihat dari sisi kelangsungan
aktivitas ekonomi masyarakat, yaitu menciptakan rasa aman dan tenteram
dalam usaha tanpa adanya ancaman dan gangguan keamanan dari pihak
manapun. Untuk itu semboyan atau motto “Bersama Rakyat TNI Kuat”
sangat tepat sekali, karena didasari oleh semangat pengabdian bahwa
Prajurit TNI berasal dari Rakyat dan berjuang bersama Rakyat dan pada
akhir penugasannya yaitu dalam memasuki usia pensiun, maka Prajurit akan
kembali berbaur dengan aktivitas ekonomi masyarakat secara umum, dan
lebih jauh daripada itu, kajian terhadap motto tersebut telah memposisikan
tingkat kesejajaran antara TNI dan Rakyat. Artinya, sikap arogansi dan
menang sendiri dalam koridor tata sosial kemasyarakatan tidak dapat
ditolerir, karena sikap tersebut akan manyakiti dan melukai hati Rakyat dan
pada akhirnya akan membuka ruang atau jarak antara TNI dan Rakyat.
Gambar 6
TNI DAN RAKYAT

TNI

- Geografi
RAKYAT - Demografi WILAYAH NKRI

AKUMULASI
PERSAINGAN GLOBAL
NEGARA KAWASAN
18 Bersama Rakyat TNI Kuat

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. M. Bambang Prawono, “Multidimensi Ketahanan Nasional”,
(Jakarta, Penerbit : Pustaka Alvabet, 2010).
2. Fuad Jabali dkk., “Benturan Peradaban”, (Jakarta, Penerbit :
Nalar, 2005).
3. Samuel P. Huntington, “Benturan antar Peradaban”,
(Yogyakarta, Penerbit : CV. Qalam, 2002).

Keterangan Gambar 6 :
Kajian terhadap motto “Bersama Rakyat TNI Kuat” harus dilihat
dalam satu rangkaian pemahaman korelasi antara TNI, Rakyat dan
dihadapkan dengan bentuk wilayah NKRI sebagai Negara Kepulauan
terbesar di Dunia. Artinya menata Negara Kepulauan sangat berbeda
dengan menata Negara Daratan, apalagi bila dihadapkan dengan faktor
kependudukan atau Demografi, kerangka berfikir komprehensif dari sudut
pandang berbagai aspek kehidupan harus dilakukan mulai dari aspek
Budaya, Ekonomi, Ideologi, Politik, Sosial, Pertahanan Keamanan serta
kajian ekologi yang melekat pada ke-Khas-an NKRI. Untuk itu TNI harus
mengambil peran aktif dan cerdas dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara*).

Segenap Prajurit harus memahami dan menyadari bahwa obyek


perjuangan TNI secara kelembagaan serta Prajurit secara orang perorang
adalah Rakyat Indonesia dengan segala aktivitasnya dari berbagai Suku,
Adat dan Agama serta Wilayah NKRI dengan segala Sumber Daya Alamnya,
baik Sumber Daya Alam yang tersimpan di luasnya perairan Indonesia dan
semua Sumber Daya Alam yang tersimpan di daratan perpaduan antara
kualitas Sumber Daya Manusia dan potensi alam yang melimpah, apabila
dikelola dengan baik, maka akan memposisikan Indonesia sebagai Negara
Besar di Dunia dengan dikawal oleh TNI yang kuat.
Tingkat kesejajaran antara TNI dan Rakyat harus dapat difahami
sebagai hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau hubungan
Bersama Rakyat TNI Kuat 19

mutualisma. Karena sejarah telah membuktikan bahwa tingkat pendapatan


Rakyat atau tingkat kemakmuran Rakyat berbanding lurus dengan
kehidupan Demokrasi yang selanjutnya berbanding lurus dengan tingkat
ancaman dan gangguan, terutama yang bersumber dari dalam Negeri17.
Semangat juang TNI dalam kehidupan Bangsa Indonesia merupakan
cermin kesadaran untuk membela kepentingan Negara diatas kepentingan
daerah, suku, ras, golongan dan Agama. TNI merupakan bagian dari Rakyat,
lahir dan berjuang dan melakukan aktivitas bersama dan di tengah-tengah
Rakyat. Untuk itu semangat dan perjuangan TNI untuk membangun
kesadaran “Bersama Rakyat TNI Kuat” merupakan landasan berfikir dan
landasan Prajurit TNI dalam melakukan segala aktivitasnya, baik dalam
aktivitas kedinasan dan aktivitas sosial kemasyarakatan18.
Dengan demikian semboyan atau motto “Bersama Rakyat TNI Kuat”
harus mampu diimplementasikan secara nyata dalam bentuk program
kedinasan sehingga tercipta pola pergaulan saling asa, saling asih dan saling
asuh terhadap Prajurit TNI dan Rakyat.

17 Ketahanan Nasional berkaitan erat dengan Demokrasi dan kesejahteraan Rakyat.


Pengalaman empiris pada periode Tahun 1950-1990 sebagai berikut; 1). Negara dengan
income perkapita Tahun 1500 Dollar AS, mempunyai harapan hidup dDemokrasi delapan
Tahun; 2). Negara dengan income perkapita 1500-3000 Dollar AS, Demokrasi bertahan rata-
rata 18 Tahun; 3). Negara dengan pendapatan perkapita 6000 Dollar AS, tingkat
kegagalannya hanya 1/500. Demikian dikatakan oleh M. Bambang Pranowo dalam bukunya,
“Multi Dimensi Ketahanan Nasional”, (Jakarta, Penerbit : Alvabet, 2010), Hal. 68-69.
18 TNI yang secara spontan tumbuh dari haribaan Rakyat, merebut serta membela

Kemerdekaan Nasional. Sesungguhnya sejak semula merupakan kekuatan Rakyat yang


otonom, yang berintegrasikan dengan Rakyat dalam segala persoalannya…”, demikian yang
disampaikan oleh Jenderal Besar A.H. Nasution dan diabadikan pada buku “Doktri TNI TRI
DHARMA EKA KARYA”, Nomor : Perpang/45/VI/2010 tanggal 15 Juni 2010.
20 Bersama Rakyat TNI Kuat

Gambar 7
HUBUNGAN TIMBAL BALIK
TNI–RAKYAT

BERSAMA RAKYAT KUALITAS SDM


KEPUTUSAN
TNI KUAT DAN
POLITIK
ALUTSISTA TNI

KETAHANAN BERSAMA TNI KESEJAHTERAAN


ENERGI RAKYAT KUAT RAKYAT

- KETERSEDIAAN RESOURCES - KEBUTUHAN SANDANG


- PENGELOLAAN/PROSES - KEBUTUHAN PANGAN
- POLUSI - KEBUTUHAN PAPAN
- SOCIAL COST - KEBUTUHAN PENDIDIKAN
- KEBUTUHAN KESEHATAN

CITA-CITA
BERSAMA
TNI - RAKYAT

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. “Pertahanan Semesta dan Wajib Militer”, Editor : Beni Sukadis
dan Eric Hendro (Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008).
2. Vincent Gasperz, “Organizational Excellence”, (Jakarta,
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007).
3. “Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban”, (Jakarta,
Penerbit : Buku Kompas, 2006).
Bersama Rakyat TNI Kuat 21

Keterangan Gambar 7 :
Final Goal atau tujuan akhir hubungan timbal balik antara TNI-Rakyat
adalah terwujudnya cita-cita bersama untuk mewujudkan Indonesia yang
lebih baik menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Untuk itu usaha mewujudkan kondisi “Bersama Rakyat TNI
Kuat” maka secara tidak langsung akan menimbulkan kondisi “Bersama TNI
Rakyat Kuat”, akan tetapi harus dirumuskan parameter TNI Kuat dan
parameter Rakyat Kuat. Meskipun titik temu kata yang sama pada TNI
Rakyat adalah pada kata “Kuat”, persepsi Kuat TNI dan Kuat Rakyat adalah
sesuatu yang sangat berbeda jauh karena berbeda peran dan fungsinya*).

Kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat saat ini tidak dapat


dipisahkan dengan kegiatan perekonomian global, artinya perekonomian
Indonesia tidak dapat meng-eklusifkan diri, tetapi harus berperan aktif
dalam kerjasama perekonomian Internasional, sehingga peran TNI dalam
menciptakan situasi yang kondusif dalam mendukung kegiatan
perekonomian Internasional semakin meningkat, untuk itu kualitas SDM
dan kualitas Alutsista TNI harus diremajakan dan ditingkatkan kualitas dan
kuantitasnya dan disesuaikan dengan potensi ancaman terutama bila
dikaitkan hakekat ancaman kontemporer yang berkaitan dengan persaingan
kepentingan ekonomi di Wilayah Laut Cina Selatan19.
Apabila dilihat dari sudut pandang peran dan fungsi TNI pada
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan cita-cita Nasional, yaitu
melindungi segenap Bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, maka
secara implementatif dapat diterjemahkan bahwa tugas TNI untuk

19 Analisis situasi kontemporer memperlihatkan bahwa kemakmuran masyarakat secara


menyeluruh di Negara manapun di seluruh dunia semakin tergantung pada kemampuan
mereka untuk berpartisipasi dalam pola pergaulan perekonomian global. Hal demikian telah
disampaikan oleh Kenichi Ohmae, dalam bukunya, “Hancurnya Negara dan Bangsa”,
(Jakarta, Penerbit : Qalam, 2002), Hal. 115.
22 Bersama Rakyat TNI Kuat

melaksanakan Operasi Militer Perang atau OMP dan Operasi Militer selain
Perang atau OMSP.
Implementasi penggunaan kekuatan TNI dalam tugas OMP
dimaksudkan untuk mengatasi ancaman dari luar atau ancaman dari Negara
lain dalam rangka mempertahankan kedaulatan Negara baik di darat, laut
dan udara serta untuk keselamatan Bangsa dan Negara. Akan tetapi
penggunaan dan pengaruh kekuatan TNI dengan tugas OMP merupakan
keputusan politik yang ditempuh dan diawali dengan upaya damai melalui
jalur diplomatik.
Salah satu bentuk langkah implementatif Bangsa Indonesia untuk
mencapai tujuan Nasional adalah melaksanakan fungsi pertahanan Negara
dengan baik, yang dalam hal ini merupakan tugas pokok TNI, akan tetapi
dalam pelaksanaan tugas tersebut secara kelembagaan TNI dan secara
perorangan Prajurit TNI harus manyadari bahwa pemberdayaan peran dan
fungsi TNI serta pembangunannya secara proporsional dan profesional
merupakan hasil keputusan politik yang berpedoman pada kepentingan
politik Negara dan mengacu pada prinsip nilai-nilai demokrasi, supremasi
sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum Nasional dan Internasional yang
telah diratifikasi.
Setiap kegiatan organisasi digerakkan dengan berpedoman pada
sasaran akhir atau “final goal”, kemudian disusun dengan baik proses
perencanaannya sampai dengan pentahapan dan strateginya. Adapun
sasaran akhir penggunaan kekuatan TNI pada OMP adalah hilangnya atau
terusirnya berbagai bentuk ancaman dari kekuatan Militer Negara lain,
sedangkan penggunaan kekuatan TNI dalam bidang OMSP yaitu teratasinya
Bersama Rakyat TNI Kuat 23

berbagai permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia, yaitu ; mengatasi


gerakan sparatis bersenjata, mengatasi pemberontakan bersenjata,
mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan,
mengamankan obyek vital Nasional yang bersifat strategis, melaksanakan
tugas perdamaian Dunia sesuai dengan kebijakan politik luar Negeri,
mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya,
memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara
dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta, membantu tugas
Pemerintah Daerah, membantu POLRI dalam rangka tugas keamanan dan
ketertiban masyarakat, membantu mengamankan tamu Negara dan
perwakilan pemerintah asing, membantu menanggulangi akibat bencana
alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan, membantu
pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue),
membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan
terhadap pembajakan, perampokan dan penyelundupan20.
Pemikiran baru dalam konteks dinamisasi proses interaksi antara
Rakyat-TNI mengalami perkembangan yang sangat menggembirakan. Hal
tersebut dapat dibuktikan lahirnya pemikiran yang langsung digagas sendiri
oleh Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, yaitu “Bersama Rakyat TNI
Kuat”. Landasan berfikir yang melatarbelakangi ungkapan tersebut adalah;
Pertama, Kesadaran akan pentingnya hubungan harmonis antara TNI dan
Rakyat, dengan demikian sikap arogansi dan kesewenang-wenangan harus
dibuang jauh-jauh; Kedua, Kesadaran akan asal-usul TNI yang lahir dari

20 Buku Petunjuk Induk OMP dan OMSP, (Jakarta, Penerbit : Babinkum TNI, 2011), Hal. 13-
83.
24 Bersama Rakyat TNI Kuat

perjuangan Rakyat yang mencita-citakan Kemerdekaan Indonesia dan


kemandirian kehidupan berbangsa dan bernegara; Ketiga, TNI sadar betul
bahwa keperpihakkan TNI pada kepentingan Rakyat adalah modal utama
dalam membangun Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta atau
SISHANKAMRATA; Keempat, TNI tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya
dukungan mayoritas dari Rakyat, karena apapun kondisinya kehidupan
politik yang berubah-ubah tetapi kepentingan Rakyat tidak berubah, yaitu
terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, untuk itu keperpihakan TNI
pada Rakyat adalah “Harga Mati”, sehingga lebih jauh dari itu pemahaman
pemikiran “Bersama Rakyat TNI Kuat” akan melahirkan pemikiran
berikutnya sebagai dampak positif, yaitu “Bersama TNI Rakyat Kuat”,
artinya TNI secara kelembagaan dan Prajurit terutama para Perwiranya
mempunyai komitmen kuat untuk hidup bersama Rakyat membangun
Bangsa dan Negara. Dengan demikian tidak ada kekuatan partai politik
manapun yang mempengaruhi TNI untuk berhadapan dengan kepentingan
Rakyat. Sehingga dorongan moril TNI yang kuat pada Rakyat secara
otomatis membangun kehidupan Rakyat yang kuat.
Bersatu padunya antara kekuatan Rakyat yang dicerminkan dengan
keadilan ekonomi, kesejahteraan menyeluruh dan stabilitas pembangunan
Nasional serta kekuatan TNI yang dicerminkan dengan tingkat
profesionalitas yang tangguh dengan didukung kesiapan Alutsista menjadi
modal dasar pembangunan Nasional disetiap etape Pemerintahan sampai
kapanpun, kenyataan ini didukung oleh fakta kontemporer bahwa Negara
yang maju secara ekonomi di Dunia ini pasti didukung oleh kekuatan
Angkatan Perangnya.
Bersama Rakyat TNI Kuat 25

Gambar 8
BERSAMA RAKYAT TNI KUAT

KEPENTINGAN
RAKYAT

KEPENTINGAN KEPENTINGAN
TNI POLITIK

KEPENTINGAN
EKONOMI

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
2. Francis Fukuyama, “Memperkuat Negara”, (Jakarta, Penerbit
Gramedia Pustaka Utama, 2005).
3. Samuel P. Huntington, “Prajurit dan Negara”,(Jakarta, Penerbit
: Grasindo, 2003).

Keterangan Gambar 8 :
Hakekat kepentingan Rakyat adalah kesejahteraan, hakekat
kepentingan TNI adalah tercapainya tugas OMP dan OMSP, hakekat
kepentingan Politik adalah stabilitas dan kontinuitas pembangunan
Nasional dan hakekat kepentingan Ekonomi adalah progres pertumbuhan
ekonomi yang stabil. Dengan demikian hakekat kepentingan dari empat
kelompok dengan latar belakang tersebut merupakan proses yang saling
mempengaruhi dan saling mendorong untuk pencapaian yang optimal
kepentingan masing-masing. Sehingga empat kelompok latar belakang
tersebut harus duduk bersama dalam merumuskan program bersama untuk
26 Bersama Rakyat TNI Kuat

satu tujuan umum, yaitu cita-cita Nasional yang telah dirumuskan oleh para
Pendiri Bangsa*).

NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara


Kepulauan terbesar di Dunia dengan jumlah Pulau sekitar 17.508 Pulau
besar dan kecil, serta luas permukaan bumi setara dengan Amerika Serikat,
terletak diantara dua Benua dan dua Samudra, sehingga menjadi titik temu
budaya Bangsa-Bangsa dan titik temu lalu-lintas perdagangan Dunia.
Kandungan Sumber Daya Alam di darat dan laut sangat melimpah, dengan
demikian Indonesia menjadi titik kunci dan menjadi tempat ajang
pertarungan kepentingan politik dan kepentingan ekonomi Negara-Negara
di Dunia. Untuk itu guna menjaga kedaulatan Negara serta menjamin
kelangsungan pembangunan Nasional diperlukan sistem Pertahanan
Keamanan yang kuat dan mengakar sampai pada tataran yang paling
bawah, yaitu Rakyat Indonesia. Untuk itu menjadi sangat urgent difahami
bahwa peran TNI sangat mutlak diperlukan guna menjadi garis depan
pertahanan dan garda terakhir keamanan Negara. Akan tetapi dalam
melaksanakan peran dan fungsi TNI harus bersama Rakyat.
Luasnya Wilayah NKRI dengan posisi strategis terletak di
persimpangan kepentingan ekonomi Dunia dan kekayaan alam yang
melimpah serta tingkat penyebaran Pulau-Pulau besar dan kecil sedemikian
besar sehingga ada yang mengatakan Indonesia sebagai Negara
“Geographically The Least Integrated Country In The World” (secara
geografis merupakan Negara yang paling tidak terintegrasi atau yang paling
Bersama Rakyat TNI Kuat 27

berserakan di Dunia). Sehingga nilai kekuatan dan sekaligus kelemahan


NKRI adalah terletak di penyebaran wilayah21.

D. NETRALITAS TNI.
Sikap tegas netralitas TNI dalam suksesi kepemimpinan Nasional
melalui Pemilu Tahun 2014 yang beberapa bulan kedepan akan
mempertandingkan kontestan Partai Politik adalah proses Demokrasi
secara wajar sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan
tetapi dari sudut pandang TNI adalah menjaga situasi aman dan lancarnya
prosesi tersebut tanpa adanya keperpihakkan pada satu golongan dan
kepentingan politik manapun. Sikap tegas tersebut telah disampaikan oleh
Presiden Republik Indonesia, DR. Susilo Bambang Yudhoyono dan juga
disampaikan oleh Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko22. Proses
Demokrasi yang secara umum berlaku di Negara-Negara di Dunia adalah
proses netral dan proses obyektif dengan mengedepankan partisipasi aktif
Rakyat untuk menentukan pilihan Pimpinannya.

21 Wilayah adalah bagian dari komponen Negara-Bangsa dan dalam perkembangan


perekonomian global tanpa disadari telah terjadi eksploitasi Sumber Daya Alam yang tidak
terkendali, sehingga berdampak pada perusakkan wilayah tersebut dan menciptakan “Social
Cost” yang tinggi. Kinichi Ohmae, “The Next Global Stage - Tantangan dan Peluang di Dunia
yang Tidak Mengenal Batas Kewilayahan”, (Jakarta, Penerbit : PT. Indeks-Gramedia, 2005),
Hal. 124.
22 Pada saat digelar Rapim (Rapat Pimpinan) TNI tanggal 8-13 januari 2014, Presiden

mengatakan, “Saya sudah sering menegaskan dan saya akan mengatakan kembali, netralitas
TNI-POLRI itu bukan hanya harapan selaku kepala pemerintahan/Negara, tetapi juga para elit
politik dan juga Rakyat Indonesia”. Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko juga mengatakan,
“Jika TNI bermain-main di politik, akan merusak demokrasi, TNI mempunyai semangat kuat
untuk tidak turut campur”. Adapun Tema yang diangkat dalam Rapim TNI tersebut adalah
“Kita Mantapkan Profesionalitas TNI dalam Menjaga Stabilitas, Kedaulatan dan Keutuhan
NKRI”.
28 Bersama Rakyat TNI Kuat

Gambar 9
NETRALITAS TNI

UU RI NOMOR 3 TAHUN 2002

PROFESIONALITAS
TNI
OMP OMSP

KEPUTUSAN
POLITIK

KEPENTINGAN KEPENTINGAN
KEPENTINGAN
PARTAI POLITIK PRIBADI
BANGSA DAN NEGARA

CITA-CITA
NASIONAL

NETRALITAS
TNI

- KEUTUHAN DAN KEDAULATAN NKRI


- BHINNEKA TUNGGAL IKA
- MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang TNI-POLRI dan UU
RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI dan UU RI Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
2. H. Budi Santoso Suryo Sumarto, “Ketahanan Nasional
Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, 2001).
3. Samuel P. Huntington, “Prajurit dan Negara”, (Jakarta,
Penerbit : Grasindo, 2003).
Bersama Rakyat TNI Kuat 29

Keterangan Gambar 9 :
Netralitas TNI dalam kehidupan politik mutlak diperlukan karena bila
TNI berpihak pada satu golongan dan kepentingan maka peran TNI sebagai
kekuatan stabilitas Negara menjadi hilang. Penekanan Panglima TNI
Jenderal TNI Moeldoko bahwa TNI tidak akan main-main dengan politik.
Adalah cermin sikap tegas Fungsi dan Peran TNI dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Meskipun tidak dipungkiri bahwa keputusan
politik memungkinkan dipengaruhi oleh Partai Politik pemenang Pemilu dan
kepentingan pribadi politikus yang berkuasa, akan tetapi keperpihakkan TNI
sudah jelas bahwa TNI berpihak kepada kepentingan Rakyat dan sandaran
perjuangan TNI adalah Pancasila dan UUD 1945*).

Untuk mengelaborasi sikap tegas “Netralitas TNI” dalam kehidupan


politik Nasional dalam sudut pandang obyektifitas akademis dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan, meskipun secara empiris
dikemudian hari harus dapat diperdebatkan sesuai dengan kondisi Nasional
dan Internasional pada waktu yang akan datang, karena apapun peran dan
fungsi TNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah hasil dari
keputusan politik.

Pertama, Pendekatan legislasi yang secara Perundang-undangan


memposisikan TNI secara kelembagaan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, pada pendekatan ini mengedepankan segala keputusan politik
berupa produk aturan Perundang-undangan, yaitu UUD 1945 Pasal 30 Ayat
3, yang mengatakan bahwa : Tentara Nasional Indonesia terdiri dari
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai Alat Negara
bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan Negara. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang TNI-POLRI
Pasal 5 Ayat 2 mengatakan bahwa : TNI bersikap netral dalam kehidupan
30 Bersama Rakyat TNI Kuat

politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis, kemudian
pada Ayat 4 mengatakan bahwa : Anggota Tentara Nasional Indonesia tidak
menggunakan hak memilih dan dipilih. Keikutsertaan TNI dalam
menentukan arah kebijakan Nasional disalurkan melalui MPR paling lama
sampai dengan 2009. Kemudian pada UU RI Nomor 34 Tahun 2001 tentang
TNI Pasal 2 Huruf “d”, mengatakan bahwa : Tentara profesional yaitu
tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik
praktis, tidak berbisnis dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti
kebijakan politik Negara yang menganut sistem Demokrasi, Supremasi Sipil,
HAM, ketentuan Hukum Nasional dan Hukum Internasional yang telah
diratifikasi, dengan demikian posisi netralitas TNI dalam kehidupan politik
kepartaian tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Dalam bahasa Militer dapat dikatakan bahwa “Netralitas TNI adalah
Harga Mati”, akan tetapi dari sudut pandang yang lain harus difikirkan
melalui perdebatan dan diskusi panjang agar para Perwira TNI tidak
mengalami apa yang dikatakan “GAP POL” atau Gagap Politik, karena
apapun yang dilakukan TNI adalah hasil keputusan politik, maka para
Perwira juga harus memahami tentang kronologis dan latar belakang
lahirnya keputusan politik tersebut, sehingga terjadi sinkronisasi benang
merahnya antara kebijakan dan pelaksanaan atau dengan istilah hulu dan
hilirnya bersambung dan tidak ada benang yang putus di tengahnya.
Implementasi atau bentuk nyata yang memungkinkan dilaksanakan
adalah : Pertama, Pihak TNI melakukan lobby khusus pada pihak Legislatif
agar TNI secara kelembagaan diperkenankan menempatkan personel
Pamen berpangkat Kolonel di Lembaga Legislatif Tingkat Pusat dan Daerah
Bersama Rakyat TNI Kuat 31

sebagai LO atau Lisson Officer atau sebagai pengamat dalam rangka


pembekalan politik dengan tidak sama sekali mencampuri kegiatan politik,
baik langsung maupun tidak langsung. Argumen yang dibangun pada
pemikiran tersebut yaitu “TNI bersikap netral pada kehidupan politik atau
TNI tidak akan bermain-main dengan masalah politik tetapi para Perwira
TNI juga tidak boleh buta politik”. Kedua, Pihak TNI melakukan kegiatan
seminar khusus dengan melibatkan semua komponen Bangsa, mulai dari
Akademisi, Politisi, LSM dan Tokoh Masyarakat dengan Tema “Netralitas
TNI dalam Kehidupan Politik”. Keterlibatan semua unsur masyarakat
tersebut mempunyai dampak positif, yaitu menggalang pola pikir mayoritas
bahwa TNI masa kini sangat berbeda dengan pola pendekatan TNI pada
periode terdahulu yang menggunakan pendekatan Agresif-Represif. TNI
masa kini menggunakan pendekatan Persuasif dan Kekeluargaan serta
barbaur dengan masyarakat untuk secara bersama-sama membangun
Bangsa dan Negara. Sikap mental pendekatan TNI pada masyarakat
tersebut didasarkan pada konsep pemikiran bahwa TNI berasal dari Rakyat,
berjuang bersama Rakyat dan pada akhirnya Prajurit TNI memasuki usia
pensiun kembali menyatu dengan Rakyat. Pendekatan TNI dapat
dimanifestasikan sesuai dengan 11 Azas Kepemimpinan, yaitu “Ing Ngarso
Sung Tulodo”, artinya bila Prajurit TNI berada di depan sebagai Pemimpin
atau Komandan harus mampu tampil sebagai figur yang layak untuk
dicontoh perilakunya, ucapannya dan cara berfikirnya. Kemudian “Ing
Madyo Mbagun Karso”, artinya dapat menggerakkan dan memotivasi saat
berada di tengah-tengah masyarakat, dan “Tut Wuri Handayani”, artinya
bila Prajurit TNI berada di belakang dapat memberikan penguatan moril.
32 Bersama Rakyat TNI Kuat

Kemudian dari hasil seminar tersebut dibuatkan kajian khusus untuk


menjadi bahan pemikiran Pemerintah dan Lembaga Legislatif agar para
Perwira TNI dikemudian hari tidak “GAP POL” atau Gagap Politik23.
Kedua, Pendekatan sejarah atau “historycal approach” pada tanggal 5
Oktober 1945, Pemerintah mengeluarkan Maklumat atau semacam Surat
Keputusan tentang berdirinya TKR atau Tentara Keamanan Rakyat dengan
pimpinan Soeprijadi yang merupakan tokoh tentara Pembela Tanah Air atau
PETA dari Blitar, kemudian pada tanggal 18 Desember 1945 digantikan oleh
Kolonel Soedirman, Komandan Divisi V-Banyumas. Kemudian pada tanggal
18 Desember 1945, Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar atau
Pangsar dengan pangkat Jenderal, sedangkan Oerip Soemohardjo sebagai
Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal yang
berkedudukan di Yogyakarta.
Sesuai dengan namanya, TKR atau Tentara Keamanan Rakyat
mempunyai fungsi untuk menjaga keamanan dan memelihara keamanan
dalam Negeri dan bukan diperuntukkan untuk menghadapi ancaman dari
luar Negeri. Akan tetapi bila dilihat secara kronologisnya bahwa TKR
dibentuk berasal dari BKR atau Badan Keamanan Rakyat dan perubahan
BKR menjadi TKR adalah atas inisiatif para pemuda yang pada zaman Jepang
telah membentuk kelompok-kelompok politik yang mempunyai andil besar

23 Perwira Militer harus netral karena keperpihakkan pada politik tertentu akan
mengkaburkan bahkan merusak tingkat profesionalisme dan para Komandan Militer jangan
pernah mengizinkan pandangan Militer yang dimilikinya terbungkus oleh azas manfaat
politik, demikian juga harus difahami bahwa area ilmu kemiliteran berada dibawah dan
bergantung kepada area politik. Seperti halnya perang yang memenuhi tujuan akhir politik,
maka profesi Militer pun memenuhi tujuan akhir dari Negara. Demikian pendapat Samuel P.
Huntington dalam bukunya “Prajurit dan Negara”, (Jakarta, Penerbit : PT. Grasindo, 2003),
hal. 77.
Bersama Rakyat TNI Kuat 33

dalam mencetuskan Proklamasi, tidak puas dengan BKR, kemudian mereka


bercita-cita membentuk Tentara Nasional, tetapi usul tersebut ditolak oleh
Presiden dan Wakil Presiden dengan pertimbangan politik.
Dengan demikian dapat difahami bahwa lahirnya TKR pada tanggal 5
Oktober 1945 yang setiap Tahun diperingati sebagai hari jadi TNI adalah
atas prakarsa para pemuda yang sangat menaruh perhatian akan
pentingnya peran dan fungsi tentara Nasional pada sebuah Negara yang
Merdeka. Pemuda-pemuda tersebut adalah kelompok-kelompok politik
pada zaman Jepang. Kesimpulannya adalah sejak dari awal sejarah
berdirinya TKR yang kemudian menjadi TNI adalah terlahir dari semangat
juang pemuda politik pergerakan Indonesia Merdeka. Artinya, kehidupan
Prajurit secara perorangan dan TNI secara kelembagaan terlahir dari
pemikiran politik, sehingga meskipun TNI saat ini harus netral karena
tuntutan keadaan yang mengharuskan demikian. Tetapi para Perwira dan
semua Prajurit TNI harus memahami politik, karena apapun yang dilakukan
TNI adalah hasil keputusan politik, sehingga jarak koridor antara pembuat
keputusan dan pelaksanaan di lapangan seiring dan sejalan tanpa adanya
perbedaan persepsi yang berarti. Akhirnya diharapkan antara TNI secara
kelembagaan dan badan Legislatif terjadi kekompakkan yang harmonis
dalam membina hubungan saling pengertian24.

24 Pada bulan Januari 1946, TKR berubah menjadi TRI karena Jenderal Soedirman
berpendapat bahwa kedudukan TRI adalah Tentara Nasional dan Tentara Rakyat yang
berdikari, yaitu Tentara Mandiri tanpa campur tangan Asing. Demikian disampaikan oleh
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam bukunya “Sejarah
Nasional Indonesia - VI”, (Jakarta, Penerbit : Balai Pustaka, 1992), Hal. 110.
34 Bersama Rakyat TNI Kuat

Gambar 10
TINJAUAN HISTORIS BERDIRINYA TNI

Kelompok politik Presiden dan Wakil


pemuda zaman jepang Presiden

Ditolak

Badan penolong BKR


22-8-1945 Tentara Nasional
keluarga korban perang

TKR
5-10-1945

TRI BKMI
Januari – 1946 10 November 1945
Oleh : Jenderal Soedirman Badan Kongres Pemuda Indonesia

Biro Perjuangan Kementerian


Pertahanan

TNI
Juni 1947

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Ulf Sundhaussen, “Politik Militer Indonesia 1945 - 1967”,
(Jakarta, Penerbit : LP3ES, 1982).
2. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto,
“Sejarah Nasional Indonesia - IV”, (Jakarta, Penerbit : Balai
Pustaka, 1992).
3. Para Kitri T. Simbolon, “Menjadi Indonesia”, (Jakarta, Penerbit :
Buku Kompas, 2006).
Bersama Rakyat TNI Kuat 35

Keterangan Gambar 10 :
Berdirinya organisasi Tentara Nasional yang dicita-citakan semua
komponen Bangsa pada saat awal Kemerdekaan merupakan suatu
keberanian nyata dari kelompok Pemuda Pejuang Kemerdekaan pada
waktu itu, karena kondisi situasi politik Dunia yang memasuki babak akhir
Perang Dunia II, sedangkan pasukan Jepang yang kalah perang masih
berada di Indonesia dengan persenjataan lengkap, sementara pada posisi
Pemuda Pejuang Kemerdekaan belum terorganisir dengan baik, tersebar di
seluruh Wilayah NKRI dan tersebar latar belakang semangat dan dilengkapi
dengan senjata yang terbatas, maka jalur diplomasi adalah jalan yang
terbaik*).

Gambar 11
PERAN MILITER DI DUNIA

Militer

Permasalahan Permasalahan
Kebangsaan Dengan
Dalam Negeri Luar Negeri

Sosial Kepentingan Konflik Konflik Kepentingan


Kemasyarakatan Politik Kewilayahan Ekonomi

Mekanisme Hukum Mekanisme


Dan Perundang-undangan Diplomasi

Profesionalisme
Militer
36 Bersama Rakyat TNI Kuat

Sumber : Diolah dari buku :


1. Samuel P. Huntington, “Benturan Peradaban”, (Yogyakarta,
Penerbit : CV. Qalam, 2002).
2. Salim Said, “Wawancara tentang Tentara dan Politik”, (Jakarta,
Penerbit : PT. Surya Multi Grafika, 2001).
3. Larry Diamond & Marc F. Plattner, “Hubungan Sipil Militer &
Konsolidasi Demokrasi”, (Jakarta, Penerbit : Taja Grafindo
Persada, 2001).

Keterangan Gambar 11 :
Ukuran tingkat profesionalisme Militer di Dunia berbeda-beda,
karena Tugas, Peran dan Fungsi Militer di Dunia juga berbeda latar
belakangnya, tetapi untuk tugas tempur semua Negara mempunyai ukuran
yang sama, yaitu “Memenangkan Pertempuran”. Hal ini serupa dengan apa
yang dikatakan oleh Clausewiz, bahwa perang mempunyai logikanya
tersendiri, akan tetapi interaksi antara pemimpin tertinggi Militer dan
pengambil keputusan Negara menjadi obyek diskusi yang menarik, dimana
sudut pandang pemikiran dengan dilatar belakangi kepentingan yang
berbeda dan disiplin ilmu yang berbeda pula. Untuk itu, jalur perang dan
jalur diplomasi dalam mengatasi konflik kewilayahan dan konflik ekonomi
harus diletakkan dalam kerangka berfikir kepentingan Nasional dan dampak
yang sangat mungkin timbul sebagai akibat dari keputusan tersebut*).

Ketiga, Pendekatan profesionalitas dalam mengantisipasi perubahan


peran globalisasi terhadap tingkat profesionalitas TNI akan dihadapkan
pada dua konsep besar, yaitu profesionalisme tradisional dan new
profesionalism. Kajian teori pada pemikiran profesionalisme tradisional
yang menempatkan secara sempurna Militer dibawah Komando Sipil,
artinya terjadi kemutlakan dominasi sipil terhadap Militer. Kemudian faham
pemikiran new profesionalism yang memposisikan Militer secara bersama-
sama dengan sipil untuk menyelesaikan urusan Bangsa dan Negara. Akan
tetapi tetap pada koridor masing-masing, sehingga peran Militer tidak
hanya urusan perang, tetapi juga ada tugas-tugas Negara selain perang.
Bersama Rakyat TNI Kuat 37

Dengan demikian dalam sudut pandang kondisi kontemporer TNI termasuk


dalam kategori New Profesionalism, karena ada dua Tugas TNI yaitu OMP
dan OMSP25.
Kajian terhadap situasi dan kondisi saat ini harus disikapi secara
cerdas, arif dan bijaksana, dimana TNI tidak lagi mengedepankan “security
approach” atau pendekatan keamanan belaka, tetapi TNI dengan segenap
komponen SDM didalamnya harus menggunakan pendekatan
kesejahteraan atau “prosperity approach” sehingga segenap Perwira TNI
harus selalu menjaga keserasian hubungan yang seimbang dan harmonis
antar kelompok masyarakat, komunikasi aktif dengan semua unsur politik
dan menjalin ikatan tali silahturahmi yang baik dengan semua Tokoh
Agama, Tokoh Masyarakat serta pihak LSM dan segenap lapisan
masyarakat, dengan demikian segenap unsur Prajurit lebur dalam
masyarakat dengan satu semangat untuk membangun Indonesia yang lebih
baik di kemudian hari.
Netralitas sikap TNI dalam kehidupan politik merupakan cermin dari
posisi independensi TNI secara kelembagaan. Pemikiran tersebut
didasarkan pada argumen bahwa TNI hanya berpihak pada kepentingan
Bangsa dan Negara. Artinya secara aplikatif segenap Prajurit TNI secara
pribadi berbaur dalam kepentingan Rakyat dan secara bersama-sama
antara TNI dan Rakyat membangun kehidupan masyarakat yang adil dan
makmur sesuai dengan cita-cita Nasional. Keperpihakkan TNI terhadap
kepentingan Rakyat merupakan kesadaran tunggal yang dibangun sejak

25Salim Said, “Wawancara tentang Tentara dan Politik”, (Jakarta, Penerbit : PT. Surya Multi
Grafika, 2001), Hal. 20.
38 Bersama Rakyat TNI Kuat

lahirnya dan berdirinya TNI. Analisis terhadap sikap netralitas TNI bila
dihadapkan dengan tuntutan profesionalisme TNI dan perkembangan
kondisi saat ini, maka Prajurit TNI terutama segenap komponen para
Perwira secara perorangan dan TNI secara kelembagaan harus mengambil
sikap implementatif sebagai berikut; 1) TNI harus menjaga hubungan
harmonis antara Lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan semua
komponen masyarakat terutama Tokoh Agama dan LSM; 2) TNI harus
berperan secara efektif, efisien dalam melakukan tugas pertahanan dan
keamanan serta mempunyai komitmen yang jelas dalam mengamankan
dan melanjutkan pembangunan Nasional dengan pendekatan persuasif dan
kekeluargaan; 3) Perkembangan kehidupan masyarakat secara Nasional,
Regional dan Internasional sebagai dampak dari tatanan kehidupan global
harus disikapi secara proporsional agar peran dan fungsi TNI tetap tepat
jaman; 4) TNI harus berperan aktif dalam mendorong terlaksananya dengan
baik Demokrasi Pancasila, Hak Asasi Manusia dan implementasi tatanan
kehidupan masyarakat madani; 5) Menjaga kredibilitas TNI di hati
masyarakat dengan tetap mengambil inisiatif di garis depan dalam upaya
mengatasi kesulitan masyarakat terutama dalam mengatasi musibah
bencana alam.

E. BERSAMA TNI RAKYAT KUAT.


Ada ungkapan “yang terbaik bagi Rakyat itulah yang terbaik bagi
TNI”, artinya sejak dari awal berdirinya, TNI sangat sadar betul bahwa
kepentingan Rakyat merupakan salah satu barometer dan tolak ukur
keberhasilan TNI, karena sejarah telah membuktikan bahwa tingkat
Bersama Rakyat TNI Kuat 39

keberhasilan TNI dalam mengemban Tugas Negara sangat dipengaruhi oleh


dukungan Rakyat secara umum. Untuk itu TNI harus mengambil sikap
cerdas dan antisipatif dalam mengambil sikap perkembangan di masyarakat
terutama yang berhubungan langsung dengan kepentingan hajat hidup
orang banyak.
Secara umum kepentingan Rakyat yang secara langsung menyentuh
hajat hidup orang banyak adalah; Pertama, Adanya rasa aman dari segala
bentuk gangguan baik yang bersumber dari dalam Negeri maupun
bersumber dari luar Negeri, sehingga aktivitas masyarakat terutama
aktivitas ekonominya berjalan dengan baik dan lancar; Kedua, Masyarakat
sangat berkepentingan akan ketersediaan lapangan pekerjaan yang baik
dan layak; Ketiga, Kebutuhan masyarakat terhadap sandang, pangan,
papan, pendidikan dan kesehatan tersedia dengan baik dan memadai serta
terbukanya akses seluas-luasnya tenpa diskriminasi26.
TNI sebagai Alat Negara mempunyai Tugas dan Fungsi ganda, yaitu
OMP dan OMSP, akan tetapi TNI sangat sadar bahwa dalam menjalankan
tugasnya harus mendapatkan dukungan penuh dari Rakyat. Semua elemen
masyarakat akan berjalan dengan baik apabila Negara mampu mewujudkan
keadilan ekonomi dan kesejahteraan. Sehingga apabila kedua faktor
tersebut tidak terwujud, maka masyarakat akan mencari jalannya sendiri.

26 Proses pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat


luas adalah bergesernya tumpuan pendapatan masyarakat dari sector primer menuju sektor
industri olahan, dan suatu Negara dianggap berhasil dalam pembangunan ekonominya
apabila sumbangan sector manufaktur cukup besar terhadap PDB, sehingga potensi dan nilai
ekspor produk manufaktur mempunyai nilai tambah dan keunggulan komporatif
dibandingkan dengan komoditi primer, demikian dikatakan oleh Syafaruddin Alwi, “Ketidak
Serasian Pembangunan Antar Sektor Analisis, Sektor Primer dan Sekunder”, dalam buku
“Aksi Liberalisasi Ekonomi dan Politik di Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : PPM-FE UI, 1997),
Hal. 76.
40 Bersama Rakyat TNI Kuat

Kondisi ini apabila terjadi maka tatanan sosial akan terganggu dan loyalitas
masyarakat terhadap Negara akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali.
Pada posisi ini TNI sangat berkepentingan karena di Negara manapun di
Dunia, bila jarak antara Rakyat dan Negara semakin melebar, maka
kecenderungan akan terjadinya konflik komunal, terorisme, gerakan
sparatis bersenjata dan berbagai konflik lainnya. Dengan demikian secara
tidak langsung TNI harus aktif mengambil langkah-langkah persuasif dan
dengan pendekatan kekeluargaan agar konflik internal dan eksternal tidak
terjadi atau konflik yang bersumber dari RAKA atau Radikal Kanan dan RAKI
atau Radikal Kiri27.
Pendekatan yang terpadu antara TNI dan semua unsur Pemerintah
pada Rakyat diperlukan, sehingga saluran komunikasi antara TNI, semua
unsur Pemerintah dan Rakyat berjalan dengan baik, komunikasi sosial atau
Komsos tersebut akan dapat mencegah kemungkinan gejolak yang akan
timbul dan sekaligus sebagai sarana “early warning” setiap gejala keresahan
masyarakat. Dengan demikian semua permasalahan dapat terdeteksi secara
dini. Ada tiga komponen dalam Struktur Organisasi TNI yang dapat dijadikan
penyanggah awal Komsos, yaitu; Litbang TNI untuk melakukan riset, Fungsi
Intelijen untuk pengamanan dan penyelidikan serta Aparat Teritorial untuk
menyatukan pemikiran dengan pendekatan culture.

27 Konsepsi Negara Kuat yang ditandai dengan kemampuannya menjamin bahwa semua
produk Hukum dan Kebijakan Negara yang dilahirkan ditaati oleh masyarakat, tanpa
menggunakan ancaman. Artinya masyarakat dengan penuh kesadaran melakukan ketaatan
peraturan Negara. Adapun elemen dasar Negara yang Kuat adalah otoritas yang efektif dan
terlembaga dengan baik. Partisipasi aktif masyarakat terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara akan terwujud apabila Negara mampu menciptakan kesejahteraan bersama dan
keadilan ekonomi. Demikian dikatakan pada Kata Pengantar dalam bukunya Francis
Fukuyama “Memperkuat Negara”, (Jakarta, Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005),
Hal. xiii.
Bersama Rakyat TNI Kuat 41

Gambar 12
BERSAMA TNI RAKYAT KUAT

KEBIJAKAN
TNI
NEGARA

DEMOGRAFI RAKYAT DEMOGRAFI

Kepentingan Rakyat :
1. Aktivitas ekonomi yang tidak terganggu.
2. Ketersediaannya lapangan pekerjaan yang layak.
3. Terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan,
papan, pendidikan dan kesehatan.

Dampak bila Tidak Terpenuhi : Dampak bila Terpenuhi :


1. Aksi terorisme. 1. Loyalitas menyeluruh.
2. Konflik komunal. 2. Struktur masyarakat dalam
3. Gerakan sparatis bersenjata. kehidupan sosial berjalan
4. Aneka kejahatan dengan baik.
3. Daya kreatifitas masyarakat
berkembang dengan baik.
4. Harmonisasi hubungan
sosial antar golongan, antar
daerah.

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Susilo Bambang Yudhoyono, “Mengatasi Krisis,
Menyelamatkan Reformasi”, (Jakarta, Penerbit : PUSKAP,
1999).
42 Bersama Rakyat TNI Kuat

2. Francis Fukuyama, “Memperkuat Negara”, (Jakarta, Penerbit :


PT. Gramedia, 2005).
3. Larry Diamond & Marc F. Plattner, “Hubungan Sipil Militer &
Konsolidasi Demokrasi”, (Jakarta, Penerbit : PT. Taja Grafindo,
2001).

Keterangan Gambar 12 :
Untuk mengelaborasi slogan “Bersama TNI Rakyat Kuat” harus dilihat
dari sinkronisasi hubungan antara TNI-Rakyat-Kebijakan Negara bila
dihadapkan dengan syarat-syarat Rakyat Kuat. Hal tersebut dapat dilihat
dari tiga elemen dasar, yaitu; Pertama, Aktivitas ekonomi masyarakat tidak
terganggu pada semua sektor, yaitu sektor formal dan informal serta sektor
riil dan jasa; Kedua, Ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak. Dalam
hubungan lapangan pekerjaan, Pemerintah harus mempertimbangkan
pertumbuhan angkatan kerja dan angka kelahiran serta pembukaan
lapangan pekerjaan baru; Ketiga, Terpenuhinya kebutuhan sandang,
pangan, papan, pendidikan dan kesehatan serta terbukanya akses
masyarakat tanpa diskriminasi*).

Panglima Besar Jenderal Soedirman pada suatu kesempatan


mengatakan bahwa : “Tempat Saya yang terbaik adalah di tengah-tengan
anak buah, Saya akan meneruskan perjuangan MET of Zonder (dengan atau
tanpa) Pemerintah, tentara akan berjuang terus”. Pernyataan Beliau
tersebut mencerminkan kondisi waktu itu, meskipun dalam kondisi sakit,
Panglima Besar Jenderal Soedirman tetap berjuang di tengah Parajurit-
Prajuritnya. Semangat juang tersebut diwariskan kepada generasi penerus
sampai saat ini dengan berpedoman pada semangat jati diri TNI, dimana
secara institusional TNI sadar bahwa dirinya sebagai Tentara Rakyat, yaitu
tentara yang berasal dari Rakyat Indonesia yang sejak awal berdirinya
merupakan perwujudan gerakan Rakyat Bersenjata yang berjuang melawan
penjajah untuk merebut dan mempertahankan Kemerdekaan RI. Secara
Bersama Rakyat TNI Kuat 43

langsung dan tidak langsung TNI mengemban amanat penderitaan dan


perjuangan Rakyat serta membela kepentingan seluruh Rakyat Indonesia28.
Aksi terorisme sangat mungkin terjadi dan akan berdampak
meresahkan masyarakat serta sangat mengganggu kegiatan ekonomi
Rakyat. Secara obyektif akademis dapat dilihat sebab-sebab timbulnya aksi
terorisme; Pertama, Adanya ketidakadilan ekonomi antar kelompok
masyarakat atau antar daerah, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial;
Kedua, Adanya “Delayed Responses” atau respon sosial politik yang
tertunda karena sebab-sebab tertentu; Ketiga, Adanya pemahaman yang
salah terhadap pengaruh RAKA atau Radilkal Kanan; Keempat, Adanya
dorongan pribadi atau ambisi pribadi yang tidak tersalurkan sehingga
menjadi akumulasi kekecewaan yang berlebihan29.
Salah satu Tugas Pokok TNI OMSP adalah mengatasi aksi terorisme
terdapat pada UU RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pasal 7. Untuk itu
TNI harus melakukan kegiatan aktif menumpas aksi terorisme atau paling
tidak mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya. Ada dua cara
pendekatan yang dapat dilakukan; Pertama, Pendekatan persuasif dengan
cara meniadakan atau menanggulangi sebab-sebab terjadinya aksi

28 Naskah Sementara Doktrin TNI “TRI DHARMA EKA KARMA” disahkah dengan Keputusan
Panglima TNI Nomor : Kep/474/VII/2012 tanggal 25 juli 2012.
29 Berdasarkan hasil penelitian bahwa gerakan fundamentalisme yang mengakibatkan aksi

teror bukanlah monopoli suatu kelompok Agama tertentu dan bukan pula di wilayah
tertentu, contoh : kelompok gerakan radikal keagamaan terjadi di India dengan latar
belakang Agama Hindu, di Irlandia terjadi gerakan radikal Katolik dan Prostestan, bahkan di
Amerika sebagai Negara Sekuler juga terjadi gerakan semacam ini. Artinya bahwa gerakan
radikal keagamaan adalah gejala universal dan fenomena yang dapat berkembang pada
semua tradisi keagamaan. Demikian disampaikan oleh Djahari Makruf dengan judul tulisan
“Radikalisme Islam di Indonesia Fenomena Sesaat?” yang terangkum dalam buku “Agama &
Radikalisme di Indonesia”, Editor : Bahtiar Effendi dan Soetrisno Hadi, (Jakarta, Penerbit :
Nuqtah, 2007).
44 Bersama Rakyat TNI Kuat

terorisme yang melibatkan semua komponen Bangsa lainnya; Kedua,


Pendekatan represif merupakan tindakan penanggulangan langsung dengan
menggunakan kekuatan senjata, early warning atau deteksi dini terhadap
terjadinya aksi terorisme serta penanggulangannya, TNI dapat
menggunakan unsur Intelijen dengan melakukan penyelidikan dan juga
dapat melakukan operasi penggalangan untuk mencegah terjadinya aksi
terorisme atau menggunakan fungsi aparat teritorial untuk dapat
melakukan komunikasi sosial yang baik, dan juga dapat menggunakan
fungsi Litbang TNI guna melakukan riset dan pemetaan masalah di
lapangan.

F. REFORMASI BIROKRASI.
Hubungan timbal balik antara TNI dan Rakyat dapat direfleksikan
seperti hubungan antara ikan dan air, meskipun refleksi tersebut tidak tepat
betul, tetapi melalui pendekatan tersebut akan lebih memudahkan dalam
mencari akar permasalahan dan solusi yang terbaik bagi reformasi birokrasi
TNI bila dikaitkan dengan kondisi kontemporer kehidupan berbangsa dan
bernegara, perubahan lingkungan startegis pada strata global dan
dinamisasi kehidupan Bangsa di kawasan serta kecenderungan bergesernya
paradigma masyarakat terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada
awal berdirinya NKRI, masyarakat secara umum hanya mengikuti kebijakan
yang sudah ada. Karena kondisi waktu sebagian besar masyarakat masih
buta huruf, kemudian pada periode Kedua, masyarakat mayoritas pasif
karena terlalu kuatnya dominasi kekuasaan, kemudian pada masa Ketiga,
yaitu pasca Reformasi, hampir semua elemen masyarakat menyuarakan
Bersama Rakyat TNI Kuat 45

aspirasinya secara sendiri-sendiri tidak beraturan seperti halnya alat musik


yang dibunyikan secara bersama tanpa irama. Pada posisi inilah para
pengamat dan akademisi menyebut dengan istilah “Reformasi Birokrasi
yang kebablasan”.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut di atas serta memposisikan
peran Militer yang tepat, efektif dan efisien, maka dasar berfikirnya adalah
sebagai berikut ; Pertama, Analisis strategis perkembangan global, regional
dan Nasional; Kedua, Urgensi kepentingan NKRI bila dihadapkan dengan
tuntutan masyarakat dan perkembangan dunia Internasional; Ketiga,
Mendefinisikan kembali segala kemungkinan yang akan terjadi yang
mengancam stabilitas Nasional; Keempat, Menggelar diskusi panjang antar
komponen Bangsa guna mencari kesepakatan dan kesepahaman dalam
bentuk keputusan politik guna memposisikan peran TNI yang lebih baik di
masa yang akan datang30.
“Civil Society” yang menjadi ciri khas dalam kehidupan Bangsa
Indonesia saat ini harus menjadi pertimbangan pokok dalam menyusun
Reformasi Birokrasi TNI. Untuk itu kerangka acuan sebagai dasar argumen
Reformasi Birokrasi adalah sebagai berikut; Pertama, Aspek kelembagaan
dan struktur organisasi; Kedua, Aspek Doktrin dan seluruh aturan
Perundang-undangan yang berlaku, karena apapun kondisinya, TNI adalah
Alat Negara yang dalam kegiatan pengabdiaanya merupakan hasil

30 Susilo Bambang Yudhoyono, “Mengatasi Krisis, Menyelamatkan Reformasi”, (Jakarta,


Penerbit : PUSKAP, 1999), Hal. 136-137. Dikatakan bahwa untuk lebih spesifik, peran TNI
utamanya dalam rangka Reformasi Birokrasi harus dilihat terlebih dahulu apa kepentingan
Nasional Indonesia dewasa ini dan apa tantangan dan permasalahan mendasar yang
dihadapi Bangsa Indonesia serta harus dirumuskan kembali kepentingan Nasional jangka
panjang, yaitu bagaimana membangun Negara Kebangsaan yang sejahtera, demokratis dan
stabil.
46 Bersama Rakyat TNI Kuat

keputusan politik; Ketiga, Aspek organizational culture yang memposisikan


TNI sebagai bagian dari budaya Bangsa yang utuh; Keempat, Aspek personal
dan pengawakkan organisasi, karena kekuatan utama TNI adalah Prajurit
kemudian juga ditentukan oleh kemampuan Alutsistanya; Kelima, Aspek
administrasi dan jalur komandonya, karena pada aspek ini sangat
bersentuhan dengan prosedur dan kewenangan operasional di lapangan.
Hak dan tanggung jawab Satuan atas, Satuan bawah dan Satuan samping
serta membahas dukungan logistik dan kesejahteraan Prajurit; Keenam,
Aspek “Early Warning” yang meliputi peran riset oleh Litbang TNI, Komsos
atau Komunikasi Sosial oleh aparat teritorial dan berbagai info akurat oleh
aparat Intelijen; Ketujuh, Aspek pendukung.
Pembahasan tentang Reformasi Birokrasi TNI harus dapat dimaknai
sebagai suatu wacana atau gagasan untuk pengabdian TNI yang lebih baik
di masa yang akan datang. Akan tetapi pada sudut pandang yang berbeda
dapat dimaknai sebagai awal dari diskusi panjang yang melibatkan semua
komponen Bangsa, sehingga pada akhirnya keputusan politik tentang
Birokrasi dapat memperkuat TNI secara kelembagaan dan meningkatkan
profesionalitas TNI dalam mengemban tugas Bangsa dan Negara. Untuk itu
analisis berbagai aspek harus dilihat secara proporsional sebagai berikut :
Pertama, Aspek Kelembagaan dan Struktur Organisasi TNI. Ketetapan
MPR RI Nomor : V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Nasional, mengatakan bahwa kondisi yang diperlukan bagi TNI adalah
peningkatan profesionalitas TNI serta terbangunnya citra positif di hati
masyarakat Indonesia, kemudian arah kebijakannya adalah mengefektifkan
TNI sebagai Alat Negara yang berperan pada bidang pertahanan. Kemudian
Bersama Rakyat TNI Kuat 47

kondisi tersebut dihadapkan dengan Tugas TNI sebagai Alat Pertahanan


Negara, menegakkan Kedaulatan Negara, keutuhan Wilayah NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap Bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan keutuhan
Bangsa dan Negara. Di dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, mengatakan bahwa sistem pertahanan Negara dalam
menghadapi ancaman Militer menempatkan TNI sebagai komponen utama,
dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.
Pengelolaan sistem pertahanan Negara sebagai salah satu fungsi
Pemerintah Negara ditujukan untuk melindungi kepentingan Nasional
adalah tetap tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta
terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan Nasional yang
berkelanjutan31.
Guna mengelaborasi tentang Struktur Organisasi TNI yang profesional
dan dengan mempertimbangkan ekologi kebangsaan serta harapan
masyarakat yang diakumulasikan dalam keputusan politik, maka pokok
kajian dan dasar analisisnya menggunakan tiga parameter; Pertama, Berfikir
bebas dengan memposisikan diri sebagai Akademisi tetapi dasar argumen
yang dibangun adalah saran pemikiran untuk pengabdian TNI yang lebih
baik di masa yang akan datang, sehingga apapun hasil pemikiran tersebut

31 Didalam uraian penjelasan UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,


mengatakan bahwa ada tiga kaidah pokok untuk mewujudkan kepentingna Nasional;
Pertama, Normalisasi siklus tata kehidupan masyarakat, Bangsa dan Negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara utuh, baik secara politis, ekonomis dan sosial
kemasyarakatan; Kedua, Upaya pencapaian tujuan Nasional dilaksanakan melalui
pembangunan Nasional yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berketahanan
Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara; Ketiga, Sarana yang digunakan adalah seluruh
potensi dan kekuatan Nasional yang didayagunakan secara menyeluruh dan terpadu dengan
tahap mempertahankan kelestarian lingkungan dan social cost yang diakibatkannya.
48 Bersama Rakyat TNI Kuat

masih diperlukan perdebatan yang panjang; Kedua, Berfikir sebagai salah


satu anggota Perwira TNI yang harus berfikir jauh kedepan guna
memberikan bahan pertimbangan pemikiran bagi Panglima TNI dan
keputusan politik di tataran Legislatif; Ketiga, Hasil pemikiran ini murni ide
pribadi dengan tidak ada tekanan atau kepentingan apapun dan semua ide
pemikiran berangkat dari niat “semangat pengabdian pada NKRI”32. Saran
pemikiran tentang Struktur Organisasi TNI kedepan sangat dimungkinkan
tidak sesuai atau tidak sinkron dengan produk peraturan saat ini. Untuk itu
diperlukan kesepadanan pemikiran komprehensif guna penyesuaian
dengan dasar argumen bahwa perubahan struktur organisasi di instansi
manapun harus memenuhi dari tuntutan organisasinya itu sendiri, agar
tidak kedodoran atau terlambat dalam mengantisipasinya. Saran pemikiran
guna meningkatkan profesionalitas TNI dan kelancaran dukungan anggaran
dan memperpendek jalur birokrasi anggaran dan untuk mencegah bocornya
anggaran di tengah jalan, Akan tetapi mekanisme penggunaan anggaran
tetap dalam koridor pengawasan yang ketat dan sanksi hukum yang berat
bagi personel yang melakukan tindak pidana korupsi serta Reformasi
Birokrasi Kelembagaan adalah seperti gambar berikut ini :

32 Ada beerapa alasan mengapa saran pemikiran Reformasi Birokrasi TNI melibatkan pihak
Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan Publik untuk secara bersama-sama sharring pemikiran
yang tebaik, karena TNI adalah aset Nasional yang harus dioptimalkan kelembagaannya.
Upaya pembaharuan sangat penting karena adanya perubahan lingkungan strategis,
kenyataannya sangat sedikit sekali pihak Eksekutif yang memiliki kekuasaan untuk merubah
sistem pemerintahan dan struktur organisasi institusi Pemerintah, sementara itu sedikit
politisi yang memiliki pengetahuan atau keakraban yang diperlukan untuk mengubah
organisasi. Untuk itu diperlukan dukungan publik agar dikemudian hari bila terjadi
perubahan politik kebangsaan dan perubahan keputusan politik tidak akan berdampak pada
pemikiran Reformasi Birokrasi TNI yang sudah difikirkan secara matang sebelumnya oleh
berbagai pihak komponen Bangsa. David Osborne dan Peter Plas Trik, “Memangkas
Birokrasi”, (Jakarta, Penerbit : PPM, 2000), Hal. 59.
Bersama Rakyat TNI Kuat 49

Gambar 13
PEMIKIRAN PERTAMA

PRESIDEN

DEPARTEMEN DEWAN PERTAHANAN


PERTAHANAN NASIONAL
UU NOMOR 3 TH. 2002 UU NOMOR 3 TH. 2002

PANGLIMA GABUNGAN

MENTERI MENTERI MENTERI


PANGLIMA PANGLIMA PANGLIMA
ANGKATAN DARAT ANGKATAN LAUT ANGKATAN UDARA

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Sondang P. Siagian, “Manajemen Sumber Daya Manusia”,
(Jakarta, Penerbit : Bumi Aksara, 2008).
2. A. Diswan, “Manajemen Sistem Perencanaan dan Anggaran
Pembangunan Pertahanan Negara”, (Jakarta, Penerbit :
Salima, 2013).
3. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Noto Susanto,
“Sejarah Nasional Indonesia - VI”, (Jakarta, Penerbit : Balai
Pustaka, 1992).

Keterangan Gambar 13 :
Dasar analisis yang dibangun pada Gambar 13 Pemikiran Pertama
adalah optimalisasi prosedur anggaran, semua jenis anggaran terpusat pada
UO atau Unit organisasi masing-masing angkatan tanpa melalui jalur
birokrasi lainnya, dengan demikian kemandirian angkatan dalam mengelola
anggaran akan sangat kuat dan mandiri, akan tetapi dari sisi lemahnya
adalah ketika terjadi sinkronisasi kegiatan yang terintegrasi masing-masing
50 Bersama Rakyat TNI Kuat

angkatan, karena ego masing-masing angkatan sangat kuat, akan tetapi


dampak negatif ini dapat diatasi apabila; Pertama, Adanya perangkat lunak
atau aturan yang jelas pada tingkat kerjasama angkatan; Kedua, Adanya
program koordinasi yang terus menerus antar angkatan; Ketiga, Adanya
saling pengertian antar angkatan yang mengakar tidak hanya pada level
Pimpinan, tetapi sampai pada level Perwira, Bintara dan Prajurit pangkat
terendah sekalipun*).

Sisi positif dari Struktur Organisasi TNI pada pemikiran Pertama yaitu;
Pertama, Tingkat profesionalitas Prajurit masing-masing angkatan akan
cepat berkembang dengan didukung oleh organizational culture angkatan
yang menonjol; Kedua, Efektifitas anggaran akan tercapai dengan baik serta
optimalisasi fungsi kontrol anggaran. Jalur distribusi anggaran akan
terdeploi dengan baik karena adanya pemangkasan distribusi; Ketiga,
Masing-masing angkatan mempunyai kemandirian anggaran akan tetapi
bila dilihat dari sisi negatif akan timbul ego angkatan dan diperlukan
kesepahaman yang agak berat untuk menyatukan Visi dn Misi, terutama
bila tugas OMP dan OMSP datang dengan tiba-tiba33.
Argumen yang dibangun pada ide Gambar 13 Pemikiran Pertama
adalah “Optimalisasi Peran dan Fungsi Angkatan”. Akan tetapi apapun ide
tersebut hanyalah sebuah pemikiran yang “long term”, artinya sangat
dimungkinkan ide tersebut adalah khayalan tetapi dikemudian hari akan
menjadi pertimbangan dari keputusan politik.

33 Tingkat profesionalisme Militer yang banyak ditentukan oleh sikap para Perwira untuk
menjauhkan diri dari urusan politik dan berkonsentrasi pada pelatihan dan disiplin untuk
menghadapi perang. Kesetiaan Militer pada kontrol sipil ditegaskan kembali dan diuraikan
pada “The Art of Modern Warfare”. Demikian dikatakan oleh Samuel P. Huntington dalam
bukunya yang berjudul “Prajurit dan Negara”, (Jakarta, Penerbit : Grasindo, 2003), Hal. 125.
Bersama Rakyat TNI Kuat 51

Gambar 14
PEMIKIRAN KEDUA

PRESIDEN

DEPARTEMEN DEWAN PERTAHANAN


PERTAHANAN NASIONAL

PANGLIMA TNI

WAKIL PANGLIMA TNI

OMP OMSP

KEPALA STAF ANGKATAN DARAT


KEPALA STAF ANGKATAN LAUT
KEPALA STAF ANGKATAN UDARA

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan
UU RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
2. Bambang Istiyanto, “Demokrasi Birokrasi”, (Jakarta, Penerbit :
Mitra Wacana Media, 2011).
3. David Osborn dan Peter Plastrik, “Memangkas Birokrasi”,
(Jakarta, Penerbit : PPM, 2000).

Keterangan Gambar 14 :
Orientasi Tugas Panglima TNI dengan work load atau beban kerja
yang tinggi sudah dimungkinkan dengan adanya Struktur Organisasi baru,
yaitu Wakil Panglima TNI Bidang tugas OMP dan OMSP. Dengan demikian
akan terjadi optimalisasi sesuai pelaksanaan Tugas Pokok TNI. Porsi Tugas
TNI saat ini apabila secara sekilas masih menitik beratkan Tugas OMP,
sedangkan untuk Tugas OMSP belum terdukung secara utuh aturan
52 Bersama Rakyat TNI Kuat

Perundang-undangannya mulai pada tataran Doktrin Nirmiliter, Juklak,


Juknis dan Protap serta belum adanya standar aturan tentang
“Kesejahteraan Prajurit” sebagaimana tercantum dalam UU RI Nomor 34
Tahun 2004*).

Dasar pemikiran yang dibangun pada Gambar 14 adalah; Pertama,


Hingga saat ini Panglima TNI tidak mempunyai Wakil Panglima, sedangkan
stiap Kepala Staf mempunyai Wakil Kepala Staf; Kedua, Tugas Panglima TNI
jauh lebih kompleks dan lebih luas bila dibandingkan dengan Kepala Staf
Angkatan, sehingga menjadi sangat wajar apabila struktur jabatan TNI
ditambahkan dengan jabatan Wakil Panglima TNI; Ketiga, Tugas Pokok TNI
menurut Undang-Undang adalah OMP dan OMSP, sehingga untuk lebih
fokus dan optimalisasi organisasi dibentuklah “Wakil Panglima TNI”, akan
tetapi apapun itu hasilnya, ini sebatas pemikiran untuk sebagai bahan
pertimbangan pengambil keputusan pada tataran Legislatif. Keberadaan
Wakil Panglima TNI dimaksudkan untuk memantabkan pencapaian Tugas
TNI untuk menjaga Ketahanan Nasional34.
Optimalisasi fungsi Panglima TNI sebagai perwujudan Reformasi
Birokrasi akan dapat mengoptimalkan kinerja TNI dan membantu Tugas
Panglima TNI. Work load atau beban kerja Panglima TNI sangat dibatasi
oleh waktu, sehingga sangat mutlak diperlukan seorang Wakil Panglima dan
pada sisi yang berbeda, keberadaan Wakil Panglima TNI merupakan proses
pengkaderan dan transfer knowledge. Dengan demikian fungsi baru jabatan

34 Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis Bangsa Indonesia, artinya Ketahanan


Nasional bukan sesuatu yang baku dan kaku, tetapi bersesuaian dengan lingkungan strategis
dan tuntutan masyarakat. Lebih jauh dari itu, Ketahanan Nasional harus mampu mengatasi
segala hambatan dan gangguan yang mengancam stabilitas Nasional, baik yang bersumber
dari dalam Negeri maupun dari luar Negeri. Budi Santoso Suryo Sumarto, “Ketahanan
Nasional Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, 2001), Hal. 112.
Bersama Rakyat TNI Kuat 53

Wakil Panglima TNI mempunyai fungsi ganda; Pertama, Berfungsi untuk


efektifitas organisasi dalam rangka optimalisasi pencapaian tugas dan
sasaran, serta program organisasi yang telah ditetapkan; Kedua, Sebagai
sarana alih generasi, dengan demikian keberadaan kolom jabatan Wakil
Panglima TNI bila dilihat dari sudut pandang analisis komprehensif
akademis mutlak diperlukan. Akan tetapi berkaitan dengan jumlah kolom
jabatan Wakil Panglima TNI sangat fleksibel, artinya sangat tergantung
dengan beban kerja dan kecepatan kerja organisasi.
Gambar 15
PEMIKIRAN KETIGA

PRESIDEN

DEPARTEMEN DEWAN PERTAHANAN


PERTAHANAN NASIONAL

PANGLIMA TNI

KEPALA STAF KEPALA STAF KEPALA STAF


ANGKATAN ANGKATAN ANGKATAN
DARAT LAUT UDARA

ASISTEN ASISTEN ASISTEN ASISTEN


OMP OMSP UMUM KESEJAHTERAAN
PRAJURIT

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
54 Bersama Rakyat TNI Kuat

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan
UU RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
2. “Pertahanan Semesta dan Wajib Militer”, Editor : Beni Sukadis
dan Eric Hendra (Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008).
3. Burhanuddin Abdullah, “Jalan Meuju Stabilitas”, (Jakarta,
Penerbit : LP3ES, 2006).

Keterangan Gambar 15 :
Analisis pemikiran terhadap gambar 15 ini dibangun atas dasar
argumen yang telah dinyatakan dalam UU RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang
TNI pada Bab 2 Pasal 2 tentang Jati Diri pada huruf “d” mengatakan bahwa
pada hakekatnya yang dikatakan Tentara Profesional yaitu kondisi
keterampilan dan kemampuan tempur terlatih dengan baik, melalui proses
pendidikan yang terukur diperlengkapi atau dipersenjatai atau kelengkapan
Alutsista yang memadai dan mencukupi sesuai kualitas dan kuantitas yang
diperlukan. Tidak berpolitik praktis artinya Tentara harus bersikap netral
dalam dunia politik, tidak berbisnis dan dijamin kesejahteraannya. Dan di
dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 25
mengatakan bahwa semua dana pembiayaan sebagai akibat dari aktifitas
pertahanan Negara yang ditujukan untuk membangun, memelihara,
mengembangkan dan menggunakan TNI dan komponen pertahanan lainnya
dibiayai oleh APBN. Dengan demikian ada dua kata kunci, yaitu; Pertama,
Prajurit dijamin kesejahteraannya; Kedua, Penggunaan TNI dibiayai oleh
APBN. Kondisi legislasi atau perangkat perundangan ini akan menjadi
pertanyaan besar bila dihadapkan dengan kondisi nyata Prajurit TNI secara
perorangan dan kesiapan Alutsista TNI secara kelembagaan*).

Dasar pemikiran tentang adanya jabatan “Asisten Kesejahteraan


Prajurit” adalah sebagai berikut ; Pertama, Secara umum dalam Dunia
Internasional bahwa besaran gaji atau standar pengupahan itu berbanding
lurus dengan kinerja yang bersangkutan, output atau hasil kerja yang
terukur dan tingkat resiko yang sangat mungkin terjadi dari profesi kerja
tersebut. Dampak dari pengukuran secara kuantitatif sangat berpengaruh
terhadap upah Prajurit yang profesional adalah Prajurit yang memperoleh
Bersama Rakyat TNI Kuat 55

standar upah sesuai dengan kebutuhannya. Dasar argumen ini bukan


diartikan bahwa Prajurit harus kaya atau lebih mapan secara ekonomi
terhadap profesi lain. Akan tetapi kehidupan Prajurit terpenuhi pada batas
kewajaran. Misalnya kebutuhan hidup sehari-hari terpenuhi, perumahan
layak huni, kesehatan dan akses berobat yang tersedia dan lebih penting
lagi adalah prospektif bagi pendidikan putra-putri Prajurit, utamanya bila
orang tuanya gugur di medan penugasan.
Semua masyarakat Dunia pasti memahami bahwa bila dilihat dari
skala resiko kematian dalam tugas dan tuntutan profesionalitas adalah
profesi Prajurit. Karena Prajurit identik dengan senjata bahkan dalam
kondisi tugas OMP. Kondisi yang mungkin terjadi ada dua, yaitu “kill or to be
kill” atau membunuh atau dibunuh. Dengan demikian secara obyektif
akademis dan berdasarkan analisis empiris, maka tingkat resiko profesi
yang cukup besar adalah profesi Militer. Dengan demikian kesadaran akan
pentingnya keberadaan satu institusi yang membidangi bidang
kesejahteraan Prajurit TNI menjadi sangat vital, karena motivasi Prajurit
akan hancur apabila kondisi garis belakang rumah tangganya yaitu anak dan
istrinya tidak terjamin kehidupannya, meskipun gugur di medan tugas
bukan merupakan pilihan.
Penataan Struktur Organisasi TNI sebagai bagian dari Reformasi
Birokrasi merupakan bagian dari proses perkembangan sistem sosial,
karena segenap para Perwira TNI dan seluruh Prajurit TNI menyadari bahwa
dirinya berasal dari Rakyat, berjuang bersama Rakyat untuk membela
kepentingan Rakyat dan apabila usia pensiun datang akan kembali pada
Rakyat. Untuk itu pemahaman sistem sosial dan proses interaksinya serta
56 Bersama Rakyat TNI Kuat

akumulasi nilai dan budayanya harus difahami menjadi satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dalam mengukur dan mengimplementasikan Reformasi
Birokrasi35.
Paradigma berfikir terhadap motto “Bersama Rakyat TNI Kuat”
adalah hubungan sebab akibat yang meliputi dua variabel, yaitu “Bersama
Rakyat” sebagai variabel “x” dan “TNI Kuat” sebagai variabel “y”. Kalau
dalam asumsi riset bahwa terdapat korelasi yang kuat antara variabel “x”
dan variabel “y”, maka akan menjadi nilai kemutlakkan atau syarat mutlak
bahwa kondisi akibat atau “y” akan terjadi apabila kondisi sebab atau
variabel “x” berjalan dengan baik. Akan tetapi bila kedua faktor tersebut
didudukkan secara sejajar tanpa menggunakan analisis korelasi sebab
akibat, yaitu variabel “x” dan “y”, maka titik temu keduanya bertumpu pada
satu kata, yaitu “Kesejahteraan”. Argumen tersebut disandarkan pada
analisis empiris, yaitu profesi apapun masyarakat tidak akan lepas dari cita-
cita keluarga yang sejahtera. Demikian juga kondisi psikis Prajurit berdinas
dimanapun wilayahnya dan dalam kondisi apapun, yaitu saat perang dan

35 Kerangka dasar untuk mengelaborasi sistem sosial yang berkembang di masyarakat


yaitu; Pertama, Pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma serta dasar etika yang
difahami dan dipegang teguh oleh masyarakat; Kedua, Sistem sosial harus terstruktur atau
ditata sedemikian rupa sehingga terdapat harmonisasi hubungan antar sistem pada
kelompok masyarakat tertentu; Ketiga, Agar sistem berjalan dengan baik dan mempunyai
umur panjang atau long term, maka sistem sosial tersebut harus mendapat dukungan secara
penuh dari sistem lainnya terutama Publik; Keempat, Sistem yang dibangun tersebut harus
memenuhi kebutuhan semua stake holder dan proporsi yang seimbang, serasi dan selaras;
Kelima, Daya tarik sistem yang dibangun tersebut mendorong terciptanya partisipasi aktif
dari semua elemen yang terlibat langsung maupun tidak langsung pada sistem tersebut;
Keenam, Kecenderungan akan timbulnya gangguan, ancaman dan hambatan yang mungkin
akan timbul harus mampu ditiadakan atau dinetralisir; Ketujuh, kepiawaian dalam
mengendalikan manajemen konflik dan selalu berupaya untuk meminimize adanya korban,
bahkan lebih jauh dari itu harus mampu menggunakan cara-cara persuasif; Kedelapan,
kesepakatan akan adanya metode pendekatan yang sama. George Ritzer - Douglas J.
Goodman, “Teori Sosiologi Modern”, (Jakarta, Penerbit : Prenada Media, 2005), Hal. 125.
Bersama Rakyat TNI Kuat 57

damai, seorang Prajurit selalu berharap kehidupan keluarga yang sejahtera.


Karena dibelakang mental tempur dan motivasi kerja Prajurit terdapat istri
dan anak yang memerlukan kehidupan yang layak. Dengan demikian
institusi setingkat Asisten menjadi sesuatu yang wajar dan normal adanya
dalam tatanan kehidupan masyarakat kontemporer.
Secara proporsional analisis terhadap tingkat profesional Prajurit dan
semangat kerja serta motivasinya dalam tugas, dapat dielaborasi dengan
tiga pendekatan; Pertama, Pendekatan partnership yang menggunakan
metode persuasif, kekeluargaan dan persahabatan antar anggota kelompok
Prajurit TNI, utamanya pendekatan para Perwira dan Komandan Satuan
kepada semua Prajurit. Sehingga tercipta kondisi kekompakkan Satuan
dalam satu Visi, Misi dan pemahaman jiwa Korsa Prajurit yang militan;
Kedua, Pendekatan kinerja dan prestasi kerja atau analisis tingkat
pencapaian sasaran tugas dan latihan yang dapat dicapai oleh Prajurit
secara perorangan dan tingkat pencapaian secara team Satuan. Pada aspek
pendekatan kinerja ini harus jelas “reward and punishment”-nya atau
analisis sangsi dan kompensasi. Pada tataran ini secara kuantitatif kinerja
perorangan Prajurit dan team Satuan dapat diukur dengan angka-angka
atau prosentase (%) sehingga dikemudian hari dapat dilakukan komparasi
prestasi, dan apabila terdapat deviasi yang tajam akan dilakukan kajian
komprehensif terhadap masalah tersebut; Ketiga, Pendekatan kebutuhan,
yaitu segenap upaya sebagaimana diamanatkan oleh UU RI Nomor 34
Tahun 2004 tentang TNI, bahwa Prajurit dilarang melakukan kegiatan bisnis
akan tetapi dijamin kesejahteraannya, pemenuhan kebutuhan Prajurit dan
58 Bersama Rakyat TNI Kuat

keluarganya secara proporsional akan dapat menjadikan dorongan motivasi


kerja Prajurit dengan tingkat resiko apapun36.
Gambar 16
PENDEKATAN KESEJAHTERAAN
REFORMASI BIROKRASI TNI

LEGISLATIF KESEJAHTERAAN
KEPUTUSAN POLITIK PRAJURIT

REFORMASI BERSAMA
PENDEKATAN
BIROKRASI RAKYAT
KESEJAHTERAAN
TNI TNI KUAT

EKSEKUTIF KESEJAHTERAAN
KEBIJAKAN PUBLIK RAKYAT

36 Secara umum tingkat kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi lima tingkat
kebutuhan, yaitu; Pertama, Kebutuhan psikologis yang meliputi kebutuhan pokok seperti
kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya;
Kedua, Kebutuhan keamanan, yaitu aman dan terlindung dari semua ancaman dan ganguan
dari pihak manapun; Ketiga, Kebutuhan sosial yang meliputi kebutuhan berkelompok,
berorganisasi dan kegiatan sosial kemasyarakatan yang lain; Keempat, Tingkat kebutuhan
ego, yaitu kebutuhan akan harga diri serta pengakuan dari pihak lain; Kelima, Kebutuhan
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri seperti kebutuhan untuk mengembangkan potensi
diri, segala bentuk kreativitas, dan lain-lain. George R. Terry, “Prinsip-Prinsip Manajemen”,
(Jakarta, Penerbit : Bumi Aksara, 2003), Hal. 133.
Bersama Rakyat TNI Kuat 59

Sumber : Diolan dari kajian buku :


1. Bambang Waluyo Hidayat, dkk., “Suntzu Perang dan
Manajemen”, (Jakarta, Penerbit : PT. Alex Media Komputindo,
1992).
2. Wayne Person, “Public Policy”, (Jakarta, Penerbit : Prenada
Media, 2005).
3. George Ritzer - Douglas J. Goodman, “Teori Sosiologi Modern”,
(Jakarta, Penerbit : Prenada Media, 2005).

Keterangan Gambar 16 :
Pemikiran logis yang dapat diterima oleh semua pihak guna
memadukan konsep Bersama Rakyat TNI Kuat dengan konsep
Kesejahteraan. Tumpuan pendekatan kesejahteraan adalah hasil akumulasi
dari dua institusi, yaitu; Pertama, Legislatif yang menghasilkan keputusan
politik dan menjadi acuan pola tindak TNI dalam melaksanakan Tugas OMP
dan OMSP; Kedua, Eksekutif dengan berbagai program pembinaan
masyarakat dalam bentuk kebijakan publik untuk kelembagaan masyarakat,
kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan sebagainya, akan tetapi apapun
bentuk keputusan politik dan kebijakan publik harus selalu berorientasi
pada standar kesejahteraan masyarakat dan kesejahteraan Prajurit, dan
pada tataran implementasinya tidak ada pihak yang dieksploitasi dan tidak
ada pihak yang dirugikan, bahkan semua pihak diuntungkan*).

“Public Interest” atau kepentingan publik bila diperlukan dengan


“Public Order” atau keterlibatan umum akan menjadi domain TNI. Sehingga
hubungan sinergitas antara Prajurit dan Rakyat harus digalang pada semua
sektor, dan perpaduan kinerja antara TNI-Rakyat menjadikan hubungan
yang mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan. Program
yang paling mungkin dilakukan oleh TNI adalah OMSP atau program khusus
yang sudah pernah berjalan, yaitu AMD (ABRI Masuk Desa) sewaktu
Jenderal M. Yusuf menjabat sebagai Panglima TNI, atau program nyata
lainnya seperti program “Manunggal TNI-Rakyat” atau program “Peduli TNI-
Rakyat”, dalam bentuk program kesehatan masyarakat, yaitu Donor Darah,
60 Bersama Rakyat TNI Kuat

pengobatan gratis, pembangunan sarana umum seperti ; jembatan, jalan


raya, sarana ibadah, renovasi dan kebersihan. Yang penting bukan hanya
pelaksanaan programnya, tetapi lebih jauh dari itu terjalin kerjasama atau
Komunikasi Sosial antara Prajurit TNI dan Rakyat. Kedekatan antara
keduanya akan menghilangkan sikap arogansi Prajurit terhadap Rakyat dan
sikap resistensi Rakyat terhadap Prajurit37.
Reformasi Birokrasi TNI harus diletakkan pada dasar berfikir bahwa;
Pertama, Wahana pengabdian sudah berubah sedemikian rupa, cara
berfikir masyarakat juga sudah berubah, sehingga tuntutan tugas juga
berubah meskipun secara garis besarnya tetap, yaitu OMP dan OMSP, tapi
jenis pendekatannya berubah; Kedua, Reformasi Birokrasi harus
berpedoman pada efektif, efisien,artinya sasaran tugas dapat tercapai
dengan baik dengan kebutuhan biaya atau pengorbanan yang proporsional;
Ketiga, Pendekatan yang paling memungkinkan dan paling logis antara
kepentingan Rakyat dan TNI adalah pendekatan kesejahteraan; Keempat,
TNI secara kelembagaan harus dilibatkan baik langsung maupun tidak
langsung pada setiap proses penentuan keputusan politik atau kebijakan
publik. Hal ini dimaksudkan bukan untuk membuka ruang TNI untuk turut

37 Ide dasar munculnya kebijakan publik yaitu adanya anggapan bahwa ada suatu ruang
atau domain dalam kehidupan yang bukan wilayah pribadi atau private atau murni milik
individual, tetapi merupakan milik bersama atau “Public Goods”. Publik itu sendiri
merupakan aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan di-intervensi oleh
Pemerintah atau diatur oleh pranata sosial, atau setidaknya tindakan bersama. Menurut
sebagian para ahli ekonomi politik bahwa cara memecahkan ketegangan atau konflik
kepentingan publik dan private adalah dengan gagasan pasar atau market. Pada kondisi
pasca perang, gagasan untuk pengambil kebijakan didasarkan pada argumen bahwa peran
Negara adalah mengelola atau “to manage” ruang publik dengan segala macam
problematikanya untuk menangani aspek kehidupan sosial dan ekonomi yang tidak lagi
mampu ditangani oleh kekuatan pasar. Demikian dikatakan oleh Wayne Person, “Public
Policy”, (Jakarta, Penerbit : Prenada, 2005), Hal. 3-6.
Bersama Rakyat TNI Kuat 61

campur, tetapi untuk membuka ruang berfikir dan ruang pemahaman


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

G. EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI ORGANISASI.


Secara umum didirikannya organisasi adalah sebagai alat yang efektif
untuk mencapai tujuan dan untuk membina komunikasi dengan pihak lain
dalam urusan tertentu38.
Organisasi Militer dibentuk atas dasar kesadaran bahwa Tentara
Nasional mempunyai jati diri sebagai Tentara Rakyat Bersenjata yang
berjuang melawan penjajah untuk merebut dan mempertahankan
Kemerdekaan pada perang Kemerdekaan Tahun 1945-1949. Adapun
kelompok Rakyat yang melatar belakangi terbentuknya TNI adalah bekas
Prajurit Hindia Belanda dan Jepang, yaitu antara lain; Heiho, Kaigun-Heiho
dan PETA. Akan tetapi ada juga yang berasal dari kelompok Rakyat, yaitu;
Barisan Pemuda, Hisbullah, Sabilillah dan Pelopor serta Tentara Pelajar yang
tersebar di daerah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa organisasi
TNI bila dilihat dari sudut pandang sejarahnya adalah organisasi yang
terlahir dari pergerakan Rakyat dengan satu tujuan merebut dan
mempertahankan Kemerdekaan.
Pemahaman terhadap jati diri TNI dengan dihadapkan pada tuntutan
Tugas serta perkembangan lingkungan strategis yang berubah secara cepat

38 Em Zul Fajri dan Ratu Aprillia Senja, “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia”, (Jakarta,
Penerbit : Difa Publisher), menyebutkan bahwa pengertian organisasi adalah kesatuan yang
terbentuk karena penggabungan dari beberapa orang dalam satu perkumpulan yang
mempunyai tujuan tertentu atau kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Sedangkan organisasi profesi yang termasuk didalamnya adalah TNI, yaitu organisasi yang
dibentuk oleh orang-orang yang memiliki profesi yang sama.
62 Bersama Rakyat TNI Kuat

sebagai dampak dari Era Globalisasi dan kemajuan teknologi yang termasuk
teknologi Alutsista, maka organisasi TNI dewasa ini dituntut suatu bentuk
dan wadah organisasi yang efektif, efisien serta mempunyai kemampuan
yang profesional guna melindungi Bangsa Indonesia dengan segala bentuk
ancaman dan gangguan yang bersumber dari dalam Negeri maupun dari
luar Negeri.
Efektifitas organisasi TNI disusun berdasarkan hierarki dan rantai
komando organisasi yang disusun secara dua tingkat, yaitu Markas Besar
TNI dan Markas Besar Angkatan. Bentuk organisasi yang demikian itu secara
akademis sering disebut dengan “Struktur Organisasi Lini” atau disebut juga
“Military Organization”. Adapun ciri-ciri atau ke-khas-an organisasi ini
adalah;
Pertama, Bentuk struktur organisasinya piramid atau mengerucut ke
atas dengan satu pucuk pimpinan, rantai Komando atau instruksi menyebar
dari atas turun ke bawah ke seluruh bidang tugasnya masing-masing.
Pelimpahan hak dan kewajiban serta tugas-tugas kedinasan bersifat
perintah, sehingga tanggung jawab untuk pencapaian Visi dan Misi mutlak
menjadi tanggung jawab Pimpinan. Karena UO atau Unit Organisasi yang
ada pada jajaran paling bawah hanya pelaksana perintah dan instruksi dari
Pimpinan atau Komando atas. Organisasi Lini adalah bentuk khusus Struktur
Komando karena adanya tuntutan Tugas Militer dalam perang. Sangat tidak
mungkin apabila diskusi panjang dilakukan di medan perang dan operasi
tempur sedang berlangsung pada saat perang yang ada hanyalah “perintah”
dan “laksanakan”.
Bersama Rakyat TNI Kuat 63

Gambar 17
MILITARY ORGANIZATION

UNSUR PIMPINAN

UNSUR PEMBANTU PIMPINAN

UNSUR PELAYANAN

UNSUR BALAKPUS

UNSUR KOTAMA BIN

UNSUR SATKER

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi TNI.
2. Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/28/V/2010 tanggal 20
April 2010 tentang Struktur Organisasi, Susunan Jabatan dan
Kepangkatan di Lingkungan TNI.
3. Hadari Nawawi dan Martini Hadari, “Administrasi Personel
untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja”, (Jakarta, Penerbit :
CV. Haji Masagung, 1990).

Keterangan Gambar 17 :
Analisis terhadap Military Organization pada Gambar 17
menunjukkan ke-khasan akan jalur komando dan jalur birokrasi Tugas dan
Tanggung Jawab yang terpusat mengerucut pada satu titik unsur Pimpinan.
Akan tetapi pada sudut pandang yang berbeda terdapat cela stagnasi rotasi
64 Bersama Rakyat TNI Kuat

perputaran atau promosi ke jenjang paling atas dikarenakan dua sebab;


Pertama, Usia pensiun Perwira adalah sama, yaitu 58 Tahun; Kedua, Pola
pengadaan atau rekuitmen Prajurit dengan jumlah masukkan rata-rata
sama setiap tahunnya. Dengan demikian pada struktur jabatan tertentu
akan terjadi menumpukkan personel, karena struktur jabatan yang semakin
mengerucut, sementara itu jumlah personel tetap. Kajian yang obyektif
seharusnya adalah dengan berkurangnya kolom jabatan pada struktur
organisasi harus diikuti dengan tingkat selektifitas usia pensiun, sehingga
terjadi keseimbangan antar struktur kolom jabatan dengan
pengawakkannya. Untuk itu hal yang paling dimungkinkan untuk kebijakan
organisasi adalah membuka kran peluang usia pensiun (APS atau Atas
Permintaan sendiri) atau dipaksakan untuk pensiun pada personel tertentu
atas kebijakan organisasi. Usia pensiun Perwira dibagi menjadi tiga, yaitu
pada usia 38 Tahun, 48 Tahun dan 58 Tahun. Dengan demikian secara
otomatis akan terjadi selektifitas jenjang karier Perwira.*)

Kedua, Bentuk Organisasi Lini cenderung untuk kaku atau kurang


terbukanya komunikasi dua arah antara unsur Pimpinan dan Bawahan.
Terkadang dalam kondisi tertentu, struktur Organisasi Lini tidak membuka
ruang inovasi dan kreasi dari unsur bawahan, karena semua budaya
organisasi dibangun atas dasar perintah Pimpinan.
Ketiga, Kelemahan mutlak struktur Organisasi Lini adalah ketika pada
periode tertentu, Pimpinan pucuk organisasi dijabat oleh figur yang kurang
memahami penuh budaya organisasi, karakter bawahan dan korelasi
organisasi dengan pihak lain serta tradisi yang telah dibangun para
pendahulunya atau senior-seniornya, maka secara keseluruhan organisasi
akan terkena dampak negatifnya. Demikian juga sebaliknya bila unsur
Pimpinan pucuk di organisasi dijabat oleh figur yang kapabel dan
mempunyai integritas kepribadian yang baik, maka seluruh organisasi mulai
dari tingkat paling bawah akan tercerahkan atau semacam mendapat
anugerah yang besar dari Tuhan karena memperoleh figur Pimpinan yang
Bersama Rakyat TNI Kuat 65

kompeten. Dengan demikian sistem rekuitmen atau pengadaan personel


organisasi dan selektifitas jenjang karier dan kepangkatan menjadi sangat
urgen sekali.
Keempat, Aplikasi kewenangan organisasi yang dilimpahkan secara
berjenjang ke bawah adalah dalam bentuk perintah yang harus
dilaksanakan kemudian secara garis Komando diturunkan sampai pada UO
atau Unit Organisasi yang paling bawah, dan pertanggung jawaban
pelaksanaan perintah disampaikan menurut garis lurus atau “lini”, demikian
juga sebaliknya, untuk jalur-jalur administrasi Komando. Apabila dikaji
secara mendalam, bentuk struktur jabatan lini ini mempunyai keunggulan
positif, yaitu menyatunya budaya organisasi secara kuat, rasa espri decorp
terjadi dengan baik, tetapi dari sisi negatif timbul sumbatan-sumbatan
organisasi yaitu terdapat ruang sempit pada kreatifitas personel dan
kekakuan komunikasi antar tingkatan pangkat dan jabatan.
Kelima, Analisis “centre of grafity” Organisasi Lini atau Struktur
Organisasi Komando pada Militer di Negara manapun di Dunia selalu
menekankan pada pencapaian tujuan atau efektifitas organisasi dengan
cara apapun, terutama sekali pada saat tugas perang. Karena dasar
argumen yang dibangun adalah perang harus dimenangkan dengan cara
apapun dan dengan modal berapapun serta dengan jenis Alutsista semahal
apapun, karena perang adalah perang, yang mempunyai bahasa dan kultur
tersendiri. Kondisi ini yang sering menyebabkan terjadinya “Efektifitas
Mengalahkan Efisiensi” dalam tinjauan empiris perang yang dilakukan oleh
Negara manapun dan pada saat kapanpun, mulai dari zaman dahulu kala
sampai pada zaman sekarang perang akan merugikan secara materi dan
66 Bersama Rakyat TNI Kuat

korban Prajurit yang gugur dalam tugas pada kedua belah pihak, baik yang
menang perang sekalipun, apalagi yang kalah dalam perang. Berangkat dari
kesadaran inilah maka Negara-Negara Internasional lebih memilih jalur
Diplomatik daripada jalur Konfrontasi atau Perang.
Keenam, Sebagai tindak lanjut Reformasi Birokrasi pada Struktur
Organisasi TNI dengan dasar analisis efektif dan efisien, maka struktur
organisasi dan hubungan kerja yang optimal adalah dalam bentuk
Organisasi “Lini dan Staf”, yaitu pada organisasi satuan tempur
menggunakan bentuk Organisasi Lini atau seperti piramid yang berjenjang
kebawah dan mengerucut keatas sampai pada pucuk Pimpinan Panglima
atau Komandan, sedangkan unsur Staf Pimpinan Fungsional yang dipimpin
oleh seorang yang ahli di bidangnya dan diposisikan setingkat dibawah
pucuk Pimpinan. Fungsi Staf Pimpinan adalah membantu pucuk Pimpinan
dalam bidang keahliannya masing-masing. Bentuk Struktur Organisasi Staf
yang paling ideal adalah “Flat Organization” atau struktur organisasi yang
mendatar. Dengan demikian harus dibedakan secara nyata dan tegas antara
organisasi tempur dan organisasi staf. Sehingga sangat mungkin untuk
dikurangi jumlah personel pejabat staf, bahkan ada fungsi-fungsi staf
tertentu yang ditarik di tingkat Pusat dalam pembinaannya untuk
memangkas birokrasi dan efesiensi penggunaan personel. Demikian juga
staf bidang keuangan, terutama pembayaran gaji bulanan Prajurit dapat
dilakukan melalui mekanisme perbankan. Sehingga dapat dilakukan
pengurangan jumlah personel yang cukup besar untuk efisiensi organisasi.
Bersama Rakyat TNI Kuat 67

Gambar 18
STRUKTUR ORGANISASI STAF
(FLAT ORGANIZATION)

UNSUR
STAF PIMPINAN

KEPALA KEPALA KEPALA KEPALA


BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN

KASUB BAG
1 1 1 1
UMUM

KASUB BAG
2 2 2 2
ADMINISTRASI

KASUB BAG
3 3 3 3
KHUSUS

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Hadari Nawawi dan Martini Hadari, “Administrasi Personel”,
(Jakarta, Penerbit : CV. Haji Masagung, 1990).
2. Prasetyo Irawan, dkk., “Manajemen Sumber Daya Manusia”,
(Jakarta, Penerbit : STIA LAN PRESS, 2000).
3. David Osborne dan Peter Plastrik, “Memangkas Birokrasi”,
(Jakarta, Penerbit : PPM, 2001).

Keterangan Gambar 18 :
Operasional Staf Pimpinan dapat dilakukan dengan pola “Flat
Organization” bukan dengan pola “Lini Organization”, sehingga dapat
dilakukan penghematan penggunaan personel. Sebagai contoh: Staf
pimpinan organisasi tertentu berpangkat Kolonel dengan dibantu empat
68 Bersama Rakyat TNI Kuat

orang Kepala Bagian berpangkat Kapten dan untuk jabatan Kasub Bag dapat
dijabat oleh Bintara Tinggi. Dengan demikian efisiensi organisasi dapat
tercapai dengan baik. Pada analisis sudut yang berbeda, juga menjadi
catatan penting bagi budaya organisasi bahwa personel atau pejabat yang
bertugas di jalur Komando atau tempur pada Struktur “Lini Organization”
tidak diperbolehkan menyeberang ke jalur “Flat Organization”. Dengan
demikian tingkat profesionalitas Prajurit terjaga serta motivasi kerja Prajurit
secara tidak langsung akan tumbuh dengan baik, karena jalur profesi
jabatan antara personel tempur dan personel Staf mempunyai tempatnya
masing-masing. Artinya personel unsur tempur mempunyai jalur promosi
pada “Lini Organization” dan personel Staf mempunyai jalurnya sendiri,
yaitu “Flat Organization” terkecuali pada jabatan-jabatan tertentu atas
kepentingan organisasi dan kebijakan Pimpinan*).

H. ORGANIZATION CULTURE.
Pada hakekatnya organisasi Militer di Dunia di design untuk perang
atau memenangkan pertempuran, kemudian berkembang untuk membantu
tugas-tugas Negara yang lain, karena perang adalah bukan pilihan yang
terbaik untuk menyelesaikan masalah di dalam Negeri maupun luar Negeri,
jalur diplomasi dan pendekatan secara persuasif menjadi pilihan yang
terbaik untuk mencari penyelesaian masalah kenegaraan. Sehingga ada
slogan bahwa untuk saat ini “Perang sudah tidak populer lagi”.
Pendekatan budaya organisasi atau Organization Culture guna
mengoptimalkan Peran dan Fungsi TNI dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, terutama bila dikaitkan dengan motto “Bersama Rakyat TNI
Kuat”, maka dapat dilakukan analisis pembedahan obyek sebagai berikut;
Pertama, budaya “Good Governance” atau pengelolaan organisasi dengan
benar dan baik yang dalam terminologi Jawa dikatakan “Bener Lan Pener”,
Bersama Rakyat TNI Kuat 69

artinya semua pengelolaan organisasi dan aktivitas organisasi dilakukan


dengan cara-cara yang baik serta dengan tujuan yang baik pula39.
Penyimpangan penggunaan anggaran dan kecurangan dalam
pembelanjaan barang serta ketidaksesuaian antara spek kontrak pengadaan
barang bahkan dimungkinkan terjadinya penggelapan anggaran atau
penurunan kualitas barang menjadi sangat mungkin terjadi apabila personel
yang terlibat langsung maupun tidak langsung pada penggunaan anggaran
tersebut mempunyai niat tidak baik, apalagi bila fungsi kontrol organisasi
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Untuk itu setiap UO atau Unit
Organisasi melakukan pembinaan personel dengan pendekatan mental
keagamaan melalui sarana ibadah dengan harapan akan timbul semangat
kejujuran dan kesadaran untuk fokus pada kepentingan organisasi, bukan
fokus kepada kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri. Akan tetapi
terlepas dari faktor-faktor penyebab penyimpangan anggaran, fungsi
kontrol Komando Satuan dan keteladanan sikap, laku dan ucap Pimpinan
akan menjadi acuan dan teladan bagi bawahan. Dengan demikian unsur
kepemimpinan menjadi modal utama dalam membangun Good Governance
di setiap tingkatan organisasi40.

39 Pengelolaan organisasi dengan benar dan baik atau Good Governance akan dengan
sendirinya dapat menghilangkan budaya KKN atau Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Tekad
kuat membangun budaya organisasi yang baik harus dimulai dari unsur Pimpinan, kemudian
menyebar ke seluruh personel organisasi, sehingga terbangun budaya bersih dan
berkualitas. Fungsi kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi adalah harapan
bersama, karena Pemimpin adalah sumber kesadaran arah atau “Sense of Direction” dan
sekaligus membangun kesadaran tujuan atau “Sense of Purpose”. Nurcholish Madjid,
“Indonesia Kita”, (Jakarta, Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), Hal. 117-119.
40 Istilah “Good Governance” menjadi sangat populer di Indonesia sekitar Tahun 2000-an

bertepatan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melihat kinerja Pemerintah


serta melakukan pengamatan terhadap praktek KKN atau Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Adapun unsur-unsur untuk melakukan Good Governance adalah: rule of law, transparansi,
70 Bersama Rakyat TNI Kuat

Korelasi antara implementasi konsep Good Governance dengan


motto “Bersama Rakyat TNI Kuat” adalah tercetak pada brand image
masyarakat terhadap Organisasi TNI. Apabila para personel atau Prajurit
TNI dalam menjalankan tugas bersih dari praktek penyimpangan, terutama
yang berkaitan dengan keuangan Negara yang dalam hal ini adalah
anggaran untuk pembelian dan perawatan Alutsista, maka Rakyat akan
hormat dan menaruh simpati yang dalam pada jajaran Prajurit TNI. Begitu
juga sebaliknya, apabila personel Prajurit TNI dari tingkat atas sampai
Prajurit pangkat rendah melakukan penyimpangan anggaran, maka Rakyat
menilai negatif dan akan ada sikap resistensi terhadap TNI. Sehingga motto
“Bersama Rakyat TNI Kuat” akan kehilangan makna dan artinya di hati
masyarakat.
Komitmen kuat Pimpinan TNI dalam membangun budaya organisasi
“Good Governance” akan menjadi pilar penyangga tingkat profesionalitas
Prajurit, akan tetapi analisis pada sudut pandang yang berbeda adalah
tingkat kesejahteraan Prajurit di-sepadankan antara gaji yang diterima
dengan tingkat kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan demikan secara tidak
langsung laju inflasi tidak akan berpengaruh langsung terhadap
kesejahteraan Prajurit. Berdasarkan data di lapangan bahwa Prajurit yang
penerimaan gaji bulanannya minimal akan berpotensi untuk melakukan
pelanggaran kedisiplinan. Dengan demikian tingkat pendapatan Prajurit
berbanding terbalik dengan tingkat pelanggaran.

partisipasi, akuntabilitas, responsiveness, strategy vision, efektivitas, efisiensi dan consensus


orientation. Bambang Istianto, “Demokratisasi Birokrasi”, (Jakarta, Penerbit : Mitra Wacana
Media, 2011), Hal. 49.
Bersama Rakyat TNI Kuat 71

Gambar 19
ORGANIZATION CULTURE

GOOD GOVERNANCE

BIN TRADISI 1. KEPEMIMPINAN


TNI 2. ANGGARAN ALUTSISTA
3. EFEKTIF, EFISIEN
4. RULE OF LAW

- RAKYAT
- NEGARA

ORGANIZATIONAL CULTURE

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Bambang Istianto, “Demokratisasi Birokrasi”, (Jakarta, Penerbit
: Mitra Wacana Media, 2011).
2. A.B. Susanto, dkk., “Corporate Culture”, (Jakarta, Penerbit : The
Jakarta Consulting Group, 2008).
3. Nurcholish Madjid, “Indonesia Kita”, (Jakarta, Penerbit : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2004).

Keterangan Gambar 19 :
Pembinaan tradisi TNI melalui Bintal Fungsi Komando dan pembinaan
keagamaan serta pembinaan motivasi oleh Dinas Psycology yang dilakukan
secara terus menerus dan terpadu, maka akan melahirkan Good
Governance yang didasari oleh kesadaran pelaksanaan 11 Azas
Kepemimpinan TNI, terlaksananya pembiayaan pemeliharaan dan
pengadaan Alutsista secara baik dan benar, kinerja organisasi secara efektif
72 Bersama Rakyat TNI Kuat

dan efisien serta ketaatan terhadap semua ketentuan Perundang-undangan


atau “Rule of Law” yang berlaku. Orientasi kebijakan Organisasi TNI selalu
menitik beratkan pada dasar kepentingan Rakyat secara menyeluruh dan
sekaligus menunjukkan loyalitasnya pada kepentingan Negara. Dengan
demikian secara idealis budaya Organisasi TNI atau Organization Culture
berjalan dengan baik*).

Kedua, Multi-Cultural Competency. Adalah kemampuan yang


seharusnya dimiliki setiap Komandan Satuan dan Pimpinan dalan UO atau
Unit Organisasi, kemampuan untuk dapat melihat setiap perspektif masalah
dari berbagai aspek kehidupan serta dapat melakukan analisis
komprehensif dari sudut pandang berbeda, sehingga setiap tindakan
Komandan Satuan selalu berada pada titik keseimbangan organisasi.
Kompetensi multi-cultural TNI menjadi sangat penting terutama bila
dikaitkan dengan sikap netralitas TNI dalam kehidupan politik. Dan tidak
menutup kemungkinan tuntutan sikap Prajurit dalam konflik komunal yang
berlatar belakang SARA. TNI secara kelembagaan dan Prajurit secara pribadi
sering terjebak pada permasalahan masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari, terutapa pada masalah kegiatan perekonomian masyarakat, sengketa
tanah lahan pertanian dan perkebunan, bahkan pada sengketa keluarga,
Narkoba, perampokan dan lain-lain. Analisis empiris menunjukkan bahwa
kepercayaan masyarakat terhadap individu Prajurit secara pribadi cukup
besar, sehingga dalam kenyataannya sosok Prajurit yang bertempat tinggal
di tengah-tengah masyarakat menjadi figure untuk dapat menyelesaikan
segala macam permasalahan. Dengan demikian sangat diperlukan materi
pendidikan pada kurikulum di semua jejang pendidikan Prajurit tentang
“komunikasi sosial kemasyarakatan” yang baik dan benar.
Bersama Rakyat TNI Kuat 73

Gambar 20
KOMPETENSI MULTI-CULTURAL ORGANISASI TNI

BHINNEKA TUNGGAL IKA

KOMPETENSI MULTI-CULTURAL

PRAJURIT

1. PENGETAHUAN
2. KECAKAPAN
3. MOTIVASI 1. TOLERANSI
2. EMPATI
3. KOMPLEKSITAS KOGNETIF

KEPEMIMPINAN
TNI

ING NGARSO ING MADYO TUT WURI


SUNG TULODO MBANGUN KARSO HANDAYANI

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Wirawan, “Teori Kepemimpinan”, (Jakarta, Penerbit : Uhamka
Press, 2002).
2. George R. Terry, “Prinsip-Prinsip Manajemen”, (Jakarta,
Penerbit : Bumi Aksara, 2003).
3. A.B. Susanto, “Corporate Culture”, (Jakarta, Penerbit : The
Jakarta Consulting Group, 2008).

Keterangan Gambar 20 :
Memposisikan pemikiran dan pemahaman orang lain merupakan
bagian integral dari kehidupan organisasi secara menyeluruh adalah bagian
dari kompetensi multi-cultural. Kemampuan untuk dapat menerima
74 Bersama Rakyat TNI Kuat

pemikiran pihak lain dan kemampuan untuk memposisikan diri dengan baik
di tengah-tengah tarik ulurnya kepentingan adalah cermin dari kepribadian
“Bhinneka Tunggal Ika”, artinya posisi TNI dari sudut kelembagaan dan
Prajurit dari sudut pribadi dapat mengaplikasikan sikap toleran atau saling
pengertian dan saling memahami diantara sekian banyak suku, adat, ras
dan Agama. Sikap Pluralitas yang dibangun oleh TNI dalam bentuk Program
Bintal Fungsi Komando dapat melahirkan potensi sikap; Pertama, Toleransi,
yaitu adanya perilaku tenggang rasa dan sikap untuk memberikan ruang
dan waktu bagi orang lain guna mengekspresikan diri sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaan masing-masing; Kedua, Sikap Empati, yaitu
kesadaran yang mendasar untuk memahami orang lain pada saat terjalin
interaksi baik dalam satu organisasi atau eksternal organisasi, sikap Empati
berpotensi untuk menerjemahkan perbedaan menjadi pemahaman dan
pengertian yang mendalam; Ketiga, Kompleksitas Kognetif, yaitu
kemampuan seseorang untuk berfikir komprehensif dengan menggunakan
berbagai aspek rujukan atau referensi untuk satu input kognetif*).

Kerangka dasar pembangunan budaya Organisasi TNI atau


Organization Culture harus diletakkan pada posisi dan porsi yang tepat di
tengah-tengah perkembangan dinamis tuntutan masyarakat secara
menyeluruh, perkembangan hubungan diplomatik antar Negara kawasan
dan perkembangan kemajemukan lingkungan global. Untuk itu
pembangunan budaya Organisasi TNI seyogyanya diletakkan pada kerangka
dasar Organization Culture; Pertama, Membangun kebersamaan keyakinan
dan kebersamaan sikap bahwa semua kegiatan dan dinamisasi organisasi
TNI sudah masuk dalam track dan heading yang tepat. Artinya semua
program pembinaan dan operasional organisasi telah berjalan sesuai
dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh semua peraturan dan
Perundangan yang berlaku dan bebas dari praktek KKN atau Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme.
Bersama Rakyat TNI Kuat 75

Kedua, Nilai dan norma yang dibangun didalam organisasi bersifat


permanen dan mengalir turun temurun dari generasi sehingga menjadi
tradisi dan sekaligus menjadi brand organisasi. Sikap mental, cara tindak
dan tingkat kedisiplinan Prajurit akan tercermin dalam proses interaksi
dengan masyarakat yang secara tidak langsung akan membangun image di
hati Rakyat. Proses inilah yang akan mampu mendorong suasana “TNI
dicintai oleh Rakyat”, akan tetapi kondisi ini akan berbalik apabila Prajurit
TNI melukai hati Rakyat dengan perilaku yang tidak sopan, arogansi,
menang sendiri atau berperilaku sombong. Tingkat kedisiplinan Prajurit TNI
akan digelar secara nyata terutama pada saat kegiatan OMSP dimana
Prajurit TNI berbaur dengan Rakyat dan secara bersama-sama dalam satu
satuan tugas untuk mengatasi kesulitan masyarakat. TNI dan Prajurit TNI
yang dicintai Rakyat adalah proses hasil akhir dari upaya para Komandan
Satuan dan para Pemimpin TNI dalam kegiatan memberikan nilai-nilai dasar
dan norma etika TNI dan kedisiplinan Prajurit sebagai warisan leluhur dari
para Pejuang pendahulu. TNI yang meletakkan kerangka dasar pengabdian
TNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kondisi apapun
peran serta TNI baik pada tataran Pusat dan Daerah masih menjadi bahan
pertimbangan Rakyat meskipun segenap Prajurit dan para Perwira TNI
menyadari sepenuhnya akan implementasi tata kelola Negara dengan
berpedoman pada ketentuan yang sudah disepakati, yaitu “supremasi sipil”
secara menyeluruh41.

41 Secara umum budaya organisasi atau Organization Culture dapat didefinisikan sebagai
akumulasi nilai dan norma yang dibangun dalam suatu organisasi yang tercermin dalam
perilaku sikap dan ucap pada semua personel yang mengawaki organisasi tersebut. Dengan
demikian, budaya organisasi bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil
76 Bersama Rakyat TNI Kuat

Ketiga, Peran dan kiprah Pemimpin dalam konteks kepemimpinan


organisasi dan dihadapkan dengan budaya organisasi, maka para Komandan
Satuan UO atau Unit Organisasi adalah pemegang otoritas tunggal dalam
membentuk karakter Prajurit serta memimpin dengan tegas dan jelas untuk
membangun budaya organisasi atau Organization Culture secara
menyeluruh. Pada jenis Organisasi Lini seperti pada organisasi Militer,
peran Pemimpin sangat dominan dalam hal membangun budaya organisasi
secara baik serta membangun citra organisasi. Ciri khas kepemimpinan TNI
dalam membangun Organization Culture adalah; 1) Kepemimpinan
Komando, artinya segala sesuatunya diatur berdasarkan perintah dan
instruksi Pimpinan, dengan demikian apabila terjadi kesalahan prosedur
atau kesalahan operasional organisasi dapat dikatakan “Tidak Ada Anak
Buah Yang Salah tetapi Pemimpinnya Yang Harus Bertanggung Jawab”;
2) Hierarki Otoritas, artinya organisasi procedure diatur secara berjenjang
dengan otoritas terbatas pada bidang tugas masing-masing dan semua
mekanisme kerja organisasi diatur secara tertulis melalui Protap atau
Prosedur Tetap, Juknis atau Petunjuk Teknis dan Juklak atau Petunjuk
Pelaksanaan, sehingga bangun dan warna Organization Culture TNI bulat
melekat menjadi satu kesatuan perintah Komando yang tercatat dengan
baik dan secara prosedur semua tatanan organisasi sudah teruji dengan
menggunakan pendekatan empiris aplikatif; 3) Distribusi tugas organisasi
dan pelimpahan hak dan kewajiban terdeploi secara menyeluruh pada unit-

respon sikap dan penilaian diri orang lain atau performa organisasi lain. Kemampuan untuk
mendefinisikan budaya organisasi secara sempurna harus dapat dilakukan dan
diimplementasikan oleh segenap pejabat struktural dan para Pemimpin organisasi.
A.B. Susanto, dkk., “Corporate Culture”, (Jakarta, Penerbit : The Jakarta Consulting Group,
2008) Hal. 6-12.
Bersama Rakyat TNI Kuat 77

unit organisasi dibawahnya yang terbagi secara menyeluruh pada dua


bagian besar, yaitu organisasi pada Satuan Tempur dan organisasi pada
Unsur Staf. Dengan demikian fungsi kontrol Pimpinan puncak juga terbagi
dua; 4) Kebijakan organisasi TNI tercermin dari semua keputusan dan
instruksi Pimpinan dengan mengedepankan faktor rasionalitas, artinya
produk keputusan organisasi murni berdasarkan fakta bukan berdasarkan
perasaan. Proses dan prosedur pembuatan keputusan “diukur dari
belakang”, artinya mekanisme organisasi melihat work load atau beban
kerja dengan membuat klasifikasi skala ancaman, kemudian dirumuskan
segala kemungkinan dampak yang mungkin terjadi atau dampak yang pasti
terjadi, berdasarkan data, fakta dan informasi dari aparat Intelijen, maka
disusunlah berbagai “CB” atau Cara Bertindak dengan prioritas argumen
berdasarkan keuntungan dari sisi personel, logistik dan efektifitas operasi
organisasi. Kemudian melalui mekanisme yang sudah baku dalam organisasi
ditentukan satu “CB” terpilih. Langkah terakhir sekaligus awal dari sebuah
operasi besar adalah “Perencanaan Menyeluruh” yang melibatkan semua
komponen kekuatan TNI, mulai dari jumlah personel yang terlibat, jumlah
amunisi, jenis Alutsista yang digerakkan sampai pada penentuan jam “J”
dan hari “H” pelaksanaan penggelaran operasi Militer. Dengan demikian
kiprah Pemimpin dan peran kepemimpinan TNI menjadi “Centre of Grafity”
organisasi secara menyeluruh, sehingga mekanisme organisasi dan
prosedur yang sudah lazim berjalan tetap akan menjadi obyek kajian yang
menarik dan bahan diskusi guna menata organisasi dan Reformasi Birokrasi
78 Bersama Rakyat TNI Kuat

TNI dengan pertimbangan lingkungan luar organisasi TNI terus berkembang,


sehingga mekanisme jalur promosi Perwira TNI juga harus berkembang42.
Keempat, Positioning organisasi TNI yaitu : Analisis komprehensif
oleh pihak luar organisasi untuk melihat “Performance Review” atau
penilaian kinerja selama perjalanan sejarahnya TNI, yang dimulai dari
proses kelahirannya, sumbangsih organisasi terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara serta peran Prajurit dan Purnawirawan dalam komunikasi
sosial di tengah-tengah masyarakat. Penilaian umum semua pelaku
organisasi luar dan masyarakat akan terus berkembang dan mengkristal
membentuk opini publik yang selanjutnya akan menjadi brand organisasi
TNI.
Tingkat keberhasilan organisasi TNI dalam membentuk ruang dan
waktu di hati Rakyat yang menimbulkan kesan positif akan berpengaruh
langsung terhadap positioning organisasi TNI dalam kancah pergaulan
untuk menentukan kebijakan Negara. Demikian juga sebaliknya, jika
organisasi TNI gagal untuk membangun opini positif di hati Rakyat, maka
motto “Bersama Rakyat TNI Kuat” juga akan mengalami kegagalan dalam
implementasinya. Untuk membangun kesamaan persepsi dan interpretasi
yang baik seluruh jajaran Perwira dan segenap Prajurit TNI adalah suatu hal
yang mutlak guna membangun monumen indah di hati Rakyat, bahwa TNI
adalah hasil representatif sikap Rakyat Indonesia secara keseluruhan.

42 Perilaku organisasi dapat diwujudkan pada perilaku semua personel awak organisasi
tersebut, baik perilaku individu atau perilaku kelompok. Identitas perilaku tersebut akan
terlihat nyata ketika terjadi kegiatan yang terintegratif bersama-sama dengan kemampuan
organisasi lain atau bersama dengan masyarakat. Secara umum perilaku organisasi dapat
dibagi menjadu dua, yaitu faktor struktur dan nama organisasi dan faktor kepribadian dasar
individu yang mengawaki organisasi. Wirawan, “Teori Kepemimpinan”, (Jakarta, Penerbit :
Uhamka Press, 2002), Hal. 27.
Bersama Rakyat TNI Kuat 79

Gambar 21
POSITIONING ORGANISASI TNI

EKSEKUTIF YUDIKATIF LEGISLATIF

ORGANISASI
TNI

LINGKUNGAN LINGKUNGAN LINGKUNGAN


INTERNASIONAL REGIONAL NASIONAL

ANCAMAN
DAN
GANGGUAN

OMP OMSP

TUGAS
ORGANISASI TNI
80 Bersama Rakyat TNI Kuat

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Doktrin TNI TRI DHARMA EKA KARMA atau TRIDEK, Peraturan
Panglima TNI Nomor : PERPANG/45/VI/2010 tanggal 15 Juni
2010.
2. Abdullah Fathoni, “Ekonomi Pancasila - Menggagas Kompromi
Rasionalitas Ekonomi Indonesia”, (Jakarta, Penerbit : Patigama
Radar 883, 2013).
3. A.B. Susanto, “Corporate Culture”, (Jakarta, Penerbit : Tha
Jakarta Consulting Group, 2008).

Keterangan Gambar 21 :
Secara umum organisasi TNI berada pada jajaran organisasi Eksekutif
Pemerintahan, akan tetapi pada kajian buku ini mencoba untuk melihat
lebih dalam apabila organisasi TNI ditinjau dari perspektif Lembaga
Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif. Dengan demikian akan diperoleh kajian
yang komprehensif yang melihat positioning organisasi pada beberapa
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada dimensi Tugas TNI OMP
dan OMSP bila dihadapkan pada proses dinamisasi Era Globalisasi Industri,
pergesekkan kepentingan Negara kawasan, terutama berkaitan dengan
“konflik teritorial di Laut China Selatan” serta potensi konflik komunal di
dalam Negeri harus dapat direpresentasikan sebagai sumber ancaman dan
gangguan yang akan berdampak langsung dan tidak langsung dalam
kehidupan masyarakat. Kerjasama Internasional antar Negara dengan
menjalin hubungan diplomatik yang melibatkan secara langsung personel
TNI sebagai Atase Pertahanan di Negara-Negara sahabat guna
mengantisipasi timbulnya kesalah fahaman atau mis understanding antar
Negara Sahabat. Dengan demikian positioning organisasi TNI secara tidak
langsung merupakan bagian dari Reformasi Birokrasi Organisasi TNI, dengan
harapan agar proses fleksibilitas Reformasi Birokrasi menjadi bagian dari
program terus-menerus antar generasi guna mengoptimalkan kinerja
Prajurit TNI*).43

43 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Perwakilan Rakyat RI Nomor : IV/MPR/1999


tentang Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 pada Sub Pembahasan Politik Dalam
Negeri, yaitu: Menindaklanjuti paradigma baru TNI dengan menegaskan secara konsisten
reposisi dan redefinisi TNI sebagai Alat Negara dengan mengoreksi peran politik TNI dalam
kehidupan bernegara. Keikutsertaan TNI dalam merumuskan kebijaksanaan Nasional
dilakukan melalui lembaga tertinggi Negara MPR.
Bersama Rakyat TNI Kuat 81

Kelima, The Right Man In The Right Place, artinya penempatan


personel, khususnya Perwira Militer harus bersesuaian antara work load
atau beban kerja dengan pengawakannya yang meliputi jenjang
kepangkatan dan pengalaman pekerjaan dalam jabatan, tingkat
pendidikannya yang meliputi pendidikan Militer tertinggi personel yang
bersangkutan dan pendidikan umum tertinggi serta harus dapat
dikategorikan minat, bakat dan tingkat keterampilannya. Dengan demikian
penempatan personel secara progress sebagai jalur promosi pangkat dan
jabatan mengedepankan pendekatan obyektifitas kemampuan dan bukan
pendekatan like or dislike (suka atau tidak suka). Sehingga hasil akhir dari
penempatan personel yang tepat akan menghasilkan peningkatan output
organisasi yang optimal dan profesionalisme organisasi akan terjaga dengan
baik atau dengan kata lain “The Right Man In The Right Place”.
Dinamika Organisasi TNI mempunyai ke-khas-an bila dibandingkan
dengan organisasi di luar TNI, karena Organisasi TNI menggunakan
parameter pangkat Militer, senioritas, pendidikan dan riwayat jabatan.
Untuk itu diperlukan fleksibilitas organisasi dalam rangka proses rotasi
jabatan. Yang dimaksud dengan fleksibilitas organisasi dalam kaitan
penempatan jabatan adalah semacam ruang tunggu yang bersifat
pembekalan potensi pribadi Prajurit guna mengemban tugas berikutnya.
Ruang tunggu atau jabatan transit diperlukan guna pematangan
proses kepribadian dan pemantapan potensi intelektual Prajurit, akan
tetapi proses pematangan ini harus tetap mengedepankan prinsip
efektifitas dan efisiensi organisasi. Dengan demikian ada dua manfaat yang
diperoleh; Pertama, Mental dan kredibilitas Prajurit tetap terjaga dengan
82 Bersama Rakyat TNI Kuat

baik; Kedua, Mekanisme organisasi berjalan sesuai dengan ketentuan


Perundang-undangan yang berlaku.
Dinamika organisasi mengharuskan adanya rotasi jabatan atau
mutasi. Hal ini disebankan; Pertama, Tuntutan tugas organisasi yang terus
berkembang seiring dengan berkembangnya tuntutan masyarakat serta
berkembangnya lingkungan makro organisasi; Kedua, Batas usia pensiun
yang sudah pasti; dan yang Ketiga, Dalam rangka alih generasi. Untuk itu
orientasi rotasi jabatan dan mutasi personel harus mengedepankan
tuntutan dinamika organisasi dan pengembangan progress potensi personel
sesuai dengan bakat, minat serta kemampuan pribadi Prajurit masing-
masing. Manfaat rotasi jabatan dan mutasi adalah; Pertama, Dalam rangka
promosi pangkat dan jabatan; Kedua, Dalam rangka pembekalan
pengalaman serta pematangan kepribadian personel tersebut.
Mutasi jabatan Perwira TNI harus berpedoman pada ketentuan;
Pertama, Prestasi kerja yang dinilai secara kuantitatif dapat diukur terhadap
pelaksanaan Tugas Pokok; Kedua, Berdasarkan waktu atau lama penugasan
pada satu jabatan dan satu lokasi; Ketiga, Berdasarkan perputaran personel
yang mengedepankan kebutuhan organisasi. Dengan demikian semua
personel Perwira mempunyai peluang yang sama untuk memperoleh
jenjang karier dan kepangkatan optimal.
Bersama Rakyat TNI Kuat 83

Gambar 22
KONSEP PEMIKIRAN
FLEKSIBILITAS STRUKTUR ORGANISASI TNI

FLEKSIBILITAS
ORGANISASI TNI

STAF STAF STAF STAF PENELITI


AHLI KHUSUS UMUM PRIBADI AHLI

BIDANG
1 IDEOLOGI 1 1 BIDANG
RUMGA

BIDANG
2 2 2 PROTOKOLER
POLITIK
KANTOR

BIDANG
3 3 3 BIDANG
EKONOMI
PROTOKOLER
LUAR KANTOR
BIDANG
4 4 4
SOSIAL
14 ORANG SARJANA
JENJANG S1, S2 & S3
BIDANG
5 5 5
BUDAYA

BIDANG
6 6 6
PERTAHANAN

BIDANG
7 7 7
KEAMANAN

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/28/V/2010 tanggal 20
April 2010 tentang Struktur Organisasi dan Susunan Jabatan
dan Kepangkatan di Lingkungan TNI.
84 Bersama Rakyat TNI Kuat

2. George R. Terry, “Prinsip-Prinsip Manajemen”, (Jakarta,


Penerbit : Bumi Aksara, 2003).
3. Hadari Nawawi dan Martini Hadari, “Administrasi Personel”,
(Jakarta, Penerbit : CV. Haji Masagung, 1990).

Keterangan Gambar 22 :
Konsep pemikiran tentang fleksibilitas Struktur Organisasi TNI
didasarkan pada argumen bahwa pertama diperlukan langkah cepat dan
strategis, akan tetapi dengan tidak mengesampingkan analisis
profesionalitas organisasi terhadap penempatan personel Perwira TNI yang
hingga saat ini belum ditemukan langkah kongkrit solusinya, karena
dikhawatirkan potensi dan motivasi para Perwira yang belum mendapatkan
Jabatan Struktural akan pudar dimakan oleh kejenuhan waktu menunggu
penempatan serta dikhawatirkan akan terjadi deviasi kedisiplinan Prajurit
karena adanya stagnasi potensi. Dengan demikian “Pemikiran Fleksibilitas
Struktur Organisasi TNI” menjadi salah satu sumber solusi.
Posisi jabatan Staf Ahli, Staf Khusus, Staf Umum, Staf Pribadi dan
Peneliti Ahli berada pada jabatan Eselon Perwira Bintang Dua keatas.
Adapun jenjang kepangkatan Staf Ahli satu tingkat kepangkatan dibawah
Pimpinan Struktural, Staf Khusus dua tingkat kepangkatan dibawah
Pimpinan Struktural, Staf Umum tiga tingkat kepangkatan dibawah
Pimpinan Struktural, Staf Pribadi empat tingkat kepangkatan dibawah
Pimpinan Struktural dan Peneliti Ahli sejumlah 14 orang tidak dilihat jenjang
kepangkatannya, tetapi dilihat Strata Pendidikan pada level S1, S2 dan S3.
Mekanisme ini dianggap selesai manakala penumpukan personel sudah
terurai dalam struktur jabatan yang tersedia, sehingga solusi “Pemikiran
Fleksibilitas Struktur Organisasi TNI” bersifat “Adhock”*).

I. VISI TNI-POLRI KEDEPAN.


Makna yang terkandung dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara
Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
segala bentuk upaya kelembagaan dan pembinaan TNI dan POLRI untuk
meningkatkan potensi dan kemampuan agar kedua lembaga tersebut
Bersama Rakyat TNI Kuat 85

mencapai tingkat kinerja yang profesional guna menghadapi tuntutan masa


depan dengan berbagai problematika kehidupan masyarakat serta dalam
pergaulan diplomatik Internasional, kenyataan tersebut menjadi lebih
kompleks ketika dihadapkan pada kondisi saat ini dalam proses kemajuan
teknologi informasi yang melahirkan era keterbukaan yang disisi lain
masyarakat Indonesia berada pada transisi era demokratisasi yang
diperlukan kearifan dan kecerdasan serta kesabaran dalam menghadapi
segala macam problematika pertahanan dan keamanan Negara, baik pada
skala lokal, Nasional maupun keterkaitan dengan dunia Internasional.
Pemisahan secara kelembagaan antara TNI dan POLRI merupakan
kenyataan tuntutan masyarakat yang ditindaklanjuti dengan keputusan
politik oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah
membawa banyak memberikan perubahan dan penyesuaian dinamika di
lapangan, terutama yang berkaitan dengan fungsi pembinaan, fungsi
pengendalian Komando dalam menghadapi setiap skala ancaman, untuk itu
diperlukan serta konsepsi pemikiran yang komprehensif guna
mengoptimalkan fungsi dan peran TNI-POLRI sebagai Alat Negara yang
berperan utama untuk menyelenggarakan pertahanan Negara serta
menjaga keamanan, ketertiban yang memberikan secara optimal
perlindungan dan penegakkan hukum. Sehingga semua aktivitas
masyarakat terutama yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian
Rakyat berjalan dengan lancar tanpa adanya ancaman dan gangguan, baik
yang bersumber dari luar Negeri maupun bersumber dari dalam Negeri.
86 Bersama Rakyat TNI Kuat

Gambar 23
SINERGITAS KELEMBAGAAN

PRESIDEN
LEGISLATIF YUDIKATIF
EKSEKUTIF

TNI POLRI

RAKYAT

KEPUTUSAN
POLITIK

Sumber : Diolah dari kajian buku :


1. TAP MPR RI Nomor : V/MPR/2000 tentang Pemantapan
Persatuan dan Kesatuan Nasional.
2. UU RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI, UU RI Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU RI Nomor 34
Tahun 2004 tentang TNI.
3. “Pertahanan Semesta dan Wajib Militer”, Editor : Beni Sukadis
dan Eric Hendro, (Jakarta, Penerbit : LESPRESSI, 2008).

Keterangan Gambar 23 :
Sinergitas kelembagaan atau hubungan timbal balik antara Lembaga
Negara dan Rakyat melalui mekanisme Demokrasi akan menghasilkan
keputusan politik. Kesepakatan yang diperoleh dari hasil sinergitas tersebut
menjadi landasan dan barometer operasional TNI-POLRI dalam
Bersama Rakyat TNI Kuat 87

menjalankan tugas Negara yang dalam pelaksanaannya dibawah kontrol


Presiden RI*)

Secara kelembagaan, posisi TNI dan POLRI sejajar dibawah Presiden,


sehingga jalur komando dan pembinaan untuk menyatukan segala potensi
organisasi guna tercapainya tugas pokok masing-masing harus
sepengetahuan dan kontrol Presiden, pada hakekatnya fungsi pertahanan
dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak terpisahkan
dengan sistem ketahanan Nasional yang secara implementatif melakukan
kegiatan menghimpun, menyiapkan dan mengerahkan segala potensi
Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia guna mengerahkan
kemampuan Nasional yang menetapkan Rakyat sebagai kekuatan dasar,
dengan demikian muara dan peran serta fungsi kelembagaan TNI-POLRI
kembali pada satu titik, yaitu “Kepentingan Rakyat”.
Tentara Nasional Indonesia adalah Alat Negara yang secara
kelembagaan berperan utama dalam menyelenggarakan pertahanan
Negara dengan berpegang teguh pada prinsip dasar fungsi pertahanan
untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara dan keutuhan
Wilayah serta melindungi kehormatan dan keselamatan Bangsa. Adapun
Kepolisian Republik Indonesia adalah aparat keamanan yang secara
kelembagaan bertugas menjaga ketertiban, perlindungan dan penegakan
hukum.
Titik temu antara TNI dan POLRI dalam menjalankan tugas, fungsi dan
peranannya pada tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yaitu :
Pertama, Menetapkan Rakyat sebagai kekuatan dasar, artinya secara
operasional dalam menjalankan fungsi, peran dan tugas, TNI-POLRI harus
88 Bersama Rakyat TNI Kuat

menjunjung tinggi nilai-nilai kemasyarakatan serta selalu mengedepankan


harkat dan martabat Rakyat, karena TNI-POLRI dibangun dari Rakyat dan
setelah selesai kedinasannya untuk memasuki masa pensiun akan kembali
kepada Rakyat; Kedua, Hubungan timbal balik antara TNI- POLRI dalam
pelaksanaan tugasnya sebagaimana diatur dalam UU RI Nomor 2 Tahun
2002 tentang POLRI pasal 41, yang mengatakan bahwa dalam kondisi
tertentu, TNI dapat memberikan bantuan kepada POLRI dan juga
sebaliknya, ketentuan tersebut diatur juga dalam UU RI Nomor 34 Tahun
2004 tentang TNI pasal 7 poin 10; Ketiga, Sebagai Alat Negara, TNI dan
POLRI berkedudukan langsung dibawah Presiden RI. Dengan melihat
kenyataan tersebut di atas, sebagai titik temu penugasan dan pengabdian
TNI-POLRI kepada Bangsa-nya sinergitas pembinaan guna menjalin
kekompakan, rasa kebersamaan, kerukunan serta kesamaan Visi dan Misi
pada medan tugas, meliputi :
Pertama, Sirkulasi masalah kehidupan berbangsa dan bernegara
mengundang pemikiran dan kerja keras TNI-POLRI, karena kedua lembaga
ini mempunyai hak paksa sebagaimana diatur oleh Perundang-undangan,
hanya TNI-POLRI unsur aparat yang secara menyeluruh dilengkapi dengan
senjata, hal tersebut berkaitan dengan bidang tugas yang dihadapi. Secara
kelembagaan, TNI yang saat ini berkiprah pada kehidupan berbangsa dan
bernegara apabila ditinjau dengan pendekatan sejarah berdirinya, yaitu
yang menempatkan tanggal 5 Oktober sebagai hari ulang tahunnya, maka
dapat dilihat pada saat itu tanggal 5 Oktober 1945, Presiden RI Bung Karno
mengeluarkan maklumat pembentukkan TKR atau Tentara Keamanan
Rakyat, bukan Tentara Pertahanan Rakyat, artinya bahwa kejadian 5
Bersama Rakyat TNI Kuat 89

Oktober 1945 apabila dianalisis dengan menggunakan parameter ketentuan


perundangan saat ini, maka fungsi tentara saat itu menjalankan fungsi
POLRI atau fungsi Keamanan. Dan terlepas dari itu semua, bahwa TNI dan
POLRI secara kelembagaan dan secara penugasan personel mempunyai
“roh” atau “soul” yang sama.
Fenomena pemikiran Perwira TNI-POLRI lulusan Tahun 1970-an
sangat berbeda dengan Perwira lulusan Tahun 1980-an, hal ini sangat wajar
difahami karena perbedaan lingkungan tugas dan pembedaan atmospher
kehidupan masyarakat serta perbedaan perkembangan teknologi informasi
dan perbedaan geopolitik Internasional.
Sejarah telah mencatat bahwa ada tiga fase kehidupan dan
perkembangannya serta dasar filosofi berfikir Perwira TNI-POLRI; Pertama,
Pada fase Orde Lama yang memposisikan TNI-POLRI sejajar dengan para
politisi, sehingga peran, fungsi dan statusnya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara menjadi “seimbang dan sinergis”; Kedua, Fase Orde Baru
yang telah memposisikan TNI jauh diatas POLRI dan jauh diatas para politisi
sipil, pranata kehidupan berbangsa dan bernegara pada saat itu telah
mengundang para Perwira TNI masuk pada semua lini dan semua tataran
kehidupan sosial kemasyarakatan. Dampak positif secara kelembagaan dan
personel telah membawa angin segar pada kehidupan perekonomian
keluarga serta membawa semangat dan motivasi bagi calon-calon Perwira
TNI khususnya pada cara berfikir Taruna Akademi TNI, akan tetapi dampak
negatif yang ditimbulkan dan belum atau tidak diantisipasi sebelumnya
adalah ketika dihadapkan pada kondisi jalannya pemerintahan Orde Baru,
maka turut menyeret eksistensi TNI secara kelembagaan dan secara
90 Bersama Rakyat TNI Kuat

individu kepada jurang titik nadir yang paling bawah, yaitu kondisi
pertengahan Tahun 1997, mahasiswa dan masyarakat melakukan
sweepping anggota TNI dan membakar kendaraan TNI. Ini adalah suatu
bukti telah terjadi jarak pemahaman dan jarak berfikir serta jarak bersikap
antara TNI dan masyarakat; Ketiga, Fase era demokrasi yang telah
memposisikan TNI-POLRI sebagai Alat Negara dibawah kendali politisi sipil
dan fenomena pemahaman, kerangka berfikir serta pola tindak penugasan
TNI-POLRI harus mendukung pranata kehidupan berbangsa dan bernegara
pada semangat kehidupan “civil society”.
Semangat penulisan buku “Bersama Rakyat TNI Kuat” dilandasi oleh
kesadaran akademis tentang pentingnya suatu konsepsi pemikiran untuk
memposisikan palagan perjuangan Perwira TNI-POLRI pada kehidupan fase
ketiga, yaitu “fase demokrasi” dan mengantisipasi adanya nuansa
kehidupan berbangsa dan bernegara pada fase keempat, yaitu “fase
kristalisasi civil society”, kemudian akan masuk kepada fase kelima, yaitu
“fase eksplorasi potensi” yang bercirikan kebebasan bersaing positif antara
Perwira TNI-POLRI dan para politisi sipil dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan dasar pemikiran yang kembali pada rujukan UUD 1945
pasal 27, yaitu : “segala Warga Negara bersamaan kedudukannya didalam
hukum dan pemerintahan, artinya para Perwira TNI-POLRI sebagai Warga
Negara mempunyai hak kewarganegaraan yang sama dengan komponen
masyarakat lainnya. Dan kedepan akan diprediksikan fase keenam, yaitu
jaman keemasan NKRI yang dicirikan harmonisasi hubungan Sipil-Militer,
keserasian hubungan Perwira TNI-POLRI dan masyarakat serta terjalin
sinergi yang kuat antara Perwira TNI-POLRI dengan politisi sipil.
Bersama Rakyat TNI Kuat 91

Kajian komprehensif terhadap skala intensitas dan durasi ancaman


dan konflik yang berdampak pada ketidakstabilan kehidupan berbangsa dan
bernegara akan lebih spesifik dapat diartikan sebagai keadaan perang,
maka Doktrin TNI “TRI DHARMA EKA KARMA” (Naskah Sementara) yang
disahkan dengan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/474/VII/2012 tanggal
25 Juli 2012 pada pasal 27 tentang generasi peperangan telah berhasil
mendifinisikan generasi perang pertama sampai dengan perang generasi
keempat, sedang perang generasi kelima belum terdifinisikan. Pembagian
generasi peperangan tersebut adalah; Pertama, Peperangan generasi
pertama yang bercirikan dengan mengendalikan kekuatan manusia dengan
menggunakan persenjataan laras licin atau “smooth bare”; Kedua,
Peperangan generasi kedua yang bercirikan dengan akumulasi taktik dan
strategi serta menggunakan persenjataan senapan dan meriam yang
memiliki tingkat akurasi ketepatan sasaran tembak dan jangkauan
tembakan yang relatif lebih jauh; Ketiga, Peperangan generasi ketiga yang
bercirikan dengan keunggulan teknologi persenjataan dan teknologi
informatika; Keempat, Peperangan generasi keempat yang bercirikan aneka
persenjataan modern yang berpijak pada sistem jaringan, trans Nasional
dan berbasis informasi.
Prediksi akademis untuk mendefinisikan peperangan generasi kelima,
yaitu kondisi berfikir masyarakat yang universal dan para pemimpin Bangsa-
Bangsa sudah mulai berfikir kemakmuran komprehensif serta peraturan-
peraturan Internasional dan kerjasama Internasional antara Negara sedah
demikian dekat dan harmonisnya, maka konsep perang yang bersifat
menghancurkan secara fisik dengan persenjataan menjadi tidak populer,
92 Bersama Rakyat TNI Kuat

dan apabila ada Negara yang memulai perang dengan senjata penghancur
menjadi musuh bersama semua Negara di Dunia. Dengan demikian analisis
peperangan generasi kelima adalah perang “Seni dan Budaya” yang
bercirikan perebutan pengaruh antar Negara dalam bidang seni dan
budaya. Dalam kondisi ini, maka peran POLRI menjadi sangat dominan
dengan bantuan TNI sebagai komponen dan unsur deteksi dini. Pada fase
ini akan terjadi mobilitas Warga Negara sangat tinggi, mobilitas ekonomi
sudah melewati batas-batas Negara dan ancaman penyelundupan narkoba
dengan menggunakan kapal-kapal perang sangat dimungkinkan, dengan
demikian sinergitas pemikiran dan pembinaan calon Perwira dan Perwira
TNI-POLRI menjadi sangat strategis dan mendesak guna mengantisipasi
hadirnya peperangan generasi kelima yang memposisikan POLRI sebagai
garda depan dan TNI sebagai benteng terakhir perang dengan senjata
penghancur menjadi tidak populer.
Tesis yang dibangun yang mendifinisikan peperangan generasi kelima
dan memposisikan “POLRI sebagai garda depan dan TNI sebagai benteng
terakhir” akan terjadi pada kurun waktu 10 Tahun sampai 30 Tahun
kedepan, akan tetapi kondisi ini akan sangat dipengaruhi oleh pranata
kehidupan masyarakat Nasional, Regional dan Internasional.
Kedua, Consensus Nasional sebagaimana telah disepakati bersama
mulai dari berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditandai
dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dengan Proklamator
yang sekaligus dikenal sebagai Bapak Pendiri Bangsa “Soekarno - Hatta”,
consensus tersebut telah mengalami pasang surut dalam tataran
implementatif, akan tetapi secara filosofis tidak mengalami perubahan
Bersama Rakyat TNI Kuat 93

apapun, karena daya rekat Bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
consensus tersebut, ada empat pilar consensus yang harus dipegang teguh
oleh Bangsa Indonesia; Pertama, Pancasila sebagai Dasar Negara dan
sekaligus sebagai tuntunan dan arah kebijakan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, Pancasila mampu memperkokoh peran dan jati dirinya pada
setiap hati nurani anak Bangsa, dan melalui pengkajian Pancasila secara
mendalam dengan sudut pandang obyektif akademis maka akan semakin
tanpak kedalamnan arti dan fungsinya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, dengan alasan itulah sangat penting untuk menggali potensi
Pancasila dari sisi pemberdayaan ekonomi, sehingga dalam kajian ini
menggunakan istilah Ekonomi Pancasila; Kedua, Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yang didalamnya terkandung cita-cita Bangsa
Indonesia. Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa sejak era reformasi
yang diawali dengan bergantian kekuasaan pemerintahan dari kejayaan
Orde Baru menuju Era Reformasi yang dimotori oleh gerakan mahasiswa
telah menempatkan keinginan melalui kekuasaan legislatif untuk merubah
Batang Tubuh atau Pasal-Pasal yang terdapat pada Undang-Undang Dasar
1945 sebanyak empat kali, meskipun tidak menutup kemungkinan di masa
yang akan datang akan terjadi penyempurnaan Batang Tubuh Undang-
Undang Dasar 1945 oleh generasi anak Bangsa yang akan datang, akan
tetapi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak boleh dan tidak akan
mengalami perubahan karena disana terdapat semangat dan pernyataan
berdirinya sebuah Negara, artinya sudah tertutup kemungkinan adanya
perubahan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, karena merubahnya
berarti merubah semua tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara serta
94 Bersama Rakyat TNI Kuat

merubah pernyataan kemerdekaan. Untuk itu dalam kondisi apapun


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 harus dipertahankan; Ketiga,
Bhinneka Tunggal Ika yang secara umum dapat difahami bahwa pengakuan
keragaman budaya, keragaman bahasa daerah, keragaman suku, adat
istiadat dan keragaman agama akan tetapi dalam satu kerangka budaya
Bangsa yaitu Bangsa Indonesia, keragaman dapat dimaknai sebagai
kekayaan warna pemahaman dan kekayaan potensi daerah dengan dasar
keyakinan bahwa Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi yang berbeda
untuk saling melengkapi dan bukan untuk saling membenci, untuk saling
bekerjasama dan bukan untuk saling bercerai berai, sehingga dalam
perjalanan sejarah Bangsa Indonesia diperlukan faham ke-Bhinneka-an
serta diperlukan ketangguhan kepemimpinan yang memiliki integritas yang
kuat dan mampu menyatukan segala macam perbedaan menjadi potensi
energi positif untuk membangun kesatuan Negara, dalam kondisi seperti
inilah kemudian melahirkan istilah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Akan tetapi dalam kondisi semangat otonomi daerah, maka tidak menutup
kemungkinan munculnya semangat kedaerahan dan semangat kesukuan,
disinilah letak strategisnya revitalisasi pemahaman Bhinneka Tunggal Ika
agar Bangsa Indonesia terlepas dari kemungkinan dis-integrasi Bangsa,
sehingga semangat yang dibangun dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah semangat toleransi dengan menjauhkan diri dari
semangat pemaksaan mayoritas terhadap minoritas, semangat toleransi
tersebut merupakan semangat saling pengertian dan semangat persatuan
dan kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia; Keempat,
Wawasan Nusantara. Kata “wawasan” berasal dari akar kata “Wawas” yang
Bersama Rakyat TNI Kuat 95

dalam bahasa Jawa berarti “melihat” atau “memandang” kemudian


mendapat akhiran “an”, sehingga mempunyai pengertian “cara penglihatan
atau cara tinjau atau cara pandang”. Selanjutnya pemahaman secara umum
mengandung pengertian tentang cara pandang banga Indonesia terhadap
diri dan lingkungannya dalam kerangka kehidupan berbangsa dan
bernegara, cara pandang tersebut dapat diwujudkan dan dikembangkan
pada semangat cinta Tanah Air dan semangat Bela Negara, sejengkal tanah
dan secangkup air dalam teritorial wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan,
demikianlah semboyan semangat kebangsaan yang harus dibangun dalam
dada setiap Warga Negara.
Pemahaman terhadap Wawasan Nusantara harus dimulai dari proses
ejukasi secara terus menerus baik melalu pendidikan formal di bangku
Sekolah Dasar, menengah sampai pada pendidikan Perguruan Tinggi,
demikian juga melalui pendidikan non formal yang dapat dilakukan melalui
jalur non formal dalam bentuk penyuluhan, program implementasi yang
secara nyata dapat dirasakan masyarakat seperti penanaman pohon untuk
menjaga kelestarian hutan dan penghijauan lingkungan. Dari sisi yang
berbeda pemaknaan Pancasila dan implementasi Wawasan Nusantara
dalam kehidupan sehari-hari akan menghasilkan sikap perilaku dan pola
fikir yang berakar pada wawasan kebangsaan yang bertumpu pada sejarah
perjuangan Bangsa, hasil akhir dari proses tersebut adalah terbangunnya
jiwa solidaritas Nasional, Nasionalisme sejati yang mengedapankan
persatuan dan kesatuan diatas kepentingan pribadi, serta terjadi saling
pengertian antar kelompok Agama terhadap pemaknaan Agamanya
96 Bersama Rakyat TNI Kuat

masing-masing, tidak ada satu Agama apapun di Dunia ini yang


mengajarkan kebencian, mendorong pengikutnya untuk berbuat kerusakan,
atau memotivasi pemeluknya untuk melakukan kekerasan tanpa jalur
hukum yang benar, sehingga aksi terror dengan menggunakan alasan
Agama menjadi suatu hal yang tidak realistis dan harus ditindak dengan
menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan preventif atau
pencegahan dan tindakan penindakan. Demikian juga pemaknaan Jihad
dalam ajaran Agama Islam telah disalah artikan dan digunakan dasar alasan
untuk melakukan terror kekerasan, padahal makna Jihad yang
sesungguhnya dalam Islam adalah bekerja secara sungguh-sungguh.44
Lebih jauh dari itu “Wawasan Nusantara” dapat diartikan sebagai
implementasi wawasan Nasional Indonesia guna mencapai tujuan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, adapun lingkup
kajian Wawasan Nusantara meliputi : keutuhan wilayah atau Integralistik,
kekeluargaan, kebersamaan, dan keserasian. Sehingga pengertian Wawasan
Nusantara dapat dilihat dari dua sudut yang berbeda; Pertama, Mawas ke
dalam yaitu menempatkan sekala prioritas pada unsur persatuan dan

44 Nasaruddin Umar dalam kolom Hikmah Koran Republika tanggal 27 September 2011
mengatakan; bahwa pengertian Jihad adalah sesuatu yang luhur, dalam tinjauan bahasa
Jihad berasal dari kata Jahada yang berarti bersungguh-sungguh, sehingga pemaknaan
terhadap kata tersebut menghasilkan tiga pengertian; Pertama, Jihad dalam pengertian
bersungguh-sungguh dalam perjuangan untuk kemaslahatan atau usaha untuk berbuat baik
dalam bentuk kegiatan fisik; Kedua, Ijtihad yang merefleksikan usaha sungguh-sungguh
dalam bentuk perjuangan dengan nalar, hal tersebut dimaksudkan untuk menata cara
berfikir dan pemahaman yang benar terhadap ajaran agama, karena kekerasan terror
berakar pada penyimpangan pemaknaan ideologi secara sepihak; Ketiga, Mujahadah dalam
arti perjuangan dengan kekuatan rohani. Jihad dalam pemaknaan sebenarnya adalah Jihad
atau upaya yang sungguh-sungguh dengan tujuan untuk mempertahankan kehidupan
manusia yang bermartabat dan dedikasi harga diri sebagai manusia, serta bukan usaha untuk
menyengsarakan orang lain, apalagi dengan melakukan perbuatan yang berdampak pada
pengerusakan sarana ibadah dan pembunuhan.
Bersama Rakyat TNI Kuat 97

kesatuan Bangsa dalam segala aspek kehidupan, aspek politik, aspek


ekonomi, aspek sosial budaya, aspek pertahanan keamanan, dan aspek
kelestarian alam atau lingkungan hidup. Adapun mawas ke luar yaitu
sinkronisasi hubungan bilateral antar Bangsa dan hubungan Multilateral
dalam pergaulan Internasional secara harmonis, bebas aktif, akan tetapi
tetap dalam kerangka menjaga kepentingan Nasional atau The Main
National Interest. Hubungan timbal balik antara Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional menjadi dua unsur yang saling melengkapi antara
kerangka berfikir, kajian akademis dan implementasi dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun ketahanan Nasional dapat difahami sebagai kondisi
dinamis Bangsa Indonesia yang harus dijaga kesinambungannya guna
menjaga tetap tegaknya dan keutuhan serta semangat guna mencapai
tujuan Nasional. Salah satu bentuk implementatif dari Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional adalah kemandirian di bidang ekonomi, sehingga
tidak berlebihan bila dikatakan bahwa generasi anak Bangsa dituntut untuk
mencari konsep dasar Ekonomi Pancasila yang bersumber dari jati diri
Bangsa Indonesia.45 Kecenderungan terhadap pemahaman ketahanan
ekonomi pada era pasar bebas sungguh sangat menghawatirkan, hal ini
disebabkan adanya pergeseran tata nilai dan akumulasi kepentingan antara
Negara maju dan Negara sedang berkembang, akumulasi tersebut akan
bermuara pada faham ekonomi masing-masing Negara, sehingga harus
dicari garis pendekat antara faham tersebut. Ada satu pertanyaan besar,
mungkinkah faham ekonomi kapitalis akan dapat memakmurkan dan

45 Budisantoso Suryosumarto, “Ketahanan Nasional Indonesia”, (Jakarta : Pustaka Sinar


Harapan, 2001), 4.
98 Bersama Rakyat TNI Kuat

mensejahterakan Bangsa Indonesia? Maka untuk menjawab pertanyaan


tersebut harus dicari sumber dari mana konsep ekonomi kapitalis tersebut
dilahirkan, kemudian akan timbul pertanyaan besar berikutnya, apakah akar
budaya Negara yang melahirkan ekonomi kapitalis bersesuaian atau ada
semacam sinkronisasi budaya dengan akar budaya Bangsa Indonesia?
Komitmen kebangsaan harus dibangun diatas pilar kerelaan
berkorban demi Bangsa dan Negara, rasa cinta tanah air dan pengabdian
yang tulus ikhlas demi membangun rasa kebangsaan tersebut serta
pemahaman terhadap harga diri sebagai Bangsa yang berdaulat. Bangsa
adalah satu kesatuan komunitas manusia yang secara sadar merasa bahwa
mereka adalah satu kesatuan pada proses sejarah yang sama dan memiliki
tujuan yang sama sehingga terjadi proses timbal-balik kebangsaan yang
pada puncaknya melahirkan segenap kesadaran kebangsaan Proklamasi 17
Agustus 1945. Proklamasi Kemerdekaan merupakan peristiwa sejarah dan
sekaligus sebagai momentum penting bagi Bangsa Indonesia yang telah
mendeklarasikan rasa kebangsaannya kepada seluruh dunia. Perkembangan
dan perjalanan sejarah Bangsa Indonesia telah menempatkan pada posisi
pergaulan Internasional yang setingkat dan sederajat dengan Bangsa lain,
maka tidak berlebihan bila dalam pembangunan ekonomi masa depan
Bangsa Indonesia mencari nilai-nilai luhur Bangsa sebagai warisan Nasional
budaya Bangsa, akumulasi dari warisan budaya tersebut akan
diformulasikan menjadi sebuah konsep pembangunan ekonomi yaitu
Ekonomi Pancasila. Maksud pencarian tata nilai dan budaya tersebut
didasarkan pada semangat cinta tanah air dan keyakinan bahwa hanya
dengan tata nilai dan budaya sendiri pembangunan ekonomi akan dapat
Bersama Rakyat TNI Kuat 99

berjalan dengan baik sesuai cita-cita Bangsa Indonesia itu sendiri


sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Founding Fathers atau pendiri Bangsa Indonesia sangat sadar bahwa
hanya dengan Nasionalisme kebangsaan dan toleransi keberagaman yang
mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari menuju
masyarakat yang adil dan makmur, yang pada akhirnya akan memperoleh
kesadaran bahwa Nasionalisme dan Demokrasi Pancasila akan menjadi
landasan perjuangan di masa mendatang pada kondisi apapun. Untuk itu
peningkatan kualitas kehidupan kebangsaan dan pelaksanaan kehidupan
politik yang demokrasi akan menjadi ukuran keberhasilan suatu
pemerintahan dan sekaligus sebagai ukuran keberhasilan dalam menata
peradaban Bangsa. Transformasi budaya antar Negara yang ditandai
dengan hadirnya perusahaan-perusahaan Multi-Nasional yang menciptakan
para pelaku ekonomi skala besar, yaitu para konglomerat, sehingga
menciptakan kantung-kantung ekonomi yang eksklusif atau Enclaf yang
sebagian besar manfaatnya tidak dinikmati oleh masyarakat, bahkan dalam
kenyataannya menghambat usaha transformasi secara struktural yang
dibutuhkan oleh suatu Negara dalam membangun potensi ekonominya, dan
pada sudut pandang yang berbeda pembangunan ekonomi suatu Negara
diarahkan menuju suatu bentuk perekonomian yang lebih ter-diversifikasi
secara merata sehingga tercipta kemandirian dalam pembagunan ekonomi
kebangsaan.46

46 Didalam kenyataannya operasional perusahaan multinasional tidak lagi bisa difahami


hanya dengan menggunakan perangkat teori perdagangan secara sederhana, terutama bila
dikaitkan dengan distribusi keuntungan, perusahaan raksasa seperti IBM, FORD, Exxon,
Philips, Sony, Hitachi, British Petroleum, Volks Wagen, dan Coca-Cola, telah mendunia dalam
100 Bersama Rakyat TNI Kuat

Pancasila adalah Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia


sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Alenia Keempat, merupakan consensus bersama Bangsa Indonesia dan
sekaligus merupakan hasil jerih payah dan kerja keras para pendiri Bangsa
Indonesia dengan harapan melalui penghayatan dan pengamalan Pancasila,
Bangsa Indonesia dapat mencapai tujuan Nasionalnya. Melalui pemahaman
Pancasila dengan baik maka Bangsa Indonesia akan terhindar dari
perpecahan Bangsa, kerusuhan sosial dan bentrokkan massa, bahkan akan
terhindar dari dis-integrasi Bangsa. Demokrasi Pancasila mengakui dan
menghormati perbedaan, bahkan lebih jauh dari itu pemahaman
perbedaan diakui sebagai pengkayaan budaya, ke-aneka ragaman diakui
sebagai keindahan dan kebesaran suatu Bangsa, serta Pancasila mampu
bertindak sebagai wahana dan forum bagi semua golongan dan aliran yang
berbeda-beda dan telah berkembang dengan baik di tengah-tengah
masyarakat Indonesia dengan prinsip penghormatan antar golongan
masyarakat yang berbeda tersebut. Untuk itu segenap anak Bangsa sejak
dari awal usia dini di bangku Sekolah Dasar harus mengetahui, memahami
dan mengamalkan Pancasila secara baik. Sehingga diperlukan pemahaman
Pancasila secara dinamis mengikuti perkembangan nilai-nilai universal
seperti halnya konsep Hak Asasi Manusia, konsep tentang lingkungan hidup
dan isu tentang terorisme sebagai konsekuensi logis dalam pergaulan
Internasional pada Era Globalisasi. Dinamisasi pemahaman terhadap

proses produksinya sehingga kalkulasi atas distribusi keuntungan yang dihasilkan dari
produksi Internasional tersebut antara penduduk setempat dan pihak asing menjadi menjadi
semakin sulit dilakukan. Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, “Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga”, (Jakarta : penerbit Erlangga, 2004), 35.
Bersama Rakyat TNI Kuat 101

Pancasila akan menempatkan dirinya sebagai ideologi yang hidup dan


berkembang sesuai tuntutan zamannya dengan tidak meninggalkan
kandungan nilai-nilai dan norma yang terkandung di dalamnya. Pemahaman
Pancasila secara universal akan menghadirkan semangat ketangguhan
sosial yang memungkinkan berinteraksinya semua lapisan masyarakat
secara baik. Ketangguhan sosial tersebut akan berdampak positif untuk
memungkinkan suatu Bangsa menyesuaikan diri dengan perubahan dalam
pergaulan Internasional tanpa kehilangan identitas budayanya,
ketangguhan sosial memungkinkan masyarakat bertambah kepercayaannya
terhadap suatu sistem kenegaraan yang dipilihnya sehingga tercipta
Nasionalisme sejati.47 Sehingga pemahaman dinamis terhadap Pancasila
tersebut secara tidak langsung menjawab tantangan dan kritikan yang
mengatakan bahwa Pancasila merupakan sebuah wawasan politik yang
normatif dan tidak mampu menjangkau persoalan-persoalan ekonomi,
permasalahan sosial, memberantas kemiskinan bahkan mampu menjadi
jiwa dari setiap solusi dari permasalahan Bangsa Indonesia. Dengan
demikian menjadi sangat urgent akan hadirnya konsep Ekonomi Pancasila
guna membuktikan kehandalan konsep yang implementatif dan mampu
membawa Negara dan Bangsa Indonesia menuju cita-cita Nasional.
Setiap negara di Dunia ini mempunyai nilai-nilai budaya yang berakar
dari perjalanan sejarah Bangsa itu sendiri yang sesuai dengan karakter

47 Pemikiran Soejatmoko telah menempatkan konsep kemanusian periode nasionalisme


adalah kemanusiaan Indonesia yang lebih banyak dikaitkan dengan politik, pandangan
tentang konstitusi negara, manusia dan revolusi serta konfigurasi politik nasional dengan
mengedepankan tiga pilar posisi ideologis yang diajukan pada sidang konstituante; Pancasila,
Islam dan Sosial - Ekonomi . Siswanto Masruri, “Humanitarianisme Soejatmoko”, (Yogyakarta
: Pilar Media, 2005), 61.
102 Bersama Rakyat TNI Kuat

Bangsa-nya, demikian juga Bangsa Indonesia, nilai-nilai luhur Bangsa


Indonesia harus digali dan dikembangkan sesuai dengan kondisi
kontemporer dalam pergaulan Internasional, akan tetapi hubungan timbal
balik antar Negara tidak boleh menggeser atau merubah nilai-nilai budaya
Bangsa. Dasar argumen yang dibangun adalah “amat tidak mungkin Bangsa
Indonesia yang besar ini dijalankan dengan menggunakan parameter nilai-
nilai Bangsa lain”, meskipun tidak menutup kemunginan terdapat nilai-nilai
yang bersifat universal. Pergeseran budaya dalam tata krama pergaulan
Internasional terkadang menempatkan para pemimpin Bangsa untuk
mengambil keputusan yang cenderung merugikan atau paling tidak kurang
berpihak pada Rakyat Indonesia sendiri dan lebih berpihak pada
kepentingan para investor dari luar Negeri dengan satu alasan yaitu : ramah
dengan pasar. Kenyataan inilah yang sering menjadi penyebab timbulnya
ketimpangan kebijakan pangan, ketimpangan kebijakan pertambangan,
ketimpangan kebijakan moneter, ketimpangan kebijakan fiskal dan
ketimpangan-ketimpangan kebijakan yang lain, kemudian akan timbul satu
pertanyaan besar, pantaskah Rakyat Indonesia hidup dalam kondisi
keterbatasan atau dalam istilah lain kemiskinan, sementara sumber daya
alam melimpah yang disediakan oleh Allah SWT pada Bangsa Indonesia?48

48 Amerika Serikat sebagai Negara Super Power tunggal, bersama dengan Inggris dan
Perancis dapat membuat keputusan-keputusan penting dalam bidang politik dan kemanan
dunia, serta bersama dengan Jepang dan Jerman dalam persoalan ekonomi. Barat adalah
satu-satunya peradaban di dunia yang memiliki kepentingan langsung dan tak langsung
dalam tata pergaulan Internasional, serta kepentingan substansial di berbagai peradaban
atau wilayah-wilayah lain dengan pengaruhnya yang besar di bidang politik, ekonomi, dan
keamanan. Akan tetapi pada sisi yang bebeda, ia adalah sebuah peradaban yang sedang
mengalami kemerosotan, baik di bidang politik, ekonomi maupun Militer. Kemenangan
Barat dalam perang dingin telah melahirkan kejayaan, namun menguras banyak energi dan
dihadapkan pada banyak persoalan internal yaitu : pertumbuhan ekonomi yang lamban,
Bersama Rakyat TNI Kuat 103

Salah cara untuk meningkatkan kualitas suatu Bangsa dan


meningkatkan daya saing dalam pergaulan Internasional adalah mengelola
Negara secara baik dan benar terutama yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan atau Running Government dan penggunaan
kekuasaan atau Exercising Power serta pengelolaan sumber daya secara
baik atau Good Governance. Pada posisi ini peran pemerintah sebagai
penyelenggara Negara menjadi sangat penting dan dominan, akan tetapi
didalam pelaksanaannya harus dibantu oleh segenap komponen Bangsa
lainnya sehingga tercipta efektifitas dan efisisensi secara berkelanjutan.49
Transformasi budaya lokal yang berinteraksi dengan budaya global
akan melahirkan sentuhan budaya baru yang mengalami beberapa
perubahan mendasar, hal ini merupakan konsekuensi logis dari
perkembangan tata nilai suatu Bangsa, akan tetapi amat disayangkan bila
dalam implemetasinya sentuhan antar budaya tersebut malahirkan
dominasi suatu budaya Bangsa yang satu kepada budaya Bangsa yang lain
sehingga terjadi pemaksaan nilai-nilai dan tata krama Nasional atau dengan
kata lain penjajahan budaya. Dalam perkembangan selanjutnya budaya
suatu Bangsa dapat dikatakan mengalami perubahan apabila :
Pertama, Sentuhan budaya antar Bangsa dalam pergaulan
Internasional berlangsung secara terus-menerus pada segala aspek
kehidupan dengan diikuti dialog secara langsung dan tak langsung dalam
kehidupan sehari-hari sehingga menghasilkan tata perilaku baru dan

populasi yang stagnan, pengangguran, defisit negara yang besar, kemerosotan etika kerja,
dan meningkatnya jumlah penyalahgunaan obat-obat terlarang. Samuel P. Huntington,
“Benturan Antar Peradaban”, (Yogyakarta : CV Qalam, 2002), 129.
49 Nurcholis Madjid, “Indonesia Kita”, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), 117.
104 Bersama Rakyat TNI Kuat

norma-norma kehidupan yang tidak menyimpang dari budaya dasar Bangsa


tersebut; Kedua, Akumulasi nilai yang berkembang sebagai kelanjutan dari
proses pembentukan tata nilai baru melalui proses yang alami sehingga
dalam kehidupan bermasyarakat tercipta kondisi saling pengertian dalam
perbedaan; Ketiga, Budaya yang berkembang, nilai-nilai dan tata krama
tumbuh dan berkembang pada paradigma baru akan tetapi dengan tidak
merubah nilai-nilai budaya dasar Bangsa sebagai identitas Nasional;
Keempat, Sinkronisasi budaya yang tercermin dalam komitmen bersama
dalam rangka mengembangkan budaya baru mampu mengintegrasikan
semua unsur dan kepentingan masyarakat suatu Bangsa; Kelima, Perilaku
dan norma-norma dari kesepakatan budaya baru telah tersebar luas di
semua lini organisasi kelembagaan yang berorientasi pada optimalisasi
pelayanan publik secara baik, terukur dan berkesinambungan; Keenam,
Perangkat kebijakan organisasi kelembagaan telah berkembang sedemikian
rupa sehingga mampu memberikan landasan proporsional guna
memberikan suasana lingkungan yang harmonis budaya baru; Ketujuh,
Tercipta standar kompetensi baru yang menunjang tumbuh-kembangnya
tata nilai budaya baru sehingga tercipta stabilitas budaya yang harmonis.50
Negara adalah sebuah lembaga purba manusia yang telah ada sekitar
10.000 Tahun yang lampau sejak masyarakat pertanian pertama muncul di
Mesopotamia.51 Max Weber (1946) mendefinisikan Negara sebagai
kesatuan atau komunitas manusia yang dengan sendirinya mengklaim atas

50 A.B. Susanto dkk, “Corporate Culture, Organization Culture”, (Jakarta : Divisi Penerbitan
The Jakarta Consulting Group, 2008), 162.
51 Francis Fukuyama, “Memperketat Negara”, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,

2005), 1.
Bersama Rakyat TNI Kuat 105

suatu wilayah tertentu dan dapat menggunakan alat pemaksaan kekuatan


fisik dalam rangka penegakkan aturan dan mekanisme kenegaraan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian cakupan hak dan kewenangan Negara
pada aktifitasnya mempunyai kewenangan untuk menjalankan roda
pemerintahan, penegakan hukum dan kegiatan perekonomian secara
berkelanjutan. Akan tetapi permasalahan yang sering terjadi adalah
kemampuan kelembagaan Negara yang dalam implementasinya dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Pertama, Peran Kepemimpinan. Figur seorang pemimpin pada suatu
Negara menjadi preposisi sangat penting dan strategis, hal ini disebabkan
karena posisi pemimpin Negara berada pada garis sepadan pada jajaran
eksekutif, legislatif dan yudikatif, peran tersebut akan mampu menjadi
pendulum pada tata kehidupan masyarakat, kolektifitas pertumbuhan
ekonomi nyata yang diikuti dengan tata kelola sumber daya yang ramah
lingkungan, kepastian hukum dan kemampuan untuk memposisikan pada
pergaulan internasinal. Pada kerangka berfikir atau Framework peran
seorang pemimpin harus mampu menjadi sumber inspirasi Bangsa dalam
mencari setiap solusi dari suatu dinamika masalah Bangsa, hal yang paling
mendasar adalah ancaman dis-integrasi Bangsa, pecahnya budaya Bangsa
dan aliran-aliran agama, berkembangnya faham sektoral kesukuan dan
krisis ekonomi yang memakan segala potensi Bangsa serta ancaman dari
rapuhnya sistem pertahanan. Pada posisi ini penting untuk dikaji tentang
integritas seorang pemimpin yang merupakan hasil dari proses panjang
sistem kepartaian dan merupakan hasil dari pelaksanaan Pemilu atau
Pemilihan Umum yang jujur dan adil sebagai cerminan dari aspirasi
106 Bersama Rakyat TNI Kuat

masyarakat dalam wilayah hukum kedaulatan Negara. Akan tetapi pada


sudut pandang yang berbeda peran seorang pemimpin suatu Negara harus
dapat dikontrol secara kelembagaan dan diawasi langsung oleh pemegang
kedaulatan yaitu Rakyat, hal tersebut sangat penting guna membatasi
kemungkinan terjadinya pemimpin yang otoriter dengan kekuasaan
absolute. Pada banyak Negara terkadang fungsi kontrol tersebut
melahirkan kerugian besar sebagai ongkos sosial pada saat terjadinya
benturan kepentingan antara aspirasi masyarakat dengan gaya
kepemimpinan seorang diktator yang mempertahankan kekuasaannya,
sehingga fungsi kontrol tersebut harus dirumuskan secara bersama antar
komponen Bangsa secara arif dan bijaksana, baik fungsi kontrol secara
kelembagaan atau fungsi kontrol masyarakat secara langsung melalui media
apapun. Akumulasi dari fungsi kepemimpinan tersebut bermuara pada
kegiatan ekonomi suatu Bangsa dan daya saing Internasional melalui
pendekatan kebijakan-kebijakan yang dapat mengakumulasi berbagai
kepentingan, baik kepentingan Nasional, Regional dan kepentingan
Internasional.52
Kedua, Organisasi dan Manajemen. Pendekatan yang dilakukan pada
bidang organisasi dan manajemen adalah memandang suatu Bangsa
sebagai suatu perusahaan yang sedang beroperasi dalam kegiatan rutinitas
dan dalam kegiatan persaingan antar Bangsa di Dunia, sehingga pandangan
dan cara berfikir dalam membangun Bangsa selalu berorientasi pada dasar
pemikiran bahwa pembangunan suatu Bangsa adalah proses berkelanjutan

52Philip Kotler, “Pemasaran Keunggulan Bangsa”, (The Marketing of Nation), (Jakarta : PT.
Prenhallindo, 1998), 183.
Bersama Rakyat TNI Kuat 107

yang secara konsisten mempertimbangkan pemikiran kemana Bangsa ini


diarahkan untuk mencapai tujuan Nasionalnya, dan dengan cara
bagaimana, serta selalu mempertimbangkan tingkat resiko yang
kemungkinan akan terjadi. Akumulasi dari pemikiran organisasi dan
manajemen ini juga selalu mempertimbangkan kondisi masyarakat secara
umum, tuntutan dunia usaha dan realitas dari pergaulan Internasional, akan
tetapi muara dari kesemuanya itu adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara adil dan merata serta berkesinambungan, sehingga
keberhasilan pembangunan ekonomi suatu Bangsa merupakan proses kerja
keras segenap komponen Bangsa dalam waktu yang cukup lama.
Pembangunan aspek organisasi dan manajemen harus berorientasi
pada pembaharuan atau reformasi yang bersifat membangun dengan tanpa
merusak struktur yang sudah terbangun secara baik sejak awal berdirinya
suatu Bangsa atau dengan istilah To Change Without Destroying, dasar
pemikiran pembangunan aspek organisasi dan manajemen tersebut
disandarkan pada tiga pilar utama; Pertama, Restrukturisasi dalam
pengertian merubah struktur organisasi yang sudah memerlukan
penyesuaian terhadap perkembangan lingkungan strategis, dengan harapan
terjadi efisiensi kelembagaman, penajaman atau fokus kebijakan publik
yang searah dengan tuntutan pembangunan nasioanal, serta reorientasi
pada implementasi program guna tercapainya tujuan oraganisasi secara
cepat dan tepat; Kedua, Revitalisasi dalam pengertian memberikan
tambahan daya dan semangat untuk mencapai tujuan meskipun dalam
pelaksanaannya banyak ditemui hambatan, sehingga uraian tugas, alokasi
anggaran dan pembagian hak dan kewajiban pada unit-unit organisasi
108 Bersama Rakyat TNI Kuat

mengalami peningkatan optimum serta perumusan kembali pada unit


pendukung; Ketiga, Refungsionalisasi dalam pengertian untuk
mempertajam tingkat professionalisme setiap unsur organisasi, dengan
harapan agar setiap unit oraganisasi mampu diberdayakan secara optimum
di setiap lembaga organisasi dengan didukung oleh kemampuan
manajemen yang handal.
Bidang organisasi dan manajemen sangat dekat dengan kemampuan
kelembagaan pemerintah dalam usaha untuk menjaga ketahanan ekonomi
secara baik, artinya kemampuan perekonomian yang berkeadilan untuk
pemerataan dan perekonomian yang tumbuh dan berkembang serta
mampu bersaing pada tataran hubungan Internasional, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kesejahteraan menyeluruh atau merata yang
berkeadilan, guna mewujudkan kondisi diatas maka Indonesia dihadapkan
pada dua kondisi yang harus segera dicari solusinya; Pertama, Persaingan
industri global yang telah memposisikan diri sebagai fenomena dan
kenyataan yang tidak dapat dihindari oleh Negara manapun di dunia saat
ini, sehingga menuntut adanya peningkatan daya saing atau Competitifness
terhadap semua produk ekspor; Kedua, Permasalahan yang berkaitan
dengan praktek otonomi daerah yang hingga saat ini banyak menimbulkan
multi tafsir terhadap kandungan makna filosofis otonomi daerah, sehingga
banyak menimbulkan penyimpangan dan semangat kedaerahan. Dengan
demikian diperlukan upaya komprehensif untuk mengantisipasi terhadap
kedua hal tersebut, sehingga mampu meniadakan atau paling tidak
meminimise dampak negatif yang mungkin akan timbul di kemudian hari.
Pada sisi yang berbeda ketahanan ekonomi Indonesia masih mengalami
Bersama Rakyat TNI Kuat 109

beberapa kendala; Pertama, Jumlah angka kemiskinan yang relatif masih


besar, menurut data BPS Maret 2008, masyarakat yang hidup dibawah garis
kemiskinan 34,96 Juta jiwa atau 15,4%, padahal menurut data di lapangan
ada kemungkinan data tersebut mengalami peningkatan hingga dua kali
lipat pada saat ini; Kedua, Kendala pada penyiapan lapangan pekerjaan
yang bersaing dengan pertumbuhan penduduk, berdasarkan data bulan
Februari Tahun 2008 angka pengangguran mencapai 8,46 % dari jumlah
penduduk produktif dan masih terbuka kemungkinan angka pengangguran
tersebut menjadi dua kali lipat saat ini, melebarnya angka kemiskinan dan
meningkatnya angka pengangguran banyak disebabkan faktor pendidikan,
kualitas sumber daya manusia dan stratifikasi kemampuan yang tidak
seimbang dengan kebutuhan kemampuan yang dipersyaratkan oleh
perusahaan; Ketiga, Lemahnya tingkat koordinasi antar lembaga
pemerintah, masyarakat dan LSM sehingga terjadi dis-orientasi
perencanaan pembangunan daerah yang berakibat pada lemahnya
pemerataan dan pertumbuhan hasil pembangunan serta dapat berakibat
pada timbulnya rasa ketidak-adilan ekonomi di kalangan masyarakat
pedesaan yang dapat memudahkan timbulnya gejolak sosial. Kondisi
tersebut harus segera dicarikan jalan keluarnya karena sangat berpengaruh
terhadap ketahanan ekonomi Bangsa Indonesia yang dapat menimbulkan
Multiplier Effect dan Leverage Effect.53

53 Leverage atau Capital Gearing dapat diartikan sebagai pengungkit modal, artinya
proporsi dari modal pinjaman berbunga tetap pada modal saham atau Share Capital suatu
perusahaan, apabila hampir semua modal perusahaan bersumber dari saham-saham yang
diterbitkan dan sebagaian kecil saja yang berasal dari pinjaman bunga tetap, maka
perusahaan tersebut mempunyai pengungkit modal yang rendah, apabila hampir semua
modal perusahaan berasal dari pinjaman berbunga tetap dan hanya menggunakan sebagian
110 Bersama Rakyat TNI Kuat

Ketiga, Sistem Politik. Pokok bahasan pada bidang sistem politik


mempunyai cakupan yang sangat luas dan mempunyai kaitan erat dengan
perkembangan dan kajian ilmu politik yang berfokus pada bentuk lembaga-
lembaga politik dan hukum, bentuk kelembagaan tersebut yang berkaitan
erat dengan tata kelola suatu Negara dan kebutuhan masyarakat yang
dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Teori yang berkembang tentang
sistem politik saat ini meliputi; Pertama, Tentang kompromi antara
beragam tujuan bentuk politik seperti Re-presentatifveness atau
keterwakilan; Kedua, Tentang Governability atau tingkat bisa tidaknya
pemerintah dijalankan secara efektif; Ketiga, Tentang kesatuan tujuan dan
perimbangan kekuasaan atau Checks and Balance; Keempat, Tentang
kekuasaan yang tersebar dan terpusat atau terdistribusi secara baik;
Kelima, Tentang interaksi kelembagaan dengan pertumbuhan ekonomi
suatu Bangsa bila dikaitkan dengan tingkat efektifitasnya; Keenam, Tentang
lembaga-lembaga pelengkap yang diperlukan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dalam rangka mengantisipasi persaingan pasar
global; Ketujuh, Tentang lembaga pengontrol anggaran yang berhubungan
tingkat alokasi dana anggaran, efektifitas anggaran dan mengontrol defisit
Anggaran Belanja Negara.
Pemahaman tentang sistem politik tersebut bertujuan untuk
memposisikan diri dalam upaya lebih memantapkan semangat kebangsaan
dan memperkuat komitmen masyarakat dalam menjawab setiap
perkembangan lingkungan strategis baik pada skala Nasional, regional

dari saham yang diterbitkan, maka perusahaan tersebut mempunyai daya ungkit modal yang
tinggi. Collin, “Kamus Lengkap Ekonomi”, (Jakarta : Erlangga, 1988), 67.
Bersama Rakyat TNI Kuat 111

maupun pada skala global. Sehingga pendidikan politik menjadi suatu yang
sangat penting terutama bila dikaitkan dengan upaya membangun budaya
politik yang berakar pada semangat persatuan dan kesatuan Bangsa,
semangat demokrasi dan pembaharuan sistem politik yang mampu
mengakomodasikan setiap aspirasi politik masyarakat yang dijamin oleh
Undang-Undang. Pendidikan politik dimaksudkan untuk semua komponen
Bangsa, masyarakat dan semua Prajurit TNI serta seluruh Anggota POLRI.
Pada perkembangan kehidupan bernegara selanjutnya dikenal
adanya Globalisasi Politik yang mengedepan proses akumulasi antara
kehidupan demokrasi yang ditandai dengan kebebasan berekspresi dan
pada sisi yang lain adanya tuntutan eksistensi kelembagaan pemerintahan,
akan tetapi apabila secara jernih dilihat berpusar pada satu tujuan yaitu
keadilan sosial dalam kehidupan dan kesejahteraan yang merata pada
semua aspek kehidupan masyarakat, globalisasi politik yang mengandung
berbagai muatan kepentingan dengan skala yang berbeda antar unsur
masyarakat haruslah difahami sebagai suatu yang alami dan kewajaran
dalam perjalanan sejarah kebangsaan, akan tetapi yang harus diwaspadai
adalah jangan sampai pemahaman globalisasi politik yang berwujud bentuk
reformasi keluar dari koridor rasa persatuan dan kesatuan yang dapat
memporak-porandakan tata nilai dan norma berbangsa dan bernegara
sehingga berdampak dis-integrasi Bangsa, globalisasi politik yang
berorientasi pada pemahaman baru demokrasi yang harus ditanggapi
sebagai koreksi efektif untuk kemajuan kehidupan politik kebangsaan yang
bebas dari KKN, sehingga pada akhirnya akan terbukti bahwa implementasi
112 Bersama Rakyat TNI Kuat

konsep demokrasi Pancasila akan mampu membawa Bangsa Indonesia


menuju kejayaan Bangsa dalam pergaulan Internasinal.
Keempat, Aspek Budaya dan Struktural. Fenomena yang sangat
krusial berada pada pokok bahasan bahwa kemampuan kelembagaan suatu
Negara banyak dipengaruhi oleh budaya dan norma dasar dari kehidupan
masyarakat setempat, pemikiran ini sangat logis karena interaksi
masyarakat secara struktural akan berdampak langsung pada kondisi
kelembagaan tersebut, kajian dan analisis secara komprehensif lebih lanjut
akan menghasilkan kejelasan bahwa pembangunan lembaga formal suatu
Negara akan banyak dipengaruhi oleh faktor budaya. Untuk melihat lebih
jauh tentang kemampuan kelembagaan akan dipengaruhi oleh empat
unsur; Pertama, Bentuk dan manajemen organisasi kelembagaan pada
bidang disiplin manajemen, kebijakan dan administrasi publik dan ilmu
ekonomi; Kedua, Bentuk kelembagaan yang meliputi bidang disiplin ilmu
politik, pembangunan ekonomi, dan kepastian hukum; Ketiga, Basis
legitimasi meliputi bidang disiplin ilmu politik dan perkembangan pranata
kemasyarakatan; Keempat, Faktor sosial dan budaya yang meliputi bidang
disiplin sosiologi dan antropologi suatu Bangsa.
Kelima, Aspek Kebijakan Publik. Secara umum pokok pembahasan
tentang pelayanan publik yang meliputi bentuk organisasi pada bidang
administrasi Negara dapat dikatakan lebih merupakan suatu seni sehingga
tingkat fleksibilitasnya cukup besar, dengan demikian kelenturan dari tata
kelola kebijakan publik merupakan ciri dari pelayanan yang selalu
berorientasi pada tujuan dan bukan berorientasi pada cara pengelolaan
kebijakan. Untuk itu segenap pengambil keputusan harus secara cerdas
Bersama Rakyat TNI Kuat 113

untuk menerjemah kebutuhan masyarakat menjadi suatu program


kegeatan yang secara empiris mampu menerjemahkan keinginan dan
harapan publik. Implikasi kebijakan publik secara mendasar harus dapat
didifinisikan secara baik guna meminimise kemungkinan dampak negatif
yang secara simultan dapat menyebabkan kontra produktif. Penguatan
struktur kelembagaan Negara menjadi suatu hal yang sangat dominan
terutama bila dikaitkan pada keinginan dan program pemerintah untuk
meningkatkan pelayanan optimal bagi masyarkat, sehingga keberagaman
dan kopleksitas permasalahan kebijakan publik bermuara pada Delegated
Discretion atau pendelegasian wewenang dalam konteks pengambilan
keputusan, meskipun pada pengertian teori organisasi menempatkan
efisiensi komunikasi kelembagaan sebagai proses pendelegasian wewenang
dalam pembuat keputusan, sehingga fungsi kontrol dan pengawasan serta
proses pendampingan program kegiatan harus ditata secara baik dan
berkesinambungan terutama sekali bila dikaitkan pada kebijakan otonomi
daerah, dengan demikian akan terjadi efektifitas dan sinkronisisi persepsi
tujuan organisasi kelembagaan tersebut.
Ada dua pandangan besar yang berkembang dikalangan pengambil
keputusan ekonomi, Pandangan Pertama; Dengan menitik beratkan pada
usaha memperbesar bagian atau porsi hasil pambangunan atau kue hasil
pembangunan atau apapun namanya, dengan penguasaan sumber daya
pada pihak tertentu yaitu para konglomerat, kemudian kue hasil
pembangunan tersebut dibagikan kepada semua masyarakat melalui
program pemerataan pembangunan, argumentasi ini dibangun atas
landasan berfikir bahwa hanya dengan memperbesar kue hasil
114 Bersama Rakyat TNI Kuat

pembangunan itulah maka hasil pembangunan dapat dibagi, atau dengan


kata lain tidak mungkin kue pembangunan dapat dibagi kalau kue
pembangunan itu porsinya kecil dan terbatas. Argumentasi ini telah
dipatahkan oleh kenyataan terjadinya krisis ekonomi pada medio 1998 yang
memaksa lengsernya Presiden Soeharto, dimana pada saat itu kondisi
makro ekonomi Indonesia yang disanggah oleh para konglemerat tidak
mampu menahan badai krisis ekonomi, bahkan kenyataannya para
konglemerat mayoritas melarikan potensi dananya di luar Negeri sampai
mencapai 80%, berdasarkan pengalaman tersebut diatas maka akan timbul
pertanyaan, apakah kita akan membiarkan diri masuk dalam lubang yang
sama? Peristiwa paradok yang terjadi di tengah masyarakat pada saat krisis
ekonomi 1998 pelaku ekonomi yang tetap bertahan di sektor Koperasi dan
pengusaha kecil. Lalu kemanakah larinya kedigdayaan para konglomerat?54
Pandangan Kedua; Adalah menitik beratkan pada usaha pemerataan
ekonomi dari sektor hulu dan hilir secara pararel sehingga pada awal
konsep pembangunan ekonomi ditata dari awal dengan melibatkan potensi
masyarakat pada umunya, konsep ini mengedepankan aspek pemerataan
kue pembangunan, pandangan tersebut mengemuka sebagai koreksi atas
strategi pembangunan masa orde baru, dan merupakan bentuk tuntutan
reformasi di segala bidang Tahun 1998 yang dimotori oleh segenap
mahasiswa seluruh Indonesia, yang kemudian diikuti dengan konsep
otonomi daerah dan melahirkan Undang-Undang Otonomi Daerah Tahun
1999 yaitu : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

54 Kwik Kian Gie, “Ekonomi Indonesia dalam Krisis dan Transisi Politik”, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1999), 24.
Bersama Rakyat TNI Kuat 115

Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan


Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas dari KKN.
Pandangan konsep ekonomi kearakyatan atau Ekonomi Rakyat55 yang
pada masa Presiden Soekarno dengan istilah MARHAEN atau apapun
namanya, yang jelas konsep tersebut mengedepankan kepentingan Rakyat
secara mayoritas miskin dan terpinggirkan, serta sangat terbatas dalam
menikmati kue hasil pembangunan, dengan demikian konsep yang
dibangun pada pemikiran Ekonomi Pancasila berorientasi pada perjuangan
ekonomi Rakyat guna mengentaskan kemiskinan, terbukanya lapangan
pekerjaan, jaminan sosial dan kesehatan serta terbukanya akses pendidikan
sehingga dengan sendirinya cita-cita proklamasi sebagaimana tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dapat terwujud.56

55 Pada bulan Agustus 1930 Bung Karno melakukan pembelaan di Landraad Bandung
menulis bahwa ekonomi rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan
dipadamkan. (Soekarno, “Indonesia Menggugat”, 1930), 31.
56 Gambaran umum sistem Ekonomi Pancasila sebagaimana tercantum dalam Penjelasan

Pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut : dalam Pasal 33 tercantum dasar Demokrasi Ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau untuk pemilikan
anggota-anggota masyarakat, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi.
Perekonomian berdasar atas Demokrasi Ekonomi kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu
cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak
harus dikuasai oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang
yang berkuasa dan Rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak
menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkadung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran Rakyat. Sebab
itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.
(dan sungguh sangat disayangkan, salah satu dampak dari tuntutan Reformasi diterjemahkan
oleh MPR untuk menghapus atau menghilangkan penjelasan tentang Demokrasi Ekonomi
116 Bersama Rakyat TNI Kuat

Kemudian akan timbul satu pertanyaan, apakah dengan terwujudnya


Ekonomi Rakyat sebagai dasar dari Ekonomi Pancasila terwujud dan Rakyat
memperoleh kemakmuran semesta lalu pola dan sistem Ekonomi Pancasila
dapat ditinggalkan?, maka jawabnya “tidak”, tugas selanjutnya adalah
bagaimana cara mempertahankan keutuhan dan perbaikan konsep guna
menyongsong perubahan sistem ekonomi global, hal ini berangkat dari
kesadaran bahwa tidak ada pelaku ekonomi di Dunia ini yang dapat berjalan
dengan sendirinya tanpa berintegrasi dan bersosialisasi dengan sistem
ekonomi secara Internasional, sehingga pada akhirnya pembangunan
sistem Ekonomi Pancasila mempunyai implikasi pada perubahan struktur
ekonomi dan perubahan struktur sosial, politik dan budaya.57
Globalisasi dapat dimaknai sebagai kondisi interaksi antar masyarakat
dunia dalam berbagai aspek kehidupan, tanda-tanda yang paling dominan
pada era globalisasi adalah; Pertama, Percepatan penyebaran arus
informasi secara global atau mendunia sehingga memungkinkan terbukanya
informasi yang dulunya tertutup akan menjadi transparan, dan yang
dulunya transparan sekarang menjadi terbuka, apalagi dengan didukung
oleh kondisi terbukanya akses masyarakat untuk memperoleh informasi
tersebut dengan harga atau biaya yang relatif murah bahkan gratis,
sehingga terbentuk kristalisasi opini publik yang harus diantisipasi terhadap
kemungkinan kecenderungannya, dengan harapan agar kondisi tersebut
bermuara pada perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara; Kedua,

UUD 1945 dengan alasan yang sederhana bahwa di Negara-Negara lain tidak ada UUD atau
Konstitusi yang memakai penjelasan.
57 Sarbini Sumawinata, “Politik Ekonomi Kerakyatan”, (Jakarta, PT. Gamedia Pustaka

Utama, 2004), 130.


Bersama Rakyat TNI Kuat 117

Perkembangan secara cepat ilmu pengetahuan dan teknologi terutama


teknologi informasi yang mendorong kondisi dunia tanpa batas, akan tetapi
yang harus diwaspadai terhadap perkembangan teknologi tersebut adalah
perkembangan teknologi persenjataan Militer dan teknologi sabotase yang
digunakan untuk maksud-maksud negatif. Karena semakin tinggai teknologi
kejahatan maka semakin tinggi pula akibat negatif yang ditimbulkannya;
Ketiga, Pesaingan pasar bebas yang tidak melihat skala kemampuan antar
pesaing, segmentasi pasar dan tidak melihat tingkat pencemaran
lingkungan alami dan pencemaran ideologi serta pencemaran budaya suatu
Bangsa sebagai akibat persaingan pada pasar bebas oleh pelaku ekonomi
besar yang berskala Internasional yang mengesampingkan segala dampak
yang ditimbulkannya; Keempat, Terjadinya pergeseran kepentingan dan
pergeseran mind set kelembagaan Negara sejak berakhirnya Perang Dingin
yang memposisikan Amerika sebagai Negara Super Power tunggal tanpa
pesaing, terjadinya krisis ekonomi pada medio 1997 dan semangat
reformasi dalam Negeri yang menuntut pola pemerintahan yang
desentralistik yang menghasilkan Undang-Undang Otonomi Daerah,
sehingga memicu semangat kedaerahan yang memungkinkan berdampak
negatif pada rasa persatuan dan kesatuan serta Nasionalisme. Akan tetapi
pada sudut pandang yang berbeda globalisasi akan membuka peluang pasar
baru bagi Negara yang sedang berkembang dan mengurangi rasa terisolasi
yang banyak dirasakan oleh Negara-Negara yang sedang berkembang,
sehingga terbuka semua akses ekonomi di berbagai aspek kehidupan
masyarakat dunia.58

58 Globalisasi dari sisi positif telah mendorong terbukanya jalan perdagangan Internasional
118 Bersama Rakyat TNI Kuat

Distribusi pendapatan serta konsep perimbangan tata kelola


keuangan tidak merata antar-wilayah sehingga membuka lebar koridor
kesenjangan sosial.59 Distribusi sumber daya yang tidak merata tersebut
sebagai akibat dari lemahnya bidang perencanaan dan tanggung jawab
sosial bersama, sehingga diperlukan upaya bersama yang secara serentak
dapat membangun kesadaran kolektif untuk berbuat yang terbaik bagi
Bangsa dan Negara (bukan yang terbaik bagi dirinya sendiri dan
kelompoknya melalui korupsi), fenomena yang terjadi saat ini adalah
adanya kecenderungan para pelaku usaha dan para pengambil keputusan
secara bersama melakukan sinkronisasi pelemahan potensi masyarakat
untuk berbuat nyata dan berpartisipasi dalam usaha pembangunan Bangsa
dan Negara, hal ini sebagai akibat dari meningkatnya volume
penyimpangan anggaran Pemerintah yang berahir pada proses hukum di
KPK. Pertanyaannya adalah bagaimana cara memulai membangun
kesadaran Nasional secara bersama agar Bangsa Indonesia mampu untuk
mencapai cita-cita luhur Bangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

sehingga banyak membantu perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi negara


yang bertumpu pada ekspor dan banyak meningkatkan kesejahteraan negara di Asia, karena
melalui globalisasi banyak orang hidup lebih sejahtera, terjaminnya fasilitas kesehatan
sehingga menjadikan hidup lebih lama dan lebih terjamin kelangsungan hidupnya dari pada
sebelumnya. Joseph E. Stiglitz, “Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan
Internasional”, (Jakarta : PT. Ina Publikatama, 2003), 5. Dengan judul asli Globalization and
Discontents, yang diterjemahkan oleh Ahmad Lukman.
59 Berdasarkan informasi perbankan bahwa uang beredar di Jakarta lebih dari 70% atau

hampir menyentuh angka 80%, dan hasil laporan dari semua kantor Bank Indonesia
menunjukan adanya kecenderungan besar aliran dana dari daerah ke pusat, dan hal tersebut
berlangsung cukup lama hingga saat ini. Tingkat penanaman kembali di daerah lebih rendah
(dengan rasio pinjaman terhadap dana/LDR mencapai antara 30% hingga 40%) dari sumber
dana yang dapat dimobolisasi, kondisi paradok juga terjadi pada tingkat yang lebih kecil
(individual) labih dari 90% simpanan masyarakat yang berada di bank-bank hanya dimiliki
oleh kurang dari 10% penabung. Burhanuddin Abdullah, “Menanti Kemakmuran Negeri”,
(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), 42.
Bersama Rakyat TNI Kuat 119

UUD 1945?, jawaban yang paling tepat adalah dimulai dari para
pemimpinnya dengan metode pemberian contoh dan keteladanan hidup
yang baik, lalu timbul pertanyaan berikutnya, pemimpin yang mana pada
saat ini dapat dijadikan tauladan hidup bagi masyarakat?, inilah pertanyaan
yang sangat sulit dijawab karena diantara masyarakat yang berbeda
mempunyai parameter dan standar nilai yang berbeda, akan tetapi
berbagai pendapat yang berbeda tersebut dapat disatukan pada tata nilai
yang harus dibangun sebagai landasan perjuangan ekonomi Bangsa adalah;
Pertama, Adanya niat baik untuk sumbangsih pada pembangunan Bangsa
dan Negara; Kedua, Tertanam jiwa cinta Tanah Air Indonesia yang kuat dan
terpatri dalam diri sanubari; Ketiga, Terdorong semangat tolong-menolong,
semangat berbagi rasa dan semangat untuk bekerjasama; Keempat,
Mempunyai jiwa ketulusan dan keikhlasan tanpa pamrih dalam perjuangan
tersebut.60 Demikian juga pada pandangan pakar ekonomi yang

60 Diantara nilai-nilai tersebut telah tertuang dalam prinsip dasar Koperasi yang terkandung
di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasian, yang kemudian
ditegaskan dalam pernyataan identitas Koperasi secara Internasional pada Tahun 1995
adalah; 1. Keanggotaan berfsifat sukarela dan terbuka; 2. Pengendalian anggota secara
demokratis; 3. Pertisipasi ekonomi anggota; 4. Otonomi dan kebebasan; 5. Pendidikan,
pelatihan dan informasi; 6. Kerjasama antar Koperasi; 7. Keperdulian terhadap komunitas
(disunting dari pidato Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia pada acara peringatan Hari Koperasi ke-62 Tahun 2009 di Stadion Madya Sempala
Samarinda, Kalimantan Timur). Dan pada kesempatan yang sama Presiden Republik
Indonesia mengatakan beberapa harapannya yaitu; 1. Meningkatkan permodalan Koperasi
dengan skim kredit biasa, maupun dengan skim KUR yang pada dua Tahun terakhir disiapkan
dana oleh Pemerintah hingga 34 Trilyun dan pada lima Tahun mendatang mencapai angka
100 Trilyun; 2. Peningkatan peran Dekopin pada usaha ketahanan pangan, bukan hanya
beras, tetapi juga gandum, kedelai, gula dan jenis-jenis pangan lainnya; 3. Merambah pada
potensi baru yaitu dalam bidang energi, termasuk energi terbarukan, energi yang bersumber
dari bio energi yang bisa mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak; 4.
Membangun usaha di bidang ekonomi kreatif, kerajinan batik serta usaha lain yang cocok
untuk Usaha Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; 5. Percepatan usaha Koperasi dalam
rangka upaya mengurangi angka pengangguran dan angka kemiskinan sehingga secara tidak
120 Bersama Rakyat TNI Kuat

merumuskan 4 permasalahan pokok pembangunan ekonomi yaitu ;


pertumbuhan, lapangan pekerjaan produktif, lalu lintas perdagangan dan
pembayaran luar Negeri, serta kestabilan dalam perkembangan harga.61
Pengertian pertumbuhan dapat diimplementasikan secara nyata pada
peningkatan produksi barang dan jasa di semua sektor serta terdistribusi
secara baik di berbagai daerah, dengan harapan akan terjadi pemerataan
sumbe rdaya sehingga dapat menggerakan ekonomi daerah, hal tersebut
juga akan mengurangi ketimpangan ekonomi antar daerah, adapun sasaran
yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan angka penyebaran hasil
produksi barang dan jasa secara merata dan semakin luas sehingga tingkat
ketersediaan barang dan jasa semakin banyak jumlahnya secara beraneka
ragam dan semakin baik kualitasnya dan dengan harga yang dapat
terjangkau oleh masyarakat pedesaan secara luas, sehingga secara tidak
langsung dapat difahami bahwa terjadi hubungan timbal baik antara
pembangunan ekonomi dengan kesempatan kerja produktif, disinilah letak
pentingnya penyusunan perencanaan obyektif terhadap pembangunan
karakter Bangsa yang dilandasi oleh perencanaan prioritas pembangunan
dengan memperhatikan potensi alam, potensi keterampilan masyarakat,
tata nilai dan adat istiadat masyarakat serta perkembangan lingkungan
strategis secara Internasional. Kemudian akan timbul pertanyaan, akan
dibawa kemanakah bahtera Nusantara ini?, dengan muatan lebih dari 200

langsung dapat meningkatkan kesejahteraan Rakyat; 6. Dibangunnya semboyan Go Local di


tengah-tengah semboyan Go Global, dengan dasar pemikiran untuk menghidupkan ekonomi
pedesaan, Small but effective bussines yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
61 Sumitro Djojohadikusumo, “Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi

Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan”, (Jakarta : PT. Pustaka LP3ES, 1994), 65.
Bersama Rakyat TNI Kuat 121

Juta penduduk dan lebih dari 17.000 gugusan pulau kecil dan pulau besar,
dengan segala potensi tambang dan pertanian serta potensi bahari yang
belum tergali, rangakaian perencanaan tersebut merupakan akumulasi dari
rencana pemberdayaan potensi alam dan potensi masyarakat Indonesia
pada strategi pembangunan ekonomi yang berakarkan kerakyatan.62
Faktor terpenting lainnya yang dapat dijadikan rujukan adalah
pentingnya pemahaman bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kepulauan
dengan tingkat penyebaran penduduk yang tidak merata dan dengan luas
laut diatas angka 60% dari luas daratan sehingga sangat diperlukan kerja
keras untuk melakukan pemetaan potensi serta pemetaan kebutuhan
masyarakat, hal yang tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan alat
transportasi laut dan udara dengan segala prasarana pendukungnya guna
mendukung lalu lintas ekonomi Nasional dan lalu-lintas ekonomi
Internasional, dilain pihak harus dipertimbangkan bahwa lalu-lintas
ekonomi Internasional sebagai bagian dari perkembangan ekonomi global
mempunyai peran yang sangat penting pada Negara sedang berkembang
seperti Indonesia, dan dalam hubungan ini neraca perdagangan dan
pembayaran luar Negeri menunjukan tingkat kedudukan Negara dalam
pergaulan dan hubungan bisnis secara Internasional, sehingga faktor
penting yang harus dipertimbangkan adalah tingkat fluktuasi harga barang

62 Kajian dan analisis dari pembangunan ekonomi kerakyatan dalam pembangunan


Nasional adalah; Pertama, Konsep pembangunan yang berakar pada kerakyatan artinya
mengedepankan kepentingan Rakyat banyak dengan melihat dua unsur penting; yaitu apa
yang diperlukan Rakyat? dan apa yang dimiliki Rakyat?; Kedua, Pemberdayaan potensi
masyarakat sebagai sebuah strategi dalam menjalankan pembangunan yang berakarkan
kerakyatan. Ginanjar Karta Sasmita, “Pembangunan untuk Rakyat”, (Jakarta : CIDES, 1996),
Hal. 133.
122 Bersama Rakyat TNI Kuat

dan jasa serta laju inflasi sebagaimana tercantum dalam indeks harga
konsumen dan indeks harga perdagangan yang berlaku pada kehidupan
rumah tangga keluarga dan kegiatan dunia usaha secara luas. Sebagai
acuan orientasi perencanaan pembangunan ekonomi Negara dapat
dilakukan perbandingan bahwa diantara ciri pokok Negara industri yang
maju adalah : cukup tersedianya dengan baik kapasitas produksi yang sudah
terpasang meliputi modal masyarakat berupa prasarana fisik yaitu; jaringan
jalan antar-daerah, ketersedian aliran listrik yang memadai guna
mendukung sektor usaha skala kecil, menengah dan usaha besar, saluran
irigasi yang sesuai dengan kontur tanah dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, sarana pelabuhan dengan segala macam perangkat
pendukungnya, serta sarana komunikasi. Dan tidak kalah pentingnya adalah
faktor jaminan keselamatan dan keamanan Dunia usaha serta kepastian
hukum.
Dalam konsep pembangunan ekonomi sebuah Negara secara umum
tidak akan lepas dari pembahasan ketahanan pangan (food security),
sehingga diperlukan upaya khusus untuk mengantisipasi segala
kemungkinan yang akan terjadi, karena kerapuhan dan kekuatan suatu
Negara akan banyak ditentukan oleh kepandaiannya dalam mengelola
sumber daya pangan, manusia tidak dapat hidup tanpa pangan sehingga
pangan merupakan syarat mutlak untuk hidup. Para ahli merumuskan
bahwa unsur ketahanan pangan meliputi dua hal; Pertama, Ketersedian
pangan secara baik; dan Kedua, Aksesbilitas masyarakat terhadap pangan
tersebut, apabila salah satu unsur tersebut tidak tersedia secara baik maka
suatu Negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang
Bersama Rakyat TNI Kuat 123

baik, sehingga terdapat hubungan yang berbanding lurus antara


ketersediaan pangan dengan pola distribusi yang menjamin akses
masyarakat untuk memperoleh bahan pangan tersebut, ketersedian pangan
yang memadai sesuai kebutuhan masyarakat baik secara kualitas maupun
kuantitas dapat dilakukan melalui dua hal; Pertama, Produksi dalam Negeri
dengan memanfaatkan segala potensi sendiri; Kedua, Melalui mekanisme
impor, mengambil langkah impor bahan pangan adalah langkah emergency
yang dilakukan Pemerintah dalam hal penyediaan pangan untuk
memperkecil dampak dari Food Gap, akan tetapi kenyataan yang ada
ketergantungan terhadap impor pangan tidak dapat dihindarkan terutama
sejak keberhasilan Swasembada pangan pada Tahun 1984 dan menjadikan
para pengambil kebijakan terlena, sehingga berakibat terjadinya distribusi
pangan yang berasal dari impor secara berlebihan pada sentra produksi di
daerah-daerah, sehingga cukup beralasan tentang adanya kekhawatiran
akan ancaman kedaulatan pangan Indonesia.63
Apabila ditinjau dari kesuburan tanah dan luasnya area pertanian
serta didukung oleh aliran sungai yang tersedia maka tidak terlalu
berlebihan jika Indonesia nantinya akan menjadi salah satu Negara

63 Organisasi pangan dan pertanian sedunia (FAO) telah menetapkan ketentuan tentang
kriteria ancaman ketahanan pangan suatu Negara yang meliputi ; 1. Tingginya proporsi
penduduk yang kekurangan pangan; 2. Tingginya proporsi kekurangan energi, protein dari
rata-rata kebutuhan energi, protein yang disyaratkan atau Food Gap; 3. Besarnya indeks Gini
dari Food Gap konsumsi energi, protein; 4. Besarnya koefisien variasi konsumsi, energi.
Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah setiap nNegara harus belomba untuk
melindungi para petaninya guna menjamin ketersedian pangan Warga Negaranya, Uni Eropa
(UE) mengalokasikan total subsidi rata-rata 40 Miliar Dollar AS per Tahun, sedangkan
Amerika Serikat (AS) mengalokasikan subsidi 19 Miliar Dollar per Tahun kepada petaninya
atau sekitar dua kali lipat dari dana yang dicadangkan untuk bantuan Internasional atau
Foreign Aid. Bustanul Arifin, “Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia”, (Jakarta : Penerbit Buku
Kompas, 2004), 38.
124 Bersama Rakyat TNI Kuat

terkemuka dalam memasok kebutuhan pangan Dunia dari produk-produk


pertanian tropis sehingga akan mampu mengangkat harkat dan martabat
Bangsa melalui jerih payah dan usaha petani dengan satu syarat yaitu
sinergisitas yang baik antara Pemerintah, petani dan semua organisasi
penggerak pertanian termasuk Dekopin dan HKTI, The Economist adalah
salah satu Majalah yang menerbitkan Buku “World in Figures” atau Dunia
dalam Angka edisi Tahun 2003 yang menempatkan Indonesia sebagai
Negara terhormat pada bidang produk-produk pertanian tropis yaitu;
Indonesia merupakan Negara penghasil Biji-bijian terbesar nomor 6 di
Dunia, penghasil Beras nomor 3 di Dunia setelah China dan India, penghasil
Kopi terbesar nomor 4 di Dunia, penghasil Cokelat terbesar nomor 3 di
Dunia setelah Ghana dan Pantai Gading, penghasil Minyak Sawit nomor 2 di
Dunia setelah Malaysia dan sekarang menjadi nomor 1, penghasil Lada
Putih terbesar di Dunia, penghasil Lada Hitam nomor 3 di Dunia, penghasil
Cengkeh nomor 1 di Dunia, penghasil Puli dari buah Pala terbesar di Dunia,
penghasil Karet alam nomor 2 di Dunia setelah Thailand.64 Lalu timbul satu
pertanyaan besar, mengapa Indonesia belum mampu mengoptimalkan
potensi produk-produk pertanian tropis? dan mengapa hingga saat ini nasib
petani tak kunjung mengalami perbaikan? serta dimana letak
kesalahannya?, itulah sebabnya diperlukan arah niat dan semangat cinta
tanah air dan semangat gotong-royong serta semangat berbagi dalam

64 Kata Pengantar Siswono Yudo Husodo dalam bukunya Andreas Maryoto, “Jejak Pangan
Sejarah, Silang Budaya dan Masa Depan”, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2009), xii. Akan
tetapi pada sisi yang berbeda terdapat kondisi yang berlawanan karena Indonesia
merupakan Negara pengimpor Gula 37% dari kebutuhan Nasional, 29% Daging Sapi dari
kebutuhan Nasional, Garam 50% dari kebutuhan Nasional, Kedelai 70% dari kebutuhan
Nasional, Jagung 11% dari kebutuhan Nasional, Kacang Tanah 15% dan 70% kebutuhan Susu
Impor.
Bersama Rakyat TNI Kuat 125

membangun ekonomi Bangsa demi tercapainya cita-cita luhur Bangsa


Indonesia melalui gerakan ekonomi Rakyat dalam bingkai konsep Ekonomi
Pancasila, dengan harapan agar terhindar dari praktek kejahatan bisnis di
bidang ekonomi.65
Pembahasan tentang segala aspek kehidupan yang diawali dari
pembangunan ekonomi sebuah Bangsa yang besar, pemberdayaan potensi
pertanian dan pertambangan serta optimalisasi wilyah bahari serta
supremasi hukum dan kedewasaan berpolitik akan menjadi hampa apabila
pendidikan masyarakat secara umum belum menjadi prioritas utama
pembangunan Bangsa, yang meliputi pendidikan kepribadian dan
pendidikan intelektual akademis, sehingga diperlukan usaha bersama
antara Pemerintah dan masyarakat untuk membentuk karakter dan budaya
Bangsa yang berdasarkan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia sendiri sebagai
amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. 66

65 Bentuk kejahatan bisnis di bidang ekonomi meliputi; Pertama, Memanipulasi data


neraca perusahaan dengan maksud untuk menghindari atau memperkecil kewajiban
membayar pajak; Kedua, Persengkokolan dalam penentuan harga dan mengiklankan produk
dengan cara menyesatkan; Ketiga, Kerjasama dengan petugas Pajak untuk menghindari atau
memperkecil kewajiban membayar Pajak; Keempat, Kegiatan produksi yang tidak
memperhatikan lingkungan sehingga berdampak pada polusi limbah cair, debu dan suara;
Kelima, Tidak memperdulikan keselamatan kerja karyawan dan segala macam praktek
eksploitasi tenaga kerja tanpa jaminan sosial yang jelas; Keenam, Memberikan sumbangan
kampanye politik secara tidak sah dan bertentangan dengan Undang-Undang; Ketujuh,
Operasional perusahaan dijadikan sebagai lahan untuk pencucian uang semata. John Pieris,
Nizam Jim, “Etika Bisnis dan Good Corporate Governance”, (Jakarta : Penerbit Pelangi
Cendikia, 2007), 160.
66 Amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31; 1. Setiap Warga Negara berhak

mendapatkan pendidikan; 2. Setiap Warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya; 3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa yang diatur dengan Undang-Undang;
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk
126 Bersama Rakyat TNI Kuat

Dengan dibangun kesadaran bahwa Sumber Daya Manusia adalah


basis dari kekuatan Bangsa dan menjadi akar dari segala permasalahan
kehidupan, maka sudah sewajarnya bahwa setiap Negara di Dunia ini akan
berlomba untuk meningkatkan kualitas intelektual dan kualitas kepribadian,
dengan harapan dapat meningkatkan kualitas Bangsa dalam pergaulan
Internasional, awal pembangunan sebuah Negara besar pasti dimulai dari
pembagunan Sumber Daya Manusia, hal ini terbukti bahwa semakin tinggi
peradaban sebuah Negara baik secara intelektual dan kepribadiannya maka
semakin tinggi pula derajat Bangsanya dalam pergaulan Internasional dan
sudah barang tentu akan diikuti dengan peningkatan kesejahteraan atau
kemakmuran masyarakat Bangsa tersebut, demikian juga semakin rendah
pendidikan intelektual dan kepribadian sebuah Bangsa maka akan semakin
rendah martabat Bangsa tersebut dalam pergaulan Internasional dan sudah
barang tentu akan diikuti dengan keterbelakangan budaya dan
kemiskinan.67 Disinilah letak pentingnya implementasi konsep Ekonomi
Pancasila yang harus dimulai dari kesadaran pendidikan manusia
seutuhnya, yaitu pembangunan kulaitas intelektual dan kualitas kepribadian
melalui jalur pendidikan formal dan informal.

memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan Nasional; 5. Pemerintah memajukan


ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Agama dan persatuan
Bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
67 Fakta sejarah telah menunjukan bahwa kejayaan Negara Yunani dan Romawi diawali

dengan revolusi pemikiran yang berawal dari ACADEMI atau sekolah yang dirintis oleh Plato
dan Socrates di Athena pada 400 Tahun sebelum Masehi, dengan sebutan LYCEUM. Di Timur
Tengah Jazirah Arab pada masa Harun Al-Rasyid telah dibangun Bayt Al Hikmah sebagai
pusat pendidikan yang mengantarkan kejayaan Dunia Islam, sehingga melahirkan pemikir-
pemikir Dunia di bidang saint, matematika, fisika, al jabar, serta ilmu kedokteran modern.
Para pakar intelektual tersebut antara lain Ibnu Rusd, Ibnu Sina, Al Kindi, Al Farabi dan masih
banyak lagi nama-nama besar akademisi pada waktu itu. Aulia Reza Bastian, “Reformasi
Pendidikan”, (Yogyakarta : Lappera Pustaka Utama, 2002), 93.
Bersama Rakyat TNI Kuat 127

Sebagai contoh jalan tengah atau kompromi kesepakatan dari


bebarapa kepentingan pada satu titik temu. Ketika masyarakat memerlukan
dana permodalan berupa fasilitas kredit untuk memenuhi kebutuhan usaha
para petani, pedagang pasar atau para pegawai rendahan maka timbulah
rasa keinginan untuk menolong yang didasari oleh budaya gotong-royong
pada seorang Patih Purwokerto Aria Wiriatmaja, sehingga berinisiatif untuk
membentuk Koperasi simpan pinjam pada Tahun 1898 guna melayani
masyarakat yang secara umum masih berpendapatan terbatas, pemilihan
badan hukum Koperasi simpan pinjam tersebut didasarkan pada alasan
bahwa Koperasi sesuai dengan budaya masyarakat setempat, sehingga
secara rasional Koperasi dapat diterima oleh masyarakat. Dilain pihak unsur
penguasa Van Westrode melakukan tindakan yang rasional, karena badan
hukum Koperasi sangat bersesuaian dengan semangat kebersamaan di
Eropa. Sehingga berdirinya Koperasi secara tidak langsung merupakan
kompromi rasionalitas antara kelompok miskin pribumi dan penguasa
setempat. Garis sepadan dengan kondisi tersebut diatas itulah yang
diupayakan untuk mencari ide segar atau menggagas kompromi rasionalitas
ekonomi Indonesia kontemporer yang dapat menampung aspirasi
masyarakat secara umum, bersesuaian dengan ketentuan Perundang-
undangan, keperpihakan penguasa pemerintahan dan dapat menampung
kepentingan para pelaku pasar, sehingga semua elemen masyarakat
terwadahi kepentingannya, dalam suatu konsep pemikiran tentang
Ekonomi Pancasila.68

68 M. Dawam Rahadjo, “Nalar Ekonomi Politik”, (Bogor : IPB Press), 5.


128 Bersama Rakyat TNI Kuat

Ketiga, Perjalanan sejarah Bangsa-Bangsa di Dunia ini mempunyai


hubungan saling keterkaitan dan saling berhubungan serta saling
melengkapi, termasuk juga perjalanan Bangsa Indonesia. Dikisahkan bahwa
sejarah alam semesta ini mempunyai usia lebih panjang dari pada sejarah
umat manusia, demikian juga mempunyai usia jauh lebih tua dari pada
berdirinya komonitas Bangsa dan Negara, barang kali inilah salah satu
rahasia perencanaan Tuhan untuk menempatkan manusia di muka bumi ini
setelah segala sesuatunya tersedia dengan baik, dengan lingkungan alam
yang tertata terlebih dahulu serta suhu dan iklim sudah bersahabat baru
kemudian diturunkan di muka bumi ini. Dengan dasar logika tidak mungkin
manusia hidup di Dunia ini bila alam yang akan ditempati belum tersedia
keperluan manusia minimal untuk bertahan hidup. Ahli sejarah mengatakan
bahwa masa yang paling tua dalam kehidupan alam semesta ini adalah
masa Plestosen yang ditandai dengan adanya pergeseran atau Glasiasi yang
berdampak menurunnya suhu permukaan bumi, dan mencairnya es di
daerah tertentu yang menyebar di daerah sekelilingnya yang secara tidak
langsung berdampak pada tatanan alam, aliran sungai dan lautan dan
pergeseran tata letak kepulauan di beberapa wilayah di atas muka bumi ini.
Adapun Kepulauan Indonesia terdiri dari serangkaian atau gugusan Pulau
besar dan kecil pada posisi 6 derajat garis Lintang Utara, 11 derajat garis
Lintang Selatan, memanjang dari Barat ke Timur antara 95 derajat sampai
dengan 140 derajat garis Bujur Timur, seluruh daerah ini beriklim tropis
dengan suhu rata-rata di dataran rendah 26 derajat Celsius, dan daerah
pegunungan 20 derajat Celsius. Adanya kehidupan di wilayah Nusantara ini
diperkirakan mulai abad 4 atau 5 Masehi dengan bukti ditemukannya
Bersama Rakyat TNI Kuat 129

peninggalan tulisan batu pada masa itu, atau bukti-bukti lain yang berhasil
ditemukan oleh para peneliti dan para ahli sejarah, dari hasil temuan bukti
sejarah tersebut dapat difahami bahwa dalam kehidupan masa itu terdapat
kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan, bercocok tanam atau
pertanian, pemujaan pada nenek moyang. Dengan demikian dari sisi
kependudukan Bangsa Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan dari
perjalanan kehidupan prasejarah, terutama pada sisi faktor biologis dan
kultural.69
Para ahli sejarah memperkirakan lima ratus ribu Tahun yang lalu
daerah es di Kutub Utara dan Selatan mengalami perubahan bentang
wilayah karena perubahan suhu sehingga mengakibatkan kenaikan
permukaan laut yang berdampak pada perubahan struktur kepulauan dan
sebagian daratan terendam, sehingga terjadi perubahan pula struktur
ekosistem yang termasuk juga manusia. Pada sisi yang berbeda para ahli
sejarah juga memperkirakan bahwa manusia Indonesia telah ada pada satu
Juta Tahun yang lalu dengan hidup berkelompok-kelompok, dan menyebar
sesuai dengan keperluan kehidupan masing-masing, para ahli sejarah juga
menarik hubungan yang linier antar wilayah penyebaran penduduk yang
tidak terkonsentrasi pada kelompok masyarakat tertentu, tetapi menyebar
ke seluruh daratan.70
Semua Bangsa di Dunia ini mempunyai nilai-nilai luhur yang dijunjung
tinggi sebagai warisan budaya yang dijaga dan dihormati, demikian juga

69 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia


Jilid Satu”, (Jakarta : Balai Pustaka, 1992), 297.
70 Koentjaraningrat, “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia”, (Jakarta : Djambatan, 1999),

15.
130 Bersama Rakyat TNI Kuat

latar belakang perjalanan sejarah berdirinya Negara dengan segala macam


pasang surut kehidupan perjuangan dan derai air mata merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari riwayat Bangsa tersebut yang tidak hanya untuk
dikenang akan tetapi dijadikan pijakan untuk perjuangan generasi
berikutnya demi kehidupan yang lebih baik Bangsa-nya sendiri dan demi
untuk menata atau memposisikan diri pada pergaulan Internasional, hal ini
terjadi disetiap Negara termasuk sejarah Bangsa Indonesia. Kebangsaan
atau Nationhood adalah akumulasi dari rangkaian interaksi keseimbangan
antara kepentingan masyarakat atau Society disatu pihak dan kekuasaan
Negara atau State di pihak lain, untuk itu perlu dicari suatu formula guna
menjaga agar tidak terjadi benturan antara masyarakat dan Negara.
Sehingga sangat diperlukan adanya tinjauan historis dan filosofis yang
memposisikan dan mengfungsikan kedua peran sesuai porsinya masing-
masing dan sesuai tuntutan zamannya, proses interaksi antar masyarakat
suatu Negara dengan Negara lain atau interaksi antar keyakinan akan
menghasilkan tata nilai atau norma budaya, meskipun kebudayaan yang
dimiliki oleh setiap masyarakat berbeda-beda, akan tetapi setiap
kebudayaan mempunyai ciri dan sifat yang sama dalam arti universal,
secara umum sifat-sifat budaya tersebut memiliki ciri yang sama meskipun
tidak sama persis, hal ini disebabkan adanya perbedaan ras, lingkungan
alam, kebiasaan dan perbedaan tingkat pendidikan. Sifat yang melekat pada
kebudayaan tersebut meliputi; Pertama, Interaksi antar masyarakat yang
tercemin dari perilaku sehari-hari akan menjadi kebiasaan yang membentuk
budaya; Kedua, Nilai-nilai budaya telah ada terlebih dahulu sebelum
lahirnya suatu generasi tertentu yang mengikuti perkembangan zamannya
Bersama Rakyat TNI Kuat 131

dan akan diwariskan antar generasi ke genarasi berikutnya; Ketiga, Budaya


sangat diperlukan oleh manusia yang tercermin dari tingkah laku, budaya
tersebut meliputi norma-norma dan aturan baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur suatu tindakan yang dianjurkan, perbuatan yang
dilarang atau tindakan yang menjadi kebanggaan bersama dan tindakan
yang merupakan pantangan untuk dikerjakan.
Keempat, Perkembangan dinamika kehidupan masyarakat yang
senakin cepat seiiring dengan kemajuan teknologi informasi dan
peningkatan kesadaran untuk turut serta berpartisipasi aktif dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya tuntutan masyarakat
dalam proses pencapaian keadilan serta porsi keseimbangan pembangunan
antara pusat dan daerah, antara pembangunan di Pulau Jawa dan luar Jawa,
tuntutan tersebut tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dibidang
polotik, sosio kultural, penegakkan hukum dan kepastian hukum serta
penghormatan terhadap nilai-nilai HAM atau Hak Azazi Manusia. Untuk itu
diperlukan keserasian Visi kedepan TNI-POLRI kedepan dalam rangka
membawa kehidupan yang tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara
yang mengedepankan “civil society”, sehingga pengembangan pemikiran
kedepan harus memposisikan peran TNI-POLRI secara kelembagaaan
dengan fungsional setingkat dan proporsional dengan politisi sipil.
Pertama, Pendekatan Pemikiran. Anggota TNI-POLRI berasal dari
Rakyat dan melalui proses perekrutan atau seleksi penerimaan sebagai
anggota TNI-POLRI memelalui kualifikasi tertentu, kemudian diikuti dengan
perjanjian sumpah sebagai Anggota TNI-POLRI, dengan demikian dapat
difahami bahwa sebagai Anggota TNI-POLRI adalah pilihan profesi dengan
132 Bersama Rakyat TNI Kuat

tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat serta hak-hak sebagai Warga
Negara yang melekat pada setiap Anggota TNI-POLRI. Dalam faktanya tidak
ada perjajian Anggota TNI-POLRI untuk melepaskan hak-hak sebagai Warga
Negara ketika memilih profesi sebagai Anggota TNI-POLRI. Untuk itu isi dari
pasal 26, 27 dan 28 pada UUD 1945 masih melekat pada setiap anggota
TNI-POLRI, akan tetapi hal tersebut akan menjadi diskusi panjang untuk
melaksanakan edukasi dan pemahaman personel TNI-POLRI di bidang
Politik agar dapat melakukan tugas “hasil keputusan politik” dengan baik.
Padahal menjadi Anggota TNI-POLRI adalah pilihan profesi yang tidak ada
bedanya dengan profesi-profesi yang lain. Pada Pasal 5 poin (4) untuk
Anggota TNI dan Pasal 10 poin (2) untuk Anggota POLRI pada TAP MPR
Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI melarang
Anggota TNI-POLRI untuk memilih dan dipilih, sehingga secara jernih dasar
pemikiran tersebut mengandung kontradektif dan lebih jauh dari itu pada
taraf pangkat dan jabatan tertentu, Anggota TNI-POLRI yang tampil sebagai
pemimpin harus dapat memahami cara berfikir dan cara pandang politisi
sipil dalam mengambil tindakan dan kebijakan yang berkaitan dalam
keanekaragaman permasalahan di lapangan, sehingga perdebatan
pemikiran yang dimunculkan adalah dasar pengalaman penugasan dimana
pengetahuan politik dalam proses jenjang kerier menjadi kosong atau
paling tidak menjadi sangat minimal sekali.
Berdasarkan perdebatan pemikiran tersebut diatas, maka dapat
diambil jalan tengah bahwa harus dibuat peraturan baru yang
menempatkan Anggota TNI-POLRI pada lembaga legislatif yang terbatas
sebagai lison officer atau sebagai peninjau tetap. Penempatan Anggota TNI-
Bersama Rakyat TNI Kuat 133

POLRI pada lembaga legislatif bukan turut serta dalam pengambilan


keputusan, tetapi sebagai peninjau sekaligus dapat memberikan masukan
dalam kebijakan pada ranah politik.Dengan demikian, ada 2 hal yang perlu
untuk didiskusikan, yaitu turut sertanya Anggota TNI-POLRI dalam Pemilu
dan penempatan Anggota TNI-POLRI pada lembaga legislatif sebagai lison
officer atau peninjau tetap.
Kedua, Proses Pendewasaan Politik. Kompleksitas medan tugas TNI-
POLRI baik secara kelembagaan maupun secara individu semakin hari
semakin meningkat, sehingga diperlukan peningkatan pengalaman
penugasan, peningkatan kualitas pendidikan dan peningkatan kelengkapan
Alutsista serta peningkatan kesejahteraan.
Makna yang terkandung dalam UU RI Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 2
poin (d), yaitu memposisikan TNI sebagai tentara profesional yang dijamin
kesejahteraannya. Artinya semua kebutuhan TNI baik secara kelembagaan
dan individu adalah tanggung jawab Negara. Dengan demikian tentara
secara individu dan kelembagaan tidak dibenarkan untuk berpolitik praktis
dan tidak berbisnis. Hal yang senada berkaitan dengan hak berpolitik
sebagai Warga Negara, Anggota Kepolisian diatur dalam UU RI Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian. Apabila Anggota TNI-POLRI gagap politik,
maka yang rugi adalah masyarakat. Karena output tindakan Prajurit TNI dan
Anggota POLRI kurang sejalan dengan atmosfer politik kontemporer.
Produk Undang-Undang adalah kebijakan politik Negara yang dalam
perjalanan sejarahnya harus dikaji secara terus-menerus dan disesuaikan
dengan kehidupan masyarakat serta harus menampung semua kepentingan
sesuai dengan perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat serta
134 Bersama Rakyat TNI Kuat

harus disesuaikan dengan perkembangan dalam pergaulan politik


Internasional, untuk itu kajian tentang materi UU RI Nomor 34 Tahun 2004
tentang TNI dan UU RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI harus secara
terus-menerus dilakukan guna mengoptimalkan fungsi TNI-POLRI, baik
secara kelembagaan maupun individu dalam rangka mencari dan menata
format pengabdian TNI-POLRI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang tepat, seimbang dan berkesinambungan. Untuk itu perdebatan
pemikiran secara akademis yang didasarkan pada kajian empiris dapat
dirumuskan sebagai berikut ;
Pertama, Peran dan fungsi TNI-POLRI perlu dikaji kembali dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga masih terbuka ruang untuk
diperdebatkan dalam tataran akademis yang didasarkan atas kajian empiris,
sehingga penataan peran dan fungsi TNI-POLRI secara kelembagaan dan
dinamika kehidupan masyarakat dan perkembangan tata kehidupan
pergaulan Internasional, untuk itu menjadi suatu hal yang strategis dan
dinamis. Kajian akademis dalam buku ini yang mengelaborasi pemikiran
obyektif empiris, sehingga akan diperoleh suatu kehidupan kelembagaan
TNI-POLRI berkembang dinamis tidak tertinggal dengan tuntutan
masyarakat. Sikap dan perilaku pemikiran yang terbuka dan membuka
ruang perdebatan yang harmonis secara terus-menerus akan menjadikan
TNI-POLRI secara kelembagaan dan individu berkembang dan profesional
dengan tanpa mengesampingkan dampak negatif yang secara paralel dan
simultan dapat ditiadakan atau paling tidak di-minimise. Dinamika
pemikiran untuk memposisikan peran dan fungsi TNI dan POLRI secara
kelembagaan dan individu di Negara maupun di Dunia merupakan hal yang
Bersama Rakyat TNI Kuat 135

wajar dan biasa terjadi, dengan dasar pemikiran bahwa tidak ada hal yang
kekal di Dunia ini terutama hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Kedua, Makna dari pasal 30 poin 2 pada naskah perubahan kedua
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa semua usaha dan tindakan untuk pertahanan dan
keamanan Negara dilaksanakan dengan cara “sistem pertahanan dan
keamanan Rakyat semesta” yang memposisikan TNI dan POLRI sebagai
kekuatan utama dan Rakyat sebagai kekuatan pendukung, dengan demikian
pada bidang pertahanan dan keamanan adalah porsi tugas profesi sebagai
anggota TNI-POLRI.
Apabila dilihat dari sudut pandang profesi tugas, maka menjadi
Anggota TNI dan POLRI adalah pilihan profesi yang tidak ada bedanya
dengan profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, profesi sebagai politisi, profesi
sebagai guru, profesi sebagai wartawan dan berbagai profesi lainnya. Untuk
itu hal yang menjadi berdebatan adalah adanya pembatasan Anggota TNI-
POLRI sebagai Warga Negara untuk turut aktif dalam usaha dan upaya
menentukan kebijakan Negara melalui Partai Politik, hak memilih dan
dipilih adalah hak Warga Negara yang sangat mendasar, dan hak tersebut
tidak serta merta hilang ketika Rakyat tertentu memilih profesi sebagai
Anggota TNI dan POLRI. Apabila dilihat dari sudut pandang obyektif
akademis, maka ada kesan pembedaan atau bahkan kesan ketidak-adilan
dalam memposisikan Anggota TNI-POLRI bila dibangdingkan dengan profesi
lainnya, misalnya PNS yang diberi hak untuk memilih dalam Pemilu. Secara
empiris ada kekhawatiran tentang keperpihakkan Anggota TNI-POLRI
136 Bersama Rakyat TNI Kuat

terhadap partai politik, akan tetapi kekhawatiran tersebut dapat dijawab


dengan tertibnya aturan pelaksanaan Pemilu sebagaimana aturan yang
diterapkan pada PNS dan profesi lainnya, sehingga semua Warga Negara
mempunyai hak yang sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
sebagaimana amanat Undang-Undang.
Hak untuk partisipasi dalam kebijakan Negara dan hak memilih dalam
partai politik adalah hak individu sebagai Warga Negara, bukan hak kolektif,
bukan hak lembaga dan bukan hak istitusi, sehingga diperlukan penataan
ulang dalam memposisikan Anggota TNI-POLRI secara individu, dan
alangkah bijaknya apabila permasalahan ini dijadikan bahan perdebatan
publik sekaligus diskusi panjang di tingkat sidang Komisi I DPR RI yang
selanjutnya akan diadakan “uji materi” di tingkat Mahkamah Konstitusi,
sehingga alur perundang-undangan tentang memposisikan Anggota TNI-
POLRI menjadi runtun dan bersesuaian dengan UUD 1945.
Salah satu konsensus Nasional Bangsa Indonesia adalah Pancasila
yang telah diabadikan pada Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber
hukum dasar Nasional, sehingga semua aturan dalam kebijakan Negara
harus mendasarkan pada Pancasila serta implikasi dari semangat menggali
Pancasila oleh tokoh-tokoh Nasional pendiri Bangsa, adapun tata urutan
peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000
tentang Sumber hukum dan tata Urutan Perundang-Undangan yaitu :

1. Undang-Undang Dasar 1945


2. Ketetapan MPR RI
3. Undang-Undang
Bersama Rakyat TNI Kuat 137

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang


5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka secara legislasi mesih


terbuka ruang untuk uji materi tentang posisi Anggota TNI-POLRI dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan UUD 1945 melalui
Mahkamah Konstitusi.
Argumen yang dibangun untuk menata kembali peran dan fungsi TNI-
POLRI sebagai lembaga individu, yaitu untuk menghindari kondisi GAPPOL
atau “Gagap Politik” para Perwira TNI-POLRI sehingga akan menghambat
dan sekaligus menjadi kendala dalam menjalankan tugas pokok masing-
masing. Dengan demikian akan terjadi hubungan harmonis antara Rakyat,
politisi dan Anggota TNI-POLRI karena adanya pemahaman posisi dan porsi
masing-masing serta terjadi proses pendewasaan politik bagi semua Prajurit
TNI pada tingkatan masing-masing dan pendewasaan politik bagi Anggota
POLRI.
Ketiga, Kekosongan proses pembelajaran sebagai Angota TNI-POLRI
adalah sebuah pilihan profesi yang secara legislasi setara dengan profesi-
profesi lain seperti PNS, wartawan, pengusaha, akademisi, dan sebagainya.
Yang membedakan profesi-profesi tersebut adalah hanya dalam bidang
tugasnya saja, akan tetapi dalam konteks filosofi mendasar mempunyai
kesamaan, yaitu dalam rangka turut berperan aktif membangun
masyarakat, Bangsa dan Negara untuk mencapai cita-cita Nasional
138 Bersama Rakyat TNI Kuat

sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “Adil dan


Makmur”.
Perdebatan pemikiran pada tataran implementasi adalah
“kekosongan proses pembelajaran”, terutama pada bidang “public policy”
yang berkaitan dengan tata kelola pemerintahan sebagai dampak adanya
pembatasan secara individu bahkan secara kelembagaan untuk tidak
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam bidang “public
policy”.
Hak Warga Negara yang melekat pada anggota TNI-POLRI tidak serta-
merta hilang dengan adanya aturan kelembagaan, karena hak sebagai
Warga Negara dengan segala macam konpensasi dan konsekuensinya
adalah hak milik pribadi yang paling efisiensi dan paling hakiki sebagaimana
dengan hak untuk memperoleh penghidupan yang layak sebagai Warga
Negara yang dijamin oleh UUD 1945 dan dalam pengertian secara umum
hak milik pribadi (hak sebagai Warga Negara) tidak boleh diambil alih secara
sepihak atau secara sewenang-wenang oleh siapapun. Hal ini tercantum
dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat 4.
Secara individu dan secara kelembagaan Anggota TNI-POLRI
mendapatkan perlakuan diskriminatif sebagai akibat dari pemahaman multi
taksir terhadap peraturan Perundang-undangan yang ada. Perdebatan
pemikiran tersebut disandarkan pada pemahaman pemikiran UUD 1945
Pasal 28D ayat (3) yang mengatur tentang kesamaan hak Warga Negara
untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, serta
pemahaman pemikiran UUD 1945 Pasal 28H ayat (2) yang mengatur
Bersama Rakyat TNI Kuat 139

tentang pelarangan perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara.
Secara kelembagaan perangkat organisasi TNI-POLRI pada eselon
pimpinan berpotensi untuk berinteraksi baik langsung maupun tidak
langsung dengan perangkat organisasi lainnya dalam “public policy”. Untuk
itu agar diperoleh kesamaan pemikiran dan kesamaan persepsi dalam
setiap permasalahan serta tuntutan masyarakat, maka para Anggota TNI-
POLRI pada strata kepangkatan tertentu memperoleh pembekalan, baik
secara klasikal teoritis maupun pengalaman penugasan yang bersentuhan
langsung maupun tidak langsung pada tataran kebijakan pemerintahan.
Dengan demikian akan terjadi harmonisasi dan singkronisasi pada sikap dan
pola tindak dalam menghadapi setiap permasalahan, baik pada skala
Nasional regional maupun pada skala global.
Penataan kembali peran dan fungsi TNI-POLRI harus segera dilakukan
melalui perdebatan dan diskusi pemikiran antara pihak akademisi, politisi
dan praktisi intelektual Anggota TNI-POLRI lintas generasi, sehingga
diperoleh hasil pemikiran yang matang dan aplikatif.
Keempat, Implementasi Pendewasaan Wawasan Kebangsaan.
Kesadaran akan adanya kekosongan secara individu dan kelembagaan pada
organisasi TNI-POLRI untuk berperan aktif dalam upaya memikirkan secara
akademis dan empiris tentang peran, fungsi dan posisi TNI-POLRI dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara harus dikaji secara terus-menerus
guna melaksanakan tugas pokoknya. Hal tersebut didasarkan pada
pemikiran empiris tentang laju perkembangan kehidupan masyarakat yang
secara cepat beradaptasi dengan lingkungan strategis yang secara nyata
140 Bersama Rakyat TNI Kuat

dipengaruhi oleh derasnya informasi dari luar Negeri melalui fasilitas


teknologi media Internasional. Dengan demikian perkembangan tuntutan
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus secara nyata
dibarengi dengan keseimbangan peningkatan pengetahuan dan
pengalaman para Perwira TNI-POLRI di bidang “public policy”.
Implementasi pendewasaan dan peningkatan wawasan kebangsaan
serta pengetahuan dalam tata kelola pemerintahan yang baik atau good
corporate goverment harus diikuti dengan langkah nyata yang
memposisikan para Perwira TNI-POLRI pada strata kepangkatan tertentu
ditugaskan sebagai pendamping atau semacam “lison officer” pada lembaga
Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif. Keberadaan para Perwira tersebut hanya
pengamat tetap dan bukan sebagai pihak yang turut serta dalam
pengambilan keputusan seperti ABRI waktu itu. Memang disadari dengan
sepenuhnya bahwa masih terdapat sisa-sisa traumatik praktek Dwi Fungsi
ABRI, akan tetapi kekhawatiran tersebut dapat dijawab dengan tertib
administrasi dan aturan baru yang mewadahinya. Resistensi terhadap
pemikiran tersebut sangat wajar dan sangat dimungkinkan, akan tetapi bila
dikaji dengan kejernihan berfikir demi pembangunan Nasional, maka secara
bertahap pemikiran tersebut dapat diterima dengan baik.

J. KESIMPULAN.
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, Gagasan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko tentang
motto “Bersama Rakyat TNI Kuat” harus terdokumentasi dengan baik dan
dilakukan proses sosialisasi dua arah, yaitu sosialisasi kepada Prajurit TNI
Bersama Rakyat TNI Kuat 141

dan sosialisasi kepada masyarakat luas serta sangat dimungkinkan untuk


dilakukan bedah buku atau seminar yang melibatkan semua komponen
Bangsa lainnya.
Kedua, Netralitas TNI dalam dunia politik mutlak dilakukan, akan
tetapi harus dicari formula yang tepat agar Perwira TNI tidak mengalami
“GAPPOL” atau Gagap Politik. Pemikiran ini dibangun atas dasar argumen
bahwa TNI secara kelembagaan melakukan Tugas Negara berdasarkan
keputusan politik, sehingga para Perwira harus memahami latar belakang
dan proses lahirnya keputusan politik, agar tidak jauh api dari panggang.
Ketiga, Mencari titik keseimbangan baru hubungan TNI-Rakyat
mutlak diperlukan, terutama bila dikaitkan dengan perkembangan
lingkungan tuntutan tugas pada tataran Nasional, Regional dan lingkungan
Global-Internasional.
Keempat, Reformasi Birokrasi TNI dapat dilakukan secara bertahap
dengan tetap mengedepankan dasar analisis profesionalitas dan
pencapaian Tugas TNI di bidang OMP dan OMSP.

K. SARAN.
Sebagai bentuk kecintaan Penulis pada Organisasi dan Institusi TNI,
maka disarankan :
Pertama, Semua pemikiran dan gagasan Panglima TNI Jenderal TNI
Moeldoko harus dijabarkan sampai pada tingkat Satker berupa Instruksi
atau Protap, Juknis dan Juklak.
Kedua, Penjabaran tugas TNI di bidang OMSP harus dimasukkan pada
pembahasan skala Doktrin dan diikuti oleh aturan-aturan pelaksanaan di
142 Bersama Rakyat TNI Kuat

bawahnya. Sehingga tidak terjadi kegamangan dan keraguan di tingkat


Satuan pelaksana.

L. PENUTUP.
Konsep pemikiran yang terangkum dalam Buku “Bersama Rakyat TNI
Kuat” disampaikan kepada semua pihak yang berkepentingan sebagai
bahan masukkan dan penyegaran pemikiran untuk menata Organisasi atau
Institusi TNI di masa yang akan datang sesuai dengan perkembangan
lingkungan strategis dan tuntutan masyarakat guna mencari titik
keseimbangan baru hubungan TNI dan Rakyat. Penulis menyadari akan
kelemahan penulisan dan kedangkalan analisis pemikiran pada buku ini.
Untuk itu saran perbaikkan, kritik dan saran sangat diharapkan. Akhirnya
hanya kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa Penulis berserah diri.
Bersama Rakyat TNI Kuat 143

DAFTAR PUSTAKA

A. Diswan, Manajemen Sistem Perencanaan dan Anggaran Pembangunan


Pertahanan Negara, (Jakarta, Penerbit : Salima, 2013;
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta, 1998;
A.B. Susanto dkk., Corporate Culture, Organization Culture, The Jakarta
Consulting Group, Jakarta, 2008;
A.C. Manullang, Terorisme dan Perang Intelejen, Mannazaitu, Jakarta, 2006;
Abbas Ghozali, Materi Kuliah Ekonomi Pembangunan, Program Doktor UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006;
Abdullah Burhanuddin, Jalan Menuju Stabilitas, LP3ES, Jakarta, 2006;
Abdullah Burhanuddin, Menanti Kemakmuran Negeri, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2006;
Abdullah Fathoni, Ekonomi Pancasila - Menggagas Kompromi Rasionalitas
Ekonomi Indonesia, Patigama Radar 883, Jakarta, 2013;
Abdullah Fathoni, Sinergi Koperasi, Elkalos, Jakarta, 2004;
Adi Sasono, Menjadi Tuan di Negeri Sendiri, Grafindo Book Media, Jakarta,
2013;
Adisumarta, R.J. Kaptin, Komentar Peristiwa Ekonomi 1970-1974, Buku
Kompas, Jakarta, 2003;
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam edisi Ketiga, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006;
Ahmad Syafi’I Maarif, Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara, LP3ES,
Jakarta, 2006;
Algifari, Ekonomi Mikro Teori dan Kasus, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,
Yogyakarta, 2002;
Al-Khalidi, Mahmud, Kerusakan dan Bahaya Sistem Ekonomi Kapitalis,
Wahyu Press, Jakarta, 2002;
Anne T. Coughlan, Marketing Channels, 6th edition, Prentice Hall, New
Jersey, 2001;
144 Bersama Rakyat TNI Kuat

Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik Jilid II, LP3ES, Jakarta, 1986;
Aulia Reza Bastian, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka Utama,
Yogyakarta, 2002;
Azyumardi Azra, Revitalisasi Pertanian, Kompas, Jakarta, 2006;
Bambang Istianto, Demokratisasi Birokrasi, Mitra Wacana Media, Jakarta,
2011;
Bambang Prasetyo, Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005;
Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Media, Yogyakarta,
2006;
Bambang Waluyo Hidayat, dkk., Suntzu Perang dan Manajemen, PT. Alex
Media Komputindo, Jakarta, 1992;
Beni Sukadis dan Erig Hendro, Pertahanan Semesta dan Wajib Militer,
(Pengalaman Indonesia dan Negara Lain), LESPERSSI, Jakarta, 2008;
Bertens K., Psikoanalisis Sigmund Freud, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2006;
Bijah Subijanto, Restorasi Intelejen, Jatidiri, Jakarta, 2003;
Bilson Simamora, Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan
Profitabel, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001;
Bramantyo Djohanputro, Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro, PPM, Jakarta,
2006;
Budi Santoso Suryosumarto, Ketahanan Nasional Indonesia, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 2001;
Buku Petunjuk Induk OMP dan OMSP, Babinkum TNI, Jakarta, 2011;
Burhanuddin Abdullah, Jalan Meuju Stabilitas, LP3ES, Jakarta, 2006;
Burhanuddin Abdullah, Menanti Kemakmuran Negeri, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2006;
Bustanul Arifin, Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia, Buku Kompas,
Jakarta, 2004;
Bersama Rakyat TNI Kuat 145

Bustanul Arifin, Ekonomi Kelembagaan Pangan, Pustaka LP3ES Indonesia,


Jakarta, 2005;
Centre For Strategic and International Studies (CSIS), Pembenahan Sistem
Politik Indonesia, CSIS, Jakarta, 2006;
D. Riant Nugroho, Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang,
PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2006;
David Osborne dan Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi, PPM, Jakarta,
2000;
David W. Cravens, Pemasaran Strategis, Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta, 1996;
Deliar Noer, dan Akbarsyah, KNIP atau Komite Nasional Indonesia Pusat,
Yayasan Risalah, Jakarta, 2005;
Diana Wijaya, Etika Bisnis Profesional, Restu Agung, Jakarta, 2002;
Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik, Granit, Jakarta, 2004;
Diolah dari Doktrin Pertahanan Negara dan Kebutuhan akan Komponen
Cadangan (Aditya Batara Gunawan - 2008) yang terangkum dalam
buku Pertahanan Semesta dan Wajib Militer, LESPERSSI, Jakarta,
2008;
Djabaruddin Djohan, dkk., Membangun Koperasi Pertanian Berbasis
Anggota, LSP2I, Jakarta, 2000;
Djahari Makruf dengan judul tulisan Radikalisme Islam di Indonesia
Fenomena Sesaat? yang terangkum dalam buku Agama &
Radikalisme di Indonesia, Editor : Bahtiar Effendi dan Soetrisno Hadi,
(Nuqtah, Jakarta, 2007);
Djojo Hadikusumo Sumitro, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan
Ekonomi Pembangunan, LPJES, Jakarta, 1994;
Doktrin TNI TRI DHARMA EKA KARMA atau TRIDEK, Peraturan Panglima TNI
Nomor : KEP/474/VII/2012 tanggal 25 Juli 2012.
Dorodjatun Kuntjoro - Jakti, Mau Kemana Pembangunan Ekonomi
Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2003;
Eko Priyo Pratomo, Ubaidillah Nugraha, Reksa Dana, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2005;
146 Bersama Rakyat TNI Kuat

Em Zul Fajri dan Ratu Aprillia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Difa
Publisher, Jakarta;
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi, Pustaka Asatruss, Jakarta, 2005;
Fachry Ali, Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, Mizan, Bandung,
1986;
Francis Fukuyama, Memperketat Negara, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2005;
Francis Fukuyama, The End of History and The Last Man, CV. Qalam,
Yogyakarta, 2004;
Francis Fukuyama, The Great Disruption, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2005;
Frans M. Royan, Market Intellegence, PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta, 2005;
Franz Magnis - Suseno, Etika Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2001;
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Tehnik Membedah Kasus Bisnis, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004;
Frianto Pandia, dkk., Lembaga Keuangan , PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2005;
Fuad Jabali, dkk., Benturan Peradaban, Nalar, Jakarta, 2005;
George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2003;
George Ritzer - Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam,
Prenada Media, Jakarta, 2005;
George Soros, Open Society, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006;
Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk Rakyat, CIDES, Jakarta, 1996;
H. Budi Santoso Suryosomarto, Ketahanan Nasional Indonesia, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, 2001;
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1987;
H. Zainudin Hamidi dan Tim Al-Hadits, Shahih Bukhari dan Terjemahannya,
Widjaya, Jakarta, 1992;
Bersama Rakyat TNI Kuat 147

Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Administrasi Personel untuk


Meningkatkan Produktivitas Kerja, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1990;
Hasil Seminar dan Lokakarya tentang Jatidiri Koperasi dan Nilai Ekonomi
Islam untuk Keadilan Ekonomi, LSP2I, Jakarta, 2003;
HD. Haryo Sasongko, Terorisme Dialog dan Toleransi, Graffiti, Jakarta, 2006;
Henri Simamora, Manajemen Pemasaran Internasional, Salemba Empat,
Jakarta, 2000;
Heru Satyanugraha, Etika Bisnis, Edisi Kedua, LPFE Universitas Trisakti,
Jakarta, 2006;
Heru Subiyantoro, Singgih Riphat, APU, Kebijakan Fiskal, PT. Kompas Media
Nusantara, Jakarta, 2004;
Ibnoe Soedjono, Koperasi di tengah Liberalisme Ekonomi, LSP2I, Jakarta,
2003;
Iman Sjahputra Tunggal, Amin Widjaja Tunggal, Membangun Good
Corporate Gorvenance (GCG), Havarindo, Jakarta, 2002;
Jalaludin Rahmat, Islam dan Pluralisme, Serambi, Jakarta, 2006;
Joesron, Tati Suhartati, Manajemen Strategik Koperasi, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2005;
John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man, Abdi Tandur, Jakarta,
2005;
John Pieris, Nizam Jim, Etika Bisnis dan Good Corporate Governance, Pelangi
Cendikia, Jakarta, 2007;
Jonathan R. Jeffrey A. Winters Pincus, Membongkar Bank Dunia,
Djambatan, Jakarta, 2004;
Joseph E. Stiglitz, Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan
International, PT. INA Publikatama, Jakarta, 2003;
Jousairi Hasbullah, Social Capital, MR-United Press, Jakarta, 2006;
Juni Thamrin, dkk., Beyond Terrorist, Tim Kerja Diskusi Naskah, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, 2002;
148 Bersama Rakyat TNI Kuat

Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004;
Keegran Z. Warren, Manajemen Pemasaran Global, Prenhallindo, Jakarta,
1996;
Ken Conboy, Menguak Tabir Dunia Intelejen Indonesia, Pustaka Primatama,
Ciputat, 2007;
Kenichi Ohmae, Hancurnya Negara dan Bangsa, CV. Qalam, Jakarta, 2002;
Kenichi Ohmae, The Next Global Stage - Tantangan dan Peluang di Dunia
yang Tidak Mengenal Batas Kewilayahan, PT. Indeks-Gramedia,
Jakarta,2005;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Perwakilan Rakyat RI Nomor :
IV/MPR/1999 tentang Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 1999;
Kompas dan Freedom Institute Canberra, Pelaku Berkisah Ekonomi
Indonesia 1950- sampai 1990-an, PT. Kompas, Media Nusantara,
Jakarta, 2005;
Koran Republika tanggal 27 September 2011.
Kwik Kian Gie, Ekonomi Indonesia Dalam Krisis dan Transisi Politik,
PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999;
Larry Diamond & Marc F. Plattner, Hubungan Sipil Militer &Kosolidasi
Demokrasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2001;
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2005;
M. Bambang Prawono, Multidimensi Ketahanan Nasional, Pustaka Alvabet,
Jakarta, 2010;
M. Dawam Rahadjo, Nalar Ekonomi Politik, Bogor, IPB Press;
M. Umar Chapra, Etika Ekonomi Politik, Risalah Gusti, Surabaya, 1997;
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam bukunya
Sejarah Nasional Indonesia III, Balai Pustaka, Jakarta, 1992;
Bersama Rakyat TNI Kuat 149

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam bukunya


Sejarah Nasional Indonesia - VI, Balai Pustaka, Jakarta, 1992;
Max Weber, Sosiologi, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2006;
Michael E. Porter, Strategi Bersaing, Tehnik Menganalisis Industri dan
Pesaing, Erlangga, Jakarta, 1980;
Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga, Erlangga, Jakarta, 2004;
Michael P. Todaro, Ekonomi untuk Negara-Negara Berkembang Jilid II,
PT. Bumi Karsa, Jakarta, 2000;
Mohamad Ikhsan, dkk., 80 Tahun Mohammad Sadli; Ekonomi Indonesia di
Era Politik Orde Baru, Buku Kompas, Jakarta, 2002;
Mudrajad Kuntjoro, Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif?,
Erlangga, Jakarta, 2005;
Muhamad Jafar Hapsah, Kedaulatan Pangan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2006;
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, PT. Raja Grafindo
Persada, 2005;
Noam Chomsky, Amerika Sang Teroris, Mizan, Bandung, 1989;
Noam Chomsky, Memeras Rakyat, Profetik, Jakarta, 2005;
Nurcholis Madjid, Indonesia Kita, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2003;
Ohmae Kenichi, Hancurnya Bangsa-Bangsa, CV. Qalam, Yogyakarta, 2002;
Ohmae Kenichi, The Next Global Stage, PT. Intan Sejati Kelaten, Jakarta,
2005;
Oxford Learner’s Pocket Dictionary, Oxford University Press, New York,
1991;
P.K. Ojong, Perang Pacific, Buku Kompas, Jakarta, 2001,
Panitia Bersama Simposium Peringatan Lahirnya Pancasila, Restorasi
Pancasila, diedarkan oleh P2D, Jakarta, 2006;
Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia, Kompas, Jakarta,2006;
150 Bersama Rakyat TNI Kuat

Pass Christoper, Kamus Lengkap, Erlangga, Jakarta, 1994;


Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/28/V/2010 tanggal 20 April 2010
tentang Struktur Organisasi dan Susunan Jabatan dan Kepangkatan di
Lingkungan TNI.
Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi
TNI.
Pertahanan Semesta dan Wajib Militer, Editor : Beni Sukadis dan Eric
Hendra (Jakarta, Penerbit : LESPERSSI, 2008).
Philip Kotler, Pemasaran Keunggulan Bangsa (The Marketing of Nation),
PT. Prenhallindo, Jakarta, 1998;
Philip Kotler, The Marketing of Nation (Pemasaran Keunggulan Bangsa),
PT. Prenitallindo, Jakarta, 1997;
PK. Ojong, Perang Eropa, Buku Kompas, Jakarta, 2003;
Prasetyo Irawan, dkk., “Manajemen Sumber Daya Manusia, STIA LAN
PRESS, Jakarta, 2000;
Rahnip, Intelijen dalam Al-Qur’an dan Dakwah Rasulullah, Darut Taufiq,
Jakarta, 2003;
Ramsbothan Miall, Oliver Hug, Woodhouse, Tom, Resolusi Damai Konflik
Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000;
Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban, Buku Kompas, Jakarta, 2006;
Rizal Mallaraneng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi, KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia), Jakarta, 2002;
Rogatianus Maryatmo, Dampak Moneter, Universitas, Atma Jaya,
Yogyakarta, 2005;
Salim Said, Wawancara tentang Tentara dan Politik, PT. Surya Multi Grafika,
Jakarta, 2001;
Sameul P. Huntington, Amerika dan Dunia, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2005;
Sameul P. Huntington, Benturan Antar Peradaban, CV. Qalam, Yogyakarta,
2002;
Bersama Rakyat TNI Kuat 151

Sameul P. Huntington, Simon & Schuster, The Clash of Civilizations, Sidney,


1996;
Samuel P. Huntington, Prajurit dan Negara, PT. Grasindo, Jakarta, 2003;
Sarbini Sumawinata, Politik Ekonomi Kerakyatan, PT.Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2004;
Simamora Bilson, Panduan Riset Perilaku Konsumen, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2002;
Siswanto Masruri Soejatmoko, Pancasila, Islam dan Sosial - Ekonomi, Pilar
Media, Yogyakarta, 2005;
Siswono Yudo Husodo, Jejak Pangan Sejarah, Silang Budaya dan Masa
Depan, Buku Kompas, Jakarta, 2009;
Soegeng Sarjadi, Sukardi Rinakit, Memahami Indonesia, TIM Kreatif
Grafindo Khazanah Ilmu, Jakarta, 2006;
Soejitno Irmim - Abdul Rochim, Etika Perbankan, Batavia Press, Jakarta,
2004;
Sondang P. Siagian, “Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,
Jakarta, 2008;
Sukanto Reksohadipprodjo, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi 5, BPFE,
Yogyakarta, 1997;
Sumitro Djojohadikusumo, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi
Pembangunan, Pustaka LP3ES, Jakarta, 1994;
Sumitro Djojohadikusumo, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, PT. Pustaka
LP3ES, Jakarta, 1994;
Susan Rose - Ackerman, Korupsi dan Pemerintahan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2006;
Susilo Bambang Yudhoyono, Mengatasi Krisis, Menyelamatkan Reformasi,
PUSKAP, Jakarta, 1999;
Syafaruddin Alwi, Ketidak Serasian pembangunan antar Sektor Analisis,
Sektor Primer dan Sekunder, dalam buku Aksi Liberalisasi Ekonomi
dan Politik di Indonesia, PPM-FE UI, Jakarta, 1997;
152 Bersama Rakyat TNI Kuat

Syamsuddin Mahmud, Teori Moneter dan Ekonomi Indonesia, Syiah Kuala


University Press, Banda Aceh, 2004;
TAP MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan
Kesatuan Nasional.
TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang TNI-POLRI
Tifatul Sembiring, Koperasi Syariah, artikel opini di Harian Republika 17 Juli
2007
Tim KAHMI JAYA, Indonesia di Simpang Jalan, Mizan Pustaka, Bandung,
1998;
Tim Peneliti LIPI, Bara dalam Sekam, Mizan, Bandung, 2001;
Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945 - 1967, LP3ES, Jakarta, 1982;
Undang-Undang Anti Monopoli, UU RI Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2006;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
UUD 1945, Setelah Amandemen Keempat Tahun 2002, Pustaka Setia,
Bandung, 2002;
Vincent Gasperz, Organizational Excellence, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2007;
Warren J. Keegan, Manajemen Pemasaran Global, Prenhallindo, Jakarta,
1996;
Wayne Parsons, Public Policy, Prenada Media, Jakarta, 2005;
Bersama Rakyat TNI Kuat 153

Wee Chow Hou, dkk., Sun Tzu; Perang dan Manajemen, PT. Elex Media
Komputerindo, Jakarta, 2002;
Widi Agoes Pratikto, Menjual Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Cikal Media,
Jakarta, 2005;
Wirawan, Teori Kepemimpinan, Uhamka Press, Jakarta, 2002;
Zulkarnain Djamin, Masalah Utang Luar Negeri, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta, 1996;
Letnan Kolonel Adm Dr. Abdullah Fathoni, S.E., M.M. adalah
Perwira lulusan Akademi Angkatan Udara (Akabri Udara)
Tahun 1988, Werving Tahun 1985. Lahir di Gresik, 18
Agustus 1964 (lulus SMAN I Gresik tahun 1984). Penugasan
kedinasan pertama di Lanud Palembang dan ditengah-
tengah kesibukannya bertugas menyempatkan diri untuk
kuliah di UNSRI Fakultas Ekonomi (Tahun 1991-1994). Pada
Tahun 1993 mendapat penugasan GOM VII di Aceh (Korem
011 Lilawangsa Lhouk Seumaweu-Aceh). Dan pada
tahun 1997 berdinas di Bais TNI. Selama berdinas di Aceh,
kegiatan perkuliahan terhenti, kemudian sepulang dari penugasan di Aceh
mendapatkan Skep mutasi ke Jakarta, sehingga penulisan Skripsi diselesaikan di
Universitas TAMA Jagakarsa dan dilanjutkan ke jenjang S2. Selanjutnya gelar Doktor di
bidang Ekonomi Syariah diperoleh dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010.
Penulis telah mendapatkan penghargaan dari Menteri Koperasi berupa Bhakti Koperasi
tahun 2006 dan penghargaan dari Presiden RI berupa Satya Lencana Wira Karya tahun
2008 serta mendapatkan Rekor MURI Nomor 3508 tahun 2008 di bidang Koperasi.
Pada saat digelar Rapim (Rapat Pimpinan) TNI tanggal 8-13 januari 2014,
Presiden mengatakan, “Saya sudah sering menegaskan dan saya akan mengatakan
kembali, netralitas TNI-POLRI itu bukan hanya harapan selaku kepala pemerintahan/
Negara, tetapi juga para elit politik dan juga Rakyat Indonesia”. Panglima TNI, Jenderal
TNI Moeldoko juga mengatakan, “Jika TNI bermain-main di politik, akan merusak
Demokrasi, TNI mempunyai semangat kuat untuk tidak turut campur”. Adapun Tema
yang diangkat dalam Rapim TNI tersebut adalah “Kita Mantapkan Profesionalitas TNI
dalam Menjaga Stabilitas, Kedaulatan dan Keutuhan NKRI”.
Perwira Militer harus netral karena keperpihakkan pada politik tertentu akan
mengkaburkan bahkan merusak tingkat profesionalisme dan para Komandan Militer
jangan pernah mengizinkan pandangan militer yang dimilikinya terbungkus oleh azas
manfaat politik, demikian juga harus difahami bahwa area ilmu kemiliteran berada
dibawah dan bergantung kepada area politik. Seperti halnya perang yang memenuhi
tujuan akhir politik, maka profesi militerpun memenuhi tujuan akhir dari Negara.
Demikian pendapat Samuel P. Huntington dalam bukunya “Prajurit dan Negara”,
(Jakarta, Penerbit : PT. Grasindo, 2003), hal. 77.

Anda mungkin juga menyukai