PENDERITA GIZI BURUK PADA PENYAKIT LARINGOMALASIA: STUDI KASUS
Amalia Firdha1, Agustin Widya Dwi2
Puskesmas Kecamatan Makasar Jakarta Timur ABSTRAK Pertumbuhan dibutuhkan pemantauan untuk mendeteksi nutrisi atau kemungkinan penyakit lainnya. Apabila anak tidak memenuhi target pertumbuhan, maka termasuk kategori gagal tumbuh, dan apabila tidak ditangani baik masuk kedalam kategori gizi buruk. Berdasarkan Riskesdas 2018 menunjukkan 17,7% bayi usia dibawah 5 tahun masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9% dan menderita gizi kurang sebesar 13,8%. Gizi buruk sekunder terjadi karena proses patogenesis suatu penyakit. Laringomalasia adalah kondisi bawaan berupa lemahnya jaringan laring diatas pita suara. Struktur laring tidak terbentuk baik menyebabkan jaringan berada dibukaan jalan udara dan sebagian menyumbatnya. Laringomalasia menyebabkan gangguan penutupan tenggorokan saat makan sehingga masuk ke jalan napas. Akibatnya mengalami kesulitan kenaikan berat badan dan gizi buruk. Kasus Seorang bayi berusia 3 bulan datang ke puskesmas kecamatan makasar dengan keluhan demam 4 hari dan tidak BAB 6 hari. Terdapat riwayat laringomalasia pada bayi dan diberikan asupan susu infantrini per NGT 120cc/7x/hari sebanyak 5 sendok teh takar. Kesimpulan kasus adalah pemantauan tumbuh kembang anak digunakan untuk identifikasi penyakit atau kelainan bawaan. Anak dengan gagal tumbuh, apabila tidak ditatalaksana dengan baik dapat jatuh kedalam kategori gizi buruk. Laringomalasia adalah kelainan bawaan pada morfologi laring, dengan masalah utama gagal tumbuh dan gizi buruk. Tatalaksana nutrisi yang adekuat dan pemantauan rutin dibutuhkan untuk mendeteksi, komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Kata Kunci: gizi buruk, laringomalasia
Referensi: Pudjiadi S. Ilmu gizi klinik pada anak. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.hlm.109-19. Landry AM, Thompson DM. Laryngomalcia: Disease presentation, spectrum and management. Int J Pediatri 2011;120:99-103