Skenario 3
“Hematuria”
Disusun oleh :
Kezia Honey Mariana Sunarno
21/474678/KH/10864
SGD
Semester III
Sinergi dan Integrasi antar mata kuliah untuk membangun pemahaman secara lebih dalam
dan komprehensif untuk mencapai kompetensi
Skenario 3: mengenali gejala klinis penyakit parasit pada sistem uropoetika karnivora (anjing
dan kucing), diagnosis, pengobatan dan penanganannya; fungsi dasar sistem urinasi dan
homeostasis pada anjing dan kucing; komparasi topografi dan struktur makroskopis
mikroskopis organ
III. Pembahasan
A. Struktur Mikroskopis Sistem Urinaria Mamalia
1. Ren/Ginjal
a. Korteks
➢ Pars Konvoluta
- Korpuskulum renale yang terdiri dari glomerulus dan kapsula
glomeruli, polus vaskularis dan polus tubularis
- Tubulus kontortus proksimal yang dibatasi sel berbentuk kuboid
kaya tepi sikat, nukleus kecil, bulat, terletak dibasal atau
parabasal, lumen kecil dan batas sel kurangjelas.
- Tubulus konvolutus distal lebih jarang ditemukan dibandingkan
tubulus konvolutus proksimal.
- Tubulus renalis arkuatus, dibatasi oleh sel kuboid tercat lemah,
nukleus bulat, besar, dan tercat gelap
(Bacha & Bacha, 2000)
➢ Pars Radiata
- Ansa nefroni terdiri dari tubulus rektus proksimalis, tubulus
atenuatus (pars descendens dan ascendens), dan tubulus rektus
distalis. Panjangnya segemen ini menentukan kemampuan hewan
mengkonservasi air. Nefron jugsta medullaris mempunyai segmen
tipis yang ujungnya jauh masuk ke dalam medulla, dapat
mencapai papilla medulla
- Tubulus koligen rektus pada pars radiata, dibatasi oleh epitelium
kuboid tercat pucat, nukleus besar, bulat, tercat gelap
(Bacha & Bacha, 2000)
b. Medulla
- Zona eksternal terletak dekat korteks dan terdiri dari ansa nefroni
yang pendek dan tubulus koligensrektus.
- Zona internal berisi nefron panjang. Didalamnya terdapat ansa
nefroni panjang, tubulus koligens rektus dan duktus papillaris
(Bacha & Bacha, 2000)
2. Ureter
4. Uretra
Proses pembentukan urin di dalam ginjal terbagi menjadi tiga tahap yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan augmentasi. Ketiga proses tersebut terjadi di traktus
urinaria yang meliputi glomerulus → kapsula bowman → tubulus proximal →
loop henle → tubulus distal → tubulus kolligens → tubulus kolektivus → kaliks
minor → kaliks mayor → pelvis renalis → ureter → vesica urinaria → urethra
(Sunarto dkk., 2019)
c. Augmentasi
Tahap yang terakhir merupakan augmentasi yaitu proses penambahan zat sisa
dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Dari tubulustubulus
ginjal, urin akan menuju rongga ginjal dan selanjutnya ke kantong kemih
melalui saluran ginjal. jika kantong kemih terisi urin, dinding kantong kemih
akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan keluar
melalui uretra dengan komposisi air, garam, urea, dan sisa substansi lain
misalnya pigmen empedu untuk memberi warna/ bau pada urin.
C. Dehidrasi
Dehidrasi didefinisikan sebagai kondisi tubuh hewan dimana kekurangan cairan
baik intrasel maupun ekstrasel yang diikuti oleh kehilangan elektrolit dan
perubahan keseimbangan asam-basa (Suartha, 2010). Kejadian ini dapat terjadi
akibat kurangnya asupan cairan atau air minum yang masuk ke dalam tubuh dan
penyakit. Kehilangan cairan pada tubuh menurut Suartha (2010) dapat terjadi
melalui empat mekanisme, yaitu:
1. Pengeluaran air melalui respirasi pada hewan terengah-engah seperti
anjing. Pada hewan lain sangat bervariasi tergantung atas jenis hewan.
2. Air keluar melalui kulit, karena difusi dari permukaan dan keringat.
Jumlah yang keluar melalui keringat masing-masing hewan bervariasi
tergantung atas jumlah kelenjar keringat pada kulit
3. Keluar melalui feses, jumlahnya sangat sedikit dan pada masing-masing
hewan volume bervariasi tergantung atas diet yang diberikan
4. Keluar melalui urin
Gejala klinis dehidrasi yang dapat dipakai sebagai acuan adalah hilangnya
elastisitas kulit (turgor), membran mukosa kering, waktu pengisian kapiler
(capillary refilling time) yang bertambah, Dehidrasi yang berat dapat
menyebabkan kelelahan, depresi, dan shock, serta Pemeriksaan laboratorium
PCV dan plasma protein meningkat. Berat ringannya gejala yang muncul
tergantung prosentase cairan yang hilang. Dehidrasi dapat dikelompokkan
menjadi kategori ringan (5%), dehidrasi sedang (7%), dan kategori berat (10-
12%). Sirkulasi akan kolap jika kehilangan cairan tubuh mencapai 15%,
sedangkan jika sampai mencapai 20% hewan akan mati.
D. Homeostasis
Homeostasis adalah kemampuan fisiologis tubuh dalam
mempertahankan keseimbangan dan kecenderungan semua jaringan hidup guna
memelihara dan mempertahankan kondisi seimbang (Isnaeni, 2006). Respon
fisiologis tubuh saat dehidrasi adalah dengan mengurangi defekasi dan urinasi,
mereduksi metabolisme, pengurangan evaporasi, perlindungan volume plasma,
dan vasokonstriksi (Frandson dkk., 1992).
Apabila kadar garam lebih dari jumlah normal dan kurang air dalam
badan, tekanan osmosis darah akan meningkat, osmoreseptor pada hipotalamus
akan terangsang kemudian kelenjar hipofisis akan dirangsang lebih aktif untuk
mensekresikan hormon ADH (antidiuretik) untuk meningkatkan permeabilitas
tubulus ginjal terhadap air, sedangkan kelenjar (hormon aldosteron) akan
kurang dirangsang sehingga lebih banyak air yang diserap, ion natrium dan ion
kalsium diserap kembali masuk dalam tubuh dan tekanan osmosis darah akan
turun. Proses ini akan berlangsung berulang kali sehingga tekanan osmosis
darah pada jumlah normal (Frandson dkk., 1992).
Apabila kadar garam lebih rendah dari jumlah normal dalam tubuh dan
lebih banyak air dalam tubuh, tekanan osmosis darah akan
menurun,osmoreseptor pada hipotalamus akan terangsang kemudian kelenjar
pituitary akan kurang dirangsang untuk mensekresikan hormon ADH untuk
mengurangi permeabilitas tubulus ginjal terhadap air, kelenjar adrenal (hormon
aldosteron) akan dirangsang dengan lebih aktif, maka lebih sedikit air diserap
dan lebih sedikit juga natrium dan kalsium yang diserap kembali masuk dalam
tubuh sehingga tekanan osmosis darah akan naik. Proses ini akan berlangsung
berulang kali sehingga tekanan osmosis darah berada pada jumlah normal
(Frandson dkk., 1992).
1) Capillaria plica
Hospes: anjing, dan terkadang pada kucing.
Predileksi: urinary bladder/ vesica urinaria, terkadang juga pelvis ginjal.
Filum: Nematoda
Ciri- ciri: ukuran telur 63-68 x 24-27 um dan telur termasuk unsegmented.
Berwarna kekuningan memiliki sumbat di kedua kutub, dan hanya ditemukan
di urin, cacing jantan memiliki spikulum tunggal yang panjang dan tipis. Cacing
dewasa berwarna keputihan dengan panjang cacing jantan 13-30 mm dan betina
30-60 mm
Diagnosis: ditemukannya cacing Capillaria di urin.
Gejala klinis: urin berdarah, cystitis, dan kesulitan mengeluarkan urin.
Fencobatan dan penanganan fenbendazole 50 mg/kg secara oral setiap hari
selama 3 hari, dapat juga dengan pemberian ivermectin.
(Taylor et al., 2016)
4) Leishmania infantrum
Hospes: anjing.
Predilekst sitoplasma ren
Filum: Protozoa
Ciri- ciri: bentuknya bulat dan berdiameter sekitar 2- 6um. Nukleus, terdiri dari
flagel pendek yang tertanam di ujung anterior tampa menonjol keluar dan
kinetoplast kecil seperti batang yang diwarai secara intensif, flagela, dapat
dilihat bahkan dengan mikroskop cahaya.
Diagnosis: ditemukan imunohistokimia pada histologi preparat sampel
jaringan.
Gejala klinis: demam, penurunan berat badan, fungsi ginjal terganggu.
Pengobatan dan pencegahan: meglumine antimoniate tau miltetosine digunakan
untuk pengobatan medis leishmaniosis, sering dikombinasikan dengan
allopurinol. Melakukan uji Leishmania direkomendasikan untuk anjing impor
untuk mengendalikan resiko penularan.
(Saari dkk., 2018)
5) Gnathostoma spinigerum
Hospes: anjing, kucing.
Predileksi: daerah abdomen.
Filum: Nematoda
Ciri- ciri: badan tebal dengan warna kemerahan pada anterior dan Keabuan pada
posterior. Panjang cacing jantan 1-2.5 cm dan betina 3 cm. telur berukuran 69
x 37 um.
Diagnosis: ditemukan telur oval berwarna kehijauan di feses
Gejala klinis: rasa sakit berlebih pada daerah perut dan ren.
Pengobatan dan penanganan: belum ditemukan secara jelas, tetapi bisa dicegah
dengan tidak memebrikan ikan dan belut mentah pada hewan.
(Taylor dkk.. 2016)
IV. Kesimpulan
• Sistem Urinaria terdiri dari ren, ureter, vesica urinaria, dan uretra
• Dehidrasi adalah kondisi tubuh hewan dimana kekurangan cairan baik
intrasel maupun ekstrasel yang diikuti oleh kehilangan elektrolit dan
perubahan keseimbangan asam-basa
• Homeostasis adalah kemampuan fisiologis tubuh dalam
mempertahankan keseimbangan dan kecenderungan semua jaringan
hidup
• Beberapa parasit yang bisa menyebabkan penyakit pada sistem
uropoetika karnivora antara lain Capillaria plica, Capillaria feliscati,
Dioctophyma renale, Leishmania infantrum, dan Gnathostoma
spinigerum.
• Masing- masing parasit dapat menyebaban penyakit yang berbeda dari
segi diagnosis maupun pengobatannya.
V. Daftar Pustaka
Bacha, William J.; Bacha, Linda M. 2000. Color Atlas of Veterinary
Histology, 3rd ed. Chichester: Wiley-Blackwell.
Eroschenko, Victor P. 2015. diFiore’s Atlas of Histology with Functional
Correlations 11ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius
Nuari, N. A, dan Widayati, D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan
dan Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish
Putra, I. K. P., Heryani, L. G. S. S., dan Setiasih, N. L. E. (2020). Morfologi
Ginjal Anjing Kintamani Betina. Buletin Veteriner Udayana, 12(2):
115-122.
Saari, S., Nareaho, A., dan Nikander, S. 2018. Canine Parasite and Parasitic
Diseases. UK: Elsevier.
Suartha, I. N. (2010). Terapi Cairan Pada Anjing dan Kucing. Buletin
Veteriner Udayana, 2(2): 69-83
Taylor, M., Cood, Wall. 2016. Veterinary Parasitology Fourth Edition.New
Delhi: Wiley Blackwell.