Anda di halaman 1dari 4

1.

Jelaskan apa perbedaan antara metode kurva kalibrasi, adisi standar, dan internal standar
pada analisis instrument beserta contohnya masing-masing.
1. Jb: Metode Kurva Kalibrasi: Metode kurva kalibrasi adalah metode yang paling umum
digunakan dalam analisis instrumen. Metode ini melibatkan pembuatan kurva kalibrasi
dengan menggunakan serangkaian larutan standar dengan konsentrasi yang diketahui.
Setelah itu, respons instrumen terhadap larutan standar diukur dan digunakan untuk
membangun kurva kalibrasi yang menghubungkan respons instrumen dengan konsentrasi
larutan.
Contoh: Misalnya, Anda ingin mengukur konsentrasi logam dalam sampel air. Anda
mempersiapkan serangkaian larutan standar logam dengan konsentrasi yang diketahui (misalnya
1 ppm, 5 ppm, 10 ppm, dan seterusnya). Anda kemudian mengukur respons instrumen (misalnya
absorbansi pada spektrofotometer) terhadap setiap larutan standar. Data respons instrumen ini
digunakan untuk membangun kurva kalibrasi, yang kemudian dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi logam dalam sampel air berdasarkan respons instrumen yang diukur.
2. Metode Adisi Standar: Metode adisi standar digunakan ketika matriks sampel (misalnya
air atau matriks kompleks lainnya) mempengaruhi respons instrumen atau ketika
interferensi dari komponen lain dalam sampel tidak dapat dihindari. Dalam metode ini,
jumlah zat yang diketahui (standar) ditambahkan secara bertahap ke dalam sampel untuk
mengkoreksi efek matriks atau interferensi.
Contoh: Misalnya, Anda ingin mengukur konsentrasi logam dalam sampel tanah yang
mengandung banyak unsur lain. Anda mempersiapkan larutan standar dengan konsentrasi yang
diketahui dari logam yang ingin diukur. Kemudian, Anda menambahkan larutan standar ini ke
dalam sampel tanah dan mengukur respons instrumen. Perbedaan antara respons instrumen awal
dan respons instrumen setelah penambahan standar akan memberikan informasi tentang
konsentrasi logam dalam sampel tanah.
3. Metode Internal Standar: Metode internal standar digunakan ketika terjadi variasi dalam
kondisi pengukuran, seperti volume sampel yang tidak tepat atau efek interferensi
matriks. Dalam metode ini, zat yang diketahui (internal standar) ditambahkan ke dalam
sampel dan digunakan sebagai titik referensi internal untuk mengkoreksi variabilitas
kondisi pengukuran.
Contoh: Misalnya, Anda ingin mengukur konsentrasi obat dalam sampel darah menggunakan
kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Anda memilih zat tertentu sebagai internal standar,
yang ditambahkan ke dalam setiap sampel darah sebelum proses analisis. Internal standar
memiliki sifat fisikokimia yang mirip dengan obat yang ingin diukur. Dalam pengukuran HPLC,
respons internal standar dapat digunakan

2. a. Sebutkan dan jelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam nyala pada alat
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) dan buatlah skema peralatannya.
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah sebuah metode analisis kimia yang digunakan
untuk mengukur konsentrasi unsur-unsur dalam suatu sampel. Perangkat utama yang digunakan
dalam AAS adalah spektrofotometer serapan atom. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam nyala pada alat Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) dan skema peralatannya:
1. Pembentukan nyala: Pertama-tama, nyala harus dibentuk untuk menyediakan lingkungan
yang cocok untuk serapan atom. Biasanya, nyala yang digunakan dalam AAS adalah
nyala pemantul (air-acetylene) atau nyala tembaga (nitrogen-acetylene).
2. Penguapan dan desolvatasi: Sampel yang akan dianalisis ditempatkan dalam nebulizer,
yang akan mengubah sampel menjadi aerosol halus. Aerosol ini kemudian dialirkan ke
dalam nyala, di mana cairan dalam sampel menguap dan desolvatasi terjadi,
meninggalkan partikel-partikel yang lebih kecil.
3. Atomisasi: Atomisasi adalah proses mengubah unsur-unsur dalam sampel menjadi atom-
atom bebas. Atomisasi dapat terjadi melalui dua metode: atomisasi nyala dan atomisasi
tungku. Atomisasi nyala melibatkan pemanasan sampel dalam nyala dengan suhu yang
sangat tinggi. Atomisasi tungku melibatkan pemanasan sampel dalam tungku grafit yang
suhunya dapat mencapai ribuan derajat Celsius.
4. Serapan atom: Setelah atomisasi, atom-atom bebas dalam sampel akan menyerap energi
dari sumber cahaya yang melaluinya. Sumber cahaya ini umumnya berupa spektrum
kontinu yang meliputi panjang gelombang yang spesifik yang sesuai dengan unsur yang
sedang dianalisis. Atom-atom tersebut akan menyerap energi dalam jumlah yang
proporsional terhadap konsentrasi unsur dalam sampel.
5. Deteksi: Cahaya yang melewati nyala akan melewati monokromator, yang berfungsi
untuk memisahkan panjang gelombang tertentu yang ingin diukur. Cahaya yang telah
difilter kemudian jatuh pada detektor, seperti fotodioda atau fotomultiplier, yang
mengubah intensitas cahaya menjadi sinyal listrik yang dapat diukur.
6. Perekaman dan analisis sinyal: Sinyal listrik yang dihasilkan oleh detektor direkam oleh
sistem perekam, seperti komputer atau pengukur kekuatan sinyal (signal strength meter).
Sinyal tersebut kemudian dianalisis untuk menghitung konsentrasi unsur dalam sampel
berdasarkan besaran serapan atom yang terjadi.
Skema peralatan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) terdiri dari beberapa komponen utama
seperti berikut:
1. Sumber Cahaya: Sumber cahaya yang digunakan biasanya berupa lampu katoda berongga
(hollow cathode lamp) yang menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang yang
sesuai dengan unsur yang akan dianalisis.
2. Nebulizer: Neb
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah metode analisis yang digunakan untuk
menentukan konsentrasi unsur-unsur tertentu dalam sampel. Peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam nyala pada alat AAS adalah sebagai berikut:
1. Nebulisasi (Atomisasi): Sampel cair atau larutan diubah menjadi aerosol (partikel-
partikel kecil) dengan menggunakan nebulizer. Nebulisasi memungkinkan sampel untuk
terdispersi dalam bentuk partikel-partikel kecil yang akan menguap selama proses
atomisasi.
2. Desolvatisasi: Pada langkah ini, pelarut dalam sampel menguap dan meninggalkan
partikel-partikel padat yang terdispersi dalam aerosol. Proses ini menghasilkan partikel-
partikel kering dari unsur yang ingin dianalisis.
3. Atomisasi: Partikel-partikel kering tersebut dipanaskan secara tiba-tiba menggunakan
nyala gas atau pemanas listrik untuk mengubahnya menjadi atom-atom bebas. Atomisasi
adalah proses di mana partikel-partikel padat diubah menjadi atom-atom gas dengan
melepaskan ikatan-ikatan kimia antar atom dalam partikel tersebut. Proses atomisasi
penting untuk menghasilkan atom-atom yang bisa menyerap energi radiasi.
4. Absorpsi: Atom-atom yang dihasilkan dalam nyala kemudian melewati suatu celah nyala
yang terletak di dalam alat AAS. Pada tahap ini, energi radiasi dari sumber cahaya
monokromatik (biasanya dari lampu katoda) dilewatkan melalui nyala dan atom-atom
tersebut menyerap sebagian energi cahaya sesuai dengan panjang gelombang yang khas
untuk masing-masing unsur. Jumlah energi yang diserap ini berkaitan dengan konsentrasi
unsur dalam sampel.
5. Deteksi: Setelah melewati celah nyala, cahaya yang tersisa diukur oleh detektor di alat
AAS. Detektor akan menghasilkan sinyal yang proporsional dengan jumlah cahaya yang
berhasil dilewati dan diserap oleh atom-atom dalam sampel. Sinyal ini kemudian diolah
dan dikonversi menjadi konsentrasi unsur yang ingin diukur.
Berikut adalah skema peralatan AAS:
1. Sumber Cahaya: Alat AAS menggunakan sumber cahaya monokromatik seperti lampu
katoda untuk menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu yang sesuai
dengan unsur yang ingin dianalisis.
2. Nebulizer: Nebulizer digunakan untuk mengubah sampel cair atau larutan menjadi
aerosol dengan cara memecahnya menjadi partikel-partikel kecil.
3. Tabung Nyala (Flame Tube): Tabung nyala digunakan untuk membakar sampel atomisasi
dan menciptakan nyala gas panas yang diperlukan untuk mengubah partikel-partikel
padat menjadi atom-atom gas.
4. Celah Nyala (Flame Slot): Celah nyala adalah tempat di mana atom-atom yang dihasilkan
dalam nyala dapat melewati dan menyerap energi radiasi dari sumber cahaya.
5. Detektor: Detektor menerima cahaya yang telah melewati celah nyala

Tentukan struktur senyawa berdasarkan data-data spektroskopi IR, MS, HNMR, dan CNMR berikut.
C-H sp3 (serapan <3000 cm-1) .Cara paling mudah untuk membedakannya adalah apabila C-
H sp3 pasti berada pada absorbansi <3000 cm-1 dan C-H sp2 dan C-H sp >3000 cm-1, di mana
C-H sp lebih ke kiri. -> C=O (serapan 1718 cm-1) Intensitas absorpsi karbonil sangat lah khas.
Seperti pada gambar yang ditandai pada daerah 1718 cm-1, kuat dan tajam.

berdasarkan data MS, informasi yang diperoleh adalah nilai berat molekul (M+) = 72.
Fragmentasi dari 72 ke 57 = 15. Ini mengindikasikan massa atom relatif CH3. Fragmentasi dari
57 ke 43 = 14. Ini mengindikasikan massa atom relatif CH2. Sehingga, dari data MS kita tahu
bahwa struktur ini memiliki CH3 dan CH2. Pada latihan ini telah dipermudah adanya informasi
rumus molekul C4H8O. Maka kita dapat menghitung nilai Degree of Unsaturation (DoU). Nilai
ini berfungsi untuk mengetahui banyak ikatan rangkap pada struktur senyawa. DoU = (2C + 2 +
N - X - H) : 2 DoU = (2.4 + 2 - 8) : 2 DoU = 1 Jadi, banyaknya ikatan rangkap pada struktur
nantinya hanya ada 1.

Total karbon = 4 - metil (CH3), quartet : 2 (8 ppm dan 29 ppm) - metilen (CH2), triplet : 1 (38
ppm) - C=O (keton), singlet : 1 (210 ppm).

- 0.9 ppm, H1 : metil (CH3), triplet - 1.9 ppm, H4 : metil (CH3), singlet metil ini lebih deshielded
(ke kiri) karena tepat bersebelahan dengan karbonil (C=O) dan splitting yang tampak adalah
singlet karena tidak memiliki tetangga yang mempunyai H. - 2.3 ppm, H2 : metilen (CH2),
quartet metilen lebih deshielded (ke kiri) karena tepat bersebelahan dengan karbonil (C=O) juga
dan splitting yang tampak adalah quartet karena bersebelahan dengan H metil. Jadi, berdasarkan
data yang diperoleh, struktur senyawa yang paling tepat adalah 2-butanon.

Anda mungkin juga menyukai