PENDAHULUAN
Usaha kecil menengah roti Riski Donat terletak di daerah Langsa Lama,
Kota Langsa. Industri tersebut memiliki jumlah pekerja sebanyak 5 orang
semuanya berjenis kelamin laki-laki. Proses pembuatan roti ini masih bersifat
sederhana, UKM Riski Donat merupakan industri rumahan, berdiri sejak 1
Januari 1989 dimana modal yang digunakan adalah modal sendiri. Pada UKM
1
dibutuhkan perencanaan produksi yang baik jika usaha ini ingin berkembang.
UKM Riski Donat dalam menjalankan proses produksinya target yang ingin
dicapai ialah 30 kg adonan roti, namun terkadang target produksi yang ingin
dicapai tidak dapat terpenuhi setiap harinya, untuk 3 kg adonan rata-rata dapat
mencapai 190 roti. Hasil produksi yang diproduksi perharinya berkisar antara 18,
21 dan 24 kg/hari. UKM Riski Donat menjalankan proses produksinya terdapat
beberapa pemborosan yang terjadi, seperti perusahaan pernah mengalami cacat
produk hingga 20 pcs/hari, masih banyak terdapat aktivitas yang tidak diperlukan,
proses produksi yang memakan waktu cukup lama, persediaan bahan baku yang
terkadang mengalami kelebihan dan beberapa masalah lainnya.
2
Penelitian Hazmi (2012) yang berjudul “Penerapan Lean Manufacturing
Untuk Mereduksi waste di PT ARISU”. Hasil penelitian adalah bahwa selama
proses produksi terjadi adanya pemborosan antara lain inappropriate processing,
unnecessary inventory, waiting dan defect. Lean Manufacturing merupakan
pendekatan yang bertujuan untuk meminimasi pemborosan yang terjadi pada
aliran proses produksi. Pemborosan tersebut akan dicari akar penyebabnya
menggunakan root cause analysis. Setelah diketahui akar penyebabnya maka
dilakukan perhitungan risk rating menggunakan analisa resiko untuk mengetahui
akar penyebab yang paling berpotensial. Kemudian dilakukan pemilihan alternatif
usulan perbaikan dengan empat alternatif usulan perbaikan yang dapat dipilih
antara lain adanya tanda atau label peringatan pada setiap station, pelatihan
mengenai autonomous maintenance, pembuatan mesin harian yang terjadwal dan
adanya red taggimg. Pada pemilihan usulan alternatif perbaikan didapatkan usulan
alternatif perbaikan terbaik adalah menyelenggarakan pelatihan autonomous
maintenance dan pembuatan mesin harian yang terjadwal.
3
1.4 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian maka perlu adanya batasan – batasan
masalah agar sesuai dengan tujuan yang dicapai, Adapun batasan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagi pengusaha
Menjadi bahan masukan ataupun pertimbangan bagaimana mengurangi
pemborosan, mengefesiensikan waktu , biaya produksi .
2. Bagi Mahasiswa
menambah wawasan dan pengetahuan dari ilmu yang telah di dapat
selama perkuliahan.
3. Bagi Akademis
Sebagai bahan referensi, menjadi bahan masukan untuk
mengembangkan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat
memberikan bahan perbandingan dalam penelitian yang akan datang.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
1. Overproduction, memproduksi terlalu banyak melebihi kebutuhan
pelanggan atau memproduksi lebih cepat daripada waktu kebutuhan
pelanggan yang menyebabkan kelebihan inventory.
2. Defects, yang tergolong kecacatan contohnya bisa berupa kesalahan
dokumentasi, permasalahan kualitas produk yang dihasilkan, atau
pengiriman yang buruk.
3. Unnecessary Inventory, kelebihan penyimpanan dan delay material
maupun produk sehingga mengakibatkan peningkatan biaya dan
penurunan kualitas pelayanan terhadap pelanggan.
4. Inappropriate Processing, seperti kesalahan dalam mempergunakan
tools saat bekerja sehingga terjadinya kesalahan dalam proses
produksi.
5. Excessive Transportation, dapat berupa waktu, tenaga, dan biaya
akibat pergerakan yang berlebihan dari pekerja, aliran informasi, atau
material produk.
6. Waiting, tidak beraktifitasnya pekerja, informasi atau barang dalam
waktu yang lama yang berdampak terhadap buruknya aliran proses
dan bertambahnya lead time.
7. Unnecessary Motions, segala pergerakan dari orang atau mesin yang
tidak menambah nilai terhadap barang dan jasa yang akan diserahkan
kepada pelanggan tetapi hanya menambah biaya dan waktu saja.
Atau keadaan tempat kerja yang kurang ergonomis yang
menyebabkan pekerja melakukan gerakan yang tidak perlu.
6
Jepang adalah bagaimana mengurangi biaya untuk memproduksi output yang
memiliki banyak variasi namun dalam jumlah yang sedikit (Amrizal, 2009).
Sejarah lean kembali timbul pada tahun 1940 ketika pekerja Jerman
memproduksi tiga kali lebih banyak daripada pekerja Jepang dan seorang pekerja
Amerika memproduksi tiga kali lebih banyak daripada seorang pekerja Jerman
(Onho,1991). Sehingga rasio produksi Amerika dan Jepang menjadi 9:1. Oleh
karena itu, direktur Toyota di Jepang (Kiichiro) merencanakan untuk mengurangi
gap dengan Amerika dalam waktu 3 tahun, yang akhirnya melahirkan Lean
manufacturing. Eiji Toyoda dan Taiichi Onho di Toyota Motor Company di
Jepang mempelopori konsep lean production (Onho,1991) yang aslinya disebut
dengan Kanban dan Just-In-Time (JIT). Sistem ini berusaha untuk mencapai
kesempurnaan dengan pengurangan biaya secara terus-menerus, tidak ada
cacat,
tidak ada persediaan, dan inovasi yang tiada akhir untuk menghasilkan
variasi produk yang baru (Amrizal, 2009).
Taiichi Ohno di Toyota Motor Company mengembangkan strategi lean
di tahun 1950-an (Ohno,1991). Ini adalah model bisnis yang berfokus pada
identifikasi secara sistematis dan penghapusan waste dari suatu proses dan
melibatkan perubahan dan meningkatkan proses, sementara memberikan produk
bermutu kepada produsen dan konsumen pada biaya terendah. Lean telah
mengubah persaingan dan telah menyebabkan “kedewasaan” fase pertumbuhan
dalam organisasi yang telah diimplementasikan. Beberapa peneliti telah
menunjukkan bahwa strategi lean menghasilkan kualitas tingkat lebih tinggi dan
produktifitas dan daya tanggap pelanggan yang lebih baik. Dampak pada strategi
lean ini sebagian besar didasarkan pada bukti empiris bahwa meningkatkan daya
saing perusahaan tersebut (Amrizal, 2009).
Lean manufacturing sepertinya suatu proses inovasi yang radikal tidak
terbatas kepada asal-muasal, tetapi mempunyai aplikabilitas luas di dalam
beraneka negara dan industri. Lean dihubungkan dengan mengurangi lead time
yang menunjukkan bahwa struktur kegiatan atau proses dalam dan antar
perusahaan adalah penting untuk mencapai daya saing unggul dan profitabilitas.
7
Menerima supplier, tepat waktu, jadwal yang stabil sehingga bahan-bahan
dan part dapat diamankan dan dikirim.
8
5. Logistik Aspek yang fokus terhadap mekanisme perencanaan dan
pengendalian aliran bahan.
Menurut Hazmi, dkk, (2012). Lean Manufacturing merupakan pendekatan
sistematik untuk mengeliminasi pemborosan dan mengubah proses. Hal ini
dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan mengurangipemborosan dengan
perbaikan kontinu, Lean Manufacturing berupaya untuk menciptakan aliran
produksi sepanjang value stream dengan menghilangkan segala bentuk
pemborosan serta meningkatkan nilai tambah produk kepada pelanggan. Lean
Manufacturing mendorong terciptanya fleksibilitas pada sistem produksi yang
mampu beradaptasi secara cepat terhadap perubahan kebutuhan pelanggan
dengansistem produksi yang ramping dengan persediaan yang rendah. Selain
itu, pendekatan ini dapat mengurangiunecessary inventory, menambah
pengetahuan mengenai proses produksi, menghemat biaya, pengurangan cacat
sehingga kualitas meningkat, mengurangi lead time produksi dan mengurangi
pemborosan
9
5. Redesign untuk mengurangi pemborosan.
10
Efisiensi siklus proses adalah suatu cara dengan melakukan pengukuran
untuk melihat ke-efisienan suatu pabrik, karena dengan menggunakan
metrik ini dapat dilihat bagaimana persentasi antara waktu proses terhadap
waktu keseluran produksi yang dilakukan oleh pabrik. Suatu proses dapat
dikatakan Lean jika nilai Process Cycle Efficiency (PCE) > 30% (Gasperz,
2011).
Rumus untuk menghitung efisiensi siklus proses adalah:
........................................(2.1)
11
mengidentifikasi waste. Value stream mapping juga membantu untuk
memprioritaskan masalah yang akan diselesaikan. Value stream mapping adalah
salah satu bentuk dari process mapping yang menunjukkan secara detil aliran
material, aliran informasi, parameter operational leadtime, yield, uptime,
frekuensi pengiriman, jumlah tenaga kerja, ukuran batch, jumlah persediaan,
waktu setup, waktu proses, efisiensi proses secara keseluruhan, dan lain-lain.
Beberapa hal yang akan teridentifikasi dari Value stream mapping adalah
penumpukan persediaan yang berlebihan pada proses tertentu, scrap yang tinggi,
waktu uptime yang rendah, batch size yang terlalu besar, aliran informasi yang
tidak mencukupi, waktu tunggu yang terlalu lama, dan efisiensi waktu dari bisnis
proses secara keseluruhan. Value stream mapping mensyaratkan untuk
memvalidasi data operational secara langsung ke lapangan, berdiskusi dengan
orang lapangan untuk memastikan keaktualan data. Value stream mapping akan
membantu dalam mengimprovisasi bisnis proses secara menyeluruh dan
menjadikannya sangat efisien. Dalam value stream mapping, ada dua pemetaan
yang harus digambarkan yaitu pembuatan current state map dan future state map.
Value Stream Mapping digunakan untuk penggambaran aliran material dan
aliran informasi sehingga menjadi satu kesatuan aliran dalam pabrik. Informasi
yang diperlukan untuk masing-masing kategori proses ini terdiri dari cycle time,
changover time, ukuran batch produksi, jumlah operator dan uptime.
12
2.3.1. Simbol-simbol dalam Value Stream Mapping
Simbol dasar yang digunakan dalam Value Stream Mapping adalah
kombinasi dari simbol flowchart dan bentuk unik yang digunakan untuk visual
mewakili berbagai tugas dan fungsi dalam peta. Simbol dibagi menjadi beberapa
kelompok diantaranya ialah seperti Gambar 2.2, Gambar 2.3, dan Gambar 2.4
berikut.
13
Gambar 2.4. Simbol Operator dan Transportasi
Sumber : Nash, Mark and Polling ( 2008 )
14
4. Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri
manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi
(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi
kunci dari proses.
5. Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang
menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka
sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal
customers). Polling, (2008).
15
Gambar 2.5. Diagram SIPOC
Sumber : Wignjosoebroto, Sritomo. 2001
16
modifikasi dari yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Gilberth. Lambang-
lambang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Operasi
Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan
sifat, baik fisik maupun kimiawi. Mengambil informasi maupun menberikan
informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi. Operasi merupakan
kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu mesin atau sistem kerja.
Contohnya:
1. Pekerjaan menyerut kayu dengan mesin serut
2. Pekerjaan mengeraskan logam
3. Pekerjaan merakit
Dalam prakteknya, lambang ini juga bisa digunakan untuk menyatakan aktivitas
administrasi.
b. Pemeriksaan
17
d. Menunggu
18
untuk mengetahui kebutuhan mesin dan pengarangannya, untuk memperkiraan
kebutuhan akan bahan baku, sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik,
sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang digunakan saat
ini, serta sebagai alat untuk melakukan pelatihan kerja (Sutalaksana, 1979).
19
dalam peta aliran proses (Sutalaksana, 2006). Secara lengkap kegunaan suatu
diagram aliran dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Lebih memperjelas suatu peta aliran proses, apalagi jika arah aliran
merupakan faktor yang penting.
b. Menolong dalam perbaikan tata letak tempat kerja.
Diagram aliran berfungsi untuk memperjelas suatu peta aliran proses,
yang biasanya pada gambar diagram aliran disertakan setelah peta aliran proses.
Dimana aktivitas-aktivitas yang digambarkan dalam diagram aliran harus sesuai
dengan aktivitas yang terjadi didalam peta aliran proses (Sutalaksana, 2006).
20
1. Pengukuran waktu kerja secara langsung.
2. Pengukuran waktu kerja secara tak langsung.
2.3.3 Pengukuran Waktu dengan Jam Henti (Stop Watch Time Study)
Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop watch time study)
diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19. Metode ini
terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung
singkat dan berulang-ulang. Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu
baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan
21
digunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan
melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu (Wignjosoebroto, 2006).
22
Sd = ................................................................... (2.2)
N’ = ................................................. (2.4)
23
Menurut Wignjosoebroto (2006), kecepatan, usaha, tempo, ataupun
performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan operator pada
saat bekerja. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator
ini dikenal sebagai ‘Rating Performance’. Secara umum kegiatan rating ini dapat
didefinisikan sebagai proses dimana seorang pengamat membandingkan
performans kerja operator pada saat diamati dengan konsep si pengamat mengenai
performans normal. Untuk menormalkan waktu kerja maka diadakan penyesuaian
yaitu dengan cara mengalikan waktu kerja dengan faktor penyesuaian.
Rating Performance dapat dilakukan dengan menggunakan Wasting
House System’s Rating sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran II.
24
Wn = P .............................................................................. (2.4)
Wn = Waktu normal
P = Faktor penyesuaian
2.6.10 Waktu Baku (Wb)
Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan operator untuk melakukan
pekerjaan secara standar.
Adapun cara perhitungan waktu baku dapat dirumuskan sebagai berikut
(Wignjosoebroto, 2006):
Wb = Wn ....................................... (2.5)
Wb = Waktu baku
Wn = Waktu normal
25
4. Siapa (who).
Siapa orang atau kelompok yang mengalami paling banyak masalah?
5. Mengapa (why).
Mengapa masalah tersebut banyak terjadi?
6. Bagaimana (how).
Bagaimana masalah tersebut bisa terjadi?
26
mendesak untuk diselesaikan.
2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan”, yang merupakan
akibat (effect). Tuliskan pada sebelah kanan dari kertas (kepala ikan),
kemudian gambarkan “tulang belakang” dari kiri ke kanan dan
tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak.
3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi
masalah sebagai tulang ikan. “tulang besar”, juga ditempatkan dalam
kotak.
Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat
dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-
faktor : manusia mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan
kerja, pengukuran, dll atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual
dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategori kategori dapat
dikembangkan melalui brainstorming.
4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-
penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder
itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang ikan berukuran sedang”.
5. Tuliskan penyebab-penyebab besar yang mempengaruhi penyebab-
penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang) , serta penyebab-
penyebab tersier itu dinyatakn sebagai “tulang-tulang berukuran kecil”.
6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-
faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata
terhadap permasalahan yang terjadi.
7. Carilah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu, seperti:
judul, nama produk, prroses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.
27
Gambar 2.1 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
29
3. Pengumpulan data-data perusahaan yang diperoleh dari UKM Roti Riski
Donat.
30
aliran proses. Dimana aktivitas-aktivitas yang digambarkan dalam diagram
aliran harus sesuai dengan aktivitas yang terjadi didalam peta aliran proses.
2. Pengukuran waktu
Pada tahap pengukuran waktu ini ada beberapa langkah yang harus
dilakukan, diantaranya :
a. Elemen-Elemen Kerja
Pengamatan elemen-elemen kerja yang terdapat pada bagian
produksi UKM Roti Riski Donat dilakukan secara langsung ke unit
produksi tersebut untuk dapat diidentifikasi.
b. Pengukuran Waktu Elemen Kerja Aktual
Jumlah pengamatan yang dilakukan sebanyak 30 kali untuk tiap
elemen kerja dengan metode jam henti (Stop Watch), telah cukup untuk
diolah setelah dilakukan uji kecukupan data.
c. Pengamatan Faktor-faktor Penyesuaian (Performance Rating)
Untuk menghitung waktu normal dan waktu baku, perlu terlebih
dahulu dilakukan pengamatan terhadap faktor-faktor penyesuaian
(performance rating). Untuk mencari nilai performance rating, setelah
dilakukan perhitungan terhadap keempat faktor (skill, effort, condition, dan
consistency), kemudian ditambahkan dengan 1 (satu).
d. Faktor Kelonggaran (Allowance)
Faktor kelonggaran (allowance) juga diperlukan untuk menghitung
waktu normal dan waktu baku. Pemberian nilai dari faktor kelonggaran
(allowance) dilakukan pada saat pengamatan dan proses produksi
berlangsung. Adapun cara untuk menentukan kelonggaran untuk
kebutuhan pribadi (personal allowance), kelonggaran untuk melepaskan
lelah (fatigue allowance) dan menentukan kelonggaran waktu karena
keterlambatan-keterlambatan (delay allowance).
3. Lean Manufacturing
Metode Lean Manufacturing dapat dikerjakan melalui langkah-langkah
dibawah ini :
31
a. Melakukan uji keseragaman data.
Uji keseragaman data dilakukan untuk melihat apakah data yang
telah diperoleh berada pada batas kontrol (BKA dan BKB) yang telah
Sd =
N’ =
Wn = P
Wb = Wn
32
d. Deskripsi diagram SIPOC yang berfungsi untuk memberikan gambaran
pelayanan konsumen.
lantai produksi.
perbaikan.
33
3.5 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Mulai
Identifikasi masalah
Pemborosan waste pada proses produksi
roti
Pengumpulan data
Pengolahan data
Tahapan sebagai berikut
Penentuan data stasiun kerja
Pmbuatan diagram SIPOC
pembuatan current value stream mapping
Perhitungan waktu siklus, waktu normal
dan waktu baku
Identifikasi waste
Hasil penelitian
selesai
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
35
No Elemen Kerja
17 Pengemasan roti
18 Pemindahan roti hasil pengemasan ke gudang penyimpanan
Sumber : UKM Roti Riski Donat
36
Tabel 4.2. Data waktu proses 1 sampai 18
Pengukuran Elemen-elemen Kerja (detik)
Ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 1,4 1,3 1,2 1 1,4 0,73 0,9 0,7 0,53 5 0,88 0,7 5 0,78 4,1 3,3 1,3 3,11
2 1,5 1,2 1,1 1 1,1 0,7 0,85 0,75 0,53 5 0,89 0,69 5 0,75 3,5 3,11 1,2 3,33
3 1,4 1,4 1,1 1,1 1,2 0,72 0,88 0,71 0,56 5 0,84 0,75 5 0,71 4,2 3,2 1,3 3,43
4 1,5 1,1 1,2 1,1 1,1 0,78 0,89 0,78 0,54 5 0,87 0,68 5 0,77 4,6 3,1 1,1 3,55
5 1,5 1,1 1,1 1,3 1,2 0,79 0,79 0,7 0,57 5 0,89 0,79 5 0,77 4,5 3,55 1,5 3,43
6 1,3 1,2 1 1,2 1,3 0,74 0,87 0,78 0,58 5 0,86 0,73 5 0,72 3,53 3,45 1,2 3,45
7 1,4 1,1 1,2 1 1,3 0,76 0,91 0,75 0,52 5 0,89 0,71 5 0,77 3,59 3,54 1,4 3,56
8 1,5 1,3 1 1,3 1,2 0,78 0,85 0,71 0,55 5 0,88 0,74 5 0,8 4,1 3,8 1,5 3,4
9 1,35 1,2 1 1 1,1 0,77 0,88 0,77 0,59 5 0,89 0,7 5 0,75 3,54 3,9 1,2 3,5
10 1,5 1,3 1,2 1,3 1,3 0,79 0,77 0,77 0,56 5 0,75 0,77 5 0,69 4,2 3,52 1,4 3,55
11 1,2 1,3 1,3 1,2 1,3 0,7 0,79 0,72 0,54 5 0,89 0,73 5 0,78 4,6 3,4 1,3 3,11
12 1,2 1,4 1 1 1,3 0,73 0,7 0,77 0,51 5 0,74 0,74 5 0,79 4,5 3,55 1,5 3,15
13 1,3 1,5 1 1,2 1,2 0,71 0,89 0,8 0,53 5 0,89 0,75 5 0,74 4,6 3,15 1,5 3,3
14 1,4 1,5 1,1 1,1 1,2 0,81 0,91 0,75 0,52 5 0,85 0,7 5 0,76 4,3 3,28 1,1 3,7
15 1,3 1,3 1,1 1,3 1,3 0,78 0,89 0,69 0,52 5 0,87 0,76 5 0,78 4,2 3,3 1,7 3,8
37
Tabel 4.2. Data waktu proses 1 sampai 18 (lanjutan)
Pengukuran Elemen-elemen Kerja (detik)
Ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
16 1,4 1,4 1,3 1 1,2 0,7 0,88 0,73 0,56 5 0,73 0,77 5 0,77 4,1 3,4 1,2 3,15
17 1,3 1,5 1,2 1 1,2 0,75 0,89 0,7 0,59 5 0,7 0,72 5 0,79 3,65 3,7 1,4 3,2
18 1,4 1,35 1 1,2 1,4 0,71 0,84 0,72 0,57 5 0,72 0,74 5 0,7 4,7 3,8 1,3 3,3
19 1,36 1,5 1,3 1,3 1,3 0,78 0,87 0,78 0,6 5 0,78 0,78 5 0,73 4,8 3,7 1,1 3,4
20 1,42 1,2 1 1 1,3 0,7 0,89 0,79 0,62 5 0,79 0,78 5 0,71 4,6 3,8 1,4 3,5
21 1,4 1,2 1,3 1 1,2 0,78 0,86 0,74 0,56 5 0,74 0,68 5 0,7 4,4 3,9 1,2 3,55
22 1,3 1,3 1,2 1,1 1,4 0,75 0,89 0,76 0,52 5 0,76 0,75 5 0,73 4,3 3,2 1 3,35
23 1,5 1,4 1 1,1 1,1 0,71 0,88 0,78 0,54 5 0,78 0,75 5 0,71 4,5 3,45 1,2 3,46
24 1,5 1,3 1,2 1,3 1,1 0,77 0,89 0,77 0,59 5 0,77 0,77 5 0,81 4,1 3,55 1,4 3,28
25 1,3 1,4 1,1 1,2 1,2 0,77 0,75 0,79 0,51 5 0,79 0,73 5 0,78 4 3,7 1,3 3,16
26 1,4 1,3 1,3 1 1,1 0,72 0,89 0,7 0,54 5 0,7 0,72 5 0,7 4,16 3,3 1,1 3,41
27 1,3 1,4 1,2 1,3 1,3 0,77 0,74 0,73 0,53 5 0,73 0,71 5 0,75 4,1 3,4 1,15 3,1
28 1,5 1,36 1,1 1 1,2 0,8 0,89 0,71 0,55 5 0,71 0,7 5 0,71 4,7 3,3 1,5 3
29 1,3 1,42 1,2 1,3 1,3 0,75 0,85 0,81 0,57 5 0,81 0,79 5 0,78 4,4 3,5 1,1 3,2
30 1,5 1,4 1,1 1,2 1,3 0,69 0,87 0,78 0,52 5 0,78 0,69 5 0,7 3,6 3,1 1,2 3,33
Sumber: UKM Roti Riski Donat
38
2. Penilaian Rating Factor Operator
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati
kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidak wajaran dapat saja
terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, kondisi ruangan yang
buruk yang menyebabkan kesulitan bekerja atau bekerja sangat cepat
seolah-olah diburu waktu. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi
kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya
waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan, karena ketika nanti
akan mencari waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh
dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar.
Seandainya terdapat ketidakwajaran maka pengukur harus mengetahuinya
dan menilai seberapa jauh ketidakwajaran tersebut terjadi.
Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan inilah penyesuaian
dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus/elemen
yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator,
maka harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus
menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. Penilaian rating factor
terhadap operator dilakukan dengan metode Westinghouse dapat dilihat
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Penilaian Rating Factor terhadap Operator Tiap Elemen Kerja
No Factors Rating
Jumlah
Elemen Skill Effort Condition Concistency Performance
1 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
2 0 D 0 D 0.02 C 0.01 C 0.03 1.03
3 0.06 C1 0.05 C1 0.02 C 0.03 B 0.16 1.16
4 0 D 0 D 0.02 C 0 D 0.02 1.02
5 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.03 B 0.08 1.08
6 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
7 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
8 0.06 C1 0.05 C1 0.02 C 0.03 B 0.16 1.16
9 0.06 C1 0.08 B2 0.02 C 0.03 B 0.19 1.19
10 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
11 0 D 0 D 0.02 C 0 D 0.02 1.02
12 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.03 B 0.10 1.10
13 0.06 C1 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.11 1.11
14 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
39
Tabel 4.3. Penilaian Rating Factor terhadap Operator Tiap Elemen Kerja
(lanjutan)
No Factors Rating
Jumlah
Elemen Skill Effort Condition Concistency Performance
15 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
16 0.03 C2 0.05 C1 0.02 C 0.03 B 0.13 1.13
17 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.03 B 0.10 1.10
18 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
Sumber: UKM Roti Riski Donat
Dari Hasil dari pengukuran performance rating dapat dilihat pada Tabel
4.3, dimana didapatkan nilai dari Skill jika C1 (lebih bagus) dan C2 (bagus), D
(normal), Effort jika B2 (sangat bagus), C1 (lebih bagus) dan C2 (bagus), D
(normal), Condition jika C (bagus), Consistency jika B (sangat baik), C (baik) dan
D (normal).
3. Penetapan Allowance
Dalam penelitian ini, peneliti juga menetapkan allowance untuk masing-
masing proses pada lantai produksi berdasarkan karakteristik pekerjaanya.
Nilai allowance yang diberikan untuk proses kerja beregu adalah sama.
Penetapan allowance terhadap tiap proses produksi dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Allowance Produksi Roti
Faktor Allowance
Tenaga yang Dikeluarkan Ringan 8%
Total 19%
Sumber: UKM Roti Riski Donat
40
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada faktor tenaga yang dikeluarkan
ialah +5 kg maka dapat diambil nilai 8%, sikap kerja pada operator diambil nilai
1% karena ketika melakukan kegiatan hanya berdiri, gerakan kerja operator agak
terbatas karena ruangan yang sempit dalam melakukan pekerjaannya masing-
masing. Pada faktor kelelahan mata pada setiap operator pandangan yang
dilakukan terus-menerus, keadaan pada ruangan produksi sangat bersih dan suara
yang dikeluarkan mesin tidak bising.
4. Data Faktor Penyebab Jumlah Waste
Adapun data-data penyebab terjadinya waste dan data akar penyebab
masalah waste pada lini produksi roti UKM Roti Riski Donat, kemudian
akan diolah dengan menggunakan Fishbone diagram. Sebagai
Berikut :
a. Data Faktor Penyebab Waste (pemborosan)
Tabel 4.5. Data Faktor Penyebab Pemborosan
41
Tabel 4.5. Data Faktor Penyebab Pemborosan (lanjutan)
Stasiun Kerja Masalah Pemborosan Faktor penyebab
Tidak bersihnya adonan yang
dipindahkan dari mixer
sisa hasil adonan pada mixer
Perkerja seperti tidak mau
membersihkan mesin mixer
Kurangnya kehati-hatian saat proses
Tumpahnya adonan yang mixing
diaduk dari mixer Pekerja tak mengikuti prosedur
pengerjaannya
menunggu untuk diangkut Pekerja melakukan pekerjaannya
kemeja produksi terlalu santai
Pekerja kurang hati-hati dalam
Proses
sisa hasil bahan potongan memotong adonan
pemotongan ,
adonan Pekerja terlihat seakan tidak mengerti
pencetakan
cara memotong yang benar
dan
Pekerja kurang memahami prosedur
pengembangan
adonan tidak dapat pengerjaanya
mengembang Kurangnya bahan yang terkandung
dalam adonan
menunggu memanaskan Tidak stabilnya api dalam mesin
tempat pembakaran panggangan
menunggu adonan untuk Pekerja bekerja dengan lambat
dibawa ketempat
Pekerja banyak duduk saat bekerja
Proses pemanggangan
pemanggangan Kurangnya ketelitian dari operator
yang mengakibatkan lambatnya
terjadinya kesalahan dalam
mengangkat roti dalam panggangan
memanggang
Gososngnya roti dalam di dalam
pemanggangan
Pekerja bekerja sangat santai
menunggu roti hasil dari
Pengemasan Kurangnya pengawasan terhadap
panggangan
pekerja
Tidak telitinya operator saat menyortir
kesalahan dalam memilih
roti hasil panggangan
roti hasil produksi yang baik
Terbuangnya roti hasil yang baik
Pekerja melakukan pekerjaanya terlalu
terburu-buru
rusaknya kemasan
Tidak hati-hati saat memasukkan roti
dalam kemasan
Pekerja terlihat sering melakukan
Menunggu untuk diangkut pekerjaan yang bukan pekerjaannya
ke gudang penyimpanan Pekerja banyak duduk dalam
pekerjaanya
Sumber: UKM Roti Riski Donat
42
5. Data SIPOC
Berikut adalah data SIPOC UKM Roti Riski Donat disajikan pada Tabel
4.7.
43
Tabel 4.8. Data Tabel 5W1H (lanjutan)
Stasiun Kerja Jenis Pemborosan Saran Perbaikan
44
Tabel 4.8. Data Tabel 5W1H (lanjutan)
Stasiun Kerja Jenis Pemborosan Saran Perbaikan
Lebih ditingkatkannya prosedur kerja
khususnya pengemasan agar kemasan
Defetcs
roti dapat dipakai semaksimal
mungkin
Pemilik usaha harus memberi prioritas
tinggi terhadap prosedur kerja agar
Unnecessary Motion
terciptanya kedisiplinan kepada para
pekerja
Sumber: UKM Roti Riski Donat
Sd = =
Sd = 0.09
45
BKA = + 3 Sd = + 3 (0.09) = 1.11
Hasil selengkapnya dari uji keseragaman data untuk elemen kerja lainnya
dapat dilihat pada Tabel 4.9, berdasarkan Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa
keseluruhan data waktu siklus untuk proses 1. Hasil rekapitulasi uji keseragaman
untuk setiap proses dapat dilihat pada Tabel 4.9. Pengujian keseragaman data dari
hasil perhitungan yang diperoleh dari produksi roti dapat dilihat pada tabel 4.9
sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data
No
Elemen Sd BKA BKB Keterangan
46
15 4,20567 4,369736667 0,39 5,37 3,04 SERAGAM
Pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa data hasil pengukuran sebanyak 30
kali untuk tiap elemen kerja adalah seragam, ini berarti data hasil pengukuran
berada pada rentang BKB dan BKA, sehingga data hasil pengukuran layak untuk
diolah lebih lanjut. Dari Tabel 4.9 diketahui ialah Rata-rata nilai dari tiap
perhitungan dari ialah nilai tiap pengamatan dimana nilai yang diambil pada
tiap elemen kerja berjumlah 30 kali pengamatan, kemudian dikurang dengan nilai
dan kemudian dijumlahkan kesemua nilai yang dihitung. Agar nilai dapa
seragam nilai yang didapat tidak boleh melebihi BKA dan BKB, yang diawali
mencari dulu nilai dari Sd (Standar Deviasi) pada persamaa (2.2).
b. Uji Kecukupan Data
Pengujian kecukupan data untuk elemen kerja 1 sampai seterusnya pada
proses produksi roti UKM Roti Riski Donat, dapat dilakukan pengukuran dengan
menggunakan persaman (2.4). Contoh pengukuran diambil pada pengukuran
elemen kerja pertama sebagai berikut:
47
N’ = =
N’ = 6,922
Hasil selengkapnya dari uji kecukupan data untuk elemen kerja lainnya
pada proses produksi roti UKM Roti Riski Donat dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Hasil uji kecukupan data dari hasil perhitungan yang diperoleh dari produksi roti
dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut:
No
N' Keterangan
Elemen
Dapat dilihat melalui grafik pada Gambar 4.6. Diketahui Untuk ialah
48
penjumlahan dari tiap nilai pengamatan yang diambil, ialah rata-rata nilai
tiap pengamatan dan N' ialah perhitungan untuk mencari Kecukupan data
yang didapat dari persamaan (2.4).
Wb = Wn
49
= 1.50 = 1.85
Hasil selengkapnya perhitungan waktu normal dan waktu baku untuk tiap
elemen kerja pada proses produksi roti UKM Roti Riski Donat dilihat pada Tabel
4.11.
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Waktu Normal dan Waktu Baku
No
Rating Wn Allowance Wb
Elemen
1 1,387667 1,08 1,50 19% 1,85
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Waktu Normal dan Waktu Baku (lanjutan)
No
Rating Wn Allowance Wb
Elemen
3 1,136667 1,16 1,32 19% 1,63
50
16 3,465 1,13 3,92 19% 4,83
51
Gambar 4.2 Diagram SIPOC
Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa proses dari pembuatan roti meliputi
penakaran bahan baku, membuat adonan roti, memotong dan mencetak adonan
kemudian dipanggang dan lalu dikemas. Untuk penjulan hasil produksi dijual
bukan hanya di toko-toko tapi juga di pasar.
52
UKM
UKM
UKM
53
Pengambilan bahan baku dari tempat penyimpanan ke meja
1 1,85
produksi
2 Bahan baku menunggu untuk ditakar 1,68
54
Dari Tabel 4.12 dapat menunjukkan bahwa untuk menghitung nilai dari
lead time adalah dengan menjumlahkan seluruh kegiatan proses yang mana waktu
lead time yang ditunjukkan pada Tabel 4.12 ialah 45,46 detik.
Tabel 4.13 Value Added Time dan Non value Added Time lanjutan)
55
9 Proses pencetakan roti 0,81
56
Berdasarkan hasil current value stream mapping, dilakukan
identifikasi waste pada Tabel 4.14. dan sumber faktor masalah pada tabel 4.15.
berikut.
Tabel 4.14. Identifikasi Waste
Menunggu untuk
pemotongan, produksi
57
Menunggu memanaskan
Excessive Tarsnportastion
tempat pembakaran
Menunggu adonan untuk
Proses
dibawa ketempat Waiting
pembakaran
pemanggangan
Terjadinya kesalahan
Inappropriate Processing
dalam memanggang
Menunggu roti hasil dari
Waiting
panggangan
Kesalahan dalam
Proses memilih roti hasil Defetcs
Menunggu untuk
Unnecessary Motion
diangkut ke warehouse
Defects V - V V
Inappropriate Processing V V - V
Excessive Trasnportation V - V V
58
Waiting V - - V
Unnecessary Motion V - - V
59
Gambar 4.4 Diagram Sebab Akibat Penyebab Waste Inappropriate Processing
60
Gambar 4.6 Diagram Sebab Akibat Penyebab Waste Waiting
61
Usulan perbaikan akan dirumuskan berdasarkan data yang didapat
dari hasil pengolahan. Usulan perbaikan dirumuskan dengan five why
diagram dan diagram 5W1H. Pembuatan future value stream mapping dan
pehitungan lead time dan process cycle efficiency juga dilakuakan untuk
melihat hasil dari perbaikan yang diperoleh.
4.3.1. Diagram Five Why
Diagram Five Why adalah suatu diagram yang digunakan untuk
mengungkapkan akar dari permasalahan dari penyebab ketidaksesuaian, yang
diperoleh dari diagram sebab akibat agar dapat diperbaiki dengan tepat dengan
bertanya terus mengapa sesuatu ketidaksesuaian terjadi hingga ditemukan akar
permasalahan. Berdasarkan data yang diperoleh dari diagram sebab akibat dan
dari pengamatan di lantai produksi serta wawancara dengan pihak perusahaan
maka diagram five why untuk pemborosan dapat dilihat pada Tabel 4.16.
62
Tabel 4.16 Diagram Five Why Untuk Pemborosan
Masalah Faktor Why Why Why Why Why
Pemborosan
(Waiting) Metode Prosedur tidak Prosedur tidak Pekerja tidak Kurangnya sosialisasi Pemilik usaha cendrung
pada semua dipahami oleh dijalankan dengan hafal dengan terkait prosedur fokus pada hasil
proses pekerja baik oleh pekerja prosedur di terhadap pekerja
stasiun stasiun kerjanya stasiun
Manusia Pekerja kurang Pekerja lambat Pengalaman dan Konten pelatihan Program pelatihan
cekatan dalam bekerja pelatihan pekerja yang diadakan untuk pekerja tidak
stasiun kurang Perusahaan tidak terprogram dengan baik
mumpuni pesifik
(Defects) Metode Menunggu Pekerja mesin Sosialisasi yang Pemilik usaha Pemilik usaha tidak
pada semua untuk mixer tidak minim terkait jarang mengawasi memprioritaskan proses
proses dimasukkan ke melaksanakan prosedur kerja kerja pekerja yang sesuai prosedur
mesin mixer prosedur dengan pekerja mesin mesin mixer
baik mixer
Material Bahan mudah Bahan terlalu tipis Bahan baku Susah menakar bahan
rusak terlalu banyak bakynya
63
Tabel 4.16 Diagram Five Why Untuk Pemborosan (lanjutan)
Masalah Faktor Why Why Why Why Why
Pemborosan
(Uncensary Metode Pekerja bekerja Prosedur kerja Tidak ada Pemilik usaha kurang
motions) sesuai dengan tidak penekanan dalam hal pengawasan
Pada kebiasaannya dilaksanakan terkait prosedur terhadap hal terkait
penyimpanan dengan baik prosedur
menuju oleh pekerja
warehouse Manusia Pekerja kurang Pekerja lambat Pengalaman dan Konten pelatihan Program pelatihan
cekatan dalam bekerja pelatihan yang diadakan untuk pekerja
pekerja stasiun perusahaan tidak tidak terprogram
Kurang mumpuni pesifik dengan baik
Inappropriate Metode Pekerja terlalu Pekerja kurang Tidak ada Pemilik usaha kurang Pengawasan
Processing santai dalam memahami penekanan dalam hal pengawasan pemilik usaha
melaksanakan prosedur yang terkait terhadap hal terkait cendrung pada
prosedur dilaksanakan prosedur prosedur pelaporan hasil
kegiatan kerja stasiun
pemanggangan
Mesin/ Susah Harus dengan Harus dengan Wadah yang tidak
Peralatan dioperasikan teliti hati-hati besar
Manusia Pekerja tidak Pekerja Tidak ada Manajemen
cekatan dalam menunda- program perusahaan
melaksanakan nunda waktu untuk belum memikirkan
prosedur untuk meningkatkan peningkatan
kegiatan mengangkat etos kerja etos kerja untuk
adonak ke karyawan meningkatkan
tempat produktivitas
pemanggangan kerja
64
Tabel 4.16 Diagram Five Why Untuk Pemborosan (lanjutan)
Masalah Faktor Why Why Why Why Why
Pemborosan
Excessive Metode Pekerja tidak Pekerja kurang Pekerja tidak Kurangnya sosialisasi
Tarsnportasti melakukan memahami hafal dengan terkait prosedur
on prosedur yang prosedur yang prosedur di terhadap pekerja
semestinya dilaksanakan stasiun kerjanya stasiun
65
Tabel 4.17 Tabel Perbaikan 5W1H
Jenis emborosan Sumber Pemborosan Penanggung Waktu Terjadi Penyebab Saran Perbaikan
(What) (Where) Jawab (When) (Why) (How)
(Who)
Waiting/Delay Stasiun penakaran Pekerja Pada saat bahan Pemilik usaha Meningkatkan
dan penimbangan, penakaran dan baku masuk proses cendrung fokus Perhatian pemilik
mixing, pemotongan penimbangan, penimbangan, mesin pada hasil dan usaha
dan pencetakan, mesin mixer, mixer, adonan masuk program pelatihan terhadap prosedur
untuk pekerja
pemanggangan, dan pemotongan dan proses pemotongan kerja oleh pekerja
tidak terprogram
pengemasan pencetakan, dan masuk dan peningkatan
dengan baik
pemanggangan, pemanggangan keterampilan
dan pengemasan operator melalui
program pelatihan
Defacts Stasiun penakaran Pekerja Pada saat Pemilik Usaha tidak Pemilik usaha harus
dan penimbangan, penakaran dan penimbangan, memprioritaskan memberi prioritas
mixing, pemotongan penimbangan, pencampuran, proses yang sesuai tinggi terhadap
dan pencetakan, mixing, pemotongan, prosedur, manajemen prosedur kerja,
perusahaan belum
pemanggangan, dan pemotongan dan pengembangan,peman melakukan
melakukan tinjauan
pengemasan pencetakan, ggangan dan tinjauan terhadap
terhadap peningkatan etos
pemanggangan, pengemasan kerja untuk kinerja pekerja
dan pengemasan meningkatkan produktivitas untuk meningkatkan
kerja etos kerja
Inappropriate Stasiun mixing dan Pekerja mesin Pada Proses Pengawas terfokus Pengawasan
Precessing pemanggangan mixer dan alat pencampuran bahan pada output stasiun terhadap aktivitas
pemanggangan menjadi adonan dan mixing dan pemanggangan prosedural harus
pada pemanggangan dan pemilik usaha ditingkatkan dan
tidak mempertimbangkan
adonan menjadi roti melakukan job
spesifikasi kerja
analysis
dalam penempatan pekerja
66
Tabel 4.17 Tabel Perbaikan 5W1H (lanjutan)
Jenis Pemborosan Sumber Pemborosan Penanggung Jawab Waktu Terjadi Penyebab Saran Perbaikan
(What) (Where) (Who) (When) (Why) (How)
Excessive Stasiun Pekerja Perpindahan Pengawasan Pemilik Usaha
Transportation pemanggangan Pemanggangan roti dari proses Pemilik usaha mengawasi tidak
pengembangan cendrung pada hanya hasil
pelaporan hasil pelaporan namun
kerja stasiun juga proses kerja
pemanggangan
dan tiap pelatihan
dan manajemen
tidak mem follow dilakukan secara
up dengan baik berkesinambungan
pelatihan awal dan memiliki
follow up
Unnecessary Stasiun Pengemasan Pekerja Perpindahan Pemilim usaha Pengawasan
Motions Pengemasan dari cendrung fokus Pemilik usaha untuk
pengemasan pada hasil, fokus meningkatkan
menuju perusahaan adalah kedisiplinan,
hasil produksi
gudang memperhatikan
secara kuantitas,
penyimpanan akurasi pengukuran
perusahaan tidak
memperhatikan pembaruan alat
akurasi kecepatan dan membakukan
pengemasan di spesifikasi detail
stasiun ini terkait bahan yang
diinginkan
67
4.3.3. Perhitungan Manufacturing Lead Time dan Process Cycle Efficiency
Perbaikan
Berdasarkan data pengamatan diketahui bahwa uraian proses kerja yang
dilakukan untuk memproduksi roti ada sebanyak 18 proses kerja. Dari analisis
yang dilakukan, maka ditentukan waktu standar pengerjaan dan mengidentifikasi
kegiatan non-value added pada proses produksi roti seperti kegiatan pemindahan
bahan dan kegiatan menunggu, yaitu bahan baku menunggu untuk ditakar,
menunggu untuk dimasukkan ke mesin mixer, adonan menunggu untuk diangkut
ke meja produksi, menunggu diangkut ketempat pemanggangan, Roti hasil
panggangan menunggu diangkut ke meja produksi dan Menunggu untuk dikemas.
Dari keenam kegiatan non value added ini, kesemuanya dapat dieliminasi. Uraian
proses kerja perbaikan pada produksi precured liner dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.18. Data Aliran Proses Perbaikan
No Elemen Kerja
1 Pengambilan bahan baku dari tempat penyimpanan ke meja produksi
2 Penakaran bahan baku
3 Proses pencampuran bahan (mixing)
4 Pengangkatan adonan kemeja produksi
5 Proses pemotongan
6 Proses pencetakan roti
7 Proses pengembangan
8 Pemindahan adonan ketempat pemanggangan roti
9 Proses pemanggangan roti
10 Pemindahan roti hasil pemanggangan ke meja produksi
11 Penyortiran roti
12 Pengemasan roti
13 Pemindahan roti hasil pengemasan ke Gudang penyimpanan
Dari Tabel 4.17 menunjukkan bahwa dengan adanya perbaikan yang mana
saat sebelum perbaikan terdapat 18 proses, setelah perbaikan dapat dipangkas
menjadi 13. Pemangkasan atau penghapusan proses tersebut dikarenakan
68
terjadinya waktu tunggu yang menbuat waktu proses menjadi lebih cepat.
Kemudian akan dilakukan perhitungan kembali mengenai peningkatan
kecepatan proses produksi yang diestimasi sehingga menghasilkan value stream
mapping yang ideal seperti pada Gambar 4.12.
1 1,85
Pengambilan bahan baku dari tempat penyimpanan ke meja produksi
2 1,63
Penakaran bahan baku
3 1,65
Proses pencampuran bahan (mixing)
4 1,14
Pengangkatan adonan kemeja produksi
5 1,07
Proses pemotongan
6 0,81
Proses pencetakan roti
7 6,67
Proses pengembangan
8 1,00
Pemindahan adonan ketempat pemanggangan roti
9 6,85
Proses pemanggangan roti
10 5,61
Pemindahan roti hasil pemanggangan ke meja produksi
11 4,83
Penyortiran roti
12 1,75
Pengemasan roti
13 4,48
Pemindahan roti hasil pengemasan ke Gudang penyimpanan
TOTAL 25,26 14.68
69
process cycle efficiency =
70
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian diperoleh lead time dari setiap proses produksi roti
UKM Roti Riski Donat dengan cara menghitung waktu normal kemudian
menghitung waktu baku dari proses produksi aktual terdapat delapan belas
proses produksi roti dengan nilai lead time aktual 45,46 menit dan pada
proses produksi perbaikan terdapat tiga belas proses produksi roti dengan
nilai lead time 39,94 menit.
2. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penerapan lean manufacturing
proses produksi aktual berjumlah delapan belas, setelah perbaikan menjadi
tiga belas karena dihilangkannya proses menunggu yang menyebabkan
terjadinya pemborosan waktu pada proses produksi roti UKM Roti Riski
Donat. Dari hasil penerapan lean manufacturing pada proses produksi
aktual nilai dari process cycle efficiency degan nilai 55,53% sedangkan
dengan melakukan perbaikan nilai dari process cycle efficiency ialah
63,99%, menunjukkan bahwa dengan penerapan lean manufacturing dapat
meningkatkan niali dari process cycle efficiency 8,46% dan pemborosan
waktu pada proses produksi roti dapat diminimalisir.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan kepada Riski Donat terutama kepada pemilik
perusahaan agar dapat mengaplikasikan hasil dari penerapan Lean Manufacturing
pada pemborosan waktu yang diakibatkan kurangnya pemahaman pekerja dalam
melaksanakan prosedur kerja. Pada penelitian ini, hanya membahas waktu proses
produksi dan pemborosan yang terjadi pada proses produksi roti, tidak membahas
kriteria-kriteria yang lain seperti biaya dan yang lainnya, sehingga disarankan
kepada Pemilik Usaha untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria yang lain.
71
DAFTAR PUSTAKA
72