Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pada industri manufaktur, produktivitas suatu perusahaan dapat dilihat
dari kemampuan perusahaan dalam menjalankan proses produksi secara
efektif dan efisien. Sistem produksi perusahaan yang sangat efisien, maka
semakin sedikit timbulnya waste dalam aktivitas produksi mereka. Menurut
Hines & Taylor (2000), salah satu paremeter produktivitas yang diinginkan
yaitu untuk meminimasi waste yang dihasilkan dalam setiap proses pengerjaan.
Waste yang banyak terjadi tentunya akan menghambat usaha dari
perindutsrian tersebut. Oleh karena itu, sudah seharusnya waste dapat
dikurangi dalam sebuah proses produksi (Antandito, dkk, 2012).

Usaha Kecil Menengah (UKM) memegang peranan yang sangat besar


dalam memajukan perekonomian Indonesia. Alternatif lapangan kerja baru juga
menciptakan peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri,
sehingga sangat membantu upaya mengurangi pengangguran. Pelaku usaha
dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien dalam menghadapi persaingan yang
lebih ketat demi menjaga kelangsungan operasi usaha. mendorong setiap ukm
untuk meningkatkan efisiensis ecara tepat di segala bidang, salah satu untuk
meningkatkan efisiensi adalah dengan mengendalikan persediaan bahan baku
UKM dapat memenuhi persediaan dan permintaan pelanggan.

Dalam aplikasi lean, pemborosan atau waste harus dieliminasi


Pemborosan merupakan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah. Pemborosan
harus di eliminasi karena dapat menyebabkan proses produksi menjadi lebih
efisien. Berdasarkan Kaufman group (1999) dalam Gazpers (2011). Menurut
Wijayanto, dkk, (2015). Dikenal dua kategori utama pemborosan, yaitu type one
waste yaitu aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah namun aktivitas
itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan, dan type
two waste yaitu aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan dapat
dihilangkan secara langsung (Gasperz dan Fontana, 2011).

Usaha kecil menengah roti Riski Donat terletak di daerah Langsa Lama,
Kota Langsa. Industri tersebut memiliki jumlah pekerja sebanyak 5 orang
semuanya berjenis kelamin laki-laki. Proses pembuatan roti ini masih bersifat
sederhana, UKM Riski Donat merupakan industri rumahan, berdiri sejak 1
Januari 1989 dimana modal yang digunakan adalah modal sendiri. Pada UKM

1
dibutuhkan perencanaan produksi yang baik jika usaha ini ingin berkembang.
UKM Riski Donat dalam menjalankan proses produksinya target yang ingin
dicapai ialah 30 kg adonan roti, namun terkadang target produksi yang ingin
dicapai tidak dapat terpenuhi setiap harinya, untuk 3 kg adonan rata-rata dapat
mencapai 190 roti. Hasil produksi yang diproduksi perharinya berkisar antara 18,
21 dan 24 kg/hari. UKM Riski Donat menjalankan proses produksinya terdapat
beberapa pemborosan yang terjadi, seperti perusahaan pernah mengalami cacat
produk hingga 20 pcs/hari, masih banyak terdapat aktivitas yang tidak diperlukan,
proses produksi yang memakan waktu cukup lama, persediaan bahan baku yang
terkadang mengalami kelebihan dan beberapa masalah lainnya.

Pada kegiatan produksi, efisiensi sangat diperlukan guna mengurangi


pemborosan selama ini proses produksi roti terdapatnya waste atau pemborosan
pada saat proses produksi pemborosan yang terjadi dapat merugikan usaha.
Dalam pembuatan produk, banyak proses yang dapat mengakibatkan timbulnya
pemborosan (waste) yang tidak sedikit, untuk mencegahnya maka perlu dilakukan
identifikasi kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value
added) suatu produk serta mengurangi kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan
nilai tambah (non value added) suatu produk agar pemborosan (waste) yang
terjadi dapat diminimasi (Fannani, 2011). Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi UKM yaitu
menggunakan metode Lean Manufacturing. Lean Manufacturing merupakan
pendekatan sistematis untuk mengeliminasi pemborosan dan mengubah proses.
Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan mengurangi pemborosan
dengan perbaikan secara kontinyu (Hazmi, 2012). Pendekatan lean berfokus pada
perbaikan secara terus menerus dan meningkatkan penekanan dalam hal
pengiriman produk sesuai dengan kebutuhan konsumen secara lebih cepat
dibandingkan dengan kompetitor lain serta dapat melebihi standar kebutuhan
kualitas terbaik (Rawabdeh, 2015).

Penelitian Kurniawan (2015) yang berjudul “PENERAPAN LEAN


MANUFACTURING DI STASIUN ASSEMBLY DI PT. MEGA ANDALAN
KALASAN”. Hasil penelitian adalah menggunakan pendekatan lean
manufacuturing. Metode yang digunakan adalah value stream mapping.
Penggambaran current state map menunjukkan bahwa non value added activity
paling dominan adalah proses menyiapkan standard part. Hal ini dikarenakan
penyiapan standard part di gudang dengan cara menimbang dan menyatukan
semua standard part dalam kantong plastik, sehingga operator assembly harus
kembali menyiapkan standard part. Usulan perbaikan pada penelitian ini adalah
membuat prosedur penyiapan komponen di gudang standard part dengan teori
kitting process agar dapat mengurangi pemborosan waktu di stasiun assembly.

2
Penelitian Hazmi (2012) yang berjudul “Penerapan Lean Manufacturing
Untuk Mereduksi waste di PT ARISU”. Hasil penelitian adalah bahwa selama
proses produksi terjadi adanya pemborosan antara lain inappropriate processing,
unnecessary inventory, waiting dan defect. Lean Manufacturing merupakan
pendekatan yang bertujuan untuk meminimasi pemborosan yang terjadi pada
aliran proses produksi. Pemborosan tersebut akan dicari akar penyebabnya
menggunakan root cause analysis. Setelah diketahui akar penyebabnya maka
dilakukan perhitungan risk rating menggunakan analisa resiko untuk mengetahui
akar penyebab yang paling berpotensial. Kemudian dilakukan pemilihan alternatif
usulan perbaikan dengan empat alternatif usulan perbaikan yang dapat dipilih
antara lain adanya tanda atau label peringatan pada setiap station, pelatihan
mengenai autonomous maintenance, pembuatan mesin harian yang terjadwal dan
adanya red taggimg. Pada pemilihan usulan alternatif perbaikan didapatkan usulan
alternatif perbaikan terbaik adalah menyelenggarakan pelatihan autonomous
maintenance dan pembuatan mesin harian yang terjadwal.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian dengan judul


“ANALISIS PEMBOROSAN PROSES PRODUKSI ROTI DALAM
PENERAPAN LEAN MANUFACTURING (Studi Kasus : UKM Roti Riski Donat
Langsa Lama, Kota Langsa)”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang ada di usaha UKM Roti meliputi :
1. Bagaimana menghitung lead time pada UKM Roti Riski Donat
2. Bagaimana Penerapan lean manufacturing untuk mengurangi
pemborosan pada UKM Roti Riski Donat.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menghitung lead time pada UKM Roti Riski Donat.


2. Menentukan penerapan lean manufacturing untuk mengurangi
pemborosan pada UKM Riski Donat.

3
1.4 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian maka perlu adanya batasan – batasan
masalah agar sesuai dengan tujuan yang dicapai, Adapun batasan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Tidak membahas tentang perencanaan pemasaran produk.


2. Penelitian di fokuskan pada pemborosan ( waste ) pada lini produksi
UKM Riski Donat.
3. Penelitian ini hanya meneliti waktu proses produksi UKM Riski Donat.
4. Tidak membahas tentang biaya proses pembuatan roti.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi pengusaha
Menjadi bahan masukan ataupun pertimbangan bagaimana mengurangi
pemborosan, mengefesiensikan waktu , biaya produksi .
2. Bagi Mahasiswa
menambah wawasan dan pengetahuan dari ilmu yang telah di dapat
selama perkuliahan.
3. Bagi Akademis
Sebagai bahan referensi, menjadi bahan masukan untuk
mengembangkan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat
memberikan bahan perbandingan dalam penelitian yang akan datang.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Pemborosan


2.1.1 Pengertian Pemborosan
Waste (pemborosan) merupakan segala aktivitas kerja yang tidak
memberikan nilai tambah sepanjang aliran proses pada proses perubahan input
menjadi output (Hazmi, dkk, 2012). Pemborosan itu sendiri terbagi menjadi dua
tipe yaitu tipe satu dan tipe dua. Tipe satu merupakan pemborosan yang tidak
memberikan nilai tambah sepanjang aliran produksi namun aktivitas ini tidak
dapat dihindarkan karena berbagai alasan. Tipe dua merupakan pemborosan
yang tidak member nilai tambah dan harus segera dikurangi. Dalam aplikasi lean,
pemborosan atau waste harus dieliminasi. Pemborosan merupakan aktivitas
yang tidak memiliki nilai tambah. Karena itu, pemborosan harus dieliminasi
karena dapat menyebabkan proses produksi menjadi lebih efisien. Waste
merupakan segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dalam
proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream. Menurut
Nuruddin, dkk, (2013). Waste adalah sesuatu yang tidak berguna atau sesuatu
yang tidak memberikan kontribusi profitability dan ketika waste itu menjadi
sesuatu yang cukup buruk dalam perusahaan, maka hal ini dapat
menghancurkan perusahaan itu sendiri.

2.1.2 Hal – hal yang menyebabkan pemborosan


Tujuan utama dari sistem lean adalah mengurangi waste. Waste adalah
sesuatu yang pelanggan tidak mau membayarnya. Ditegaskan kembali oleh Hines
dan Taylor (2000) bahwa waste berarti non-value-adding activities, dalam sudut
pandang pelanggan.
Terdapat tujuh jenis pemborosan yang didefinisikan oleh Shigeo Shingo
(1981, 1988), yaitu :

5
1. Overproduction, memproduksi terlalu banyak melebihi kebutuhan
pelanggan atau memproduksi lebih cepat daripada waktu kebutuhan
pelanggan yang menyebabkan kelebihan inventory.
2. Defects, yang tergolong kecacatan contohnya bisa berupa kesalahan
dokumentasi, permasalahan kualitas produk yang dihasilkan, atau
pengiriman yang buruk.
3. Unnecessary Inventory, kelebihan penyimpanan dan delay material
maupun produk sehingga mengakibatkan peningkatan biaya dan
penurunan kualitas pelayanan terhadap pelanggan.
4. Inappropriate Processing, seperti kesalahan dalam mempergunakan
tools saat bekerja sehingga terjadinya kesalahan dalam proses
produksi.
5. Excessive Transportation, dapat berupa waktu, tenaga, dan biaya
akibat pergerakan yang berlebihan dari pekerja, aliran informasi, atau
material produk.
6. Waiting, tidak beraktifitasnya pekerja, informasi atau barang dalam
waktu yang lama yang berdampak terhadap buruknya aliran proses
dan bertambahnya lead time.
7. Unnecessary Motions, segala pergerakan dari orang atau mesin yang
tidak menambah nilai terhadap barang dan jasa yang akan diserahkan
kepada pelanggan tetapi hanya menambah biaya dan waktu saja.
Atau keadaan tempat kerja yang kurang ergonomis yang
menyebabkan pekerja melakukan gerakan yang tidak perlu.

2.2 Lean Manufacturing


2.2.1 Sejarah Lean Manufacturing
Setelah Perang Dunia II, perusahaan manufaktur di Jepang menghadapi
masalah berupa kekurangan material, keuangan, dan sumber daya manusia
(Ohno, 1991). Selama beberapa dasawarsa, Amerika mengurangi biaya
manufaktur dengan menggunakan sistem produksi massal yang memproduksi
output dengan variasi yang lebih sedikit, sementara itu masalah yang dihadapi

6
Jepang adalah bagaimana mengurangi biaya untuk memproduksi output yang
memiliki banyak variasi namun dalam jumlah yang sedikit (Amrizal, 2009).
Sejarah lean kembali timbul pada tahun 1940 ketika pekerja Jerman
memproduksi tiga kali lebih banyak daripada pekerja Jepang dan seorang pekerja
Amerika memproduksi tiga kali lebih banyak daripada seorang pekerja Jerman
(Onho,1991). Sehingga rasio produksi Amerika dan Jepang menjadi 9:1. Oleh
karena itu, direktur Toyota di Jepang (Kiichiro) merencanakan untuk mengurangi
gap dengan Amerika dalam waktu 3 tahun, yang akhirnya melahirkan Lean
manufacturing. Eiji Toyoda dan Taiichi Onho di Toyota Motor Company di
Jepang mempelopori konsep lean production (Onho,1991) yang aslinya disebut
dengan Kanban dan Just-In-Time (JIT). Sistem ini berusaha untuk mencapai
kesempurnaan dengan pengurangan biaya secara terus-menerus, tidak ada
cacat,
tidak ada persediaan, dan inovasi yang tiada akhir untuk menghasilkan
variasi produk yang baru (Amrizal, 2009).
Taiichi Ohno di Toyota Motor Company mengembangkan strategi lean
di tahun 1950-an (Ohno,1991). Ini adalah model bisnis yang berfokus pada
identifikasi secara sistematis dan penghapusan waste dari suatu proses dan
melibatkan perubahan dan meningkatkan proses, sementara memberikan produk
bermutu kepada produsen dan konsumen pada biaya terendah. Lean telah
mengubah persaingan dan telah menyebabkan “kedewasaan” fase pertumbuhan
dalam organisasi yang telah diimplementasikan. Beberapa peneliti telah
menunjukkan bahwa strategi lean menghasilkan kualitas tingkat lebih tinggi dan
produktifitas dan daya tanggap pelanggan yang lebih baik. Dampak pada strategi
lean ini sebagian besar didasarkan pada bukti empiris bahwa meningkatkan daya
saing perusahaan tersebut (Amrizal, 2009).
Lean manufacturing sepertinya suatu proses inovasi yang radikal tidak
terbatas kepada asal-muasal, tetapi mempunyai aplikabilitas luas di dalam
beraneka negara dan industri. Lean dihubungkan dengan mengurangi lead time
yang menunjukkan bahwa struktur kegiatan atau proses dalam dan antar
perusahaan adalah penting untuk mencapai daya saing unggul dan profitabilitas.

7
Menerima supplier, tepat waktu, jadwal yang stabil sehingga bahan-bahan
dan part dapat diamankan dan dikirim.

2.2.2 Pengertian Lean Manufacturing


Menurut Hazmi, dkk, (2012). Lean Manufacturing merupakan konsep
perampingan produksi yang berasal dari Jepang. Konsep ini merupakan
konsep adopsi dari sistem produksi toyota. Konsep pendekatan ini berorientasi
pada eliminasi waste (pemborosan) yang terjadi di dalam sistem produksi.
Eliminasi pemborosan ini dilakukan agar sistem produksi berjalan dengan
efektif dan efisien.
Menurut Nuruddin, dkk, (2013). Lean manufacturing suatu konsep untuk
meminimalkan waste dimana semua orang dalam seluruh organisasi
bekerjasama untuk mengeliminsi waste. Lean manufacturing merupakan
konsep dari Toyota Production System dengan tujuan untuk meningkatkan
nilai tambah kerja dengan menghilangkan waste dan mengurangi pekerjaan yang
tidak perlu, biaya yang lebih rendah, kualitas yang lebih tinggi dan Lead time
yang lebih pendek. lean Manufacturing adalah salah satu upaya untuk
mengefesiensikan sistem dengan mereduksi pemborosan.
Siklus manufaktur Lima elemen penting dari lean manufacturing adalah siklus
manufaktur, organisasi, pengendalian proses, metrics, dan logistik Berikut akan
dijelaskan masing-masing defenisi dari lima elemen tersebut.
1. Siklus manufaktur adalah aspek yang mengalokasikan perubahan fisik
dan standar perancangan yang dijelaskan dalam bentuk bagan.
2. Organisasi Organisasi dalam hal ini fokus terhadap mengindentifikasi
peranan masing-masing pekerja, pelatihan untuk cara kerja yang baru,
dan komunikasi.
3. pengendalian proses Aspek ini berkaitan dengan pengawasan,
pengendalian, penyeimbangan, dan cara-cara yang ditawarkan untuk
memperbaiki proses.
4. Metrics Aspek ini berkaitan dengan target pencapaian perusahaan yang
dapat diukur.

8
5. Logistik Aspek yang fokus terhadap mekanisme perencanaan dan
pengendalian aliran bahan.
Menurut Hazmi, dkk, (2012). Lean Manufacturing merupakan pendekatan
sistematik untuk mengeliminasi pemborosan dan mengubah proses. Hal ini
dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan mengurangipemborosan dengan
perbaikan kontinu, Lean Manufacturing berupaya untuk menciptakan aliran
produksi sepanjang value stream dengan menghilangkan segala bentuk
pemborosan serta meningkatkan nilai tambah produk kepada pelanggan. Lean
Manufacturing mendorong terciptanya fleksibilitas pada sistem produksi yang
mampu beradaptasi secara cepat terhadap perubahan kebutuhan pelanggan
dengansistem produksi yang ramping dengan persediaan yang rendah. Selain
itu, pendekatan ini dapat mengurangiunecessary inventory, menambah
pengetahuan mengenai proses produksi, menghemat biaya, pengurangan cacat
sehingga kualitas meningkat, mengurangi lead time produksi dan mengurangi
pemborosan

2.2.3 Langkah-langkah Penerapan Lean Manufacturing


Menurut Lonie Wilson (2010), Langkah-langkah penerapan lean
manufacturing adalah sebagai berikut Langkah 1-3 : merupakan evaluasi dari
keiginan mencapai lean.
1. Evaluasi ketiga pemikiran dasar dalam perubahan cultural
2. Tuntaskan evaluasi sistem manufacturing yang digunakan sekarang
a. Keempat ujian komitment menajemen untuk menerepkan lean
manufacturing
b. Kesepuluh alasan yang paling sering mengakibatkan inisiatif menuju
lean gagal
c. Keempat langkah awal penerapan inisiatif lean
d. Kedewasaan proses.
3. Menerapkan hasil pembelajaran dari hasil evaluasi pencapain langkah 4-7
merupakan evaluasi dan perbaikan dari value stream.
4. Pendokumentasian kondisi dari current value stream.

9
5. Redesign untuk mengurangi pemborosan.

2.2.4 Teknik Pengembangan Lean manufacturing


Terdapat berbaagai macam usaha untuk menghilangkan atau meminimasi
pemborosan para pengguna lean manufacturing system menggunakan berbagai
macam alat (tolls). Berikut ini merupakan daftar tools yang telah biasa digunakan
dalam lean manufacturing antara lain :
1. Seiri, seiton, seiso, seiketsu ,dan shitsuke atau 5S Menurut Gasperz dan
Fontana (2011) teknik 5S merupakan pendekatan sistematik untuk
meningkatkan lingkungan kerja
2. Visual control Menurut Liker (2004) visual control adalah sebuah alat
komuniksi yang digunkan dalam proses produksi.
3. Management production system Menurut Forgaty (1991) sistem manjemen
produksi persediaan pada dasarnya ada dua macam, yaitu sistem dorong
(push system) dan system tarik (pull system).
4. Kanban
Menurut Liker (2004) kanban adalah kata dalam bahasa Jepang untuk “
kartu”,” tiket” atau “tanda” dan merupakan alat untuk mengelola aliran dan
produksi material.

2.2.4 Perhitungan Matriks Lean


Adapun perhitungan dari matriks learn menggunakan perhitungan Process
Cycle Efficiency.
1. Process Cycle Efficiency
Untuk melakukan penerapan lean pada suatu sistem produksi, hal pertama
yang harus dilakukan adalah melakukan pengukuran metrik lean.
Pengukuran metrik lean ini akan memberikan gambaran awal mengenai
kondisi perusahaan sebelum diterapkan lean dan bila lean telah
diterapkan maka akan terlihat perubahan pada nilai yang baik pada
metrik-metrik ini. Salah satu metrik lean yang pelu diukur antara lain
Efisiensi Siklus Proses (Process Cycle Efficiency) (Batubara, 2012).

10
Efisiensi siklus proses adalah suatu cara dengan melakukan pengukuran
untuk melihat ke-efisienan suatu pabrik, karena dengan menggunakan
metrik ini dapat dilihat bagaimana persentasi antara waktu proses terhadap
waktu keseluran produksi yang dilakukan oleh pabrik. Suatu proses dapat
dikatakan Lean jika nilai Process Cycle Efficiency (PCE) > 30% (Gasperz,
2011).
Rumus untuk menghitung efisiensi siklus proses adalah:
........................................(2.1)

Value-added time adalah waktu melakukan proses yang memberikan nilai


tambah kepada produk sedangkan total lead time adalah waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan proses dari awal sampai akhir yaitu
ketika barang dipesan sampai dengan barang dikirim kepada pelanggan
(Gasperz, 2011). Lead time adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk memberikan produk atau jasa kepada pelanggan sejak
permintaan diterima. Memahami apa yang menyebabkan lead time
menjadi panjang yang berarti terdapat proses yang berjalan dengan
lambat, akan sangat memudahkan pada saat menganalisa keadaan
perusahaan dan memikirkan solusi yang tepat untuk diterapkan (Gasperz,
2011).

2.3 Value stream mapping


Value Stream Mapping adalah alat proses pemetaan yang berfungsi untuk
mengindentifikasi aliran material dan informasi pada proses produksi dari bahan
menjadi produk jadi .Value Stream Mapping digambarkan dengan simbol-simbol
yang mewakili aktivitas. Aktivitas dikelompokkan dalam value added dan non
value added, sehingga dapat diketahui aktivitas mana yang dapat memberikan
nilai tambah dan yang tidak memberikan nilai tambah, dengan kata lain dapat
mengidentifikasi pemborosan yang terjadi selama proses produksi sehingga dapat
diambil langkah untuk mengeliminasi pemborosan (Mike dan John, 2008).
Value stream mapping mampu memvisualisasikan aliran produk dan

11
mengidentifikasi waste. Value stream mapping juga membantu untuk
memprioritaskan masalah yang akan diselesaikan. Value stream mapping adalah
salah satu bentuk dari process mapping yang menunjukkan secara detil aliran
material, aliran informasi, parameter operational leadtime, yield, uptime,
frekuensi pengiriman, jumlah tenaga kerja, ukuran batch, jumlah persediaan,
waktu setup, waktu proses, efisiensi proses secara keseluruhan, dan lain-lain.
Beberapa hal yang akan teridentifikasi dari Value stream mapping adalah
penumpukan persediaan yang berlebihan pada proses tertentu, scrap yang tinggi,
waktu uptime yang rendah, batch size yang terlalu besar, aliran informasi yang
tidak mencukupi, waktu tunggu yang terlalu lama, dan efisiensi waktu dari bisnis
proses secara keseluruhan. Value stream mapping mensyaratkan untuk
memvalidasi data operational secara langsung ke lapangan, berdiskusi dengan
orang lapangan untuk memastikan keaktualan data. Value stream mapping akan
membantu dalam mengimprovisasi bisnis proses secara menyeluruh dan
menjadikannya sangat efisien. Dalam value stream mapping, ada dua pemetaan
yang harus digambarkan yaitu pembuatan current state map dan future state map.
Value Stream Mapping digunakan untuk penggambaran aliran material dan
aliran informasi sehingga menjadi satu kesatuan aliran dalam pabrik. Informasi
yang diperlukan untuk masing-masing kategori proses ini terdiri dari cycle time,
changover time, ukuran batch produksi, jumlah operator dan uptime.

Gambar 2.1. Value Stream Mapping


Sumber : Nash, Mark and Polling ( 2008 )

12
2.3.1. Simbol-simbol dalam Value Stream Mapping
Simbol dasar yang digunakan dalam Value Stream Mapping adalah
kombinasi dari simbol flowchart dan bentuk unik yang digunakan untuk visual
mewakili berbagai tugas dan fungsi dalam peta. Simbol dibagi menjadi beberapa
kelompok diantaranya ialah seperti Gambar 2.2, Gambar 2.3, dan Gambar 2.4
berikut.

Gambar 2.2. Simbol Proses, Entitas, Persediaan, dan Data


Sumber : Nash, Mark and Polling ( 2008 )

Gambar 2.3. Simbol Aliran, Komunikasi, Sinyal, dan Label


Sumber: Nash, Mark and Polling ( 2008 )

13
Gambar 2.4. Simbol Operator dan Transportasi
Sumber : Nash, Mark and Polling ( 2008 )

2.4 Konsep SIPOC


2.4.1 SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer)
Diagram SIPOC dapat digunakan untuk memberikan batasan atau ruang
lingkup penelitian sepanjang value stream. Diagram SIPOC adalah alat yang
digunakan untuk mengidentifikasikan elemen yang berkaitan untuk
pengembangan proses sebelum proses pengembangan itu dimulai (Gupta, 2005).
Penggambaran ruang lingkup dilakukan sebelum penggambaran lebih rinci untuk
setiap proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam
sistem kualitas, yaitu:
1. Suppliers adalah orang, departemen atau organisasi yang memberikan
informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu
proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya
dapat dianggap sebagai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).
2. Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh suppliers kepada proses.
3. Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara
ideal menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah
kepada inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.

14
4. Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri
manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi
(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi
kunci dari proses.
5. Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang
menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka
sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal
customers). Polling, (2008).

2.4.2 Langkah-langkah dalam membuat Diagram SIPOC


Diagram SIPOC dapat digunakan untuk memberikan batasan atau ruang
lingkup penelitian sepanjang value stream. Diagram SIPOC adalah alat
yang digunakan untuk mengidentifikasikan elemen yang berkaitan untuk
pengembangan proses sebelum proses pengembangan itu dimulai.
Penggambaran ruang lingkup dilakukan sebelum penggambaran lebih rinci
untuk setiap proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen
utama dalam sistem kualitas (Gupta, 2005), yaitu:
1. Membuat suatu wilayah diagram yang memungkinkan untuk diisi
dengan elemen-elemen berkaitan. Diagram diberi keterangan Supplier,
Input, Process, Output, dan Costumer pada bagian atas.
2. Identifikasikan setiap level proses produksi.
3. Identifikasikan output dari setiap proses.
4. Identifikasikan konsumen yang akan menerima output dari proses.
5. Identifikasikan input yang diperlukan untuk setiap proses agar dapat
berfungsi dengan baik.
6. Identifikasikan supplier dari input yang dibutuhkan proses
Identifikasikan kebutuhan dari konsumen Sheila. (2008)

15
Gambar 2.5. Diagram SIPOC
Sumber : Wignjosoebroto, Sritomo. 2001

2.5 Peta-peta Kerja


Menurut Sutalaksana (2006), peta-peta kerja merupakan salah satu alat
yang sistematis dan jelas, untuk berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui
peta-peta kerja ini bisa mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk
memperbaiki suatu metode kerja. Peta kerja adalah suatu alat yang
menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Berdasarkan
kegiatannya, peta-peta kerja dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
a. Peta-peta kerja untuk analisis kerja setempat terdiri dari:
1. Peta tangan kiri dan tangan kanan (man and machine chart)
2. Peta kerja dan mesin (the left and right chart)
b. Peta-peta kerja untuk analisis kerja keseluruhan terdiri dari:
1. Peta proses operasi (operation process chart)
2. Peta aliran proses (flow pwocess chart)
3. Peta proses kelompok kerja (gang process chart)
4. Diagram aliran (flow diagram)
Pada tahun 1947 American Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat
standar lambang-lambang yang terdiri atas 5 macam lambang yang merupakan

16
modifikasi dari yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Gilberth. Lambang-
lambang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Operasi
Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan
sifat, baik fisik maupun kimiawi. Mengambil informasi maupun menberikan
informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi. Operasi merupakan
kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu mesin atau sistem kerja.
Contohnya:
1. Pekerjaan menyerut kayu dengan mesin serut
2. Pekerjaan mengeraskan logam
3. Pekerjaan merakit
Dalam prakteknya, lambang ini juga bisa digunakan untuk menyatakan aktivitas
administrasi.
b. Pemeriksaan

Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan


mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas. Lambang ini
digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek atau
membandingkan objek tertentu dengan suatu standar. Suatu pemeriksaan tidak
menjuruskan bahan kearah menjadi suatu barang jadi. Contohnya:
1. Mengukur dimensi benda.
2. Memeriksa warna benda.
3. Membaca alat ukur tekanan uap pada suatu mesin uap.
c. Transportasi

Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja atau


perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari
suatu operasi. Contohnya:
1. Benda kerja diangkut dari mesin bubut ke mesin skrap untuk
mengalami operasi berikutnya.
2. Suatu objek dipindahkan dari lantai atas lewat elevator.

17
d. Menunggu

Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja ataupun


perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa- apa selain menunggu (biasanya
sebentar). Kejadian
ini menunjukkan bahwa suatu objek ditinggalkan untuk sementara waktu
tanpa
pencatatan sampai diperlukan kembali. Contohnya:
1. Objek menunggu untuk diproses atau diperiksa.
2. Peti menunggu untuk dibongkar.
3. Bahan menunggu untuk diangkut ke tempat lain.
e. Penyimpanan

Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja di simpan untuk


jangka waktu yang cukup lama. Lambang ini digunakan untuk menyatakan
suatu objek yang mengalami penyimpanan permanen, yaitu ditahan atau
dilindungi terhadap pengeluaran tanpa izin tertentu. Contohnya:
1. Dokumen-dokumen atau catatan-catatan disimpan dalam brankas.
2. Bahan baku disimpan dalam gudang.
f. Aktivitas gabungan

Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan


dilakukan bersamaan pada suatu tempat kerja.

2.5.1 Peta Proses Operasi


Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan
langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan
operasi dan pemeriksaan (Sutalaksana, 2006). Jadi, dalam suatu peta proses
operasi yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja.
Dengan adanya informasi-informasi yang dapat dicatat melalui peta proses
operasi, diperoleh begitu banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah

18
untuk mengetahui kebutuhan mesin dan pengarangannya, untuk memperkiraan
kebutuhan akan bahan baku, sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik,
sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang digunakan saat
ini, serta sebagai alat untuk melakukan pelatihan kerja (Sutalaksana, 1979).

2.5.2 Peta Aliran Proses


Peta Aliran Proses merupakan suatu diagram yang menunjukkan urutan-
urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang
terjadi selama satu proses berlangsung, serta didalamnya memuat pula informasi-
informasi yang diperlukan untuk analisa seperti waktu yang dibutuhkan dan jarak
perpindahan (Sutalaksana, 2006). Peta aliran proses terbagi dalam 3 jenis, yaitu
peta aliran proses tipe bahan, peta aliran proses tipe orang, dan peta aliran proses
tipe kertas. Kegunaan dari peta aliran proses adalah untuk mengetahui aliran
bahan mulai masuk proses hingga aktivitas berakhir, untuk mengetahui jumlah
kegiatan yang dialami oleh bahan selama proses sedang berlangsung, sebagai alat
untuk melakukan perbaikan proses atau metode kerja, dan memberikan informasi
waktu penyelesaian suatu proses (Sutalaksana, 2006).

2.5.3 Perbedaan Peta Aliran Proses dan Peta Proses operasi


Ada dua hal utama yang membedakan antara Peta Proses Operasi dengan
Peta Aliran Proses, yaitu: (Sutalaksana, 2006).
a. Peta Aliran Proses memperlihatkan semua aktivitas-aktivitas dasar,
termasuk transportasi, menunggu dan menyimpan. Sedangkan pada Peta
Proses Operasi, terbatas pada operasi dan pemeriksaan.
b. Pada Peta Aliran Proses menganalisa setiap komponen yang diproses
secara lebih lengkap dibanding Peta Proses Operasi, dan memungkinkan
untuk digunakan untuk setiap proses.

2.5.4 Diagram Aliran


Diagram aliran merupakan suatu gambaran menurut skala, dari susunan
lantai dan gedung, yang menunjukkan lokasi dari semua aktivitas yang terjadi

19
dalam peta aliran proses (Sutalaksana, 2006). Secara lengkap kegunaan suatu
diagram aliran dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Lebih memperjelas suatu peta aliran proses, apalagi jika arah aliran
merupakan faktor yang penting.
b. Menolong dalam perbaikan tata letak tempat kerja.
Diagram aliran berfungsi untuk memperjelas suatu peta aliran proses,
yang biasanya pada gambar diagram aliran disertakan setelah peta aliran proses.
Dimana aktivitas-aktivitas yang digambarkan dalam diagram aliran harus sesuai
dengan aktivitas yang terjadi didalam peta aliran proses (Sutalaksana, 2006).

2.6 Pengukuran Waktu


Menurut Barnes (1980), pengukuran waktu adalah teknik pengukuran
kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai unsur
pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula, serta untuk
menganalisa keterangan tersebut sehingga diperoleh waktu yang diperlukan untuk
pelaksanaan pekerjaan tersebut pada tingkat prestasi tertentu.
Menurut Purnomo (2004), waktu standar dapat digunakan dalam hal-hal
sebagai berikut yaitu:
1. Penentuan jadwal dan perencanaan kerja.
2. Penentuan biaya standar dan sebagai alat bantu dalam mempersiapkan
anggaran.
3. Estimasi biaya produk sebelum memproses produk.
4. Penentuan efektivitas mesin.
5. Penentuan waktu standar yang digunakan sebagai dasar untuk upah
tenaga kerja langsung.
6. Penentuan waktu standar yang digunakan sebagai dasar untuk upah
tenaga kerja tak langsung.
7. Penentuan waktu standar yang digunakan sebagai dasar untuk
pengawasan biaya tenaga kerja.
Menurut Sutalaksana, dkk (2006), pengukuran waktu kerja secara garis
besar terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:

20
1. Pengukuran waktu kerja secara langsung.
2. Pengukuran waktu kerja secara tak langsung.

2.6.1 Pengukuran Waktu Kerja Secara Langsung


Pengukuran waktu kerja secara langsung merupakan pengukuran waktu
yang dilakukan secara langsung. Pengukuran waktu kerja secara langsung
merupakan aktivitas yang mengawali dan menjadi landasan untuk kegiatan
pengukuran kerja yang lain. Dua cara yang termasuk ke dalam cara ini adalah
pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop watch time study) dan sampling
kerja (work sampling) (Wignjosoebroto, 2006).

2.6.2 Pengukuran Waktu Kerja Secara Tak Langsung


Menurut Sutalaksana, dkk (2006), pengukuran waktu kerja secara tak
langsung merupakan pengukuran waktu kerja yang dilakukan secara tak langsung
dan tanpa harus berada di tempat pekerjaan. Pengukuran waktu kerja dengan cara
ini dapat dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui
jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen
gerakan. Kelompok elemen-elemen tersebut adalah data waktu baku dan data
waktu gerakan. Dengan salah satu dari cara-cara ini, waktu penyelesaian suatu
pekerjaan yang dijalankan dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan
sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternative sistem kerja,
yang terbaik diantaranya dilihat dari segi waktu dapat dicari, yaitu sistem yang
membutuhkan waktu penyelesaian tersingkat.

2.3.3 Pengukuran Waktu dengan Jam Henti (Stop Watch Time Study)
Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop watch time study)
diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19. Metode ini
terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung
singkat dan berulang-ulang. Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu
baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan

21
digunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan
melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu (Wignjosoebroto, 2006).

2.6.4 Pengukuran Waktu Tiap Elemen Kerja


Pengukuran waktu tiap elemen kerja dilakukan dengan menggunakan jam
henti (stop watch). Pengukuran dengan jam henti (stop watch) dapat dilakukan
dengan tiga cara (Henry R, 2011) :
1. Cara kontinyu, dimana pengukuran dilakukan dengan memulai gerakan
jarum jam henti pada permulaan pengerjaan elemen kerja yang pertama
dan jarum jam tetap bergerak selama pengamatan berjalan.
2. Cara berulang, dimana pengukuran dilakukan dengan menggerakkan
jarum jam henti pada saat elemen kerja pertama mulai berjalan dan
dihentikan pada saat elemen kerja tersebut berhenti. Waktu dicatat dan
jarum jam henti dikembalikan lagi ke posisi nol untuk melakukan
pengukuran selanjutnya.
3. Cara akumulatif, dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan
dua buah jam henti yang dipasang bersama didekat papan pengamatan
yang dihubungkan sedemikian rupa sehingga ketika jarum jam henti
pertama bergerak, jarum jam henti kedua akan berhenti. Demikian pula
sebaliknya.

2.6.5 Uji Keseragaman Data


Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
telah diperoleh dari hasil pengamatan seragam atau tidak. Artinya, data yang telah
diperoleh tersebut harus berada di dalam batas kontrol, sehingga data tersebut
merupakan data yang layak untuk diolah lebih lanjut dikarenakan data tersebut
terlepas dari sifat ekstrimitas data.
Uji keseragaman data dengan tingkat keyakinan (convidence level) 95%
dapat dilakukan dengan menggunakan formula di bawah ini (Wignjosoebroto,
2006):

22
Sd = ................................................................... (2.2)

(BKA = + 2 Sd dan BKB = - 2 Sd) .................................... (2.3)

Dimana : BKA = Batas Kontrol Atas


BKB = Batas Kontrol Bawah
n = Jumlah pengamatan
Sd = Standar Deviasi
Xi = Data hasil pengamatan

= Rata-rata data hasil pengamatan

2.6.6 Uji Kecukupan Data


Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang telah
diperoleh dari hasil pengamatan telah cukup untuk diolah dengan tingkat
kepercayaan (convidence level) 95% dan derajat ketelitian (degree of accuracy)
5%. Jika setelah dilakukan pengujian diperoleh hasil bahwa data hasil pengamatan
belum cukup untuk diolah, maka pengamatan harus dilakukan kembali.
Formula yang digunakan untuk uji kecukupan data dengan tingkat
kepercayaan (convidence level) 95% dan derajat ketelitian (degree of accuracy) 5
% adalah sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2006):

N’ = ................................................. (2.4)

N = Jumlah pengamatan yang telah dilakukan


N’ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan
X = Data hasil pengamatan

2.6.7 Faktor Penyesuaian

23
Menurut Wignjosoebroto (2006), kecepatan, usaha, tempo, ataupun
performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan operator pada
saat bekerja. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator
ini dikenal sebagai ‘Rating Performance’. Secara umum kegiatan rating ini dapat
didefinisikan sebagai proses dimana seorang pengamat membandingkan
performans kerja operator pada saat diamati dengan konsep si pengamat mengenai
performans normal. Untuk menormalkan waktu kerja maka diadakan penyesuaian
yaitu dengan cara mengalikan waktu kerja dengan faktor penyesuaian.
Rating Performance dapat dilakukan dengan menggunakan Wasting
House System’s Rating sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran II.

2.6.8 Faktor Kelonggaran (Allowance)


Menurut Wignjosoebroto (2006), waktu normal untuk suatu elemen
operasi kerja adalah semata-mata menunjukkan bahwa seorang operator yang
berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaannya pada kecepatan /
tempo kerja yang normal. Walaupun demikian pada prakteknya kita akan melihat
bahwa tidaklah bisa diharapkan operator tersebut akan mampu bekerja secara
terus-menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali. Di sini
kenyataannya operator akan sering menghentikan kerja dan membutuhkan waktu-
waktu khusus untuk keperluan seperti personal needs, istirahat melepas lelah, dan
alasan-alasan lain yang di luar kontrolnya. Waktu longgar yang dibutuhkan dan
akan menginterupsi proses produksi ini bisa diklasifikasikan menjadi personal
allowance, fatigue allowance, dan delay allowance. Pengukuran allowance kerja
dapat dilakukan dengan menggunakan Tabel Allowance sebagaimana dapat dilihat
pada Lampiran III.

2.6.9 Waktu Normal (Wn)


Waktu normal adalah waktu yang dibutuhkan operator untuk melakukan
pekerjaan secara normal.
Adapun cara perhitungan waktu normal dapat dirumuskan sebagai
berikut (Sutalaksana, 2006):

24
Wn = P .............................................................................. (2.4)

Wn = Waktu normal

= Waktu elemen kerja rata-rata

P = Faktor penyesuaian
2.6.10 Waktu Baku (Wb)
Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan operator untuk melakukan
pekerjaan secara standar.
Adapun cara perhitungan waktu baku dapat dirumuskan sebagai berikut
(Wignjosoebroto, 2006):

Wb = Wn ....................................... (2.5)

Wb = Waktu baku
Wn = Waktu normal

2.7 Analisis 5W2H


Merumuskan masalah adalah hal yang sangat penting agar kita
dapat mengetahui dengan pasti masalahnya dan kemudian kita fokus pada
solusi masalah. Memecahkan masalah bukan suatu persoalan mudah. Kita perlu
merumuskan masalah dengan benar, sehingga kita dapat menemukan solusi yang
tepat pada akar masalah (Gesperz, 2012). Banyak metode pemecahan masalah
seperti 5W2H (What, Where, When, Why, Who, How & How Much), sebagai
berikut :
1. Apa (what).
Apa saja yang menjadi penyebab masalah tersebut?
2. Kapan (when).
Kapan masalah tersebut paling sering muncul?
3. Di mana (where)
Dimana masalah tersebut paling sering muncul?

25
4. Siapa (who).
Siapa orang atau kelompok yang mengalami paling banyak masalah?
5. Mengapa (why).
Mengapa masalah tersebut banyak terjadi?
6. Bagaimana (how).
Bagaimana masalah tersebut bisa terjadi?

7. Berapa biayanya (how much).


Masalah mana yang biayanya paling besar? / atau berapa besar biasa
yang sudah ditimbulkan?
Permasalahan haruslah dipandang sebagai sesuatu yang netral dan tidak
bersifat negatif. Karena permasalahan sifatnya realitas (apa adanya). Memahami
dan bercermin terhadap realitas sungguh sangat penting, karena dari situ kita bisa
bangkit dengan semangat, berdiri tegak dan kokoh dan bergerak maju dan cepat.

2.8 Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan
hubungan antara sebab dan akibat..Diagram sebab akibat ini sering juga disbeut
sebagai Diagram Tulang Ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti
kerangka ikan, atau Diagram Ishikawa (Ishikawa diagram) karena pertama kali
diperkenalkan oleh Prof. Kaour Ishikawadari Universitas Tokyo 1953
(Gaspersz, 1998). Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat digunakan untuk
kebutuhan kebutuhan berikut (Gaspersz, 1998):
1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab suatu masalah
2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah
3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut

2.8.1 Langkah-langkah Membuat Diagram Sebab-Akibat


Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat
dapatdikemukakan sebagai berikut (Gaspersz, 1998):
1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah umum yang penting dan

26
mendesak untuk diselesaikan.
2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan”, yang merupakan
akibat (effect). Tuliskan pada sebelah kanan dari kertas (kepala ikan),
kemudian gambarkan “tulang belakang” dari kiri ke kanan dan
tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak.
3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi
masalah sebagai tulang ikan. “tulang besar”, juga ditempatkan dalam
kotak.
Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat
dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-
faktor : manusia mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan
kerja, pengukuran, dll atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual
dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategori kategori dapat
dikembangkan melalui brainstorming.
4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-
penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder
itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang ikan berukuran sedang”.
5. Tuliskan penyebab-penyebab besar yang mempengaruhi penyebab-
penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang) , serta penyebab-
penyebab tersier itu dinyatakn sebagai “tulang-tulang berukuran kecil”.
6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-
faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata
terhadap permasalahan yang terjadi.
7. Carilah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu, seperti:
judul, nama produk, prroses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.

27
Gambar 2.1 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)

28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai Desember 2020 di
UKM Roti Riski Donat di Langsa Lama, Kota Langsa. Penelitian dilakukan di
UKM Roti Riski Donat dikarenakan masalah yang terjadi ialah waste
(pemborosan) pada bagian produksi yang mengakibatkan banyaknya waktu
tunggu yang terjadi.

3.2 Jenis Pengumpulan Data


3.2.1 Data Primer
Pada data primer, data yang diperoleh langsung oleh subjek penelitian
dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada
subjek sebagai sumber informasi yang dicari, diantaranya :
1. Waktu proses proses produksi sampai Packing UKM Roti Riski Donat.
2. Akar penyebab Waste (pemborosan) pada bagian produksi UKM Roti Riski
Donat.
3. Diagram SIPOC proses produksi UKM Roti Riski Donat.
4. Wawancara kepada operator maupun seluruh pekerja tentang UKM Roti
Riski Donat.

3.2.2 Data Sekunder


Pada data sekunder, data sekunder merupakan sumber data penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh
dan dicatat oleh pihak lain). Antara lain :
1. Pengumpulan penelitian-penelitian terdahulu tantang metode Learn
Manufacturing.
2. Pengumpulan data dari media buku maupun media internet tentang proses
produksi Roti.

29
3. Pengumpulan data-data perusahaan yang diperoleh dari UKM Roti Riski
Donat.

3.3. Variabel Penelitian


Variabel merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang diteliti,
mempunyai variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok tersebut
(Sugiyono, 2005). Variabel penelitian ini dibagi 2 yaitu :
1. Variabel dependent (terikat)
Variabel dependent pada penelitian ini ialah waktu tunggu proses produksi
UKM Roti Riski Donat.
2. Variabel indepenent (bebas)
Variabel independent pada penelitian ini ialah pemborosan proses produksi
(waktu proses, waktu tunggu, produk cacat) Roti UKM Roti Riski Donat.

3.4 Teknik Analisa Data


Pada tahap analisa data terdapat tiga langkah yang dilakukan yaitu
menentukan peta-peta kerja, pengukuran waktu dan metode Learn Manufacturing.
1. Peta-peta kerja
Pada tahap menentukan peta-peta kerja pada ketika unit produksi
pengemasandidapat beberapa langkah pada proses pengerjaannya, yaitu :
a. Peta proses operasi
Pengamatann yang dilakukan pada peta proses operasi yang dicatat
hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja.
b. Peta aliran proses
Untuk menentukan peta aliran proses yaitu harus mengetahui aliran bahan
mulai masuk proses hingga aktivitas berakhir, yang meliputi proses,
pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan.
c. Diagram aliran
Diagram aliran dibuat berdasarkan untuk memperjelas suatu peta aliran
proses, yang biasanya pada gambar diagram aliran disertakan setelah peta

30
aliran proses. Dimana aktivitas-aktivitas yang digambarkan dalam diagram
aliran harus sesuai dengan aktivitas yang terjadi didalam peta aliran proses.
2. Pengukuran waktu
Pada tahap pengukuran waktu ini ada beberapa langkah yang harus
dilakukan, diantaranya :
a. Elemen-Elemen Kerja
Pengamatan elemen-elemen kerja yang terdapat pada bagian
produksi UKM Roti Riski Donat dilakukan secara langsung ke unit
produksi tersebut untuk dapat diidentifikasi.
b. Pengukuran Waktu Elemen Kerja Aktual
Jumlah pengamatan yang dilakukan sebanyak 30 kali untuk tiap
elemen kerja dengan metode jam henti (Stop Watch), telah cukup untuk
diolah setelah dilakukan uji kecukupan data.
c. Pengamatan Faktor-faktor Penyesuaian (Performance Rating)
Untuk menghitung waktu normal dan waktu baku, perlu terlebih
dahulu dilakukan pengamatan terhadap faktor-faktor penyesuaian
(performance rating). Untuk mencari nilai performance rating, setelah
dilakukan perhitungan terhadap keempat faktor (skill, effort, condition, dan
consistency), kemudian ditambahkan dengan 1 (satu).
d. Faktor Kelonggaran (Allowance)
Faktor kelonggaran (allowance) juga diperlukan untuk menghitung
waktu normal dan waktu baku. Pemberian nilai dari faktor kelonggaran
(allowance) dilakukan pada saat pengamatan dan proses produksi
berlangsung. Adapun cara untuk menentukan kelonggaran untuk
kebutuhan pribadi (personal allowance), kelonggaran untuk melepaskan
lelah (fatigue allowance) dan menentukan kelonggaran waktu karena
keterlambatan-keterlambatan (delay allowance).

3. Lean Manufacturing
Metode Lean Manufacturing dapat dikerjakan melalui langkah-langkah
dibawah ini :

31
a. Melakukan uji keseragaman data.
Uji keseragaman data dilakukan untuk melihat apakah data yang
telah diperoleh berada pada batas kontrol (BKA dan BKB) yang telah

ditentukan. Adapun cara untuk melakukan uji keseragaman data dapat

dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.1) dan (2.2).

Sd =

(BKA = + 2 Sd dan BKB = - 2 Sd)

b. Melakukan uji kecukupan data.


Adapun cara untuk melakukan uji kecukupan data dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan (2.3).

N’ =

c. Melakukan penentuan terhadap performance rating, waktu longgar


(allowance), dan pengukuran waktu normal dan waktu baku.
Penentuan performance rating dilakukan menurut wasting house system’s
rating yang dapat dilihat pada Lampiran II. Kemudian dilakukan
penentuan faktor kelonggaran (allowance) dan dilakukan penentuan waktu
normal dan waktu baku dengan menggunakan persamaan (2.4) dan (2.5).

Wn = P

Wb = Wn

32
d. Deskripsi diagram SIPOC yang berfungsi untuk memberikan gambaran

mengenai hubungan antara proses beserta input dan outputnya terhadap

pelayanan konsumen.

e. Pembuatan Curent Value Stream Mapping (CVSM) untuk pemetaan aliran

produksi dan aliran informasi pada keseluruhan produksi untuk

mengidentifikasi kondisi awal.

f. Perhitungan lead time dan process cycle efficiency awal.

g. Identifikasi dan penyimpulan pemborosan (waste) yang terjadi di

lantai produksi.

h. Pembuatan tabel 5W1H untuk merumuskan perbaikan untuk

mengurangi pemborosan (waste).

i. Pembuatan Future Value Stream Mapping (FVSM) untuk memetakan

aliran produksi dan informasi setelah perbaikan.

j. Perhitungan lead time dan process cycle efficiency untuk

mengetahui seberapa besar perubahan yang didapat setelah dilakukan

perbaikan.

33
3.5 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Mulai

Identifikasi masalah
Pemborosan waste pada proses produksi
roti

Pengumpulan data

Data primer Data sekunder


1. Observasi 1.Data Perusahaan
2. Wawancara 2. Studi Pustaka

Pengolahan data
Tahapan sebagai berikut
Penentuan data stasiun kerja
Pmbuatan diagram SIPOC
pembuatan current value stream mapping
Perhitungan waktu siklus, waktu normal
dan waktu baku
Identifikasi waste

Analisis pemecahan masalah

Hasil penelitian

Kesimpulan dan saran

selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1 Data Pengamatan
Data yang diambil ialah data hasil dari produksi roti sampai pengemasan
roti UKM Roti Riski Donat. Langkah-langkah yang akan diambil untuk
pengamatan yang kemudian akan diolah menggunakan metode Lean
Manufacturing, diantaranya :
1. Data Aliran Proses
Data aliran proses produksi berdasarkan hasil pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Aliran Proses
No Elemen Kerja
1 Pengambilan bahan baku dari tempat penyimpanan ke meja produksi
2 Bahan baku menunggu untuk ditakar
3 Penakaran bahan baku
4 Bahan baku yang sudah ditakar menunggu dimasukkan pada mesin mixer
5 Proses pencampuran bahan (mixing)
6 Adonan yang sudah di mixing menunggu diangkut ke meja produksi
7 Pengangkatan adonan kemeja produksi
8 Proses pemotongan
9 Proses pencetakan roti
10 Proses pengembangan
11 Adonan yang sudah jadi menunggu diangkut ketempat pemanggangan roti
12 Pemindahan adonan ketempat pemanggangan roti
13 Proses pemanggangan roti
14 Roti hasil panggangan menunggu diangkut ke meja produksi
15 Pemindahan roti hasil pemanggangan ke meja produksi
16 Penyortiran roti
Tabel 4.1. Data Aliran Proses (lanjutan)

35
No Elemen Kerja
17 Pengemasan roti
18 Pemindahan roti hasil pengemasan ke gudang penyimpanan
Sumber : UKM Roti Riski Donat

2. Data Waktu Proses


Dari hasil pengamatan secara langsung data waktu proses yang didapat
merupakan yaitu data waktu siklus produk data waktu proses dilihat pada
Tabel 4.2.

36
Tabel 4.2. Data waktu proses 1 sampai 18
Pengukuran Elemen-elemen Kerja (detik)
Ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 1,4 1,3 1,2 1 1,4 0,73 0,9 0,7 0,53 5 0,88 0,7 5 0,78 4,1 3,3 1,3 3,11
2 1,5 1,2 1,1 1 1,1 0,7 0,85 0,75 0,53 5 0,89 0,69 5 0,75 3,5 3,11 1,2 3,33
3 1,4 1,4 1,1 1,1 1,2 0,72 0,88 0,71 0,56 5 0,84 0,75 5 0,71 4,2 3,2 1,3 3,43
4 1,5 1,1 1,2 1,1 1,1 0,78 0,89 0,78 0,54 5 0,87 0,68 5 0,77 4,6 3,1 1,1 3,55
5 1,5 1,1 1,1 1,3 1,2 0,79 0,79 0,7 0,57 5 0,89 0,79 5 0,77 4,5 3,55 1,5 3,43
6 1,3 1,2 1 1,2 1,3 0,74 0,87 0,78 0,58 5 0,86 0,73 5 0,72 3,53 3,45 1,2 3,45
7 1,4 1,1 1,2 1 1,3 0,76 0,91 0,75 0,52 5 0,89 0,71 5 0,77 3,59 3,54 1,4 3,56
8 1,5 1,3 1 1,3 1,2 0,78 0,85 0,71 0,55 5 0,88 0,74 5 0,8 4,1 3,8 1,5 3,4
9 1,35 1,2 1 1 1,1 0,77 0,88 0,77 0,59 5 0,89 0,7 5 0,75 3,54 3,9 1,2 3,5
10 1,5 1,3 1,2 1,3 1,3 0,79 0,77 0,77 0,56 5 0,75 0,77 5 0,69 4,2 3,52 1,4 3,55
11 1,2 1,3 1,3 1,2 1,3 0,7 0,79 0,72 0,54 5 0,89 0,73 5 0,78 4,6 3,4 1,3 3,11
12 1,2 1,4 1 1 1,3 0,73 0,7 0,77 0,51 5 0,74 0,74 5 0,79 4,5 3,55 1,5 3,15
13 1,3 1,5 1 1,2 1,2 0,71 0,89 0,8 0,53 5 0,89 0,75 5 0,74 4,6 3,15 1,5 3,3
14 1,4 1,5 1,1 1,1 1,2 0,81 0,91 0,75 0,52 5 0,85 0,7 5 0,76 4,3 3,28 1,1 3,7
15 1,3 1,3 1,1 1,3 1,3 0,78 0,89 0,69 0,52 5 0,87 0,76 5 0,78 4,2 3,3 1,7 3,8

37
Tabel 4.2. Data waktu proses 1 sampai 18 (lanjutan)
Pengukuran Elemen-elemen Kerja (detik)
Ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
16 1,4 1,4 1,3 1 1,2 0,7 0,88 0,73 0,56 5 0,73 0,77 5 0,77 4,1 3,4 1,2 3,15
17 1,3 1,5 1,2 1 1,2 0,75 0,89 0,7 0,59 5 0,7 0,72 5 0,79 3,65 3,7 1,4 3,2
18 1,4 1,35 1 1,2 1,4 0,71 0,84 0,72 0,57 5 0,72 0,74 5 0,7 4,7 3,8 1,3 3,3
19 1,36 1,5 1,3 1,3 1,3 0,78 0,87 0,78 0,6 5 0,78 0,78 5 0,73 4,8 3,7 1,1 3,4
20 1,42 1,2 1 1 1,3 0,7 0,89 0,79 0,62 5 0,79 0,78 5 0,71 4,6 3,8 1,4 3,5
21 1,4 1,2 1,3 1 1,2 0,78 0,86 0,74 0,56 5 0,74 0,68 5 0,7 4,4 3,9 1,2 3,55
22 1,3 1,3 1,2 1,1 1,4 0,75 0,89 0,76 0,52 5 0,76 0,75 5 0,73 4,3 3,2 1 3,35
23 1,5 1,4 1 1,1 1,1 0,71 0,88 0,78 0,54 5 0,78 0,75 5 0,71 4,5 3,45 1,2 3,46
24 1,5 1,3 1,2 1,3 1,1 0,77 0,89 0,77 0,59 5 0,77 0,77 5 0,81 4,1 3,55 1,4 3,28
25 1,3 1,4 1,1 1,2 1,2 0,77 0,75 0,79 0,51 5 0,79 0,73 5 0,78 4 3,7 1,3 3,16
26 1,4 1,3 1,3 1 1,1 0,72 0,89 0,7 0,54 5 0,7 0,72 5 0,7 4,16 3,3 1,1 3,41
27 1,3 1,4 1,2 1,3 1,3 0,77 0,74 0,73 0,53 5 0,73 0,71 5 0,75 4,1 3,4 1,15 3,1
28 1,5 1,36 1,1 1 1,2 0,8 0,89 0,71 0,55 5 0,71 0,7 5 0,71 4,7 3,3 1,5 3
29 1,3 1,42 1,2 1,3 1,3 0,75 0,85 0,81 0,57 5 0,81 0,79 5 0,78 4,4 3,5 1,1 3,2
30 1,5 1,4 1,1 1,2 1,3 0,69 0,87 0,78 0,52 5 0,78 0,69 5 0,7 3,6 3,1 1,2 3,33
Sumber: UKM Roti Riski Donat

38
2. Penilaian Rating Factor Operator
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati
kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidak wajaran dapat saja
terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, kondisi ruangan yang
buruk yang menyebabkan kesulitan bekerja atau bekerja sangat cepat
seolah-olah diburu waktu. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi
kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya
waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan, karena ketika nanti
akan mencari waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh
dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar.
Seandainya terdapat ketidakwajaran maka pengukur harus mengetahuinya
dan menilai seberapa jauh ketidakwajaran tersebut terjadi.
Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan inilah penyesuaian
dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus/elemen
yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator,
maka harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus
menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. Penilaian rating factor
terhadap operator dilakukan dengan metode Westinghouse dapat dilihat
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Penilaian Rating Factor terhadap Operator Tiap Elemen Kerja
No Factors Rating
Jumlah
Elemen Skill Effort Condition Concistency Performance
1 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
2 0 D 0 D 0.02 C 0.01 C 0.03 1.03
3 0.06 C1 0.05 C1 0.02 C 0.03 B 0.16 1.16
4 0 D 0 D 0.02 C 0 D 0.02 1.02
5 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.03 B 0.08 1.08
6 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
7 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
8 0.06 C1 0.05 C1 0.02 C 0.03 B 0.16 1.16
9 0.06 C1 0.08 B2 0.02 C 0.03 B 0.19 1.19
10 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
11 0 D 0 D 0.02 C 0 D 0.02 1.02
12 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.03 B 0.10 1.10
13 0.06 C1 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.11 1.11
14 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08

39
Tabel 4.3. Penilaian Rating Factor terhadap Operator Tiap Elemen Kerja
(lanjutan)
No Factors Rating
Jumlah
Elemen Skill Effort Condition Concistency Performance
15 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
16 0.03 C2 0.05 C1 0.02 C 0.03 B 0.13 1.13
17 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.03 B 0.10 1.10
18 0.03 C2 0.02 C2 0.02 C 0.01 C 0.08 1.08
Sumber: UKM Roti Riski Donat
Dari Hasil dari pengukuran performance rating dapat dilihat pada Tabel
4.3, dimana didapatkan nilai dari Skill jika C1 (lebih bagus) dan C2 (bagus), D
(normal), Effort jika B2 (sangat bagus), C1 (lebih bagus) dan C2 (bagus), D
(normal), Condition jika C (bagus), Consistency jika B (sangat baik), C (baik) dan
D (normal).
3. Penetapan Allowance
Dalam penelitian ini, peneliti juga menetapkan allowance untuk masing-
masing proses pada lantai produksi berdasarkan karakteristik pekerjaanya.
Nilai allowance yang diberikan untuk proses kerja beregu adalah sama.
Penetapan allowance terhadap tiap proses produksi dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Allowance Produksi Roti
Faktor Allowance
Tenaga yang Dikeluarkan Ringan 8%

Sikap kerja Berdiri di atas dua kaki 1%

Gerakan kerja Agak terbatas 4%

Kelelahan mata Pandangan yang terputus-putus 3%

Keadaan suhu tempat kerja Normal 0%

Keadaan atmosfer Baik 0%

Keadaan lingkungan yang baik Bersih, sehat, dengan kebisingan rendah 0%


Delay Allowance 3%

Total 19%
Sumber: UKM Roti Riski Donat

40
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada faktor tenaga yang dikeluarkan
ialah +5 kg maka dapat diambil nilai 8%, sikap kerja pada operator diambil nilai
1% karena ketika melakukan kegiatan hanya berdiri, gerakan kerja operator agak
terbatas karena ruangan yang sempit dalam melakukan pekerjaannya masing-
masing. Pada faktor kelelahan mata pada setiap operator pandangan yang
dilakukan terus-menerus, keadaan pada ruangan produksi sangat bersih dan suara
yang dikeluarkan mesin tidak bising.
4. Data Faktor Penyebab Jumlah Waste
Adapun data-data penyebab terjadinya waste dan data akar penyebab
masalah waste pada lini produksi roti UKM Roti Riski Donat, kemudian
akan diolah dengan menggunakan Fishbone diagram. Sebagai
Berikut :
a. Data Faktor Penyebab Waste (pemborosan)
Tabel 4.5. Data Faktor Penyebab Pemborosan

Stasiun Kerja Masalah Pemborosan Faktor penyebab

Pekerja lambat dalam bekerja


menunggu bahan baku
Pekerja tidak mengikuti prosedur yang
untuk dirimbang
dianjurkan
Pekerja tidak hati-hati dalam
Penakaran dan Kelebihan bahan baku menimbang
penimbangan dalam penimbangan Pekerja melakukan pekerjaanya
dengan terburu-buru
Kurangnya ketelitian dari pekerja
tumpahnya bahan baku saat
Prosedur kerja tidak dilaksanakan
penimbangan
dengan baik olehpekerja
menunggu bahan baku Bahan menumpuk menunggu giliran
Proses mixing untuk di mixing pada mesin untuk diproses
mixer Pekerja bekerja terlalu santai

41
Tabel 4.5. Data Faktor Penyebab Pemborosan (lanjutan)
Stasiun Kerja Masalah Pemborosan Faktor penyebab
Tidak bersihnya adonan yang
dipindahkan dari mixer
sisa hasil adonan pada mixer
Perkerja seperti tidak mau
membersihkan mesin mixer
Kurangnya kehati-hatian saat proses
Tumpahnya adonan yang mixing
diaduk dari mixer Pekerja tak mengikuti prosedur
pengerjaannya
menunggu untuk diangkut Pekerja melakukan pekerjaannya
kemeja produksi terlalu santai
Pekerja kurang hati-hati dalam
Proses
sisa hasil bahan potongan memotong adonan
pemotongan ,
adonan Pekerja terlihat seakan tidak mengerti
pencetakan
cara memotong yang benar
dan
Pekerja kurang memahami prosedur
pengembangan
adonan tidak dapat pengerjaanya
mengembang Kurangnya bahan yang terkandung
dalam adonan
menunggu memanaskan Tidak stabilnya api dalam mesin
tempat pembakaran panggangan
menunggu adonan untuk Pekerja bekerja dengan lambat
dibawa ketempat
Pekerja banyak duduk saat bekerja
Proses pemanggangan
pemanggangan Kurangnya ketelitian dari operator
yang mengakibatkan lambatnya
terjadinya kesalahan dalam
mengangkat roti dalam panggangan
memanggang
Gososngnya roti dalam di dalam
pemanggangan
Pekerja bekerja sangat santai
menunggu roti hasil dari
Pengemasan Kurangnya pengawasan terhadap
panggangan
pekerja
Tidak telitinya operator saat menyortir
kesalahan dalam memilih
roti hasil panggangan
roti hasil produksi yang baik
Terbuangnya roti hasil yang baik
Pekerja melakukan pekerjaanya terlalu
terburu-buru
rusaknya kemasan
Tidak hati-hati saat memasukkan roti
dalam kemasan
Pekerja terlihat sering melakukan
Menunggu untuk diangkut pekerjaan yang bukan pekerjaannya
ke gudang penyimpanan Pekerja banyak duduk dalam
pekerjaanya
Sumber: UKM Roti Riski Donat

42
5. Data SIPOC
Berikut adalah data SIPOC UKM Roti Riski Donat disajikan pada Tabel
4.7.

Tabel 4.7 Data SIPOC UKM Roti Bapak Amirul Mukminin


Komponen Konten
Supplier  Toko
Input  Bahan baku
Penakaran, penimbangan, pencampuran
Process Pemotongan adonan, pencetakan adonan
  pemanggangan, pembungkusan, penyimpanan
Output Roti
Customers Toko dan pasar

6. Data tabel 5W1H


Berikut adalah data untuk solusi umum perbaikan melalui tabel
5W1H disajikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Data Tabel 5W1H


Stasiun Kerja Jenis Pemborosan Saran Perbaikan

Penakaran dan Pemilik usaha harus memberi prioritas


penimbangan Waiting tinggi terhadap prosedur kerja.

Pengawasan pemilik usaha untuk


meningkatkan kedisiplinan,
memperhatikan akurasi pengukuran
Defects
pembaruan alat dan membakukan
spesifikasi detail terkait bahan yang
diinginkan
Meningkatkan perhatian pengawasan
terhadap prosedur kerja oleh pekerja
Defects
dan peningkatan keterampilan pekerja
melalui program pelatihan
Proses mixing Peningkatan pengawasan oleh pemilik
Waiting
usaha untuk meningkatkan kedisiplinan

43
Tabel 4.8. Data Tabel 5W1H (lanjutan)
Stasiun Kerja Jenis Pemborosan Saran Perbaikan

Pengawasan terhadap aktivitas


prosedural harus ditingkatkan dan
Defects
melakukan job analysis

Pengawasan pemilik usaha untuk


meningkatkan kedisiplinan, pembuatan
Inappropriate Precessinng lalu menerapkan prosedur baku setup
mesin mixer dan perancangan standar
komposisi baku
Proses Pengawasan pemilik usaha untuk
Waiting
pemotongan , meningkatkan kedisiplinan
pencetakan Pengawasan pemilik usaha untuk
dan meningkatkan kedisiplinan,
pengembangan memperhatikan akurasi pengukuran
Defects
pembaruan alat dan membakukan
spesifikasi detail terkait bahan yang
diinginkan
Meningkatkan perhatian pengawasan
terhadap prosedur kerja oleh pekerja
Defects
dan peningkatan keterampilan operator
melalui program pelatihan
Proses Pengawasan pemilik usaha untuk
pemanggangan meningkatkan kedisiplinan,
Excessive Tarsnportastion
pembuatan lalu meningkatkan kinerja
mesi pemanggangan roti
Meningkatkan pengawasan pemilik
Waiting usaha kepada pekerja terhadap proses
dan prosedur
Meningkatkan pengawasan pekerja
terhadap proses dan prosedur,
Inappropriate Process pelatihan yang berkesinambungan,
menganalisa alat pemanggangan agar
mendapatkan hasil yang optimal
Pengemasan Pemilik usaha harus lebih giat
Waiting mendisiplinkan pekerja

Diperlukannya pelatihan dan prosedur


Defetcs kerja yang benar untuk pemilihan roti
yang bagu

44
Tabel 4.8. Data Tabel 5W1H (lanjutan)
Stasiun Kerja Jenis Pemborosan Saran Perbaikan
Lebih ditingkatkannya prosedur kerja
khususnya pengemasan agar kemasan
Defetcs
roti dapat dipakai semaksimal
mungkin
Pemilik usaha harus memberi prioritas
tinggi terhadap prosedur kerja agar
Unnecessary Motion
terciptanya kedisiplinan kepada para
pekerja
Sumber: UKM Roti Riski Donat

4.2 Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan lean
manufacturing dengan tujuan mengidentifikasi waste, menghitung lead time dan
memberi usulan perbaikan pada proses produksi.
4.2.1 Perhitungan data waktu baku
Berdasarkan data waktu proses yang dikumpulkan maka akan
dilakukan uji keseragaman data dan uji kecukupan data. Pengujian ini hanya
dilakukan pada proses produksi dan tidak berlaku untuk waktu WIP. Tingkat
keyakinan dan ketelitian yang digunakan yaitu 95% dan 5%. Pengujian yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Uji Keseragaman Data
Pengujian keseragaman data untuk elemen kerja 1 sampai seterusnya pada
produksi roti UKM Roti Riski Donat, dapat dilakukan dengan melakukan
pengukuran dengan menggunakan persamaan (2.2) dan persamaan
(2.3). Contoh perhitungannya diambil pada produksi roti pada data elemen
kerja pertama, sebagai berikut :

Sd = =

Sd = 0.09

45
BKA = + 3 Sd = + 3 (0.09) = 1.11

BKB = – 3 Sd = – 3 (0.09) = 1.67

Hasil selengkapnya dari uji keseragaman data untuk elemen kerja lainnya
dapat dilihat pada Tabel 4.9, berdasarkan Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa
keseluruhan data waktu siklus untuk proses 1. Hasil rekapitulasi uji keseragaman
untuk setiap proses dapat dilihat pada Tabel 4.9. Pengujian keseragaman data dari
hasil perhitungan yang diperoleh dari produksi roti dapat dilihat pada tabel 4.9
sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data
No
Elemen Sd BKA BKB Keterangan

1 1,38767 0,249936667 0,09 1,67 1,11 SERAGAM

2 1,321 0,40727 0,12 1,68 0,97 SERAGAM

3 1,13667 0,329666667 0,11 1,46 0,82 SERAGAM

4 1,13667 0,449666667 0,12 1,51 0,76 SERAGAM

5 1,23667 0,249666667 0,09 1,52 0,96 SERAGAM

6 0,748 0,03648 0,04 0,85 0,64 SERAGAM

7 0,855 0,08655 0,05 1,02 0,69 SERAGAM

8 0,748 0,03648 0,04 0,85 0,64 SERAGAM

9 0,55067 0,024386667 0,03 0,64 0,46 SERAGAM

10 5 0 0,00 5,00 5,00 SERAGAM

11 0,80567 0,135936667 0,07 1,01 0,60 SERAGAM

12 0,734 0,03212 0,03 0,83 0,63 SERAGAM

13 5 0 0,00 5,00 5,00 SERAGAM

14 0,74767 0,037136667 0,04 0,86 0,64 SERAGAM

46
15 4,20567 4,369736667 0,39 5,37 3,04 SERAGAM

16 3,465 1,70075 0,24 4,19 2,74 SERAGAM

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data (lanjutan)


No
Elemen Sd BKA BKB Keterangan

17 1,29167 0,790416667 0,17 1,79 0,80 SERAGAM

18 3,35867 1,047346667 0,19 3,93 2,79 SERAGAM

Pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa data hasil pengukuran sebanyak 30
kali untuk tiap elemen kerja adalah seragam, ini berarti data hasil pengukuran
berada pada rentang BKB dan BKA, sehingga data hasil pengukuran layak untuk

diolah lebih lanjut. Dari Tabel 4.9 diketahui ialah Rata-rata nilai dari tiap

pengukuran Elemen Kerja, Sd ialah Standar Deviasi dan ialah

perhitungan dari ialah nilai tiap pengamatan dimana nilai yang diambil pada

tiap elemen kerja berjumlah 30 kali pengamatan, kemudian dikurang dengan nilai

dan kemudian dijumlahkan kesemua nilai yang dihitung. Agar nilai dapa

seragam nilai yang didapat tidak boleh melebihi BKA dan BKB, yang diawali
mencari dulu nilai dari Sd (Standar Deviasi) pada persamaa (2.2).
b. Uji Kecukupan Data
Pengujian kecukupan data untuk elemen kerja 1 sampai seterusnya pada
proses produksi roti UKM Roti Riski Donat, dapat dilakukan pengukuran dengan
menggunakan persaman (2.4). Contoh pengukuran diambil pada pengukuran
elemen kerja pertama sebagai berikut:

47
N’ = =

N’ = 6,922
Hasil selengkapnya dari uji kecukupan data untuk elemen kerja lainnya
pada proses produksi roti UKM Roti Riski Donat dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Hasil uji kecukupan data dari hasil perhitungan yang diperoleh dari produksi roti
dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut:

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Uji Kecukupan Data

No
N' Keterangan
Elemen

1 41,63 1,38767 58,0185 1733,0569 6,922 CUKUP


2 39,63 1,321 52,7585 1570,5369 12,447 CUKUP
3 34,1 1,13667 39,09 1162,81 13,608 CUKUP
4 34,1 1,13667 39,21 1162,81 18,562 CUKUP
5 37,1 1,23667 46,13 1376,41 8,707 CUKUP
6 22,44 0,748 16,8216 503,5536 3,477 CUKUP
7 25,65 0,855 22,0173 657,9225 6,314 CUKUP
8 22,44 0,748 16,8216 503,5536 3,477 CUKUP
9 16,52 0,55067 9,1214 272,9104 4,289 CUKUP
10 150 5 750 22500 0,000 CUKUP
11 24,17 0,80567 19,6089 584,1889 11,169 CUKUP
12 22,02 0,734 16,1948 484,8804 3,180 CUKUP
13 150 5 750 22500 0,000 CUKUP
14 22,43 0,74767 16,8073 503,1049 3,543 CUKUP
15 126,17 4,20567 534,9987 15918,8689 13,176 CUKUP
16 103,95 3,465 361,8875 10805,6025 7,555 CUKUP
17 38,75 1,29167 50,8425 1501,5625 25,267 CUKUP
18 100,76 3,35867 339,4666 10152,5776 4,952 CUKUP
Pada Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa data hasil pengukuran sebanyak 30 kali
untuk tiap elemen kerja adalah cukup, ini berarti pengukuran yang harus
dilakukan sebanyak kurang dari 30 kali atau tidak lebih dari 30 kali
sebagaimana yang telah dilakukan. Sehingga data hasil pengukuran sebanyak
30 kali telah cukup untuk diolah lebih lanjut. Hasil dari uji kecukupan data

Dapat dilihat melalui grafik pada Gambar 4.6. Diketahui Untuk ialah

48
penjumlahan dari tiap nilai pengamatan yang diambil, ialah rata-rata nilai

tiap pengamatan dan N' ialah perhitungan untuk mencari Kecukupan data
yang didapat dari persamaan (2.4).

Gambar 4.1 Grafik Uji Kecukupan Data


Dari grafik terlihat bahwa jumlah pengukuran yang seharusnya dilakukan
untuk tiap elemen kerja berada dibawah 30 (tiga puluh) dari semua elemen kerja
yang didapat dari hasil pengukuran. Karena apabila dari hasil persamaan (2.1)
apabila nilai yang didapat melebihi 30 (tiga puluh) maka harus dilakukan
pengujian data yang lebih banyak lagi.
3. Pengukuran Waktu Normal dan Waktu Baku
Perhitungan waktu normal dilakukan dengan mengalikan waktu siklus
rata-rata setiap proses dengan rating factor yang bertujuan untuk
menyesuaikan kecepatan antara pekerja yang satu dengan pekerja lainnya,
sehingga waktu yang diambil adalah waktu normal pekerja (pekerja yang bekerja
dengan wajar dan normal). Perhitungan waktu baku merupakan perhitungan
waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan satuan
pekerjaanya dengan penambahan faktor allowance pada waktu normal.
Pengukuran waktu normal dan waktu baku untuk elemen kerja 1 sampai
seterusnya dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan (2.5)
dan persamaan (2.6) pada proses produksi UKM Roti Riski Donat sebagai berikut:

Wn = P = 1.387667 1.08 = 1.50

Wb = Wn

49
= 1.50 = 1.85

Hasil selengkapnya perhitungan waktu normal dan waktu baku untuk tiap
elemen kerja pada proses produksi roti UKM Roti Riski Donat dilihat pada Tabel
4.11.
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Waktu Normal dan Waktu Baku
No
Rating Wn Allowance Wb
Elemen
1 1,387667 1,08 1,50 19% 1,85

2 1,321 1,03 1,36 19% 1,68

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Waktu Normal dan Waktu Baku (lanjutan)
No
Rating Wn Allowance Wb
Elemen
3 1,136667 1,16 1,32 19% 1,63

4 1,136667 1,02 1,16 19% 1,43

5 1,236667 1,08 1,34 19% 1,65

6 0,748 1,08 0,81 19% 1,00

7 0,855 1,08 0,92 19% 1,14

8 0,748 1,16 0,87 19% 1,07

9 0,550667 1,19 0,66 19% 0,81

10 5 1,08 5,40 19% 6,67

11 0,805667 1,02 0,82 19% 1,01

12 0,734 1,1 0,81 19% 1,00

13 5 1,11 5,55 19% 6,85

14 0,747667 1,08 0,81 19% 1,00

15 4,205667 1,08 4,54 19% 5,61

50
16 3,465 1,13 3,92 19% 4,83

17 1,291667 1,1 1,42 19% 1,75

18 3,358667 1,08 3,63 19% 4,48

4.2.2 Pembuatan Diagram SIPOC


Diagram SIPOC ini bertujuan untuk menggambarkan informasi
mengenai

Supplier, Input, Process, Output dan Customer yang terlibat dalam


produksi Elemen-elemen yang digunakan dalam diagram SIPOC adalah sebagai
berikut:
a. Supplier : Toko dan pasar
b. Input : Bahan baku
c. Process : Penakaran, penimbangan, pencampuran, pemotongan
adonan, pencetakan adonan, pengembangan,
pemanggangan, pembungkusan, penyimpanan.
d. Output : Roti roti UKM. Riski Donat
e. Customer : Toko dan pasar
Diagram SIPOC untuk proses produksi roti UKM. Roti Riski Donat
dapat dilihat pada Gambar 4.1.

51
Gambar 4.2 Diagram SIPOC
Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa proses dari pembuatan roti meliputi
penakaran bahan baku, membuat adonan roti, memotong dan mencetak adonan
kemudian dipanggang dan lalu dikemas. Untuk penjulan hasil produksi dijual
bukan hanya di toko-toko tapi juga di pasar.

4.2.3 Current Value Stream Mapping


Value Stream Mapping adalah salah satu metode pemetaan aliran produksi
dan aliran informasi pada keseluruhan produksi. Value Stream Mapping juga
mengidentifikasi kegiatan yang termasuk value added dan non value added.
Value Stream Mapping secara visual memetakan aliran material dan informasi
secara menyeluruh dimulai dari kedatangan bahan baku dari supplier hingga
pengiriman produk. Tujuan pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi seluruh
jenis pemborosan di sepanjang proses produksi dan untuk mengambil langkah
dalam upaya mengeliminasi pemborosan tersebut. Pada value stream mapping,
ada dua pemetaan yang harus digambarkan yaitu pembuatan current state map
dan future state map. Pembuatan current state map dilakukan untuk
memetakan kondisi lantai produksi aktual. Setelah identifikasi pemborosan
dilakukan, maka dapat digambarkan future state map. Future state map
merupakan pemetaan kondisi perusahaan di masa mendatang sebagai usulan
rancangan perbaikan dari current state map yang ada. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan, pada kegiatan manufaktur proses produksi .Jumlah
barang yang terdapat dalam proses produksi ditentukan oleh jumlah produksi
yang dilaksanakan oleh UKM Roti Riski Donat.

52
UKM

UKM

UKM

Pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada proses peakaran, pemotongan,


pengembangan dan pengemasan masing-masing dikerjakan 2 orang pekerja daan
pada proses pemanggangan yang dikerjkan dengan 1 orang saja, total lead time
menunjukkan waktu proses keseluruhan dari awal sampai akhir.
4.2.4 Perhitungan Manufacturing Lead Time
Manufacturing lead time adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
proses produksi dari awal sampai dengan akhir berdasarkan waktu baku.
Perhitungan manufacturing lead time ini dilakukan dengan cara
menjumlahkan seluruh waktu proses kerja yang terdiri dari 19 proses kerja.
Uraian proses kerja dan waktu baku dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Perhitungan Manufacturing Lead Time Berdasarkan Waktu Baku
Waktu
No Elemen Kerja
Baku (wb)

53
Pengambilan bahan baku dari tempat penyimpanan ke meja
1 1,85
produksi
2 Bahan baku menunggu untuk ditakar 1,68

3 Penakaran bahan baku 1,63

Bahan baku yang sudah ditakar menunggu dimasukkan


4 1,43
pada mesin mixer
5 Proses pencampuran bahan (mixing) 1,65

Adonan yang sudah di mixing menunggu diangkut ke meja


6 1,00
produksi
7 Pengangkatan adonan kemeja produksi 1,14

8 Proses pemotongan 1,07

9 Proses pencetakan roti 0,81

10 Proses pengembangan 6,67

Adonan yang sudah jadi menunggu diangkut ketempat


11 1,01
pemanggangan roti
Tabel 4.12. Perhitungan Manufacturing Lead Time Berdasarkan Waktu Baku
(lanjutan)
Waktu
No Elemen Kerja
Baku (wb)
12 Pemindahan adonan ketempat pemanggangan roti 1,00

13 Proses pemanggangan roti 6,85

Roti hasil panggangan menunggu diangkut ke meja


14 1,00
produksi
15 Pemindahan roti hasil pemanggangan ke meja produksi 5,61

16 Penyortiran roti 4,83

17 Pengemasan roti 1,75

18 Pemindahan roti hasil pengemasan ke gudang penyimpanan 4,48

54
Dari Tabel 4.12 dapat menunjukkan bahwa untuk menghitung nilai dari
lead time adalah dengan menjumlahkan seluruh kegiatan proses yang mana waktu
lead time yang ditunjukkan pada Tabel 4.12 ialah 45,46 detik.

4.2.5 Perhitungan Process Cycle Efficiency


Dalam melakukan perhitungan nilai process cycle efficiency, yang
harus dilakukan terlebih dahulu adalah memisahkan kegiatan atau proses kerja
yang bernilai tambah dari kegiatan atau proses yang tidak bernilai tambah.
Pemisahan kegiatan value added dan non-value added dapat dilihat pada
Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Value Added Time dan Non value Added Time

Value Non Value


No Elemen Kerja
Added Time Added Time
Pengambilan bahan baku dari tempat
1 1,85
penyimpanan ke meja produksi
2 Bahan baku menunggu untuk ditakar 1,68

Tabel 4.13 Value Added Time dan Non value Added Time lanjutan)

Value Non Value


No Elemen Kerja
Added Time Added Time
3 Penakaran bahan baku 1,63

Bahan baku yang sudah ditakar menunggu


4 1,43
dimasukkan pada mesin mixer
5 Proses pencampuran bahan (mixing) 1,65

Adonan yang sudah di mixing menunggu diangkut 1,00


6
ke meja produksi
7 Pengangkatan adonan kemeja produksi 1,14

8 Proses pemotongan 1,07

55
9 Proses pencetakan roti 0,81

10 Proses pengembangan 6,67

Adonan yang sudah jadi menunggu diangkut


11 1,01
ketempat pemanggangan roti
12 Pemindahan adonan ketempat pemanggangan roti 1,00

13 Proses pemanggangan roti 6,85

Roti hasil panggangan menunggu diangkut ke


14 1,00
meja produksi
Pemindahan roti hasil pemanggangan ke meja
15 5,61
produksi

16 Penyortiran roti 4,83

17 Pengemasan roti 1,75

Pemindahan roti hasil pengemasan ke gudang 4,48


18
penyimpanan
TOTAL 25,26 19,2

Untuk perhitungan process cycle efficiency menggunakan persamaan 2.1,


sebagai berikut:

process cycle efficiency =

4.2.6 Indentifikasi Waste

56
Berdasarkan hasil current value stream mapping, dilakukan
identifikasi waste pada Tabel 4.14. dan sumber faktor masalah pada tabel 4.15.
berikut.
Tabel 4.14. Identifikasi Waste

Stasiun Kerja Keterangan Waste Jenis Waste


Menunggu bahan baku
Waiting
untuk ditimbang
Kelebihan bahan baku
Penakaran dan
Defects
penimbangan dalam penimbangan
Tumpahnya bahan baku
Defects
saat penimbangan
Menunggu bahan baku
untuk di mixing pada Waiting
mesin mixer
Proses mixing Sisa hasil adonan pada
Defects
mixer
Tumpahnya adonan yang
Inappropriate Processing
diaduk dari mixer

Tabel 4.14. Identifikasi Waste (lanjutan)

Stasiun Kerja Keterangan Waste Jenis Waste

Menunggu untuk

Proses diangkut kemeja Waiting

pemotongan, produksi

pencetakan dan Sisa hasil bahan


Defects
pengembangan potongan adonan
Adonan tidak dapat Defects
mengembang

57
Menunggu memanaskan
Excessive Tarsnportastion
tempat pembakaran
Menunggu adonan untuk
Proses
dibawa ketempat Waiting
pembakaran
pemanggangan
Terjadinya kesalahan
Inappropriate Processing
dalam memanggang
Menunggu roti hasil dari
Waiting
panggangan
Kesalahan dalam
Proses memilih roti hasil Defetcs

pengemasan produksi yang baik

Rusaknya kemasan Defetcs

Menunggu untuk
Unnecessary Motion
diangkut ke warehouse

Tabel 4.15. Identifikasi Faktor Penyebab Waste Pada Produksi Roti


Faktor-faktor Penyebab
Waste
Manusia Mesin Material Metode

Defects V - V V

Inappropriate Processing V V - V

Excessive Trasnportation V - V V

58
Waiting V - - V

Unnecessary Motion V - - V

4.2.7 Diagram sebab akibat (Fishbhone Diagram)


Diagram sebab akibat (fishbone diagram) digunakan untuk membantu
mengorganisasi informasi tentang penyebab-penyebab potensial suatu masalah.
Analisis yang akan dilakukan meliputi analisis manusia, metode kerja, dan mesin
dan peralatan terhadap penyebab waste yang teridentifikasi. Diagram ini dibuat
dengan melakukan wawancara dengan pemilik usaha UKM Diagram sebab akibat
pemborosan produksi dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah ini :

Gambar 4.7 Diagram Sebab Akibat Penyebab Waste Defects

59
Gambar 4.4 Diagram Sebab Akibat Penyebab Waste Inappropriate Processing

Gambar 4.5 Diagram Sebab Akibat Penyebab Waste Excessive Trnsformation

60
Gambar 4.6 Diagram Sebab Akibat Penyebab Waste Waiting

Gambar 4.7 Diagram Sebab Akibat Penyebab Waste Unnecessary Motions

4.3 Usulan Perbaikan Menggunakan Metode Lean Manufacturing

61
Usulan perbaikan akan dirumuskan berdasarkan data yang didapat
dari hasil pengolahan. Usulan perbaikan dirumuskan dengan five why
diagram dan diagram 5W1H. Pembuatan future value stream mapping dan
pehitungan lead time dan process cycle efficiency juga dilakuakan untuk
melihat hasil dari perbaikan yang diperoleh.
4.3.1. Diagram Five Why
Diagram Five Why adalah suatu diagram yang digunakan untuk
mengungkapkan akar dari permasalahan dari penyebab ketidaksesuaian, yang
diperoleh dari diagram sebab akibat agar dapat diperbaiki dengan tepat dengan
bertanya terus mengapa sesuatu ketidaksesuaian terjadi hingga ditemukan akar
permasalahan. Berdasarkan data yang diperoleh dari diagram sebab akibat dan
dari pengamatan di lantai produksi serta wawancara dengan pihak perusahaan
maka diagram five why untuk pemborosan dapat dilihat pada Tabel 4.16.

62
Tabel 4.16 Diagram Five Why Untuk Pemborosan
Masalah Faktor Why Why Why Why Why
Pemborosan
(Waiting) Metode Prosedur tidak Prosedur tidak Pekerja tidak Kurangnya sosialisasi Pemilik usaha cendrung
pada semua dipahami oleh dijalankan dengan hafal dengan terkait prosedur fokus pada hasil
proses pekerja baik oleh pekerja prosedur di terhadap pekerja
stasiun stasiun kerjanya stasiun
Manusia Pekerja kurang Pekerja lambat Pengalaman dan Konten pelatihan Program pelatihan
cekatan dalam bekerja pelatihan pekerja yang diadakan untuk pekerja tidak
stasiun kurang Perusahaan tidak terprogram dengan baik
mumpuni pesifik
(Defects) Metode Menunggu Pekerja mesin Sosialisasi yang Pemilik usaha Pemilik usaha tidak
pada semua untuk mixer tidak minim terkait jarang mengawasi memprioritaskan proses
proses dimasukkan ke melaksanakan prosedur kerja kerja pekerja yang sesuai prosedur
mesin mixer prosedur dengan pekerja mesin mesin mixer
baik mixer
Material Bahan mudah Bahan terlalu tipis Bahan baku Susah menakar bahan
rusak terlalu banyak bakynya

Manusia Pekerja bekerja Pekerja tidak Tidak ada Manajemen


seolah tanpa bekerja dengan program perusahaan
motivasi usaha maksimal untuk belum memikirkan
meningkatkan peningkatan
etos kerja pekerja etos kerja untuk
meningkatkan
produktivitas
kerja

63
Tabel 4.16 Diagram Five Why Untuk Pemborosan (lanjutan)
Masalah Faktor Why Why Why Why Why
Pemborosan
(Uncensary Metode Pekerja bekerja Prosedur kerja Tidak ada Pemilik usaha kurang
motions) sesuai dengan tidak penekanan dalam hal pengawasan
Pada kebiasaannya dilaksanakan terkait prosedur terhadap hal terkait
penyimpanan dengan baik prosedur
menuju oleh pekerja
warehouse Manusia Pekerja kurang Pekerja lambat Pengalaman dan Konten pelatihan Program pelatihan
cekatan dalam bekerja pelatihan yang diadakan untuk pekerja
pekerja stasiun perusahaan tidak tidak terprogram
Kurang mumpuni pesifik dengan baik
Inappropriate Metode Pekerja terlalu Pekerja kurang Tidak ada Pemilik usaha kurang Pengawasan
Processing santai dalam memahami penekanan dalam hal pengawasan pemilik usaha
melaksanakan prosedur yang terkait terhadap hal terkait cendrung pada
prosedur dilaksanakan prosedur prosedur pelaporan hasil
kegiatan kerja stasiun
pemanggangan
Mesin/ Susah Harus dengan Harus dengan Wadah yang tidak
Peralatan dioperasikan teliti hati-hati besar
Manusia Pekerja tidak Pekerja Tidak ada Manajemen
cekatan dalam menunda- program perusahaan
melaksanakan nunda waktu untuk belum memikirkan
prosedur untuk meningkatkan peningkatan
kegiatan mengangkat etos kerja etos kerja untuk
adonak ke karyawan meningkatkan
tempat produktivitas
pemanggangan kerja

64
Tabel 4.16 Diagram Five Why Untuk Pemborosan (lanjutan)
Masalah Faktor Why Why Why Why Why
Pemborosan
Excessive Metode Pekerja tidak Pekerja kurang Pekerja tidak Kurangnya sosialisasi
Tarsnportasti melakukan memahami hafal dengan terkait prosedur
on prosedur yang prosedur yang prosedur di terhadap pekerja
semestinya dilaksanakan stasiun kerjanya stasiun

Mesin Tidak stabilnya Bahan bakar Dalam Dalam


suhu pangangan kayu pengoperasiannya pengoperasiannya
tidak memakai tidak memakai alat
mesin bantu
Manusia Pekerja terlihat Pekerja terlalu Sempitnya
terlalu lambat hati-hati dalam ruangan
dalam melaksanakan pemanggangan
pelaksanakan prosedur
prosedur kegiatan
kegiatan

4.3.2 Tabel 5W1H


Hasil penentuan perbaikan dengan menggunakan tabel 5W1H dapat dilihat pada Tabel 4.17, sebagai berikut :

65
Tabel 4.17 Tabel Perbaikan 5W1H
Jenis emborosan Sumber Pemborosan Penanggung Waktu Terjadi Penyebab Saran Perbaikan
(What) (Where) Jawab (When) (Why) (How)
(Who)
Waiting/Delay Stasiun penakaran Pekerja Pada saat bahan Pemilik usaha Meningkatkan
dan penimbangan, penakaran dan baku masuk proses cendrung fokus Perhatian pemilik
mixing, pemotongan penimbangan, penimbangan, mesin pada hasil dan usaha
dan pencetakan, mesin mixer, mixer, adonan masuk program pelatihan terhadap prosedur
untuk pekerja
pemanggangan, dan pemotongan dan proses pemotongan kerja oleh pekerja
tidak terprogram
pengemasan pencetakan, dan masuk dan peningkatan
dengan baik
pemanggangan, pemanggangan keterampilan
dan pengemasan operator melalui
program pelatihan
Defacts Stasiun penakaran Pekerja Pada saat Pemilik Usaha tidak Pemilik usaha harus
dan penimbangan, penakaran dan penimbangan, memprioritaskan memberi prioritas
mixing, pemotongan penimbangan, pencampuran, proses yang sesuai tinggi terhadap
dan pencetakan, mixing, pemotongan, prosedur, manajemen prosedur kerja,
perusahaan belum
pemanggangan, dan pemotongan dan pengembangan,peman melakukan
melakukan tinjauan
pengemasan pencetakan, ggangan dan tinjauan terhadap
terhadap peningkatan etos
pemanggangan, pengemasan kerja untuk kinerja pekerja
dan pengemasan meningkatkan produktivitas untuk meningkatkan
kerja etos kerja
Inappropriate Stasiun mixing dan Pekerja mesin Pada Proses Pengawas terfokus Pengawasan
Precessing pemanggangan mixer dan alat pencampuran bahan pada output stasiun terhadap aktivitas
pemanggangan menjadi adonan dan mixing dan pemanggangan prosedural harus
pada pemanggangan dan pemilik usaha ditingkatkan dan
tidak mempertimbangkan
adonan menjadi roti melakukan job
spesifikasi kerja
analysis
dalam penempatan pekerja

66
Tabel 4.17 Tabel Perbaikan 5W1H (lanjutan)
Jenis Pemborosan Sumber Pemborosan Penanggung Jawab Waktu Terjadi Penyebab Saran Perbaikan
(What) (Where) (Who) (When) (Why) (How)
Excessive Stasiun Pekerja Perpindahan Pengawasan Pemilik Usaha
Transportation pemanggangan Pemanggangan roti dari proses Pemilik usaha mengawasi tidak
pengembangan cendrung pada hanya hasil
pelaporan hasil pelaporan namun
kerja stasiun juga proses kerja
pemanggangan
dan tiap pelatihan
dan manajemen
tidak mem follow dilakukan secara
up dengan baik berkesinambungan
pelatihan awal dan memiliki
follow up
Unnecessary Stasiun Pengemasan Pekerja Perpindahan Pemilim usaha Pengawasan
Motions Pengemasan dari cendrung fokus Pemilik usaha untuk
pengemasan pada hasil, fokus meningkatkan
menuju perusahaan adalah kedisiplinan,
hasil produksi
gudang memperhatikan
secara kuantitas,
penyimpanan akurasi pengukuran
perusahaan tidak
memperhatikan pembaruan alat
akurasi kecepatan dan membakukan
pengemasan di spesifikasi detail
stasiun ini terkait bahan yang
diinginkan

67
4.3.3. Perhitungan Manufacturing Lead Time dan Process Cycle Efficiency
Perbaikan
Berdasarkan data pengamatan diketahui bahwa uraian proses kerja yang
dilakukan untuk memproduksi roti ada sebanyak 18 proses kerja. Dari analisis
yang dilakukan, maka ditentukan waktu standar pengerjaan dan mengidentifikasi
kegiatan non-value added pada proses produksi roti seperti kegiatan pemindahan
bahan dan kegiatan menunggu, yaitu bahan baku menunggu untuk ditakar,
menunggu untuk dimasukkan ke mesin mixer, adonan menunggu untuk diangkut
ke meja produksi, menunggu diangkut ketempat pemanggangan, Roti hasil
panggangan menunggu diangkut ke meja produksi dan Menunggu untuk dikemas.
Dari keenam kegiatan non value added ini, kesemuanya dapat dieliminasi. Uraian
proses kerja perbaikan pada produksi precured liner dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.18. Data Aliran Proses Perbaikan
No Elemen Kerja
1 Pengambilan bahan baku dari tempat penyimpanan ke meja produksi
2 Penakaran bahan baku
3 Proses pencampuran bahan (mixing)
4 Pengangkatan adonan kemeja produksi
5 Proses pemotongan
6 Proses pencetakan roti
7 Proses pengembangan
8 Pemindahan adonan ketempat pemanggangan roti
9 Proses pemanggangan roti
10 Pemindahan roti hasil pemanggangan ke meja produksi
11 Penyortiran roti
12 Pengemasan roti
13 Pemindahan roti hasil pengemasan ke Gudang penyimpanan

Dari Tabel 4.17 menunjukkan bahwa dengan adanya perbaikan yang mana
saat sebelum perbaikan terdapat 18 proses, setelah perbaikan dapat dipangkas
menjadi 13. Pemangkasan atau penghapusan proses tersebut dikarenakan

68
terjadinya waktu tunggu yang menbuat waktu proses menjadi lebih cepat.
Kemudian akan dilakukan perhitungan kembali mengenai peningkatan
kecepatan proses produksi yang diestimasi sehingga menghasilkan value stream
mapping yang ideal seperti pada Gambar 4.12.

Peningkatan kecepatan proses ini dapat dilihat dari processs cycle


efficiency. Klasifikasi aktivitas yang value added dan nonvalue added dapat
dilihat pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Value Added Time dan Non value Added Time
Value Non Value
No Elemen Kerja Added Time Added Time

1 1,85
Pengambilan bahan baku dari tempat penyimpanan ke meja produksi
2 1,63
Penakaran bahan baku
3 1,65
Proses pencampuran bahan (mixing)
4 1,14
Pengangkatan adonan kemeja produksi
5 1,07
Proses pemotongan
6 0,81
Proses pencetakan roti
7 6,67
Proses pengembangan
8 1,00
Pemindahan adonan ketempat pemanggangan roti
9 6,85
Proses pemanggangan roti
10 5,61
Pemindahan roti hasil pemanggangan ke meja produksi
11 4,83
Penyortiran roti
12 1,75
Pengemasan roti
13 4,48
Pemindahan roti hasil pengemasan ke Gudang penyimpanan
TOTAL 25,26 14.68

Untuk perhitungan process cycle efficiency setelah perbaikan sebagai


berikut:

69
process cycle efficiency =

70
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari seluruh hasil penelitian didapat sebagai berikut :

1. Dari hasil penelitian diperoleh lead time dari setiap proses produksi roti
UKM Roti Riski Donat dengan cara menghitung waktu normal kemudian
menghitung waktu baku dari proses produksi aktual terdapat delapan belas
proses produksi roti dengan nilai lead time aktual 45,46 menit dan pada
proses produksi perbaikan terdapat tiga belas proses produksi roti dengan
nilai lead time 39,94 menit.
2. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penerapan lean manufacturing
proses produksi aktual berjumlah delapan belas, setelah perbaikan menjadi
tiga belas karena dihilangkannya proses menunggu yang menyebabkan
terjadinya pemborosan waktu pada proses produksi roti UKM Roti Riski
Donat. Dari hasil penerapan lean manufacturing pada proses produksi
aktual nilai dari process cycle efficiency degan nilai 55,53% sedangkan
dengan melakukan perbaikan nilai dari process cycle efficiency ialah
63,99%, menunjukkan bahwa dengan penerapan lean manufacturing dapat
meningkatkan niali dari process cycle efficiency 8,46% dan pemborosan
waktu pada proses produksi roti dapat diminimalisir.
5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan kepada Riski Donat terutama kepada pemilik
perusahaan agar dapat mengaplikasikan hasil dari penerapan Lean Manufacturing
pada pemborosan waktu yang diakibatkan kurangnya pemahaman pekerja dalam
melaksanakan prosedur kerja. Pada penelitian ini, hanya membahas waktu proses
produksi dan pemborosan yang terjadi pada proses produksi roti, tidak membahas
kriteria-kriteria yang lain seperti biaya dan yang lainnya, sehingga disarankan
kepada Pemilik Usaha untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria yang lain.

71
DAFTAR PUSTAKA

Antandito,J,D,dkk. (2012). pendekatan Lean Manufacturing pada proses produksi


furniture dengan metode cost integrated Value Stream Maping (studi
kasus:pt. gatra mapan, ngijo, malang), jurnal rekayasa dan manajemen
sistem industri teknik industri universitas brawijaya.

Ferdiansyah,A,T,dkk. (2013). Analisis Pemborosan Proses Loading dan


Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain.jurnal teknik
industri.

Fernando,C,Y.,dkk. (2014). optimasi lini produksi dengan value stream mapping


dan value stream analysis tools.

Hazmi,F,W.,dkk. (2012). Penerapan Lean Manufacturing untuk mereduksi waste


di PT Arisu. jurnal teknik its.

Khannan,A,S,N.,dkk. (2015). Analisis Penerapan Lean Manufacturing untuk


Menghilangkan Pemborosan di Lini Produksi PT AdiSatria Abadi. Jurnal
Rekayasa Sistem Industri.

Nuruddin,W,A.,dkk. (2013). Implementasi Konsep Lean Manufacturing Untuk


Meminimalkan Waktu Keterlambatan Penyelesaian Produk ”A” Sebagai
Value Pelanggan (Studi Kasus Pt. Tsw (Tuban Steel Work), Jurnal
Rekayasa Mesin.

Saputra,A,R.,dkk. (2012). Perbaikan proses produksi blender menggunakan


pendekatan lean manufacturing di pt. pmt. Program Studi MMT-ITS.

Setiyawan,T,D.,dkk. (2013).minimasi waste untuk perbaikan proses produksi


kantong kemasan dengan pendekatan lean manufacturing. Jemis.

Wijayanto,B.,dkk. (2015). Rancangan proses produksi untuk mengurangi


pemborosan dengan penggunaan konsep Lean Manufacturing di PT. mizan
grafika sarana, jurnal online institute teknologi nasional.

72

Anda mungkin juga menyukai