Secara sederhana, Lean Manufacturing adalah proses merubah bahan baku menjadi produk
secara efisien dan tidak ada pemborosan. Berikut gambaran perbedaan pada proses dengan Lean
dibandingkan dengan proses yang tidak menggunakan Lean :
Proses yang tidak Lean : Aliran deras, berliku-liku dan banyak hambatan
Proses Lean : Aliran lancar dan tidak ada hambatan
Prinsip lean berasal dari industri manufaktur Jepang, dan istilah ini dicetuskan oleh John Krafcik
pada 1988 dalam artikel berjudul “Triumph of the Lean Production System” yang dipublikasikan
dalam Sloan Management Review.
Lean adalah metode didalam sistem manufakturing untuk melakukan efisiensi dengan cara
mengurangi “pemborosan, beban berlebih dan ketidakseimbangan” tanpa mengurangi produktifitas.
Istilah Lean seringkali digunakan untuk mengganti kata efisensi, dan sering digunakan untuk
menggantikan istilah penghematan atau pemotongan biaya.
Cara apa saja yang bisa dilakukan untuk mengurangi Pemborosan ? Beberapa metode yang bisa
digunakan untuk Lean Manufacturing, seperti :
Keuntungan Lean
Berikut ini akan kita bahas bersama beberapa metode untuk mengurangi Pemborosan
didalam konsep Lean Manufacturing.
Muda, Mura, Muri adalah 3 istilah yang berasal dari bahasa jepang, sering digunakan didalam
metode perbaikan proses yang terkait dengan aktifitas penurunan pemborosan di proses.
Berikut ini adalah hubungan istilah “Muda, Mura, Muri” dengan Lean Manufacturing.
1. Muda berarti limbah (core of Lean),usaha untuk mengurangi “waste” (Muda) didalam sistem
manufaktur, namun tanpa mengorbankan produktifitas proses.
2. Muri berarti overburden (focus kepada proses), mencegah “overburden” atau beban
berlebih (Muri) dan ketidakseimbangan atau “unevenness” (Mura).
3. Mura berarti ketidakmerataan (yang dimana Lean bertemu dengan TQM), menerapkan
konsep “fokus pada pelanggan” atau memprioritaskan “value” atau nilai dari produk atau
proses yang menjadi perhatian pelanggan.
Eight Waste
Metode atau konsep Eight Waste sering digunakan sebagai alat bantu atau tool didalam
penerapan Lean manufacturing. Apa itu 8 waste? Berikut ini pengertiannya :
Waste atau Pemborosan adalah elemen kegiatan produksi atau jasa yang tidak memberi nilai
tambah, melainkan menambah : Waktu, Upaya dan Biaya. Kedelapan sumber pemborosan (waste)
tersebut adalah :
1. Transportation / Pengangkutan
2. Inventory / kelebihan persediaan, misalnya : stock material, produk, informasi menunggu
diproses
3. Motion / gerakan, misalnya : gerakan yang berlebihan atau ergonomi yang buruk
4. Waiting / Menunggu, misalnya : menunggu karena terjadi shortage, adanya mesin rusak dan
lainnya.
5. Over Produksi / kelebihan produksi : memproduksi lebih dari yang dibutuhkan
6. Over Proses / proses berlebih : memberikan nilai lebih dari yang dibayarkan customer
7. Defect / Rework / Repair / produk cacat
8. People / Orang : penempatan orang yang tidak tepat, operator yang belum di training
Dalam sejarahnya, 8 Waste atau 8 Pemborosan ini pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ono
yang bekerja di Toyota Jepang dalam Sistem Produksi Toyota atau Toyota Production System (TPS).
Pada awalnya bernama Seven Waste, kemudian ditambahkan waste kedelapan sehingga penamaan
istilah menjadi Eight Waste.
Salah satu permasalahan dalam manufakturing yang bisa dioptimalkan atau diefisienkan
adalah waktu yang dibutuhkan untuk persiapan pergantian model produk yang diproduksi di proses
produksi manufaktur.
SMED adalah suatu metode improvement dari Lean manufacturing yang digunakan untuk
mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk melakukan setup pergantian produk di proses dari
memproduksi satu jenis produk kemudian diganti ke model produk lainnya.
Kesemua istilah diatas mengacu pada hal yang sama yaitu sebuah strategi untuk mempercepat
waktu setup pergantian produk.
Kata “Single Minute” bukan berarti bahwa lama waktu setup yang dibutuhkan hanya dalam
waktu satu menit, melainkan membutuhkan waktu di bawah 10 menit (dengan kata lain “single digit
minute”).
Konsep SMED ini diterapkan oleh Shigeo Shingo pada tahun 1960an, beliau adalah salah satu
founder dari Toyota Production System (TPS). Tujuan yang ingin dicapai dari konsep tersebut adalah
untuk mempercepat waktu setup pada saat proses moulding body mobil. Saat itu, waktu changeover
atau waktu yang dibutuhkan untuk pergantian dari satu model ke model yang lain membutuhkan
waktu hingga berjam-jam. Hal ini mengakibatkan produksi harus berjalan dengan lot size yang besar
untuk satu model, tujuannya adalah untuk menghindari jumlah changeover yang berulang-ulang.
Manfaat SMED
Hasil yang didapat oleh Shigeo Shingo selama melaksanakan metode SMED untuk mempercepat
waktu setup changeover adalah :
Pada konsep implementasi Lean secara utuh, SMED ini adalah prasyarat wajib yang sudah harus
diterapkan sebelum melakukan tahapan PULL.
1. Observasi dan dokumentasi langkah-langkah setup yang ada saat ini. Memisahkan event
internal dan external setup.
2. Mengkonversikan event internal menjadi event external.
3. Menjadikan event internal lebih cepat.
4. Hilangkan adjustment internal pada setup
Event internal didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan saat mesin harus dimatikan.
Sedangkan event external adalah aktifitas yang bisa dilakukan saat mesin berjalan dan memproduksi
barang.
Pastikan bahwa event external benar-benar dilakukan saat mesin sedang berjalan
memproduksi
Pastikan bahwa semua part berfungsi baik, dan implementasikan cara paling effisien dalam
memindahkan semua part
Setelah empat tahapan SMED diatas dilaksanakan, dokumentasikan prosedure yang baru. Yang
harus dicari dan akan diimprove dalam proses setup:
5R atau 5S
5R adalah suatu cara atau metode untuk mengatur atau mengelola tempat kerja menjadi lebih baik
secara berkelanjutan.
Kerapihan tempat kerja dan kedisiplinan pekerja untuk menata area kerjanya menjadi faktor
penting untuk meningkatkan efisiensi kerja.
Tempat kerja yang tidak tertata dan penempatan peralatan atau perkakas yang tidak rapi
dapat menghambat kelancaran pekerjaan, dan akan membuat waktu penyelesaian pekerjaan juga
semakin lama.
Konsep 5R atau 5S yang yang merupakan budaya kerja negara Jepang memberikan solusi
untuk mengatasi problem housekeeping ini.
Konsep 5R adalah konsep pemanfaatan tempat kerja yang mencakup peralatan, dokumen,
bangunan atau ruangan, untuk menciptakan area kerja yang rapi dan meningkatkan disiplin kerja.
Manfaat dari penerapan budaya 5R (5S) di tempat kerja adalah untuk meningkatkan :
Efisiensi kerja
Produktifitas
Kualitas Kerja
Kinerja Keselamatan dan Kesehatan kerja
Rasa kedisiplinan
Citra perusahaan
R1 : Ringkas / S1 : Seiri
Ringkas dapat dilakukan dengan cara menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan
dan memisahkan antara barang yang sering digunakan dengan yang jarang digunakan.
Kebiasaan seperti itu akan membutuhkan ruang yang semakin luas seiring dengan
bertambahnya tumpukan barang yang tidak diperlukan tersebut.
R2 : Rapi / S2 : Seiton
Jika kita pernah mengalami kehilangan alat tulis disaat mendesak atau kesulitan mencari
berkas, baik karena tertinggal di ruangan lain atau karena lupa meletakkan. Itu adalah tanda bahwa
tempat kerja kita tidak rapi. Rapi dapat dilakukan dengan pengaturan barang pada tempat yang
telah disiapkan dengan label sebagai penanda agar mudah di akses dan lebih efektif.
R3 : Resik / S3 : Seiso
Resik bisa dilakukan dengan membersihkan seluruh area kerja, mengganti barang atau
perlengkapan yang mungkin sudah tidak layak seperti : kabel, lantai kerja yang rusak, selang yang
bocor, keran yang rusak, dan lain sebagainya.
R4 : Rawat / S4 : Seiketsu
Rawat dilakukan dengan menjaga kondisi area kerja yang sudah rapi dan resik secara
konsisten, hal ini bisa dilakukan dengan membuat standar prosedur untuk dijadikan acuan bagi
seluruh karyawan.
Membuat standar seperti warna label atau garis demarkasi di area kerja, kemudian disahkan
dan diletakkan pada area yang mudah dilihat oleh seluruh karyawan.
R5 : Rajin S5 : Shitsuke
Rajin adalah menjaga semua konsep yang telah diterapkan ini, untuk membantu agar penerapan
5R ini dapat terus dijaga dapat dilakukan dengan cara :
Dalam membangun budaya 5R di perusahaan dibutuhkan peran serta dari level managemen,
karena sangat penting untuk memberi contoh dan menjadi panutan dalam membangun budaya 5R
di perusahaan.
Dibutuhkan juga aturan yang jelas dan pelaksanaan audit yang terus menerus, kemudian juga
diperlukan adanya aturan mengenai sanksi terhadap karyawan yang tidak melaksanakannya.