Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan utama semua perusahaan adalah mencari profit sebesar-besarnya.


Profit merupakan keuntungan atau nilai lebih yang diperoleh oleh pelaku ekonomi
dari hasil penjualan setelah dikurangi modal dan biaya produksi lainnya. Salah
satu cara untuk menaikkan profit perusahaan adalah dengan cara menekan biaya
produksi yang dikeluarkan perusahaan dengan cara mengurangi atau meminimasi
waste yang terjadi. Dengan mengurangi waste yang terjadi, efisiensi perusahaan
akan meningkat sehingga biaya produksi dapat ditekan dan profit dapat
ditingkatkan. Hal tersebut dapat dicapai perusahan dengan menerapkan continual
improvement. Continual improvement adalah perbaikan yang dilakukan secara
kontinyu atau terus menerus walaupun sedikit demi sedikit, sehingga lama
kelamaan perusahaan akan terus meminimasi waste yang terjadi dan perusahaan
menjadi lebih baik
Waste didefiniskan sebagai segala aktivitas pemakaian sumber daya
(resources) yang tidak memberikan nilai tambah (value added) pada produk. 8
jenis waste yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses manufaktur antara
lain produksi berlebihan, menunggu, transportasi waste, overprocessing,
pemborosan pekerja, work in process, gerakan yang tidak perlu, dan produk cacat.
Produksi yang berlebihan melebihi permintaan dan safety stock yang dikehendaki
menimbulkan biaya tambah yaitu biaya simpan produk pada gudang. Menunggu
yang dimaksud disini adalah waktu tunggu produksi antar stasiun kerja, semakin
banyak produk yang menunggu maka pasti terdapat stasiun kerja yang
menganggur sehingga menyebabkan proses produksi tidak efisien dan efektif.
Transportasi adalah proses yang digunakan untuk memindah barang dari antar
pabrik maupun pabrik ke pasaran, sehingga perlu dilakukan pemilihan jenis
transportasi yang paling cocok dan dengan biaya minimum. Gerakan yang tidak
perlu mengakibatkan proses produksi yang lebih lama, dengan mengurangi
gerakan yang tidak perlu proses produksi dapat lebih efektif dan biaya produksi
dapat ditekan. Work in process merupakan produk yang masih dalam proses
pengerjaan karena bahan yang diperlukan habis, hal tersebut dapat memperbesar
biaya produksi sehingga perlu dilakukan perencanaan banyak bahan agar tidak
ada produk work in process. Dan yang terakhir yaitu produk cacat, produk cacat
adalah waste yang paling besar dan dianggap paling penting untuk diminimasi,
dengan adanya produk cacat biaya produksi perusahaan semakin besar
dikarenakan biaya bahan atau material yang digunakan untuk produksi produk
tersebut terbuang percuma dan juga waktu dan penggunaan mesinnya.
Lean Production adalah Pendekatan sistematis untuk mengidentifikasikan
dan mengeliminasi pemborosan/waste melalui perbaikan berkesinambungan
dengan aliran produk berdasarkan kehendak konsumen (pulll system) dalam
mengejar kesempurnaan. Lean production sangat penting dipelajari dalam dunia
industri, karena dengan lean production diharapkan perusahaan dapat meminimasi
waste yang terjadi dan meningkatkan profit perusahaan hingga optimal. Untuk itu
dalam makalah ini akan kami bahas mengenai lean production dan hal-hal penting
lainnya yang berkaitan dengan tujuan konsep lean production dapat dipahami dan
diterapkan pada perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN

Lean Production adalah Pendekatan sistematis untuk mengidentifikasikan


dan mengeliminasi pemborosan/waste melalui perbaikan berkesinambungan
dengan aliran produk berdasarkan kehendak konsumen (pulll system) dalam
mengejar kesempurnaan. Solusi haruslah melihat keseluruhan sistem, bukan
hanya sebagian dari masalah, sehingga dapat memberikan pengaruh positif bagi
keseluruhan sistem.
Karakteristik dari lean meliputi struktur lantai produksi yang aktif
melakukan pemecahan masalah dengan penerapan kaizen dan continuous
improvement, serta pelaksanaan lean manufacturing melalui tingkat inventory
yang rendah, manajemen kualitas yang mengutamakan tindakan preventive
(pencegahan) dibandingkan tindakan corrective (perbaikan), penggunaan pekerja
yang sedikit, ukuran lot yang kecil serta penerapan konsep just in time (JIT).
Dalan Toyota Production System (TPS) juga terdapat istilah muda-mura-
muri yang berarti :
1. Muri (Irrationality), merupakan pembebanan kerja yang diberikan oleh
manajemen kepada pekerja atau mesin dengan pengorganisasian yang
rendah, seperti pengangkutan beban berat, pemindajan peralatan, tugas-
tugas berbahaya, hingga kerja yang lebih cepat secara signifikan dari
biasanya. Muri adalah pemaksaan mesin atau pekerja untuk bekerja di
luar batas kemampuannya. Secara sederhana, muri terjadi ketika
perusahaan meminta kinerja yang lebih tinggi dari seuah proses
dibandingkan dengan bias dikerjakannya. Muri adalah penyebab utama
munculnya variasi produk.
2. Mura (Inconsistency), merupakan variasi atau ketidakseimbangan yang
timbul dalam pembebanan kerja. Contohnya, dalam sistem produksi
normal, terkadang terjadi pekerjaan berlebih dibandingkan jumlah yang
dapat ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat yang lain
hanya terdapat sedikit pekerjaaan. Ketidakseimbangan dapat
diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume
produksi yang berfluktuasi karena masalah internal, seperti kerusakan
mesin, kekurangan komponen, atau produk cacat. Ketidakseimbangan
akan meningkatkan kebutuhan peralatan, material, dan sumber daya
manusia untuk melakukan produksi dengan kapasitas tertinggi,
meskipun permintaan rata-rata jauh lebih rendah.
3. Muda (waste), yaitu aktivitas yang tidak memberikan nilai. Muda
merupakan aktivitas tidak berguna yang dapat memperpanjang lead
time, menimbulkan gerakan tambahan untuk memperoleh komponen
atau peralatan, menciptakan inventory yang berlebihan, serta
menyebabkan timbulnya berbagai jenis waktu tunggu.
Pengimplementasian lean didasarkan pada prinsip dasar yang
diidentifikasi oleh Womack and Jones (1990), yaitu :
1. Menentukan hal-hal yang menghasilkan dan tidak menghasilkan nilai
dengan berfokus pada kebutuhan konsumen.
2. Mengidentifikasi keseluruhan tahap yang harus dilakukan untuk
merancang dan menghasilkan produk sepanjang value stream sehingga
didapatkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah.
3. Melakukan tindakan-tindakan yang memberikan nilai tambah dalam
aliran produksi dengan menghilangkan interupsi, backflow, waiting,
dan rework.
4. Mengusahakan pencapaian kesempurnaan secara terus menerus
meminimalisasi waste yang terjadi.
Tujuan utama lean production tidak lain adalah untuk meminimasi waste,
banyak tools yang perlu digunakan untuk mencapai tujuan tersebut yang biasa
disebut dengan Lean tools. Lean tools merupakan sekumpulan tools (alat) yang
membantu dalam pengidentifikasian dan peniadaan muda secara terus menerus.
Seiring hilangnya muda, kualitas menjadi meningkat dengan turunnya waktu dan
biaya produksi.
Terdapat 11 jenis lean tools dalam lean production, yaitu :
1. 5S Visual Management

5S merupakan sebuah konsep manajemen penataan barang,


dokumen dan ruangan ala Jepang (konsep dari Hiroyuki Hirano). Isi dari
5S antara lain :

a. 整 理 (seiri), Ringkas, merupakan kegiatan menyingkirkan barang-barang


yang tidak diperlukan (tidak penting) sehingga segala barang yang ada di lokasi
kerja hanya barang yang benar-benar dibutuhkan dalam aktivitas kerja. Perlu kita
buatkan masterlist jenis dokumen, barang, dsb untuk identifikasi.
b. 整 頓 (seiton), Rapi, segala sesuatu harus diletakkan sesuai posisi yang
ditetapkan sehingga siap digunakan pada saat diperlukan. Artinya setiap barang
punya tempat dan setiap tempat punya nama untuk barang tertentu. Kalau untuk
kantor ukuran sedang kita bisa target mencari file nggak sampai satu menit.
c. 清 楚 (seiso), Resik, merupakan kegiatan membersihkan peralatan dan
daerah kerja sehingga segala peralatan kerja tetap terjaga dalam kondisi yang
baik. Pembersihan juga harus sekaligus memeriksa kelengkapan barang-barang.
d. 清 潔 (seiketsu), Rawat, merupakan standarisasi dan konsistensi dari
masing-masing individu untuk melakukan tahapan-tahapan sebelumnya. Kita
harus membuat standarisasi dan semua orang patuh pada standar yang sudah ada.
Bisa diberikan reward dan punishment system.
e. 躾 け (shitsuke), Rajin, yaitu pemeliharaan kedisiplinan pribadi masing-
masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahap 5S termasuk review dari
standard yang telah dibuat sehingga 5S terus-menerus berkelanjutan.
2. One Piece Flow Production

One Piece Flow berarti produksi produk bergerak dari satu tahap ke
tahap berikutnya satu bagian pada suatu waktu. Bandingkan bahwa untuk
produksi banyak di mana beberapa unit yang dibuat pada tahap tertentu
dan kemudian semua dipindahkan ke tahap berikutnya pada waktu yang
sama. Praktisi keunggulan yang paling operasional mempromosikan satu
gerakan piece.
One Piece Flow menguntungkan produsen karena tidak ada waktu idle
antara unit. Dengan produksi banyak potongan pertama dibuat tidak bisa
bergerak ke langkah berikutnya sampai potongan terakhir di banyak
dibuat. Sehingga potongan pertama duduk menganggur
3. TPM Equipment Reliability
Pendekatan untuk mendesain, memilih, memperbaiki, dan memelihara
peralatan sehingga memastikan bahwa setiap mesin atau proses selalu
dapat melakukan tugasnya tanpa gangguan atau produksi tanpa cacat
keterlambatan. TPM mengaburkan perbedaan antara pemeliharaan dan
produksi dengan menempatkan penekanan kuat pada pemberdayaan
operator untuk membantu menjaga peralatan mereka. Hal ini dapat
menciptakan tanggung jawab bersama untuk peralatan yang mendorong
keterlibatan yang lebih besar oleh para pekerja lantai pabrik. Dalam
lingkungan yang tepat ini bisa sangat efektif dalam meningkatkan
produktivitas (peningkatan waktu, mengurangi waktu siklus, dan
menghilangkan cacat).
4. Level Mix Model Production
Level-Mix Production adalah jadwal produksi harian berbagai jenis
produk sedemikian rupa sehingga dapat seimbang saat mencapai puncak
dan titik terendah dari jumlah produksi tersebut. Perusahaan yang
mencapai perataan campuran dapat merespon perubahan pelanggan dalam
jumlah permintaan dan bauran produk.
Keberadaan persediaan pada setiap tahap proses menyebabkan limbah
dan mengikat sumber daya perusahaan. Model ini memungkinkan
perusahaan untuk membangun berbagai produk yang diminta oleh
pelanggan dalam urutan, halus berulang-ulang, campuran yang
meminimalkan persediaan.
5. Kanban Demand Pull
Kanban berasal dari bahasa Jepang yang artinya Signboard. Kanban ini
adalah satu tool yang dipakai untuk menjalankan Just In Time. Kanban
merupakan system scheduling yang mentrigger untuk memproduksi
barang dan berapa banyak yang akan diproduksi. Jadi bukan merupakan
system untuk mengkontrol jumlah inventory. Kanban menjadi tool yang
efektif untuk mendukung jalannya system produksi secara keseluruhan.

6. SMED Quick Changeover


Mengurangi setup (changeover) waktu kurang dari 10 menit. Teknik
meliputi:
 Mengkonversi langkah setup untuk eksternal (dilakukan ketika proses
sedang berjalan).
 Menyederhanakan pengaturan internal (misalnya mengganti baut
dengan tombol-tombol dan tuas).
 Menghilangkan non-esensial operasi.
 Buat instruksi kerja standar.

7. FMEA
Menggunakan model FMEA untuk memprioritaskan cacat potensial
berdasarkan keparahan mereka, frekuensi yang diharapkan, dan
kemungkinan deteksi. Sebuah FMEA dapat digunakan pada desain atau
proses. Kita menggunakannya untuk memandu tindakan kita untuk
memperbaiki desain atau ketahanan proses. Mode Kegagalan dan
kelemahan Efek menyoroti Analisis dalam desain saat ini atau alat proses.
Hal ini memprioritaskan dan mengatur upaya perbaikan terus menerus atas
wilayah yang menawarkan keuntungan terbesar.
8. Value Stream Mapping
Sebuah alat yang digunakan untuk memetakan secara visual aliran
produksi. Menunjukkan keadaan saat ini dan masa depan proses dengan
cara yang menyoroti peluang untuk perbaikan. Fungsinya yaitu
mengekspos limbah dalam proses saat ini dan menyediakan peta jalan
untuk perbaikan melalui negara masa depan.
9. Standard Work
Standar kerja merupakan cara terbaik untuk melakukan proses yang
benar. Visual control digunakan untuk memperkuat prosedur tes standard
dan menampilkan keadaan dari masing-masing aktivitas sehingga masing-
masing pekerja dapat mengerti dan mengambil tindakan yang diperlukan.
10. Mistake Proofing (Poka Yoke)
Poka Yoke berasal dari bahasa Jepang yang artinya Mistake
Proofing atau Error Proofing. Yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia
sebagai Anti Salah. Poka diterjemahkan sebagai Kesalahan, dan Yoke
(Yokeru) sebagai mencegah. Tujuannya adalah mencegah atau menarik
perhatian orang saat kesalahan terjadi. Contoh paling sederhana dari Poka
Yoke adalah colokan USB flash disk yang memiliki guide pin sehingga
orang tidak mungkin terbalik arah mencoloknya karena sudah ada guide
pin yang mencegah terjadinya mencolok terbalik.
Tujuan dari Poka Yoke adalah untuk mencegah terjadinya defect.
Prinsip anti salah ini akan mencegah terjadinya defect yang artinya
menghemat biaya operational perusahaan, membuat kualitas produk selalu
pada kondisi terbaik, dan membuat output dari proses menjadi predictable.
11. Point of Usage Storage
Point of Usage Storage adalah menyimpan bahan dalam suatu wilayah
kerja tertentu yang digunakan. Keuntungan dari ini adalah
menyederhanakan pelacakan persediaan fisik, penyimpanan, dan
penanganan. Bekerja paling baik bila pemasok dapat sering menyuplai,
tepat waktu, dan pengiriman kecil.
BAB III
STUDI KASUS

Meningkatkan nilai tambah (value added) produk (jasa/barang) serta


mengurangi pemborosan (waste) merupakan tujuan perusahaan dalam
meningkatkan produktivitas. Dengan meminimasi pemborosan, perusahaan akan
lebih kuat dalam menghadapi persaingan yang saat ini semakin berat. Oleh karena
itu diperlukannya suatu pendekatan lean yang berfokus untuk mengeliminasi
waste yang ada.
Dalam studi kasus yang kami angkat, pendekatan lean manufacturing
dipercaya untuk meningkatkan produktivitas di PT. Ekamas Fortuna Malang.
Perusahaan ini merupakan perusahaan yang memproduksi kertas, dimana
perusahaan menyadari perlunya peningkatkan terus menerus dalam kinerja
produktivitasnya untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan
berusaha menurunkan biaya, meningkatkan kualitas dan tepat waktu dalam
pengiriman ke pelanggan (Zaenal dkk.,2011).
Pendekatan lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas-
aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activities) dalam desain,
produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa) dan supply
chain management yang berkaitan langsung dengan pelanggan (Womack & Jones,
2003). Karena fokus itulah tahap pertama yang dilakukan peneliti ialah
menggambarkan Big Picture Mapping (BPM) untuk mempermudah dan
memperjelas dalam memahami aliran proses produksi secara sistematis. Data
produksi dan waktu operasi yang digambarkan dalam BPM, diperoleh dengan
pengamatan lansung dan wawancara.
Gambar 1. Big Picture Mapping Proses Produksi pada PT. Ekamas Fortuna

Berdasarkan BPM aliran fisik dan aliran informasi yang telah dibuat, dapat
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam proses produksi kertas di
departemen produksi PT. Ekamas Fortuna. Permasalahan yang tampak tersebut :
1. Bagian inspeksi bahan baku (raw material), dilakukannya pengecekan
material bahan baku yang dikirim oleh supplier tidak sesuai dengan order
yang dipesan (order card). Hal ini disebabkan diantaranya:
 Pemesanan bahan baku yang terlambat
 Keadaan non-teknis, sehingga pengiriman bahan baku dari supplier
telat
 Pesanan yang tidak terperinci secara jelas
2. Pada bagian PPIC, dilihat tugas dari PPIC terlalu banyak sehingga
membuat penanganan order tidak maksimal dalam hal proses dan hasil.
Sehingga diperlukan adanya satu departemen lagi yang bekerja dalam
proses penanganan order dan dalam hal desain produk yang akan
diproduksi.
3. Proses dalam paper machine dry end operation, permasalahan yang
muncul dalam proses tersebut diantaranya:
 Kehalusan tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan
 Ketebalan kertas yang bergeser

Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi waste yang terjadi dengan


menyebarkan kuesioner kepada kepala devisi, manager, supervisor dan karyawan
yang terkait pada produksi kertas. Dari hasil kuesioner tersebut kemudian
dilakukan pembobotan seven waste (Waiting, Defect, Unnecessary Motion,
Unnecessary Inventory, Transportation, Over Processing, Over Production)
untuk mengetahui tipe waste yang dominan terjadi pada value stream. Kemudian
dilakukan pemilihan mapping tools yang tepat untuk mengidentifikasi penyebab
waste yang terjadi dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT).

Gambar 2. Hasil Identifikasi Waste

Gambar 3. Hasil Identifikasi VALSAT

Berdasarkan hasil kuesioner didapat 4 kategori waste yang menduduki


skor tertinggi, yaitu waiting (29,17 %), Defect (21, 87 %), Unnecessary Motion
(20, 83 %) dan Unnecessary Inventory (16, 67 %). Dan berdasarkan hasil
pemetaan value stream dengan menggunakan VALSAT didapatkan hasilnya
sebagai berikut: Process Activity Mapping (33,31 %), Suppy Chain Response
Matrix (25, 64 %), Demand Amplifying Mapping (14, 45 %), Quality Filter
Mapping (11, 66 %), Decision Point analysis (8, 86 %), Production Variety
Funnel (4, 88 %), dan Physical Structure (1, 19 %).
Tahap selanjutnya ialah mengidentifikasi root cause dari waste, yang merupakan
analisa terhadap akar penyebab dari waste yang ditimbulkan. Dari hasil
pengamatan didapat penyebab dari waste yang terjadi, antara lain:
a. Waiting (menunggu) merupakan jenis pemborosan yang memiliki skor 29,
17 %. Pemborosan ini dapat disebabkan oleh keterlambatan kadatangan
material, mesin yang rusak sehingga menunggu perbaikan, maupun suku
cadang untuk mesin yang belum tersedia, keterbatasan tenaga kerja untuk
menangani order yang terlalu banyak.
b. Defect (cacat) merupakan jenis pemborosan yang memiliki skor 21, 87 %.
Pemborosan ini dapat disebabkan oleh ketidaksempurnaan produk dan
kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan.
c. Unnecessary motion (pergerakan yang berlebihan/tidak perlu) memiliki
skor 20, 83 %. Pemborosan ini dapat disebabkan oleh pergerakan terhadap
material, manusia yang tidak perlu pada saat proses produksi sehingga
mengakibatkan rendahnya aliran kerja, layout yang buruk, dan komponen
atau kontrol yang jauh dari jangkauan.
d. Unnecessary Inventory (persediaan yang tidak perlu) merupakan jenis
pemborosan yang memiliki skor 16, 67 %. Pemborosan ini dapat
disebabkan oleh penyimpanan inventory yang melebihi volume gudang
yang
ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu
cepat dikeluarkan dari gudang, dan material yang kadaluarsa.

Dari hasil penelitian disimulkan beberapa rekomendasi perbaikan kerja untuk


mengatasi waste yang terjadi, antara lain:
a. Waiting : Perlu adanya perhitungan waktu order yang tepat, sehingga
dapat segera ditindaklanjuti oleh supplier, Perlu adanya pelatihan terhadap
karyawan, penjadwalan shift kerja yang tepat, Maintenance mesin secara
rutin dan tepat.
b. Defect : Ketepatan setingan pada mesin produksi, sehingga bisa
mengurangi defect kertas, Perlu penyesuaian jumlah karyawan pada saat
proses produksi, salah satunya dengan cara menambah jam kerja (lembur).
c. Unnecessary Motion : Penataan ulang layout mesin yang mudah untuk
dijangkau dan aman untuk operator.
d. Unnecessary Inventory : Memproduksi kertas sesuai pesanan konsumen
dan tidak melebihi kapasitas gudang, dan segera menjadwalkan untuk
mendaur ulang produk yang cacat atau rusak.
DAFTAR PUSTAKA

Fanani, Z. Dan Singgih, Laksono (2011), Implementasi Lean Manufacturing


untuk Peningkatan Produktivitas (Studi Kasus Pada PT. Ekamas Fortuna
Malang), Surabaya : Manajemen Industri, Magister Manajemen
Teknologi ITS.
Womack, J. and Jones, D (2003), Lean Thinking, New York: Simon &
Schuster.
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?
page=4&submit.x=26&submit.y=20&submit=next&qual=high&submitv
al=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Ftmi%2F2008%2Fjiunkpe-ns-s1-
2008-25404105-10406-job_shop-chapter2.pdf
http://dedylondong.blogspot.com/2012/02/sejarah-perusahaan-perusahaan-
as.html

Anda mungkin juga menyukai