Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

NEGOSIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Makalah Disusun Guna Memenuhi


Tugas
Dalam Menampung Mata Kuliah Penyelesaian Sengketa Bisnis
OLEH

AGUS RACHMAT MALARO B012221040


ASRIYANI B012221064
REYKA AGUSTINA SABIR B012222014
NURMI EKAWATI B012221001
AHMAD IRSYAD B012222007

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negosiasi secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah


proses lebih lanjut saat dua pihak atau lebih mencapai perjanjian yang
dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan. Negosiasi
dalam prosesnya selalu melibatkan dua pihak, yaitu sebagai pihak
pertama sebagai negosiator atau pemrakarsa negosiasi. Pihak kedua
disebut advisory, atau lawan dalam negosiasi.

Kata negosiasi dalam terminologi bahasa Inggris disebut dengan


kata “negotiate” dan “negotiation”, yang berarti perundingan. Dalam
kamus oxford, kata “negotiation”diartikan sebagai, “Discussion aimed
at reaching an agreement”, maksudnya kurang lebih bahwa negosiasi
merupakan suatu diskusi yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan.
Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, negosiasi
didefinisikan sebagai:

1) proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai


kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi)
dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain;

2) penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara


pihak yang bersengketa. Dalam pembahasan ini, arti yang kedualah
yang dipakai. Yang kurang lebih maksudnya adalah negosiasi
merupakan sebuah cara penyelesaian sengketa di mana para pihak
secara mandiri atau melalui perwakilan mereka berupaya untuk
menyelesaikan sengketa tanpa melaui jalur pengadilan dan tanpa
melibatkan pihak ketiga.
Menurut R.F. Saragih, negosiasi merupakan sarana bagi para
pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa mereka secara
mandiri tanpa melibatkan pihak ketiga. Dari beberapa definisi di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa negosiasi merupakan upaya
penyelesaian sengketa yang dilakukan secara langsung maupun
dengan perwakilan oleh para pihak secara mandiri di luar pengadilan dan
tanpa melibatkan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa tersebut.
Negosiasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa
alternatif, di mana penyelesaian sengketa dilakukan secara damai
oleh para pihak yang dilakukan dengan berhadapan langsung tanpa
ada campur tangan pihak ketiga.

Berdasarkan fakta lapangan banyak kendala dalam melakukan


negosiasi, mulai dari para pihak yang bersikap keras dan tidak ingin
menurunkan ego, sulit mencapai kata sepakat karena pihak tetap ingin
untung dalam melakukan negosiasi. Dalam menyelesaikan sengketa
bisnis negosiasi dipilih sebagai jalan yang banyak dilakukan walau kadang
hasil dari negosiasi sulit mencapai kata sepakat.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik memilih

dan menetapkan judul tentang “NEGOSIASI DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA BISNIS” untuk dibahas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

masalah yang meliputi :

1. Bagaimana pelaksanaan negosiasi di Indonesia dalam

penyelesaian sengketa bisnis ?


2. Apa yang menjadi aspek-aspek hukum negosiasi dalam

penyelesaian sengketa bisnis ?

1.3.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana negosiasi dalam penyelesaian

sengketa bisnis.

2. Untuk mengetahui aspek-aspek hukum dalam negosia dalam

penyelesaian sengketa bisnis.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pelaksaan Negosiasi Di Indonesia

Negosiasi merupakan upaya penyelesaian sengketa yang paling


dasar, paling penting, dan yang paling tua digunakan oleh manusia.
Banyak sengketa yang diselesaikan dengan cara ini tanpa diketahui
secara umum oleh masyarakat. Penggunanan cara ini menjadikan para
pihak dapat mengawasi secara langsung prosedur dan proses
penyelesaian sengketa yang didasarkan pada kesepakatan para pihak
secara mandiri. Di Indonesia, ketentuan mengenai negosiasi diatur
dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS). Di mana para pihak
yang bersengketa pada perkara perdata diperbolehkan untuk
menyelesaikan sengketanya di luar pengadilan, salah satunya adalah
melalui negosiasi. Seperti halnya dalam model Penyelesaian Sengketa
Alternatif lainnya, negosiasi juga menggunakan prinsip win-win solution
dalam menyelesaikan sengketa antara para pihak. Di mana negosiasi
ini bersifat informal dan tidak tersetruktur serta waktunya tidak terbatas,
sehingga efisiensi dan efektifitas dari proses negosiasi ini tergantung pada
itikad baik para pihak yang bersengketa.

Penggunaan jalur negosiasi ini akan memberikan banyak manfaat


bagi masing-masing pihak yang bersengketa. Bentuk negosiasi ini mirip
dengan perdamaian yang diatur dalam Pasal 1851 s/d 1864 KUH
Perdata, di mana perdamaian merupakan persetujuan antara para
pihak dalam suatu sengketa baik itu dengan penyerahan atau
penahanan suatu objek sengketa maupun dengan mengakhiri suatu
perkara untuk mencegah timbulnya perkara lain. Di mana
persetujuan tersebut harus dibuat secara tertulis dan disepakati dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Perbedaan antara negosiasi dan perdamaian tersebut terletak


pada tenggang waktu dalam penyelesaiannya, di mana negosiasi paling
lama dilakukan selama 14 hari. Selain itu, negosiasi merupakan bentuk
penyelesaian sengketa alternatif, sehingga dilaksanakan di luar
pengadilan. Sedangkan perdamaian dapat dilakukan di dalam maupun di
luar pengadilan baik dilakukan pada saat sidang peradilan, maupun
sebelum atau sesudahnya. Dalam Pasal 6 ayat (2) UU AAPS, terdapat
kalimat “pertemuan langsung oleh para pihak” yang mengindikasikan
bahwa negosiasi dilakukan dengan pertemuan fisik antara para pihak.
Sehingga pertemuan tidak langsung belum dikenal dalam aturan tersebut.
Negosiasi cenderung dilakukan dalam hal penyelesaian sengketa yang
bernilai kecil.

Perundingan dan tawar menawar tersebut dikenal dengan istilah


negosiasi. Menurut Fisher dan Ury dalam buku Getting to Yes: Negotiating
an Agreement Without Giving In, negosiasi merupakan komunikasi dua
arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah
pihak memiliki berbagai kepentingan yang sarna maupun berbeda. Pihak
yang melakukan negosiasi bisa disebut negosiator atau perunding.

2.2. Tujuan Negosiasi

Selain mencapai kesepakatan, negosiasi juga memiliki tujuan lain.


Dikutip dari buku Negosiasi Itu Ada Ilmunya karya Mahardika Wirastama,
tujuan negosiasi yaitu:

1. Memperoleh kesepakatan

2. Mendapatkan solusi

3. Mendapatkan keuntungan
2.3. Tipe-tipe negosiasi

Negosiasi berdasarkan situasi:

1.Negosiasi formal adalah sebuah bentuk dari metode negosiasi yang


berada pada keadaan normal.pada tahapan ini merupakan negosiasi yang
berada pada perjanjian hitam diatas putih yang dimana dianggap telah
legal diatas mata hukum.

2.Negosiasi non formal atau informal adalah sebuah bentuk dari negoisasi
yang terjadi pada saat kapanpun,dimanapun hingga siapapun.

Negosiasi berdasarkan jumlah negosiator:

1.Negosiasi dengan pihak penengah adalah sebuah bentuk dari negosiasi


yang dilakukan oleh dua macam orang negosiator maupun lebih dan juga
dari pihak penengah.dalam hal ini negosiator akan memberikan berbagai
macam pendapat dan penengah akan memberikan jalan akhir.

2.Negosiasi tanpa pihak penengah dalam hal ini akan dilakukan tanpa
adanya pihak penengah sehingga akan tergantung dari orang yang
melakukan.

Negosiasi berdasarkan untung rugi

1. Negosiasi kolaborasi:untuk mendapatkan keuntungan dikedua belah


pihak.

2. Negosiasi dominasi:satu pihak akan mendapatkan keuntungan besar


dan satunya mendapatkan keuntungan kecil.

3. Negosiasi akomodasi:negosiator akan mendapatkan kerugian,tetapi


pihak lawan mendapatkan keuntungan.

4. Negosiasi menghindari konflik:terjadi apabila kedua belah pihak ingin


menghindari berbagai macam konflik yang ada.
3. Aspek-Aspek Hukum Terkait Negoisasi

Rumusan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang Undang Arbitrase dan


Alternatif Penyelesaian Sengketa menjelaskan bahwa pada dasarnya para
pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang
timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut
selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh
para pihak.

Ketentuan serupa diatur dalam Pasal 1851-1864 Bab ke-18 Buku III
BW tentang Perdamaian. Berdasarkan definisi yang diberikan dikatakan
bahwa Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah
pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,
mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah
timbulnya suatu perkara. Persetujuan perdamaian oleh BW diwajibkan
untuk dibuat secara tertulis, dengan ancaman tidak sah apabila tidak
dibuat secara tertulis.

Jika dikaji secara seksama dapat dikatakan bahwa kata-kata yang


tertuang dalam rumusan Pasal 6 ayat (2) Undang Undang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesain Sengketa memiliki makna objektif yang hampir
sama dengan yang diatur dalam Pasal 1851 BW, hanya saja negosiasi
menurut rumusan Pasal 6 ayat (2) Undang Undang Albitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut:

1. Diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan


2. Penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk
pertemuan langsung oleh dan antara para pihak yang bersengketa.

Namun perlu diperhatikan bahwa negosiasi merupakan salah satu


lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar
pengadilan, sedangkan berdasarkan Pasal 130 HIR perdamaian dapat
dilakukan baik sebelum proses persidangan dilakukan, maupun setelah
sidang peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun di luar persidangan.

A. Prinsip-Prinsip Negosiasi

Salah satu contoh untuk menyelesaikan proses dari badan arbitrase adalah
dengan negosiasi sebagai sarana paling banyak digunakan. Sarana ini telah
dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh
persen) sengketa di bidang arbitrase tercapai penyelesaiannya melalui cara ini.
Penyelesaiannya tidak winlose tetapi win-win. Karena itu pula cara penyelesaian
melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak. Walaupun
Indonesia telah memiliki bentuk badan arbitrase, tapi jika dihadapkan pada
persoalan yang bersifat lintas negara masih banyak mengalami kegagalan. Hal ini
banyak disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya kurang profesionalnya para
arbiter dari Negara Indonesia dan wawasan tentang hukumnya masih lemah. 1

Negosiasi menurut Fisher dan Ury (1991) merupakan komunikasi dua arah
yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak
memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi
merupakan sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk
mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah yang
tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi), maupun pihak ketiga
pengambil keputusan (arbitrase dan litigasi).2

1
Yolanda Rahma Alviotika,dkk, “Karakteristik Dan Prinsip-Prinsip Dasar Badan Arbitrase
Internasional Dalam Menyelesaikan Kasus Perdata Lintas Negara”, Jurnal Rechstat – Publikasi
Fakultas Hukum UNSA - rechtstaat.unsa.ac.id hal. 2.
2
Cahya Palasari,dkk, Penyelesaian Sengketa Secara Damai Dalam Perspektif Hukum
Internasional, Volume 8 Nomor 2, Agustus 2022 P-ISSN: 2356-4164, E-ISSN: 2407-4276 Open
Access at:https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh, hal. 4.
Secara umum teknik negosiasi dapat dibagi menjadi teknik negosiasi yang
kompetitif dan kooperatif (Williams, 1983), serta teknik yang bertumpu pada
posisi (Positional based) dan teknik yang bertumpu pada kepentingan (Interest
based) (Fisher dan Ury, 1991). Teknik negosiasi kadang juga dibedakan antara
negosiasi yang bersifat lunak (soft) dan bersifat keras (hard) (Fisher dan Ury,
1991). Pengertian teknik-teknik yang bersifat kompetitif pada dasarnya adalah
teknik yang bersifat keras. Demikian juga teknik yang bertumpu pada
kepentingan dasarnya merupakan teknik yang bersifat kooperatif.3

Negosiasi merupakan Cara pertama kali ditempuh saat para pihak


bersengketa. Negosiasi pada kegiatannya memiliki dua bentuk utama yaitu
bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran jalur-
jalur diplomatik dalam konperensi-konperensi internasional atau pada sebuah
lembaga atau organisasi internasional. Dengan Cara ini bisa juga dipergunakan
sebagai menyelesaikan setiap bentuk sengketa.4

Mulai dari sengketa ekonomi, politis, hukum, sengketa wilayah, keluarga,


suku, dan lain lain. Bahkan, jika para pihak telah menyerahkan sengketanya
kepada suatu badan peradilan tertentu, proses penyelesaian sengketa melalui
negosiasi ini masih mungkinkan untuk dilakukan.Kelemahan pada penggunaan
cara negosiasi dalam menyelesaikan sengketa yaitu jika para pihak
berkedudukan tidak seimbang. Salah satu pihak kuat, yang lain lemah. Pada
posisi ini, salah satu pihak kuat berada dalam kondisi untuk menekan pihak
lainnya. Hal ini seringkali terjadi apabila dua pihak bernegosiasi untuk
menyelesaikan sengketanya di antara mereka. Selanjutnya dalam proses
berlangsungnya negosiasi seringkali mengaret dan memakan waktu lama. Sebab

3
ibid, hal 5.

4
ibid.
sulitnya permasalahan-permasalahan yang timbul di antara negara, tepatnya
masalah yang berkaitan dengan ekonomi internasional. Selain itu jarang sekali
adanya persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk
menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi ini. Dan apabila dalam satu pihak
terlalu kuat pada pendiriannya. Situasi ini bisa berakibat tidak produktifnya
proses negosiasi. Prosedur yang terdapat dalam pelaksanaan negosiasi perlu
dibedakan seperti: negosiasi digunakan apabila suatu sengketa belum lahir
(konsultasi). Negosiasi digunakan jika suatu sengketa telah lahir, jadi prosedur
negosiasi ini merupakan proses penyelesaian sengketa oleh para pihak (dalam
artian negosiasi).5

Teknik negosiasi kompetitif seringkali diistilahkan dengan teknik negosiasi


yang

bersifat alot (tough) di mana unsur-unsur yang menjadi ciri seorang negosiator
kompetitif adalah sebagai berikut:6

1. Mengajukan permintaan awal yang tinggi pada awal negosiasi;


2. Menjaga tuntutan agar tetap tinggi sepanjang proses negosiasi
dilangsungkan
(maintaining high level of demands);

3. Konsesi yang diberikan sangat langka/jarang atau terbatas;


4. Secara psikologis perunding yang menggunakan teknik ini
menganggap perunding lain sebagai musuh atau lawan;
5. Seringkali menggunakan cara yang berlebihan, kasar, menggunakan
ancaman, “bluff”, dan melemparkan tuduhan-tuduhan untuk
menciptakan ketegangan dan tekanan terhadap pihak lawan.

5
ibid.
6
CCE Canter, Penyelesaian Sengketa d Luar Pengadilan
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php /lexetsocietatis/article/view/14464/14037
Penggunaan strategi kompetitif ini biasanya diterapkan karena negosiator
yang menggunakan teknik ini tidak memiliki data yang baik dan akurat pada
dirinya sehingga harus mengkompensasikannya dengan teknik yang berlebihan
dan alot (Kahn dan Kohls, 1972 dalam William, 1983). Tujuan penggunaan teknik
kompetitif ini adalah sebagai suatu cara mengintimidasi lawan dalam memenuhi
permintaan dan tuntutan, membuat pihak lawan kehilangan kepercayaan diri,
mengurangi harapan pihak lawan, serta pada akhirnya pihak lawan menerima
kurang dari apa yang diharapkan sebelumnya. Kepedulian perunding kompetitif
hanyalah memaksimalkan nilai-nilai kesepakatan. 7

Teknik kooperatif sebagai kebalikan dari teknik kompetitif menganggap


pihak negosiator lawan (opposing party) bukan sebagai musuh, namun sebagai
mitra kerja mencari common ground. Para pihak menurut pola penyelesaian
kooperatif ini berkomunikasi satu sama lain untuk menjajaki kepentingan, nilai-
nilai bersama (shared interest and values), dengan menggunakan rasio dan akal
sehat sebagai suatu cara menjajaki kerja sama. Hal yang dituju oleh seorang
negosiator kooperatif adalah penyelesaian yang adil berdasarkan analisis yang
objektif (berdasarkan fakta-fakta dan hukum) melalui upaya membangun
atmosfir yang positif dan saling percaya Efektivitas dari penggunaan kedua teknik
ini ditelusuri melalui studi yang dilaksanakan oleh Professor Gerald Williams dari
Brigham Young University (1983).8

Dari data yang didapatkan melalui kuisioner penelitian yang disebarkan


kepada para pengacara di kota Phoenix, Amerika Serikat, hasilnya menunjukkan
bahwa tingkat persentase kegagalan (tidak mencapai kesepakatan atau
mengalami kebuntuan) lebih banyak dialami oleh perunding yang kompetitif
dibanding dengan perunding kooperatif. Perunding kooperatif yang berhasil

7
ibid.
8
ibid.
mencapai kesepakatan berjumlah 84% dan meneruskan penyelesaian kasus ke
pengadilan sejumlah 16 % bagi negosiator kompetitif tingkat keberhasilan
penyelesaian hanya mencapai 67% dari kasus mereka, dan 33% diselesaikan
melalui pengadilan. Jumlah yang diselesaikan melalui pengadilan bagi negosiator
kompetitif berarti dua kali lipat dari negosiator kooperatif (16% melawan 33%).
Angka statistik ini menunjukkan bahwa jumlah presentase kegagalan negosiasi
lebih besar dialami oleh negosiator kompetitif. Pengkategorian teknik negosiasi
lainnya yang diilustrasikan oleh Fisher dan Ury (1991) adalah teknik lunak (soft)
dan keras (hard). Teknik negosiasi lunak sangat menekankan pentingnya
membangun serta menjaga hubungan baik antar manusia. Pembinaan hubungan
baik seringkali menjadi tujuan dari penggunaan teknik ini. Corak negosiasi ini
banyak dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga dan antar sahabat. Proses
negosiasi lunak ini cenderung efisien, dalam pengertian cepat menghasilkan
kesepakatan. Namun demikian penggunaan teknik dengan mengandalkan corak
negosiasi ini mengandung risiko lahirnya kesepakatan yang bersifat semu serta
menghasilkan pola “menang-kalah”.9

Penggunaan teknik ini mengandung risiko manakala perunding lunak


menghadapi seseorang yang menggunakan teknik keras (hard). Perunding keras
dalam menghadapi perunding lunak sangat bersifat dominan. Perunding keras di
satu pihak akan berusaha tidak memberikan konsesi dan menggunakan
ancaman. Di pihak lain, perunding lunak akan memberikan konsesi untuk sekadar
mencegah konfrontasi, dan bersikeras untuk mencapai kesepakatan. Apabila
keadaannya demikian, proses negosiasi akan menguntungkan pihak perunding
yang bersifat keras serta menghasilkan kesepakatan yang berpola menang-kalah.

Untuk membedakan kedua teknik ini maka diagaram di bawah ini


menjelaskannya sebagai berikut:10

9
ibid
10
Materi Negosiasi Pertemuan VI, Fakultas Hukum UNHAS, Dr. Winner Sitorus, SH,.MH,
SIKOLA., hal. 4.
POTENTIAL BASED

SOFT (LUNAK) HARD (KERAS)

Para perunding adalah teman Para perunding dipandang sebagai


musuh/lawan (adversaries)

Tujuan perunding adalah kesepakatan Tujuan semata-mata mencapai


kemenangan

Memberi konsesi untuk membina Menuntut konsesi sebagai prasyarat


hubungan dari pembinaan hubungan

Lunak terhadap orang juga terhadap Keras terhadap orang maupun


masalah masalah

Memercayai perunding lawan Tidak memercayai perunding lawan

Memercayai perunding lawan Menggali semakin dalam/memperkuat


posisi

Mengemukakan tawaran Membuat ancaman

Mengungkapkan bottom line

Mengalah untuk atau asalkan Menuntut perolehan sepihak sebagai


mencapai kesepakatan harga dari kesepakatan (win-lose)

Mencari satu jawaban: sesuatu yang Mencari satu jawaban: sesuatu yang
dapat diterima secara menyenangkan harus diterima oleh perunding lawan
oleh pihak/perunding lawan

Bersikeras terhadap perlunya Bersikeras terhadap posisi


kesepakatan

Sedapat mungkin mencegah untuk Sedapat mungkin memenangkan


berlomba kehendak atau keinginan perlombaan keinginan (contest of will)
(contest of will)
Menerima untuk ditekan Menerapkan tekanan

Sebagai tanggapan atas kategori keras-lunak ini, Harvard Negotiation


project mengembangkan teknik yang disebut dengan Principled Negotiation,
atau Interest Based Negotiation. Teknik ini pada dasarnya jalan tengah antara
teknik yang bersifat keras dan lunak. Jalan keluar melalui pengenalan teknik
negosiasi yang didasarkan pada prinsip ini disebabkan pemilihan salah satu dari
teknik keras atau lunak akan mengandung risiko. Penggunaan teknik keras sangat
berpotensi menemui kebuntuan dalam proses negosiasi, terlebih apabila
perunding keras akan bertemu dengan sesama perunding yang juga bersifat
keras sedangkan perunding lunak sangat berpotensi menjadi pecundang (loser).
Potensi risiko lainnya adalah kesepakatan yang dicapai (apabila ada) bersifat
semu sehingga sangat mungkin salah satu pihak yang kemudian menyadari akan
ketidakwajaran dalam proses negosiasi yang telah dilakukan tidak mau
melaksanakan perjanjian yang sebetulnya

telah disepakatinya.

Teknik negosiasi yang berdasarkan tujuan atau teknik yang bertumpu pada
kepentingan (interest based) memiliki empat elemen dasar yaitu People (orang),
Interest (kepentingan), Options (solusi yang dikedepankan dalam proses
negosiasi), dan Objective Criteria. Untuk mudahnya, keempat elemen dasar ini
diistilahkan dengan PIOC, seperti terurai dalam diagram di bawah ini: 11

PEOPLE INTEREST OPTIONS CRITERIA

• Pisahkan Memfokuskan pada • Memperbesar Mensepakati


kue

11
ibid., hal. 5.
antara orang kepentingan/kebutuhan terlebih dahulu kriteria dan
dan masalah bukan sebelum dibagi standar objektif
mempertahankan
• Konsentrasi dengan dan
posisi (bukan independen
serangan pada memperbanyak
pernyataan
bagi
masalah bukan pilihan-pilihan
pada “apa yang saya pemecahan
pada orang kesepakatan/
inginkan” atau “tidak masalah
solusi
• Pihak-Pihak
inginkan” akan tetapi • Market value
Pihak harus yang
pada
mencerminkan • Precedent
melihat diri
“mengapa saya
kepentingan • Scientific
mereka
menginginkan itu?” bersama
sebagai judgement
(shared interest)
mitra kerja • Professional
yang • Jangan terpaku
standard
pada
bahu
• Community
membahu satu jawaban
(single practice
“attacking” the
answer) • Law
problems
• Hindari pola
pikir
bahwa
memecahkan
problem mereka
adalah urusan
mereka
– short sighted,
self
concern- posisi
partisan-
argumen
partisan – one
sided
solutions
BAB III

PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik bahwa negosiasi merupakan


upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan secara langsung
maupun dengan perwakilan oleh para pihak secara mandiri di luar
pengadilan dan tanpa melibatkan pihak ketiga dalam penyelesaian
sengketa tersebut. Negosiasi merupakan salah satu bentuk
penyelesaian sengketa alternatif, di mana penyelesaian sengketa
dilakukan secara damai oleh para pihak yang dilakukan dengan
berhadapan langsung tanpa ada campur tangan pihak ketiga.

3.2. Saran

Saran dalam makalah ini terkait dengan negosiasi adalah


regulasi dan pengaturan dalam negosiasi sebaiknya diatur lebih terperinci
lagi, agar tidak memperpanjang konflik yang terjadi dan kedua belah pihak
mendapatkan win win solution.

Anda mungkin juga menyukai