Anda di halaman 1dari 6

TUGAS ANALISIS ARTIKEL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan yang diampu oleh Dosen
Ubaidillah Kamal, S.Pd, MH.

Disusun oleh:

Nama : Putri Anggraini


NIM : 8111421091
No. Presensi : 36

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023

1
1.1 Tabel Perbandingan Analisis Artikel
No. Struktur Artikel Perbandingan Analisis Artikel

Artikel 1 Artikel 2

1. Judul "SENGKETA "PENGARUH


LINGKUNGAN DAN PENGHAPUSAN ASAS
PENYELESAIANYA" STRICT LIABILITY DALAM
UNDANG-UNDANG CIPTA
KERJA TERHADAP MASIF
DEFORESTASI DI
INDONESIA"

2. Penulis Artikel 1. Handri Wirastuti Sawitri 1. Muamar


dan 2. Anak Agung Sri Utari
2. Rahadi Wasi Bintoro

3. Sumber Artikel Jurnal Dinamika Hukum Vol. Jurnal Kertha Negara Vol 8 No
10 No. 2 Mei 2010 12 Tahun 2020, hlm. 1-12
Fakultas Hukum Universitas Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman Udayana
Purwokerto Jawa Tengah

4. Hasil Analisis Artikel ini membahas Artikel ini membahas


mengenai penyelesaian mengenai Pengaruh
sengketa lingkungan hidup Penghapusan Asas Strict
secara non litigasi atau diluar Liability Dalam
pengadilan dan prosedur Undang-undang Cipta Kerja
penyelesaian sengketa Terhadap Masif Deforestasi Di
lingkungan hidup secara Indonesia. Pembangunan
litigasi. Sengketa Lingkungan merupakan hal yang wajar
Hidup adalah perselisihan terjadi bagi kelangsungan
antara dua pihak atau lebih hidup manusia, terlebih bagi
yang ditimbulkan adanya atau negara berkembang seperti
diduga adanya pencemaran Indonesia, namun pada saat
dan atau perusakan yang bersamaan pembangunan
lingkungan. Terhadap tersebut menimbulkan dampak
pencemaran maupun rusaknya negatif terhadap perlindungan
lingkungan menyebabkan dan pemeliharaan lingkungan
kerugian bagi pihak-pihak hidup, seperti tindakan
tertentu, seperti masyarakat, deforestasi yang masif akan
organisasi lingkungan hidup pengalihan guna fungsi lahan
maupun pemerintah. Terhadap dari hutan menjadi perkebunan
sengketa lingkungan yang kawasan industri, hal ini

2
terjadi, dapat diselesaikan diperparah dengan dihapusnya
melalui jalur non litigasi (di asas strict liability dalam
luar pengadilan) maupun Undang-undang Cipta Kerja
litigasi (melalui pengadilan). atau Omnibus Law yang dirasa
Penyelesaian sengketa di luar dapat mengancam
pengadilan, dapat ditempuh keberlangsungan lingkungan
dengan mekanisme mediasi, hidup karena
konsiliasi maupun arbitrase. pelanggaran-pelanggaran
Tujuan diaturnya penyelesaian terhadap lingkungan akan terus
sengketa diluar pengadilan bertambah seiring dengan
adalah untuk melindungi hak pembukaan usaha-usaha
keperdataan para pihak yang korporasi baru menyangkut
bersengketa dengan cara cepat perkebunan kawasan industri.
dan efisien. Hal mana Pokok bahasan yang dibahas
mengingat penyelesaian disini yaitu mengkaji dua
sengketa melalui jalur litigasi undang-undang, sebelumnya
cenderung membutuhkan dan
waktu lama dan biaya yang yang telah disahkan sehingga
relative tidak sedikit. Hal ini dapat diketahui aturan-aturan
disebabkan proses yang terkandung dalam suatu
penyelesaian sengketa lambat, undang-undang berpengaruh
biaya beracara di pengadilan terhadap masyarakat dan
mahal, pengadilan dianggap lingkungan di sekitarnya,
kurang responsif dalam terlebih dalam kaitannya
penyelesaian, sehingga mengenai masif deforestasi di
putusan sering tidak mampu Indonesia. Undang-Undang
menyelesaikan masalah dan Cipta Kerja atau yang biasa
penumpukan perkara ditingkat dikenal sebagai Omnibus Law
Mahkamah Agung yang tidak telah resmi berlaku di
terselesaikan. Sedangkan, Indonesia ditandai dengan
penyelesaian secara litigasi disahkannya undang-undang
dapat ditempuh melalui tersebut oleh Dewan
mekanisme class action, legal Perwakilan Rakyat dan
standing, gugatan ke PTUN. ditandatangani oleh Presiden
Gugatan ke PTUN berisi Joko Widodo, sehingga apapun
tuntutan agar KTUN (izin) yang ada dalam
dinyatakan batal atau tidak undang-undang tersebut
sah, sehingga putusan (hakim bersifat mengikat dan tanpa
PTUN) segera menghentikan bisa diganggu gugat, namun
pencemaran lingkungan akibat dibalik pengesahan
izin lingkungan yang tidak undang-undang besar tersebut,
cermat. Tujuan diaturnya masih banyak menyimpan
penyelesaian sengketa permasalahan yang sampai
lingkungan hidup antara lain sekarang masih menjadi
adalah agar pencemaran dan perdebatan, salah satunya
kerusakan lingkungan dapat adalah penghapusan frasa

3
dihentikan, ganti kerugian “tanpa perlu pembuktian unsur
dapat diberikan, kesalahan” pada Pasal 88
penanggungjawab Undang-Undang No. 32 Tahun
usaha/kegiatan menaati 2009 diganti dengan “dari
peraturan perundangan di usaha dan/atau kegiatannya”.
bidang lingkungan hidup dan Perubahan frasa di pasal
Pemulihan lingkungan dapat tersebut telah mencederai niat
dilaksanakan. Pemerintah Indonesia dalam
melindungi dan memelihara
lingkungan, karena frasa dalam
UU No. 32 tersebut merupakan
penerapan dari asas strict
liability dalam hal yang terkait
dengan lingkungan hidup, serta
dapat mempermudah
kesewenang-wenangan suatu
korporasi dalam merusak
lingkungan lebih jauh.
Kemudian, perubahan frasa
tersebut dapat berpengaruh
juga terhadap masif deforestasi
di Indonesia karena dengan
tidak adanya dasar hukum
penjerat,
dalam hal ini asas strict
liability, suatu korporasi akan
melakukan alih guna fungsi
lahan hutan secara masif yang
kemudian digantikan dengan
perkebunan kawasan industri
yang mengorbankan
masyarakat terdampak dan
keanekaragaman hayati demi
kepentingan beberapa
golongan. Dengan ini dapat
disimpulkan bahwa,
Penghapusan asas strict
liability dalam omnibus law
telah berpengaruh terhadap
masif deforestasi di Indonesia
erat kaitannya dengan
perlindungan dan pemeliharaan
lingkungan hidup. Dengan
terdapatnya penghapusan frasa
dari asas strict liability dalam
Omnibus Law yang dapat

4
berpengaruh terhadap masifnya
deforestasi di Indonesia,
penulis menjabarkan saran
agar warga negara, komunitas,
atau organisasi pecinta
lingkungan sebaiknya
melaksanakan judicial review
kepada Mahkamah Konstitusi
mengenai aturan strict liability
yang telah di hapus dalam UU
Cipta Kerja untuk mengetahui
apakah frasa tersebut lebih
baik untuk dihilangkan sesuai
dengan Omnibus Law yang
telah disahkan agar
korporasi-korporasi yang tidak
bertanggung-jawab terhadap
lingkungan tetap bisa dijerat
dengan prinsip yang kuat,
terlebih pada deforestasi yang
kemungkinan akan terjadi
semakin masif di kemudian
hari, hal tersebut dilakukan,
agar kegiatan dari suatu
korporasi yang akan membuka
lahan hutan sebagai kawasan
industri tetap memperhatikan
perlindungannya terhadap
lingkungan dengan tidak
melakukan deforestasi secara
masif atau besar-besaran.
Entah 10 hingga 50 tahun
kedepan kita semua tidak tahu
apapun yang akan terjadi
dengan bumi kita ini, masih
bisa ditinggali seperti saat ini
dengan layak atau kah tidak,
dengan melakukan
pencegahan-pencegahan oleh
suatu pemerintahan di suatu
negara diharapkan di kemudian
hari bumi kita semua tetap
layak ditinggali oleh manusia
karena keseimbangan
lingkungan dan kehidupan
yang telah terjaga dengan

5
stabil.

Anda mungkin juga menyukai