Anda di halaman 1dari 88

SKRIPSI

INVENTARISASI KEGIATAN MASYARAKAT DI DALAM


DAN SEKITAR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN
YANG BERPOTENSI MENYEBABKAN
KEBAKARAN HUTAN

Oleh:

DELTA AMARA JULIET


1604015070

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2022
INVENTARISASI KEGIATAN MASYARAKAT DI DALAM
DAN SEKITAR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN
YANG BERPOTENSI MENYEBABKAN
KEBAKARAN HUTAN

Oleh:

DELTA AMARA JULIET


1604015070

Skrispi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pada Fakultas Kehutanan

Universitas Mulawarman

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2022
PERNYATAAN

Nama : Delta Amara Juliet


Nim : 1604015070
Program Studi : Kehutanan
Fakultas : Kehutanan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar benar hasil karya saya
sendiri dengan arahan pembimbing dan belum pernah diajukan sebagai skripsi
ataupun karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua data
dan pernyataan ilmiah dalam tulisan ini adalah gagasan dan karya saya
sendiri,bukan dari sumber lain, sehingga kebenarannya menjadi tanggung jawab
saya pribadi, kecuali data atau pernyataan ilmiah yang sumber rujukan atau
pustakanya saya cantumkan. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan
saya ini secara akademis ternyata tidak benar atau skripsi ini hasil plagiasi, maka
saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar ilmiah yang saya peroleh
dari karya ilmiah ini sesuai peraturan Fakultas Kehutanan Universitas
Mulawarman.

Dibuat di Samarinda,
Pada tanggal 06 April 2022
Yang menyatakan

(Delta Amara Juliet)


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAAN PUBLIKASI SKRIPSI

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Nama : Delta Amara Juliet


Nim : 1604015070
Program Studi : Kehutanan
Fakultas : Kehutanan

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk


memberikan izin kepada pihak Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Hak
Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalti Free-Right) atas skripsi saya
yang berjudul “Inventarisasi Kegiatan Masyarakat Di Dalam Dan Sekitar
Hutan Lindung Sungai Wain Yang Berpotensi Menyebabkan Kebakaran
Hutan” beserta perangkat yang ada( jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman berhak menyimpan,
mengkonversi, atau format, mengelola, memelihara dan mempublikasikan karya
tulis saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Samarinda,
Pada tanggal 06 April 2022
Yang menyatakan

(Delta Amara Juliet)


ABSTRAK

Delta Amara Juliet. Inventarisasi Kegiatan Masyarakat Di Dalam Dan Sekitar


Hutan Lindung Sungai Wain Yang Berpotensi Menyebabkan
Kebakaran Hutan (dibimbing oleh Alber Laston Manurung dan
Chandradewana Boer).

Penilitian ini dilatar belakangi oleh kondisi kawasan yang berbatasan dengan
pemukiman penduduk mengakibatkan terdapatnya berbagai aktifitas masyarakat
yang memasuk areal hutan tersebut yang mungkin memicu terjadinya kebakaran
hutan, Hutan Lindung Sungai Wain yang letaknya berbatasan langsung dengan
pemukiman penduduk akan menjadi lebih riskan terjadi kebakaran hutan sebab
beberapa kasus yang pernah terjadi di HLSW diketahui bahwa faktanya beberapa
sumber api diduga diakibatkan oleh aktivitas manusia yang berada di sekitarnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai bentuk kegiatan manusia
yang terdapat di dalam dan sekitar Hutan Lindung Sungai Wain yang potensial
menjadi sumber api bagi terjadinya peristiwa kebakaran hutan. Penelitian
dilakukan di Hutan Lindung Sungai Wain. Penelitian ini dilakukan selama 14 hari
pengambilan data di lapangan. Data atau informasi diperoleh melalui studi
dokumentasi, wawancara (interview) dan pengamtan langsung di sekitar areal
terbakar.Data tersebut kemudian dikeompokkan dan dipersentasekan secara
berurutan dilengkapi dengan data sekunder yang diperoleh dari laporan kegiatan
petugas dilokasi sehingga dapat dianalisa secara deskriptif kualitatif berdasarkan
teori teori kebakaran hutan maupun ilmu sosial yang lain yang dapat berupa
beberapa daftar kegiatan manusia guna sebagai upaya mencegah terjadinya
kebakaran hutan di wilayah HLSW .

Kata kunci: Kegiatan Masyarakat, Hutan Lindung Sungai Wain, Kebakaran


Hutan.
ABSTARCT

Delta Amara Juliet. Inventory of Local Community Activities in and Around


the Sungai Wain Protection Forest that Potentially Cause Forest
Fires (guided by Alber Laston Manurung and Chandradewana
Boer).

This research is motivated by the condition of the area bordering residential areas
resulting in various community activities entering the forest area which may
trigger forest fires. what happened in HLSW, it is known that in fact several
sources of fire are thought to be caused by human activities in the vicinity. This
study aims to determine the various forms of human activities contained in and
around the Sungai Wain Protection Forest that have the potential to be a source of
fire for forest fires. The research was conducted in the Sungai Wain Protection
Forest. This research was conducted for 14 days of data collection in the field.
The data or information is obtained through documentation studies, interviews
(interviews) and direct observation around the burned area. The data are then
grouped and presented sequentially, complemented by secondary data obtained
from reports on the activities of officers at the location so that they can be
analyzed descriptively qualitatively based on the theory of forest fires and theories
of forest fires. other social sciences which can be in the form of several lists of
human activities in an effort to prevent forest fires in the HLSW area.

Keywords: Community Activities, Sungai Wain Protection Forest, Forest


Fires.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Inventarisasi Kegiatan Masyarakat Di Dalam Dan Sekitar Hutan Lindung

Sungai Wain Yang Berpotensi Menyebabkan Kebakaran Hutan” sebagai

salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan program studi sarjana kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Alber Laston Manurung, S.Hut.,M.For. dan Bapak Dr. Ir.

Chandradewana Boer selaku Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah

bersedia meluangkan banyak waktu dalam memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi;

2. Bapak Dr. Ir. Paulus Matius, M.Sc. dan Bapak Rustam, S.Hut. MP. selaku

penguji yang telah memberikan saran dan arahan untuk perbaikan skripsi;

3. Bapak Prof. Dr. Rudianto Amirta, S.Hut, M.P. selaku Dekan Fakultas

Kehutanan Universitas Mulawarman beserta seluruh staf pengajar dan

karyawan yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik kepada

penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan sampai akhir

dari penyelesaian skripsi;

4. Keluarga tercinta alm dan almh OMA dan OPA tersayang yang telah

mendoakan, mendidik dan membesarkan sampai pada titik ini, Bapak dan
Mama tersayang, adeku Dara, Robby dan Aqila juga keponakanku Dudit

yang telah menjadi support sistem dalam hal materi maupun moral;

5. Teman teman di Laboratorium Ekologi dan Konservasi Biodiversitas Hutan

Tropis yang telah membantu selama penelitian berlangsung;

6. Bubuhan “rahasia kampus”, Hasun, Dian, Liya, Malika, yang membantu dari

penelitian sampai sekarang, terimakasih juga suka duka nya selama kuliah,

terimakasih juga kalian sudah memberi pelajaran tentang apa arti sahabat.

7. Saudara saudari di MAPFLOFA FAHUTAN UNMUL terutama angkatan

XXXII terimakasih kebersamaan nya dan persaudaraannya serta

pengalamannya yang tidak akan pernah didapatkan dimanapun;

8. Teman teman satu angkatan 2016 terutama Nanda, Sysam, Yoel, Decky dan

yang lain tidak bisa disebutkan namanya satu per satu, terimakasih

kebersamaannya dan persaudaraannya serta kekompakannya selama beberapa

kegiatan di perkuliahan.

9. Teman teman KKN Para Be,e , keluarga di Tanjung Isuy selama KKN yang

telah mengajarkan perbedaan budaya yang ada dan selalu mensupport sampai

ditahap ini;

10. Terakhir, last but not least Terimakasih kepada Ardi Wardana atas segala

bentuk dukungannya motivasinya kesabarannya yang luar biasa sampai waktu

yang tidak diketahui menghadapi saya sampai ditahap seperti ini.

Penulis memahami sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan dalam skripsi

ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun

dari para pembaca diharapkan agar kedepannya penelitian dan penyusunan skripsi
kedepannya jauh lebih baik. Besar harapan penulis bahwa skripsi ini bisa

bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, serta dapat menjadi sumber

kontribusi penambahan pengetahuan serta kepentingan bagi para pembaca.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas

partisipasinya dalam membantu proses penyusunan skripsi ini.

Samarinda, 13 Januari 2022

Penulis,

Delta Amara Juliet

Kampus Gunung Kelua Samarinda,


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL . ............................................................................................. i

HALAMAN JUDUL . ............................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN . ................................................................................ iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... iv

PERNYATAAN PUBLIKASI. ................................................................................... v

ABSTRAK . ................................................................................................................ vi

ABSTRACT. .............................................................................................................. vii

KATA PENGANTAR . ............................................................................................ viii

DAFTAR ISI . ........................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL . ................................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR . ............................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN . ........................................................................................ xvi

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang . ....................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian........................................................................................ 2

1.3 Hasil yang diharapkan. ............................................................................... 2

1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebakaran Hutan . ................................................................................... 4

2.2 Klasifikasi Kebakaran Hutan ................................................................... 6

2.3 Upaya Pencegahan Kebakaran Hutan ........................................................ 8


2.4 Musim Kebakaran Hutan .......................................................................... 13

2.5 Hutan Lindung Sungai Wain ..................................................................... 19

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................... 22

3.1.1 Lokasi Penelitian. .......................................................................... 22

3.1.2 Waktu Penelitian............................................................................ 23

3.2 Obyek Penelitian. ..................................................................................... 24

3.3 Alat dan Bahan Penelitian. ....................................................................... 24

3.3.1 Alat ................................................................................................ 24

3.3.2 Bahan. ............................................................................................ 25

3.4 Prosedur Penelitian................................................................................... 25

3.4.1 Studi Kepustakaan ......................................................................... 25

3.4.2 Observasi Lapangan. ..................................................................... 25

3.4.3 Pengambilan Data .......................................................................... 25

3.4.4 Pengumpulan Data. ........................................................................ 27

3.5 Pengelolaan dan Analisis Data. ................................................................ 28

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Wilayah Hutan Lindung Sungai Wain. .......................... 29

4.2 Data Umum Responden .......................................................................... 41


4.3 Hasil Pengumpulan Data. ......................................................................... 43

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan . ............................................................................................ 50

5.2 Saran ....................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 52

LAMPIRAN ............................................................................................................... 55

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... 71


DAFTAR TABEL

Nomor TubuhUtamaHalaman

1. Alokasi Waktu dan Kegiatan Penelitian. ................................................. 23

2. Kriteria Responden yang dipilih .............................................................. 27

3. Data Curah Hujan (mm) Kota Balikpapan Tahun 2009-2018 .................. 34

4. Jenis Pemanfaatan Penutupan Lahan HLSW ............................................ 36

5. Daftar Kelompok Penerima IUPHKm ...................................................... 40

6. Alokasi Peruntukan Pengelolaan Hkm HLSW (1.400 Ha) ....................... 41


DAFTAR GAMBAR

Nomor TubuhUtamaHalaman

1. Peta Lokasi Penelitian. ............................................................................. 22

2. Peta Tutupan Lahan................................................................................... 37


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor TubuhUtamaHalaman

1. Lembar Kuisioner..................................................................................... 55

2. Tabel Rekapitulasi Data Kuisioner. .......................................................... 59

3. Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2015. ...................................... 60

4. Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2016. ...................................... 61

5. Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2017. ...................................... 62

6. Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2018. ...................................... 63

7. Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2019 . ..................................... 64

8. Daftar Gambar Dokumentasi Penelitian . ................................................. 65


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang Undang Republik Indonesia - Nomor - 41 - Tahun 1999

tentang kehutanan, hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok sebagai perlindungan system penyangga kehidupan untuk mengatur tata

air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan

memelihara kesuburan tanah.

Hutan Lindung Sungai Wain yang berada di wilayah Kota Balikpapan,

Kalimantan Timur merupakan salah satu hutan yang memiliki ciri- ciri hutan

primer yang cukup baik di daerah tersebut. Luas keseluruhan kawasan ini 10.025

ha dan posisinya berada antara km 15 dan km 24 sebelah barat jalan raya

Balikpapan - Samarinda. Jalan tersebut merupakan batas kawasan Hutan Lindung

Sungai Wain di bagian Timur. (BP-HLSW, 2003).

Dari informasi awal yang telah dikumpulkan dari pihak pengelola Hutan

Lindung Sungai Wain diketahui bahwa sebelumnya areal hutan lindung ini telah

beberapa kali mengalami kejadian kebakaran hutan. Fakta ini menimbulkan

dugaan bahwa pemicu (sumber api) untuk kejadian tersebut adalah manusia.

Kondisi kawasan yang berbatasan dengan pemukiman penduduk

mengakibatkan terdapatnya berbagai aktifitas masyarakat yang memasuk areal

hutan tersebut yang mungkin memicu terjadinya kebakaran hutan.Peristiwa

kebakaran
2

hutan dapat membakar hutan dengan wilayah yang luas dalam waktu yang

singkat, resiko terjadinya kebakaran hutan menjadi tinggi apabila periode musim

kering tiba di sekitar bulan Mei hingga bulan Oktober itu menjadi lebih panjang

ketika berlangsung fenomena El Nino (Arini et al 2014)

Pada saat musim kering tiba dimana intensitas hujan menurun dengan

sangat drastis sehingga kelembaban di areal hutan pun akan menurun.

Sehubungan dengan statusnya sebagai hutan lindung, maka perlu

pencegahan terhadap terjadinya kebakaran hutan di areal tersebut, sehingga dapat

melestarikan kondisinya seperti yang diharapkan. Langkah awal yang diperlukan

adalah mengetahui berbagai bentuk aktivitas masyarakat di dalam dan sekitar

areal yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memilih tindakan pencegahan

kebakaran hutan yang paling efektif dilakukan di masa mendatang oleh pengelola

Hutan Lindung Sungai Wain tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai bentuk kegiatan

manusia yang terdapat di dalam dan sekitar Hutan Lindung Sungai Wain yang

potensial menjadi sumber api bagi terjadinya peristiwa kebakaran hutan..

1.3 Hasil yang Diharapkan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengelola HLSW dalam

menentukan langkah-langkah yang harus dilaksanakan terkait program

pencegahan kebakaran hutan di areal tersebut, khususnya kebakaran hutan yang

disebabkan oleh manusia.


3

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini berupa daftar bentuk kegiatan masyarakat yang

terdapat di dalam dan sekitar Hutan Lindung Sungai Wain menurut waktu

pelaksanaannya dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana kegiatan

pengendalian kebakaran hutan di kawasan tersebut.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebakaran Hutan

Definisi Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996

yaitu suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan

hutan dan hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya.

Kebakaran hutan didefinisikan sebagai pembakaran yang tidak tertahan dan

menyebar secara bebas serta mengkonsumsi bahan bakar yang ada di hutan

(Brown, 1973). Kebakaran hutan merupakan salah satu dampak dari semakin

tingginya tingkat tekanan terhadap sumber daya hutan. Dampak yang berkaitan

dengan kebakaran hutan atau lahan adalah terjadinya kerusakan dan pencemaran

lingkungan hidup, seperti terjadinya kerusakan flora dan fauna, tanah, dan air.

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun

frekuensi, intensitas dan luas arealnya berbeda.

Secara umum kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh

tiga faktor utama yaitu kondisi bahan bakar, cuaca dan sosial budaya masyarakat.

Kondisi bahan bakar yang rawan terhadap bahaya kebakaran adalah jumlahnya

yang melimpah di lantai hutan, kadar airnya relatif rendah (kering) serta

ketersediaan bahan bakar yang berkesinambungan.

Faktor iklim berupa suhu, kelembaban, curah hujan dan angin turut mementukan

kerawanan kebakaran hutan. Suhu, kelembaban dan curah hujan mempengaruhi

ketersediaan bahan bakar sedangkan angin mempengaruhi kecepatan dan

menjalarnya api pada saat terjadi kebakaran hutan.


5

Faktor sosial budaya masyarakat mempunyai andil yang paling besar terhadap

adanya kebakaran hutan. Beberapa faktor penyebab kebakaran hutan antara lain :

1. Penggunaan api dalam kegiatan penyiapan lahan

Masyarakat di sekitar kawasan hutan seringkali menggunakan api untuk

persiapan lahan, baik untuk membuat lahan pertanian maupun perkebunan .

Perbedaan biaya produksi yang tinggi menjadi satu faktor pendorong penggunaan

api dalam kegiatan persiapan lahan. Metode penggunaan api dalam kegiatan

persiapan lahan dilakukan karena murah dari segi biaya dan efektif dari segi

waktu dan hasil yang dicapai cukup memuaskan.

2. Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan

Berbagai konflik sosial sering kali muncul di tengah-tengah masyarakat

sekitar kawasan hutan. Konflik yang dialami terutama masalah konflik atas sistem

pengelolaan hutan yang tidak memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat.

Adanya rasa tidak puas sebagian masyarakat atas pengelolaan hutan bisa memicu

masyarakat untuk bertindak anarkis tanpa memperhitungkan kaidah konservasi

maupun hukum yang ada. Terbatasnya pendidikan masyarakat dan minimnya

pengetahuan masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh

terhadap tindakan mereka dalam mengelola hutan yang cenderung desdruktif.

3. Pembalakan liar dan ilegal logging

Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging lebih banyak menghasilkan

lahan-lahan kritis dengan tingkat kerawanan kebakaran yang tinggi. Seringkali,

api yang tidak terkendali secara mudah merambat ke areal hutan-hutan kritis

tersebut. Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging seringkali meninggalkan


6

bahan bakar (daun, cabang, dan ranting) yang semakin lama semakin bertambah

dan menumpuk dalam kawasan hutan yang dalam musim kemarau akan

mengering dan sangat bepotensi sebagai penyebab kebakaran hutan.

4. Perambahan hutan

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya sebagai agen penyebab kebakaran

hutan adalah perambahan hutan. Disadari atau tidak bahwa semakin lama,

kebutuhan hidup masyarakat akan semakin meningkat seiring semakin

bertambahnya jumlah keluarga dan semakin kompleknya kebutuhan hidup. Hal

tersebut menuntut penduduk untuk menambah luasan lahan garapan mereka agar

hasil pertanian mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan pemanfaatan

hasil hutan secara berlebihan dan ilegal tanpa memikirkan aspek lestari.

5. Faktor lain

Faktor lain yang bisa menjadi pemicu terjainya kebakaran adalah faktor

kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya api. Biasanya bentuk kegiatan

yang menjadi penyebab adalah ketidaksengajaan dari pelaku. Misalnya pengalihan

fungsi hutan sebagai kawasan ekowisata, dimana masyarakat lebih sering

berinteraksi dengan hutan.

2.2 Klasifikasi kebakaran hutan

Dilihat dari bahan bakar dan perjalanan api, kebakaran hutan/lahan

digolongkan dalam 3 tipe (Davis,1959), yaitu :

a. Kebakaran Bawah (Ground Fire) Kebakaran yang membakar bahan-bahan

organic yang membusuk yang terdapat pada permukaan.


7

b. Kebakaran Permukaan (Surface Fire); kebakaran yang membakar serasah dan

tumbuhan yang terdapat pada lantai hutan.

c. Kebakaran Atas (Crown Fire); kebakaran karena adanya kebakaran

permukaan yang menjalar ke arah atas pohon.

Secara garis besar menurut klasifikasinya, kebakaran hutan dan lahan

terjadi disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu faktor alami dan faktor kegiatan

manusia yang tidak terkontrol. Faktor alami antara lain oleh pengaruh El-Nino

yang menyebabkan kemarau berkepanjangan sehingga tanaman menjadi kering.

Tanaman kering merupakan bahan bakar potensial jika terkena percikan api yang

berasal dari batubara yang muncul dipermukaan ataupun dari pembakaran lainnya

baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya

kebakaran bawah (ground fire) dan kebakaran permukaan (surface fire). Dua tipe

kebakaran tersebut merusak semak belukar dan tumbuhan bawah hingga bahan

organik yang berada di bawah lapisan serasah seperti humus, gambut, akar pohon

ataupun kayu yang melapuk. Apabila lambat ditangani kebakaran dapat terjadi

meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk (crown fire) dimana kebakaran ini

merusak tajuk pohon.

Kebakaran hutan dalam waktu singkat dapat mengakibatkan kerugian yang

besar dibandingkan faktor perusak hutan yang lain. Penyebab kebakaran hutan

dapat bermacam macam baik dari alam maupun karena kegiatan manusia.

Kebakaran hutan akibat perbuatan manusia merupakan penyebab terbesar dari

peristiwa kebakaran hutan diIndonesia. Hal ini berkaitan dengan makin

meningkatnya jumlah dan mobilitas penduduk sehingga kontak antara hutan dan
8

penduduk makin tinggi. Selain itu kebutuhan akan lahan garapan dan kesempatan

kerja juga makin meningkat sehingga menjadikan aksesibilitas manusia terhadap

hutan makin mudah. Para peladang berpindah sering dituduh sebagai penyebab

terjadinya kebakaran di hutan alam, karena pembukaan lahannya dilakukan

dengan jalan membakar areal yang akan ditanam (prescribed burning).

2.3 Upaya Pencegahan Kebakaran Hutan

Dalam usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan diperlukan

suatu manajemen pengendalian kebakaran hutan (forest fire management). Salah

satu upaya untuk melakukan pencegahan kebakaran hutan ini yaitu dengan

melakukan Penilaian Bahaya Kebakaran Hutan (Fire Danger Rating). Metode

Penilaian Bahaya Kebakaran telah banyak dikembangkan untuk menilai tingkat

bahaya kebakaran. Indeks Kekeringan Keeetch-Byram (KBDI) baru-baru ini

dikembangkan untuk menilai bahaya kebakaran hutan di Kalimantan Timur.

Menurut Deeming (1995) sistem ini dinilai dapat diandalkan sebagai model yang

diusulkan dalam sistem penilaian bahaya kebakaran. Keuntungan KBDI terletak

pada pengumpulan data yang semuanya bisa diperoleh di stasiun klimatologi,

yang berupa rata-rata curah hujan tahunan, curah hujan harian dan temperatur

harian maksimum. Selain itu KBDI dapat dihitung secara manual dan

persamaannya diprogram ke dalam kalkulator atau komputer.

Nilai bahaya kebakaran (Fire Danger Rating)

Penilaian bahaya kebakaran hutan (fire danger rating) adalah suatu system

manajemen pemberantasan yang disesuaikan atau diintegrasikan dengan pengaruh


9

atau akibat faktor-faktor bahaya kebakaran yang dinyatakan dalam satu atau lebih

nilai kualitatifatau nilai indeks dari keperluan cara perlindungan (Suratmo 1985).

Fire Danger Rating pada penerapannya dapat dijadikan acuan dalam system

penanggulangan dini (early warning system). Menurut Arba’i dan Deddy (1996),

sistempenanggulangan dini merupakan rangkaian kegiatan pelaporan dan

penanggulangan kebakaran dengan memanfaatkan jaringan komunikasi satelit,

perangkat telekomunikasi di dekat stasiun pengamat cuaca lapangan lainnya.

Tujuannya untuk mendeteksi lokasi sumber kebakaran atau peluang yang

berpotensi menimbulkan kebakaran. Tindakan itu kemudian dilanjutkan dengan

langkah mencegah terjadinya kebakaran hutan yang tidak terkendali.

Menurut Suratmo (1985) untuk menentukan nilai bahaya kebakaran hutan,

diperlukan sejumlah elemen bahaya kebakaran hutan yang terdiri atas elemen

tetap (iklim, radiasi matahari, keadaan vegetasi, jumlah dan sifat bahan bakar,

tanah, topografi, altitude, penyebab kebakaran, nilai kerusakan, gejala yang

nampak serta organisasi tim pemberantas kebakaran) dan elemen tidak tetap

(kadar air bahan bakar, angin, temperature udara, tekanan udara, keadaan udara

lapisan atas, hujan, air tanah serta kelembaban).

Untuk keperluan dan konsep praktis dalam manajemen kebakaran hutan, Fire

Danger Rating dapat digambarkan dalam peta yang memuat zona-zona tingkat

bahaya kebakaran tertentu yang dapat meramalkan kebakaran hutan dalam

setahun, dari permulaan, penyebaran dan selama periode perlindungan yang

diperlukan (Kingston dan Ramadan, 1981).


10

Tujuan penilaian bahaya kebakaran menurut Deeming (1995) adalah untuk

menyediakan informasi mengenai daya nyala vegetasi pada daerah yang rawan

untuk mendukung upaya kegiatan pencegahan dan deteksi kebakaran, kesiap-

siagaan tenaga pemadam kebakaran dan tindakan yang perlu segera diambbil bila

ada laporan kebakaran.

Di beberapa negara nilai bahaya kebakaran hutan sering digunakan sebagai

petunjuk dalam tindakan pencegahan kebakaran hutan. Nilai bahaya kebakaran

hutan dapat dipakai untuk menentukan kegiatan-kegiatan patroli, deteksi dari

udara, pengawasan dan persiapan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya

kebakaran (Chandler et al, 1983).

Pada dasarnya dikenal tiga macam cara penilaian bahaya kebakaran hutan

(Suratmo, 1985), yaitu:

1. Fire Danger Meter Method

Sistem ini disusun berdasarkan penelitian elemen-elemen: angin, kadar air

bahan bakar, kelembaban udara, waktu (tanggal) musim kebakaran, gejala-gejala

yang tampak dan penyebab kebakaran. Elemen-elemen tersebut dikombinasikan

dan dibuat tujuh belas kelas bahaya kebakaran.

2. Cumulative Relative Humidity Methode

Dasar penyusunan sistem ini adalah korelasi dari kumulatif kelembaban

udara dengan sifat-sifat kebakaran hutan. Nilai bahaya kebakaran hutan dibagi

atas empat kelas.

3. Canadian Fire Danger Tabels


11

Sistem ini didasarkan pada derajat penguapan sebagai indikator kadar air

bahan bakar. Elemen yang diukur untuk penyusunan tabel bahaya kebakaran

hutan hanya dua yaitu curah hujan dan angin. Nilai bahaya kebakaran hutan dibagi

menjadi 17 Kelas.

Indeks kekeringan Keetch - Byram (KBDI)

Indeks kekeringan adalah jumlah yang mewakili pengaruh bersih (net)

evapotranspirasi dan presipitasi dalam menghasilkan defisiensi kekembaban

kumulatif pada serasah tebal atau lapisan tanah bagian atas. Indeks kekeringan

merupakan jumlah yang berkaitan dengan daya nyala (flammability) bahan-bahan

organik pada tanah (Keetch dan Byram, 1988)

Hasil analisis keadaan klimatologi daerah Samarinda dan Balikpapan selama

tahun 1978-1995 menunjukkan bahwa kebakaran hutan besar pada periode 1982-

1983, 1991- 1992 dan 1994 terjadi hanya pada saat keadaan curah hujan berada

pada kisaran tertentu. Indeks Kekeringan Keetch Byram (KBDI) dinilai dapat

diandalkan sebagai model yang diusulkan dalam sistem penilaian bahaya

kebakaran hutan (Deeming, 1995).

Model KBDI dibuat berdasarkan asumsi-asumsi berikut ini :

▪ Laju hilangnya kelembaban di daerah kawasan hutan akan bergantung pada

kerapatan vegetasi yang menutupi kawasan tersebut. Pada gilirannya,

kerapatan vegetasi yang menutupi dan kapasitas penguapannya, merupakan

fungsi dari nilai rata-rata curah hujan tahunan. Selanjutnya, vegetasi tersebut

pada akhirnya akan menyesuaikan dengan sendirinya dalam memanfaatkan

lebih banyak kelembaban di sekitarnya.


12

▪ Hubungan vegetasi dengan curah hujan mendekati kurva eksponensial

dimana laju hilangnya kelembaban merupakan fungsi dari rata-rata curah

hujan tahunan. Oleh karena itu, laju hilangnya kelembaban akan menurun

dengan semakin menurunnya kerapatan vegetasi, dan dengan menurunnya

rata-rata curah hujan tahunan.

▪ Laju hilangnya kelembaban dari tanah ditentukan oleh hubungan

evapotranspirasi.

▪ Hilangnya kelembaban tanah seiring dengan waktu diperkirakan dengan

bentuk kurva eksponensial dimana kelembaban titik layu digunakan sebagai

tingkat kelembaban yang terendah. Oleh karena itu, laju penurunan (drop)

yang diharapkan pada kelembaban tanah terhadap titik layu pada kondisi

yang sama, adalah cukup proporsional terhadap jumlah ketersediaan air

dalam lapisan tanah untuk waktu tertentu.

▪ Kedalaman lapisan tanah pada saat kekeringan berlangsung adalah saat

kekeringan berlangsung adalah saat dimana tanah memiliki nilai kapasitas

lapang sebesar 8 inchi. Meskipun seleksi 8 inchi agak berubah-ubah, namun

nilai numerik yang tepat tidak begitu penting. Kadar kelembaban yang terjadi

pada kapasitas lapang 8 inchi tersebut negara, permukaan vegetasi

menguapkan banyak air seluruhnya terjadi pada musim panas.

▪ KBDI hanya memerlukan data-data seperti : Rata-rata curah hujan tahunan,

curah hujan harian dan temperatur harian maksimum yang kesemuanya

tersedia di stasiun pengamat cuaca lapangan terbang.


13

Kelebihan KBDI sebagai alat untuk menilai tingkat bahaya kebakaran hutan

antara lain (Deeming, 1995) :

1. KBDI dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1968 dan telah

diterapkan penggunaannya dengan beberapa modifikasi yang dilakukan

oleh orang-orang Australia dan negara lain. Di Indonesia KBDI telah

diterapkan oleh IFFM (Integrated Forest Fire Management), lembaga

kerjasama Jerman dan Indonesia, di Kalimantan Timur, yaitu KBDI sistem

numerik.

2. KBDI hanya membutuhkan data curah hujan 24 jam, temperatur

maksimum 24 jam dan rata-rata curah hujan tahunan yang diperoleh dari

stasiun pengamat cuaca.

3. KBDI dapat dihitung secara manual dan persamaan hitungnya cukup

mudah untuk diprogram ke dalam kalkulator maupun komputer.

4. Instrumen yang diperlukan dalam stasiun pengamat cuaca adalah catatan

pengukur curah hujan, termograf dan instrumen pelindung.

5. KBDI harus dihitung setiap saat dilakukan pengamatan cuaca, namun

tidak harus dihitung tiap hari. Oleh karena itu dapat dihitung sekali dalam

seminggu.

2.4 Musim Kebakaran Hutan

Chandler et al (1983) menyatakan bahwa cuaca dan iklim mempengaruhi

kebakaran hutan dengan berbagai cara yang saling berhubungan yaitu :


14

1. Iklim menentukan jumlah total bahan bakar yang tersedia.

2. Iklim menentukan jangka waktu dan kekerasan musim kebakaran.

3. Cuaca mengatur kadar air dan kemudahan bahan bakar hutan untuk

terbakar.

4. Cuaca mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan.

Menurut Fuller (1991), karena cuaca sangat mempengaruhi bagaimana,

dimana dan kapan kebakaran hutan dapat terjadi, pengendali kebakaran

menyebutnya sebagai cuaca kebakaran (fire weather) yaitu sifat-sifat cuaca yang

mempengaruhi terjadinya kebakaran.

Seperti cuaca panas yang kering disertai dengan angin ribut, badai dan petir akan

menyebabkan kebakaran.

Faktor-faktor cuaca seperti suhu, kelembaban, stabilitas udara serta

kecepatan dan arah angin secara langsung mempengaruhi terjadinya kebakaran.

Faktor-faktor lain seperti jangka musim yang lama berpengaruh pada pengeringan

bahan bakar, sehingga secara tidak langsung dalam jangka pendek maupun jangka

panjang akan mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan.

Iklim pada masing-masing wilayah geografi menentukan tipe bahan bakar dan

panjangnya musim kebakaran atau waktu dalam setahun dimana sering terjadi

kebakaran.

Brown dan Davis (1973) menyatakan bahwa pola, lamanya dan intensitas

dari musim kebakaran dari suatu daerah tertentu merupakan fungsi utama dari

iklim tetapi sangat dipengaruhi oleh sifat bahan bakar hutan. Selain pola cuaca

kebakaran hutan yang bersifat tahunan, berulang maupun musiman mencerminkan


15

bahan bakar dan cuaca, musim kebakaran yang parah juga dihubungkan dengan

musim kering yang berskala dan cenderung untuk terjadi dalam suatu siklus.

Cuaca api didefinisikan sebagai kondisi cuaca yang mempengaruhi awal terjadi

kebakaran, sifat sifat kebakaran dan pengendalian kebakaran. Musim kebakaran

adalah jangka waktu tertentu dimana kebakaran banyak terjadi, menjalar dan

mengakibatkan kerusakan yang cukup parah sehingga memerlukan organisasi

pengendali kebakaran (Brown dan Davis, 1973).

Pengaruh faktor-faktor iklim pada kebakaran hutan

A. Radiasi Matahari

Waktu mempengaruhi kebakaran hutan yaitu melalui proses pemanasan

bahan bakar yang dipengaruhi oleh radiasi matahari yang berfluktuasi dalam

sehari semalam. Suhu maksimum dicapai pada tengah hari sedangkan suhu

minimum tercapai pada saat menjelang matahari terbenam dan dini hari

(Schroeder dan Buck, 1970).

Fuller (1991) menyatakan bahwa perbedaan pemanasan matahari pada

permukaan bumi berperan dalam variasi iklim yang memberikan kontribusi pada

bahaya kebakaran hutan. Penyinaran matahari, selain memanaskan permukaan

bumi juga memanaskan lapisan udara di bawahnya. Pemanasan udara

menimbulkan perbedaan tekanan udara yang menyebabkan terbentuknya pola

pergerakan angin sehingga angin akan bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke

daerah bertekanan rendah.

Variabel utama yang mengontrol kadar air bahan bakar pada bahan bakar mati

adalah curah hujan, kelembaban relatif dan suhu. Angin dan penyinaran matahari
16

merupakan faktor penting pada pengeringan bahan bakar, dimana pengaruhnya

pada perubahan suhu bahan bakar dan suhu dan kelembaban relatif pada udara

yang berbatasan Langsung dengan permukaan bahan bakar

B. Suhu Udara

Suhu bahan bakar adalah salah satu faktor yang menentukan

kemudahannya untuk terbakar dan tingkat terbakarnya. Suhu dicapai dengan

penyerapan radiasi matahari secara langsung dan konduksi dari lingkungan

termasuk udara yang meliputinya. Suhu udara merupakan faktor yang selalu

berubah dan mempengaruhi suhu bahan bakar serta kemudahannya untuk terbakar

(Chandler dkk, 1983).

Temperatur udara bergantung pada intensitas panas atau penyinaran matahari.

Daerah-daerah dengan temperatur tinggi akan menyebabkan cepat mengeringnya

bahan bakar dan memudahkan terjadinya kebakaran (Anonim, 1994).

Menurut Young dan Giesse (1991), suhu udara merupakan faktor cuaca penting

yang menyebabkan kebakaran. Suhu udara secara konstan merupakan faktor yang

berpengaruh pada suhu bahan bakar dan kemudahan bahan bakar untuk terbakar.

Menurut Saharjo (1997), pada pagi dengan suhu yang cukup rendah sekitar 20ºC

ditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat api tidak berkembang

sehingga terkonsentrasi pada satu titik. Sementara siang hari dengan suhu 30 –

35ºC, sedangkan kadar air bahan bakar cukup rendah (< 30%) membuat proses

pembakaran berlangsung cepat dan bentuk kebakarannya pun tidak satu titik, tapi

berubah-ubah karena pengaruh angin.


17

C. Kelembaban Udara

Kelembaban udara berasal dari evaporasi air tanah, badan air dan

transpirasi tumbuh-tumbuhan. Ketika kandungan air di udara sama dengan

besarnya penguapan air, maka terjadilah kondisi jenuh udara. Umumnya

kandungan air di udara lebih kecil dari penguapan yang terjadi, dan kondisi ini

disebut udara tak jenuh. Para ahli metereologi menggambarkan kelembaban udara

sebagai Relative Humidity (kelembaban relatif) yang didefinisikan sebagai rasio

antara kandungan air dalam udara pada suhu tertentu dengan kandungan air

maksimum yang dapat dikandung pada suhu dan tekanan yang sama.

Kelembaban nisbi atau kelembaban udara di dalam hutan sangat mempengaruhi

pada mudah tidaknya bahan bakar yang ada untuk mengering, yang berarti mudah

tidaknya terjadi kebakaran (Anonim, 1994).

Menurut Suratmo (1985), cuaca atau iklim merupakan faktor yang sangat

menentukan kadar air bahan bakar hutan, terutama peranan air hujan. Di dalam

musim kering kelembaban udara sangat menentukan kadar air bahan bakar.

Menurut Saharjo (1997), kelembaban relatif yang tinggi di pagi hari yaitu sekitar

90 – 95 % ditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat api tidak

berkembang sehingga terkonsentrasi pada satu titik. Sementara siang hari dengan

kelembaban relative 70 – 80 % dan kadar air bahan bakar cukup rendah (< 30%)

membuat proses pembakaran berlangsung cepat dan bentuk kebakarannya pun

tidak satu titik, tapi berubah-ubah karena pengaruh angin (Saharjo,1997).

D. Presipitasi
18

Air yang dikandung udara berada dalam tiga wujud, yaitu sebagai uap air

tidak terlihat dan bereaksi seperti gas lain, sebagai cairan yang berbentuk tetesan

pada berbagai ukuran, sebagai padatan berbentuk kristal-kristal es yang jatuh

sebagai salju, hujan batu es atau hujan bercampur es atau salju (Chandler dkk,

1983)

Daerah dengan curah hujan tinggi berpengaruh terhadap kelembaban dan

keadaanbahan bakar. Bila keadaan bahan bakar tinggi, sulit terjadi kebakaran

(Dirjen PHPA, 1994).

Triani (1995) mengadakan penelitian di KPH Banyuwangi menunjukkan hasil

perhitungan indeks kekeringan berkisar 0 – 800 (menurut Kingston dan

Ramadhan). Pada bulan dengan sedikit curah hujan, indek kekeringan cukup

tinggi, sebaliknya pada bulan dengan curah hujan tinggi, indek kekeringan rendah,

bahkan mencapai angka nol. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan

mempengaruhi kadar air bahan bakar.

Hal yang sama juga dijelaskan dalam Syaufina (1988), bahwa di Semarang, Jawa

Tengah, puncak kebakaran hutan terjadi pada bulan Agustus dan September. Data

observasi selama 5 tahun menunjukkan bahwa kebakaran hutan meningkat seiring

dengan menurunnya curah hujan dan puncak kebakaran hutan terjadi pada bulan-

bulan tanpa curah hujan. Pada saat itu, tanaman jati menggugurkan daun-daunnya,

sehingga ketersediaan bahan bakar menjadi meningkat dalam jumlah sedangkan

kadar air yang menurun secara drastis. Kondisi tersebut membuat bahan bakar

menjadi lebih mudah terbakar.

E. Angin
19

Menurut Chandler dkk (1983), angin merupakan salah satu faktor penting

dari faktor-faktor cuaca yang mempengaruhi kebakaran hutan. Angin bisa

menyebabkan kebakaran hutan melalui beberapa cara. Angin membantu

pengeringan bahan bakar yaitu sebagai pembawa air yang sudah diuapkan dari

bahan bakar. Angin juga mendorong dan meningkatkan pembakaran dengan

mensuplay udara secara terus menerus dan peningkatan penjalaran melalui

kemiringan nyala api yang terus merembet pada bagian bahan bakar yang belum

terbakar.

Lebih lanjut Deeming (1995) mengemukakan bahwa tiupan angin, akan

memperbesar kemungkinan membesarnya nyala api dari sumbernya (korek api,

obor, kilat dan sebagainya). Sekali nyala api terjadi, maka kecepatan pembakaran,

lama penjalaran dan kecepatan perkembangan api akan meningkat dengan makin

besarnya tiupan angin. Sedangkan menurut Suratmo (1985), angin menentukan

arah dan menjalarnya api dan mempunyai korelasi positif dengan kecepatan

menjalarnya api, tetapi besar kecilnya api ditentukan oleh kadar air bahan bakar.

2.5 Hutan Lindung Sungai Wain

Memiliki keindahan dan keanekaragaman hayati yang tinggi, HLSW

merupakan salah satu destinasi wisata minat khusus, dengan perpaduan wisata

hutan dan sungai yang memikat. HLSW terdiri dari hutan primer alami (sekitar 5

ribu hektare) dan sisanya merupakan gabungan hutan sekunder tua maupun

sekunder muda yang merupakan sisa kebakaran dan pembalakan liar. HLSW pun

menjadi penopang kehidupan mayoritas masyarakat di sekitar kawasan HLSW,


20

baik secara ekonomi, sosial, dan budaya. Secara umum pemanfaatan hutan

lindung dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa

lingkungan, dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). HHBK dalam

areal masyarakat dan di area HLSW (km 15 ke atas hingga perbatasan dengan

areal PT Inhutani I) adalah aren (gula merah), karet (lateks), bambu (rebung),

durian, lai, cempedak, dan lain-lain.

Sejak 2011, pemerintah telah memberi izin pemanfaatan lahan Hutan

Kemasyarakatan seluas 1.400 hektare, yang digunakan sebagai lahan budi daya

tanaman oleh masyarakat. Di antaranya dengan membudidayakan karet, durian,

rambutan, buah naga, dan ragam jenis sayuran. Masyarakat juga memanfaatkan

kawasan HLSW untuk kebutuhan kayu bakar, daun nipah, rotan, bambu, gaharu,

tumbuhan obat, rumput/pakan ternak, madu, buah-buahan dan sayur serta ikan

(Rujehan, 2012). Masyarakat di luar HLSW mendapat manfaat berupa air dari

Waduk HLSW yang disalurkan melalui pipa-pipa Pertamina RU V Balikpapan ke

rumah-rumah warga. Air yang disalurkan berupa air baku dan digunakan untuk

kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk air minum. Saat ini Pertamina

memanfaatkan waduk dengan luasan 3,1 hektare. Hasil analisis data pengambilan

air yang dilakukan oleh Pertamina, rata-rata Pertamina menggunakan air sebanyak

450-750 m3 per jam atau + 25% dari jumlah kebutuhan air baku yang biasa

digunakan oleh seluruh rumah tangga di Balikpapan (KPHL Balikpapan 2015).

Skema Pemanfaatan Jasa Ekosistem HLSW

Diperlukan skema pengembangan yang berbeda untuk tiap-tiap pemanfaatan

jasa ekosistem di HLSW agar efektif.


21

Skema-skema tersebut meliputi:

1. Untuk pemanfaatan jasa lingkungan air Waduk Sungai Wain,

mengembangkan skema kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup

antardaerah dan/atau peningkatan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan

hidup sesuai UU 32/2009 dan PP 46/2017.

2. Untuk pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam HLSW,

mengembangkan skema kerja sama antara KPHL Balikpapan dengan

masyarakat sesuai ketentuan dalam PermenLHK P. 49/2017 dan dengan

Pemerintah Kota Balikpapan sesuai ketentuan dalam UU 23/2014, PP

28/2018 dan Permendagri 22/2020.

3. Untuk pemanfaatan HHBK, mengembangkan skema kemitraan

kehutanan dalam kerangka Perhutanan Sosial yang diatur dalam

PermenLHK P. 83/2016 dan RPP Bidang Kehutanan (Draft ke-18).

4. Untuk pemanfaatan jasa lingkungan karbon, mengembangkan skema

pelaksanaan REDD+ yang diatur dalam Permen LHK P. 70/2017.


III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dalam dan sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai

Wain Balikpapan, Kalimantan Timur.

Lokasi penelitian ini secara detail ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar1. Peta Lokasi Penelitian


23

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan efektif. Rincian waktu

pelaksanaan tahapan-tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alokasi Waktu dan Kegiatan Penelitian

Tahun 2020- 2021


Kegiatan
Agu Sep Okt Nov Des Nov

Studi kepustakaan

Observasi lapangan

Pengumpulan data

Pengolahan dan

analisis data

Penyusunan skripsi

Keterangan:

1. Studi kepustakaan; yaitu mempelajari dan mengumpulkan berbagai

informasi tentang penelitian terkait yang akan dilakukan sebagai bahan

pendukung penelitian dan observasi lapangan , studi kepustakaan

dilakukan selama bulan Juli 2020.

2. Observasi lapangan; dilakukan terlebih dahulu untuk mempelajari lokasi

kawasan penelitian, kondisi kawasan dan masyarakat di kawasan

penelitian selama beberapa hari dibulan Agustus 2020.


24

3. Pengumpulan data di lapangan; yaitu pengambilan data primer berupa

wawancara dan pengamatan langsung di lapangan dengan kuisioner yang

dilakukan selama kurang lebih satu minggu di bulan Agustus 2020.

4. Pengolahan dan analisis data; mengolah dan menganalisi data sesuai

metode yang dilakukan lebih banyak di Samarinda dengan bantuan laptop

dan beberapa software, pengolahan dan analisis data dilakukan selama

bulan Juli sampai dengan bulan September 2020 hingga September 2021.

5. Peyusunan skripsi; yaitu penulisan proses penelitian secara keseluruhan

dari studi kepustakaan hingga pengolahan dan analisis data serta

pengambilan kesimpulan yang dilakukan dari bulan September hingga

November 2021.

3.2 Obyek Penelitian

Obyek utama penelitian ini adalah masyarakat sekitar Hutan Lindung

Sungai Wain Balikpapan dan juga tim pengelola Hutan Lindung Sungai Wain

Balikpapan.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

3.3.1. Alat

1) Kamera untuk pengambilan gambar/ dokumentasi selama penelitian.

2) Alat tulis menulis untuk mencatat hasil pengumpulan data.

3) Laptop untuk pengolahan data dan penulisan skripsi


25

3.3.2. Bahan

1) Peta lokasi penelitian

2) Lembar kuisioner atau daftar pertanyaan sebagai dasar pengambilan data

primer di lapangan.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan pustaka

yang berhubungan dan dapat menunjang penelitian, bahan-bahan tersebut berupa

data dan informasi tentang penelitian terdahulu, buku-buku acuan maupun

masukan dari berbagai narasumber yang berkaitan dengan penelitian.

3.4.2 Observasi Lapangan

Kegiatan ini dilakukan untuk mengamati dan mempelajari keadaan lokasi

penelitian sekaligus mengumpulkan informasi maupun data-data yang dapat

digunakan sebagai bahan untuk pelaksanaan penelitian.

3.4.3 Pengambilan data

Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi kuota sampling dengan

purposive sampling.

Kuota sampling digunakan dengan memberi kuota sampel secara proporsional

pada tiap kategori berdasarkan pengetahuan awal tentang karakteristik populasi


26

yang diasumsikan dan purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan

pertimbangan untuk menginventarisir kegiatan yang dilakukan masyarakat secara

berurutan sesuai porsinya disetiap responden yang dipilih. Pemilihan sekelompok

subjek dalam purposive sampling, didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang

sudah diketahui sebelumnya. Maka dengan kata lain, unit sampel yang dihubungi

disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan

penelitian atau permasalahan penelitian (Buingin,2007). Pengambilan data

langsung di lapangan melalui pengamatan langsung dilokasi penelitian yaitu

observasi di sekitar areal terkait titik api atau bekas areal terbakar misalnya

pembakaran ladang dan pembakaran sampah ataupun bekas pembakaran api

unggun, dimana material yang terbakar dapat berpotensi meskipun di luar

kawasan HLSW akibat adanya arah angin karena berbagai faktor antara lain

kelembaban udara, topografi dan tata letak bahan bakar maupun yang lainnya.

Berhubungan dengan ukuran sampel dan teknik ini dianggap cocok karena

beberapa kriteria responden telah ditentukan dalam Tabel 2.


27

Tabel 2. Kriteria Responden yang dipilih

No Kriteria Responden Keterangan


Sebagai responden yang mengetahui kondisi
1. Pihak KPHL
administratif wilayah HLSW
Sebagai responden yang mengetahui perihal
Manager / Pimpinan
2. system pengelolaan HLSW yang terbagi atas
Pengelola HLSW
beberapa kawasan
Sebagai responden yang mngetahui langsung
3. Petugas / Karyawan HLSW kondisi fisik di lapangan terkait masalah
kebakaran hutan
Sebagai responden yang secara langsung
4. Peneliti memiliki kontak fisik dengan kawasan
HLSW
Sebagai responden yang secara langsung
5. Wisatawan memiliki kontak fisik dengan kawasan
HLSW
Masyarakat sekitar HLSW
(Peladang, Pemilik ladang, Sebagai responden yang berada di sekitar
6. Pemilik tempat tinggal di HLSW dan mengetahui potensi yang ada di
sekitar daerah perbatasan dalam kawasan tersebut
HLS56,W)

3.4.4 Pengumpulan data atau informasi diperoleh melalui:

a) Studi dokumentasi yang dilakukan dengan mempelajari peta lokasi dan

dokumen termasuk laporan studi yang terkait hasil hasil penelitian terdahulu

serta sumber sumber data lainnya. Studi dokumentasi mulai dilakukan

sebelum pengumpulan hingga penulisan skripsi, dengan maksud dan tujuan

untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan komperhensif mengenai

lokasi tujuan dan data yang akan dikumpulkan.

b) Interview atau wawancara yang dilakukan terhadap pihak KPHL, Manager /

Pimpinan Pengelola HLSW, Petugas / Karyawan HLSW, peneliti, wisatawan,

dan Masyarakat sekitar HLSW (Peladang, Pemilik ladang, Pemilik tempat

tinggal di sekitar daerah perbatasan HLSW). Dari responden tersebut pada


28

dasarnya memiliki pengetahuan dan pandangan yang komperhensif dan

lengkap dibandingkan yang lain.

c) Pengamatan langsung yaitu observasi di sekitar areal terkait titik api atau

bekas areal terbakar misalnya pembakaran ladang dan pembakaran sampah

ataupun bekas pembakaran api unggun, dimana material yang terbakar dapat

berpotensi meskipun di luar kawasan HLSW akibat adanya arah angin karena

berbagai faktor antara lain kelembaban udara, topografi dan tata letak bahan

bakar maupun yang lainnya.

3.5 Pengelolaan dan Analisis Data

Data primer yang diperoleh dari studi dokumentasi, observasi lapangan

dan wawancara langsung akan di kelompokkan dan dipersentasekan secara

berurutan dilengkapi dengan data sekunder yang diperoleh dari laporan kegiatan

petugas di lokasi sehingga dapat dianalisa deskriptif kualitatif berdasarkan teori

teori kebakaran hutan maupun ilmu sosial yang lain. Sebagai hasil akhir,

kesimpulan dan saran disusun sesuai dengan tujuan penelitian.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Wilayah Hutan Lindung Sungai Wain

Penelitian ini dilaksanakan pada areal di dalam maupun di sekitar Hutan

Lindung Sungai Wain Balikpapan Kalimantan Timur pada bulan September 2020.

Berikut gambaran kondisi umum mengenai Hutan Lindung Sungai Wain (BP-

HLSW,2003) :

Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW)

Hutan Lindung Sungai Wain pada mulanya dikenal sebagai Hutan

Tutupan yang ditetapkan oleh Sultan Kutai pada tahun 1934 dengan Surat

Keputusan Pemerintah Kerajaan Kutai No. 48/23-ZB-1934 sebagai Hutan

Lindung. Berdasarkan pada peta kawasan hutan Propinsi Kalimantan Timur,

dengan luas ± 3.295 ha (lampiran SK Menteri Pertanian No. 24/Kpts/Um/I/1983)

merupakan bagian dari kelompok hutan lindung Balikpapan, sedangkan sisanya

seluas ± 6.100 ha termasuk hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Untuk selanjutnya mengingat kondisi hutan tersebut masih terawat

dengan baik, berdasarkan Surat Gubernur Kepala Daerah TK. I Kalimantan Timur

No. 552.12/311/KLH-III/1988, diusulkan agar kelompok hutan Sungai Wain

seluas ± 6.100 ha tersebut ditetapkan sebagai Hutan Lindung. Hal tersebut

dipertegas dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 118/Kpts-VII/1988

“Tentang Pembentukan Kelompok HLSW Seluas ± 6.100 ha yang terletak di

Kotamadya DATI I
30

Balikpapan, Propinsi DATI I Kalimantan Timur Menjadi Hutan Lindung”. Maka

dengan masuknya daerah aliran Sungai Bugis seluas 3.925 ha ke dalam kawasan

HLSW, luas areal kawasan secara keseluruhan menjadi 10.025 ha.

Cabang Dinas Kehutanan Kotamadya Balikpapan mengusulkan

perubahan batas HLSW pada tahun 1993, yaitu bagian kawasan yang telah

dirambah dikeluarkan dari kawasan sepanjang ± 500 meter dari jalan raya

Balikpapan – Samarinda sehingga luas kawasan tersebut menjadi 9.782,80 ha

yang untuk selanjutnya usulan tersebut ditetapkan dengan Surat Keputusan

Menteri Kehutanan No. 416/Kpts-II/1995. Tahun 2006, Menteri Kehutanan

mengeluarkan surat keputusan No. SK.105/Menhut-II/2006 tentang Kawasan

Hutan dengan tujuan khusus yaitu peruntukan sebagian kawasan HLSW sebagai

Kebun Raya Balikpapan seluas 290 ha. Berbagai kebijakan yang berlaku pada

dasarnya memberikan kewenangan pengelolaan hutan lindung kepada daerah,

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 maupun PP No. 25 Tahun 2000 menegaskan

“Kewenangan Daerah Atas Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung. Pada Undang-

undang No. 22 Tahun 1999 Pasal 10 dapat disimpulkan, bahwa daerah berwenang

mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung

jawab untuk memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Hal tersebut dipertegas lagi dengan Keputusan Presiden RI No 32/1990

tentang “Pengelolaan Kawasan Lindung” dapat disimpulkan, bahwa untuk

pemahaman fungsi dan manfaat kawasan lindung perlu diupayakan kesadaran

masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan lindung yang


31

pelaksanaannya dilaksanakan oleh Pemda Tingkat. I Propinsi yang

mengumumkan kawasan-kawasan tertentu sebagai kawasan lindung. Berdasarkan

pada Peraturan Pemerintah No. 25/2000 dapat disimpulkan pula, bahwa untuk

pengelolaan kawasan hutan lindung yang terletak di pemerintahan Kabupaten

maupun Kota, Pemerintah Kabupaten atau Kota dapat dengan segera membuat

Peraturan Daerah (PERDA).

Beberapa uraian tentang aspek hukum pengelolaan suatu kawasan

lindung menunjukkan bahwa pada dasarnya pengelolaan hutan lindung berada di

tangan Pemerintah Kota dan Kabupaten. Akan tetapi dalam kaitannya dengan

otonomi, PP No. 25 Tahun 2000 tidak tercantum adanya kewenangan pengelolaan

hutan lindung pada Pemerintah Propinsi, maka pengelolaan hutan lindung berada

di tangan pemerintah Kabupaten/Kota, akan tetapi kewenangan tersebut baru

efektif apabila pemerintah propinsi, kabupaten maupun kota telah membuat

landasan hukumnya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Pemerintah Kota Balikpapan

bersama dengan DPRD Kota Balikpapan membuat dan mengesahkan Peraturan

Daerah No. 11 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain

(Purwanto dan Bambang, 2009). Subjek lain yang berpeluang terlibat dalam

pengelolaan hutan lindung adalah masyarakat yang berada di dalam maupun di

sekitar kawasan hutan lindung. Pasal 2 UU 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa

penyelenggaraan kehutanan berasaskan pada manfaat dan lestari, kerakyatan,

keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. Pada sisi lain dalam rangka

pemberdayaan masyarakat dan peran serta dalam pembangunan kehutanan maka


32

diberikan akses masyarakat untuk mengelola kawasan melalui Hutan

Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Kemitraan (Solehudin, 2015).

1. Letak Geografis dan Administrasi

Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) secara Administratif Pemerintahan

terletak di Kelurahan Karang Joang Kecamatan Balikpapan Utara dan Kelurahan

Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat Kotamadya Balikpapan, Propinsi

Kalimantan Timur.

Secara geografis HLSW Balikpapan terletak antara 116º47' - 116º55' Bujur

Timur dan 01º02' - 01º10' Lintang Selatan, dengan luas kawasan ± 9.782,80 ha.

Adapun batas-batas kawasan antara lain :

• Sebelah Utara : Berbatasan dengan HPHTI PT. INHUTANI I Unit

Batu Ampar.

• Sebelah Barat : ± 1 hingga 2 km dari Teluk Balikpapan dibatasi

oleh hutan mangrove dan hutan sekunder dataran

rendah.

• Sebelah Selatan Di batasi oleh lahan pertanian berskala kecil.

• Sebelah Timur : Di batasi oleh jalan raya Balikpapan – Samarinda

: (antara km 20 – km 24) dengan jarak ± 4 km.


33

2. Kondisi Vegetasi

Hutan Lindung Sungai Wain merupakan tipe hutan Dipterocarpa dataran

rendah. Jenis vegetasi daratan pada wilayah penelitian Hutan Lindung Sungai

Wain adalah vegetasi hutan, semak belukar, rawa, vegetasi budidaya kehutanan

dan vegetasi budidaya non-kehutanan seperti ladang dan perkebunan masyarakat.

Vegetasi yang terdapat pada Hutan Lindung Sungai Wain adalah

Bangkirai (Shorea laevis), Ulin (Eusideroxylon zwageri), Medang (Litsea firma),

Keruing (Dipterocarpus cornutus), Meranti merah (Shorea leprosula), Nyatoh

(Palaquium sp), Jambu (Syzigium sp), Rotan (Calamus rotang), Pandan

(Pandanus amaryllifolius), Palawan (Tristaniopsis whiteana), dan Siri-siri

(Ptenandra rostrate) (Purwanto dan Bambang, 2009). Adapun jenis tumbuhan

yang ditanam pada kawasan Hutan Kemasyarakatan antara lain Singkong

(Manihot esculenta), Karet (Hevea brasiliensis), Durian (Durio macrophyllus),

Kerantungan (Durio oxleyanus), Lai (Durio kutejensis), Manggis (Garcinia

mangostana), Kledang (Artocarpus lanceifolius), dan Cempedak (Artocarpus

integer) (Solehudin, 2015).

3. Kondisi Iklim

Kondisi iklim secara umum diketahui berdasarkan unsur data cuaca/iklim

yang diperoleh berupa data curah hujan yang tercatat pada Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Balikpapan dari Tahun 2009-2018 (Tabel 3).
34

Tabel 3. Data Curah Hujan (mm) Kota Balikpapan Tahun 2009-2018

Bulan
Tahun Rataan BB BK
Jan Feb Mar April Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des
184
2009 215,9 203,7 290,5 161,3 103 157 259,6 93,1 64,4 144,7 178,6 338 10 0

249
2010 218,8 248 210,2 342,9 262,2 337,5 275 76,7 182 369,7 241,5 222,9 11 0

246
2011 175,6 224,4 253,5 255 232,1 424,4 122,6 128,3 355 198,8 247,8 330,8 12 0

243
2012 254,2 293,5 244,2 181,8 483,4 230,2 381,8 165,6 76,9 203 241,2 176 11 0

242
2013 190 515,9 36,8 205 259,4 191,2 205,3 328,7 165,1 146,6 442,4 220,4 11 1

200
2014 199,6 98 256,1 271,5 146,8 246,3 242,2 187,3 21,2 164,3 145,8 421,9 10 1

181
2015 268,4 319,2 177 231,2 193,3 507,6 126,8 83,7 0 40,3 106,6 112 9 2

191
2016 67,8 174,4 189,8 101 202,8 87,1 242,6 44,8 144 203 288 543,4 9 1

295
2017 220,6 104,3 340,2 195,9 553,9 416,1 331,1 437,3 280,5 115,2 269,6 270,8 12 0

225
2018 240,4 217,7 416,1 117,1 400,8 223,7 348,9 178,4 18,6 205 107,3 - 10 1

Rataan 10,5 0,6

Sumber : Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Balikpapan


35

Berdasarkan tabel di atas bahwa periode bulan kering terjadi diantara

bulan Mei hingga bulan Oktober tetapi akan dapat terjadi perpanjangan periode

musim kering apabila ada fenomena El Nino, tetapi rata rata setiap tahunnya

cenderung tinggi curah hujan yang mengakibatkan periode bulan basah lebih

banyak dibanding bulan kering.

Berdasarkan klasifikasi iklim oleh Schmidt dan Ferguson, wilayah

HLSW termasuk dalam tipe iklim A dengan nilai 0 < Q < 14,3% yaitu Q = 5,71

%, dimana wilayah ini memiliki curah hujan merata sepanjang tahun, termasuk

daerah sangat basah. Suhu udara yaitu 23,5°C – 30,3°C. Berdasarkan nilai-nilai

seperti tersebut di atas dapat menggambarkan bahwa adanya curah hujan yang

relatif tinggi sepanjang tahun pada daerah HLSW, yang menunjukkan bahwa

potensi untuk terjadinya kebakaran hutan di kawasan tersebut relative kecil.

4. Penutupan Lahan

Pertumbuhan manusia yang cepat menyebabkan perbandingan antara

jumlah penduduk dengan penggunaan lahan tidak seimbang. Penutupan lahan

pada kondisi pemilikan dan cara bertani intensif dan kurang konservatif

merupakan salah satu masalah yang saling berkaitan dengan kebakaran hutan.

Ketika hutan yang merupakan vegetasi klimaks yang asli dan alami rusak, baik

melalui penebangan, perladangan berpindah maupun kebakaran, seringkali akan

tergantikan oleh alang-alang (Friday et al, 2000, dalam Maullana dan Arief,

2014), kondisi tutupan lahan yang seperti ini menyebabkan potensi kebakaran

hutan menjadi lebih besar.

Adapun jenis penutupan lahan wilayah HLSW dapat dilihat pada tabel berikut :
36

Tabel 4. Jenis Pemanfaatan Penutupan Lahan HLSW

No. Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Hutan Primer 7.803,52 79,30

2 Ladang 1.164,66 11,84

3 Kebun Raya 9,307 0,09

4 Rawa 790,58 8,03

5 Semak Belukar 55,17 0,56

6 Tubuh Air 17,01 0,17

Jumlah 9.782 100%

Sumber: Data Sekunder Badan Pengelola - HLSW (2018)

Adapun data di atas menunjukkan bahwa luasan jenis penutupan lahan dari

yang terluas sampai dengan yang terkecil berturut-turut diperuntukkan sebagai

lahan hutan primer, ladang, rawa, semak belukar, tubuh air dan kebun raya. Lahan

hutan primer memiliki porsi luasan yang terbesar karena pada kawasan Hutan

Lindung Sungai Wain terutama diperuntukkan sebagai kawasan hutan lindung.

Sebaran masing-masing tutupan lahan pada HLSW dapat dilihat pada Gambar 2.
37

Gambar 6. Peta Tutupan Lahan HLSW Kota Balikpapan


5. Aktivitas Hutan Kemasyarakatan (HKm)

Hutan lindung pada dasarnya mempunyai fungsi utama sebagai daerah

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, mengendalikan erosi dan sedimentasi serta memelihara kesuburan

tanah.Terlepas dari fungsi utama sebagai system penyangga kehidupan dalam

mengatur tata air, kawasan Hutan Lindung Sungai Wain merupakan tempat yang

baik untuk melakukan pendidikan, penelitian baik flora maupun fauna.

Hutan Lindung Sungai Wain memegang peranan penting bagi masyarakat

kota Balikpapan, sebagai daerah tangkapan air, perlindungan keanekaragaman

hayati, laboratorium alam, pendidikan dan pelatihan, serta ekowisata. Dalam

rangka penataan dan pemanfaatan kawasan HLSW maka kawasan HLSW ditata

dengan sistem terbagi menjadi 3 blok, yaitu : Blok Perlindungan, Blok Kegiatan

Terbatas dan Blok Pemanfaatan. Secara umum pembagian blok-blok tersebut

adalah (Solehudin, 2015) :

a.) Blok Perlindungan

Blok Perlindungan adalah bagian dari kawasan Hutan Lindung Sungai

Wain yang merupakan kawasan inti dapat dimanfaatkan bagi kepentingan

penelitian pengamatan dan kegiatan penelitian penunjang budidaya yang tidak

merubah kondisi fisik kawasan.

b.) Blok Kegiatan Terbatas

Blok Kegiatan Terbatas adalah bagian dari kawasan Hutan Lindung

Sungai Wain di luar blok perlindungan yang merupakan penyangga dari kawasan
39

inti dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata dan pendidikan secara terbatas,

serta penelitian yang tidak merubah kondisi fisik kawasan.

c.) Blok Pemanfaatan

Blok Pemanfaatan adalah bagian dari kawasan Hutan Lindung Sungai

Wain yang bukan merupakan blok perlindungan dan blok kegiatan terbatas yang

dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak mengurangi fungsi pokok dan

fungsi khas HLSW. Blok ini dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata, pendidikan

dan penelitian yang bersifat umum, budidaya terbatas, dan kegiatan pemanfaatan

air.

Kegiatan penggunaan kawasan oleh masyarakat dilaksanakan pada blok

pemanfaatan dan kegiatan terbatas. Masyarakat sekitar Hutan Lindung Sungai

Wain sangat tergantung kehidupannya dari kawasan tersebut. Penetapan areal

kerja Hutan Kemasyarakatan (HKm) dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor : SK. 129/Menhut-II/2011 Tanggal 23 Maret 2011 tentang

Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan seluas ± 1.400 Ha yang seluruhnya

merupakan Hutan Lindung di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur.

Pemberian izin usaha pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKM) oleh

Walikota Balikpapan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang berdomisili di

sekitar kawasan HLSW, Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara

dengan ketentuan maksimal 15 hektar per kepala keluarga. Adapun daftar

kelompok penerima IUPHKm tersebut disajikan dalam Tabel 5 :


40

Tabel 5. Daftar Kelompok Penerima IUPHKm

No. Kelompok Luas (Ha)

1 Tunas Harapan 138,1

2 Mekar Maju 152,4

3 Sapo Jaya Mandiri 60,6

4 Mekar Bakti 244,9

5 Karet Banua 106,7

6 Mekar Tani Sejahtera 255,0

7 Harapan Sejahtera 342,4

8 Bunga Pisang 32,6

9 Tanah Leluhur 18,7

10 Bunga Salah 48,6

Jumlah 1.400

Sumber : SK IUPHKm (2011) dalam Solehudin (2015).

Rencana tata kelola kawasan areal kerja HKm adalah proses penataan

areal kerja HKm secara lebih lanjut seluas 1.400 Ha. Dalam tata kelola kawasan

tersebut, areal kerja Hkm dibagi ke dalam zona-zona sebagaimana Tabel 6 :


41

Tabel 6. Alokasi Peruntukan Pengelolaan Hkm HLSW (1.400 Ha)

Zona Peruntukan Luas Area Kebutuhan Jenis Tanaman Ket.


Border Area/Batas Lai, durian, krantungan,
zona Inti HLSW lahung, manggis, aren,
dan HKm 14 Km rambai, langsat, kledang,
I kemiri, cempedak
(14000m)

Zona Pemanfaatan
II
Area HKm
Tanaman Buah Lai, durian, krantungan,
Jangka Panjang lahung, manggis, aren,
420 Ha 30 %
(buah-buahan local rambai, langsat, kledang,
produktif) kemiri, cempedak
Tanaman Karet
560 Ha 40 %
Perkebunan
Tanaman Semusim Padi gunung, palawija, sayur,
70 Ha 5%
dll
Lain-lain Perikanan, tanaman obat,
70 Ha 5%
lebah madu, jamur tiram
Zona Perlindungan Lai, durian, krantungan,
(sungai & anak lahung, manggis, aren,
III 280 Ha 20 %
sungai) 224 HA rambai, langsat, kledang,
kemiri, cempedak
Total 1.400 Ha 100 %
Sumber : UPHLSW (2013) dalam Solehudin (2015)

4.2 Data Umum Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu:

1. Kelompok Pengelola HLSW

Hutan Lindung Sungai Wain dikelola oleh Yayasan Pro Natura dan KPHL

Balikpapan dimana keduanya memiliki cara kerja yang saling melengkapi,

yayasan pronatura fokus kepada upaya pencegahan dini terjadinya kebakaran

hutan dengan cara meningkatkan intensitas patroli didaerah daerah rawan

terutama pada musim kemarau tiba, sedangkan KPHL Balikpapan berfokus pada
42

pencarian daerah daerah rawan yang kemudian akan dibangun posko posko untuk

daerah rawan tersebut.

Pada kelompok responden ini terdiri dari 3 kelompok utama yaitu pihak

KPHL dimana pihak ini yang mengetahui kondisi administratif wilayah HLSW

pihak ini mengawasi pengelolaan yang dilakukan di wilayah tersebut serta secara

mengamati secara langsung secara berkala area area yang memiliki potensi

kebakaran, kedua yaitu pimpinan HLSW atau yayasan Pronatura yang mengelola

system HLSW yang terbagi atas beberapa kawasan serta berupaya melakukan

pencegahan dini pada daerah daerah yang memiliki potensi kebakaran, dan yang

ketiga adalah pihak petugas pengaman HLSW yang secara langsung mengetahui

kawasan kawasan di wilayah HLSW tersebut dan memantau kegiatan maupun

ancaman yang dapat memicu kebakaran hutan ataupun kerusakan lainnya di areal

HLSW.

2. Kelompok Masyarakat

Responden pada kelompok masyarakat ini umumnya adalah masyarakat di

sekitar HLSW yang bermatapencaharian sebagai petani yang mengelola sebagian

kawasan HLSW yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan kemasyarakatan.

Masyarakat tersebut mengelola kawasan HKm seluas 1.400 hektar yang dibagi

kepada 10 kelompok tani berdasarkan kepemilikan IUPHKm ,luas areal HK mini

terdapat di sekitaran Jalan Soekarno Hatta KM 19 hingga KM 24. Pada tiap

kelompok tani memiliki 10- 25 anggota berdasarkan jumlah penduduk di setiap

kelompok tani, terkait kebakaran hutan, masyarakat di sekitar kawasan HLSW


43

terutama kelompok tani memiliki satu perwakilan MPA (Masyarakat Peduli Api)

yang mana setiap perwakilan MPA akan mendapatkan pemahaman secara

langsung tentang kebakaran hutan dan lahan dari sosialisasi pengelola HLSW baik

Pronatura maupun KPHL Balikpapan.

4.3 Hasil Pengumpulan Data Dengan Wawancara Dan Pengamatan

Langsung

Berdasakan data yang telah dikumpulkan dengan wawancara yang

dilakukan terhadap responden terpilih berdasarkan tujuan penelitian, dengan

daftar pertanyaan yang sudah disiapkan (lihat pada lampiran 1), pengamatan

langsung di lapangan dan juga data data yang telah dikumpulkan oleh pihak

pengelola Hutan Lindung Sungai Wain, dimaksudkan untuk menggali informasi

sebagai berikut:

1. Kegiatan yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan di sekitar areal

Hutan Lindung Sungai Wain.

2. Waktu yang berpotensi dapat menyebabkan kebakaran hutan yang

berhubungan dengan periode musim kering.

3. Upaya pencegahan yang perlu disiapkan berdasarkan informasi yang

ditemukan.

1. Kegiatan yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan

Menurut informasi yang diperoleh berdasarkan wawancara dan

pengamatan langsung serta data data sekunder yang ada pada narasumber,
44

diketahu bahwa Hutan Lindung Sungai Wain mencatat riwayat kebakaran

terbesarnya pada tahun 1984- 1985 dan pada tahun 1998.

Kebakaran ini dipicu oleh sumber api yang berasal dari batu bara yang secara

alami terbakar dan akan terus menyala pada saat musim kemarau panjang ditahun

tersebut.

Beberapa kebakaran yang pernah dicatat oleh Hutan Lindung Sungai Wain

juga dapat dipicu oleh aktivitas manusia yang terbukti dari data yang didapat

selama beberapa tahun terakhir areal kawasan yang terbakar dominan terjadi di

areal yang dekat dengan pemukiman penduduk, yang juga berbatasan langsung

dengan Hutan Kelola Masyarakatan (HKM).

Tercatat pada tahun 2015 menurut data Tabel Kejadian Kebakaran Hutan Lindung

Sungai Wain areal HKM yang terbakar mencapai 66,6 ha dan terus menurun

seiring beberapa tahun terakhir. Aktivitas petani / peladang yang memiliki

kebiasaan membakar lahan mereka apabila akan memulai penyiapan lahan

memicu api menjalar untuk masuk kedalam areal Hutan Lindung Sungai

Wain.Hal ini berkaitan dengan penemuan titik api di lapangan berbahan bakar sisa

tebangan pohon dan rintisan kebun yang diperoleh oleh tim pengaman pengelola

Hutan Lindung Sungai Wain saat patroli berlangsung.

Selain aktivitas masyarakat yang membakar lahan untuk penyiapan

pembukaan lahan, adapula aktivitas masyarakat lain yang berpotensi

menimbulkan titik api di sekitar areal Hutan Lindung Sungai Wain seperti

mencari buah, memancing, mencari gaharu bahkan berburu. Kegiatan

perseorangan ini yang dilakukan oleh masyarakat tidak menentuk untuk kalangan
45

apapun dapat menimbulkan titik api misalnya membuang punting rokok secara

sembarangan ataupun hal - hal lainnya yang diluar kendali maupun kesaran

manusia.

Menurut informasi yang diperoleh dari masyarakat dan pengelola Hutan

Lindung Sungai Wain, pihak petugas pengamanan sering menemukan bekas api

unggun di sekitar sungani dan bekas pancingan yang menunjukkan bahwa ada

masyarakat yang telah masuk ke areal sungai wain secara ilegal. Terkadang

masyarakat yang ditemukan pada saat patroli berlangsung umumnya mengaku

hanya memancing di areal sungai wain tetapi menurut informasi ditemukan

beberapa peralatan berburu misalnya jerat hewan, senapan, parang, arit dll tidak

jarang juga tim pengelola menemukan hasil buruan yang telah mereka tangkap

sebagai barang bukti.

Pihak pengelola Hutan Lindung Sungai Wain juga pernah menemukan

sekelompok masyarakat yang sedang mencari gaharu, masyarakat ini diyakini

bukan penduduk didaerah sekitar Hutan Lindung Sungai Wain, menurut informasi

yang diperoleh masyarakat ini memasuki areal Hutan Lindung Sungai Wain

melewati akses masuk HLSW berada di poros jalan tol Balikpapan- Samarinda di

km 13 pulau Balang.

Kegiatan kegiatan yang dilakukan masyarakat di atas dapat menimbulkan titik api

dari pembakaran sisa sisa tebangan dan semak maupun api unggun yang telah

dibuat pada saat masyarakat memancing, mencari buah, mencari gaharu dan

berburu yang berpotensi menyebabkan kebakaran yang tidak terkendali disaat

musim musim musim tertentu.


46

2. Waktu yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan.

Pada umumnya waktu atau periode yang sangat berpotensi menyebabkan

kebakaran hutan adalah pada saat periode musim kering tiba di sekitar bulan Mei

hingga bulan Oktober setiap tahunnya dan periode musim kering ini akan dapat

berlangsung lama jika bertepatan dengan kondisi El nino yaitu dimana fenomena

ini terjadi akibat daripeningkatan suhu pada permukaan air laut di samudera

pasifik bagian timur dan tengah yang mengakibatkan terhambatnya proses

pembentukan awan dan hujan sehingga intensitas curah hujan pun menurun

drastis (Arini et al 2014), sehingga pada saat fenomena kemarau panjang dan El

nino terjadi di hutan Kalimantan terjadi kebakaran terbesar ditahun 1992/1993

dan di sekitar tahun 1997/1998.

Untuk peristiwa kebakaran yang tercatat di Hutan Lindung Sungai Wain pada

tahun 1984 hingga 1985 dan pada tahun 1998 yang disebabkan adanya api yang

dipicu dari batu bara secara alami terjadi pada saat dimana intensitas curah hujan

di areal Hutan Lindung Sungai Wain sangat minim sehingga kelmbaban pun

sangat rendah, yaitu saat berlangsungnya kemarau yang berkepanjangan.

Menurut hasil informasi yang didapat dari database Hutan Lindung Sungai

Wain, munculnya titik api dan juga terjadi kebakaran hutan di areal sekitar Hutan

Lindung Sungai Wain khususnya di areal Hutan Kelola Masyarakat (HKM)

sebagian besar terjadi diantara bulan Agustus hingga bulan Oktober dimana

keadaan intensitas hujan yang berubah ubah dan tidak menentu untuk daerah

Kalimantan khususnya di Hutan Lindung Sungai Wain itu sendiri.


47

Berhubungan dengan kegiatan pertanian di areal Hutan Kelola Masyarakat

menurut informasi masyarakat biasanya kegiatan pemanenan berkisar di awal

bulan hingga pertengahan bulan setiap tahunnya, dengan demikian berkaitan

dengan waktu kejadian kebakaran dan juga penemuan titik api (hotspot) di sekitar

bulan Agustus hingga bulan Oktober diperkirakan waktu yang biasa dilakukan

masyarakat untuk pembukaan lahan baru yang dapat menyebabkan potensi adanya

dan kebakaran lumayan besar.

Kemudian untuk kegiatan seperti mencari buah , memancing , berburu hingga

mencari gaharu biasanya tidak ada waktu yang khusus jadi tidak dapat

disimpulkan mengenai keterangan waktu nya yang tepat hanya saja biasanya tim

petugas pengamanan HLSW lebih sering menemukan bekas bekas sisa

pembakaran api unggun yang merupakan titik api pada saat intensitas hujan cukup

rendah.

3. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan.

Menurut Permenhut No 12/ MENHUT II/2009 tentang pengendalian

kebakaran hutan pada pasal 1 dijelaskan bahwa, pencegahan kebakaran hutan

adalah semua uasaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau

mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan, dimana hal ini sudah

termasuk dalam upaya pengendalian kebakaran hutan.

Menurut informasi yang didapatkan di lapangan berdasarkan hasil wawancara

bahwa pihak pengelola sungai wain bersama Pronatura dan juga KPHL

Balikpapan telah melakukan beberapa upaya untuk mencegah terjadinya

kebakaran hutan dan lahan.


48

Beberapa peralatan telah dioperasikan oleh pihak pengelola Hutan Lindung

Sungai Wain diantaranya adalah weather station yaitu seperangkat alat atau

instrument yang digunakan untuk mengamati kondisi atau perubahan cuaca, iklim,

atmosfer, suhu kelembaban, tekanan udara, serta intensitas cahaya matahari

disuatu wilayah dan akan merekamnya dalam bentuk data.

Selain itu tim pengelola Hutan Lindung Sungai Wain juga memiliki tim

pengamanan khusus yang bertugas untuk melihat kondisi secara langsung di

lapangan dengan adanya patroli yang dilakukan secara berkala dan akan lebih

intenst ketika musim kemarau tiba. Hasil pengamatan langsung di lapangan ini

pun akan dikelola oleh tim pengelola di Hutan Lindung Sungai Wain untuk

membuat peta peta daerah rawan kebakaran disetiap tahunnya.

Kemudian pihak HLSW bersama pronatura dan juga KPHL Balikpapan

akan mengadakan kegiatan patroli bersama jika terjadinya kebakaran di areal

sekitar Hutan Lindung Sungai Wain yang nantinya akan dibangun posko posko

untuk setiap daerah rawan tersebut.

Menurut hasil wawancara dengan masyarakat untuk bebrapa tahun

bebebrapa tahun belakangan ini sudah terjadi penurunan penemuan hotspot dan

juga kebakaran lahan di areal Hutan Kelola Masyarakat (HKM) dikarenakan

adanya sosialisasi dari


pihak HLSW bersama Pronatura dan juga KPHL Balikpapan kepada masyarakat

khususnya petani/ peladang yang dihimbau untuk meminimalisir segala bentuk

kegiatan yang menggunakan api, masyarakat juga diajarkan untuk membuat sekat

bakar jika akan membakar lahan mereka untk persiapan lahan. Masyarakat juga

dihimbau untuk menerapkan sistem cincang untuk persiapan lahan tersebut.

Selain itu pihak HLSW bersama MANGGALA AGNI juga memebentuk

Masyarakat Peduli Api (MPA) yang merupakan perwakilan masyarakat di setiap

kelompok tani yang nantinya akan dibutuhkan untuk ada di lapangan dalam aksi

pencegahan kebakaran hutan dan lahan bersama MANGGALA AGNI dan juga

tim pengamanan HLSW.

MPA ini juga dihimbau untuk menyampaikan serta memberikan

pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya api, kebakaran hutan dan juga

penanggulangan dini kebakaran lahan yang seandainya terjadi pada laham

pertanian milik mereka.

Dengan demikian menurut masyarakat, mereka pun sadar akan bahaya api serta

sudah paham tentang masalah kebakaran hutan dan lahan hanya saja masyarakat

menyampaikan perlunya peralatan peralatan yang lebih lengkap untuk

pemadaman api sehingga kebakaran dapat di kendalikan tanpa menunggu perlatan

dari pihak HLSW maupun MANGGALA AGNI, karena sampai sekarang

masyarakat hanya memanfaatkan perlatan pertanian sederhana yang mereka miliki

untuk memadamkan api jika terjadi kebakaran lahan sehingga api tidak masuk

kedalam areal Hutan Lindung Sungai Wain.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kebakaran yang terjadi di Hutan Lindung Sungai Wain sebagian besar

disebabkan aktivitas masyarakat di dalam dan sekitar areal Hutan Lindung

Sungai Wain terutama aktivitas pembakaran lahan yang dilakukan oleh petani

pemilik IUPHKM di kawasan tersebut.

2. Titik api yang ditemukan di dalam dan sekitar Hutan Lindung Sungai Wain

dipicu oleh kegiatan ilegal perseorangan yang masuk kedalam kawasan

tersebut seperti memancing, mencari buah, mencari gaharu dan berburu.

3. Waktu yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan di dalam

dan sekitar Hutan Lindung Sungai Wain berkisar antara bulan Agustus

hingga bulan Oktober dan menjadi lebih riskan ketika berlangsung fenomena

El Nino, karena musim kering tersebut akan berkepanjangan.

4. Upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang telah dilakukan di Hutan

Lindung Sungai Wain antara lain perlengkapan alat stasiun cuaca yang

merekam kedalam data, patroli pengamanan oleh tim pengelola HLSW,

pembentukan MPA pada kelompok masyarakat tani dan juga sosialisali

sosialisai kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat.


51

5.2 Saran

1. Peningkatan pengamanan pada batas batas areal di sekitar Hutan Lindung

Sungai Wain yang umumnya memiliki akses masuk dari luar daerah dan juga

pada kawasan yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan terutama pada

saat musim kering/ kemarau.

2. Perlunya pelatihan pemadaman kebakaran secara khusus untuk masyarakat di

sekitar HLSW terutama pemilik IUPHKM.

3. Peningkatan persedian alat pemadaman mandiri disetiap kelompok tani agar

pencegahan dini dapat dilakukan secara terkendali.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad S. 2002. Cuaca Kebakaran Hutan Kaitannya dengan Upaya Pencegahan


Kebakaran Hutan di Indonesia. Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara

Arini EY, Hidayat R, dan Faqih A. 2014. Simulasi curah hujan di Kalimantan
dengan regional climate model 4 (RegCM4) saat el nino southern
oscillation (ENSO) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 2018. Curah Hujan


Tahunan. Balikpapan. Tersedia : https://www.bmkg.go.id. Diakses pada
September 2020.

Badan Pengelola- Hutan Lindung Sungai Wain. 2003. Pengelolaan Hutan


Lindung Sungai Wain. Makalah Evaluasi Pengelolaan Lingkungan
Hidup Kota Balikpapan, 10 Januari 2003 (tidak diterbitkan).

Brown, Arthur A. & K.P. Davis, 1973. Forest Fire Control and Use. 2nd ed. New
York, NY : McGraw-Hill Book Company.

Buingin, H. M.B. 2007. Penelitian Kualitatif: komunikasi, ekonomi, kebijakan


publik dan ilmu sosial lainnya. Prenada Media Group, Jakarta

Chandler, C.P. Cheney, L. Trabaud and D. Williams. 1983a. Fire in Forestry Vol.
I Forest Fire Behaviour and Effects. John Wiley and Sons, Inc.
Canada.

Deeming. John E. 1995. Pengembangan Sistem Penilaian Kebakaran Hutan di


Propinsi Kalimantan Timur. Laporan Akhir Disampaikan kepada
Deutsche Desellschaft Fuer Technische Zusammenaebeit (GTZ)
GmbH. Postfach 51 80 65726 Eschborn. Republik Federal Jerman.
Tidak Dipublikasikan.

Dyang Falila Pramesti , M. Tanzil Furqon , dan Candra Dewi. 2017. Implementasi
Metode K-Medoids Clustering Untuk Pengelompokan Data Potensi
53

Fuller, M. 1991. Forest Fore An Introduction to Wildland Behaviour,


Management, Firefighting and Prevention. John Wiley and Sons Inc.
Canada.

Kebakaran Hutan/Lahan Berdasarkan Persebaran Titik Panas (Hotspot). Fakultas


Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Keetch, J. and J. Byram. 1988. A Drought Index for Forest Control. US


Department of Agriculture Forest Science Southestern Forest
Experiment Station Asheville. North Carolina.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 129/Menhut-II/2011 tentang Penetapan


Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan seluas ± 1.400 ha di Kota Balikpapan
Provinsi Kalimantan Timur oleh Menteri Kehutanan. Jakarta.

Kingston, B. and S. Ramadhan. 1981. Forest Fire Management. Food Agriculture


Organization of United Nations in Cooperation with Directorate
General of Forestry of The Government of Indonesia. Bogor.

Menteri Kehutanan RI. 1996. Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 195
Tahun 1996 tentang Definisi Kebakaran Hutan.

Rasyid, F. 2014, Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan (Edisi 1 No. 4,


Oktober – Desember 2014, p.47-59). Lokakarya Regional Ikatan
Widyaiswara Indonesia (IWI) Provinsi Banten.

Rujehan. 2010. Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW)


Kalimantan Timur. Disertasi Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya, Malang. pp. 26

Saharjo,, B.H. 1997. Mengapa Hutan dan Lahan Terbakar. Harian Republika. 29
September 1997.

Solehudin, 2015. Pengembangan Instrumen Evaluasi Hutan Kemasyarakatan dan


Ujicoba Penerapannya di Hutan Lindung Sungai Wain Kota
Balikpapan. Program Studi Magister Ilmu Kehutanan. Program
Pascasarjana Universitas Mulawarman Samarinda.

Schroeder, M.J. and C. C. Buck. 1970. Fire Weather. Agriculture Handbook 360.
US Department of Agriculture Forest Service. USA

Suratmo, F.G. 1985. Ilmu Perlindungan Hutan. Bagian Perlindungan Hutan


Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
54

Syaufina. L. 1988. Pola Penyebaran Kebakaran Hutan berdasarkan Musim di Jawa


Tengah. Skripsi Mahasiswa Jurusan Manajeman Hutan Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.
Triani., W. 1995. Keterkaitan Kebakaran Hutan dengan Faktor-faktor Iklim di
KPH Banyuwangi Selatan Perum Perhutani Unit II Jawa timur.
Skripsi Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Young R.A. and R.L. Giese. 1991. Introduction to Forest Fire. John Wiley and
Sons Inc. Toronto Canada.
Lembar Kuisioner

Aktivitas Masyarakat di Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain

IDENTITAS RESPONDEN

No
Nama Responden

Tgl
a. 16 - 25 tahun
Usia b. 26 – 50 tahun

c. > 50 tahun

a. Perempuan
Jenis Kelamin
b. Laki laki

a. Tidak sekolah

b. SD
Pendidikan Terakhir c. SMP

d. SMA

e. Diploma / Sarjana

Pekerjaan
56

DAFTAR PERTANYAAN

NO PERTANYAAN

1. Apakah pernah mendengar tentang kebakaran hutan diareal/ kawasan Hutan

Lindung Sungai Wain?

a. Pernah

b. Tidak pernah

2. Jika pernah, seberapa sering terjadi kebakaran hutan di Hutan Lindung

Sungai Wain?

Jawab : Jawab:

3. Apakah ada musim tertentu terjadi kebakaran hutan?

a. Musim bulan kering (Mei – Oktober)

b. Musim tertentu, contohnya…..

4. Bagian mana dari kawasan Hutan Lindung Sungai Wain yang dominan

terjadi kebakaran?

Jawab:

Jawab:

5. Apakah pernah pernah berada di dalam kawasan Hutan Lindung Sungai

Wain?

a. Pernah
57

b. Tidak pernah

6. Apakah pernah menginap/ camping di dalam Hutan Lindung Sungai Wain?

a. Pernah

b. Tidak pernah

7. Jika pernah, pada bulan apa dan berapa hari menginap / camping?

Jawab:

Jawab:

8. Aktivitas apa yang dilakukan di dalam Hutan Lindung Sungai Wain?

a. Mencari buah

b. Memancing

c. Berburu

d. Lainnya, ………..

9. Untuk jawaban no 8, biasanya dilakukan pada saat kapan? Apakah ada

bulan dan musim tertentu?

Jawab:

Jawab:
58

10. Selama melakukan aktivitas di dalam Hutan Lindung Sungai Wain, apakah

pernah menggunakan api?

a. Pernah

b. Tidak pernah

Contohnya,……
59

Tabel Rekapitulasi Data Kuisioner

KEGIATAN DIDALAM/
NO NAMA PEKERJAAN BULAN MENGGUNAKAN API WAKTU KETERANGAN
SEKITAR HLSW
1 Agusdin Pimpinan HLSW Patroli / Pengecekan Setiap bulan Pernah Tidak menentu Untuk masak dll
2 Yandi Perwakilan KPHL Patroli / Pengecekan Bulan musim kering Tidak pernah Tidak menentu
3 Haidir Petugas HLSW Patroli pengamanan Setiap bulan Pernah Tidak menentu Untuk masak dll
4 Tris Petugas HLSW Patroli pengamanan Setiap bulan Pernah Tidak menentu Untuk masak dll
5 Kamarudin Petugas HLSW Patroli pengamanan Setiap bulan Pernah Tidak menentu Untuk masak dll
6 Lalung Petugas HLSW Patroli pengamanan Setiap bulan Pernah Tidak menentu Untuk masak dll

KEGIATAN DIDALAM/
NO NAMA PEKERJAAN BULAN MENGGUNAKAN API WAKTU KETERANGAN
SEKITAR HLSW
Untuk pembakaran
1 Sano Petani Berladang Hampir setiap bulan Pernah
sisa pertanian
Musim kering/Hampir setiap
2 Hamirudin Petani/MPA Pengecekan/Berladang Tidak pernah
bulan
3 Anugerah Petani/MPA Mencari buah Sekitar bulan 12-1 Tidak pernah
4 Rahmadi Petani Mencari buah Sekitar bulan 12-1 Tidak pernah
5 Agustinus Petani/MPA Mencari buah Sekitar bulan 12-1 Tidak pernah
6 Martinus Petani Mencari buah Sekitar bulan 12-1 Tidak pernah
7 Khairul Petani Mencari buah Sekitar bulan 8-12 Tidak pernah
Untuk membuat api
8 Agus Petani Memancing Tidak menentu Pernah
unggun
Untuk pembakaran
9 Khomar Petani Berladang Hampir setiap bulan Pernah
sisa pertanian
10 Jainal Petani Mencari buah Sekitar bulan 12-1 Tidak pernah
Informasi dari
11 A Berburu Ditemukan bekas api unggun
petugas saat patroli

Informasi dari
12 B Berburu Ditemukan bekas api unggun
petugas saat patroli

Informasi dari
13 C Memancing Ditemukan bekas api unggun
petugas saat patroli

14 D Mencari gaharu Ditemukan bekas api unggun


15 E Mencari gaharu Ditemukan bekas api unggun
16 F Mencari gaharu Ditemukan bekas api unggun
17 G Mencari gaharu Ditemukan bekas api unggun
60

Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2015

KEJADIAN KEBAKARAN
DI DALAM DAN SEKITAR KAWASAN HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN
TAHUN 2015

KOORDINAT UTM UPS LUAS


NO TANGGAL LOKASI BAHAN BAKAR
SUMBU X SUMBU Y (HA)
1 29 Agust 2015 485924 9880583 1 KM.21 Areal HKm - HLSW Rintisan & Tebangan Pohon
2 2-Sep-15 486693 9880701 2.5 KM.21 Areal HKm - HLSW Rintisan & Tebangan Pohon
3 7-Sep-15 488365 9881346 2.5 KM.24 Areal HKm-HLSW Rintisan & tebangan Pohon
4 7-Sep-15 484953 9876744 0.5 KM.20 Areal HKm-Hlsw Kebun Buah & Semak Belukar
5 7-Sep-15 489118 9882536 3 Areal Inhutani Semak Belukar
6 7-Sep-15 488434 9880076 0.5 KM.24 Areal HKm-HLSW Rintisan Kebun
7 9-Sep-15 485874 9880115 0.6 KM.21 Areal HKm - HLSW Rintisan & Tebangan Pohon
8 14 -16 sep 2015 486146 9880640 7 KM.21 Areal HKm - HLSW Rintisan & Tebangan Pohon Masyarakat
9 23-Sep-15 486212 9879821 2 KM.21 Areal HKm - HLSW Semak Belukar
10 24-Sep-15 482405 9873451 0.5 Selok Bugis HLSW Lahan Gambut
11 24-Sep-15 480452 9872377 0.25 Kampung Sungai Wain Semak Belukar
12 27-Sep-15 487764 9880956 2.1 KM.24 Blok Inti HLSW Sekunder Muda
13 02 Okt 2015 480750 9872643 0.5 Selok Bugis HLSW Lahan Gambut
14 05 Okt 2015 489566 9879476 0.5 KM.24 HLSW Semak Belukar
15 14 Okt 2015 486154 9877168 2 KM.20 Semak Belukar
16 14 - 15 Okt 2015 480730 9872394 15 Selok Bugis HLSW Lahan Gambut
17 15 Okt 2015 486298 9883211 3 Areal Inhutani Semak Belukar & Kebun Sawit
18 21 Oktober 2015 485111 9876412 10 KM. 20 Areal HKm-HLSW Semak Belukar, Kebun Pisang, Kebun Karet
19 22 Oktober 2015 484402 9877789 40 KM. 20 Areal HKm-HLSW Semak Belukar, Kebun Pisang, Kebun Karet, Kebun Buah & pondok
20 19-30 Oktober 2015 478700 9882700 818 Pos 4 - Gazebo 2 (Utara-Tempadung)
Hutan sekunder Tua (bekas terbakar tahun 1998) + batu bara
TOTAL LUAS 911.45
61

Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2016

KEJADIAN KEBAKARAN
DI DALAM DAN SEKITAR KAWASAN HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN
TAHUN 2016

KOORDINAT UTM UPS LUAS


NO TANGGAL LOKASI BAHAN BAKAR
SUMBU X SUMBU Y (HA)
1 25 Januari 489143 9881482 0.5 Areal HKm HLSW Rintisan kebun
2 28 Januari 489704 9881801 5 areal Inhutani Ilalang,Semak belukar
3 06 Februari 487974 9880297 3 Areal HKm HLSW Rintisan kebun
4 10 Februari 484942 9880133 3.6 Blok Inti Hlsw Hutan Sekunder Tua
5 10 Februari 484752 9880718 3.3 Blok Inti Hlsw Hutan Sekunder Tua
6 04 Februari 485654 9880125 0.5 Areal HKm HLSW Rintisan kebun
7 20 februari 488079 9880982 0.25 areal hkm Rintisan kebun
8 01 maret 487982 9879784 0 Areal hkm Rintisan kebun
9 07 maret 485806 9879559 0 Areal HKm Rintisan kebun
10 08 maret 488320 9880077 0.9 areal HKm Rintisan kebun
11 23 maret 487096 9879800 0 Areal HKm HLSW Rintisan kebun
12 10 agustus 486198 9880971 0 Areal HKM HLSW Rintisan kebun
13 27 September 489255 9880701 0.5 Areal HKM hlsw Rintisan kebun
14 29-Sep 475841 9876401 4.2 Kebun Mayarakat Rintisan dan semak belukar
15 2 Oktober 476104 9875218 3.2 Kebun Mayarakat Rintisan dan semak belukar
16 12 oktober 476498 9873750 3 Kebun Mayarakat Rintisan dan semak belukar
17 23 Oktober 479419 9871387 3.2 Kebun Mayarakat Rintisan dan semak belukar
18 2-Nov 480823 9872176 3.4 Kebun Mayarakat Rintisan dan semak belukar
19 16-Nov 484804 9876717 2 Blok Inti Hlsw Hutan Sekunder Tua
20 24-Nov 488810 9883045 5 Kebun Masyarakat Ilalang,Semak belukar
21 26-Nov 488493 9883415 4 Kebun Masyarakat Ilalang,Semak belukar
TOTAL LUAS 45.55
62

Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2017

KEJADIAN KEBAKARAN
DI DALAM DAN SEKITAR KAWASAN HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN
TAHUN 2017

KOORDINAT UTM UPS LOKASI KEJADIAN


NO TANGGAL KEJADIAN LUAS ( HA )
Sumbu X Sumbu Y DI DALAM HLSW DI SEKITAR HLSW
1 09 Februari 2017 485198 9875924 2 √

2 10 februari 2017 476025 9875032 3 √

3 16 februari 2017 486120 9883159 2 √

4 16 februari 2017 476007 9877005 1 √

5 10 Agustus 2017 485652 9874389 1 √

6 10 Agustus 2017 480875 9872295 2 √

7 10 Agustus 2017 485815 9883927 4 √

8 4-Sep-17 484952 9874942 1.5 √

9 19-Sep-17 485461 9874449 0.5 √

TOTAL LUASAN 17
63

Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2018

KEJADIAN KEBAKARAN
DI DALAM DAN SEKITAR KAWASAN HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN
TAHUN 2018

KOORDINAT UTM UPS LOKASI KEJADIAN


NO TANGGAL KEJADIAN LUAS ( HA )
Sumbu X Sumbu Y DI DALAM HLSW DI SEKITAR HLSW AREAL HKM KBR
1 11 Agustus 2018 478923 9871541 2 √
2 16 Agustus 2018 479855 9871591 1 √
3 11-Sep-18 485416 9877108 0.5 √
4 18-Sep-18 484136 9883398 3 √
5 4-Oct-18 485784 9883475 4 √
TOTAL LUASAN 10.5
64

Tabel Kejadian Kebakaran HLSW Tahun 2019

KEJADIAN KEBAKARAN
DI DALAM DAN SEKITAR KAWASAN HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN
TAHUN 2019

KOORDINAT UTM UPS LUAS


NO TANGGAL LOKASI BAHAN BAKAR
SUMBU X SUMBU Y (HA)
A. TITIK API KETEMU LANGSUNG 18.31
1 8/3/2019 479387 9871309 0.3 SEKITAR HLSW Semak belukar
2 8/9/2019 485959 9880362 0.25 HKM Kebun
3 8/12/2019 477449 9872856 0.25 SEKITAR HLSW Semak belukar
4 8/17/2019 476593 9876868 2 SEKITAR HLSW Semak belukar
5 8/18/2019 479103 9870286 1 SEKITAR HLSW Semak belukar
6 8/18/2019 479487 9870509 0.25 SEKITAR HLSW Semak belukar
7 8/31/2019 484673 9883126 10 SEKITAR HLSW Semak belukar
8 9/12/2019 484282 9874359 0.01 Depan KRB Kebun
9 9/13/2019 480385 9870545 1 JL.PDAM KM 13,Kariangau Semak belukar
10 9/13/2019 478297 9871575 2 JL.Peti Kemas KM.13,Kariangau Semak belukar
11 9/21/2019 481959 9873540 0.25 JL.Peti Kemas KM.13,Kariangau Semak belukar
12 9/23/2019 482711 9873448 1 Sungai Wain KM.15 Kebun Masyarakat
B. TITIK API BERDASARKAN HOT SPOT SATELIT NASA 238
1 9/14/2019 485641 9884352 AREAL PT. INHUTANI 1 Semak Belukar,ilalang
2 9/14/2019 485982 9884480 AREAL PT. INHUTANI 1 Semak Belukar,ilalang
3 9/14/2019 486674 9884498 AREAL PT. INHUTANI 1 Semak Belukar,ilalang
TOTAL LUAS 256.31
65

Daftar Lampiran Gambar Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Dokumentasi temuan bekas sampah oleh seseorang atau


kelompok selain petugas HLSW

Gambar 2. Dokumentasi temuan bekas sampah oleh seseorang atau


kelompok selain petugas HLSW
66

Gambar 3. Dokumentasi pembakaran ladang diwilayah HKM

Gambar 4. Dokumentasi pembakaran ladang diwilayah HKM.


67

Gambar 5. Dokumentasi pembukaan ladang dikawasan HKM yang


berbatasan dengan wilayanh HLSW.

Gambar 6. Dokumentasi bekas pembukaan ladang dikawasan HKM yang


berbatasan dengan wilayanh HLSW.
68

Gambar 7. Dokumentasi kawasan HKM yang berbatasan dengan wilayah


HLSW.

Gambar 8 Dokumentasi pal batas kawasan HKM dan wilayah HLSW.


69

Gambar 9. Dokumentasi kawasan Hutan Kemasyarakatan Hutan Lindung


Sungai Wain.

.
Gambar 10. Dokumentasi kawasan Hutan Kemasyarakatan Hutan Lindung
Sungai Wain.
70

Gambar 11. Dokumentasi usaha pencegahan api dapat menyala di areal


batubara Hutan Lindung Sungai Wain.

Gambar 12. Dokumentasi upaya pencegahan api yang menyala di areal


batubara Hutan Lindung Sungai Wain.
RIWAYAT HIDUP

DELTA AMARA JULIET, Lahir di Kota Balikpapan,

Kalimantan Timur pada Tanggal 26 Juli 1997 merupakan

anak pertama dari 4 (empat) bersaudara. Putri pasangan

Bapak Achmadi Achmad dan Ibu Meytha Yuliana Lasut.

Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 003

Balikpapan Tengah dan lulus pada Tahun 2009. Kemudian melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menegah Pertama Negeri 1 Balikpapan dan lulus pada

Tahun 2012. Kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Balikpapan dan lulus pada Tahun 2015. Kemudian

setahun setelahnya yaitu pada tahun 2016 melanjutkan pendidikan ke Fakultas

Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda melalui jalur Seleksi Bersama

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama menjalani pendidikan di Fakultas Kehutanan Universitas

Mulawarman penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan yang diselenggarakan

oleh organisasi di lingkup kampus di antaranya adalah:

1. Sebagai peserta : Percepatan Adaptasi Mahasiswa Baru (PAMB) Universitas

Mulawarman pada tahun 2016;

2. Sebagai peserta : Percepatan Adaptasi Mahasiswa Baru (PAMB) Fakultas

Kehutanan Universitas Mulawarman pada tahun 2016;

3. Sebagai peserta : Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR) XXXII

MAPFLOFA FAHUTAN UNMUL pada tahun 2017;


72

4. Anggota MAPFLOFA FAHUTAN UNMUL pada tahun 2017 sampai dengan

sekarang;

5. Sebagai panitia : Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR) XXXIII

MAPFLOFA FAHUTAN UNMUL pada tahun 2017;

6. Sebagai panitia : Percepatan dan Adaptasi Mahasiswa Baru (PAMB) di

Fakultas Kehutanan UNMUL pada tahun 2018;

7. Sebagai panitia : Malam Keakraban Rimbawan (MKR) pada tahun 2018;

8. Sebagai panitia: LIGA FAHUTAN pada tahun 2018;

9. Anggota LEM SYLVA MULAWARMAN KABINET LINTANG TROPIS

pada tahun 2018;

10. Kepala Departemen BISFUND di LEM SYLVA MULAWARMAN pada

tahun 2018;

11. Peserta Program Kuliah Kerja Nyata Desa Sejahtera Mandiri (KKN - DSM)

Angkatan 45 Desa Tanjung Isuy, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai

Barat Tahun 2019;

12. Peserta Praktek Kerja lapangan (PKL) di Hutan Pendidikan Fakultas

Kehutanan Tahun 2020;

13. Asisten Praktikum Mata kuliah Dendrologi dan Ekologi Hutan pada tahun

2017/2018.

Anda mungkin juga menyukai