Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN BENCANA

RESUME MATERI KULIAH KEPERAWATAN BENCANA


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan
Bencana

Dosen Pembimbing : Merina Widyastuti,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :
ENJANG WAHYU BUDIARTI

2011012

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN PARALEL


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
TA. 2021/2022
Bencana menurut UU No 24
Dalam undang-undang no 24 tahun 2007 ini yang dimaksud dengan:
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
3. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,
dan wabah penyakit.
4. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan olehperistiwa atau serangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
6. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya
untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
7. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
8. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang.
9. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
10. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana
dan sarana.
11. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
12. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
13. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bencana
Menurut Perka BNPB No. 11 Tahun 2008, rehabilitasi dan rekonstruksi memiliki tujuan yang
sama namun berbeda pengertian. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. Adapun rekonstruksi
adalah perumusan kebijakan dan
usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk
membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana, dan system kelembagaan, baik
di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah
pasca bencana. Secara garis besar, rehabilitasi dan rekonstruksi memiliki tahapan yang tidak jauh
berbeda, yaitu sama-sama merupakan tanggung jawab Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
yang terkena bencana dan juga dikoordinasikan oleh BNPB dan/atau BPBD sesuai dengan status
dari bencananya. Gambar 1 menunjukkan konsep rehabilitasi dan rekonstruksi berdasarkan Perka
BNPB No 11 tahun 2008.
Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi sangat krusial melalui proses panjang yang melibatkan
banyak pihak dan memerlukan dukungan dana. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada tahap pasca
bencana, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah (Pemda) bertanggung jawab atas
keberlangsungan tindakan rehabilitasi dan rekonstruksi. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan
oleh Satuan Kerja (Satker) Pemerintah Daerah atau lembaga lain yang terkait dengan BPBD
sebagai koordinatornya. Rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan program dari Pemerintah Pusat
dan Daerah sehingga anggarannya harus dialokasikan secara proporsional. Dalam kondisi
anggaran yang mencukupi, Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan APBD untuk dana
penanggulangan bencana. Tetapi jika APBD tidak memadai/mencukupi, Pemerintah Daerah
diperkenankan untuk meminta bantuan dana ke Pemerintah Provinsi ataupun Pemerintah dengan
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.
Bencana Tanah Longsor
A. Pengertian

Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor (landslide)
merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis
basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang
getaran atau gempa juga menyokong terjadinya tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah
longsor terjadi akibat adanya reruntuhan geser disepanjang bidang longsor yang merupakan
batas bergeraknya massa tanah atau batuan (Hardiyatmo, 2006: 2).

Gerakan tanah adalah proses perpindahan suatu masa batuan/tanah akibat gaya
gravitasi. Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah/batuan dan
secara umum diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya
karena pengaruh gaya berat (Noor, 2006: 106).

B. Poses Terjadinya Tanah Longsor

Arsyad (1989) mengemukakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya


suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri
dari tanah liat (mengandung kadar tanah liat) seteluh jenuh air akan bertindak sebagai
peluncur lonsoran akan terjadi jika terpenuhi 3 keadaan berikut:

a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur
kebawah
b. Aadanya lapisan dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang
akan menjadi bidang luncur dan
c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah tepat diatas kedap air
tersebut menjadi jenuh

C. Jenis-jenis Tanah Longsor

Gerakan massa (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang besar di
sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan massa ini bergerak ke bawah material
pembentuk lereng berupa tanah, batu, timbunan buatan atau campuran dari material lain.
Menurut Cruden dan Varnes (1992) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:15),

karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam antara lain;

a. Jatuhan (falls)

b. Robohan (topples)

c. Longsoran (slides)

d. Sebaran (spreads)

e. Aliran (flows)

D. Usaha-usaha menanggulangi tanah longsor


1. Strategi penanggulangan bencana longsor sebagai berikut:
a. Mengenali daerah yang rawan terjadinya tanah longsor. Terutama di sekitar lereng
yang curam.
b. Jangan Bangun Pemukiman atau fasilitas di daerah yang rawan bencana terutama
bencana tanah longsor
c. Menjaga Drainase Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng,
menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar
lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air
ke dalam tanah
d. Membuat terasering dengan sistem drainase yang tepat. drainase pada teras - teras
dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah
e. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang
tepat. Hal ini untuk bisa menahan air sehingga bencana tanah longsor bisa di
minimalisir.
f. Jika ingin mendirikan bangunan, gunakan fondasi yang kuat. sehingga akan kokoh
saat terjadi bencana
g. Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam
tanah.
h. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).

2. Upaya yang dapat dilakukan dalm penanggulangan bahaya longsor (Nandi, 2007) adalah
sebagai berikut:
a. Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
permukiman
b. Buatlah terasering
c. Segera menutup retakan dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah
memalui retakan .
d. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.
e. Jangan menebang pohon di lereng.
f. Jangan membangun rumah di bawah tebing.
g. Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yag terjal.
h. Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak.
E. Tahap Mitigasi Bencana Tanah longsor (Nandi, 2007)
a. Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang kerawanan bencana alam geologi di suatu
wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah/kota dan provinsi
sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari
bencana.
b. Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan
dalam perncanaan penanggulangan bencana dan rencana penggembangan wilayah.
c. Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat
diketahui penyebab dan cara penanggulangannya.
d. Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara
ekonomi dan jasa agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan
masyarakat yang bertempat tinggat di daerah tersebut.
e. Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota atau
masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang
ditibulkannya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain mengirimkan
poster, booklet dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan
aparat pemerintah.
f. Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara
penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.

Manajemen Rumah Sakit Lapangan


 Indonesia merupakan negara rawan bencana baik bencana alam, bencana non-alam dan
sosial
 Bencana alam dan bencana kompleks dapat mengakibatkan sejumlah besar korban yang
melebihi kemampuan system pelayanan kesehatan setempat untuk memberikan
perawatan yang diperlukan. Kerusakan infrastruktur perawatan kesehatan selanjutnya
akan mengganggu penyediaan layanan kesehatan
 Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas umum sering mengalami gangguan fungsional
maupun struktural akibat bencana internal
Beberapa alasan RS lapangan perlu didirikan
1. Rumah sakit yang ada tidak dapat menampung semua korban
2. Rumah sakit yang ada tidak berfungsi secara optimal
3. Rumah sakit yang ada sulit dijangkau dari lokasi bencana
Tujuan didirikannya RS Lapangan
 Menyediakan perawatan medis emergensi (48 jam pertama)
 Memberikan perawatan lanjutan untuk kasus trauma, kegawatdaruratan dan perawatan
kesehatan rutin (Hari ke 3-15)
 Bertindak sebagai fasilitas sementara untuk menggantikan instalasi fasilitas kesehatan
yang rusak sambil menunggu perbaikan atau rekonstruksi (bulan kedua-beberapa tahun).
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengiriman SDM RS lapangan

 Tenaga yang dimobilisasi bersifat situasional bergantung pada bencana yang terjadi
 Tenaga lokal dapat disiapkan untuk mendukung tim inti yang bertugas
 Masa tugas ≤14 hari dan berkesinambungan dengan tim pengganti yang akan bertugas
setelah serah terima dengan tim sebelumnya
 Penyediaan tenaga dilaksanakan secara bertahap & disesuaikan dengan jenis pelayanan &
waktu yang disediakan
Emergency Medical Team (EMT)
kelompok profesional kesehatan yang memberikan perawatan klinis langsung kepada populasi
yang terkena dampak oleh bencana atau wabah dan kegawatdaruratan sebagai peningkatan
kapasitas untuk mendukung sistem kesehatan local

Pendirian Tenda Rumah Sakit Lapangan


1. Menetapkan tata letak (site plan) RS lapangan berdasarkan prioritas
2. Menyiapkan lokasi atau lahan untuk pendirian tenda serta sarana dan fasilitas pendukung
yang akan digunakan
3. Mempersiapkan sistem drainase untuk menghindari genangan air
4. Membersihkan permukaan lokasi pendirian tenda dari benda tajam yang dapat merusak
tenda
5. Menyiapkan pembatas (pagar) sebagai pengaman dan menetapkan satu pintu masuk dan satu
pintu keluar untuk membatasi keluar masuk orang yang tidak berkepentingan
6. Mendirikan tenda berikut secara berurutan sesuai prioritas
Pandemi Covid 19
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan
coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia

Penularan
Virus ini ditularkan melalui kontak langsung dengan percikan dahak dari orang yang terinfeksi
(melalui batuk dan bersin), dan jika menyentuh permukaan yang terkontaminasi virus. Virus
ini dapat bertahan selama beberapa jam di permukaan, tetapi disinfektan sederhana dapat
membunuhnya.

Gejala Covid 19
Pada kasus yang lebih parah, infeksi dapat menyebabkan pneumonia atau kesulitan bernapas.
Walaupun jarang terjadi, penyakit ini bisa berakibat fatal. Gejala-gejala ini mirip dengan flu
(influenza) atau pilek biasa, yang jauh lebih umum daripada COVID-19. Untuk itulah diperlukan
pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah seseorang menderita infeksi novel
coronavirus. Penting untuk diingat bahwa langkah-langkah pencegahan utamanya sama – sering
cuci tangan, menutup mulut dan hidung ketika batuk atau bersin dengan bagian dalam siku atau
dengan tisu, lalu buang tisu ke dalam tempat sampah yang tertutup. Selain itu, tersedia juga
vaksin untuk flu – jadi pastikan Anda dan anak Anda mendapatkan vaksin flu yang sudah
diperbarui. 

Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal pandemi

 Penyakit ringan ada40% kasussembuh setelah1 minggu

 penyakit sedang termasuk pneumonia 40%

 penyakit parah15% kasus

 kondisi kritis5% kasus


Pada kasus berat akan mengalami ARDS, sepsis dan syokseptik, gagal multiorgan, termasuk
gagal ginjal atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian

Orang lanjut usia(lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti
tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko lebih besar
mengalami keparahan.

Triage Pre-hospital
 Disebutjugatelepontriage
 PasienrujukanRS/Puskesmas
 Data dikirimmelaluiWAG,Tilp
 Review olehTim AhliKlinik
 Pengambilankeputusanatasdasar asilreview: epidemiologi, Klinik, pemeriksaan
Penunjang
 Kesimpulan:MasukIGD Covid/ Non Covid

Pre-Triage / Skrining Awal

 Untuk skrining Covid atau non Covid


 Jarak2 m atau penyekat trasparan ketinggian1.2 m memisahkan pasien dari staf
 Fasilitas ini terbuka (tanpa pintu) agar ada ventilasi alami yang baik
 Tool :Form Skrining Covid19
 Memakai APD level 2

Triage Kegawatan
 Klasifikasi pasien berdasarkan kegawatan
 Menggunakan protocol triage
 Alat:Vital sign monitor, mesinECG, Blood Glucose test
 Tujuan:Memilahpasienagar mendapatkan tempat yang benar pada respon waktu penanganan
yang tepat dengan
 Ketersediaan perawatan yang sesuai
 Petugas: sudah mendapatkan pelatihan triage
 Pengkajian: pendekatansystem SOAP
 APD petugas: level 3
A. Bencana Gunung Meletus
A. Pengertian Gunung Berapi
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan
sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang
memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan
bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. Suatu
gunung berapi merupakan bentukan alam dari pecahan yang terjadi di kerak dari benda langit
bermasa planet, seperti Bumi, di mana patahan tersebut mengakibatkan lava panas, abu
vulkanik dan gas bisa keluar dari dapur magma yang terdapat di bawah permukaan bumi.
B. Penyebab Gunung Meletus
Kerak bumi memberikan sebuah tekanan besar pada mantel magma yang cenderung
terhadap keuntungan pada setiap titik lemah yang berada di atas kerak bumi, yang terbentuk
oleh beberapa patahan, untuk naik dan keluar di atas permukaan. Gunung berapi dengan
bentuk kerucut yang khas terbentuk menjadi banyak lapisan dari letusan lava terpadatkan
selama ratusan ribu tahun. Hal tersebut merupakan kehidupan normal gunung berapi. Pada
titik ini, mengingat banyaknya gunung berapi di dunia, kita bisa bertanya-tanya bagaimana
magma dari mantel bisa begitu mudah keluar melalui kerak bumi.
Jawabannya terletak pada mantel yang sama, hal ini ditunjukkan oleh gerakan-gerakan
konvektif besar yang menyebabkan turunnya magma bagian atas yang lebih dingin,
digantikan oleh magma bagian dalam yang lebih panas dalam siklus terus menerus, mirip
dengan air mendidih dalam ketel. Konveksi aliran ini banyak terdapat di dalam mantel dan
bergerak seperti ban berjalan, mampu bergerak seluas kerak bumi. Untuk alasan ini, dibagi
menjadi banyak lempeng kerak yang bergerak antara satu dengan lainnya beberapa
centimeter setiap tahun. Hanya tepi lempeng kerak ini merupakan daerah lemah dan tidak
stabil dari kerak bumi di mana magma dari mantel dengan mudah dapat muncul untuk
membentuk gunung berapi.
C. Tanda Gunung Meletus
1. Suhu di sekitar gunung tersebut meningkat
2. Mata air di sekitar gunung mengering
3. Tumbuhan yang berada di sekitar gunung layu
4. Hewan-hewan liar yang tinggal di gunung lari ke bawah atau turun gunung
5. Sering terdengar suara gemuruh gunung
6. Sering terjadinya gempa vulkanik
7. Keluarnya awan panas
8. Terjadinya hujan abu
D. Mitigasi Bencana Gunung Meletus
1. Sebelum gunung meletus
a. Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi.
b. Membuat perencanaan penanganan bencana.
c. Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan.
d. Mempersiapkan kebutuhan dasar (pangan, pakaian alat perlindungan).
2. Ketika gunung meletus
a. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar.
b. Di tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas.
c. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.
d. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan panjang, celana
panjang, topi dan lainnya.
e. Gunakan pelindung mata seperti kacamata renang atau lainnya.
f. Jangan memakai lensa kontak.
g. Pakai masker atau kain menutupi mulut dan hidung.
h. Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah
tangan.
3. Setelah gunung meletus
a. Jauhi wilayah yang terkena hujan abu.
b. Bersihkan atap dari timbunan abu, karena beratnya bisa merusak atau meruntuhkan
atap bangunan.
c. Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak
mesin motor, rem, persneling hingga pengapian.

E. Upaya Penanggulangan Gunung Meletus


Upaya memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda akibat letusan
gunung berapi, tindakan yang perlu dilakukan:
1. Pemantauan
Aktivitas gunung api dipantau selama 24 jam menggunakan alat pencatat gempa
(seismograf). Data harian hasil pemantauan dilaporkan ke kantor Direktorat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung dengan menggunakan radio komunikasi SSB.
Petugas pos pengamatan Gunung Berapi menyampaikan laporan bulanan ke pemda
setempat.
2. Tanggap Darurat
Tindakan yang dilakukan oleh DVMG ketika terjadi peningkatan aktivitas gunung
berapi.
3. Pemetaan
Peta kawasan rawan bencana gunung berapi dapat menjelaskan jenis dan sifat
bahaya gunung berapi, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, lokasi
pengungsian, dan pos penanggulangan bencana.
4. Penyelidikan
Penyelidikan gunung berapi menggunakan metode Geologi, Geofisika, dan
Geokimia. Hasil penyelidikan ditampilkan dalam bentuk buku, peta dan dokumen
lainnya.
5. Sosialisasi
Petugas melakukan sosialisasi kepada pemerintah Daerah serta masyarakat terutama
yang tinggal di sekitar gunung berapi. Bentuk sosialisasi dapat berupa pengiriman
informasi kepada Pemda dan penyuluhan langsung kepada masyarakat.
Bencana Gempa Bumi
A. Pengertian Gempa bumi
Gempa bumi adalah getaran atau getar-getar yang terjadi di permukaan bumi akibat
pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa
bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Frekuensi suatu
wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa bumi yang di alami selama periode waktu.
Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat seismometer. Momen magnitudo adalah skala
yang paling umum di mana gempa bumi terjadi untuk seluruh dunia.
B. Penyebab Gempa Bumi
Pergeseran lempeng bumi dapat mengakibatkan gempa bumi karena dalam peristiwa
tersebut disertai dengan pelepasan sejumlah energi yang besar. Selain pergeseran lempeng
bumi, gerak lempeng bumi yang saling menjauhi satu sama lain juga dapat mengakibatkan
gempa bumi. Hal tersebut dikarenakan saat dua lempeng bumi bergerak saling menjauh, akan
terbentuk lempeng baru di antara keduanya. Lempeng baru yang terbentuk memiliki berat
jenis yang jauh lebih kecil dari berat jenis lempeng yang lama. Lempeng yang baru terbentuk
tersebut akan mendapatkan tekanan yang besar dari dua lempeng lama sehingga akan
bergerak ke bawah dan menimbulkan pelepasan energi yang juga sangat besar. Terakhir
adalah gerak lempeng yang saling mendekat juga dapat mengakibatkan gempa bumi.
Pergerakan dua lempeng yang saling mendekat juga berdampak pada terbentuknya gunung.
Seperti yang terjadi pada gunung everest yang terus tumbuh tinggi akibat gerak lempeng di
bawahnya yang semakin mendekat dan saling bertumpuk.
C. Tanda-tanda Terjadinya Gempa Bumi
Pada umumnya ada beberapa gejala atau tanda terjadinya gempa bumi. Gempa
vulkanik biasanya didahului oleh terjadinya gempa bumi lokal di sekitar gunung api dengan
intensitas yang sering, adanya suara gemuruh di dalam gunung, meningkatnya suhu di kawah
gunung, keringnya mata air di sekitar gunung, dan turunnya hewan dari puncak gunung.
Adapun gejala atau pertanda yang muncul sebelum terjadinya gelombang tsunami
akibat gempa bumi tektonik yang terjadi di dasar laut adalah airnya surut secara tiba-tiba.
Selang beberapa menit kemudian akan muncul ombak dengan gelombang besar. Tanda-tanda
tersebut dapat dijadikan acuan untuk mengenal fenomena alam sebelum terjadinya gempa
bumi.
D. Upaya Penanggulangan Gempa Bumi
1. Sebelum Terjadi Gempa
Tindakan yang dapat dilakukan oleh individu/masyarakat sebelum terjadi gempa
adalah sebagai berikut.
a. Pastikan kita mengetahui jalan yang paling aman untuk meninggalkan rumah jika
terjadi gempa.
b. Tentukan tempat yang aman untuk bertemu dengan anggota keluarga jika terjadi
gempa.
c. Periksa apakah rumah kokoh fondasinya.
d. Letakkan barang yang besar dan berat di bagian bawah.
e. Simpanlah barang pecah belah di bagian bawah rak yang dapat dikunci.
f. Segera perbaiki kabel-kabel yang rusak.
2. Saat Terjadi Gempa
Tindakan yang dapat dilakukan oleh individu / masyarakat saat terjadi gempa
adalah sebagai berikut.
a. Utamakan keselamatan diri, bukan barang.
b. Lari secepat mungkin keluar ruangan atau rumah.
c. Carilah tanah lapang.
d. Jika tidak mungkin untuk melarikan diri dari dalam bangunan, carilah meja atau
benda lain yang kuat yang dapat dipakai untuk berlindung.
e. Jauhi jendela kaca, kompor, atau peralatan rumah yang mungkin akan jatuh.
f. Jika kamu berada di pegunungan, waspadalah terhadap runtuhan batu dan tanah
longsor.
g. Jika kamu berada di pantai, segeralah berlari ke daerah yang agak tinggi karena
gempa di dasar laut dapat menyebabkan tsunami.
h. Waspadalah akan kemungkinan gempa susulan.
i. Berdoa, Mohon perlindungan dari Sang pencipta.
3. Setelah Terjadi Gempa Bumi
Tindakan yang dapat dilakukan oleh individu / masyarakat setelah terjadi gempa
adalah sebagai berikut.
a. Jauhi bangunan yang rusak atau pohon yang miring.
b. Jauhi kabel atau instalasi listrik lainnya.
c. Periksa dan tolong diri sendiri, kemudian menolong orang terdekat yang memerlukan
bantuan.
d. Hubungi serta cek keluarga dan sanak keluarga.
e. Hubungi pihak-pihak yang dapat memberikan pertolongan.
4. Penyelamatan dan Pemulihan Pasca Gempa
Tindakan yang dapat dilakukan oleh individu/masyarakat untuk penyelamatan dan
pemulihan akibat gempa adalah sebagai berikut.
a. Melakukan evakuasi dan mendirikan tenda-tenda pengungsian bagi korban.
b. Melakukan penyelamatan.
c. Menyediakan bantuan medis.
d. Menyediakan MCK (mandi, cuci, kakus), air minum, dan makanan.
e. Menyediakan pendidikan darurat.
f. Melakukan pemulihan psikologis pada korban.
g. Memperbaiki dan membangun kembali gedung, sarana, dan fasilitas lainnya.
Bencana Tsunami
A. Pengertian Tsunami
Istilah tsunami merupakan adopsi dari bahasa Jepang. Tsunami menurut Beni (2006),
adalah istilah yang berasal dari bahasa Jepang yang sekarang sudah menjadi istilah yang
biasa dipakai di seluruh penjuru dunia.
Tsunami berasal dari kata tsu yang berarti pelabuhan dan nami memiliki arti ombak.
Masyarakat Jepang biasanya setelah terjadi bencana tsunami akan pergi ke pelabuhan untuk
melihat seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan, sehingga dipakailah istilah tsunami
(Sutowijoyo 2005).
Tsunami merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia.
Tsunami adalah gelombang besar yang dihasilkan oleh gempa bumi di dasar samudera,
letusan gunung api, atau longsoran masa batuan di sekitar basin samudera (Djunire 2009).
B. Karakteristik Tsunami
Karakteristik umum dari tsunami pada dasarnya berbeda dengan karakteristik ombak
pada biasanya. Ombak merupakan gelombang air yang dihasilkan dari tiupan angin,
sedangkan tsunami merupakan gelombang yang dibentuk akibat adanya kegiatan geologi
bumi. Tsunami merupakan gelombang yang dapat mencapai panjang gelombang lebih dari
150 km, serta memiliki kecepatan gelombang seperti pesawat jet, yaitu sekitar 800 km/jam
(King 1972). Menurut PVMBG (2006), kecepatan gelombang tsunami bergantung pada
kedalaman laut.
Tsunami memiliki panjang gelombang antara dua puncaknya lebih dari 100 km di
laut lepas dan selisih waktu antara kedua puncak tersebut diperkirakan antara 10 menit
sampai 1 jam. Pada saat mencapai pantai yang dangkal, teluk, atau muara sungai, gelombang
ini kemudian akan menurun kecepatannya, namun tinggi gelombang akan meningkat
sehingga sangat bersifat merusak benda-benda yang berada di sekitar pantai.
Pada laut dalam, tsunami akan bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi, yaitu
500 sampai dengan 1000 km/jam. Siklus terjadinya gelombang kembali berkisar antara
hitungan menit sampai satu jam. Saat mendekati pantai gelombang akan melambat dan
ketinggian gelombang akan meninggi.
Tinggi gelombang ini dapat berubah karena adanya konversi energi dari bentuk
energi kinetik menjadi energi potensial. Berkurangnya kecepatan gelombang yang artinya
ada perpindahan energi menjadi energi potensial yang menyebabkan bertambah tingginya
gelombang (Diposaptono dan Budiman 2006).
C. Jenis-Jenis Tsunami
Klasifikasi tsunami berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi tsunami
vulkanik dan tsunami tektonik. Jenis tsunami vulkanik adalah jenis tsunami yang disebabkan
gempa yang berasal dari kegiatan vulkanik bumi, sedangkan tsunami tektonik disebabkan
karena adanya gempa yang terjadi akibat aktivitas tektonik bumi.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6/PRT/M/2009, berdasarkan
karakteristiknya tsunami dibedakan menjadi tsunami lokal dan tsunami berjarak.
1. Tsunami lokal
Tsunami lokal berhubungan dengan episentrum gempa di sekitar pantai sehingga
waktu tempuh dari sumber kejadian sampai ke bibir pantai berkisar antara lima sampai
tiga puluh menit. Biasanya dampak dari tsunami ini cukup besar karena kekuatan dari
gelombang masih sangat terasa ketika sudah mencapai daratan.
2. Tsunami berjarak
Tsunami berjarak adalah jenis tsunami yang paling umum terjadi di pantai-pantai
yang bertemu langsung dengan Samudera Pasifik. Jenis tsunami ini memiliki sumber
penyebab yang jauh dari bibir pantai sehingga kekuatan gelombang yang dihasilkan tidak
sebesar tsunami lokal. Waktu tempuh pada saat gempa sampai terjadinya tsunami di
daratan berkisar antara 5.5 jam sampai 18 jam
D. Penyebab Terjadi Tsunami
Tsunami menurut PVBMG (2006), dapat terjadi dari gempa tektonik maupun
vulkanik apabila memenuhi syarat berikut:
1. pusat gempa terjadi di dasar laut;
2. kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km;
3. magnitude lebih besar dari 6.0 skala Richter;
4. jenis patahan tergolong sesar naik atau sesar turun.
E. Mitigasi Tsunami
Mitigasi adalah suatu aktivitas untuk mengurangi dampak kerusakan atau kehilangan
nyawa. Aktivitas mitigasi bencana alam diperoleh melalui berbagai tindakan analisis risiko
untuk menghasilkan berbagai informasi perencanaan mitigasi (FEMA 2008).
Menurut Ihsan (2017), mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk
menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat
dilakukan sebelum suatu bencana terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan risiko jangka panjang.
Mitigasi bencana tsunami dapat didekati dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan
non fisik dan pendekatan fisik.
1. Pendekatan Mitigasi Non Fisik
Mitigasi bencana tsunami dengan pendekatan non fisik biasanya dilakukan
dengan memetakan tingkat kerawanan daerah tertentu terhadap bencana tsunami
selanjutnya diadakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan berbagai hal
yang berkaitan dengan tsunami. Hal-hal yang disosialisasikan kepada masyarakat
biasanya mengenai:
a. pengertian tsunami
b. penyebab terjadinya tsunami;
c. ciri-ciri akan terjadinya tsunami;
d. dampak bencana alam tsunami;
e. cara penyelamatan diri dan evakuasi jika terjadi bencana.
Sosialisasi ini penting agar masyarakat nantinya paham dan mengerti bagaimana
cara mereka untuk menyelamatkan diri, andai kata terjadi bencana alam ini.
Selain dengan sosialisasi, perlu diadakan juga simulasi aksi bencana tsunami.
Simulasi ini dimaksudkan agar masyarakat tidak panik saat memperoleh informasi ketika
akan terjadi bencana alam tsunami. Dengan adanya simulasi ini juga, masyarakat akan
terbiasa dengan keadaan yang genting sehingga ketika saat terjadi bencana masyarakat
sudah mengerti apa yang harus mereka lakukan.
2. Pendekatan Mitigasi Fisik
Mitigasi bencana dengan pendekatan fisik dapat dilakukan dengan upaya
struktural, non struktural, maupun gabungan antar keduanya. Pemilihan upaya mitigasi
fisik ini bergantung pada kondisi fisik pantai, tata ruang, tata guna lahan, serta modal
yang tersedia. Mitigasi fisik tsunami dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya
adalah (Ihsan 2017):
a. Pendekatan non struktural dengan sabuk hijau (green belt)
Pendekatan non struktural dengan sabuk hijau misalnya perlindungan daerah
pantai dari bencana tsunami dengan menggunakan vegetasi, seperti cemara laut
(Casuarina equisetifolia), bakau, pohon api-api, nipah, dan vegetasi lainnya yang
berhabitat di pantai.
Mitigasi dengan cara ini harus memenuhi persyaratan teknis dari vegetasi
tersebut dalam meredam gelombang. Salah satu parameter yang paling penting adalah
nisbah dari lebar hutan bakau dari pantai sampai ujung hutan mangrove yang
menghadap langsung ke laut (B) dengan panjang gelombang tsunami (L), atau dapat
dirumuskan dengan B/L. Semakin besar nilai B/L maka semakin efektif metode
mitigasi bencana tsunami dengan sabuk hijau.
Hutan mangrove atau hutan bakau juga sangat efektif dalam meredam
gelombang air laut atau ombak. Hutan mangrove ini dapat mencegah terjadinya abrasi
juga.
b. Pendekatan struktural dengan peringatan dini
Salah satu upaya struktural dalam mitigasi bencana ini adalah pemberitahuan
dini terjadinya tsunami. Penyampaian informasi ini dapat menggunakan sirene,
lonceng, bel, dan sebagainya. Pemasangan alat pendeteksi dini mutlak harus
dilakukan pada metode ini. Sistem peringatan dini menggunakan alat sensor kenaikan
tinggi muka air laut, satelit, dan receiver gelombang yang langsung terhubung dengan
alat pemberi tahu bahaya bencana tsunami.
c. Bangunan sipil penahan tsunami
Bangunan sipil yang dikhususkan untuk menahan bencana tsunami di
Indonesia belum pernah dibangun. Bangunan sipil ini dapat kita temui di negara
Jepang. Meskipun sangat efektif dalam meredam terjangan gelombang air, bangunan
ini dinilai merusak nilai estetik dari suatu lanskap di pantai.
d. Bangunan sipil untuk evakuasi
Lokasi evakuasi harus mudah dijangkau apabila bencana tsunami benar-benar
terjadi. Lokasi evakuasi dapat berupa lahan yang memiliki ketinggian tertentu dan
bangunan tinggi yang tahan terhadap gelombang dan getaran gempa. Apabila suatu
pemukiman jauh dari dataran yang memiliki elevasi yang tinggi maka perlu dibuat
suatu bangunan sipil yang dikhususkan untuk evakuasi. Bangunan ini sangat penting
untuk mengurangi jumlah korban akibat dari lambatnya proses evakuasi ke daerah
yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai