Anda di halaman 1dari 2

Chairul Tanjung

Chairul Tanjung, anak dari pasangan Halimah dan Abdul Ghafar Tanjung yang
saat itu berprofesi sebagai seorang wartawan masa orde lama yang menerbitkan
surat kabar beroplah minim.
Dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1962 di Sibolga, dari kondisi kalangan
menengah ke bawah.
Ia bersama orangtua dan keenam saudaranya terpaksa menjual rumah
mereka dan pindah ke kamar losmen yang sempit.
Jenjang pendidikan ia tempuh sampai tamat, mulai dari SD dan SMP Van Lith,
Jakarta pada 1975, SMA Negeri 1 Boedi Oetomo pada 1981, dan berhasil lulus dari
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia pada 1987.
Tidak sampai disitu, ia pun berhasil mengambil gelar MBA-nya
dari Executive Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (IPPM) pada 1993.
Demi membiayai kebutuhan kuliahnya, ia pun berdagang buku-buku kuliah, fotokopi,
hingga jasa pembuatan kaos.
Ia juga pernah mendirikan sebuah toko peralatan kedokteran dan
laboratorium di Jakarta Pusat walaupun pada akhirnya mengalami kebangkrutan.
Dalam kondisinya yang kurang menguntungkan, ia tetap gigih dalam bekerja
dan menyelesaikan bangku kuliahnya, bahkan ia mendapatkan penghargaan sebagai
Mahasiswa Teladan Tingkat Nasional tahun 1984-1985.
Kegagalannya dalam membangun bisnis, tidak membuatnya patah semangat.
Ia mencoba membuka usaha kontraktor walaupun ia tetap mengalami
kebangkrutan, hingga membuatnya harus bekerja di perusahaan baja dan sempat
pindah ke perusahaan rotan.
Setelah lulus kuliah, Chairul Tanjung bersama dengan tiga rekannya memulai
sebuah bisnis pembuatan sepatu anak-anak ekspor yang diberi nama PT Pariarti
Shindutama.
Saat ini, Chairul Tanjung memiliki sejumlah perusahaan di bidang keuangan,
di antaranya Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega   Life,  Para Multi Finance,
Bank Mega, Mega  Capital  Indonesia, Bank Mega Syariah, dan Mega Finance.
Ia juga memegang perusahaan Mega Corp, Trans Corp, dan CT
Global Resources yang meliputi layanan finansial, media, ritel, gaya hidup, hiburan,
dan sumber daya alam. CT Corp juga memiliki Bandung Supermall yang kini berubah
menjadi Trans Studio Mall yang diluncurkan sebagai Central Business District pada
1999 dengan luas 3 hektar dan menghabiskan dana Rp 99 miliar.
Perkembangan bisnisnya yang semakin menanjak tidak lepas dari usahanya
berjejaring dengan berbagai kalangan. Kepiawaiannya dalam berjejaring dengan
berbagai kalangan, membuatnya berhasil dalam menemukan mitra-mitra kerja yang
handal. Dalam melakukan kerjasama, ia tidak enggan untuk melakukan transaksi
dengan perusahaan kecil sekalipun.  Menurutnya, membangun sebuah bisnis
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Kesabaran dan pantang menyerah dalam dunia usaha adalah satu kunci
utama dalam meraih keberhasilan. Ia juga pandai mengatur keuangan bisnis juga
uang pribadi yang dimilikinya.
Ki Hajar Dewantara

Nama kecil Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia


lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Ia berasal dari keluarga keraton
Yogyakarta. Meskipun demikian, ia sangat sederhana dan ingin dekat dengan
rakyatnya. Ketika berusia 40 tahun Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berganti
nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Tujuannya berganti nama adalah agar ia dapat
bebas dekat dengan rakyatnya.

Perjalanan hidup Ki hajar Dewantara benar-benar ditandai dengan


perjuangan dan pengabdian pada kepentingan bangsa dan negaranya. Ki Hajar
Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS kemudian melanjutkan pendidikannya
ke STOVIA. Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada
tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo. Pada tanggal 25 Desember
1912, ia mendirikan indische Partij Bersama dengan Douwes Dekker dan Ir. Cipto
Mangoenkoesoemo. Organisasi ini ditolak oleh pemerintahan Belanda karena
dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan
kesatuan untuk menentang pemerintah colonial Belanda.

Pada tanggal 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara Bersama dengan rekan-rekan


seperjuangannya mendirikan perguruan yang bercorak nasional, yaitu National
Onderwijs Institut Siswa. Ki Hajar Dewantara berhasil meletakan dasar-dasar
Pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Ki hajar Dewantara pernah menjabat
sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan pertama. Ki Hajar
Dewantara tidak hanya dianggap sebagai tokoh dan pahlawan Pendidikan yang
tanggal lahirnya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan
sebagai pahlawan pergerakan nasional.

Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di


Yogyakarta. Untuk melestarikan nilai dan semangat perjuangannya, penerus Taman
Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta sebagai pahlawan
yang dijuluki Bapak Pendidikan Indonesia, semangat dan jasanya sepantasnya
dikenang dan tidak dilupakan.

Anda mungkin juga menyukai