POTRET, TARGET DAN HAKIKAT ANAK TAMAN KANAK-KANAK DALAM BELAJAR NILAI-NILAI KEAGAMAAN
Taman kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang pertama, yang keberadaannya sangat strategis
untuk menumbuhkan jiwa keagamaan kepada anak-anak, agar mereka menjadi orang-orang yang kuat,
terbiasa dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya.
Pendidikan nilai-nilai keagamaan merupakan pndasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan
jika hal itu tertanam serta terpatri dalam setiap insan sejak dini, hal ini merupakan awal yang baik bagi
pendidikan anak bangsa untuk menjalani jenjang pendidikan selanjutnya.
Bangsa ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai keagamaan ini pun dikehendaki
agar dapat menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila pertama dan
sila berikutnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan
yang merupakan kunci dalam membentuk kehidupan manusia ke arah peradabannya menjadi sesuatu
yang sangat strategis dalam mencapai tujuan itu semua.
Setiap potensi apapun yang muncul dari anak seyogianya kita kembangkan dengan jelas dan terprogram
dengan baik. Tidak hanya perkembangan bahasa, daya pikir, keterampilan dan jasmani saja, namun
aspek keagamaan pun seharusnya menjadi salah satu pokok pengembangan dan pembinaan yang harus
dikelola, diprogram dan diarahkan dengan sempurna.
Hasil observasi para mahasiswi PGTK FIP Universitas Jakarta sejak tahun 2000 sampai 2004, ada sekitar
60 % Taman Kanak-kanak yang tidak mempunyai kurikulum yang jelas tentang pengembangan nilai-nilai
keagamaan. Ketidak jelasan ini merupakan indikasi betapa kita kurang adil dalam memperlakukan anak
didik dalam hal pembentukan kepribadiannya dan pengembangan berbagai potensi yang ada pada diri
anak. Bila kondisi seperti ini dibiarkan begitu saja, tentu jangan salahkan anak bila dalam perkembangan
hidupnya anak mengarah pada penguasaan potensi akademik belaka, dan sangat minim dalam
penguasaan aspek nilai-nilai keagamaan.
B. Hakikat Belajar Anak Taman Kanak-kanak Pada Nilai-nilai Keagamaan
Hakikat belajar anak Taman Kanak-kanak pada nilai-nilai keagamaan berorientasi pada fungsi pendidikan
di Taman Kanak-kanak itu sendiri, yaitu :
• fungsi adaptasi, dimana Anak diharapkan dapat mengadaptasi nilai-nilai keagamaan dalam
kehidupannya.
• fungsi pengembangan, adalah dalam rangka mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak
termasuk potensi keagamaan secara optimal agar dapat bermanfaat.
• fungsi bermain, dalam menanamkan nilai-ilai keagamaan pun sebaiknya dilakukan dalam suasana
bermain karena belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan
Dan juga sesuai dengan 6 prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan di Taman Kanak-Kanak. Ke enam
prinsip tersebut adalah :
1. Prinsip Pengamatan, menyerap segala informasi melalui indera penglihatan yang kemudian dikirim ke
pusat syaraf.
2. Prinsip Peragaan, segala aspek pengetahuan atau informasi yang dipandang/dilihat baik konkret
maupun abstrak seperti peasan-pesan moral dan sikap keagamaan harus diperagakan secara langsung
oleh pendidik maupun secara bersama-sama dilakukan/ditirukan oleh anak itu sendiri. Melalui aktifitas
peragaan ini, anak dapat menangkap suatu pesan atau informasi langsung dan konkret.
3. Prinsip Bermain untuk Belajar, suatu kondisi aktivitas yang yang dirancang secara terprogram dan
mengandung esensi tujuan yang jelas (belajar)
4. Prinsip Otoaktifitas, mengandung makna bahwa anak menunjukkan keaktifannya yang tumbuh atas
dorongan dari dalam dirinya sendiri.
5. Prinsip Kebebasan, diberikan dalam waktu membangun rasa tanggung jawab sesuai dengan
kemampuannya, seperti diizinkan untuk membuat kepuusan, memilih dan diberikan kesempatan untuk
hal-hal tertentu.
6. Prinsip Keterkaitan dan Keterpaduan adalah suatu hal yang secara faktual melekat pada diri anak usia
prasekolah (Benard van leer Foundation. 2002:16-21)
Berdasarkan GBPKB TK pengembangan nilai-nilai agama untuk anak Taman Kanak-kanak berkisar pada
kegiatan kehidupan sehari-hari. Secara khusus penanaman nilai-nilai keagamaan bagi anak Taman Kanak-
kanak adalah meletakkan dasar-dasar keimanan, kepribadian/budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan
ibadah sesuai dengan kemampuan anak.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan nilai-nilai keagamaan pada diri anak,
yaitu faktor pembawaan (internal) dan lingkungan (eksternal).
Rasa keagamaan dan nilai-nilai keagamaan akan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangan psikis maupun fisik anak. Perhatian anak terhadap nilai-nilai dan pemahaman agama
akan muncul manakala mereka sering melihat dan terlibat dalam upacara-upacara keagamaan, dekorasi
dan keindahan rumah ibadah, rutinitas, ritual orang tua dan lingkungan sekitar ketika menjalankan
peribadatan.
Target dalam mengembangkan nilai-nilai keagamaan kepada anak Taman Kanak-kanak adalah diharapkan
mampu mewarnai pertumbuhan dan perkembangan dari diri mereka. Sehingga diharapkan akan muncul
suatu dampak positif yang berkembang meliputi fisik, akal pikiran, akhlak, perasaan kejiwaan, estetika,
dan kemampuan sosialisasinya diwarnai dengan nilai-nilai keagamaan.
HAKIKAT PERKEMBANGAN
Pelangi pelangi
Alangkah indahmu
Pelukismu agung
Siapa gerangan
Pelangi pelangi
Ciptaan tuhan
Dari syair lagu tersebut, dapat diambil makna yang tersirat dalam kalimat demi kalimat bahwa untuk
mengenalkan anak pada nilai keagamaan, yang paling mudah adalah mengenalkan anak pada salah satu
ciptaan Tuhan YME. Sesuai dengan tingkat perkembangan dan usia anak yang berada pada tahapan
operasional konkret. Pada tahapan seperti itu, anak akan lebih mudah memahami dan mengetahui
apapun apabila didekatkan dengan hal yang bersifat kasat mata (terlihat langsung).
Memproses informasi
Ingin mengkomunikasikan gagasan
dan perasaan
IMAJINASI
lanjut, kekaguman anda mungkin akan bertambah kepada Tuhan YME bahwa ternyata kemampuan
manusiadalam menangkap berbagai perke,bangan kecerdasan itu yang menggunakan alam sadar hanya
mencapai 10%. Pikiran bawah sadar turut menangkap berbagai hal yang terjadi disekitar individu saat
proses pembelajaran berlangsung. Pikiran bawah sadar bekerja dengan melihat gambar yang kemudian
diproses sebagai informasi terperinci.proses bawah sadar mendorong seseorang dalam memikirkan/
mempelajari sesuatu. Yang menyimpan berbagai pengalama dan pemahaman dari masa lalu manusia
hingga ditemukan bahwa sadar lebih besar dari pikiran sadar (sadar hanya 10%).
1. Unreflective
Menurut john echol (1995) dimaknai sebagai tidak mendalam, tidak/kurang dapat memikirkan secara
mendalam, atau anak tidak dapat merenungkannya. Artinya, salah satu sifat anak dalam memahami
pengetahuan yang berkaitan dengan hal yang abstrak, seperti memahami pengetahuan/ajaran agama,
tidak merupakan hal yang harus dipedulikan serius.
2. Egocentris
Memiliki makna lebih mementingkan kemauan dirinya sendiri dalam segala hal. tidak peduli dengan
urusan orang lain dan lebih terfokus pada hal-hal yang menguntungkan dirinya. Memperhatikan sifat
egosentris ini, kita sebagai pendidik sangatlah tepat apabila menganggap bahwa sifat tersebut
merupakan hal yang wajar karena memang kondisi psikologis mereka yang masih labil dan belum
matang. Kita harus banyak memaklumi hal itu. Namun, tidak berarti membiarkan tanpa upaya pada arah
yang positif. Kita harus tetap melakukan pendekatan progresif dan tetap menggunakan pendekatan
penyadaran kepada mereka.
3. Misunderstand
Ketika kita membicarakan berbagai hal yang bersifat abstark (masalah ajaran agama) kepada orang
dewasa, kita tidak dapat menjamin bahwa apa yang kita maksud akan mampu dipahami dengan
100%benar oleh orang dewasa tersebut. Setiap manusia memiliki perbedaan kecerdasan, daya tangkap,
daya ingat, dan sebagainya. Terkadang akan terjadi kesalah pahaman atau salah mengerti.
Misunderstand akan muncul dikalangan anak usia dini ketika kita mengenalkan berbagai hal yang terkait
dengan perkembangannilai-nilai agama. Ilustrasi kasus anak yang mengalami kesalahpahaman dalam
mempelajari ajaran agama :
a. Ketika anak mendengar bahwa Allah itu maha besar, akan muncul pemahaman yang keliru dari diri
anak yang membayangkan bahwa Allah itu seperti raksasa.
b. Ketika anak mendapat penjelasan bahwa Allah bersifat Maha pemberi/penyayang, anak pun akan
membayangkan bahwa dia bias diberi uang, kue, atau es krim langsung dari Allah jika melakukan
permohonan melalui bacaan do’a.
c. Ketika anak mendengar bahwa Allah itu maha melihat, akan terbayang pada pemikiran anak
sebrapa besar mata Allah itu.
Anak usia sekitar 3 hingga 6 tahun berada pada fase perkembangan kosa kata yang sangat pesat. Hal ini
seperti diungkapkan oleh Elizabeth b. h. (1997:188) bahwa setiap anak belajar berbicara dan mereka
berbicara hamper tidak putus-putusnya. Keterampilan baru yang diperoleh meninggalkan rasa penting
bagi mereka. Dalam usia 3-6 kemampuan bahasa anak akan semakin meningkat, sesuai pertambahan
usia. Diperkirakan rata-rata anak yang berusia 3-4 tahun menggunakan 15.000 kata setiap hari atau
dalam setahunya menggunakan kata kira-kira 5,5 juta kata.
Hal yang sangat perlu diperhatikan oleh pendidik dalam masalah ini :
2. Pengalaman langsung adalah hal yang kritis bagi anak. (early childhood education & development
centre, 2003 : 14 dan 16)
Demikian pula hal yang bersifat pengalaman belajar mereka. Pemerolehan pengetahuan pada anak
seusia prasekolah lebih banyak bersandar pada pengalam langsung. Mereka belajar melalui badan
mereka dengan cara melihat, mendengar, menyentuh mencicipi, atau encium sesuatu secara fisik hadir
dihadapanya. Kita dapat memperkenalkan kegiatan langsung dalam acara ritual keagamaan. Pada agam
islam, praktik shalat, berwudhu, atau berkunjung kemesjid.
5. Imitative
Biasanya anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat dan saksikan secara langsung. Mereka banyak
meniru dari apa yang mereka lihat dan saksikan langsung. Mereka banyak meniru dari apa yang pernah
dilihat sebagai sebuah pengalaman belajar. Tentu hal itu dilandasi oleh masih terbatasnya kemampuan
anak dalam mengungkapkan kata-kata atau keberanian bertanya da meneluarkan gagasan sehingga lebih
banyak meniru dari orang disekitarnya sebagai sebuah upaya belajar mereka.
Ada beberapa prinsip dasar yang sangat perlu diperhatikan dalam mengkaji tahapan perkembangan
nilai-nilai agama pada anak usia dini :
b. Prinsip pentingnya keteladanan dari lingkungan dan orang tua/ keluarga anak.
Tiga langkah pembaruan, yaitu dalam hal melakukan program pengejaran ketertinggalan pelajaran
disekolah, mendefinisikan ualang apa yang harus dikerjakan disekolah, serta memolakan kurikulum
kedalam empat pilar dengan penilaian diri dan platihan keterampilan hidup sebagai komponen kuncinya.
William Daggett mengatakan, dunia yang akan ditinggali anak-anak kita berubah empat kali lebih cepat
dari pada sekolah kita.peter kline dalam Gordon D. (1999;22) mengatakan belajar akan efektif jika
dilakukan dalm suasana menyenangkan. Bila kita memperhatikan secara seksama, hakikat belajar anak
usia dini khususnya TK pada waktu mempelajari apapun, termasuk nilai keagamaan, secara garis
besarnya faat dikategorikan menjadi 6 prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan :
1. Prinsip pengamatan
2. Prinsip peragaan
4. Prinsip otoaktivitas
5. Prinsip kebebasan
6. Prinsip keterkaitan dan keterpaduan
Anak ampu meniru dan mengucapkan bacaan do’a / lagu-lagu keagamaan dan gerakan beribadah secara
sederhana serta mulai berprilaku baik atau sopan.
Anak mampu mengucapkan bacaan do’a / lagu lagu keagamaan, menirukan gerakan beribadah,
mengikuti aturan, serta mampu belajar berprilaku baik dan sopan bila dingatkan.
Berdasarkan dari uraian – uraian serta gambaran- gambaran tersebut pengalaman yang
saya alami sebagai pendidik/guru,dalam kehidupan sehari – hari disekolah bersama anak
didik, diantara nya
menerapkan pengembangan moral kepada anak melalui:
Kegiatan rutin sehari - hari (Mengucapkan salam saat datang dan akan pergi,
bersalaman dengan orang yang lebih tua dan teman saat bertemu)
Bermain bersama dengan mebiasakan antri saat memainkan permainan
(bergantian)
Belajar membantu teman saat kesusahan
Meminjam dan meminjamkan barang dengan baik
Berdoa saat akan melakukan kegiatan
Makan dan minum dengan tangan yang baik
Menceritakan kisah - kisah pengembangan moral sebagai sarana pembelajaran
Mengikuti acara keagamaan bertujuan untuk mengenalkan dan memberi
pengalaman dalam menanam nilai - nilai agama.
Dari paparan di atas pengembangan moral di perlukan suatu pembiasan dan minat anak
saat pembelajaran pengembangan moral. Tanpa adanya pembiasaan dalam
pengembangan nya, anak akan cepat lupa dalam melakukannya, di sertai dengan
dukungan minat anak tanpa adanya minat anak juga tidak akan tertarik dalam
pengembangan pembelajaran moral anak.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pengembangan Moral Anak Usia
Dini", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/hikmahsaf/61797dfd06310e5420637ab3/pengembangan-moral-
anak-usia-dini
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak
mewakili pandangan redaksi Kompas.
Secara ilmiah, spiritual quotient yang sering diterjemahkan dengan kecerdasan spiritual merupakan
temuan terkini.penggagas teori ini adalah Danah Zohar dan Ian Marshall. Permasalahn spiritual quotient
dalam pandangan para ilmuwan menjadi bahasan serius karena bagi mereka ada hal yang menarik pada
sudut hati yang paling dalam disetiap manusia.
Mencermati hakikat prilaku AUD dan dihubungkan dengan perkembangan nilai keagamaan yang muncul
bahwa pada dasranya anak usia dini belum mampu memahami hokum sebab akibat dari setiap prilaku
yang diperankan oleh setiap manusia. Pengembangan moral yang salah satu bahasanya adalah spiritual
quotient sangat tepat diperkenalkan pada anak agar dapat membantu perkembangan mereka secara
moral kearah karakter yang kokoh, andal, komprehensif.
B. IMPLIKASI SPIRITUAL QUOTIENT DALAM KEHIDUPAN ANAK SEBAGAI INDIVIDU DAN ANGGOTA
MASYARAKAT
Implikasi spiritual quotient dalam kehidupan anak usia dini hanya bersifat pengetahuan awal yang
berfungsi sebagai pengingat dan pembatas dalam menentukan sikap serta perbuatanya.
Guru memiliki peran sebagai stimulator, motivator, dan fasilitator ayng pelu menyediakan lingkungan
yang kondusif sehingga anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh potensinya. Tanpa
partisipasi aktif dan kontribusi yang optimal, sebaik apapun strategi yang ditetapkanakan memberikan
dampak yang kurang baik. Selain peran guru, semua pihak juga harus memberi dukungan yang sama
untuk mengembangkan spiritual quotient, termasuk orang tua dan lingkungan masyarakat.
Tanpa komitmen yang jelas dari semua pihak dan tidak dimilikinya konsistensi dari semua pihak, justru
disitulah awal kerusakan spiritual quotient yang akan melanda anak bangsa.
Setiap potensi apapun yang muncul dari anak seyogianya kita kembangkan dengan jelas dan terprogram
dengan baik. Tidak hanya perkembangan bahasa, daya pikir, keterampilan dan jasmani saja, namun
aspek keagamaan pun harus menjadi salah satu pokok pengembangan dan pembinaan yang harus
dikelola, diprogram dan diarahkan dengan sempurna.
Kaitannya dengan hakikat belajar anak TK pada nilai-nilai keagamaan, seharusnya kita pahami
bahwa hal itu harus berorientasi pada fungsi pendidikan di TK itu sendiri, yaitu sebagai fungsi adaptasi,
fungsi pengembangan dan fungsi bermain. Penyelenggaraannya pun harus sesuai dengan 6 prinsip,
yaitu prinsip pengamatan, peragaan, bermain sambil belajar, otoaktivitas, kebebasan dan prinsip
keterkaitan dan keterpaduan.
Target dalam mengembangkan nilai-nilai keagamaan kepada anak TK adalah diharapkan
mampu mewarnai pertumbuhan dan perkembangan dari diri mereka. Sehingga diharapkan akan muncul
suatu dampak positif yang berkembang meliputi fisik, akal pikiran, akhlak, perasaan kejiwaan, estetika,
dan kemampuan sosialisasinya diwarnai dengan nilai-nilai keagamaan.
PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK
TK merupakan lembaga pendidikan yang pertama, yang keberadaannya sangat strategis untuk
menumbuhkan jiwa keagamaan kepada anak-anak, agar mereka menjadi orang-orang yang kuat,
terbiasa, dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya.
Pendidikan niali-nilai keagamaan merupakan fondasi yang kokoh dan sangat penting
keberadaannya, dan jika hal itu sudah tertanam serta terpatri dalam setiap insan sejak dini, hal ini
merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani jenjang pendidikan
selanjutnya.
Bangsa ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Nilai nilai keagamaan ini pun
dikehendaki agar menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila pertama
dan sila berikutnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu,
pendidikan yang merupakan kunci dalam membentuk kehidupan manusia ke arah peradabannya
menjadi sesuatu yang sangat strategis dalam mencapai tujuan itu semua.
Potret, Hakikat, dan Target Anak Taman Kanak-kanak dalam Belajar Nilai-nilai Keagamaan
Setiap potensi apapun yang muncul dari anak seyogianya kita kembangkan dengan jelas dan
terprogram dengan baik. Tidak hanya perkembangan bahasa, daya pikir, keterampilan dan jasmani saja,
namun aspek keagamaan pun harus menjadi salah satu pokok pengembangan dan pembinaan yang
harus dikelola, diprogram dan diarahkan dengan sempurna.
Kaitannya dengan hakikat belajar anak TK pada nilai-nilai keagamaan, seharusnya kita pahami
bahwa hal itu harus berorientasi pada fungsi pendidikan di TK itu sendiri, yaitu sebagai fungsi adaptasi,
fungsi pengembangan dan fungsi bermain. Penyelenggaraannya pun harus sesuai dengan 6 prinsip, yaitu
prinsip pengamatan, peragaan, bermain sambil belajar, otoaktivitas, kebebasan dan prinsip keterkaitan
dan keterpaduan.
Target dalam mengembangkan nilai-nilai keagamaan kepada anak TK adalah diharapkan mampu
mewarnai pertumbuhan dan perkembangan dari diri mereka. Sehingga diharapkan akan muncul suatu
dampak positif yang berkembang meliputi fisik, akal pikiran, akhlak, perasaan kejiwaan, estetika, dan
kemampuan sosialisasinya diwarnai dengan nilai-nilai keagamaan.