Anda di halaman 1dari 16

0

PERLINDUNGAN HAK ASASI ANAK DALAM HUKUM ISLAM

MAKALAH KOMPREHENSIF
Diajukan kepada Fakultas Syariah UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto untuk
memenuhi salah syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :
RISTA CAHYANINGSIH
NIM. 1617304030

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
PURWOKERTO
2022

STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM


POSITIF TENTANG PENCABULAN ANAK
1

PEDOMAN TRANSLITERASI BAHASA ARAB-INDONESIA

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini akan
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia No: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Nama Huruf Latin Keterangan


Arab

‫ا‬ Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan


‫ب‬ Bā’ b be
‫ت‬ Tā’ t te
‫ث‬ Ṡā’ ṡ es (dengan titik di atas)
‫ج‬ Jīm j je
‫ح‬ Ḥā’ ḥ ha (dengan titik di bawah)
‫خ‬ Khā’ kh ka dan ha
‫د‬ Dāl d de
‫ذ‬ Żāl ż zet (dengan titik di atas)
‫ر‬ Rā’ r er
‫ز‬ zai z zet
‫س‬ sīn s es
‫ش‬ syīn sy es dan ye
‫ص‬ ṣād ṣ es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ ḍād ḍ de (dengan titik di bawah)
‫ط‬ ṭā’ ṭ te (dengan titik di bawah)
‫ظ‬ ẓȧ’ ẓ zet (dengan titik di bawah)
‫ع‬ ‘ain ‘ koma terbalik di atas
‫غ‬ gain g ge
‫ف‬ fā’ f ef
‫ق‬ qāf q qi
‫ك‬ kāf k ka
‫ل‬ lām l el
‫م‬ mīm m em
‫ن‬ nūn n en
‫و‬ wāw w w
‫هـ‬ hā’ h ha
‫ء‬ hamzah ` apostrof
‫ي‬ yā’ Y Ye

B. Konsonan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap


‫مـتع ّددة‬ ditulis Muta‘addidah
2

‫عدّ ة‬ ditulis ‘iddah

C. Tā’ marbūṭah
Semua tā’ marbūtah ditulis dengan h, baik berada pada akhir kata tunggal
ataupun berada di tengah penggabungan kata (kata yang diikuti oleh kata sandang
“al”). Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam
bahasa indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya kecuali dikehendaki kata
aslinya.

‫حكمة‬ ditulis ḥikmah


‫علّـة‬ ditulis ‘illah
‫كرامةاألولياء‬ ditulis karāmah al-auliyā’

D. Vokal Pendek dan Penerapannya


----َ--- Fatḥah ditulis A
----ِ--- Kasrah ditulis i
----ُ--- Ḍammah ditulis u

‫فعل‬
َ Fatḥah ditulis fa‘ala
‫ُذكر‬ Kasrah ditulis żukira
‫َيذهب‬ Ḍammah ditulis yażhabu
E. Vokal Panjang
1. fathah + alif ditulis ā
‫جاهلـ ّية‬ ditulis jāhiliyyah
2. fathah + ya’ mati ditulis ā
‫َتـنسى‬ ditulis tansā
3. Kasrah + ya’ mati ditulis ī
‫كريـم‬ ditulis karīm
4. Dammah + wawu mati ditulis ū
‫فروض‬ ditulis furūḍ

F. Vokal Rangkap
1. fathah + ya’ mati ditulis ai
‫بـينكم‬ ditulis bainakum
2. fathah + wawu mati ditulis au
‫قول‬ ditulis qaul

G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof
‫أأنـتم‬ ditulis A’antum
‫ا ُعدّت‬ ditulis U‘iddat
‫لئنشكرتـم‬ ditulis La’in syakartum

H. Kata Sandang Alif + Lam


1. Bila diikuti huruf Qamariyyah maka ditulis dengan menggunakan huruf awal “al”
3

‫القرأن‬ ditulis Al-Qur’ān


‫القياس‬ ditulis Al-Qiyās

2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis sesuai dengan huruf pertama Syamsiyyah
tersebut
‫سماء‬
ّ ‫ال‬ ditulis As-Samā’
‫شمس‬ ّ ‫ال‬ ditulis Asy-Syams

I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat


Ditulis menurut penulisannya

‫ذوىالفروض‬ ditulis Żawi al-furūḍ


‫سـ ّنة‬
ّ ‫أهل ال‬ ditulis Ahl as-sunnah
4

PERLINDUNGAN HAK ASASI ANAK DALAM HUKUM ISLAM

A. Pendahuluan

Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan


hidup bangsa dan negara. Anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki arti
penting bagi pembangunan nasional dalam menjalankan kehidupan bangsa
dan bernegara. Soekanto (2010) menjelaskan anak berhak mendapat
perlindungan, tumbuh, berkembang serta berpartisipasi untuk melaksanakan
pembangunan seperti halnya laki-laki dan manusia dewasa. Dengan begitu,
untuk menjamin setiap anak dapat berkehidupan secara baik diperlukan
perlindungan terhadap mereka dari tindakan kekerasan fisik, psikis, sampai
pada diskriminasi, pengeksploitasian seksual, hak sipil dan kebebasan.
Adanya perlindungan anak dan perempuan menjadi sangat vital, dan
keberadaannya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyongsong
masa depan secara baik kehidupan di lingkungan keluarga maupun di
masyarakat.
Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran yang strategis dalam
pembangunan dan juga dinyatakan secara tegas bahwa negara menjamin hak
setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang serta perlindungan
dari kekerasan diskriminasi (Wagiati, 2016). Anak seharusnya mendapatkan
perlindungan, kasih sayang, serta pengawasan dari orang tuanya, dijaga,
dirawat serta diasuh atau didik secara baik melalui karakteristik yang dimiliki
oleh anak pada umumnya agar tidak terwujud kekerasan pada anak. Anak-
anak tidak sepatutnya bersandar pada dirinya tanpa ada yang memberi
perhatian dan perlindungan (Abdul, 2011). Posisi tersebut semestinya menjadi
kesadaran semua pihak untuk memberikan perlindungan, menjaga
kehormatan, martabat dan harga diri anak dari kekerasan, eksploitasi, dan
diskriminasi, baik di bidang ekonomi, hukum, politik, sosial, serta budaya.
Arief Gosita (2009) menjelaskan perlindungan hak terhadap anak pada
hakikatnya terkait langsung pada peraturan perundang-undangan.
5

kebijaksanaan, usaha dan kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan


hak-hak anak.
Akan tetapi pada kenyataannya, upaya perlindungan anak belum dapat
diberikan secara maksimal oleh pemerintah serta aparat penegak hukum.
Keadilan yang diberikan hukum melalui penjatuhan sanksi yang dijatuhkan
terhadap pelaku kekerasan anak tidak sesuai dengan akibat yang ditimbulkan.
Terjadi peningkatan setiap tahunnya dan jumlah tersebut melonjak dari 3.512
kasus di tahun 2015 menjadi 9.320 kasus di tahun 2019 untuk kasus
kekerasan perempuan dan 1.971 kasus di tahun 2015 menjadi 5.066 kasus di
tahun 2019 untuk kasus kekerasan anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa
upaya pemecahan masalah kekerasan anak yang dilakukan dalam konteks
memberikan perlindungan atas hak-haknya masih belum maksimal. Adapun
Harian Kompas (2018) mencatat Provinsi Jawa Tengah justru termasuk di
dalam zona merah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan
menyumbang 1.971 kasus secara keseluruhan.
Menurut Astuti (2017), dampak yang terjadi pada anak dan
perempuan korban kekerasan secara langsung yakni perkembangan
emosional, sosial, dan psikologi korban dalam jangka panjang. Kondisi
emosional akan mengalami gangguan yang ditandai dengan kondisi stres,
cemas, rasa tertekan, ketakutan, dan rasa tidak aman dalam kehidupan sehari-
hari akibat pengalaman buruk yang telah dialami. Bahkan, tidak jarang anak
korban kekerasan mengalami gangguan psikologis di masa yang akan datang.
Gejala ini ditunjukkan karena adanya kesulitan dalam berinteraksi dengan
sesamanya, ketidakpercayaan diri, sehingga kehilangan harapan untuk hidup
(Gunarsa, 2008).
Terkait dengan pencabulan terhadap anak, Pemerintah sebenarnya
telah memberikan perlindungan kepada anak yang secara hukum tertuang
dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1
Ayat 15 menjelaskan mengenai perlindungan khusus yaitu “suatu bentuk
perlindungan yang diterima oleh anak dalam situasi dan kondisi tertentu
untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang
6

membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya”. Jadi semua anak
terlindungi termasuk anak yang berhadapan dengan hukum. Adapun tujuan
perlindungan yang terdapat di pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014, yakni untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusian, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia,
dan sejahtera (Waluyo, 2011).
Di dalam Pasal 1 ayat 15 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 yang telah di jelaskan diatas bahwa hak-hak anak juga diatur
didalamnya yaitu ada 4 kategori hak-hak yang dimiliki oleh anak;
1. Hak untuk kelangsungan hidup, yaitu hak-hak untuk melestarikan dan
mempertahankan hidup dan untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi
dan perawatan sebaik-baiknya antara lain terdapat dalam pasal-pasal
berikut : Hak anak atas perlindungan eksploitasi dan penganiayaan
seksual, termasuk prostitusi dan keterlibatan dalam pornografi.
2. Hak terhadap perlindnungan yaitu hak-hak dalam konvensi hak anak yang
meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan
keterlantaran bagi anak. Misalnya kewajiban Negara untuk melindungi
anak dari segala bentuk salah perlakuan orang tua atau orang lain.
3. Hak untuk tumbuh kembang yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak-hak
anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan nonformal) dan
hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik,
mental, spiritual, moral dan sosial anak.
4. Hak untuk berpartisipasi, yaitu hak-hak anak yang meliputi hak untuk
menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak
Persoalan ini berkembang terus hingga sekarang, dapat dikatakan
tidak ada perubahan yang berarti meski struktur dan budaya masyarakat
berkembang menuju ke arah modern. Citra pada perempuan nyaris tidak
berubah. Bahkan dunia pendidikan memberikan sumbangan terhadap
terjadinya kekerasan karena melanggengkan ketidakseimbangan hubungan
7

kekuasaan di keluarga, suami-istri, orang tua-anak, guru-murid, atasan-


bawahan. Walaupun sudah di tetapkannya Undang-Undang tentang
perlindungan terhadap anak, dalam hal kekerasan seksual namun
menerapkannya belum secara optimal dilakukan oleh pemerintah. Masih
banyak kasus-kasus yang tidak terselesaikan dengan baik. Kurangnya
kesadaran orangtua, masyarakat, dan lembaga yang sangat berperan dalam
melakukan upaya perlindungan untuk anak-anak untuk mengatasi masalah
kekerasan seksual yang banyak terjadi di luar sana (Rukmini, 2016).
Islam mengajarkan mengenai hak-hak anak yaitu hak untuk dijaga
dengan baik sewaktu dalam kandungan maupun setelah lahir, yang sudah
dijelaskan dalam al-Qur’an surat Al-Isra ayat (31) sebagai berikut:

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin.


Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.

Selain itu, Mukhoirudin (2010) dalam pendapatnya mengemukakan


pembagian hak-hak anak menurut Islam, antara lain;
1. Pemeliharaan atas hak beragama
2. Pemeliharaan hak atas jiwa
3. Pemeliharaan atas akal
4. Pemeliharaan atas harta
5. Pemeliharaan atas keturunan/nasab
Dari berbagai ajaran Islam terkait hak anak tersebut, maka diperoleh
pelajaran bahwa Islam memandang hak-hak anak semenjak dalam kandungan,
bahkan sebelum itu untuk dilindungi dan diberikan secara optimal. Selain itu
juga, Islam terkait hak anak langsung dicontohkan oleh Nabi Muhammad
Saw, dengan demikian ajaran Islam sangatlah menjunjung tinggi hak-hak
anak. Karena anak adalah masa depan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad
8

Saw, “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan,” dan untuk membentuk
mental tangguh seorang anak harus dididik oleh ibu yang tangguh dan
kompeten
Dan juga Islam memandang penting pembinaan anak sebagi calon
masa depan melalui peran keluarga dan masyarakat serta Negara. Pandangan
yang komprehensif ini adalah pelajaran penting bagi kita dalam memberikan
hak-hak anak Indonesia, baik melalui peraturan perundang-undangan maupun
dalam praktik keseharian (Djamil, 2008). Pada dasarnya kekerasan seksual ini
menyangkut akhlak seseorang baik ataupun buruknya. Dalam hukum Islam
jangankan berciuman atau memegang anggota tubuh seorang perempuan,
melihat dengan menimbulkan syahwat saja tidak boleh karena akan membawa
ke arah zina. Sebagaimana terdapat dalam surat Al –Isra’ ayat 32

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”

Agama Islam menanamkan dan memegang teguh prinsip kesamaan


dihadapan hukum dan perlindungan hukum tanpa diskriminasi dengan begitu
jelas dan tegas. Agama dengan ketiga rukunnya, yakni iman, islam, dan ihsan
atau akidah, syariat dan akhlak adalah murni diperuntukan kepada umat
manusia. Karena itu setiap ketentuan agama yang termasuk hukum pidananya
akan bertumpu pada pemenuhan serta perlindungan hak dan kepentingan
manusia (Santoso, 2013). Penanganan yuridis kasus-kasus kekerasan seperti
pencabulan mengalami hambatanhambatan, terutama menyangkut anak yang
kelak akan memikul tanggung jawab besar, sebenarnya memang anak perlu
mendapat kesempatan yang luas untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu
dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak
dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta
perlakuan tanpa diskriminasi.
9

B. Hukum Islam Sebagai Solusi Perlindungan Terhadap Anak

Hukum Islam memiliki prinsip dan nilai dasar yang sangat istimewa.
Hukum Islam menaruh perhatian yang sangat ekstra terhadap hak-hak
manusia-tidak memandang, kecil, besar, dewasa maupun tua-hukum Islam
lebih bersifat komprehensif dan komplek. Dalam konteks perlindungan anak,
hukum Islam memiliki perspektif lebih mendalam “ketimbang” hukum
konvensional pada umumnya. Dalam hal perlindungan anak, hukum positif-
terutama yang berlaku di Indonesia-hanya mengatur seputar pemeliharaan
orang tua (alimentasi) terhadap anak, pengakuan anak, pengesahan anak.42
Mengenai indikator tentang hak dan kewajiban anak dalam hukum positif
tidak dibreakdownkan secara detail. Berbeda dengan urusan perlindungan
anak dalam konteks Islam.

Berkaitan dengan indikator tentang perlindungan terhadap hakhak anak,


hukum Islam telah membahasnya dengan detail. Pembahasan mengenai
perlindungan terhadap anak, diawali dengan cara mempersiapkan anak sejak
dalam kandungan hingga dewasa. Bahkan, untuk mengantisipasi perilaku-
perilaku yang dapat berakibat pada hukum, terdapat anjuran dan nasehat
tentang kriteria memilih pasangan hidup yang lebih baik. Selain itu,
mengungkapkan juga jaminan keberlangsungan hidup, jaminan kesehatan dan
tuntunan penyambutan kelahiran jabang bayi,43 pensyariatan al-hadlânah
(pengasuhan anak), jaminan beragama dan mendapatkan pendidikan, anjuran
menyusui dengan air susu ibu kandung, kewajiban nafkah ayah bagi anak dan
melindungi anak dari perilaku tercela dan perlakuan salah.

Selanjutnya, kedudukan anak dalam perspektif Islam sangatlah


istimewa, yaitu anak merupakan titipan Allah kepada orang tua, masyarakat,
bangsa dan Negara, sebagai pewaris dari ajaran Islam (wahyu Allah Swt)
yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lil ‘âlamîn. 44
Adapun “status” tersebut pada dasarnya mengkhabarkan tentang pemberian
hak, sehingga melahirkan hak anak yang kemudian harus diyakini dan
diamalkan. Upaya ini merupakan amalan yang mesti diimplementasikan oleh
10

orang tua, masyarakat, bangsa dan negara terhadap anak. Orang tua,
masyarakat, bangsa bahkan negara sekalipun tidak boleh ragu dan takut
tertimpa “musibah” berupa kemiskinan dan lain sebagainya, jika intens
mengimplementasikan perlindungan terhadap anakanak. Karena Allah telah
menjamin dan akan memberikan kemudahan, baik berupa kelapangan rizki
atau apapun bagi mereka yang melindungi anak-anak.45 Artinya, bagi umat
Islam pada dasarnya tidak ada alasan untuk tidak memelihara, melindungi
hak-hak anak. Jika masih saja dipungkiri, sama halnya mengesampingkan
sumber hukum Islam tertinggi, yaitu Alquran.

Berkenaan dengan hak, Hasbi ash Shiddieqy mengklasifikasikan hak


dalam dua makna yang paling asasi.46 Sedangkan hak menurut Satjipto
Rahardjo dalam Marwan Mas, disebutkan sebagai sebentuk kekuasaan yang
diberikan oleh hukum kepada seseorang dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan seseorang tersebut.47 Pada dasarnya, kata hak berasal dari
bahasa Arab, “haq” yang secara etimologi memiliki beberapa makna,48 yaitu
kepastian atau ketetapan,49 kebenaran,50 menetapkan atau menjelaskan.51
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika kemudian muncul perbedaan
pandangan mengenai hak dalam perspektif hukum Islam dan hukum modern.
Dalam kontek Islam, hak dipandang sangat komprehensif dan tidak parsial.
Hak merupakan aturan-aturan yang ditetapkan syara’ dan mengandung nilai
moral, yang tujuannya untuk memelihara kemaslahatan kehidupan manusia di
dunia dan akhirat. Sedangkan dalam pandangan hukum modern, hak
merupakan kekuasaan yang melekat pada setiap manusia yang dapat
digunakan secara bebas tanpa harus memperhatikan hak dan kepentingan
pihak lain.52

Sekali lagi, Islam tidak pernah membeda-bedakan mengenai hak.


Namun, Islam sangat menentang terhadap perbedaan hak antara lakilaki dan
perempuan dalam tata kehidupan masyarakat. Dalam konteks Islam, terdapat
konsep yang sangat berimbang mengenai pemberian tugas, peran, dan
tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki, baik dalam keluarga (ruang
domestik) maupun di masyarakat (ruang publik) didasarkan pada wahyu
11

Allah dan tidak semuanya merupakan produk budaya. Peran bukan ditentukan
oleh budaya, melainkan wahyu Allah yang telah dicontohkan pelaksanaannya
oleh Nabi Muhammad Saw. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama
wahyu yang ajaran-ajarannya ditentukan tidak berdasarkan konsensus sosial
atau budaya masyarakat tertentu tetapi berdasarkan wahyu Allah.

Perhatian Islam terhadap anak sebagai calon generasi penerus bukan


hanya sekadar retorika belaka. Namun diwujudkan dalam bentuk perhatian
nyata dan ril, yaitu dimulai sejak dari dalam rahim ibu atau masih dalam
bentuk janin. Dengan kata lain, Islam memperhatikan masalah anak sejak
sebelum berbentuk. Upaya perlindungan janin sejak dalam rahim ibunya
merupakan bentuk perlindungan jasmaniah maupun rohaniyah untuk sebuah
janin agar kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sampai lahir
kedunia dengan sempurna.57 Keberpihakan Islam terhadap perlindungan
anak sejak dalam janin, pada akhirnya diakui dan dijadikan “standard” oleh
para pakar psikologi58 perkembangan anak. Terdapat kesepakatan jika
perkembangan anak itu pada dasarnya dipengaruhi oleh kondisi atau keadaan
sejak pra-natal.

Menyikapi hal tersebut, hukum Islam secara tegas telah memperhatikan


dan berupaya untuk melindungi keberadaan hak-hak anak, sejak sebelum
dilahirkan (baca; janin). Begitu perhatiannya, Allah pundengan segala ke-
Maha Pemurahan-Nya-turut “andil” dalam “menjaga” dan melindungi ibu
hamil. Adapun caranya adalah memberikan keringanan terhadap pelaksanaan
ibadah wajib, seperti kewajiban berpuasa pada bulan Ramadan, jika dengan
mengerjakannya dapat menimbulkan madharat terhadap janin atau bayi
(sesudah lahir). Akan tetapi dia wajib menggantinya setelah illat-nya itu
hilang.59 Di sinilah terlihat jika hukum Islam sangat memuliakan keberadaan
seorang anak. Hak anak sebelum lahirpun mendapatkan porsi untuk
dilindungi dan dijaga dari segala bentuk tindakan tercela agar dapat tumbuh
dan berkembang dengan sempurna
12

Masa bayi merupakan fase kehidupan yang sangat penting (vital).


Sebab, kondisi fisik dan mental bayi akan menjadi dasar atau pondasi yang
kokoh terhadap perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya.60 Pasca
kelahiran, tidak lama berselang bayi akan merespon apa yang ada di
sekitarnya dan mulai menunjukkan tingkah laku serta karakteristik yang khas.
Syariat Islampun sangat serius dalam memberikan perlindungan kepada anak.
Hal ini dibuktikan dengan pemberian hak-hak yang begitu banyak demi
menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak61 hingga menjadi manusia
yang sempurna, baik jasmani maupun rohani. Orang tua, masyarakat, bangsa
dan negara memiliki tugas berat dalam melindungi hak-hak anak pasca
kelahirannya. Adapun hak-hak anak yang perlu dilindungi oleh orang tua,
masyarakat, bangsa dan negara.

Sejarah kelam tentang kehidupan umat manusia pada masa Arab


Jahiliyah62 tidak akan pernah terulang lagi pasca datangnya Islam di muka
bumi ini. Semua bayi yang lahir, baik laki-laki maupun perempuan diakui
hak-haknya untuk hidup. Dalam syariat Islam, hak hidup seseorang adalah
fitrah dan menjadi hak mutlak Allah Swt. Artinya, tidak ada suatu makhluk
apapun yang dapat mengganggu kehidupan manusia (baca; memberikan
kematian kepada yang lain). Masalah hidup dan kehidupam hanyalah milik
Allah, tidak ada perubahan dan pergantian bagi sunnah (ketetapan Allah).63
Oleh sebab itu, Islam sangat melarang pembunuhan terhadap anak dengan
alasan apapun,baik karena kemiskinan atau alasan lain. Sehingga Islam
menyuruh seluruh umat manusia agar senantiasa menjaga hak hidup anak
kecil atau bayi, baik yang orang tuanya muslim ataupun non muslim,
makanya dalam setiap pertempuran, Islam melarang seluruh kaum muslim
membunuh kaum hawa dan anak-anak Berdasarkan uraian diatas kiranya
sangat jelas, jika Islam include di dalamnya hukum Islam sangat
memperhatikan hak hidup dari seorang anak. Hal ini ditegaskan dalam Q.s.
Al-An’am ayat 15, yang artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut kemiskinan, kami akan memberi rizki kepadamu dan
kepada mereka. Sangatlah jelas dalam setiap jiwa terdapat hak prinsipil untuk
13

bisa hidup sebagaimana mestinya. Prinsip kemanusiaan ini juga menjadi basis
dari relasi sosial dalam kehidupan manusia. Itu sebabnya seseorang tidak
boleh bertindak zalim terhadap yang lain. Sebaliknya setiap orang harus
saling berbuat baik dan membantu satu sama lain.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa hukum Islam


sangat berpihak terhadap perlindungan anak. Anak ditempatkan pada posisi
yang sangat mulia. Perlindungan atas hak anak dalam hukum Islam memiliki
tujuan dasar untuk membangun kehidupam umat manusia yang memagang
teguh ajaran Islam. Hukum Islam memiliki prinsip dan nilai dasar yang sangat
istimewa. Hukum Islam menaruh perhatian yang sangat ekstra terhadap hak-
hak manusia-tidak memandang, kecil, besar, dewasa maupun tua-hukum
Islam lebih bersifat komprehensif dan komplek. Adapun hak-hak anak yang
perlu dilindungi secara berasama-sama oleh orang tua, masyarakat, bangsa
dan negara, di antaranya adalah: hak anak sebelum lahir dan hak anak sesudah
lahir yang meliputi banyak hal, diantaranya hak untuk hidup, hak mendapat
nama yang baik, hak disembelihkan aqîqahnya, hak untuk mendapatkan ASI
(dua tahun), hak makan dan minum yang baik, hak diberi rizki yang baik, hak
mendapatkan pendidikan agama, hak mendapatkan pendidikan salat, hak
mendapat tempat tidur terpisah antara laki-laki dan perempuan, hak
mendapatkan pendidikan dengan pendidikan adab yang baik, hak mendapat
14

pengajaran yang baik, hak mendapat pengajaran Alquran, hak mendapat


pendidikan dan pengajaran baca tulis, hak mendapat perawatan dan
pendidikan kesehatan, hak mendapat pengajaran keterampilan Islam
memberantas pengangguran, hak mendapat tempat yang baik dalam hati
orang tua, dan hak mendapat kasih sayang. Hukum Islam dalam kontek
perlindungan anak, memiliki perspektif lebih mendalam, detail dan
komprehensif sehingga hal tersebut dapat dijadikan solusi “final” dalam
memecahkan kebuntuan persoalan kasuskasus anak yang terdapat di negara
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Hasan. Masail Fiqhiyah al-Haditsah pada Masalah-Masalah Kontemporer


Hukum Islami. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

Astuti, Made Sadhi, 2017, Selayang pandang Anak Sebagai Korban dan Pelaku
Tindak Pidana, Malang: Arena Hukum

az-Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami Wa adillatuhu, II, terj. Abdul Hayyie al-
Kattani. Jakarta: Gema Insani Press, 2010.

Barda Nawawi, 2006, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung

Darwan Prints. 2002. Hukum Anak Indonesia, Bandung. PT. Citra Aditya Bakti

Bagong Suyanto. 2013. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana

Bambang Waluyo. 2011. Viktimologi Perlindungan Korban. Jakarta: Sinar


Grafika

Gosita, Arif. 2009. Masalah Korban Kejahatan, Universitas Trisakti, Jakarta.


15

Kizenko, Nadieszda. “Feminized Patriarchy? Orthodoxy and Gender in Post-


Soviet Russia”. Chicago Journals. Vol. 38, no. 3, 2014.

Mardalis. 2002. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Aksara.

Mardani. 2013. Hukum Islam. Jakarta: Kencana

M.Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan untuk dihukum. Jakarta: Sinar Grafika

Mien Rukmini. 2016. Aspek Hukum Pidana Dan Kriminologi. Bandung: PT.
Alumni

Siti Ma’rifah. 2009. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Anak (Studi
Kasus di Pengadilan Negeri Purwokerto), (Purwokerto: IAIN
Purwokerto.

Soesilo. 2012. Hukum Acara Pidana (Penyelesaian Perkara Pidana menurut


KUHAP bagi penegak Hukum). Bogor: Politeria

Solikhatun. 2013. Pencabulan Terhadap Anak Dalam Perspektif Hukum Islam.


Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Banyumas. Purwokerto: IAIN
Purwokerto

Syamsudin. 2007. Operasional Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada

Topo Santoso. 2013. Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Insani Press.

Wagiati Soetodjo. 2016. Hukum Pidana Anak. Bandung: PT Refika Aditama

Vesaeni Tovita Sari. 2009. Kekerasan Seksual Ditinjau Dari Hukum Islam Dan
UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Purwokerto: IAIN Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai