Anda di halaman 1dari 6

TUGAS UAS MATA KULIAH HUMAN RELATION

( Sudah Dipresentasikan Tanggal 12 Desember 2012 )

“ Human Relation Dalam kelompok Pedagang Indomie Rebus Di Purwokerto

(PIR Satria) ”

Oleh :

Nama : Uwais Qorni

NIM : F1A009044

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN SOSIOLOGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2012
BAB I

Pendahuluan

A.Latar belakang

Warung bubur kacang hijau atau yang disingkat warung burjo merupakan tempat
makan favorit bagi banyak kalangan khususnya mahasiswa. Warung Burjo sendiri berasal
Jawa Barat yang kemudian berkembang hingga banyak provinsi termasuk Jawa Tengah.
Kekhasan dari dialek sunda yang biasa ada di warung burjo menjadi keunikan tersendiri dari
warung burjo. Terlebih yang menjadikan warung burjo favorit yaitu warung burjo
menyediakan makanan dengan harga yang terjangkau (nasi telor, mie instant, dll) dan selalu
buka 24 jam.

Di Purwokerto sendiri keberadaan warung burjo berkembang cukup pesat. Setiap


kira-kira 50 meter di pinggir jalan sekitar universitas seperti Unsoed dan UMP banyak
ditemui warung burjo. Walaupun banyak berkembang restoran cepat saji dan warung makan
di daerah Purwokerto, namun keberadaan warung burjo masih tetap diterima masyarakat.
Khususnya bagi Mahasiswa, keberadaan dari warung burjo lebih dari sekedar tempat makan,
namun juga sebagai tempat begadang, mengobrol, nongkrong antara masyarakat sekitar
maupun sesama mahasiswa.

Perkembangan warung burjo di Purwokerto yang semakin bertambah menjadikan


para pemilik berkeinginan untuk membentuk suatu perkumpulan. Oleh karena itu dibentuk
suatu perkumpulan antara pemilik warung burjo yang diberi nama “PIR SATRIA” (Pedagang
Indomie Rebus Purwokerto). Perkumpulan ini meliputi semua pemilik warung burjo yang ada
di Purwokerto, termasuk di dalamnya pendatang dari luar Purwokerto (kuningan, cirebon, dll)
maupun penduduk asli Purwokerto.

Dibentuknya “PIR SATRIA” sebagai wadah berkumpulnya para pemilik warung


burjo di Purwokerto justru membuka pintu interaksi dan komunikasi antar anggotanya.
Dinamika kelompok yang terjadi di dalamnya merupakan perselisihan dan pertentangan
mengenai persaingan bisnis. Antara lain terjadinya kecemburuan ekonomi antara mayoritas
pendatang dari Jawa Barat dengan minoritas penduduk asli purwokerto. Selain itu persaingan
antara warung burjo untuk mendapatkan konsumen yang cukup ketat karena jarak antara
warung burjo yang cukup berdekatan.
B.Rumusan Masalah :

1. Hal-hal apa saja yang bisa memicu perselisihan diantara anggota “PIR SATRIA” ?

2. Bagaimana peran human relation di dalam kelompok “PIR SATRIA” ?


BAB II

PEMBAHASAN

A.Analisis potensi perselisihan

Setiap fenomena maupun realitas sosial yang terjadi di dalam masyarakat tentunya
harus dipahami secara holistik. Yang berarti suatu realitas sosial dipahami secara kronologis
serta perkembangannya. Faktor ataupun gejala yang terjadi yang dapat diamati dan dianalisis
sehingga kemungkinan-kemungkinan munculnya suatu masalah maupun perselisihan yang
mungkin akan terjadi dapat diprediksi. Begitu pula mengenai dinamika kelompok yang
terjadi di dalam kelompok “PIR SATRIA”. Terdapat faktor-faktor yang mungkin terjadi dan
dapat menjadi pemicu terjadinya perselisihan antara anggota kelompok.

Faktor ekonomi merupakan isu krusial yang potensial memicu konflik. Terjadi
kecemburuan ekonomi yang terjadi diantara pemilik warung burjo, yakni antara pendatang
dan penduduk asli Purwokerto. Kecemburuan ekonomi dalam hal ini misalnya adalah
kesenjangan pendapatan dan jumlah pelanggan antara pendatang dan penduduk asli.
Penduduk asli dari “rejeki” (pendapatan) mendapat intervensi dari pendatang sehingga
pendapatan mereka berkurang. Selain itu kecenderungan pelanggan yang notabene
mahasiswa lebih memilih datang ke warung burjo “pendatang” karena tempatnya yang lebih
strategis, nyaman, dll.

Terlebih secara kuantitas keberadaan warung burjo yang dimiliki oleh penduduk asli
Purwokerto lebih sedikit dibandingkan warung burjo yang dimiliki pendatang. Oleh karena
itu dalam perkumpulan “PIR SATRIA” anggota yang dari penduduk asli lebih sedikit. Ini
memungkinkan munculnya sikap eksklusif yang dapat menimbulkan perselisihan.

Selain itu perkembangan warung burjo yang semakin bertambah tiap tahunnya
memunculkan persaingan ketat dalam mencari keuntungan. Setiap beberapa puluh meter di
pinggir jalan dapat ditemui warung burjo-warung burjo. Oleh karena itu diperlukan strategi
ekonomi dari masing-masing warung burjo dalam menarik pelanggan. Beberapa diantaranya
seperti menambah daftar variasi menu, fasilitas hotspot, dll.
B.Arisan sebagai wujud peran human relation dalam kelompok “PIR SATRIA”

Menurut Keith Davis pengertian human relation dalam arti sempit adalah komunikasi
persuasif yang dilakukan seseorang terhadap orang lain secara tatap muka dalam situasi kerja
(work situation) dan dalam oraganisasi kekaryaan (work organization) dengan tujuan untuk
menggugah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan semangat kerja sama yang produktif
dengan perasaan bahagia dan puas hati.

Berdasarkan pendapat Keith Davis tersebut peran human relation sangat dibutuhkan
dalam memperbaiki atau bahkan menciptakan situasi baru dalam suatu hubungan dalam
kelompok sehingga interaksi dan komunikasi yang tercipta menjadi nyaman, dan pada
akhirnya dapat meningkatkan kegairahan dan produktifitas kerja.

Arisan dalam menciptakan situasi nyaman di dalam perkumpulan “PIR SATRIA”


merupakan wujud nyata peran human relation di dalam sebuah kelompok. Secara tekhnis
dalam arisan tersebut tiap anggota secara rutin dan bergilir tiap satu bulan sekali mendapat
jatah untuk menjamu anggota lain di warung burjo miliknya. Tentunya di dalam arisan tidak
hanya dilakukan kocokan saja, melainkan ada musyawarah di dalamnya, rapat menentukan
harga, dll. Komunikasi persuasif dilakukan secara perlahan namun pasti untuk memupuk
silaturahmi dan rasa persaudaraan diantara masing-masing anggota.

Situasi arisan tersebut nantinya akan mengubah situasi kerja menjadi kooperatif.
Hubungan antar anggota yang semula adalah saingan bisnis kemudian menjadi hubungan
antara rekan atau bahkan saudara. Kondisi tersebut kemudian memunculkan perasaan peduli
dan toleransi sehingga potensi perselisihan dapat diredam dalam musyawarah dan situasi
persuasif. Hal tersebut tentu dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas dalam bekerja.
BAB III

PENUTUP

Potensi konflik dalam setiap kelompok di dalam masyarakat pasti ada. Faktor ekonomi
merupakan salah satu faktor yang signifikan dalam memunculkan perselisihan di dalam
masyarakat tersebut. Secara khusus pada perkumpulan “PIR SATRIA”, kemungkinan untuk
terjadinya perselisihan pasti ada, terlebih perkembangan kebutuhan manusia yang semakin
banyak dan alat pemenuhan kebutuhan yang semakin sulit diperoleh, akan meningkatkan
perasaan individualis dalam masyarakat yang dapat memecah belah kelompok.

Kehadiran arisan sebagai wujud aplikasi dari peran human relation di dalam kelompok
“PIR SATRIA” semakin menguatkan solidaritas sosial intern kelompok. Sehingga hubungan
antar anggota yang semula saingan bisnis kemudian menjadi rekan bisnis. Hal tersebut
pastinya menciptakan situasi nyaman dan kooperatif di dalam kelompok ketika musyawarah
dan pengambilan keputusan. Sehingga di satu sisi potensi akan perselisihan dapat diredam
dan diminimalisir, namun disisi lain akan dapat memaksimalkan produktifitas dan kegairahan
dalam bekerja.

......SELESAI.....

Anda mungkin juga menyukai