Anda di halaman 1dari 11

Tugas Essai Teori Kritik Sosial

( Tema : Imaginasi Sosiologis C. Wright Mills )

“ Indonesia Sekarang ?? ”

Menanggapi Pengaruh Modernisasi Terhadap Sumber Daya Manusia Indonesia

Disusun oleh : Uwais Qorni / F1A009044

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN SOSIOLOGI

2011 / 2012
Pengantar

Modernisasi secara umum diartikan dengan proses perubahan dari corak kehidupan
yang agraris (pertanian) menuju kehidupan modern (industri). Modernisasi sangat
berkaitan dengan ilmu pengetahuan (sains) dan tekhnologi sebagai motor utamanya.
Namun terlepas dari perkembangannya yang begitu pesat, modernisasi tidak benar-
benar bersifat progresif, yang berarti modernisasi tidak serta merta memajukan proses
berpikir masyarakat, namun malah justru sebaliknya, yang dapat menimbulkan
ketergantungan pada tekhnologi itu sendiri.

Parahnya, ketika modernisasi dan tekhnologi beramai-ramai dianggap masyarakat


Indonesia sebagai sebuah kelaziman, maka masyarakat dalam banyak hal senantiasa
mengamini dan mengimani semua tekhnologi baru yang masuk. Tekhnologi tidak lagi
hanya dimaknai sebagai alat bantu dalam kehidupan sehari-hari, namun juga dimaknai
sebagai gaya hidup, alat pemenuhan hasrat materi, penguat identitas, dan lain-lain.
Contoh sederhana misalnya seperti tekhnologi blackberry, I Pad, mobil-mobil canggih,
dan lain-lain. Bagaimana masyarakat dengan bahasa “hari gini nggak up to date,,
NDESO.!!” membanggakan tekhnologi yang baru mereka beli tanpa tahu menahu
maksud yang ada di dalamnya. Mereka hanya tahu bagaimana tekhnologi tersebut
seolah-olah dapat memuaskan dan meningkatkan derajat serta prestige mereka di
depan orang banyak. Ini merupakan salah satu contoh bentuk kegagalan modernisasi
dan tekhnologi dalam fungsinya pada masyarakat.

Modernitas adalah pedang bermata dua, yang menyebabkan situasi positif dan negatif,
Giddens menangkap adanya “ancaman besar berupa kehampaan makna pribadi.”
Semua hal yang bermakna telah dikucilkan dari kehidupan sehari-hari.
(Ritzer 2010 : 611)

Senada dengan gagasan Giddens mengenai modernitas dan identitas bahwasanya


pengaruh dari modernisasi berangsur-angsur dapat menghilangkan kearifan lokal,
moral, serta budaya tradisional khususnya di Indonesia. Nilai-nilai yang ada di
dalamnya hanya dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Hal tersebut otomatis
membawa dampak negatif seperti berkurangnya peran orang tua terhadap anak
sehingga terganggunya keharmonisan keluarga sampai fenomena hamil diluar nikah di
kalangan remaja. Contoh-contoh di atas adalah kenyataan yang dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari. Ini mengindikasikan bahwasanya ada ketidaksiapan dari segi
proses berpikir masyarakat dalam menghadapi modernisasi dan tekhnologi yang
ditandai dengan mulai lunturnya budaya tradisional dan kearifan lokal.

Mustahil ada perubahan ke arah yang benar, kalau kesalahan berpikir masih menjebak
benak kita ( Rakhmat 1999 : 3 ).

Modernisasi dan tekhnologi sangat mudah masuk ke Indonesia dan berpengaruh


terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia, karena selain secara historis
masyarakat Indonesia telah mewarisi kesalahan-kesalahan berpikir pada masa orde
baru namun juga karena ketidakstabilan ekonomi, banyaknya pengangguran, praktek
KKN, ketidakadilan HAM, kejelasan hukum, konflik, kualitas pendidikan, dan lain-lain di
masa sekarang, yang mengakibatkan masyarakat Indonesia pada umumnya telah
terkondisikan agar senantiasa tergantung pada modernisasi dan tekhnologi.

Essai ini berusaha menjelaskan beberapa pemikiran kritis C. Wright Mills mengenai
modernisasi khususnya imaginasi sosiologis dan mencoba menjelaskan apa yang
sedang terjadi terhadap masyarakat Indonesia sekarang khususnya terkait masalah
modernisasi dan tekhnologi di masa depan.

Akhir kata dampak modernisasi dan tekhnologi terhadap sumber daya manusia
Indonesia harus menjadi tantangan secara khusus bagi kita mahasiswa sebagai
generasi penerus bangsa agar tetap berjuang dan melanjutkan cita-cita luhur bangsa
Indonesia, seperti apa yang dikatakan Almarhum Nurcholish Madjid bahwa “ diperlukan
adanya kesediaan untuk menempuh hidup asketis, ingkar kepada diri sendiri (self
denial) untuk tidak menikmati reward perjuangan dalam jangka pendek, dan kesediaan
untuk menunda kesenangan jangka pendek. Karena di masa depan akan tersedia
kebahagiaan yang besar dalam jangka panjang” ( Madjid : 2006). SEMOGA…….
Perumusan Masalah

1) Bagaimana kritik modernisme menurut pemikiran C. Wright Mills?

2) Bagaimana Indonesia sekarang, terkait pengaruh modernisasi terhadap sumber

daya manusia Indonesia ?


Pembahasan

I.Biografi C. Wright Mills

C. Wright Mills lahir di Texas Amerika pada tanggal 28 Agustus 1916. Beliau berasal
dari keluarga kelas menengah, ayahnya seorang broker asuransi, dan ibunya adalah
ibu rumah tangga. Mills kuliah di Universitas Texas, dan mendapat gelar sarjana dan
master. Semasa hidupnya C. Wright Mills menulis beberapa buku antara lain adalah
White Collar (1951), The Power Elite (1956), dan The Sociological Imagination (1959).
C. Wright Mills meninggal di Nyack, New York pada tanggal 20 Maret 1962.

Sebagai seorang sosiolog, perjalanan hidup Mills cenderung kontroversial. Dalam


beberapa buku-buku tentang Mills, beliau digambarkan dengan seorang yang “nyleneh’.
Salah satunya karena beliau menjalani tiga perkawinan dengan seorang anak dari tiap-
tiap perkawinan. Selain itu Mills juga dikenal sebagai seorang yang senang bertikai
dengan siapa saja, bahkan dengan masyarakat Amerika secara luas. Seperti yang
diriwayat dalam buku George Ritzer “ Tetapi barangkali yang paling menonjol adalah
fakta bahwa ketika Mills mengunjungi Uni Soviet dan dihormati sebagai kritikus
masyarakat utama (Ritzer 91 : 2004).” Pada masa itu Amerika dan Uni Soviet adalah
dua Negara adidaya yang saling berlawanan dan terlibat konflik.
II.Pemikiran-pemikiran C. Wright Mills

 Imajinasi Sosiologis

Menghadapi masalah modernisasi secara khusus Mills mengkritik sosiologi dalam


upayanya memberikan solusi dan pencerahan kepada masyarakat di era modern. Mills
berpendapat bahwasanya sosiologi pada umumnya tidak lebih hanya memberikan
harapan-harapan palsu, karena sosiologi beserta teori-teorinya (ex:Talcott Parson)
seolah-olah bebas nilai bahkan pro status quo. Masalah dan konflik yang ada hanyalah
dianggap suatu proses adaptasi / disfungsi semata. Sosiologi cenderung menutup
sebelah mata terhadap masalah yang ada khususnya modernisasi. Berangkat dari
anggapan tersebut, Mills menawarkan imajinasi sosiologis sebagai sebuah solusi.

Imajinasi sosiologis adalah “berpikir dengan metode makro dan mikro, dimana antara
keduanya terjadi dialektika, dengan berlandaskan pada data historis, agar sosiolog
terjaga kesadaran intelektualnya dalam mencermati realitas masyarakat yang berubah-
ubah ( Makassary 2000 : 43) . “

Imaginasi sosiologis berarti suatu proses berpikir dimana seorang individu


menempatkan dirinya dan masalah-masalah kehidupannya dengan sudut pandang
individu dan lingkungan sosialnya, tanpa mengesampingkan aspek historis dan
perkembangannya. Mills membuat sebuah klasifikasi mengenai masalah-masalah
kehidupan yang ada menjadi dua, yaitu personal troubles dan public issues.
Bahwasanya personal troubles merupakan masalah-masalah sosial pada tingkat
individu, sedangkan public issues lebih berhubungan pada aspek historis dan
keseluruhan struktur sosial dalam masyarakat. Contoh sederhana misalnya kasus titip
absen mahasiswa Fisip Unsoed. Bila hanya ada lima atau sepuluh orang dari 5ribu
orang Mahasiswa Fisip Unsoed yang titip absen, maka ini termasuk personal trouble.
Namun jika yang tiitip absen ada sekitar 3 ribu orang Mahasiswa Fisip Unsoed, maka
ini termasuk public issues.
Secara umum tujuan dari Imajinasi sosiologis adalah supaya masyarakat berpikir dan
selalu berintrospeksi atas semua masalah yang dihadapi dengan lebih memahami
keadaan lebih mendalam. Sebagai contoh misalnya, mengapa banyak orang
berbondong-bondong menggunakan Handphone Blackberry atau bagaimana memakai
pakaian batik tidak lagi dianggap sebagai sebuah trend malah dianggap ketinggalan
jaman, dan lain-lain. Dengan demikian dengan kita berimajinasi sosiologis, maka
seseorang dapat memahami perkembangan masyarakat secara historis dari realitas
masyarakat beserta kebutuhan-kebutuhannya. Jadi dengan berimajinasi sosiologis
seseorang dapat melihat bagaimana individu-individu, dalam kehidupan sosial sehari-
harinya sering mengkisruhkan posisi sosial mereka dalam masyarakat.

 Mills tentang Modernisasi

Mengenai modernisasi dan manusia modern, Mills beranggapan bahwasanya


“modernisasi adalah rasionalitas tanpa nalar”. Anggapan Mills tersebut dilatar belakangi
oleh perkembangan masyarakat pada zaman pencerahan ( meletusnya revolusi
perancis dan revolusi industri). Pada zaman pencerahan masyarakat senantiasa
mengagungkan sains dan menggunakan nalar dan rasionalitas dalam menyelesaikan
masalah ketidakadilan, penindasan, dll.

“Dominasi sains menjanjikan kebebasan dari kelangkaan, keinginan, dan bencana


alam. Pengembangan bentuk-bentuk organisasi sosial dan cara berpikir rasional
menjanjikan pembebasan dari irrasionalitas mitos, agama, melepaskan manusia dari
ketakutan irrasional terhadap kesewenang-wenangan penggunaan kekuasaan,
sekaligus membebaskannya dari sisi gelap sifat dasar manusia.” ( Budiman : 2002 )

Terlebih perkembangan sains dan penemuan-penemuan baru dengan cepat merubah


tatanan sosial masyarakat hingga terbentuk masyarakat industri. Jadi pada dasarnya
ada suatu perubahan proses berpikir yang terjadi, dimana tradisi-tradisi tua / lama
benar-benar dianggap sebagai suatu kebodohan dan bahkan harus diruntuhkan.
Memang rasionalitas dan sains adalah ide kebebasan individu yang merupakan
pemikiran zaman pencerahan. Namun tidak selamanya rasionalitas dan kebebasan
selalu berjalan beriringan, banyak fakta di jaman sekarang yang disebut Mills sebagai
era postmodernisme yang membuktikan bahwa rasionalitas dan sains justru mengurung
kebebasan individu.

Masyarakat sering kali nampak bertindak dan menyikapi sesuatu secara rasional,
namun pada dasarnya mereka tidak mengerti tujuan tindakannya tersebut. Seperti
analogi santri yang hanya mengamini dan menjalankan apa yang dikatakan /
dikhotbahkan oleh ustadnya tanpa tahu dari tujuan dari tindakannya tersebut.
Menghadapi modernisasi masyarakat pun demikian, masyarakat sekarang seolah-olah
seperti menghamba terhadap modernisasi. Oleh karena itu modernisasi termasuk di
dalamnya sains, tekhnologi, rasionalitas tidak menjamin seorang individu / masyarakat
terbebas dari mitos.

Rasionalitas tanpa nalar adalah kritik Mills mengenai modernisasi. Bahwa “ dalam
masyarakat modern nalar telah diturunkan nilainya menjadi rasionalitas instrumental.
Artinya nalar sebagai rasionalitas dijadikan sarana dan instrumen dalam pengejaran
efisiensi dan tujuan-tujuan yang tersedia. Dalam bentuk formalisasi sains, birokrasi dan
manajemen rasional, rasionalitas instrumental bertugas hanya sebagai jongos dominasi
dan manipulasi yang berkembang sebagai musuh kebebasan individu (individuality). “

( Makassary 2000 : 98 )

Mills memberi istilah “robot girang” (cheerful robot) kepada manusia modern yang
berlandaskan pada rasionalitas tanpa nalar. Robot Girang merupakan sebuah fakta
atas sedemikian besar pengaruh modernisasi terhadap kehidupan individu seseorang.
Robot girang mengetahui bagaimana cara berbuat, namun tidak tahu maksud dari
mngapa mereka melakukan hal tersebut. Contoh sederhana robot girang misalnya,
seseorang yang setiap hari menjelang tidur maupun bangun tidur selalu update status /
chating facebook di handphone. Ia tahu bagaimana dan cara melakukan ( what to do )
namun mereka tidak tahu mengapa setiap hari mereka melakukannya (why it is to be
done).
III.Indonesia sekarang, tentang pengaruh modernisasi terhadap sumber daya
manusia

Secara khusus mengenai modernisasi di Indonesia yang pengaruhnya sedemikian kuat


pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. Bahwasanya modernisasi menurut Mills
justru mengurung kebebasan individu dalam menentukan tujuan. Karena dalam
modernisasi nalar telah diturunkan nilainya menjadi rasionalitas instrumental. Artinya
nalar sebagai rasionalitas justru dijadikan sarana dan alat dalam pengejaran efisiensi
dan tujuan-tujuan industri yang tersedia. Dalam Industri musik misalnya bagaimana
“rasionalitas media massa” bekerja dan menjadikan orang-orang berbondong-bondong
ingin menjadi boys / girls band. Atau bagaimana “rasionalitas tekhnologi” mengenai
fenomena boomnya Blackberry menjadikannya sebagai alat penguat identitas dalam
masyarakat.

Senada dengan Mills, apa yang dikatakan oleh Mike Featherstone dalam bukunya
mengenai postmodernisme dan budaya konsumen, yang menjelaskan bagaimana
masyarakat beramai-ramai berbelanja ke mall dan menjadikannya sebagai nilai prestige
tertentu. bahwa ” budaya konsumen yang dibawa oleh modernisasi menjadikan barang-
barang dalam dunia mimpi di mall dan departement store yang bersifat keduniaan dan
kebutuhan sehari-hari kemudian diasosiasikan dengan kemewahan, eksotika,
keindahan dan romansa dengan kegunaan asli dan fungsionalnya yang semakin sulit
diuraikan.” ( Featherstone 2005 : 203)

Selain itu Pendidikan di Indonesia pun tidak lepas dari pengaruh modernisasi. Terlepas
dari ada juga sisi positif dari modernisasi terhadap pendidikan seperti berkembangnya
fasilitas / infrastruktur pendidikan dalam hal tekhnologi. Namun pengaruh modernisasi
terhadap pendidikan menurut saya justru yang paling berbahaya. Karena selain
pendidikan sekarang seolah-olah seperti dirancang untuk kepentingan pasar,
pendidikan berhubungan langsung dengan pembentukan karakter dan kualitas sumber
daya manusia Indonesia. “Pendidikan merupakan mekanisme yang amat cerdik yang
dikonstruksikan oleh industrialisme untuk memproduksi jenis manusia dewasa yang
mereka butuhkan.” (Toffler 1992 : 357)
Penutup

Hampir dalam banyak hal modernisasi telah sedemikian kuat mempengaruhi


masyarakat Indonesia bahkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sekali lagi kita
renungkan, Indonesia merupakan salah satu dari negeri tersubur dan terkaya di dunia
atas potensi sumber daya alam. Dimana keanekaragaman hewan, tumbuhan, sumber
tambang, pariwisata, dll ada di Negara Indonesia. Indonesia dengan segala kuasa
alamnya, sesungguhnya dapat menjadi salah satu kekuatan penggerak ekonomi Asia,
bahkan dunia. Namun tidak dalam angan-angan, Indonesia dengan segala masalah-
masalah sosialnya seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, orientasi pendidikan
justru di cap sebagai salah satu negara yang miskin, dan terkorup di dunia. Indonesia
yang seperti ini malah melahirkan suatu karakter bangsa yang tidak produktif, percaya
diri dan eksis dalam prestasi di mata dunia.

Kualitas sumber daya manusia yang tidak sejalan dengan dengan kuantitas sumber
daya alamnya disebabkan oleh masalah-masalah sosial yang ada di Indonesia.
Terutama dalam perkembangan masyarakat dari era Orde Baru sampai sekarang.
Dimana sumber daya manusia Indonesia seolah-olah dibatasi dan direkayasa untuk
menurut dan bergantung terkait informasi, proses berpikir, gaya hidup hedonis, dan
modernisasi.

Secara khusus mengenai modernisasi, sudah menjadi tugas dari sosiologi guna
membebaskan dan menegakkan kembali kebebasan moral dan intelektual dari
belenggu modernisasi dan rasionalitas tanpa nalarnya. Menurut Mills hanya dengan
Imaginasi sosiologis dan ruang publik sebagai landasan imaginasi, janji-janji sosiologis
seperti tanggung jawab moral, komitment, dan konsistensi terhadap masalah
modernisasi dapat terselesaikan. INSYA ALLAH..................
Daftar Pustaka

 Featherstone, Mike. 2005. Postmodernisme Dan Budaya Konsumen. Pustaka


Pelajar, Yogyakarta.

 Hikmat Budiman. 2002. Pembunuhan Yang Selalu Gagal. Pustaka Pelajar,


Yogjakarta.

 Madjid, Nurcholish. 2006. Menembus Batas Tradisi : Menuju Masa Depan Yang
Membebaskan. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
 Rakhmat, Jalalludin. 1999. Rekayasa Sosial : Reformasi Atau Revolusi. PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung.
 Ridwan Al Makassari. 2000. Kematian Manusia Modern : nalar dan kebebasan
menurut C. Wright. Mills. UII Press, Yogjakarta.
 Ritzer, George. 2010. Teori Sosiologi Klasik. Kreasi Wacana, Bantul.
 Ritzer, George. 2004. Teori Sosiologi Modern. Prenada Media, Jakarta.
 Toffler, Alvin. 1992. Kejutan Masa Depan. PT. Pantja Simpati, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai