Desiye supit (2020) “siswa akan merasa jenuh dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran jika media yang dipakai oleh guru tidak pernah berubah”
https://cogito.unklab.ac.id/index.php/cogito/article/view/209/143
https://jurnal.unived.ac.id/index.php/JM/article/view/766/642
DESI AULIA UMAMIVolume 7 No. 1 (April 2019) HUBUNGAN MEDIA
PEMBELAJARAN DAN MINAT TERHADAP MOTIVASI
MAHASISWI TINGKAT IIIKEBIDANAN WIDYA KARSA
JAYAKARTA
https://core.ac.uk/download/pdf/228481477.pdf
Proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas pada umumnya hanya berpusat pada guru (teacher
centered). Pada saat mengajar guru tidak menggunakanmodel pembelajaran yang inovatif, interaktif,
dan menyenangkan. Hal tersebut membuat siswa tidak tertarik pada pembelajaran yang dilakukan
Dari hasil analisis kebutuhan diperoleh informasi bahwa (1) secara umum guru sudah
berusaha menerapkan model pembelajaran inovatif sesuaituntutan Kurikulum 2013 sekalipun
masih mengalami kesulitan, (2) masih dirasakan kurangnya contoh-contoh dan pelatihan implementasi
model pembelajaran inovatif menyebabkan masih lemahnya pemahaman guru terhadap
konsep pembelajaran inovatif, (3) guru masih memerlukan tambahan pengetahuan dan
bimbingan dalam penerapan pembelajaran inovatif, (4) guru juga menyatakan siap untuk
memanfaatkan aplikasi pendampingan pembelajaran inovatif apabila tersedia,
Wahyu Sopandi, Yoga Adi Pratama, Hany Handayani (2019)
kesulitan ini disebabkan oleh sintaks model pembelajaran inovatif yang susah diingat dan sukar
dipahami, mengingat para pencipta model-model tersebut berasal dari luar negeri dan tidak
mempertimbangkan situasi dan kondisi di Indonesia. Sulitnya partisipan mengimplementasikan
model-model pembelajaran inovatif ini mungkin bisa menjelaskan mengapa pembelajaran di
sekolah relatif tidak berubah dari waktu ke waktu yang menyebabkan rendahnya prestasi peserta
didik
Muhadjir (2019:2) menyatakan Faktor-faktor yang menyebabkan siswa sulit memahami materi tingkat
tinggi diantaranya lingkungan yang kurang mendukung, fasilitas sekolah yang kurang memadai
khususnya penggunaan laboratorium, dan kurangnya motivasi belajar dalam diri siswa tersebut. Namun
faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa dalam belajar yaitu metode pembelajaran
yang digunakan disekolah masih berpusat pada guru
enerapan HOTS dalam kelas dapat menghadapi beberapa kendala, antara lain:
Untuk mengatasi kendala-kendala ini, penting bagi sekolah dan guru untuk melakukan
upaya kolaboratif, seperti mengadaptasi kurikulum, menyediakan sumber daya yang
memadai, memberikan pelatihan dan pendampingan kepada guru, mengembangkan
metode penilaian yang sesuai, dan membangun budaya kelas yang mendukung
pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
sebagian besar guru kesulitan menggunakan teknologi untuk menunjang proses belajar mengajar karena
pemahaman guru terkait teknologi pembelajaran masih terbatas. Banyak guru yang tidak
memperbaharui dan meningkatkan ilmunya ketika menggeluti profesi guru
https://suyanto.id/hambatan-utama-penggunaan-tik-dalam-pembelajaran-dan-strategi-
mengatasinya/
1. Kurangya Dukungan
Para guru di sekolah menengah sering merasakan banyak tekanan dari para
pemimpin sekolah untuk menggunakan TIK dalam pengajaran mereka (Wikan
dan Molster, 2011). Untuk memiliki integrasi TIK yang sukses dalam
pengajaran, maka kepala sekolah perlu memberikan dukungan yang tepat
kepada para guru; pertama, mengintegrasikan penggunaan TIK perlu
diintegrasikan ke dalam kurikulum dan guru harus memiliki rencana yang jelas
untuk menggunakan TIK dalam pengajaran. Kedua, kepemimpinan sekolah
perlu memiliki visi dan misi yang jelas untuk mengintegrasikan teknologi dan
memiliki rencana untuk mewujudkannya dan berinvestasi dalam TIK untuk
pembelajaran di kelas. Ketiga, pemerintah perlu mengalokasikan investasi
infrastruktur pendidikan yang mendorong penggunaan TIK.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Integrasi TIK dalam Proses Pembelajaran pada Pondok Pesantren di
Lombok Timur (2021)
Hambatan diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu faktor guru dan faktor dukungan kelembagaan.
Faktor guru meliputi kekuarangan waktu, kurangnya sumberdaya manusia yang mempuni dan
kompleksitas integrasi TIK. Sedangkan faktor kelembagaan meliputi keterbatasan infrastruktur,
kurangnya pelatihan, kurangnya akses, dan kurangnya dukungan teknis.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran IPA: Sebuah Kajian
Hal serupa juga dikatakan oleh Batubara (2017) dalam penelitiannya yang menjelaskan bahwa ada tiga
aspek keterampilan TIK guru yang harus diperhatikan yaitu kemahiran guru pada media dan aplikasi TIK,
prinsip dan desain pengembangan materi ajar berbasis TIK dan metode pemanfaatan media TIK di
sekolah [53]. Menurut Rusyan (2014) menjelaskan bahwa mengembangkan kemampuan dan
keterampilan, guru diharuskan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan serta menguasai teknologi, baik
teknologi berupa komputer atau teknologi lain yang mendukung proses pembelajaran [54].
Fakta menunjukkan alasan yang medasari kurangnya guru dalam penggunaan media yaitu guru merasa
tidak mampu, guru merasa takut dalam mengoprasiakan peralatan elektronik, guru merasa repot, ribet
dan harus merepotkan orang lain dalam penggunaannya. Tidak tersedianya peralatan menjadi salah satu
alasan guru tidak memanfaatkan media dalam proses pembelajaran
manfaat penggunaan TIK dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran adalah: (1)
meningkatkan kualitas pembelajaran; (2) memperluas akses terhadap pendidikan dan pembelajaran; (3)
membantu memvisualisasikan ide-ide abstrak; (4) mempermudah pemahaman materi yang sedang
dipelajari; (5) menampilkan materi pembelajaran menjadi lebih menarik; dan (6) memungkinkan
terjadinya interaksi antara pembelajaran dengan materi yang sedang dipelaja
guru jarang mengikuti pelatihan terkait dengan peningkatan kemampuan teknologi pedagogik
Kendala yang banyak dirasakan oleh guru adalah faktor dari orangua peserta didik karena perangkat
keras maupun perangkat lunak yang tidak memadai.
HOTS Achmad Fanani, 2017. PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS HOTS (HIGHER ORDER
THINKING SKILL) DI SEKOLAH DASAR KELAS V
Pada kenyataannya masih banyak guru yang kurang faham tentang HOTS. Hal ini tampak pada rumusan
indikator, tujuan, maupun kegiatan pembelajaran dan penilaiannya dalam rancangan pembelajaran yang
dibuat dan pelaksanaan proses pembelajarannya. Guru harus mampu mengembangkan dan
mengkonversikan dari pembelajaran yang masih bersifat Lower Order Thinking Skill (LOTS) menjadi
Higher Order Thinking Skill (HOTS), dan ini harus sudah diawali sejak merancang Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
Yayuk, Deviana, dan Sulistyani (2019: 108), KEMAMPUAN GURU DALAM IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
DAN PENILAIAN HOTS PADA SISWA KELAS 4 SEKOLAH INDONESIA BANGKOK THAILAND
bahwa pada praktik di lapangan, pembelajaran HOTS bukan suatu hal yang mudah untuk
diimplementasikan oleh para guru, masih banyak guru yang masih sangat kebingungan dalam
penerapan pembelajaran HOTS.
Fathul Jannah1 , Radiansyah2 , Raihanah Sari3 , Reja Fahlevi4 , Sapnah Wardini5 , Siti Aisyah6 , Wahyu
Kurniawan 7
ANALISIS PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS HOTS PADA PROGRAM KEAHLIAN OTOMATISASI TATA
KELOLA PERKANTORAN SMK NEGERI DI KOTA SURAKARTA.
Adapun kendala dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis HOTS sebagai berikut: a. Kendala Dari Guru:
1) Kurangnya pemahaman guru tentang konsep dan penerapan HOTS 2) Kesulitan dalam merumuskan
soal dan penilaian berbasis HOTS
Azmi Rizky Anisa1 , Ala Aprila Ipungkarti1 , dan Kayla Nur Saffanah (2021)
Adapun beberapa cara agar budaya literasi di Indonesia dapat meningkat adalah dengan menanamkan
kesadaran bahwa dengan membaca kita dapat mendapatkan informasi yang jelas, akurat dan juga logis.
Pengoptimalan peran perpustakaan juga menjadi salah satu cara agar literasi di Indonesia dapat
meningkat karena perpustakaan memiliki peranan yang penting dalam pergerakan juga budaya literasi.
Sosialisasi mengenai pentingnya gemar membaca bagi kehidupan sehari-hari juga dapat dilakukan oleh
para volunteer muda yang cerdas dan sukses sebagai wujud nyata keberhasilan dari gemar membaca.
Pembangunan dan pemerataan perpustakaan atau tempat belajar umum di seluruh wilayah terutama di
wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) di Indonesia juga perlu diperhatikan sebagai upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui aspek literasi.