Anda di halaman 1dari 8

Paper Hasil

Penelitian

ANALISIS HUKUM MENGENAI PERANAN KPPU DALAM MENEGAKKAN


HUKUM ANTITRUST PADA SEKTOR E-COMMERCE DI INDONESIA

Kapita Selekta Hukum Bisnis


Kelompok 4
Chica Octa Andinda1 , Aurelia Meagan Tan2 , Arya Salwa Wardana3
1
Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Tarumanagara Jakarta (205200195)
Email : aurelia.205200195@stu.untar.ac.id
2
Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Tarumanagara Jakarta (205200026)
Email : yosia.205200026@stu.untar.ac.id
3
Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Tarumanagara Jakarta (205200174)
Email : muhammad.205200174@stu.untar.ac.id

ABSTRAK

Meningkatnya jumlah dan nilai transaksi e-commerce khususnya di Indonesia membuat semakin terbukanya
peluang terjadinya tindakan anti persaingan usaha pada sektor bersangkutan. Penelitian serta tulisan ini kemudian
meneliti mengenai bagaimana peranan KPPU sebagai lembaga pemngawas dalam penegakan hukum persaingan
usaha pada sektor tersebut. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis
normatif dengan berupa analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tantangan penegakan hukum
persaingan usaha pada sektor e-commerce di Indonesia ialah berkaitan dengan adanya potensi terjadinya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pada sektor e-commerce. Tantangan lainnya ialah berkenaan dengan
belum diadopsinya prinsip ekstrateritorialitas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berkaitan dengan isu-isu tersebut, KPPU sendiri memiliki
peran pengawasan serta memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai investigator, penyidik, pemeriksa, penuntut,
pemutus, maupun fungsi konsultatif dalam rangka penegakan hukum persaingan usaha pada sektor e-commerce.
Saran yang disampaikan ialah pengaturan lebih khusus mengenai industri e-commerce sepatutnya juga diatur dalam
hukum persaingan usaha (Antitrust) Indonesia.

Kata Kunci: Persaingan usaha, E-Commerce, Penegakan hukum.

ABSTRACT

The increasing number and value of e-commerce transactions, especially in Indonesia, has opened up opportunities
for anti-competitive actions in the sector concerned. This research and writing then examines the role of KPPU as a
supervisory agency in enforcing business competition law in that sector. The type of research used in this study is
normative juridical research in the form of descriptive analysis. The results of the study show that the challenge of
enforcing business competition law in the e-commerce sector in Indonesia is related to the potential for
monopolistic practices and unfair business competition in the e-commerce sector. Another challenge is that the
principle of extraterritoriality has not been adopted in Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of
Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. In relation to these issues, KPPU itself has a supervisory
role and has the authority to act as an investigator, investigator, examiner, prosecutor, breaker, as well as a
consultative function in the context of enforcing business competition law in the e-commerce sector. The advice
given is that more specific arrangements regarding the e-commerce industry should also be regulated in Indonesia's
business competition law (Antitrust).
Keywords: Business Competition, E-Commerce, Law Enforcement.

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang pesat telah berhasil memajukan
aspek di seluruh bidang kehidupan manusia. Salah satu kemajuan tersebut terjadi di
bidang perdagangan barang dan jasa. Transaksi perdagangan yang pada awalnya hanya
dilakukan melalui pola konvensional secara tatap muka, kini dapat dilakukan secara
online melalui media internet. 1 Demikian pula mekanisme transaksi bisnis jual-beli, dari
pembayaran yang awalnya dilakukan secara tidak langsung namun kini mulai mengarah
pada pembayaran dengan penggunaan uang eletronik (digital cash/e-money).
Electronic Commerce atau disingkat dengan e-commerce berarti transaksi paperless
dimana inovasi seperti pertukaran data elektronik, surat elektronik, papan buletin
elektronik, transfer dana elektronik dan teknologi berbasis jaringan lainnya diterapkan
berdasarkan jaringan.2 Kemudian secara sederhana, e- commerce dapat dipahami sebagai
sebuah transaksi perdagangan atau jual beli yang dilakukan secara online dengan
menggunakan bantuan jaringan internet. Kemudahan dan efektivitas e-commerce telah
membuat transaksi penggunaan e- commerce di Indonesia terus mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Bank Indonesia (BI) mencatatkan transaksi e-commerce juga mengalami
pertumbuhan yang positif di tengah pandemi Covid-19. BI bahkan memproyeksikan
bahwa transaksi e-commerce di Indonesia pada masa pandemi mengalami peningkatan
sebesar Rp 429 triliun sepanjang tahun 2020.3
1
Melisa Setiawan Hotana, “Industri E-Commerce Dalam Menciptakan Pasar Yang Kompetitif Berdasarkan Hukum
Persaingan Usaha,” Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune, Vol.1, No. 01, 2008, hlm. 28.
2
Mahir Pradana, “Klasifikasi Jenis-Jenis Bisnis E-Commerce Di Indonesia”, Jurnal Neo-bis, Vol.9, No. 02, 2015, hlm.
33.
3
Fika Nurul Ulya, “BI Prediksi Transaksi ECommerce Melonjak Sampai Rp. 429 Triliun Sepanjang 2020,”
Kompas.Com, https://money.kompas.com/read/2020/10/22/051200926/bi-prediksi-transaksi-e-
commercemelonjak-sampai-rp-429-triliun-sepanjang2020.
Semakin berkembangnya jumlah transaksi e- commerce di Indonesia tentunya juga
mendorong bertumbuhnya jumlah pelaku usaha pada sektor tersebut. Dengan semakin
banyaknya jumlah pelaku usaha maka pasti kondisi persaingan usaha dalam transaksi
bisnis juga menjadi semakin memanas. Persaingan antar pelaku usaha di dunia bisnis
memang adalah sebuah kewajiban. Dalam hal ini, adanya persaingan dalam mekanisme
pasar akan memacu pelaku usaha berinovasi untuk menghasilkan produk yang bervariatif
dengan harga bersaing dan akan dapat menguntungkan produsen maupun konsumen.
Akan tetapi perlu diingat bahwa persaingan usaha yang dilakukan harus secara sehat dan
agar mencegah timbulnya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang akan
berdampak pada perekonomian negara.
Potensi terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di bidang e-
commerce memang sangat mungkin terjadi. Dalam hal ini sebagai contoh dapat dilihat
bahwa perusahaan e-commerce dengan skala besar akan memiliki kekuatan untuk dapat
mengendalikan pasar. Selain itu, perusahaan e-commerce dengan skala besar juga
cenderung memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunanya
sehingga berpotensi menciptakan hubungan kemitraan yang tidak sebanding.4
Terdapat ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.5 Yang mana sudah cukup baik dalam
mengatur ketentuan hukum persaingan usaha di Indonesia. Namun, peraturan tersebut
hanya sebatas perdagangan dalam ranah bisnis offline saja. Maka, UU Nomor 5 Tahun
1999 dikatakan belum memiliki pengaturan yang kuat terkait perdagangan secara online.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, kami penulis kemudian tertarik untuk mencoba
mengkaji lebih lanjut mengenai apa bentuk penegakan hukum persaingan usaha pada
bidang e-commerce di Indonesia. Dan kami penulis tertarik mengangkat judul
ANALISIS HUKUM MENGENAI PERANAN KPPU DALAM MENEGAKKAN
HUKUM ANTITRUST PADA SEKTOR E-COMMERCE DI INDONESIA.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami selaku Peneliti menyimpulkan
rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimanakah peranan KPPU dalam penegakan hukum persaingan usaha pada
sektor e-commerce di Indonesia?

2. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang digunakan dalam pembuatan paper ini adalah didasarkan pada
metode penelitian yang bersifat hukum yuridis normatif, yang mana sebagian besar
penelitian ini berhubungan dengan setiap peraturan baik yang dalam bentuk tertulis yang
tentunya berkaitan erat dengan studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif kualitatif dengan menganalisis beberapa data yang diperoleh dari studi
kepustakaan untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam atas bagaimana peranan
KPPU dalam penegakan hukum persaingan usaha pada sektor e-commerce khususnya di
Indonesia.

4
Basri Efendi, “Pengawasan Dan Penegakan Hukum Terhadap Bisnis Digital (E-Commerce) Oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat,” Syiah Kuala Law Journal, Vol.4, 2020, hlm.
22.
5
Indonesia, UU Nomor 5 Tahun 1999.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
ANALISIS PERANAN KPPU DALAM PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN
USAHA PADA SEKTOR E-COMMERCE KHUSUSNYA DI INDONESIA
Di Indonesia, berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1999,6 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
dinyatakan bahwa status KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari
pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain.7 Pada dasarnya KPPU ini
digolongkan sebagai lembaga negara komplementer (state auxiliary organ), yang
diberikan kewenangan oleh
Undang-Undang untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha. Keberadaan
KPPU dibentuk dengan tujuan untuk mencegah dan menindaklanjuti adanya praktek
monopoli dan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat di Indonesia.
Ketentuan pembentukan KPPU sendiri diamanahkan dalam Pasal 30 Ayat (1) UU Nomor
5 Tahun 1999 yang kemudian diimplementasikan melalui penerbitan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Republik Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 18 Juli 1999.8
Menurut Abdul Aziz, pembentukan KPPU pada dasarnya didasarkan pada 2 (dua) alasan
yakni: Pertama, hukum persaingan usaha membutuhkan spesialis-spesialis yang memiliki
latar belakang dan/atau mengerti seluk-beluk hukum bisnis dalam rangka menjaga
mekanisme pasar. Dalam hal ini, institusi penegakan hukum persaingan usaha harus
beranggotakan tidak hanya orang-orang yang berlatar belakang hukum melainkan juga
ekonomi dan bisnis. Kedua, dibutuhkannya institusi yang secara khusus menyelesaikan
kasus praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat guna mencegah terjadinya
penumpukan perkara di pengadilan. Dalam hal ini, institusi khusus dapat dianggap
sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa, sepanjang pengertian alternatif
dalam konteks ini ialah di luar pengadilan.9
Dalam ketentuan Pasal 35 UU Nomor 5 Tahun 1999,10 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, diterangkan bahwa tugas KPPU
diantaranya meliputi:
a. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat;
b. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat;
d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi;
e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

6
Indonesia, UU Nomor 5 Tahun 1999, Pasal 30.
7
Dudung Mulyadi., Ibnu Rusydi, “Efektivitas Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Penanganan
Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat”, Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, Vol.5, No. 01, 2017, hlm. 5.
8
Susanti Adi Nugroho, “Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia”, Pranada Media, 2014, Jakarta, hlm. 545.
9
Abdul Aziz, “Ekonomi Politik Monopoli Negara Pelayan Kapitalis & Kuasa Korporasi Dalam Bisnis Pasar Modern”,
Airlangga University Press, Surabaya, 2018.
10
Ibid, Pasal 35.
f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang
ini;
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Lebih lanjut, dalam Pasal 36 UU Nomor 5 Tahun 1999, 11 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dinyatakan bahwa wewenang KPPU antara
lain yaitu :
a. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;
c. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi;
d. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini;
e. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan;
f. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat;
g. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
h. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Kemudian jika kita membahas mengenai perdagangan atau transaksi bisnis digital atau
secara online, KPPU sendiri telah memiliki bidang divisi Pencegahan yang memiliki
tugas mengawasi bisnis platform digital dengan mengawasi terjadinya perilaku
diskriminasi.12 Selain berperan dalam mengawasi penyelenggaraan kegiatan e-commerce,
KPPU juga memiliki kewenangan untuk memberikan masukan dan pertimbangan kepada
pemerintah mengenai kebijakan maupun peraturanyang dinilai bersinggungan dengan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yang dalam hal ini khususnya ialah
berkaitan dengan sektor ekonomi digital.13
Peranan lembaga KPPU dalam penegakan hukum persaingan usaha pada sektor e-
commerce yang ada di Indonesia, sejatinya tidaklah hanya sebatas pada peran
pengawasan, konsultasi, maupun penyelidikan atas tindakan anti persaingan usaha.
Dalam hal ini, sebagaimana layaknya komisi pengawas persaingan usaha di negara lain,
KPPU memiliki kewenangan dan tugas yang sangat luas, yang meliputi wilayah
yudikatif, legislatif maupun eksekutif. Kewenangan yudikatif KPPU antara lain seperti
kewenangan untuk melakukan penyelidikan, memutus, bahkan menjauhkan hukuman

11
Indonesia, UU Nomor 5 Tahun 1999, Pasal 36.
12
Efendi, “Pengawasan Dan Penegakan Hukum Terhadap Bisnis Digital (E-Commerce) Oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat,” hlm.27.
13
Ibid.
administratif atas perkara-perkara yang diperiksanya. Kewenangan legislatif yakni
berkenaan dengan kewenangan KPPU yang dapat membuat peraturan-peraturan yang
tidak hanya berlaku internal namun juga pengaturan eksternal yang mengikat publik.
Sementara kewenangan eksekutif yakni berkaitan dengan kewenangan KPPU untuk dapat
melaksanakan atau mengeksekusi ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1999 beserta seluruh
pengaturan pelaksananya dalam rangka pengimplementasian hukum persaingan usaha.
Berkaitan dengan kewenangan-kewenangan tersebut, dalam hal ini KPPU dapat
bertindak sebagai investigator (investigation function), penyidik, pemeriksa, penuntut
(prosecuting function), pemutus (adjudication function) maupun fungsi konsultatif
(consultative function).
Adanya seluruh kewenangan tersebut tentunya menjadi instrumen yang dapat
diberlakukan oleh KPPU dalam rangka penegakan hukum persaingan usaha pada sektor
e-commerce yang ada di Indonesia. Meskipun KPPU merupakan lembaga penegak
hukum yang memiliki kewenangan yang luas, namun perlu dipahami bahwa kedudukan
KPPU hanyalah sebagai lembaga administratif karena kewenangan yang melekat
padanya adalah kewenangan administratif.14
Perlu diketahui juga bahwa KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan usaha
oleh karenanya KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi baik pidana maupun perdata.
Dalam hal ini karena kewenangan yang melekat padanya adalah kewenangan
administratif maka sanksi yang dapat dijatuhkan KPPU hanyalah sanksi yang bersifat
administartif. Sementara itu, berkaitan dengan isu prinsip ekstrateritorialitas dalam
penegakan hukum persaingan usaha sebagaimana disinggung sebelumya. Dalam rangka
menjangkau pelaku e-commerce yang malakukan kegiatan anti persaingan di luar daerah
teritorial Indonesia, maka KPPU membutuhkan adanya pengadopsian prinsip
ekstrateritorialitas dalam hukum persaingan usaha Indonesia. Hal ini mengingat bahwa
selama ini apabila terjadi kegiatan usaha yang tidak sehat dan berdampak bagi
perekonomian Indonesia, KPPU hanya dapat menggunakan landasan penafsiran. Hal itu
pun terbatas hanya dapat dilakukan selama perusahaan yang terindikasi melakukan anti
persaingan tersebut memiliki aviliasi di Indonesia.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


Terkait peran KPPU dalam pencegahan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat dalam sektor e-commerce khususnya yang ada di Indonesia, terdiri dari beberapa
bagian. Diantaranya yakni seperti mengawasi potensi terjadinya perilaku diskriminasi,
eksploitasi platform ke supplier atau bahkan antar platform, perjanjian ekslusif, dan
predatory pricing. Kemudian, selain memiliki peranan untuk mengawasi potensi
terjadinya tindakan anti persaingan usaha, KPPU juga memiliki peranan untuk dapat
memberikan saran dan pertimbangan investigator (investigation function), penyidik,
pemeriksa, penuntut (prosecuting function), pemutus (adjudication function) maupun
fungsi konsultatif (consultative function) dalam rangka penegakan hukum persaingan
usaha pada sektor e-commerce khususnya yang ada di Indonesia.
Dengan analisis serta pembahasan atas permasalahan yang dikemukakan diatas, maka
saran yang dapat kami berikan selaku penulis adalah bahwa Analisis persaingan usaha di
sektor e- commerce cenderung lebih rumit dan kompleks dibandingkan dengan bisnis
konvensional, oleh karena itu pengaturan lebih khusus mengenai e- commerce sebaiknya
juga diatur dalam ketentuan hukum yang ada khususnya mengenai persaingan usaha
14
Ars/lul, 54 “DPR: Kewenangan Penindakan KPPU Bersifat Administratif,” Mahkamah Konstitusi RI,
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13475&menu=2.
Indonesia. Selain itu, UU Nomor 5 tahun 1999 diharapkan tidak hanya berfokus
mengarah pada kegiatan usaha yang berupa transaksi offline. Namun, juga yang berupa
transaksi online dalam hal ini e-commerce. Di samping itu, pengaturan mengenai prinsip
ekstrateritorialitas dalam ketentuan hukum persaingan usaha Indonesia sejatinya juga
menjadi suatu kepercayaan yang harus segera dilakukan dalam rangka menegakkan
hukum persaingan usaha di Indonesia serta menjunjung tinggi dan meningkatkan sektor
perekonomian yang ada khususnya di Indonesia.

Ucapan Terima Kasih (Acknowledgement)


Dengan selesainya penulisan artikel penelitian ini, kami selaku penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa,
2. Bapak Dr. Gunardi Lie S.H., M.H., selaku dosen mata kuliah Kapita Selekta Hukum
Bisnis yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan pemikirannya dengan memberi
kritik dan masukan serta saran serta membimbing kami sehingga artikel ini dapat
terselesaikan dengan baik,
3. Bapak Moody Rizqy Syailendra P. S.H.,M.H., selaku dosen mata kuliah Kapita Selekta
Hukum Bisnis yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan pemikirannya dengan
memberi kritik dan masukan serta saran serta membimbing kami sehingga artikel ini
dapat terselesaikan dengan baik,
4. Keluarga kami yang memberikan dukungan pada kami baik moral, spiritual maupun
material hingga artikel ini dapat terselesaikan.

REFERENSI

Adi Nugroho, Susanti. 2014. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Pranada Media. Jakarta.
Ars/lul, “DPR: Kewenangan Penindakan KPPU Bersifat Administratif.” Mahkamah Konstitusi
RI. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13475&menu=2. Diakses
tanggal 9 April 2023.
Aziz, Abdul. Ekonomi Politik Monopoli Negara Pelayan Kapitalis & Kuasa Korporasi Dalam
Bisnis Pasar Surabaya: Airlangga 2018.
Efendi, Basri. “Pengawasan Dan Penegakan Hukum Terhadap Bisnis Digital (E-Commerce)
Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak
Sehat.” Syiah Kuala Law Journal. 4. 22.
Fika Nurul Ulya, “BI Prediksi Transaksi ECommerce Melonjak Sampai Rp. 429 Triliun
Sepanjang 2020,” Kompas.Com,
https://money.kompas.com/read/2020/10/22/051200926/bi-prediksi-transaksi-e-
commercemelonjak-sampai-rp-429-triliun-sepanjang2020. Diakses tanggal 8 April 2023.
Hotana, Melisa Setiawan. “Industri E-Commerce Dalam Menciptakan Pasar Yang Kompetitif
Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha,” Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune. 1. (1).
28.
Mulyadi, Dudung., Rusydi, Ibnu. “Efektivitas Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) Dalam Penanganan Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat”. Jurnal Ilmiah Galuh
Justisi. 5. (1). 5.
Pradana, Mahir. “Klasifikasi Jenis-Jenis Bisnis E-Commerce Di Indonesia”. Jurnal Neo-bis. 9.
(2). 33.
Republik Indonesia. UU Nomor 5 Tahun 1999. Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang Anti Monopoli). Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3817. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai