Email : tara.lawyer99@gmail.com
25 Mei 2023
LEGAL OPINION
Nomor 28/5/2023/Mdn
1. Duduk Perkara
Dalam kasus pelanggaran iklan baris tarif Solopos yang dijelaskan, terdapat
beberapa pelanggaran etika periklanan yang perlu diperhatikan. Pertama, iklan service
AC Indocool melanggar Etika Pariwara Indonesia karena menggunakan kata
"Termurah" tanpa menyertakan bukti-bukti yang otentik dan keterangan yang memadai.
Etika Pariwara Indonesia mengatur bahwa iklan tidak boleh menggunakan kata-kata
superlatif dengan awalan "ter" atau yang bermakna sama tanpa adanya bukti dan
keterangan yang memadai.
Kedua, iklan tutup kartu kredit Bank juga melanggar Etika Pariwara Indonesia
karena menggunakan kata "100%" tanpa menyertakan pernyataan tertulis dari otoritas
terkait atau sumber yang otentik. Etika Pariwara Indonesia mengatur bahwa
penggunaan kata tersebut harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang sah.
Selain pelanggaran etika periklanan, dalam konteks iklan baris Solopos juga dapat
terjadi kesalahan atau kelalaian dalam memberikan informasi yang tidak akurat atau
menyesatkan. Namun, pelanggaran tersebut tidak disengaja dan tidak ada niatan untuk
menipu. Jenis pelanggaran seperti ini lebih sesuai dengan negligent misrepresentation.
Dalam iklan baris, terdapat batasan jumlah karakter atau kata yang dapat
digunakan, yang dapat menyebabkan kurangnya kesempatan untuk memberikan
informasi secara lengkap dan jelas. Keterbatasan ini dapat membuat pengiklan kurang
hati-hati dalam menyampaikan informasi yang akurat. Jika iklan baris memberikan
informasi yang tidak lengkap atau tidak akurat karena kurangnya kewaspadaan atau
kehati-hatian dari pengiklan, maka dapat dikategorikan sebagai negligent
misrepresentation. Dalam kasus negligent misrepresentation, terdapat kegagalan dalam
melakukan tindakan yang wajar untuk memastikan keakuratan informasi yang
diberikan. Artinya, pengiklan gagal melakukan verifikasi yang memadai terhadap
informasi yang disampaikan dalam iklan baris Solopos.
Dengan demikian, duduk perkara dalam kasus pelanggaran iklan baris tarif
Solopos melibatkan pelanggaran etika periklanan seperti penggunaan kata superlatif
tanpa bukti dan penggunaan kata "100%" tanpa pernyataan tertulis yang sah. Selain itu,
terdapat kesalahan atau kelalaian dalam memberikan informasi yang tidak akurat atau
menyesatkan dalam iklan baris, yang dapat dikategorikan sebagai negligent
misrepresentation akibat kurangnya kewaspadaan atau kehati-hatian dari pengiklan.
2. Dasar Hukum
Berdasarkan informasi yang diberikan, dasar hukum yang relevan untuk kasus
pelanggaran iklan tarif baris Solopos adalah:
a. Etika Pariwara Indonesia (EPI): Etika Pariwara Indonesia adalah sebuah kitab
yang mengatur tata cara dan tata krama periklanan di Indonesia. Dalam kasus
iklan service AC Indocool yang menggunakan kata "Termurah" dan iklan tutup
kartu kredit Bank yang menggunakan kata "100%", keduanya melanggar Etika
Pariwara Indonesia. Etika Pariwara Indonesia melarang penggunaan kata-kata
superlatif dengan awalan "ter" atau yang bermakna sama tanpa menyertakan
bukti-bukti yang otentik dan keterangan yang memadai. Selain itu, penggunaan
kata "100%" juga harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas
terkait atau sumber yang otentik.
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Perlindungan Konsumen.
d. Negligent Misrepresentation: Dalam kasus iklan baris "Tarif Solopos,"
pelanggaran terkait dengan memberikan informasi yang tidak akurat atau
menyesatkan, namun tanpa unsur kesengajaan untuk menipu. Jika iklan tersebut
memberikan informasi yang tidak lengkap atau tidak akurat karena kurangnya
kewaspadaan atau kehati-hatian dari pengiklan, maka dapat dikategorikan sebagai
negligent misrepresentation. Dalam kasus negligent misrepresentation, terdapat
kegagalan untuk melakukan tindakan yang wajar untuk memastikan keakuratan
informasi yang diberikan, seperti kurangnya verifikasi yang memadai terhadap
informasi yang disampaikan dalam iklan baris Solopos.
Jadi, dasar hukum berdasarkan kasus pelanggaran iklan tarif baris Solopos mencakup
Etika Pariwara Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa dalam iklan dan prinsip
negligent misrepresentation yang melibatkan kurangnya kewaspadaan atau kehati-
hatian dari pengiklan dalam memberikan informasi yang tidak akurat atau menyesatkan
tanpa unsur kesengajaan untuk menipu. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran (UU Penyiaran):
3. Pendapat Hukum
Berdasarkan kasus pelanggaran penyiaran iklan “Tarif Baris Solopos” , PT Lintas
Media Pariwara (PT. LMP) sebagai perusahaan yang menyiarkan iklan "Softener So
Klin" dapat digugat atas potensi pelanggaran Etika Pariwara Indonesia dan Undang-
Undang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan uraian kasus yang diberikan, PT LMP
sebagai perusahaan penyiaran iklan dapat berpotensi digugat atas iklan yang melanggar
Etika Pariwara Indonesia dan UU Perlindungan Konsumen. Berikut adalah deskripsi
mengenai dasar hukum yang mendasari kemungkinan gugatan terhadap PT LMP:
a) Etika Pariwara Indonesia (EPI): EPI merupakan kitab mengenai tata cara dan tata
krama periklanan di Indonesia. Jika PT LMP terlibat dalam penyebaran iklan
yang melanggar EPI, mereka dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab atas
pelanggaran tersebut. Dalam contoh kasus yang diberikan, iklan service AC
Indocool dan iklan tutup kartu kredit Bank melanggar EPI dengan menggunakan
kata-kata seperti "Termurah" dan "100%" tanpa menyertakan bukti atau
pernyataan tertulis yang otentik sesuai ketentuan EPI. Pihak yang merasa
dirugikan dapat mengajukan gugatan berdasarkan ketentuan dalam EPI.
b) UU Perlindungan Konsumen: Jika iklan yang melanggar EPI juga melanggar
ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen, PT LMP dapat dikenai tanggung
jawab. UU Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan terhadap
konsumen dari praktik bisnis yang menyesatkan atau memberikan informasi yang
tidak akurat atau menyesatkan. Jika iklan yang disiarkan melalui PT LMP
memberikan informasi yang tidak akurat atau menyesatkan, dan menyebabkan
kerugian pada konsumen, PT LMP dapat menjadi tergugat dalam gugatan
berdasarkan UU Perlindungan Konsumen.
c) Negligent Misrepresentation: Jika iklan baris "Tarif Solopos" memberikan
informasi yang salah atau menyesatkan tanpa adanya niatan untuk menipu,
pelanggaran tersebut dapat dikategorikan sebagai negligent misrepresentation.
Jika PT LMP terlibat dalam penyebaran iklan tersebut dan gagal melakukan
verifikasi yang memadai terhadap informasi yang disampaikan, PT LMP dapat
dianggap telah melakukan kelalaian. Dalam kasus negligent misrepresentation,
pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap PT LMP.
Dalam setiap gugatan, perlu diketahui peran dan tanggung jawab PT LMP dalam
pembuatan dan penyebaran iklan yang melanggar. Jika PT LMP hanya bertindak
sebagai penyiaran iklan tanpa terlibat dalam pembuatan konten iklan, tanggung jawab
utama mungkin jatuh pada pengiklan atau pihak yang membuat iklan tersebut. Namun,
jika PT LMP terlibat dalam proses pembuatan atau mengetahui adanya pelanggaran,
mereka dapat berbagi tanggung jawab.
4. Kesimpulan
1. PT Lintas Media Pariwara (PT. LMP) sebagai perusahaan penyiaran iklan dapat
berpotensi digugat atas pelanggaran Etika Pariwara Indonesia dan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen terkait dengan iklan "Tarif Baris Solopos".
2. Etika Pariwara Indonesia (EPI) adalah kitab mengenai tata cara dan tata krama
periklanan di Indonesia. Jika PT LMP terlibat dalam penyebaran iklan yang
melanggar EPI, mereka dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab atas
pelanggaran tersebut.
5. Peran dan tanggung jawab PT LMP dalam pembuatan dan penyebaran iklan yang
melanggar akan menjadi faktor penentu dalam gugatan. Jika PT LMP hanya bertindak
sebagai penyiaran iklan tanpa terlibat dalam pembuatan konten iklan, tanggung jawab
utama mungkin jatuh pada pengiklan atau pihak yang membuat iklan tersebut.
Namun, jika PT LMP terlibat dalam proses pembuatan atau mengetahui adanya
pelanggaran, mereka dapat berbagi tanggung jawab.
6. Klausula baku yang menyatakan bahwa pemasang iklan bertanggung jawab secara
penuh dan membebaskan PT LMP dari gugatan pihak ketiga tidak secara otomatis
membebaskan PT LMP dari tanggung jawab hukum perlindungan konsumen. Klaim
pembebasan tanggung jawab seperti itu akan dinilai oleh pengadilan berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku, keabsahan klausula, dan pertimbangan adil antara
pihak-pihak yang terlibat.
Dengan demikian, jika ada pihak ketiga yang merasa dirugikan, baik Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) maupun konsumen, mereka dapat mengajukan gugatan terhadap PT LMP
berdasarkan dasar hukum yang telah disebutkan di atas.
TTD
( Tara., S.H., M.Hum. )