Anda di halaman 1dari 2

Kualifikasi Tindak Pidana Korupsi dalam Fiqh Jinayah

A. Konsep Ghosob
Muhammad Khatib Syarbini memberikan arti ghasab dengan “mengambil sesuatu secara dzalim,
dan (sebelum mengambilnya secara dzalim, ia juga melakukannya) secara terang-terangan”.
Lebih lanjut beliau juga memaknai kata ini secara terminologi sebagai “upaya untuk menguasai
hak orang lain secara permusuhan atau terang-terangan”.1
Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain). Pengertian ghasab menurut  Irfan (2012)
adalah mengambil harta atau  menguasai hak orang lain tanpa izin pemiliknya dengan unsur
pemaksaan dan terkadang dengan kekerasan serta dilakukan secara terang-terangan.
Pengertian ghasab adalah menguasai harta orang lain dengan pemaksaan dengan jalan yang tidak
benar, lebih lanjut dijelaskan bahwa ghasab dilakukan dengan terang-terangan sedangkan ketika
dilakukan dengan sembunyi-sembunyi maka dinamakan pencurian. 2 Hanya ghasab ini kadang
berupa pemanfaatan barang tanpa izin yang kadang dikembalikan kepada pemiliknya.3
Dengan kata lain, ghasab dimaknai sebagai perbuatan mengambil harta atau menguasai hak
orang lain tanpa izin pemiliknya dengan unsur pemaksaan yang dilakukan secara terang-
terangan. Berbeda dengan kasus pencurian yang dilakukan secara diam-diam. Karakteristik dari
ghasab antara lain:4
 Karena ada batasan tanpa izin pemilik maka bila yang diambil berupa harta titipan atau
gadai jelas tidak termasuk perbuatan ghasab tetapi khianat.
 Terdapat unsur pemaksaan atau kekerasan maka ghasab bisa mirip dengan perampokan,
namun dalam ghasab tidak terjadi tindak pembunuhan
 Terdapat unsur terang-terangan maka ghasab jauh berbeda dengan pencurian yang
didalamnya terdapat unsur sembunyi-sembunyi.
 Yang diambil bukan hanya harta, melainkan termasuk mengambil/menguasai hak orang
lain.
Termasuk dalam kategori korupsi adalah ghasab. QS. Al-Kahfi [18]: 79. Ayat ini menceritakan
seorang raja yang dhalim yang akan mengambil kapal dari orang-orang miskin dengan jalan
ghasab. Seorang raja dhalim yang dikisahkan dalam ayat ini lantas menenggelamkan kapal agar
supaya tidak bisa dimanfaatkan dengan tidak halal (ghasab) oleh raja yang zalim tersebut.5
Menganalogikan ghasab sebagai salah satu bentuk korupsi dengan alasan bahwa ayat di atas
menceritakan bagaimana seorang raja yang semena-mena dapat dengan seenaknya menggunakan
hak milik rakyatnya yang miskin dengan memanfaatkan kapal yang dimiliki oleh rakyat untuk
1
Muhammad Khatib Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma‘rifati Ma‘ani al-Fazial-Minhaj, Jilid 2, (Beirut: Dar al-Fikr),
hlm. 275.
2
Taqiyuddin, Kifayat alAkhyar (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1995), 384. Lihat juga, Sayyid Sabiq, Fiqh…, 236
3
Al-Qurtubi, al-Kafi fi Fiqh Ahl al-Madinah (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt.), 428.
4
https://bppk.kemenkeu.go.id/balai-diklat-kepemimpinan-magelang/berita/korupsi-menurut-hukum-islam-
099785 diunduh pada 17 Maret 2023 pada jam 14:56
5
Ibn al-‘Arabī, Ahkam al-Qur’ān, Jil. 1 (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1988), 242. Lihat juga, al-Tabari, Tafsir al-
Tabari, Jil. 8 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999), 264.
kepentingan pribadinya. Pada kasus ini ada unsur memperkaya diri atau pribadinya dengan
menggunakan hak rakyatnya dengan jalan yang tidak benar.
Terkait sanksi ghasab, Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ syarh al-Muhadzab
menguraikan secara detail terhadap sanksi yang harus dijatuhkan kepada pelaku ghasab.
Pertama, jika barang yang diambil masih utuh dalam keadaan semula, maka barang tersebut
wajib dikembalikan kepada pemilik aslinya. Kedua, seandainya barang yang diambil ternyata
sudah tidak ada, maka wajib mengganti dengan barang yang sama atau dengan membayar ganti
dengan harga yang sama. Ketiga, andai barang yang diambil itu barang hidup dan mengalami
penyusutan, maka pelaku harus membayar kekurangan yang telah hilang dari barang tersebut.
Namun jika barang tersebut adalah benda mati seperti piring atau gelas, maka pelaku harus
menggantinya secara utuh.6

6
Abu Zakariya Muhyiddin ibn Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ syarh alMuhadzab, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, 2008),
jilid 14, hlm. 65.

Anda mungkin juga menyukai