Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH EKONOMI SYARIAH

OLEH :

Ma’mun Munajat (117108002)

Program Studi Manajemen

Universitas Paramadina

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


REVIEW PERTEMUAN IV

Riba

Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan
kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam
pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan
menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, tetapi secara
umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil
atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Riba dalam pandangan islam

Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman
adalah haram. Ini dipertegas dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga
yang mendorong maraknya perbankan syariah yang konsep keuntungan bagi
penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank
konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama
Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba.

Jenis-jenis riba

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan
riba jual-beli. Riba utang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliah,
sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.
4 tahapan riba dalam al-qur’an

1. Allah menunjukkan bahwa riba itu bersifat negatif (QS. Ar-Rumm: 39)
2. Allah memberikan isyarat keharaman riba melalui kecaman praktik riba di
kalangan Yahudi (QS An-Nisaa’:161)
3. Allah mengharamkan salah satu bentuk riba, yaitu riba yang bersifat berlipat
ganda dengan larangan yang tegas (QS. Ali Imran:130)
4. Allah mengharamkan riba secara total dengan segala bentuknya (QS Al Baqarah:
275, 276, dan 278

Garar (Ketidakpastian)

 al-Gharar yaitu ketidakpastian dalam transaksi muamalah. Terdapat sesuatu


yang disembunyikan oleh satu pihak dan menimbulkan rasa ketidakadilan
kepada pihak yang lain
 al-Gharar adalah kurangnya maklumat tentang keadaan barang (objek), wujud
keraguan kuantitas, dan maklumat yang lengkap berhubung dengan harga (Ibn
Rush)
 al-Gharar adalah apabila satu pihak mengambil haknya dan satu pihak lagi tidak
menerima apa yang sepatutnya dia dapat (Ibn Taimiyah)
 Gharar secara sederhana diartikan sebagai suatu keadaan di mana salah satu
pihak tidak mempunyai informasi memadai tentang berbagai elemen subyek
dan objek akad
 Gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan atau keraguan
tentang adanya komoditi yang menjadi objek akad, ketidakjelasan akibat, dan
bahaya yang mengancam antara untung dan rugi, pertaruhan, atau perjudian
Jenis jual beli yang menggunakan garar

 Mulamasah yaitu jual beli dengan sentuhan.

 Hashah yaitu jual beli suatu barang atas kesepakatan harga dengan lemparan
batu kecil.

 Hablul habalah yaitu membeli hewan dengan sebuah harga, dimana harga
tersebut mencakup janin, dan anak yang akan dilahirkan oleh janin tersebut.

 Munabazah yaitu jual beli barang dengan lemparan.

 Muzabanah yaitu menukar barang dengan barang yang belum pasti


contohnya menukar anggur dengan anggur yang masih di pohonnya.

 Muhaqalah yaitu menjual biji-bijian (gandum, padi dan lainnya) yang sudah
matang yang masih ditangkainya dengan biji-bijian yang sejenis.

 Mukhadharah yaitu jual beli buah yang masih hijau.

 Malaqih yaitu jual beli sperma.

 Madhamin yaitu menjual janin hewan yang masih dalam perut induknya.

Masyir (Judi)

 Maysir atau Qimar secara harfiah bermakna judi (spekulasi)


 Judi secara teknis adalah setiap permainan yang di dalamnya disyaratkan
adanya sesuatu yang diambil dari pihak yang kalah untuk pihak yang menang
(Al-Jurjani dalam kitabnya At-Ta’rifat)
 Judi adalah setiap permainan (la’b[un]) yang mengandung taruhan dari
kedua pihak (muraahanah) (Ibrahim Anis, dkk dalam Al-Mu’jam Al-Wasith)
 Judi setiap permainan yang menimbulkan keuntungan (ribh) bagi satu pihak
dan kerugian (khasarah) bagi pihak lainnya (Muhammad Ali Ash-Shabuni
dalam Rawa’i’ Al-Bayan fi Tafsir Ayat Al-Ahkam)
 Secara umum judi adalah segala permainan yang mengandung unsur taruhan
(harta/materi) di mana pihak yang menang mengambil harta/materi dari
pihak yang kalah

Pengertian harta dalam islam

 Kekayaan dalam dalam Islam dapat bersifat jasmani dan rohani

 Kekayaan bersifat jasmani menggambarkan dimensi material atau dikenal


dengan “maal” atau “amwaal”, yaitu apa yang dimiliki manusia, seperti aset,
properti, tanah, saham dan sebagainya.

 Kekayaan yang berdimensi rohani, misalnya pengetahuan, keterampilan,


dan sebagainya

 Acara alamiah kedua dimensi tersebut saling berhubungan erat dan saling
melengkapi (QS Lukman:20)

 Islam mengatur masalah harta dan pertukaran, seperti jual beli (bai’), sewa
menyewa (ijarah), gadai (salam) dan sebagainya.

Konsep kepemilikan dalam islam

 Secara etimologi kata“ Milik” secara etimologi berasal dari bahasa Arab al-
milk yang berarti penguasaan terhadap sesuatu

 Secara bahasa, kepemilikan dapat berarti sebagai penguasaan manusia atas


harta dan penggunaannya secara pribadi
 secara istilah kepemilikan ialah pengkhususan hak atas sesuatu tanpa orang
lain, dan dia berhak untuk menggunakannya sejak awal kecuali ada larangan
syar’i

 Secara terminologi, salah satu definisi al milik menurut ulama fikih, adalah
pengkhususan seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya
untuk bertindak hukum terhadap benda itu selama tidak adanya halangan
syara’

Pembagian harta dalam islam

 Harta yang tidak dapat dimiliki dan dihakmilikkan orang lain, misalnya: jalan
umum, jembatan, dan taman kota

 Harta yang tidak bisa dimiliki kecuali dengan ketentuan syariah, misalnya
harta wakaf, harta baitul maal, harta ziswaf, dan sebagainya

 Harta yang bisa dimiliki dan dihakmilikkan kepada orang lain, yaitu harta
yang merupakan milik pribadi setiap orang

Cara kepemilikan harta dalam islam

 Harta yang tidak dapat dimiliki dan dihakmilikkan orang lain, misalnya: jalan
umum, jembatan, dan taman kota

 Harta yang tidak bisa dimiliki kecuali dengan ketentuan syariah, misalnya
harta wakaf, harta baitul maal, harta ziswaf, dan sebagainya

 Harta yang bisa dimiliki dan dihakmilikkan kepada orang lain, yaitu harta
yang merupakan milik pribadi setiap orang
Perbedaan bunga dan bagi hasil

Anda mungkin juga menyukai