Anda di halaman 1dari 3

OMBAK

Pagi menjelang saat seorang gadis melangkah menuju suara ombak laut yang indah bak lantunan lagu.
Buih membasuh butiran pasir yang halus bagai es krim saat diinjak. Gadis tersebut terpesona menatap
ombak bergulung, menjilat-jilat mata kaki. Jejak kaki tercetak di pasir basah nan lembut.

“Ayra jangan terlalu dekat dengan air, ombaknya masih tinggi” Sahut suara dari arah lain. Ayra
seorang gadis remaja yang sudah beranjak dewasa namun masih diperlakukan seperti anak kecil. Putri
semata wayang dari keluarga buana itu sangat disayang dan dimanjakan. Kemauannya harus selalu
diikuti apapun dan dimanapun itu.

Seperti saat pagi ini mereka sekeluarga sudah berada di pantai luas tak berpenghuni. Ayra merengek
semalam suntuk ingin ke pantai. Pantai dimana tidak ada satu orang pun yang menginjakkan kaki.
Orangtua nya sempat kebingungan dan akhirnya pun mendapati sebuah pantai di pedalaman desa.

Pantai tersebut sama sekali tidak berpenghuni dan tidak ada kegiatan di dalamnya. Pengunjung wisata
pun tidak terlihat di daerah sekitar pantai. Hanya ada sebuah resort bergaya modern klasik. Di tempat
itu Ayra dan sekeluarga akan tinggal selama beberapa hari. Di dekat pantai tersebut ada sebuah Desa
yang jaraknya kurang lebih 7km. Jika mereka ingin membeli makanan atau beberapa kebutuhan
mereka harus berjalan ke Desa tersebut.

Matahari semakin meninggi. Satu larik cahaya matahari menimpa wajah Ayra yang sudah bersiap
menyusuri pantai. Ombak pelan menggulung bibir pantai. Biru laut yang indah begitu memanjakan
mata.

“Ayah ayo cepetan nanti keburu panas lho”

“Sabar Ayra ibumu masih bersiap”

“Floating unicorn Ayra mana?”

“Itu masih dipompa sayang”

Begitulah celotehan pagi Ayra. Kelakuannya memang seperti anak kecil.

Keluarga tersebut berjalan menuju pantai. Ibu sedang sibuk menggelarkan tikar dan menyusun
makanan diatasnya. Ayah dan Ayra asyik bermain air dan sesekali berenang ke tengah. “Ayra lihat
sini” Panggil Ayah. Cekrek! Ayah sesekali mengabadikan momen mereka. Tidak lupa Ayra
memainkan floating unicorn nya. Ia naik kemudian Ayah mendorongnya.
“Haha seru sekali yah, dorong lebih kencang” Seru Ayra.

“Makanan sudah siap, ayo makan dulu” Panggil Ibu.

Mereka pun beristirahat sejenak sembari menyantap makanan yang sudah disiapkan Ibu. “Indah sekali
ya pemandangannya” Ujar Ayah. “Iya airnya juga sangat jernih” Ayra menambahkan. "Ibu ayo ikut
berenang”. “Engga ah kalian saja. Ibu ingin menikmati pemandangan disini” Ibu memperbaiki topi
nya.

Setelah selesai makan, Ayah dan Ayra lanjut berenang.”Ayah ayo kita berenang ke tengah” Ajak
Ayra . “Ombak nya sudah mulai tinggi nak. Kita main air disini saja ” Ayah menggeleng tegas.
Namun bukan Ayra namanya kalau kemauannya tidak ikuti. Akhirnya mereka pun berenang perlahan
ke tengah.

Mendadak langit mulai gelap pertanda hujan akan turun.

“Ayra sudah mulai gelap ayok kita naik” Ajak ayah. “Sebentar lagi yah, lagian kan belum turun
hujan” Ayra lanjut berenang semakin ke tengah. Mau tidak mau ayah pun menyusul.

Namun tiba-tiba ombak menarik floating unicorn milik Ayra. “Ayah floating unicorn ku” Ayra teriak
melihat floating unicorn nya mengambang menjauh. “Sudah kita kembali saja nanti ombak nya
semakin tinggi” Ajak Ayah sekali lagi. “Engga mau, ambil floating unicorn ku dulu!” Ayra semakin
menjadi-jadi. “ kita beli yang baru saja Ayra, Ombak nya semakin besar bukan hanya floating unicorn
mu yang ketarik kita juga akan ketar...” Belum selesai Ayah menyelesaikan ucapannya ombak
menghantam mereka berdua. Ayra terdorong ke pinggir pantai sementara Ayah terdorong semakin ke
tengah semakin menjauh.

Langit kelam. Petir menyambar. Ombak bergelombang susul-menyusul mengahantam bebatuan di


sekitar pantai. Angin menderu-deru membuat semakin kelam dan tegang suasana. Ibu yang sedari tadi
sudah teriak dari kejauhan hanya bisa melihat kejadian itu berlangsung. Ayra yang tidak henti-henti
meneriakkan nama Ayah dan sesekali ingin berenang alih-alih menyelamatkan Ayahnya ia malah
semakin terdorong kepinggir. Ibu pun menariknya sambil menenangkan anak semata wayangnya itu.

Ibu teringat akan desa di dekat pantai. Ia mengajak Ayra kesana. Mereka bergegas ke Desa tersebut
tidak berjalan melainkan berlari. Sesampainya disana Ibu langsung menceritakan kejadian barusan
dan meminta pertolongan ke warga sekitar.

Warga berbondong-bondong mendatangi pantai tersebut. Ctar! Kilat menyambar. Langit gelap
tertutup awan mendadak terang benderang. Semburat cahaya seperti akar serabut melukis langit.
Wajah-wajah semakin gentar. Hujan mulai turun rintik demi rintik. Pencarian terhambat dan warga
memutuskan untuk melanjutkan pencarian esok hari.

Gerimis. Hujan semalam menyisakan gerimis di pagi hari. Suasana sendu sudah memenuhi ruangan
itu dari malam. Air mata seakan tak ada hentinya mengalir di pelupuk mata Ayra.

“Bu Ayra menyesal, harusnya Ayra menuruti perkataan Ayah, harusnya Ayra tidak melawan Ayah Bu
semua ini tidak akan terjadi. Ini semua salah Ayra” Ucap Ayra menangis tersedu-sedu. “Sudah Ayra
semua sudah terjadi. Tidak ada yang menginginkan kejadian ini bukan saatnya untuk menyalahkan
diri sendiri. Lebih baik kita berdoa untuk keselamatan Ayah” Ibu memeluk Ayra.

Beberapa jam kemudian Ibu mendapat kabar bahwa Ayah sudah ditemukan di Desa seberang dan
langsung dilarikan ke Rumah Sakit terdekat. Ibu dan Ayra segera mendatangi Rumah Sakit tersebut.

“Ayah!” Begitu mendapati Ayahnya ia langsung memeluk tubuh tersebut. Badan Ayah mulai
membiru terasa sangat dingin dan kaku. Namun Dokter bilang bahwa kondisi sang Ayah belum terlalu
parah, untungnya segera diselamatkan dan belum terlambat.

“Ayah, Ayra minta maaf Ayra menyesal yah. Ayra janji akan menuruti perkataan Ayah mulai dari
sekarang. Ayra tidak akan melawan Ayah lagi”. Tiba-tiba saja jari-jari Ayah mulai bergerak. “Bu
kemari! Ayah sudah siuman” Jerit Ayra dari dalam ruangan. Saat Ibu datang betul saja sosok
pemimpin rumah tangga nya itu sedang memeluk anak semata wayangnya. Ibu menangis terharu dan
ikut ke dalam pelukan.

Dari kejadian tersebut Ayra mulai berubah. Ia sudah mulai mandiri dan tidak pernah memaksakan
kehendak Ayah Ibu nya lagi. Ia juga menjadi anak yang baik dan penurut. Kejadian itu membawa
banyak pelajaran bagi Ayra dan sampai kapan pun ia tidak akan melupakannya.

Anda mungkin juga menyukai