Anda di halaman 1dari 20

Falsafah Ibadah Dalam Islam

By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag


Makna Falsafah Ibadah
• Falsafah Ibadah atau Filsafat Ibadah terdiri dari dua kata yaitu Filsafat dan
Ibadah.
 filsafat itu secara etimologi memiliki arti bijaksana dan secara terminologi
filsafat berarti mencari hakikat kebenaran.
 Sedangkan ibadah secara etimologi, berarti taat, tunduk, hina dan
pengabdian. Sedangkan secara terminologi ibadah adalah bertaqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah, dengan tujuan mentaati segala perintah-
perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan mengamalkan segala
yang diizinkan Allah, baik yang bersifat umum maupun khusus.
• Orang yang memahami suatu filsafat tertentu, maka ia senantiasa akan
dengan sungguh-sungguh mencurahkan waktu, tenaga, pikirannya untuk
menemukan manfaat yang sesungguhnya tentang segala sesuatu sehingga
mulai dari hal sekecil-kecilnya sampai pada yang sebesar-besarnya didapatkan
manfaat untuk keselamatan hidup umat manusia, dunia dan akhirat.
Makna Falsafah Ibadah

• Allah SWT berfirman :


‫ت‬
ِ ‫لسمَاوَا‬
َّ ‫الَّ ِذيَنيَ ْذكُرُوَن الّلهَقِيَاماً َوُقعُوداً وََعلَىَ جُنُوِبهِمْ ويَتَفَكَّرُونَفِي َخْلقِ ا‬
﴾١٩١﴿ ِ‫ت هَذابَا ِطالً سُْبحَاَنكََفقِنَا َعذَاََ النَّار‬ َ ْ‫وَاألَرْضِ رَبَّنَامَا َخَلق‬
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran :: 191)
Makna Falsafah Ibadah
• Ibadah merupakan bagian yang sangat penting dalam diri setiap
insan, untuk menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya adalah
makhluk ciptaan-Nya.
• Karena memang setiap manusia diciptakan untuk beribadah
kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya :
﴾٥٦﴿ ‫ِاللَِيعْبُدُوِن‬
َّ ‫إلنسَ إ‬
ِ ْ‫ِن وَا‬
َّ‫ت اْلج‬
ُ ْ‫َومَا َخَلق‬
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (QS. Ad-Dzariyat : 56)
• Kehadiran manusia di alam raya ini bukanlah hanya sebagai unsur
pelengkap isi alam semesta tanpa tujuna, tugas dan tanggung jawb,
melainkan kehadirannya di muka bumi melebihmi penciptaan
makhluk lainnya, yaitu dalam rangka untuk mengabdi beribadah
kepada-Nya, dan tidak ada alasan bagi manusia untuk mebagaikan
kewajiban beribadah kepada-Nya.
Eksoteris & Esotoris Ibadah
Dimensi Ibadah

Eksetoris Esotoris

Harus sesuai Ruh dan makna


Kaifiyat & dengan tuntunan Esensi & dari sebuah
Tatacaranya nash Al-Qur’an Substansinya ibadah yang
dan hadits dilakukan
Eksoteris & Esotoris Ibadah
• Ibadah ditinjau dari sudut pandang pelaksanaannya mempunya dua
dimensi penting, yaitu dimensi eksetoris (simbol) dan dimensi
esotoris.
 Dimensi Eksetoris adalah kaifiyat, tatacara, atau manasik dalam
pelaksanaan suatu ibadah, yang harus dilakukan sesuai dengan
tuntunan dan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Melaksanakan di luar tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah,
berpotensi hilangnya keabsahan dari suatu ibadah tersebut.
 Sedangkan Dimensi Esotoris (dalam bahasa Inggris esoteric)
adalah esensi (intisari), substansi, dan hakekat dari suatu ibadah
tertentu. Atau dengan kata lain, esotoris merupakan “ruh” dari
suatu ibadah yang dilakukan oleh seseorang. Tanpa dimensi ini,
ibadah seseorang berpotensi hampa dan tidak menimbulkan
efek positif dari ibadah yang dilakukannya.
#1. Dimensi Eksoteris Ibadah
• Bahwa ibadah memilik prinsip adanya perintah dan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh syariat :
 Dalam shalat, semua tatacara dan pelaksanaannya harus sesuai
dengan petunjuk Rasulullah SAW, dari awal yaitu niat, takbiratul ihram,
hingga akhir shalat yaitu salam. Maka segala tatacara seperti cara
takbiratul ihram, sedekap, berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan bacaan
yang baik dan benar dalam setiap gerakannya, harus seusai dengan
tuntunan Al-Qur’an dan contoh dari Nabi SAW.
 Dalam puasa, segala ketentuannya juga telah ditetapkan oleh syariat
yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, yaitu dimulai sejak
terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, selama satu bulan
penuh yaitu di bulan Ramadhan, yang diawali dengan niat dan
diharamkan melakukan segala hal yang dapat membatalkan puasanya.
#1. Dimensi Eksoteris Ibadah
• Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam qaidah ushul fiqh tentang
keharusan melaksanakan ibadah sesuai dengan perintah dan
nashnya :
• Dalam Mandhumah Qawaid Fiqhiyah, Syekh As-Sa’dy disebutkan :
‫س َم ْش ُرْو ًعا ِم َن ْاْل ُُم ْوِر َغ ْْيُ الَّ ِذ ْي ِ ْف ََ ْر ِعََا َم ْذ ُُ ْور‬ ‫ي‬
ْ
َ ََ‫ل‬‫و‬
Dan semua perkara agama yang tidak ada dalam syari’at kita maka itu
bukanlah syari’at islam.

• sebagaian ulama mengungkapan kaidah ini dengan redaksi yang


berbeda diantaranya:
‫اْلَظَُر إِالَّ بََِص‬
ْ ‫ات‬ِ ‫اْلَصل ِف الْعِباد‬
ََ ُْ
Hukum asal dalam semua ibadah adalah haram kecuali ada nash yang
mensyariatkannya
#1. Dimensi Eksoteris Ibadah
• Dalam Kitab Fathul Bari juga disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-
Atsqalani :
‫َص ُل ِف اَلْعِبَ َادةِ اَلت ََّوقُّف‬
ْ ‫اْل‬
“Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil).”
Fathul Bari Juz 5, hal 43)
• Ibnu Hajar adalah di antara ulama besar Syafi’i yang jadi rujukan.
Perkataan Ibnu Hajar tersebut menunjukkan bahwa jika tidak ada
dalil, maka suatu amalan tidak boleh dilakukan.

• Dari uraian di atas, dimensi eksoteris dalam beribadah adalah


mengamalkan praktik ibadah yang bersifat lahiriyah sesuai dengan
tuntutnan syariat, yaitu berdaarkan nash Al-Qur’an dan Sunnah.
#2. Dimensi Esoteris Ibadah
• Ibadah tidak seharusnya sekedar berdimensi eksoteris yang bersifat
lahiryah dan penekanan pada kesesuaian kaifiyatnya, namun juga
harus sampai pada pemahaman dan penghayatannya.
• Yang dimaksud pemahaman dalam ibadah adalah memahami
makna-makna dan nilai-nilai serta esensi ibadah.
• Sedangkan yang dimaksud dengan penghayatan ibadah adalah
melakukan apresiasi dan ekspresi ibadah dengan diiringi perbuatan
yang bersifat aplikatif yang sejalan dengan kahkekat dan hikmah
ibadah.
• Pelaksanaan ibadah berdimensi esoterik ini banyak diisyaratkan
dalam Al-Qur’an maupun Sunnah, karena ia merupakan inti dan ruh
dari ibadah itu sendiri.
#2. Dimensi Esoteris Ibadah
• Salah seorang Ilmuan mengemukakan, “tujuan dari ibadah buhkanlah
hanya sekedar menyembah, tetapi taqarrub kepada Allah SWT, agar
dengan demikian ruh manusia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang
bersih dan suci, akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam.
Ruh yang suci itu akan membawa kepada budi pekerti yang baik dan luhur.
Oleh kaena itu, ibadah di samping merupakan latihan spritual, juga
merupakan latihan moral.”
• Oleh karenanya ibadah yang dilakukan manusia harus bermakna dalam
kehidupan keseharaiannya. Bila pengamalan ibadah tidak memiliki makna,
maka amalan ibadah secara eksoterik yang dilakukannya tidak akan
membawa manfaat, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
• Betapa banyak umat Islam yang “terjebak” pada detail kaifiyat atau
eksoterik ibadahnya, hingga sering mempermasalahkan pada aspek yang
sangat kecil sekali, namun saat bersamaan sebagian mereka melupakan
substansi, filosofi dan hakekat dari ibadah yang dilakukannya. Sehingga
meskipun rajin beribadah, namun tidak diiringi dengan akhlak dan etika
yang baik terhadap sesama muslim.
#2. Dimensi Esoteris Ibadah
• Ibadah tidaklah semata dilakukan dengan menitik beratkan hanya
dalam satu dimensi saja dengan mengabaikan dimensi yang lainnya,
baik eksoterisnya saja maupun esoterisnya saja. Kedua-duanya
harus seiring sejalan
• Karena bila menitikberatkan hanya pada eksoterisnya saja, maka
ibadah yang dilakukan tidak akan memiliki makna dan tidak
memperoleh hakekat tujuan ibadah itu sendiri.
• Namun jika melaknakananya juga hanya menitikberatkan pada sisi
esoterisnya saja, juga berdampak ibadahnya menjadi tidak sah dan
percuma. Sebab pengamalan dan pelaksanaan ibadah itu harus
sesuai dengan petunjuk dan dan tuntunan syariat sebagaimana
terdapat dalam nash Al-Qur’an dan Hadits.
Filosofi Shalat & Zakat
#1. Filosofi Shalat
 Mengingatkan manusia, terhadap Rab nya, Allah SWT
 Shalat adalah untuk mengingat Allah SWT
 Menunjukkan Kebesaran Allah SWT dan kerendahan manusia di
hadapan-Nya.
 Shalat adalah kebersihan hati dan fisik
 Membersihkan manusia dari hadats dan najis.
 Niat yang ikhlas
 Memakai perhiasan (pakaian yang baik, rapi, bersih dan indah)
 Melahirkan kesuican batin, berangkat dari kesucian lahiriyah
dan bathiniyah ketika akan melaksanakan shalat.
 Shalat adalah kebugaran dan kesehatan fisik
 Bangun subuh dan berjalan menuju ke masjid
 Setiap gerakan shalat, memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh
#1. Filosofi Shalat
 Shalat melahirkan kekuatan jiwa & ketenangan batin
 Semakin menjadikan seseorang bergantung hanya kepada Allah
 Anjuran meiminta pertolongan Allah SWT dengan sabar dan shalat.
 Shalat menggugurkan dosa dan kesalahan
 Seperti sungai yang seseorang mandi 5 kali di dalamnya
 Setiap langkah menjadi ampunan dosa dan diangkat derajatnya.
 Shalat mengajarkan manusia menjadi seorang anggota masyarakat yang
patuh dan taat pada pemimpinnya, dalam rangka menggapai keridhaan
Allah SWT.
 Wajib taat kepada kepimpin
 Wajib “meluruskan” pemimpinnya apabila berbuat kesalahan
 Menggambarkan esksistensi seorang hamba sebagai makhluk sosial.
#2. Filosofi Zakat
• Zakat merupakan salah satu ibadah yang di dalamnya terdapat
unsur yang mengatur urusan rakyat banyak (public matters), tidak
seperti halnya shalat dan puasa yang lebih pada pembentukan
keshalehan pada aspek pribadi.
• Seseorang yang telah memenuhi syarat dituntut untuk menunaikan
zakat , bahkan negara perlu campur tangan jika ada orang-orang
yang enggan melaksanakannya. Dahulu, Abu Bakar Shiddiq, Khalifah
Islam pertama, pernah marah ketika sebagian kaum Muslimin di
masa awal pemerintahannya enggan membayar zakat dengan
alasan Rasulullah saw telah wafat sehingga kewajiban zakat menjadi
gugur. Maka tidak tanggung-tanggung, beliau lalu mengutus Khalid
bin Walid menundukkan beberapa qabilah Arab yang murtad dan
enggan membayar zakat. Lalu kemudian mengorganisir
pengumpulan dan distribusi zakat.
#2. Filosofi Zakat
 Zakat merupakan ibadah dalam aspek harta yang selain membentuk
keshalehan pribadi, juga membentuk keshalehan masyarakat.
 Menghilangkan penyakit bakhil.
 Mengajarkan manusia pentingnya berbagi.
 Memberikan pengaruh positif bagi masyarkat.
 Zakat (termasuk infak dan shadaqah), bukti keimanan kepada Allah SWT
 Dikatakan tidak beriman, orang yang tidur dengan perut kenyaang
sementara ada tetangganya yang kelaparan.
 Jika bisa dibangkitkan kembali, zakat infak shadaqah adalah hal
pertama yang akan dilakukan oleh orang yang sudah meninggal.
 Zakat membentuk keharmonisan antara masyarakat dengan ulil amri
 Keharusan campur tangan ulil amri dalam penghimpunan dan
penyaluran zakat
 Membantu merekatkan kesenjangan antara si kaya dengan si miskin.
 Zakat adalah titipan Allah pada harta orang kaya, untuk orang miskin.
Tugas
• Hafalkan Definisi Ibadah berikut, lalu setorkan hafalan definisi
ibadah dengan cara direkam menggunakan video dan di upload di
e-study, dengan ketentuan selama merekam hafalan definisi ibadah,
posisi mata harus selalu menghadap kamera).
‫اب نَ َو ِاهْي ِه َوالْ َع َم ِل ِِبَا أ َِذ َن بِِه‬ِ ََِ‫اجت‬
ْ ‫و‬َ
ِ
‫ه‬ِ
‫ر‬ ‫ام‬ َ ْ
ِ ‫العِبادةُ ِهي التَّ َقَّرب إِ ََل‬
ِ ‫هللا ابِمتِثَا ِل أَو‬
ُ َ ََ
‫اصةُ َما‬ ‫اْل‬
ْ
َّ َ َ ُ ‫و‬ ، ‫ع‬ ‫ر‬ِ ‫َّا‬
‫الش‬ ِ
‫ه‬ ِ
‫ب‬ ‫ن‬ ِ
َ َ َ ُّ ُ ُ َّ َ َ َّ َ َ َّ َ َ ‫الشَّا ِرعُ َو‬
‫َذ‬‫أ‬ ‫ل‬ ‫م‬‫ع‬ ‫ل‬ ُ ‫ة‬ ‫ام‬ ‫ع‬‫ل‬
ْ ‫ا‬ ‫ف‬ ، ‫ة‬ ‫اص‬ ‫خ‬‫و‬ ‫ة‬ ‫ام‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ه‬ِ
ِ ِ ِ ِ
َ ْ ُ َْ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ‫َّدهُ الشَّا ِرعُ ف‬
‫صة‬ ‫و‬ ‫ص‬ ‫َم‬ ‫ات‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ي‬ ُ
‫و‬ ‫ات‬ ‫ئ‬ ‫ي‬ ‫ه‬‫و‬ ‫ات‬ ‫ي‬ ‫ئ‬
‫ثز‬ ‫ِب‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬ َ ‫َحد‬
• Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan
tujuan mentaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-
larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkann Allah.
Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus. Ibaah yang umum
ialah segala amalan yang diidzinkan Allah. Sedangakan Ibadah yang
khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-
perinciannya, tngkah dan cara-caranya yang tertentu.
‫واهلل تعاىل أعلى وأعلم بالصواب‬
‫واحلمد هلل رب العاملني‬

‫‪By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag‬‬

Anda mungkin juga menyukai