Makna Falsafah Ibadah • Falsafah Ibadah atau Filsafat Ibadah terdiri dari dua kata yaitu Filsafat dan Ibadah. filsafat itu secara etimologi memiliki arti bijaksana dan secara terminologi filsafat berarti mencari hakikat kebenaran. Sedangkan ibadah secara etimologi, berarti taat, tunduk, hina dan pengabdian. Sedangkan secara terminologi ibadah adalah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan tujuan mentaati segala perintah- perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah, baik yang bersifat umum maupun khusus. • Orang yang memahami suatu filsafat tertentu, maka ia senantiasa akan dengan sungguh-sungguh mencurahkan waktu, tenaga, pikirannya untuk menemukan manfaat yang sesungguhnya tentang segala sesuatu sehingga mulai dari hal sekecil-kecilnya sampai pada yang sebesar-besarnya didapatkan manfaat untuk keselamatan hidup umat manusia, dunia dan akhirat. Makna Falsafah Ibadah
• Allah SWT berfirman :
ت ِ لسمَاوَا َّ الَّ ِذيَنيَ ْذكُرُوَن الّلهَقِيَاماً َوُقعُوداً وََعلَىَ جُنُوِبهِمْ ويَتَفَكَّرُونَفِي َخْلقِ ا ﴾١٩١﴿ ِت هَذابَا ِطالً سُْبحَاَنكََفقِنَا َعذَاََ النَّار َ ْوَاألَرْضِ رَبَّنَامَا َخَلق (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran :: 191) Makna Falsafah Ibadah • Ibadah merupakan bagian yang sangat penting dalam diri setiap insan, untuk menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan-Nya. • Karena memang setiap manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya : ﴾٥٦﴿ ِاللَِيعْبُدُوِن َّ إلنسَ إ ِ ِْن وَا َّت اْلج ُ َْومَا َخَلق Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Ad-Dzariyat : 56) • Kehadiran manusia di alam raya ini bukanlah hanya sebagai unsur pelengkap isi alam semesta tanpa tujuna, tugas dan tanggung jawb, melainkan kehadirannya di muka bumi melebihmi penciptaan makhluk lainnya, yaitu dalam rangka untuk mengabdi beribadah kepada-Nya, dan tidak ada alasan bagi manusia untuk mebagaikan kewajiban beribadah kepada-Nya. Eksoteris & Esotoris Ibadah Dimensi Ibadah
Eksetoris Esotoris
Harus sesuai Ruh dan makna
Kaifiyat & dengan tuntunan Esensi & dari sebuah Tatacaranya nash Al-Qur’an Substansinya ibadah yang dan hadits dilakukan Eksoteris & Esotoris Ibadah • Ibadah ditinjau dari sudut pandang pelaksanaannya mempunya dua dimensi penting, yaitu dimensi eksetoris (simbol) dan dimensi esotoris. Dimensi Eksetoris adalah kaifiyat, tatacara, atau manasik dalam pelaksanaan suatu ibadah, yang harus dilakukan sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Melaksanakan di luar tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah, berpotensi hilangnya keabsahan dari suatu ibadah tersebut. Sedangkan Dimensi Esotoris (dalam bahasa Inggris esoteric) adalah esensi (intisari), substansi, dan hakekat dari suatu ibadah tertentu. Atau dengan kata lain, esotoris merupakan “ruh” dari suatu ibadah yang dilakukan oleh seseorang. Tanpa dimensi ini, ibadah seseorang berpotensi hampa dan tidak menimbulkan efek positif dari ibadah yang dilakukannya. #1. Dimensi Eksoteris Ibadah • Bahwa ibadah memilik prinsip adanya perintah dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat : Dalam shalat, semua tatacara dan pelaksanaannya harus sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW, dari awal yaitu niat, takbiratul ihram, hingga akhir shalat yaitu salam. Maka segala tatacara seperti cara takbiratul ihram, sedekap, berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan bacaan yang baik dan benar dalam setiap gerakannya, harus seusai dengan tuntunan Al-Qur’an dan contoh dari Nabi SAW. Dalam puasa, segala ketentuannya juga telah ditetapkan oleh syariat yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, yaitu dimulai sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, selama satu bulan penuh yaitu di bulan Ramadhan, yang diawali dengan niat dan diharamkan melakukan segala hal yang dapat membatalkan puasanya. #1. Dimensi Eksoteris Ibadah • Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam qaidah ushul fiqh tentang keharusan melaksanakan ibadah sesuai dengan perintah dan nashnya : • Dalam Mandhumah Qawaid Fiqhiyah, Syekh As-Sa’dy disebutkan : س َم ْش ُرْو ًعا ِم َن ْاْل ُُم ْوِر َغ ْْيُ الَّ ِذ ْي ِ ْف ََ ْر ِعََا َم ْذ ُُ ْور ي ْ َ ََلو Dan semua perkara agama yang tidak ada dalam syari’at kita maka itu bukanlah syari’at islam.
• sebagaian ulama mengungkapan kaidah ini dengan redaksi yang
berbeda diantaranya: اْلَظَُر إِالَّ بََِص ْ اتِ اْلَصل ِف الْعِباد ََ ُْ Hukum asal dalam semua ibadah adalah haram kecuali ada nash yang mensyariatkannya #1. Dimensi Eksoteris Ibadah • Dalam Kitab Fathul Bari juga disebutkan oleh Ibnu Hajar Al- Atsqalani : َص ُل ِف اَلْعِبَ َادةِ اَلت ََّوقُّف ْ اْل “Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil).” Fathul Bari Juz 5, hal 43) • Ibnu Hajar adalah di antara ulama besar Syafi’i yang jadi rujukan. Perkataan Ibnu Hajar tersebut menunjukkan bahwa jika tidak ada dalil, maka suatu amalan tidak boleh dilakukan.
• Dari uraian di atas, dimensi eksoteris dalam beribadah adalah
mengamalkan praktik ibadah yang bersifat lahiriyah sesuai dengan tuntutnan syariat, yaitu berdaarkan nash Al-Qur’an dan Sunnah. #2. Dimensi Esoteris Ibadah • Ibadah tidak seharusnya sekedar berdimensi eksoteris yang bersifat lahiryah dan penekanan pada kesesuaian kaifiyatnya, namun juga harus sampai pada pemahaman dan penghayatannya. • Yang dimaksud pemahaman dalam ibadah adalah memahami makna-makna dan nilai-nilai serta esensi ibadah. • Sedangkan yang dimaksud dengan penghayatan ibadah adalah melakukan apresiasi dan ekspresi ibadah dengan diiringi perbuatan yang bersifat aplikatif yang sejalan dengan kahkekat dan hikmah ibadah. • Pelaksanaan ibadah berdimensi esoterik ini banyak diisyaratkan dalam Al-Qur’an maupun Sunnah, karena ia merupakan inti dan ruh dari ibadah itu sendiri. #2. Dimensi Esoteris Ibadah • Salah seorang Ilmuan mengemukakan, “tujuan dari ibadah buhkanlah hanya sekedar menyembah, tetapi taqarrub kepada Allah SWT, agar dengan demikian ruh manusia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang bersih dan suci, akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam. Ruh yang suci itu akan membawa kepada budi pekerti yang baik dan luhur. Oleh kaena itu, ibadah di samping merupakan latihan spritual, juga merupakan latihan moral.” • Oleh karenanya ibadah yang dilakukan manusia harus bermakna dalam kehidupan keseharaiannya. Bila pengamalan ibadah tidak memiliki makna, maka amalan ibadah secara eksoterik yang dilakukannya tidak akan membawa manfaat, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. • Betapa banyak umat Islam yang “terjebak” pada detail kaifiyat atau eksoterik ibadahnya, hingga sering mempermasalahkan pada aspek yang sangat kecil sekali, namun saat bersamaan sebagian mereka melupakan substansi, filosofi dan hakekat dari ibadah yang dilakukannya. Sehingga meskipun rajin beribadah, namun tidak diiringi dengan akhlak dan etika yang baik terhadap sesama muslim. #2. Dimensi Esoteris Ibadah • Ibadah tidaklah semata dilakukan dengan menitik beratkan hanya dalam satu dimensi saja dengan mengabaikan dimensi yang lainnya, baik eksoterisnya saja maupun esoterisnya saja. Kedua-duanya harus seiring sejalan • Karena bila menitikberatkan hanya pada eksoterisnya saja, maka ibadah yang dilakukan tidak akan memiliki makna dan tidak memperoleh hakekat tujuan ibadah itu sendiri. • Namun jika melaknakananya juga hanya menitikberatkan pada sisi esoterisnya saja, juga berdampak ibadahnya menjadi tidak sah dan percuma. Sebab pengamalan dan pelaksanaan ibadah itu harus sesuai dengan petunjuk dan dan tuntunan syariat sebagaimana terdapat dalam nash Al-Qur’an dan Hadits. Filosofi Shalat & Zakat #1. Filosofi Shalat Mengingatkan manusia, terhadap Rab nya, Allah SWT Shalat adalah untuk mengingat Allah SWT Menunjukkan Kebesaran Allah SWT dan kerendahan manusia di hadapan-Nya. Shalat adalah kebersihan hati dan fisik Membersihkan manusia dari hadats dan najis. Niat yang ikhlas Memakai perhiasan (pakaian yang baik, rapi, bersih dan indah) Melahirkan kesuican batin, berangkat dari kesucian lahiriyah dan bathiniyah ketika akan melaksanakan shalat. Shalat adalah kebugaran dan kesehatan fisik Bangun subuh dan berjalan menuju ke masjid Setiap gerakan shalat, memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh #1. Filosofi Shalat Shalat melahirkan kekuatan jiwa & ketenangan batin Semakin menjadikan seseorang bergantung hanya kepada Allah Anjuran meiminta pertolongan Allah SWT dengan sabar dan shalat. Shalat menggugurkan dosa dan kesalahan Seperti sungai yang seseorang mandi 5 kali di dalamnya Setiap langkah menjadi ampunan dosa dan diangkat derajatnya. Shalat mengajarkan manusia menjadi seorang anggota masyarakat yang patuh dan taat pada pemimpinnya, dalam rangka menggapai keridhaan Allah SWT. Wajib taat kepada kepimpin Wajib “meluruskan” pemimpinnya apabila berbuat kesalahan Menggambarkan esksistensi seorang hamba sebagai makhluk sosial. #2. Filosofi Zakat • Zakat merupakan salah satu ibadah yang di dalamnya terdapat unsur yang mengatur urusan rakyat banyak (public matters), tidak seperti halnya shalat dan puasa yang lebih pada pembentukan keshalehan pada aspek pribadi. • Seseorang yang telah memenuhi syarat dituntut untuk menunaikan zakat , bahkan negara perlu campur tangan jika ada orang-orang yang enggan melaksanakannya. Dahulu, Abu Bakar Shiddiq, Khalifah Islam pertama, pernah marah ketika sebagian kaum Muslimin di masa awal pemerintahannya enggan membayar zakat dengan alasan Rasulullah saw telah wafat sehingga kewajiban zakat menjadi gugur. Maka tidak tanggung-tanggung, beliau lalu mengutus Khalid bin Walid menundukkan beberapa qabilah Arab yang murtad dan enggan membayar zakat. Lalu kemudian mengorganisir pengumpulan dan distribusi zakat. #2. Filosofi Zakat Zakat merupakan ibadah dalam aspek harta yang selain membentuk keshalehan pribadi, juga membentuk keshalehan masyarakat. Menghilangkan penyakit bakhil. Mengajarkan manusia pentingnya berbagi. Memberikan pengaruh positif bagi masyarkat. Zakat (termasuk infak dan shadaqah), bukti keimanan kepada Allah SWT Dikatakan tidak beriman, orang yang tidur dengan perut kenyaang sementara ada tetangganya yang kelaparan. Jika bisa dibangkitkan kembali, zakat infak shadaqah adalah hal pertama yang akan dilakukan oleh orang yang sudah meninggal. Zakat membentuk keharmonisan antara masyarakat dengan ulil amri Keharusan campur tangan ulil amri dalam penghimpunan dan penyaluran zakat Membantu merekatkan kesenjangan antara si kaya dengan si miskin. Zakat adalah titipan Allah pada harta orang kaya, untuk orang miskin. Tugas • Hafalkan Definisi Ibadah berikut, lalu setorkan hafalan definisi ibadah dengan cara direkam menggunakan video dan di upload di e-study, dengan ketentuan selama merekam hafalan definisi ibadah, posisi mata harus selalu menghadap kamera). اب نَ َو ِاهْي ِه َوالْ َع َم ِل ِِبَا أ َِذ َن بِِهِ ََِاجت ْ وَ ِ هِ ر ام َ ْ ِ العِبادةُ ِهي التَّ َقَّرب إِ ََل ِ هللا ابِمتِثَا ِل أَو ُ َ ََ اصةُ َما اْل ْ َّ َ َ ُ و ، ع رِ َّا الش ِ ه ِ ب ن ِ َ َ َ ُّ ُ ُ َّ َ َ َّ َ َ َّ َ َ الشَّا ِرعُ َو َذأ ل مع ل ُ ة ام عل ْ ا ف ، ة اص خو ة ام ع ي هِ ِ ِ ِ ِ َ ْ ُ َْ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َّْدهُ الشَّا ِرعُ ف صة و ص َم ات ي ف ي ُ و ات ئ ي هو ات ي ئ ثز ِب ا ه ي َ َحد • Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan tujuan mentaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan- larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkann Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus. Ibaah yang umum ialah segala amalan yang diidzinkan Allah. Sedangakan Ibadah yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian- perinciannya, tngkah dan cara-caranya yang tertentu. واهلل تعاىل أعلى وأعلم بالصواب واحلمد هلل رب العاملني