Anda di halaman 1dari 6

5 Pahlawan Nasional yang Berjuang Sebelum 1908

1.Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien Cut Nyak Dien adalah pahlawan nasional yang lahir di Aceh pada
1850. Ia berjuang melawan penjajah Belanda di tanah kelahirannya, Aceh. Pada
usia 12 tahun, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga. Bersama
sang suami, Cut Nyak Dien pun memimpin perlawanan rakyat Aceh terhadap
Belanda. Suami Cut Nyak Dien meninggal dunia dalam pertempuran di Gle Tarum
pada 29 Juni 1878. Kematian sang suami membuat Cut Nyak Dien semakin
bersemangat melawan Belanda. Pada 1880, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan
seorang pejuang Aceh bernama Teuku Umar. Namun, ia kembali ditinggal sang
suami yang tewas dalam pertempuran pada 11 Februari 1899. Cut Nyak Dien
kemudian melanjutkan perjuangan dengan bergerilya selama enam tahun. Akan
tetapi, kondisi kesehatan Cut Nyak Dien menurun saat bergerilya menghindari
pasukan Belanda. Ia kemudian ditangkap Belanda. Cut Nyak Dien sempat ditahan di
Banda Aceh, kemudian dibuang ke Sumedang hingga akhir hayatnya. Dalam masa
pembuangan, Cut Nyak Dien meninggal dunia pada 6 November 1908. Itulah yang
menjadi alasan makam pahlawan asal Aceh itu berada di Sumedang. Cut Nyak Dien
kemudian ditetapkan menjadi pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden No. 106
Tahun 1964 pada 2 Mei 1964.
2.Kapittan Patimura

Kapitan Pattimura yang memiliki nama asli Thomas Matulessy, lahir di Saparua,
Maluku, pada 1783. Ia sempat bergabung dengan dinas militer dan mendapatkan
pangkat sersan pada masa pemerintahan Inggris di Indonesia. Namun, setelah
Belanda mengambil alih pemerintahan kolonial di tanah Hindia dari tangan Inggris,
nasib rakyat Maluku menjadi lebih sengsara. Kapitan Pattimura pun memimpin
perlawanan rakyat Maluku terhadap penjajahan Belanda. Di bawah pimpinan
Pattimura, rakyat Maluku berhasil merebut Benteng Duurstede pada 16 Mei 1817.
Belanda kemudian melakukan serangan besar-besaran untuk merebut kembali
Benteng Duurstede. Meski begitu, Pattimura tidak menyerah dan terus berjuang
bersama rekan-rekannya, seperti Paulus Tiahahu, Anthony Rebok, Philip
Latumahona, dan Said Parintah.
Perjuangan Pattimura berakhir ketika ia ditangkap Belanda dan dijatuhi hukuman
gantung di depan Benteng Victoria, Ambon, pada 6 November 1973. Pattimura
ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia melalui SK Presiden No.
087/TK/Tahun 1973 pada 8 November 1973.
3. Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro adalah salah satu pahlawan penting di Indonesia yang


terkenal memimpin Perang Jawa di tahun 1825 sampai 1830. Ia lahir di Yogyakarta,
11 November 1785 dan wafat di Makassar pada 8 Januari 1855.

Berlandaskan pada Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah bertajuk


‘Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa 1825-1830’, peristiwa ini merupakan
perang besar pertama, di mana pemerintah kolonial harus menghadapi usaha
pemberontakan sosial yang mencakup bagian besar di pulau tersebut. Adapun
masyarakat Jawa yang tewas akibat perang tersebut mencapai 200 ribu jiwa.

Selain itu, seperempat wilayah Jawa juga mengalami kerusakan hebat. Perang Jawa
dianggap sebagai momen bangkitnya masyarakat Jawa dalam melawan pemerintah
Belanda di masa itu. Sayangnya, perang ini dimenangi oleh pihak Belanda akibat
jumlah pasukan yang tidak sesuai. Jenderal de Kock berhasil menyudutkan pasukan
Diponegoro yang ada di Magelang.

Pangeran Diponegoro pun bersedia menyerah dengan syarat bahwa sisa


pasukannya harus dilepas. Pejuang tangguh itu kemudian diasingkan di Manado
dan dipindah ke Makassar sampai menutup mata. Ia dianugerahi gelar pahlawan
nasional pada 6 November 1973, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
87/TK/1973.

4.R.A Kartini

Pahlawan emansipasi perempuan di Nusantara, R.A Kartini juga berjuang sebelum


tahun 1908. Perempuan kelahiran Jepara, 21 April 1879 itu merupakan putri Bupati
Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningkat dan Mas Ajeng Ngasirah.

Sejak kecil, ia dikenal akti dan kritis. Kepribadiannya berbeda dari saudara-
saudaranya dan sangat menyenangi kegiatan menulis. Kartini juga gemar
melakukan aktivitas surat menyurat dengan sahabat penanya di Belanda. Ia lantang
menyuarakan bahwa perempuan harus mendapatkan hak dan pendidikan setara
dengan kaum pria.

Dalam Jurnal Humanitas dengan judul ‘Pemikiran dan Perjuangan Raden Ayu Kartini
Untuk Perempuan Indonesia’, disebutkan bahwa Kartini mengirimkan surat kepada
Nyonya Abendanon pada 21 Januari 1901. Dalam surat itu, Kartini mengatakan
bahwa perempuan adalah pendukung peradaban. Perempuan diyakininya mampu
membawa pengaruh besar dan dampak positif bagi kemajuan bangsa.
Kartini wafat pada 17 September 1904, tepat 4 hari usai melahirkan anak
pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat. Ia mendapat anugerah sebagai pahlawan
nasional melalui Surat Keputusan Presiden No. 108 tertanggal 2 Mei 1964 .

5. Tuanku Imam Bonjol4

Tuanku Imam Bonjol merupakan pahlawan nasional yang diangkat pada 6


November 1973. Ia adalah ulama, pejuang, dan pemimpin dalam Perang Padri
(sebuah perang melawan Belanda) di tahun 1803 sampai 1838.

Tuanku Imam Bonjol lahir di Luhak Agam, 1 Januari 1772 dengan nama asli
Muhammad Syahab dan merupakan anak tunggal pasangan Bayanuddin Syahab
serta Hamatun. Sosok Tuanku Imam Bonjol sudah dipandang bersahaja sejak dini,
sebab keluarganya merupakan alim ulama.

Ayahnya, adalah alim ulama asal Lima Puluh Kota dan merupakan pedagang yang
sering merantau. Tak heran bila ia pernah bersekolah di Sekolah Rakyat Desa
(setingkat SD) di Malaysia pada tahun 1779.
Demi berjuang melawan penjajahan Belanda, Tuanku Imam Bonjol berniat
menjadikan agama Islam sebagai media perjuangannya dan mendirikan Tarekat
Naqsyabandiyah. Sementara itu, ia juga memimpin Perang Padri di bumi
Minangkabau. Tuanku Imam Bonjol wafat pada 6 November 1864 di Pineleng,
Minahasa, Sulawesi Utara.

Anda mungkin juga menyukai